FENOMENA MITOS LARANGAN PERNIKAHAN DI DESA JETIS DAN DESA ROGOMULYO KECAMATAN KALIWUNGU KABUPATEN SEMARANG DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam
FENOMENA MITOS LARANGAN PERNIKAHAN DI DESA
JETIS DAN DESA ROGOMULYO KECAMATAN
KALIWUNGU KABUPATEN SEMARANG DALAM
PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum Islam
Oleh:
Khoirun Nasir
21111038
JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2016
‘ Motto
“Kebenaran dan kebaikan itu berbeda,
Kebenaran muncul dari hati
Sedangkan kebaikan muncul dari akal
pikiran”
PERSEMBAHAN
Dalam skripsi ini penulis persembahkan kepada pihak-pihak yang penulis anggap mempunyai peranan penting:
1. Untuk Zuni Rara Handayani yang selalu menemani siang malam dan tanpa henti selalu memberikan semangat untuk terselesainya skripsi ini, kau adalah anugrah terindah dalam hidupku. Trimakasih sayang,
2. Bapak Sigit Suwarno, Ibu Kamyati, Bapak Bakiri, Ibu Kusniatun serta Bapak Yatimin dan Ibu Sriyatun, terima kasih yang sangat mendalam saya persembahkan kepada bapak ibu sekalian karena bapak ibu lah saya bisa seperti ini.
3. Yang tidak mungkin saya lupakan, untuk Bapak Drs. Mubasirun,
M.Ag. yang telah memberikan pengarahan, semangat dan bimbingannya hingga terselesainya skripsi ini. Serta semua dosen
IAIN Salatiga yang telah memberikan pengetahuan,,,
4. Untuk semua makhluk Tuhan yang ada di dunia ini. Inilah karyaku satu setengah tahun……
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirahiim Alhamdulillahi robbil’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan taufiq serta inayah-Nya yang tiada terhingga sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan judul “Fenomena Mitos Larangan Pernikahan di Desa Jetis dan Desa Rogomulyo Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang
Dalam Perspektif Hukum Islam”. Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, kepada keluarga, sahabat serta para pengikutnya yang setia, beliaulah utusan Allah di bumi ini untuk membimbing umat manusia dari zaman jahiliyah sampai pada zaman modern sekarang ini.
Alhamdulillah berkat kerja keras penulis skripsi ini dapat terselesaikan tanpa ada halangan. Tentunya dalam penulisan ini tidak akan terselesaikan dengan sempurna tannpa bantuan dari berbagai pihak yang telah berkenan membantu penulis. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Bpk. Dr. Rahmat Haryadi, M.Pd. selaku rektor IAIN Salatiga.
2. Ibu Dra. Siti Zumrotun, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Syari’ah.
3. Bpk. Sukron Makmun, S.HI.,M.Hi. selaku ketua fakultas syari’ah.
4. Bpk. Drs. Mubasirun, M.Ag. selaku pembimbing yang selalu setia dan dengah penuh
kesabaran memberikan pengarahan serta bimbingannya untuk selesainya skripsi ini.
5. Bapak dan Ibu dosen IAIN Salatiga yang telah banyak memberikan bekal keilmuannya kepada penulis.
6. Orang tua tercinta beserta seluruh keluarga yang telah memberikan bantuan dan dukungannya, baik dari segi materiil maupun moril.
7. Semua mahasiswa IAIN Salatiga yang telah selalu setia menemani mulai dari awal hingga akhir kuliah penulis.
8. Serta pihak-pihak lain yang tidak mungkin penulis sebutkan satu-persatu.
Penulisan skripsi ini pastinya masih jauh dari kata sempurna. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat membangun dan dapat memperbaiki penulisan skripsi di masa mendatang. Akhirul kalam, semoga hasil penulisan ini bermanfaat bagi penulis khususnya serta bagi para pembaca pada umumnya. Amin ya Robbal Alamin.
Salatiga, 26 Januari 2016 Khoirun Nasir
ABSTRAK
NASIR, KHOIRUN. FENOMENA MITOS LARANGAN PERNIKAHAN DI DESA
JETIS DAN DESA ROGOMULYO KECAMATAN KALIWUNGU KABUPATEN
SEMARANG. Skripsi. Sarjana Fakultas Syariah Progdi Ahwal al-Syakhshsiyyah IAIN
Salatiga,2016 Drs. H. Mubasirun, M.Ag. Kata Kunci: Mitos, Larangan, Pernikahan, Hukum Islam.Penelitian ini berusaha mengungkap tentang mitos larangan pernikahan yang
terjadi di Desa Jetis dan Desa Rogomulyo kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang.
