LARANGAN MENIKAH PADA BULAN MUHARRAM DALAM ADAT JAWA PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Studi Kasus di Desa Bangkok Kecamatan Karanggede Kabupaten Boyolali) SKRIPSI Disusun untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (S.H.I)

  

LARANGAN MENIKAH PADA BULAN MUHARRAM

DALAM ADAT JAWA PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

(Studi Kasus di Desa Bangkok Kecamatan Karanggede

Kabupaten Boyolali)

  

SKRIPSI

Disusun untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Hukum Islam (S.H.I)

  

Oleh:

MUHAMMAD ISRO’I

NIM 21108014

JURUSAN SYARI’AH

  

PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSYIYYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)

SALATIGA

2012

  

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO “Sak bejo-bejone wong kang bejo isih luwih bejo wong kang eling lan waspodo” (Jayabaya/Ranggawarsita) PERSEMBAHAN

  UNTUK IBU DAN BAPAK KU UNTUK KANG MAS DAN MBAK KU UNTUK PARA DOSEN DAN SAHABAT- SAHABATKU YANG TIDAK SAYA SEBUTKAN

  SATU-PERSATU KONCO- KONCO AHS „08 SPESIAL UNTUK “DIA” YANG SELALU

  MENEMANIKU DALAM SUSAH ATAUPUN SENANG

KATA PENGANTAR

  

   

  Puji syukur Penulis haturkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat-Nya dan salam semoga tetap terlimpah kepada Nabi Muhammad SAW berikut keluarganya, para sahabat dan seluruh umat pengikutnya, Penulis akhirnya dapat men yelesaikan skripsi dengan judul “Larangan Menikah Pada Bulan

  

Muharram Dalam Adat Jawa Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus di Desa

Bangkok Kecamatan Karanggede Kabupaten Boyolali )”. Penulisan skripsi ini

  merupakan tugas akhir sebagai syarat untuk menyelesaikan Program Studi Ahwal Al Syahsyiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga. Skripsi ini disadari oleh Penulis masih jauh dari harapan dan masih banyak kekurangannya.

  Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Dalam kesempatan ini, Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu Penulis dalam penulisan skripsi ini, antara lain : 1.

  Bapak Drs. Imam Sutomo M.Ag Selaku rektor Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (Stain) Salatiga 2. Bapak Ilyya Muhsin M.Si, selaku Ketua Program Studi Ahwal Al Syahsyiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (Stain) Salatiga.

  3. Prof. Dr. H. Muh Zuhri, MA selaku dosen pembimbing yang dengan sabar memberikan bimbingan dan arahan, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

  4. Seluruh anggota Tim penguji skripsi yang telah meluangkan waktunya untuk menilai kelayakan dan menguji skripsi dalam rangka menyelesaikan studi Ahwal Al Syahsyiyah Di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga.

  5. Seluruh staf Program studi yang telah membantu Penulis dalam menyelesaikan administrasi-administrasi selama perkuliahan.

  6. Bapak Ibuku yang selalu memberi dukungan dan doa yang tiada henti.

  7. Semua Dosen-dosen Syari‟ah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga.

  8. Semua teman-teman angkatan 2008 yang tidak dapat aku sebutkan satu persatu yang selalu membantuku.

  Semoga skripsi ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi para Pembaca.

  Salatiga, Juni 2012

  Penulis

  

ABSTRAK

  Isro‟i, Muhammad. 2012. Larangan Menikah Pada Bulan Muharram Dalam Adat

  Jawa Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus di Desa Bangkok Kecamatan Karanggede Kabupaten Boyolali. Skripsi

  Jurusan Syari‟ah. Program Studi Ahwal Al-Syakhsyiyyah. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga.Pembimbing: Prof.Dr. Muh Zuhri, M.A Kata kunci: Perkawinan, Adat Jawa,dan Muharram.

  Penelitian ini terfokus pada masyarakat yang menjalankan tradisi larangan menikah pada bulan Muharram. Adapun fokus penelitian yang penulis kaji dalam penelitian ini adalah 1) faktor apa yang mendorong masyarakat untuk tidak melakukan pernikahan pada bulan Muharram?, 2) Bagaimana pandangan ulama setempat tentang pernikahan yang dilakukan pada bulan Muharram?, 3) Bagaimana pandangan hukum islam tentang pernikahan yang dilakukan pada bulan Muharram? . Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan (Field Research). Penelitian menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan teknik data melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Metode analisis datanya menggunakan teknik analisis deskriptif.

  Berdasarkan hasil penelitian, masyarakat Desa Bangkok Kecamatan Karanggede Kabupaten Boyolali masih mempercayai adanya mitos sampai sekarang. Misalnya, tidak melakukan pernikahan di bulan Muharram. Adapun faktor yang mendorong masyarakat untuk tidak melakukan pernikahan pada Bulan tersebut diantaranya karena masih tetap melestarikan adat istiadat Jawa dan dianggap sebagai warisan nenek moyang mereka. Masyarakat juga masih percaya bahwa bulan Suro itu adalah bulan keramat, sehingga mereka tidak berani untuk melakukan hajatan pada bulan itu. Jika hal itu tetap dilaksanakan, mereka mempercayai bahwa akan banyak halangan ketika pelaksanaan.

