Pelestarian Naskah Kuno Minangkabau dalam Bentuk Katalogisasi pada Badan Perpusakaan dan Kearsipan Daerah (BPAD) Provinsi Sumatera Barat

(1)

BAB II

KAJIAN TEORITIS

2.1 Perpustakaan Umum

Perpustakaan umum merupakan media penyebaran informasi kepada masyarakat luas. Mengenai tujuan, fungsi serta peran perpustakaan umum dalam Pelestarian Budaya Bangsa akan dijelaskan pada bagian ini.

Perpustakaan umum merupakan perpustakaan yang dibangun sebagai perantara pendemokratisasian penyebaran informasi atau dibangun untuk kepentingan masyarakat umum. Dalam UU No. 43 tahun 2007 pasal 6 ayat 1 menyatakan bahwa perpustakaan adalah “Institusi pengelola karya tulis, karya cetak, dan karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku, guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi dan referensi para pemustaka”. Berkenaan dengan hal tersebut Sutarno (2003, 32) juga menyatakan bahwa, “Perpustakaan umum adalah lembaga pendidikan yang menyediakan sumber belajar sesuai dengan kebutuhan masyarakat tanpa membedakan suku, agama, jenis kelamin dan pendidikan”. Sejalan dengan pendapat di atas menurut Reitz yang dikutip Hasugian (2009, 77) perpustakaan umum merupakan sebuah perpustakaan yang memiliki sumberdaya perpustakaan yang tidak terbatas yang didanai oleh masyarakat dan untuk memberikan layanan gratis kepada masyarakat. Pendapat di atas. Perpustakaan ini dibiayai oleh dana umum serta jasa yang diberikan pada hakekatnya bersifat cuma-cuma.


(2)

Dari beberapa pendapat para ahli tersebut maka dapat dikatakan bahwa perpustakaan umum merupakan suatu lembaga yang didirikan oleh masyarakat dan untuk masyarakat, yang menyediakan berbagai macam informasi untuk menenuhi kebutuhan informasi semua tingkatan dan lapisan masyarakat umum yang dibiayai oleh dana umum serta jasa yang diberikan pada hakekatnya bersifat cuma-cuma.

2.1.1 Tujuan Perpustakaan Umum

Perpustakaan umum diselenggarakan dengan beberapa tujuan yang ingin dicapai. Tujuan utama perpustakaan umum adalah memberikan sumberdaya dan pelayanan dalam bentuk berbagai media kepada masyarakat yang membutuhkan, baik untuk kebutuhan pendidikan , informasi, dan individu, termasuk rekreasi dan mengisi waktu luang (Ridwan 2011, 39). Sedangkan menurut Hermawan (2006, 31) tujuan perpustakaan umum antara lain:

1. Memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menggunakan bahan pustaka yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kesejahteraan.

2. Menyediakan informasi yang murah, mudah, cepat dan tepat yang berguna dalam kehidupan sehari-hari.

3. Membantu dalam pengembangan dan pemberdayaan komunitas melalui penyediaan bahan pustaka dan informasi.

4. Bertindak sebagai agen kultural, sehingga menjadi pusat utama kehidupan budaya bagi masyarakat sekitarnya.

5. Memfasilitasi masyarakat untuk belajar sepanjang hayat.

Pada pendapat lain Manifesto Perpustakaan Umum yang dikeluarkan oleh UNESCO dalam Hasugian (2009, 77) menyatakan bahwa perpustakaan umum mempunyai empat tujuan utama yaitu:

1. Memberikan kesempatan bagi umum untuk membaca bahan pustaka yang dapat membantu meningkatkan mereka ke arah kehidupan yang lebih baik.


(3)

2. Menyediakan informasi yang cepat, tepat dan murah bagi masyarakat, terutama informasi mengenai topik yang berguna bagi mereka dan yang sedang hangat dibicarakan dalam kalangan masyarakat.

3. Membantu warga untuk mengembangkan kemampuan yang dimilikinya sehingga yang bersangkutan akan bermanfaat bagi masyarakat sekitarnya, sejauh kemampuan tersebut dapat dikembangkan dengan bantuan bahan pustaka.

4. Bertindak sebagai agen kultural artinya perpustakaan umum merupakan pusat utama kehidupan budaya bagi masyarakat sekitarnya. Perpustakaan umum bertugas menumbuhkan budaya masyarakat sekitarnya dengan cara menyelenggarakan pameran budaya, ceramah, pemutaran film dan penyediaan informasi yang dapat meningkatkan keikutsertaan, kegemaran dan apresiasi masyarakat terhadap segala bentuk seni.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat diketahui dan dinyatakan bahwa pada dasarnya perpustakaan umum bertujuan memberikan sumberdaya, pelayanan dan kesempatan bagi masyarakat umum untuk mendapatkan informasi yang cepat, murah dan tepat untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kesejahteraan serta pembelajaran sepanjang hayat, menumbuhkan budaya masyarakat sekitarnya dengan cara menyelenggarakan pameran budaya, pemutaran film dan penyediaan informasi yang dapat meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap segala bentuk seni.