Islam tidak menerangkan dalam al- Qur’an ataupun Hadist mengenai masalah mitossecara pasti. Berangkat dari hal tersebut penulis membahas pada tiga fokus masalah
dalam skripsi ini, yaitu apa yang melatar belakangi larangan pernikahan tersebut?
Bagaimana pendapat masyarakat terhadap larangan pernikahan tersebut? Serta bagaimana
tinjauan hukum Islam mengenai larangan pernikahan tersebut?Peneliti berusaha mengungkap permasalahan di atas dengan melakukan penelitian
kualitatif, peneliti melakukan observasi lapangan untuk melihat secara langsung benar
tidak adanya mitos larangan pernikahan yang terjadi di desa Jetis dan Desa Rogomulyo
tersebut. Selain itu, untuk menambah data penulis juga melakukan wawancara kepada
berbagai narasumber mulai dari masyarakat umum, tokoh masyarakat serta pemerintah
desa sesuai dengan data yang penulis butuhkan, dan juga melakukan wawancara kepada
ulama’ untuk mengetahui hukum dari mempercayai mitos larangan pernikahan tersebut.
Peneliti juga menggunakan data serta dokumentasi yang ada pada pemerintahan Desa
Jetis dan Desa Rogomulyo untuk melengkapi data yang dibutuhkan. Peneliti juga
menggunakan kitab-kitab klasik untuk berusaha menemukan hukum dari mitos larangan
pernikahan tersebut. Kemudian untuk menguji hasil temuan data tersebut maka penulis
mengadakan analisis data dengan menggunakan kerangka teoritik yang dibuat oleh
penulis.Peneliti menyimpulkan beberapa pokok permasalahan, antara lain; tidak ada yang
mengetahui mengenai asal usul adanya larangan pernikahan yang terjadi di Desa Jetis dan
Desa Rogomulyo secara pasti, tapi ada salah satu narasumber yang pernah mendengar
cerita mengenai larangan tersebut meskipun narasumber tersebut belum yakin akan
kebenaran dari cerita tersebut. Masyarakat berbeda pendapat mengenai percaya atau
tidaknya mereka terhadap larangan tersebut, ada yang percaya, ada yang tidak dan ada
juga yang hanya ikut-ikutan. Sedangkan kesimpulan dari hukum mengenai mitos tersebut
secara kaidah fiqhiyah bisa dibenarkan dengan dalil dengan berbagai syarat
dan ketentuannya, secara ushul fiqih hal ini bisa masuk pada masalah ihtisan dengan anggapan bahwa semua yang dianggap baik oleh masyarakat maka dianggap baik juga secara
syar’i. Secara aqidah islamiyah tidak bisa dibenarkan
kecuali jika percaya bahwa musibah itu terjadi karena kekuasaan Allah dan melanggar mitos tersebut hanyalah sebagai perantara.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………………………………………………………………... i NOTA PEMBIMBING ……………………………………………………………... ii HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………………… iii PERNYATAAN
KEASLIAN …………………………………………………..….. iv MOTTO ………………………………………………………………………….….. v PERSEMBAHAN ……………………………………………………………….…. vi KATA PENGANTAR
……………………………………………………………. vii ABSRTAK
…………………………………………………………………………viii DAFTAR ISI
………………………………………………………………………. ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ..…………………………..………...…………. 1 B. Rumusan Masalah …………………………………..…………………… 5 C. Tujuan Penelitian ……………………………………..…………………. 6 D. Kegunaan Penelitian …………………………………..………………… 6 E. Penegasan Istilah ………………………………………………………... 7 F. Metode Penelitian ……………………………………………………..… 8 G. Sistematika Penulisan …………………………………………..……… 13 BAB II KERANGKA PEMIKIRAN A. Pernikahan 1. Pengertian Pernikahan ……………………………..………..…….… 15
2. Dasar dan Hukum Pernikahan .…………………………………….... 16 3.
Prinsip-Prinsip, Tujuan dan Hikmah Pernikahan Dalam Islam…….…22 4. Rukun dan Syarat Pernikahan ……………….……………….……… 25 B. Larangan Pernikahan dalam Perspektif Hukum Islam …………..…..…... 27 1.
Larangan yang Bersifat Selamanya (Abadi) …………….………...…. 28 2. Larangan yang Bersifat Sementara ……………………….……..…… 37 C. Mitos 1.