  Namun para tokoh agama di Desa Bangkok berpendapat bahwa menikah pada Bulan Muharram itu boleh dilakukan. Pernikahan boleh dilakukan kapan saja ter masuk pada bulan Muharram. Bahkan salah seorang ulama‟ Desa mengatakan bahwa pernikahan yang dilakukan pada bulan Muharram itu sangat baik, karena bulan Muharram termasuk bulan yang dimuliakan oleh Allah. Selain itu mereka juga belum pernah melihat secara nyata akibat buruk dari pernikahan yang dilakukan pada bulan Muharram. Menurut pandangan Islam pun pernikahan boleh dilakukan kapan saja termasuk pada bulan Muharram, dan tidak ada satu ayat atau hadis pun yang melarang menikah pada bulan Muharram. Kalau di Desa Bangkok sendiri memang belum pernah ada warganya yang melakukan pernikahan pada bulan Muharram. Jadi kebenaran tentang mitos larangan menikah pada bulan Muharram ini belum terbukti.

  

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .......................................................... iv

HALAMAN MOTTO ......................................................................................... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................... vi

KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii

ABSTRAK ........................................................................................................... viii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ ix

  BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ................................................................................. 1 B. Fokus Penelitian ............................................................................... 5 C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 5 D. Kegunaan Penelitian ........................................................................ 6 E. Penegasan Istilah .............................................................................. 6 F. Metode Penelitian ............................................................................ 7 G. Telaah Pustaka ................................................................................. 11 H. Sistematika Penulisan ...................................................................... 12

  BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Perkawinan 1. Pengertian ...................................................................................... 14 2. Dasar Hukum ................................................................................. 15 3. Rukun dan Syarat Sah ................................................................... 18 4. Prinsip-prinsip perkawinan ............................................................ 19 5. Hikmah Perkawinan ...................................................................... 20 6. Perkawinan Adat Jawa .................................................................. 21 B. Konsep tentang Bulan Muharram 1. Menurut Islam ............................................................................... 28 2. Menurut Adat Jawa........................................................................ 33 BAB III PAPARAN DATA DAN HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Desa Bangkok Kecamatan Karanggede Kabupaten Boyolali 1. Letak Geografis ............................................................................. 38 2. Keadaan Administratif................................................................... 39 3. Keadaan Sosial Keagamaan Masyarakat ....................................... 40 4. Tingkat Pendidikan ........................................................................ 42 Pendapat Warga Desa Bangkok kecamatan Karanggede Kabupaten Boyolali

  tentang Menikah pada Bulan Muharram ..................................................... 43 C. Pendapat Ulama” Desa Bangkok kecamatan Karanggede Kabupaten

  Boyolali tentang Menikah pada Bulan Muharram....................................... 47

  D.

  BAB IV ANALISIS A. Analisis Faktor yang Mendorong Masyarakat tidak Melakukan Pernikahan pada Bulan Muharram.......................................................... 50 B. Analisis Pandangan Hukum Islam tentang Pernikahan yang Dilakukan pada Bulan Muharram............................................................................. 51

  BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ............................................................................................. 54 B. Saran ....................................................................................................... 56 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Al- Qur‟an sebagai sumber pertama dan utama hukum Islam, di

  samping mengandung hukum-hukum yang sudah rinci dan menurut sifatnya tidak berkembang, juga mengandung hukum-hukum yang masih memerlukan penafsiran dan mempunyai potensi untuk berkembang. Ayat hukum yang menyangkut ibadah, pada umumnya disebutkan pokok- pokoknya saja. Akan tetapi, ayat-ayat tentang ibadah dijelaskan oleh Rasulullah SAW secara rinci dan lengkap dalam sunahnya (Jumantoro, 2009:5).

  Dalam pandangan Islam, manusia dan segala makhluk yang ada di alam semesta merupakan ciptaan Allah SWT. Manusia diciptakan oleh Allah lengkap dengan pasangannya. Secara naluriah, mempunyai ketertarikan kepada lawan jenis. Untuk merealisasikan ketertarikan tersebut menjadi hubungan yang benar maka harus melalui dengan pernikahan.

  Perkawinan adalah peristiwa besar dalam kehidupan manusia.

  Implikasinya pun besar dan beragam. Perkawinan adalah sarana awal mewujudkan sebuah tatanan masyarakat, karena keluarga adalah peran dalam kehidupan masyarakat. Jika unit-unit keluarga baik dan berkualitas, bisa dipastikan bangunan masyarakat yang diwujudkan akan kokoh dan baik (Djalil, 2000:285).

  Perkawinan termasuk salah satu bentuk ibadah. Tujuan perkawinan bukan saja untuk menyalurkan kebutuhan biologis, tetapi juga untuk menyambung keturunan dalam naungan rumah tangga yang penuh kedamaian dan cinta kasih. Setiap remaja setelah memiliki kesiapan lahir batin hendaknya segera menentukan pilihan hidupnya untuk mengakhiri masa lajang. Menurut ajaran agama Islam, menikah adalah menyempurnakan agama. Oleh karena itu, barang siapa yang menuju kepada suatu pernikahan, maka ia telah berusaha menyempurnakan agamanya, dan berarti pula dia telah berjuang untuk kesejahteraan masyarakat. Membantu terlaksananya suatu pernikahan, demikian pula merupakan ibadah yang tidak ternilai pahalanya (Hariwijaya, 2005:1).