Pengertian Mitos …………………………..………………………..… 42 2. Pembagian Mitos ………………………………..……………………. 43 3. Fungsi Mitos ……………...…………………….…………….………. 44
BAB III GAMBARAN UMUM DESA JETIS DAN DESA ROGOMULYO A. Sekilas Desa Jetis dan Desa Rogomulyo 1. Desa Rogomulyo …………….………………………………..……… 47 2. Desa Jetis ……………………………………..……………….….…... 53 B. Mitos Larangan Pernikahan di Desa Jetis dan Desa Rogomulyo ……….… 57 C. Persepsi Masyarakat Desa Jetis dan Desa Rogomulyo Mengenai Kepercayaan Larangan Pernikahan di Desa Jetis dan Desa Rogomulyo …………………….................................................................................... 60
BAB IV PERSEPSI TENTANG LARANGAN PERNIKAHAN ANTAR DESA DAN TINJAUAN HUKUM ISLAM A. Persepsi Masyarakat Terhadap Larangan Pernikahan di Desa Jetis dan Desa Rogomulyo ……………………………......………………..…… 67
B.
Persepsi Ulama’ Terhadap Larangan Pernikahan Disebabkan Adanya Mitos
…………………………………………….……………...…… 69 C. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kepercayaan Larangan Pernikahan
Sebab Adanya Mitos …………………………………………..…… 71
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ………………..………………………………………… 80 B. Saran …………………..………………………………….………….. 83 DAFTAR PUS TAKA ………………………………………………………… 84 LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makluk sosial yang saling membutuhkan. Kehidupan
seorang pria tidak akan sempurna tanpa kehadiran seorang wanita. Seperti kisah Nabi Adam yang diberi kenikmatan yang luar biasa yang belum pernah dirasakan oleh siapapun manusia di muka bumi. Kenikmatan itu adalah surga beserta isinya. Meskipun Nabi Adam di surga diberi segala kenikmatan tetapi setelah berdiam lama di surga, dia merasa ada sesuatu yang kurang. Setelah dipikir-pikir, ternyata dia menginginkan teman hidup sehingga diciptakanlah Siti Hawa yang terbuat dari tulang rusuk Adam. Jadi pernikahan yang pertama bagi manusia adalah Nabi Adam dan Siti Hawa yang mempunyai keturunan manusia di seluruh muka bumi ini.
Pernikahan merupakan anugerah Allah, dan salah satu dari tanda-tanda (ayat-ayat) kekuasaan-Nya di alam semesta ini. Pernyataan ini sesuai dengan yang difirmankan Allah dalam surat Al-Rum ayat 21 yang berbunyi:
Artinya
: “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantara rasa kasih sayang. Sesungguhnya yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.”(QS. Al-Rum ayat 21). (Yayasan Penyelenggara Peterjemah al-
Qur’an,2010:406)
Ayat di atas secara umum dijadikan sebagai landasan hukum dan landasan teoritis bagi umat Islam dalam menjalani hidup sebagai suami
- –isteri agar terjalin keluarga yang terteram, sakinah, mawaddah dan rahmah.
Pernikahan merupakan salah satu sunatullah yang berlaku bagi seluruh manusia. Pernikahan adalah suatu cara yang dipilih oleh Allah sebagai jalan bagi manusia sebagai sarana berkembang biak dan kelestaraian hidupnya. Melalui pernikahan yang disyariatkan Allah manusia dapat mewujudkan tujuan hidup tenteram dan bahagia.
Undang-undang perkawinan No 1 tahun 1974 pasal 1 menyatakan bahwa yang dinamakan perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa (Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974, Pasal1). Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitssaqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksakannya merupakan ibadah (Kompilasi Hukum Islam Pasal 2).
Pernikahan yang sah harus memenuhi rukun dan syarat pernikahan. Pernikahan yang sah harus pula memperhatikan larangan-larangan dalam pernikahan. Tidak semua perempuan boleh dinikahi, tetapi syarat perempuan yang boleh dinikahi adalah bukan orang yang haram bagi laki-laki yang menikahinya atau sebaliknya. Jadi bentuk pernikahan yang diharamkan yang dimaksud di sini adalah orang-orang yang tidak boleh dinikahi oleh seorang laki-laki, atau sebaliknya laki-laki mana saja tidak boleh menikahi seorang perempuan. Keseluruhan larangan-larangan itu diatur dalam al- Qur’an dan al- Hadist.
Diantara wanita yang tidak boleh dinikahi untuk selamanya, yaitu wanita yang tidak boleh dinikahi oleh laki-laki sepanjang masa yang disebut
mahram muabbad , dan diantaranya haram yang sifatnya sementara yaitu
perempuan yang tidak boleh dinikahi selama waktu tertentu dan dalam keadaan tertentu. Bilamana keadaan yang menyebabkan haram sementara hilang maka berubah menjadi halal, mahrom yang demikian disebut mahram
muaqqat , seperti menikahi saudara perempuan dari matan istri yang sudah
meninggal atau sudah diceraikan (Sabiq, 1980:103).Haram yang sifatnya selamanya atau mahram muabbad ada 4 sebab yaitu:
1. Karena hubungan nasab.
2. Karena hubungan susuan.
3. Karena hubungan semenda atu perkawinan.
4. Karena sumpah li’an.
Tentang larangan yang bersifat muabbad telah disepakati serta dapat kita pahami dalam al-Q ur’an surat an-Nisa’ ayat 23, dan mengenai li’an surat an-Nur ayat 6
- – 9. Haram yang sifatnya untuk sementara atau mahram muaqqat yaitu: 1.
Mengumpulkan antara dua perempuan yang bersaudara.
2. Perempuan dalam ikatan pernikahan dengan laki-laki lain.
3. Perempuan yang sedang menjalani masa iddah.
4. Nikahnya orang yang sedang ihram.
5. Nikah dengan pezina.
6. Perempuan yang ditalak tiga kali.
7. Menikahi wanita musyrik.
8. Nikah lebih dari empat kali.
9. Nikah dengan budak, padahal mampu nikah dengan perempuan merdeka (Basyir, 1996:28-30).
Uraian larangan pernikahan di atas sebagai salah satu bagian sy
ari’at
Islam yang bersumber dari wahyu illahi dan sunnah rosul yang dinyakini oleh seluruh umat Islam sebagai sumber dalam menetapkan hukum.
Terkait dengan larangan pernikahan di atas, ternyata masih ada dalam masyarakat larangan pernikahan yang tidak berdasar al- Qur’an dan al-Hadist.
Larangan itu merupakan larangan adat yang diyakini jika dilaksanakan akan mendapat bencana seperti larangan menikah antar suku, larangan menikah , larangan pernikahan barep telon di Kabupaten Ngawi dan lain-
klangkahi
lain. Ada juga bentuk larangan pernikahan yang tidak terkait adat, justru yang dipelopori oleh keluarga Ahlu Bait atau keluarga Nabi. Larangan itu berupa fatwa yang melarang pernikahan syarifah dengan non Sayyid demi menjaga keturunan suci nabi Muhammad SAW. Semua larangan itu tidak merujuk pada al-
Qur’an maupun al-Hadits. Ada juga larangan menikah di bulan muharram dan masih banyak lagi larangan pernikahan yang tidak sesuai dengan syariat Islam. Peneliti menemukan mitos dalam masyarakat berupa larangan pernikahan yang unik, yaitu larangan pernikahan di Desa Jetis dan Desa Rogomulyo. Peneliti tertarik pada mitos ini karena notabennya masyarakat di Desa tersebut kebanyakan adalah orang yang beragama Islam dan tidak ada larangan dalam al-Qur
’an dan al-Hadits untuk menikah, tetapi mengapa ada larangan untuk menikah di Desa tersebut.
Paparan di atas melahirkan ketertarikan peneliti sebagai akademisi untuk melakukan penelitian. Maka peneliti tertarik untuk meneliti masalah tersebut ke dalam sebuah judul skripsi yang berjudul:
”FENOMENA MITOS LARANGAN PERNIKAHAN DI DESA JETIS DAN DESA ROGOMULYO KECAMATAN KALIWUNGU KABUPATEN SEMARANG DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti menfokuskan obyek penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana persepsi masyarakat Desa Jetis dan masyarakat Desa
Rogomulyo mengenai larangan pernikahan di Desa mereka? 2. Apa yang melatar belakangi masalah larangan pernikahan di Desa Jetis dan Desa Rogomulyo?
3. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap larangan pernikahan antar desa?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang hendak dicapai setelah penelitian ini selesai adalah:
1. Mengetahui persepsi masyarakat Desa Jetis dan Desa Rogomulyo mengenai larangan pernikahan di Desa Jetis dan Desa Rogomulyo
2. Mengetahui latar belakang terjadinya larangan pernikahan di Desa Jetis dan Desa Rogomulyo dan dampak bagi yang melanggarnya.
3. Mengetahui kedudukan hukum dilihat dari pandangan hukum Islam terhadap larangan pernikahan di Desa Jetis dan Desa Rogomulyo.