  Dalam Budaya Jawa ajaran Hindu-Budha masih melekat, sebagian masyarakat masih berkeyakinan terhadap tradisi atau sistem-sistem budaya masyarakat tradisional. Orang yang melangar tradisi, berarti keluar dari sistem-sistem yang ada. Setelah agama Islam lahir, maka yang menjadi asas hukum mereka berganti dengan aturan-aturan atau nash-nash yang berdasarkan kepada Al-

  Qur‟an dan Sunah. khususnya di Desa Bangkok Kecamatan Karanggede Kabupaten Boyolali dalam melaksanakan perkawinan masih berdasar kepercayaan dari para leluhurnya. Misalnya mereka tidak berani melaksanakan pernikahan pada bulan Muharram, karena adanya kepercayaan-kepercayaan yang turun- temurun dari zaman dahulu, meskipun mereka tidak akan pernah tahu apa yang terjadi jika aturan tersebut dilanggar.

  Islam memandang semua hari, bulan dan tahun adalah waktu yang baik. Tidak ada hari yang sial atau hari keramat, namun sebagian masyarakat Jawa masih berpegang teguh terhadap ajaran nenek moyang yang percaya terhadap hari-hari sial. Tathayyur (menganggap sial) adalah tindakan yang tidak berlandaskan ilmu atau realita yang benar. Sebagian masyarakat Jawa misalnya di Desa Bangkok Kecamatan Karanggede Kabupaten Boyolali memandang bahwa bulan Muharram dianggap bulan sial. Sehingga tidak mau melakukan hajatan nikah. Jika melakukan hajatan pada bulan itu maka akan mendapatkan berbagai musibah, acara pernikahannya tidak lancar, mengakibatkan keluarga tidak harmonis, dan sebagainya.

  Padahal dalam Islam tidak mengajarkan demikian, Islam justru menganggap yang seperti ini adalah thiyarah (meramalkan bernasib sial karena melihat sesuatu). Ia hanyalah perilaku ikut-ikutan dan sekedar mengikuti faham. Apabila pada perilaku seseorang terdapat suatu cacat, hingga orang beranggapan bahwa nasib sial itu disebabkan oleh beberapa nasibnya itu, khususnya lagi bila sudah sampai pada tataran aktivitas konkrit. Firman Allah Subhanahu wata‟ala :           

  Artinya: Ketahuilah, Sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.(QS Al A‟raf: 131) (Depag, 1974:222).

             

  Artinya: Utusan-utusan itu berkata: "Kemalangan kamu adalah karena kamu sendiri. Apakah jika kamu diberi peringatan (kamu bernasib malang)? sebenarnya kamu adalah kaum yang melampui batas". (QS Yasin: 19) (Depag, 1974:627).

  Selain itu dalam Islam juga sangat melarang untuk terlalu mengkhawatirkan musibah yang akan terjadi karena semua musibah yang terjadi di alam semesta ini sudah ditakdirkan oleh Allah, sebagaimana dalam firman Allah Q.S Al Hadid (22):

  

           

          

  Artinya: Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah (QS Al Hadid: 22) (Depag, 1974:904).

  Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa thiyarah itu dilarang oleh agama Islam. Akan tetapi masyarakat Desa Bangkok Kecamatan Karanggede Kabupaten Boyolali tetap saja melakukan thiyarah tersebut.

  Dari berbagai fenomena di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai mitos pernikahan pada bulan Muharram tersebut.

  Penulis akan meneliti hal tersebut dengan judul “LARANGAN

  MENIKAH PADA BULAN MUHARRAM DALAM ADAT JAWA PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Studi Kasus di Desa Bangkok Kecamatan Karanggede Kabupaten Boyolali)”.

  B. Fokus Penelitian

  Penelitian ini terfokus pada masyarakat yang menjalankan tradisi larangan menikah pada bulan Muharram tersebut. Adapun fokus penelitian yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah :

  1. Faktor apa yang mendorong masyarakat untuk tidak melakukan pernikahan pada bulan Muharram?

  2. Bagaimana pandangan ulama‟ setempat tentang pernikahan yang dilakukan pada bulan Muharram?

  3. Bagaimana pandangan hukum Islam tentang pernikahan yang dilakukan pada bulan Muharram?

  C. Tujuan Penelitian

  Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk : 1.

  Mengetahui apa saja faktor yang mendorong masyarakat untuk tidak melakukan pernikahan pada bulan Muharram.

  Mengetahui pandangan ulama‟ setempat tentang pernikahan yang dilakukan pada bulan Muharram.

3. Mengetahui pandangan hukum Islam tentang pernikahan yang dilakukan pada bulan Muharram.

  D. Kegunaan Penelitian

  Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman baru yang lebih komprehensif mengenai pernikahan pada bulan Muharram. Masalah perkawinan ini sangat riskan, apalagi kalau hal ini menyangkut masalah adat dan kepercayaan masyarakat setempat. Karena memang kita ini hidup bermasyarakat dan di dalam masyarakat tersebut berlaku adat istiadat tertentu.

  E. Penegasan Istilah

  Untuk mendapatkan kejelasan judul di atas, penulis perlu memberikan penegasan dan batasan terhadap istilah-istilah yang ada. Istilah-istilah tersebut adalah :

  1. Nikah adalah perjanjian antara laiki-laki dan perempuan untuk bersuami istri (dengan resmi) (Poerwadarminta, 2006:800).

  Pernikahan adalah perbuatan nikah; upacara perkawinan (Fajri dan Senja:590)

  2. Kata adat berasal dari bahasa Arab

  „Adatun akar katanya „ada, ya‟udu

  mengandung arti perulangan. Karena itu, sesuatu yang baru dilakukan satu kali, belum dinamakan adat. dikehendaki manusia dan mereka kembali terus menerus. (Jumantoro, 2009:1)

3. Hukum secara etimologi bermakna Al- Man‟u yakni mencegah.

  Pengertian hukum yang lebih luas lagi adalah ketetapan-ketetapan yang menyandarkan sifat- sifat (hukum) syar‟i kepada perbuatan- perbuatan manusia, yang zahir ataupun batin. (Jumantoro, 2009:86).

F. Metode Penelitian

  1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Pendekatan yang digunakan penulis adalah pendekatan historis.

  Karena dengan pendekatan ini bisa mengetahui asal mula kepercayaan masyarakat tentang larangan menikah pada bulan Muharram. Hal ini tidak bisa dijelaskan dengan angka-angka, akan tetapi hal ini bisa terungkap dengan terjun langsung ke lapangan guna mengadakan penelitian pada obyek yang dibahas (Mukhtar,2007: 79), sehingga data yang diperoleh bisa bervariasi dan lebih lengkap.

  Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian Kualitatif yaitu penelitian yang menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis statistik atau cara kuantifikasi lainnya (Moleong, 2008:6).

  2. Kehadiran Peneliti menjadi pengumpul data. Instrument lain yang digunakan penulis adalah alat perekam, alat tulis, serta alat dokumentasi. Akan tetapi instrument ini hanya sebagai pendukung tugas penulis sebagai instrument. Oleh karena itu kehadiran penulis di lapangan mutlak diperlukan. Selain itu, penulis juga berperan sebagai partisipan penuh, yang mana penulis membaur dengan obyek penelitian. Kehadiran penulis sebagai peneliti diketahui statusnya sebagai peneliti.

  3. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini adalah di Desa Bangkok Kecamatan Karanggede Kabupaten Boyolali. Karena para masyarakat tersebut percaya akan mitos mengenai pernikahan yang dilakukan pada bulan Muharram.

  Dan sampai saat ini pun mereka masih melaksanakan kebiasaan yang mereka percayai itu.

  4. Sumber Data Untuk memperoleh gambaran yang jelas dari proses penelitian, penulis menggunakan obyek penelitian berupa informan. Yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah masyarakat Desa Bangkok baik itu masyarakat biasa maupun para ulama‟ setempat.

  5. Prosedur Pengumpulan Data

  a. Observasi Yaitu metode pengumpulan data dengan jalan pengamatan dan pencatatan secara langsung dengan sistematis terhadap fenomena- penelitian ini dengan terjun langsung ke lapangan yang akan diteliti. b. Wawancara Wawancara ini digunakan untuk memperoleh beberapa jenis data dengan teknik komunikasi secara langsung (Surakhmad, 1990:174). Wawancara ini dilakukan dengan acuan catatan-catatan mengenai pokok masalah yang akan ditanyakan. Sasaran wawancara adalah masyarakat Desa Bangkok.

  c. Dokumentasi Mencari data mengenai beberapa hal, baik yang berupa catatan dan data dari Kantor Kelurahan Desa Bangkok Kecamatan Karanggede Kabupaten Boyolali. Metode ini digunakan sebagai salah satu pelengkap dalam memperoleh data.

  d. Studi Pustaka Studi pustaka yaitu penelitian yang mencari data dari bahan-bahan tertulis (M. Amirin, 1990:135) berupa catatan, buku- buku, surat kabar, makalah, dan sebagainya.

  6. Analisis Data Setelah seluruh data terkumpul maka barulah penulis menentukan bentuk analisa terhadap data-data tersebut, antara lain dengan metode : a. Deskriptif mengklasifikasikan penyelidikan dengan teknik survey, interview, dan observasi (Surakhmad, 1990:139). b. Kualitatif Penelitian yang tidak mengadakan perhitungan (J. Moleong, 2002:45). Dalam melaksanakan analisa, peneliti bergerak di antara tiga komponen yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan yang aktifitasnya berbentuk interaksi dengan proses siklus.

  7. Pengecekan Keabsahan Data Keabsahan data merupakan hal yang sangat penting dalam penelitian, karena dari data itulah nantinya akan muncul beberapa teori. Untuk memperoleh keabsahan temuan, penulis akan menggunakan teknik- teknik perpanjangan kehadiran peneliti di lapangan, observasi yang diperdalam, triangulasi (menggunakan beberapa sumber, metode, teori), pelacakan kesesuaian, dan pengecekan anggota. Jadi temuan data tersebut bisa diketahui keabsahannya.

  8. Tahap-tahap Penelitian Dalam melakukan penelitian ini penulis melakukan penelitian pendahuluan ke Desa Bangkok Kemudian penulis melakukan pengembangan desain dari data awal tadi dan selanjutnya penulis melakukan penelitian yang sebenarnya. Setelah itu penulis melakukan

G. Telaah Pustaka

  Tradisi merupakan suatu karya cipta manusia. Sepanjang ia tidak bertentangan dengan inti ajaran agama, tentunya islam akan membenarkannya. Kita bisa bercermin bagaimana Walisongo tetap melestarikan tradisi Jawa yang tidak melenceng dari ajaran Islam (Yazid, 2005:249).