D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu sebagai berikut: 1. Secara teoritis
Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan di bidang hukum Islam, khususnya di bidang fiqih munakahat dan dapat digunakan sebagai acuan bagi pihak-pihak yang akan melakukan penelitian lanjutan serta dapat menambah bahan pustaka bagi Institut Agama Islam (IAIN) Salatiga
2. Secara Praktis a.
Masyarakat secara luas pada umumnya dan masyarakat Desa Jetis dan masyarakat Rogomulyo pada khususnya bisa mengetahui sejarah adanya larangan pernikahan yang terjadi di Desa Jetis dan Desa Rogomulyo.
b.
Pemerintah bisa mengetahui tingkat kepercayaan masyarakat terhadap mitos-mitos yang ada di masyarakat tersebut.
E. Penegasan Istilah
Agar di dalam penelitian ini tidak terjadi penafsiran yang berbeda dengan maksud peneliti, maka peneliti akan menjelaskan istilah di dalam judul ini. Istilah yang perlu peneliti jelaskan adalah: 1.
Mitos Mitos berasal dari bahasa Yunani mitos yang berarti dongeng.
Mitos sebagai kata benda yang artinya cerita suatu bangsa tentang dewa dan pahlawan zaman dahulu yang mengandung penafsiran tentang asal- usul semesta alam, manusia, dan bangsa tersebut yang diungkapkan dengan cara ghaib. Memitoskan berarti mengeramatkan, mengagungkan secara berlebihan tentang pahlawan, benda dan sebagainya. Secara terminologis, mitos dapat diartikan sebagai kiasan atau cerita sakral yang berhubungan dengan even primordial, yaitu waktu permulaan yang mengacu pada asal mula segala sesuatu dan dewa-dewa sebagai objeknya, cerita atau laporan suci tentang kejadian-kejadian yang berpangkal pada asal mula segala sesuatu dan permulaan terjadinya dunia (Arikunto, 2002:206).
2. Larangan Nikah
Larangan (nahy) sebagai lawan dari perintah didefinisikan sebagai kata atau ungkapan yang meminta agar suatu perbuatan dijauhi yang dikeluarkan orang yang berkedudukan lebih tinggi kepada orang yang kedudukannya lebih rendah. Larangan membawa berbagai macam variasi.
Adanya yang bermakna keharaman (tahrim), ketercelaan (karahiyah), tuntunan (irsyad) atau kesopanan (
ta’dib) dan permohonan ( Kamali,
1996:184-185). Dalam hal ini larangan yang tidak bersifat keharaman. Jadi yang dimaksud larangan nikah disini adalah ketidakbolehan melakukan pernikahan.
F. Metode Penelitian 1.
Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif yaitu penelitian yang menghasilkan prosedur analisis, yang tidak menggunakan prosedur analisis statistik atau cara kuantifikasi lainnya (Maleong, 2010:6). Peneliti menggunakan metode penelitian ini sebab bagi peneliti penelitian ini sedikit menggunakan data-data stastik yang berhubungan dengan angka.
Maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan historis, yaitu sebuah pendekatan dengan melihat sejarah yang mendasari suatu hal tersebut terjadi. Dalam hal ini penulis mencoba melacak sejarah kemunculan larangan nikah antar desa.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini bertempat di Desa Jetis dan Desa Rogomulyo Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang. Adapun alasan pemilihan tempat ini adalah karena di Desa ini terdapat kepercayaan larangan pernikahan bagi warganya dan akibat bagi yang melanggarnya. Padahal dalam al-
Qur’an dan al-Hadist serta hukum Negara tidak ada larangan pernikahan masyarakat desa.
3. Sumber Data Sebagai sumber data dalam penelitian ini adalah lurah dan beberapa masyarakat yang dianggap mengetahui larangan tersebut dari kedua desa, mulai tokoh masyarakat, tokoh agama serta masyarakat awam.
4. Prosedur Pengumpulan Data Prosedur yang diperoleh untuk mengumpulkan data adalah dari data primer yang dikumpulkan oleh peneliti dari sumber pertama, yaitu hasil wawancara dengan pelaku yang melanggar larangan pernikahan yang terjadi di Desa Jetis dan Desa Rogomulyo (pasangan suami istri yang melakukan pernikahan). Disamping data primer tersebut terdapat data sekunder yang sering kali juga diperlukan oleh peneliti (Suryabrata, 2009:39). Data-data sekunder biasanya berupa bentuk-bentuk dokumen misalnya data mengenai keadaan demografis suatu daerah, data produktifitas suatu desa dan sebagainya. Langkah-langkahnya adalah dengan: a.