  Aqidah yang murni adalah landasan pokok bagi tegaknya masyarakat Islam. Sedangkan tauhid merupakan inti sari aqidah itu, ia adalah keseluruhan jiwa-jiwa Islam. Perang terhadap berbagai keyakinan Jahiliyah yang dikembangkan oleh paham keberhalaan yang sesat merupakan suatu keniscayaan, demi menyucikan masyarakat muslim dari debu-debu syirik dan sisa-sisa kesesatan (Qardhawi, 2007:333).

  Tradisi-tradisi yang ada di pulau Jawa tersebut masih saja berkembang di zaman modern seperti saat ini dan di lingkungan masyarakat muslim. Penelitian yang menyangkut tentang tradisi-tradisi di pulau Jawa telah dilakukan oleh peneliti yang bernama Mikdad Musa Mubaroq dengan judul Fiqh lingkungan sesajen kali dan kearifan lokal (Studi kasus di Desa Warangan, Munengwarangan, Pakis, Magelang).

  Penelitian ini mengkaji tentang tradisi sesajen kali di masyarakat Jawa Dari berbagai tradisi di Jawa masih begitu banyaknya masyarakat mempercayainya hingga ke taraf perbuatan syirik. Begitu pula dengan tradisi mempercayai terhadap hari-hari baik atau menganggap hari-hari sial. Seperti penelitian yang dilakukan oleh peneliti yang bernama Ariyanto dengan judul Penggunaan Petungan Masyarakat Jawa Muslim

  dalam Ritual Pernikahan (Studi kasus di Desa Reksosari Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang). Penelitian ini membahas tentang

  perhitungan untuk memperoleh gabungan hari, tanggal, dan bulan yang baik dan tidak baik untuk melaksanakan ritual pernikahan. Sehingga penelitian ini masih membahas hari, tanggal, dan bulan secara menyeluruh. Sedangkan penelitian yang akan penulis lakukan lebih khusus tentang larangan menikah pada bulan Muharram saja.

  Maka dari itu penulis akan melakukan penelitian tentang salah satu bulan yang dianggap paling sakral dan tabu untuk melaksanakan ritual pernikahan oleh masyarakat Jawa, yaitu “sasi suro” atau bulan Muharram. Adapun judul dari penelitian ini adaah “LARANGAN MENIKAH PADA BULAN MUHARRAM DALAM ADAT JAWA PERSPEKTIF HUKUM

  ISLAM (Studi Kasus di Desa Bangkok Kecamatan Karanggede Kabupaten Boyolali)”.

H. Sistematika Penulisan

  Sistematika penulisan ini terdiri dari lima bab yang saling berkaitan yang

  BAB I : Merupakan bab pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, metode penelitian, telaah pustaka, dan sistematika penulisan.

  BAB II : Dalam bab ini berisi kajian pustaka yang menjelaskan tentang konsep perkawinan dan konsep tentang Bulan Muharram. BAB III : Dalam bab ini berisi paparan data dan temuan penelitian. BAB IV : Dalam bab ini berisi analisis mengenai faktor-faktor yang mendorong masyarakat Desa Bangkok tidak melakukan pernikahan pada Bulan Muharram dan pandangan Hukum Islam tentang pernikahan yang dilakukan pada Bulan Muharram.

  BAB V : Dalam bab ini penutup yang berisi kesimpulan dan saran. Bagian akhir terdiri dari daftar pustaka dan riwayat hidup penulis.

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Perkawinan 1. Pengertian Perkawinan merupakan sunatullah yang umum dan berlaku pada

  semua makhluknya, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh- tumbuhan. Perkawinan adalah suatu cara yang dipilih oleh Allah SWT sebagai jalan bagi makhluk-Nya untuk berkembang biak dan melestarikan hidupnya. Beberapa penulis terkadang menyebut pernikahan dengan kata perkawinan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perkawinan berasal dari kata “kawin”, yang menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis, melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh. Istilah kawin digunakan secara umum untuk tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia dan menunjukan proses generatif yang alami. Berbeda dengan itu, nikah hanya digunakan pada manusia karena mengandung keabsahan secara hukum nasional, adat-istiadat, dan terutama menurut hukum agama.

  Adapun menurut

  syara‟, nikah adalah akad serah terima antara

  laki-laki dan perempuan dengan tujuan untuk saling memuaskan satu sama serta masyarakat yang sejahtera (Tihami, 2009:8).

  Dalam Undang-Undang No 1 tahun 1974 Bab I pasal I “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

  Demikian pula dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia No 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI) Bab II disebutkan bahwa “Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.

2. Dasar Hukum Pernikahan

  Hukum nikah (perkawinan) yaitu hukum yang mengatur hubungan antara manusia dengan sesamanya yang menyangkut penyaluran kebutuhan biologis antar jenis, dan hak serta kewajiban yang berhubungan dengan akibat perkawinan tersebut. Perkawinan adalah sunnatullah hukum alam di dunia. Perkawinan dilakukan oleh manusia, hewan bahkan oleh tumbuh-tumbuhan sebagaimana pernyataan Allah dalam Al-

  Qur‟an Surat Al-Dzariat:49

  :        

  Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah (Depag, 1971:862).

  Firman-Nya pula Al- Qur‟an Surat Yasin:36

  

          

  

  Artinya: Maha Suci Tuhan yang Telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui (Depag, 1971: 710).

  Perkawinan adalah suatu cara yang dipilih Allah sebagai jalan bagi manusia untuk beranak, berkembang biak dan menjaga kelestarian hidupnya, setelah masing-masing pasangan siap melakukan perannya yang positif dalam mewujudkan tujuan perkawinan. Firman Allah surat Al- Hujurat:13

  

           

          

  Artinya: Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa

  • bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal (Depag, 1971: 847 ). Firman Allah Q.S An-

  Nisa‟:1

  

          

           

       

  Artinya: Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang Telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki- laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu (Depag, 1971: 114).

  Dengan demikian meskipun perkawinan itu asalnya mubah, namun dapat berubah menurut perubahan keadaan, yaitu: a.

  Nikah Wajib, nikah diwajibkan bagi yang telah mampu yang akan menambah takwa, nikah yang wajib bagi orang yang telah mampu, yang akan menjaga jiwa dan menyelamatkannya dari perbuatan haram.

  b.

  Nikah Haram, Nikah diharamkan bagi orang yang tahu dirinya tidak mampu melaksanakan hidup berumah tangga, melaksanakan kewajiban lahir seperti memberi nafkah, pakaian, tempat tinggal, dan kewajiban batin seperti mencampuri istri.

  c.

  Nikah sunnah, nikah disunnahkan bagi orang yang mempu tetapi masih sanggup mengendalikan diri dari perbuatan haram. Dalam hal ini nikah lebih baik daripada membujang.

  d.

  Nikah mubah yaitu bagi orang yang tidak berhalangan nikah dan dorongan nikah belum membahayakan dirinya. Ia belum wajib nikah dan tidak haram bila tidak nikah.

  Berdasarkan hal di atas, Tuhan tidak mau menjadikan manusia seperti makhluk lainnya yang hidup bebas mengikuti naluarinya dan berhubungan antara jantan dan betina secara anarkhi, dan tidak ada satu aturan. Tetapi demi menjaga kehormatan dan martabat kemuliaan tersebut.

3. Rukun dan Syarat Sahnya Perkawinan a.

  Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI)

  Rukun perkawinan menurut KHI dinyatakan dalam Pasal 14 yaitu: i.

  Calon mempelai laki-laki dan calon mempelai perempuan. ii.

  Wali dari mempelai perempuan. iii.

  Dua orang saksi. iv.

  Ijab dan qabul. Syarat sahnya perkawinan menurut KHI dalam Pasal 4 adalah dinyatakan : “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam

  sesuai dengan pasal 2 ayat (1) Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.”

  b.

  Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

  Rukun perkawinan menurut UU No.1/1974 tidak diatur secara tegas. Akan tetapi undang-undang tersebut menyerahkan persyaratan sahnya suatu perkawinan sepenuhnya kepada ketentuan yang diatur oleh agama orang yang akan melangsungkan perkawinan tersebut. Syarat sahnya perkawinan menurut UU No.1/1974 diatur dalam pasal 2 yaitu :

  (1) Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.

  (2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang- undangan yang berlaku

  Jadi bisa disimpulkan bahwa rukun dan syarat dalam perkawinan dalam yang dimuat dalam Kompilasi Hukum Islam dan Undang- Undang No 1 tahun 1974 tentang perkawinan sebagai berikut :

  Rukun perkawinannya adalah Pertama,adanya calon mempelai laki-laki dan calon mempelai perempuan, kedua adanya wali dari pihak perempuan, ketiga adanya Saksi pernikahan, dan keempat adanya ijab qabul.

  Kemudian syarat sahnya perkawinan menurut kedua peraturan tersebut adalah pernikahan dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan perkawinan tersebut harus dicatatkan.

4. Prinsip-Prinsip Pernikahan dalam Islam a.

  Pilihan jodoh yang tepat.

  b.

  Pernikahan didahului dengan peminangan.

  c.

  Ada ketentuan tentang larangan perkawinan antara laki-laki dan perempuan.

  d.

  Pernikahan didasarkan atas suka rela antara pihak-pihak yang bersangkutan.

  e.

  Ada persaksian dalam akad nikah.

  f.

  Pernikahan tidak ditentukan untuk waktu tertentu.

  Ada kewajiban membayar maskawin/mahar atas suami.

  h.

  Ada kebebasan mengajukan syarat dalam akad nikah. i.

  Tangung jawab pimpinan keluarga pada suami. j.

  Ada kewajiban bergaul dengan baik dalam kehidupan rumah tangga (Tihami, 2009:12 )

5. Hikmah Pernikahan

  Islam menganjurkan pernikahan karena pernikahan tersebut mempunyai banyak hikmah bagi pelakunya sendiri, masyarakat, dan umat manusia. Adapun hikmah pernikahan menurut Sabiq (1980:18) adalah: a.

  Sesungguhnya naluri seks merupakan naluri yang paling kuat dan keras yang selamanya menuntut adanya jalan keluar. Bilamana jalan keluar tidak dapat memuaskan, maka banyak manusia yang terguncang jiwanya sehingga akan mengambil jalan yang buruk.

  Dengan perkawinan badan menjadi segar, jiwa menjadi tenang, mata terpelihara dari melihat yang haram, dan perasaan akan tenang menikmati hal yang halal.

  b.