Wawancara Wawancara adalah salah satu sumber studi kasus yang sangat penting dan sumber yang esensial bagi studi kasus (K. Yin,
2004:108). Dalam pengumpulan data, peneliti mewancarai secara mendalam yang diarahkan pada masalah tertentu dengan para informan yang sudah dipilih untuk mendapatkan data yang diperlukan. Pihak-pihak yang diwawancarai adalah tokoh masyarakat, tokoh agama, masyarakat umum serta perangkat desa setempat untuk memperoleh data-data penunjang yang berisi tanggapan dan dampak yang dirasakan sebelum dan selama penelitian.
b.
Pengamatan (Observasi) Observasi dibagi menjadi dua macam yaitu observasi langsung dan observasi partisipan (K. Yin, 2004:114). Dalam observasi ini, selain melakukan observasi langsung, peneliti juga melakukan observasi partisipan.
Peneliti melakukan observasi langsung di Desa Rogomulyo selama satu bulan dan bertempat di rumah saudara Rumadi yang merupakan tokoh pemuda Dusun Gegunung salah satu Dusun di Desa Rogomulyo. Selama satu bulan peneliti bergaul dan berinteraksi dengan masyarakat guna memperoleh informasi mengenai larangan pernikahan yang ada di Desa Rogomulyo.
Peneliti juga melakukan observasi partisipan di Desa Jetis, karena peneliti sendiri adalah warga masyarakat Desa Jetis.
c.
Kajian Pemikiran Di sini peneliti tidak menggunakan kajian pustaka, akan tetapi peneliti cenderung menggunakan kajian pemikiran disbanding studi pustaka dikarenakan peneliti tidak menemukan peneliti sebelumnya yang pernah melakukan penelitian di Desa yang sama dengan kasus yang sama.
5. Metode Analisis Data Setelah data selesai dikumpulkan dengan lengkap dari lapangan, tahap berikutnya yang harus dimasuki adalah tahap analisa. Ini adalah tahap penting dan menentukan. Pada tahap inilah data dikerjakan dan dimanfaatkan sedemikian rupa sampai berhasil menyimpulkan kebenaran- kebenaran yang dapat dipakai untuk menjawab persoalan-persoalan yang diajukan dalam penelitian. Disini imajinasi dan kreativitas sipeneliti diuji betul (Koentjaraningkrat, 1994:269).
Dalam penulisan ini, setelah data diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan metode induksi yaitu cara berfikir dari pernyataan yang bersifat khusus untuk ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum.
6. Pengecekan Keabsahan Data Keabsahan data merupakan hal yang sangat penting dalam penelitian, karena dari itulah nantinya akan muncul teori. Dalam memperoleh keabsahan temuan, penulis akan menggunakan teknik-teknik perpanjangan kehadiran peneliti di lapangan, ketekunan pengamatan, triangulasi (menggunakan beberapa sumber, metode, teori), pelacakan kesesuaian, kecukupan refensi dan pengecekan anggota (maleong, 2009:327). Jadi temuan data tersebut bisa diketahui keabsahannya.
Untuk menggunakan teknik triangulasi dengan sumber dapat ditempuh dengan cara membandingkan data hasil pengamatan dengan wawancara, membandingkan apa yang dikatakan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi, membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang masa, membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen yang berkaitan (maleong, 2009:331). Peneliti telah melakukan triangulasi dengan membandingkan tanggapan masyarakat dan tanggapan peneliti sendiri, membandingkan gambaran situasi masyarakat yang didengar dengan kenyataan yang dilihat oleh peneliti secara langsung, membandingkan anggapan masyarakat yang diketahui peneliti dengan hasil wawancara yang didapat. Hasil dari pembandingan tersebut ternyata banyak yang tidak sesuai dengan apa yang diketahui peneliti sebelum melakukan penelitian.
7. Tahap-Tahap Penelitian a.
Penelitian Pendahuluan Peneliti mengkaji buku-buku yang berkaitan dengan pernikahan, larangan-larangan pernikahan dan mengkaji buku-buku yang berkaitan dengan kepercayaan.
b.
Pengembangan Desain Setelah mengetahui banyak hal tentang larangan-larangan nikah, kemudian peneliti melakukan observasi ke objek penelitian untuk melihat langsung situasi dan kondisi Desa Jetis dan Desa Rogomulyo, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Semarang.
c.
Penelitian Sebenarnya.
Kehadiran peneliti di tempat penelitian, yakni di desa Jetis dan desa Rogomulyo.
G. Sistematika Penulisan
Dalam menyusun skripsi ini penulis membagi kedalam beberapa bab dan masing-masing bab mencangkup beberapa sub bab yang berisi sebagai berikut: 1.