  Perkawinan adalah jalan terbaik untuk memperbanyak keturunan, melestarikan hidup manusia, serta memelihara nafsu yang oleh Islam sangat dianjurkan.

  c.

  Naluri kebapakan dan keibuan akan tumbuh dalam hidup berumah tangga dengan anak-anak yang akan menimbulkan rasa cinta, menyempurnakan akhlak manusia. d.

  Menyadari tanggung jawab beristeri dan menanggung anak-anak menimbulkan sikap rajin dan sungguh-sungguh dalam memperkuat bakat dan pembawaan seseorang.

  e.

  Ada pembagian tugas, dimana yang satu mengurus dan mengatur rumah tangga, sedangkan yang lain bekerja mencari nafkah sesuai dengan batas-batas tangung jawab antara suami isteri dalam menangani tugas-tugasnya.

  f.

  Dengan perkawinan diantaranya dapat membuahkan tali kekeluargaan, memperteguh kelanggengan rasa cinta antara keluarga dan memperkuat hubungan kemasyarakatan yang memang oleh Islam direstui, ditopang, dan ditunjang.

6. Perkawinan Adat Jawa

  Adat merupakan pencerminan daripada kepribadian suatu bangsa, dan merupakan salah satu penjelmaan jiwa bangsa yang bersangkutan dari abad ke abad. Setiap bangsa di dunia memiliki adat kebiasaan sendiri- sendiri yang berbeda sehingga adat merupakan identitas suatu bangsa. Di negara Indonesia, adat yang dimiliki oleh daerah-daerah, suku-suku bangsa berbeda-beda, meskipun dasar serta sifatnya satu yaitu ke- Indonesiaannya.

  Oleh karena itu maka adat Indonesia dikatakan “Bhineka Tunggal Ika”.

  Perkawinan merupakan salah satu adat yang semua daerah memilikinya. Karena perkawinan merupakan salah satu peristiwa penting dalam sejarah kehidupan setiap orang, perkawinan akan menyatukan dua keluarga yang sebelumnya tidak ada ikatan. Maka dari itu dalam adat Jawa, pertimbangan penerimaan seorang calon menantu tidak boleh sembarangan, harus berdasarkan kepada bibit, bebet dan bobot (Yana, 2010:60).

  

Bibit : artinya mempunyai latar kehidupan keluarga yang baik.

Bebet : calon penganten, terutama pria, mampu memenuhi kebutuhan

keluarga.

  

Bobot : kedua calon penganten adalah orang yang berkualitas, bermental

baik dan berpendidikan cukup.

  Masyarakat Jawa memaknai peristiwa perkawinan dengan menyelenggarakan berbagai upacara. Upacara itu dimulai dari tahap perkenalan sampai terjadinya pernikahan. Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut (Yana, 2010:62-68) : a.

  Nontoni Pada tahap ini sangat dibutuhkan peranan seorang perantara. Perantara ini merupakan utusan dari keluarga calon pengantin pria untuk menemui keluarga calon pengantin wanita. Pertemuan ini dimaksudkan untuk nontoni atau melihat calon dari dekat. Di rumah itu, para calon mempelai bisa bertemu langsung meskipun hanya mengeluarkan minuman dan makanan ringan sebagai jamuan. Tamu disambut oleh keluarga calon pengantin wanita yang terdiri dari orangtua calon pengantin wanita dan keluarganya, biasanya pakdhe atau paklik (Yana, 2010:62).

  b.

  Nakokake/Nembung/Nglamar Sebelum melangkah ke tahap selanjutnya, perantara akan menanyakan beberapa hal pribadi seperti sudah adakah calon bagi calon mempelai wanita. Bila belum ada calon, maka utusan dari calon mempelai pria memberitahukan bahwa keluarga calon mempelai pria berkeinginan untuk berbesanan. Lalu calon pengantin wanita diajak bertemu dengan calon pengantin pria untuk ditanya kesediannya menjadi isterinya. Bila calon pengantin wanita setuju, maka perlu dilakukan langkah selanjutnya, yaitu ditentukannya hari dimana utusan datang untuk melakukan kekancingan rembag (peningset). Peningset ini merupakan suatu simbol bahwa calon pengantin wanita sudah diikat secara tidak resmi oleh calon pengantin pria. Ketika semua sudah berjalan dengan lancar, maka ditentukanlah tanggal dan hari pernikahan yang disesuaikan dengan weton (hari lahir berdasarkan perhitungan Jawa) kedua calon pengantin. Hal ini dimaksudkan agar pernikahan itu kelak mendatangkan kebahagiaan dan kesejahteraan bagi seluruh anggota keluarga (Yana, 2010:62). c.

  Pasang Tarub Pemasangan tarub ini dilakukan menjelang hari pernikahan. Tarub dibuat dari daun kelapa yang sebelumnya telah dianyam dan diberi kerangka dari bambu, dan ijuk atau welat sebagai talinya. Agar pemasangan tarub ini selamat, dilakukan upacara sederhana berupa penyajian nasi tumpeng lengkap. Selain itu dipasang juga tuwuhan, yaitu sepasang pohon pisang raja yang sedang berbuah yang dipasang di kanan kiri pintu masuk. Pohon pisang melambangkan keagungan dan mengandung makna berupa harapan agar keluarga baru ini nantinya cukup harta dan keturunan (Yana, 2010:63).

  d.