Bab I merupakan pendahuluan yang menjelaskan latar belakang masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, metode penelitian yang terdiri dari pendekatan dan jenis penelitian, kehadiran peneliti, tempat/lokasi penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data, metode analisis data, pengecekan keabsahan data, tahap-tahap penelitian, dan yang terakhir adalah sistematika penulisan.
2. Bab II berisikan kajian pustaka yang menjelaskan perkawinan/pernikahan yang meliputi pengertian perkawinan, dasar dan hukum perkawinan, prinsip-prinsip, tujuan dan hikmah perkawinan dalam Islam, rukun dan syarat perkawinan. Selain itu dalam bab ini juga menjelaskan tentang larangan perkawinan yang meliputi larangan yang bersifat selamanya, larangan yang bersifat sementara. Dan yang terakhir dari bab ini adalah mengenai tentang pengertian mitos.
3. Bab III berisikan hasil penelitan yang terdiri dari gambaran umum objek penelitian terdiri dari gambaran umum kedua desa, larangan pernikahan antar desa yang terjadi di kedua desa, dan yang terakhir adalah persepsi masyarakat terhadap mitos larangan pernikahan di Desa mereka.
4. Bab IV merupakan analisis dari peneliti yang berisikan tentang pembahasan pokok permasalahan dari data hasil temuan mengenai persepsi masyarakat tentang hukum mitos larangan pernikahan desa tersebut, selain itu peneliti juga menyimpulkan persepsi tokoh-tokoh agama mengenai hukum larangan menikah di Desa tersebut, setelah peneliti menguraikan persepsi dari berbagai kalangan tersebut peneliti meninjau dari sudut pandang hukum Islam terhadap mitos larangan pernikahan yang terjadi di Desa tersebut.
5. Bab V, bab ini merupakan penutup atau bab akhir dari penyusunan skripsi yang penulis buat. Dalam bab ini penulis kemukakan kesimpulan dari seluruh hasil penelitian, saran-saran atau rekomendasi dalam rangka meningkatkan pengetahuan tentang hukum-hukum Islam, khusunya tentang larangan nikah yang terjadi di Desa tersebut.
BAB II KERANGKA PEMIKIRAN A. Pernikahan 1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan sunnatullah yang umum dan berlaku bagi
semua makhluk-Nya, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh- tumbuhan. Ia adalah suatu cara yang dipilih oleh Allah Swt sebagai jalan bagi makhluk-Nya untuk berkembang biak dan melestarikan hidupnya (Tihami dan Sahrani, 2009:6).
Nikah menurut bahasa adalah al- jam’u yang artinya kumpul. Makna nikah bisa diartikan dengan aqdunal-tazwij yang artinya akad nikah. Dapat juga diartikan
wath’u al-zaujah artinya menyetubuhi istri.
Rahmat Hakim mendifinisikan bahwa kata nikah berasal dari bahasa Arab
nakaha , sinonimnya tazawwaja yang terjemahan dalam bahasa Indonesia
adalah perkawinan. Namun demikian kata nikah juga sering dipergunakan karena telah masuk dalam bahasa Indonesia (Tihami dan Sahrani, 2009:7).
Dalam Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974 Bab 1 Pasal 1 disebutkan bahwa Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan menurut Kompilasi Hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitssaqan ghalidzan untuk mentaati perintah allah dan melaksakannya merupakan ibadah (Kompilasi Hukum Islam Pasal 1).
Adapun menurut syarak nikah adalah akad serah terima antara laki- laki dan perempuan dengan tujuan untuk memuaskan satu sama lainnya dan untuk membentuk sebuah bahtera rumah tangga yang sakinah serta masyarakat yang sejahtera (Tihami dan Sahrani, 2009:8). Jadi intinya Pernikahan itu adalah suatu ibadah yang disunnahkan syariat islam dan melaksanakannya merupakan ibadah.
2. Dasar dan Hukum Pernikahan
Hukum pernikahan adalah hukum yang mengatur hubungan antara manusia dengan sesamanya yang menyangkut penyaluran kebutuhan biologis antar jenis dan hak serta kewajiban yang berhubungan dengan akibat pernikahan tersebut. Pernikahan tidak hanya dilaksankan oleh manusia akan tetapi juga hewan dan tumbuhan. Menurut sarjana ilmu Alam mengatakan bahwa segala sesuatu kebanyakan terdiri dari dua pasang. Misalnya air yang kita minum terdiri dari oksigen dan hydrogen, listrik ada positif dan negatif, ada laki-laki dan wanita dan sebagainya.