  Midodareni Midodareni diawali dengan upacara siraman. Pelaku siraman adalah orang yang dituakan yang berjumlah tujuh diawali dari orangtua yang kemudian dilanjutkan oleh sesepuh lainnya. Setelah siraman, calon pengantin membasuh wajah dengan air kendi yang dibawa ibunya kemudian kendi langsung dibanting/dipecah sambil mengucapkan kata- kata: “cahayanya sekarang sudah pecah seperti bulan purnama”. Setelah itu calon pengantin langsung dibopong ayahnya ke tempat ganti pakaian. Setelah ganti pakaian, dilanjutkan dengan acara potong itu rambut dikubur di depan rumah dan dilanjutkan dengan acara “dodol dawet”. Yang berjualan dawet adalah ibu dari calon pengantin wanita dengan dipayungi oleh suaminya. Uang untuk membeli dawet terbuat dari kreweng (pecahan genting) yang dibentuk bulat. Selanjutnya dilakukan midodareni, yaitu berasal dari kata widadari, yang artinya bidadari. Kedua calon pengantin diharapkan seperti widadari-widadara, di belakang hari bisa lestari, dan hidup rukun dan sejahtera (Yana, 2010:64).

  e.

  Akad Nikah Akad nikah adalah inti dari acara perkawinan. Biasanya dilakukan sebelum acara resepsi yang disaksikan oleh sesepuh/orang tua dari kedua calon pengantin dan orang yang dituakan. Pelaksanaan akad nikah dilakukan oleh petugas dari catatan sipil atau petugas agama (Yana, 2010:65).

  f.

  Panggih Upacara panggih dimulai dengan pertukaran kembar mayang, kalpataru dewadaru yang merupakan sarana dari rangkaian pangih.

  Sesudah itu dilanjutkan dengan balangan suruh, ngidak endhok, dan mijiki (Yana, 2010:65).

  g.

  Balangan Suruh Upacara ini dilakukan oleh kedua pengantin secara bergantian dengan saling melempar Gantal. Gantal yaitu daun sirih yang yang ditekuk merupakan perlambang bahwa kedua pengantin diharapkan bersatu dalam cipta, karsa, dan karya (Yana, 2010:65). h.

  Ngidak endhok Upacara ngidak endhok diawali oleh juru paes, yaitu orang yang bertugas untuk merias pengantin dan mengenakan pakaian pengantin, dengan mengambil telur dari dalam bokor, kemudian diusapkan di dahi pengantin pria diminta untuk menginjak telur tersebut. Ngidak endhok mempunyai makna secara seksual, bahwa kedua pengantin sudah pecah pamornya (Yana, 2010:66). i.

  Wiji dadi Pengantin wanita membasuh kaki pengantin pria menggunakan air yang telah diberi bunga setaman. Mencuci kaki ini melambangkan suatu harapan bahwa “benih” yang akan diturunkan jauh dari mara bahaya dan menjadi keturunan yang baik (Yana, 2010:66). j.

  Timbangan Pengantin laki-laki duduk di atas kaki kanan ayah pengantin wanita, sedangkan pengantin wanita duduk di kaki sebelah kiri. Kedua tangan ayah dirangkulkan di pundak kedua pengantin. Lalu ayah mengatakan bahwa keduanya seimbang, sama berat dalam arti konotatif. Upacara ini berarti berupa harapan bahwa antara kedua pengantin dapat selalu saling seimbang dalam rasa, cipta, dan karsa (Yana, 2010:66).

Dokumen yang terkait

KONSEP ETOS KERJA ISLAMI DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam

0 0 221

FENOMENA MITOS LARANGAN PERNIKAHAN DI DESA JETIS DAN DESA ROGOMULYO KECAMATAN KALIWUNGU KABUPATEN SEMARANG DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam

0 2 100

PERJANJIAN PRA NIKAH DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA (Studi Kasus di KUA Kecamatan Tingkir Kotamadya Salatiga) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

1 1 125

PERAN PEMERINTAH DESA DALAM PENCEGAHAN PERNIKAHAN DI BAWAH UMUR( Studi Kasus di Desa Gladagsari, Kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

0 0 88

POLIGAMI DALAM PERSPEKTIF KELUARGA SALAFI (Studi Kasus Satu Keluarga Bapak AR di Desa Sumberejo Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

0 0 107

STATUS ZAKAT PROFESI WANITA TUNA SUSILA DITINJAU DARI HUKUM ISLAM (Studi Kasus di Dusun Jetak, Desa Duren, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang) SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam

0 0 91

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI TEBAS POHON DURIAN (Studi Kasus di Desa Bringin Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

0 0 116

PRAKTIK KREDIT DENGAN MENGGUNAKAN APLIKASI AKULAKU PADA ELECTRONIC COMMERCE DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam

0 8 150

KETIDAKHADIRAN PEMOHON DALAM PELAKSANAAN IKRAR TALAK (Studi Kasus Di Pengadilan Agama Ambarawa) SKRIPSI Disusun untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (S.H.I)

0 0 115

PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM PEMIKIRAN HUKUM ISLAM (Studi Kasus Di Desa Ngrombo Kecamatan Plupuh Kabupaten Sragen) SKRIPSI Diajukan Untuk memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

0 2 119