Dalam al- Qur’an menyatakan bahwa hidup berpasang-pasang dan hidup berjodoh adalah naluri segala makhluk Allah, termasuk manusia mempunyai naluri untuk berpasang-pasang dalam arti adalah melakukan pernikahan. Dalam Al-
Qur’an surat Adz Dzariyat ayat 49 :
Artinya: Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya
kamu mengingat kebesaran Allah (Yayasan Penyelenggara Penerjemah
Al- Qur’an, 2010:522).
Mengenai hukum sunnah dari menikah sesuai dengan hadist nabi yaitu: “ Nikah adalah sunnahku, barang siapa siapa menbeci sunnahku maka bukanlah termasuk golonganku” (Ibnu Majah, No:1836).
Dalam surat Yasin ayat 36 menyatakan
Artinya: Maha Suci Tuhan yang Telah menciptakan pasangan-pasangan
semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri
mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui (Yayasan
Penyelenggara Penerjemah Al- Qur’an, 2010:442).
Dari ayat-ayat di atas menjelaskan bahwa Allah menciptakan makhluk secara berpasang-pasang. Dari pasangan-pasangan itu, Allah menciptakan manusia untuk berkembang biak dari generasi ke generasi berikutnya. Hal itu sesuai dengan firman Allah Surat An nisa’ ayat 1:
Artinya: Wahai manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang Telah
menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan
isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-
laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang
dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain,
dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu
menjaga dan Mengawasi kamu (Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-
Qur’an, 2010:77).
Dalam Surat an-Nahl ayat 72 juga menyebutkan:
Artinya: Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri
dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-
cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka mengapakah
mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?"
(Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al- Qur’an, 2010:274).
Di Indonesia pada umumnya masyarakat memandang bahwa hukum asal melakukan pernikahan adalah mubah. Hal ini disebabkan karena di Indon esia banyak dipengaruhi oleh pendapat ulama’ Syafi’iyah. Sedangkan menurut Hanafiyah, Malikiyah dan Hambaliyah hukum melakukan pernikah an adalah sunnah. Menurut Ulama’ Dhahiriyah adalah wajib melakukan pernikahan satu kali seumur hidup.( Darajat dkk,
1985:59).
Berdasarkan al- Qur’an maupun as-Sunnah, Islam sangat menganjurkan kaum muslimin untuk menikah. Namun demikian, kalau dilihat dari kondisi orang yang melakukan serta tujuan melaksanakannya maka hukum melakukan pernikahan dibagi menjadi 5 yaitu wajib, sunnah, haram, makruh dan mubah.
a. Pernikahan Wajib
Pernikahan hukumnya wajib bagi orang yang telah mempunyai keinginan yang kuat untuk menikah dan mempunyai kemampuan yang kuat untuk melaksanakan. Selain itu juga mampu memikul beban kewajiban ketika menikah serta ada kekawatiran akan tergelincir kearah perbuatan zina jika tidak menikah. Bagi orang yang telah mempunyai kriteria ini wajib menikah.
Alasan ketentuan tersebut adalah apabila menjaga diri dari perbuatan zina adalah wajib, padahal bagi seseorang tertentu penjagaan diri itu hanya akan terjamin jika menikah. Maka bagi orang itu melakukan pernikahan hukumnya adalah wajib.
b. Pernikahan sunnah
Pernikahan hukumnya sunnah bagi orang yang telah berkeinginan untuk menikah dan mempunyai kemampuan untuk melaksanakan serta memikul kewajiban-kewajiban dalam pernikahan tetapi masih mampu untuk membujang dan jika tidak menikah tidak khawatir akan berbuat zina. Alasan menetapkan hukum sunnah adalah dari anjuran al-
Qur’an dan Hadits Nabi.
c. Pernikahan Haram
Pernikahan hukumnya haram bagi orang yang belum berkeinginan serta tidak mempunyai kemampuan untuk melaksanakan dan memikul kewajiban-kewajiban hidup dalam pernikahan sehingga jika menikah akan berakibat menyusahkan dirinya dan isterinya. Hadist nabi mengajarkan agar seseorang jangan sampai berbuat sesuatu yang menyusahkan diri sendiri dan orang lain. Al- Qur’an surat al-Baqarah ayat 195 melarang orang melakukan hal yang mendatangkan kerusakan :
Artinya: Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan
janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan,
baiklah, Karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang dan berbuat berbuat baik(Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al- Qur’an, 2010: 30).
Termasuk juga hukumnya haram, apabila melakukan pernikahan dengan maksud untuk menelantarkan orang lain yaitu wanita yang dinikahi tidak diurus hanya agar wanita itu tidak menikah dengan orang lain (Darajat dkk, 1985:61).