2.1.2 Fungsi Perpustakaan Umum

Penyelenggaraan tujuan perpustakaan umum yang telah dijabarkan sebelumnya, dapat dilaksanakan apabila fungsi perpustakaan umum terlaksana dengan baik. Fungsi perpustakaan umum selalu berkaitan dengan visi dan misi perpustakaan tersebut. Menurut Yusuf (1996, 21), perpustakaan umum memiliki empat fungsi sebagai berikut:


(4)

1. Fungsi edukatif, yaitu perpustakaan umum menyediakan berbagai jenis bahan bacaan berupa karya cetak dan karya rekam untuk dapat dijadikan sumber belajar dan menambah pengetahuan secara mandiri.

2. Fungsi informatif, yaitu perpustakaan umum sama dengan berbagai jenis perpustakaan lainnya, yaitu menyediakan buku-buku referansi, bacaan ilmiah populer berupa buku dan majalah ilmiah serta data-data penting lainnya yang diperlukan pembaca.

3. Fungsi kultural, yaitu perpustakaan umum menyediakan berbagai bahan pustaka sebagai hasil budaya bangsa yang direkam dalam bentuk tercetak/terekam. Perpustakaan merupakan tempat penyimpanan dan terkumpulnya berbagai karya budaya manusia yang setiap waktu dapat diikuti perkembangannya melalui koleksi perpustakaan.

4. Fungsi rekreasi, yaitu perpustakaan umum bukan hanya menyediakan bacaan-bacaan ilmiah, tetapi juga menghimpun bacaan-bacaan hiburan berupa buku-buku fiksi dan majalah hiburan untuk anak-anak, remaja dan dewasa. Bacaan fiksi dapat menambah pengalaman atau menumbuhkan imajinasi pembacanya dan banyak digemari oleh anak-anak dan dewasa.

Dalam fungsi lainnya Sulistyo-Basuki (1993, 7) menyatakan bahwa, “Tujuan perpustakaan berfungsi sebagai agen kultural, artinya perpustakaan umum sebagai pusat utama kehidupan berbudaya masyarakat sekitarnya dan menumbuhkan apresiasi budaya masyarakat”. Sejalan dengan pendapat tersebut Ridwan (2011, 42) juga menyatakan bahwa perpustakaan umum memiliki fungsi dan berperan dalam memelihara dan mempromosikan kebudayaan. Dapat dikatakan bahwa perpustakaan umum memiliki fungsi pendidikan, informatif, rekreasi dan berfungsi sebagai lembaga pelestarian budaya.

2. 2 Peran Perpustakaan dalam Pelestarian Budaya Bangsa

Bangsa Indonesia mempunyai sosial budaya yang beragam banyaknya. keanekaragaman seni dan budaya inilah yang membuat Indonesia menjadi salah satu negara yang cukup diperhitungkan dimata dunia. Kebudayaan merupakan aset sejarah berharga sebuah bangsa yang harus dijaga, dan diwariskan secara turun temurun. Menurut Saputra (2013, 1) warisan atau khazanah budaya bangsa


(5)

merupakan karya cipta, rasa, dan karsa masyarakat di seluruh wilayah tanah air Indonesia yang dihasilkan secara sendiri-sendiri maupun akibat interaksi dengan budaya lain sepanjang sejarah keberadaanya dan terus berkembang sampai saat ini.

Warisan budaya seperti peningglan sejarah banyak yang telah hilang, rusak bahkan hancur atau dipindah tangankan. Sangat disayangkan apabila saat ini literatur tentang Indonesia justru banyak ditemukan di Universitas Laiden, Belanda dan di Universitas Cornell, New York AS (Saputra 2014, 1). Berdasakan hal tersebut pemerintah dan seluruh warga negara Indonesia seharusnya berupaya melestarikan warisan budaya itu sebagai aset berharga bangsa Indonesia.

Pelestarian warisan budaya bangsa merupakan hal yang berkelanjutan dalam menjaga kumpulan karya-karya anak bangsa dan budaya bangsa untuk tetap terjaga serta bermanfaat bagi masyarakat masa kini dan masa yang akan datang. Perpustakaan berperan sebagai wahana pelestari sikap budaya manusia dari masa ke masa. Menurut Hasugian (2009, 95) Perpustakaan bertugas menyimpan khasanah budaya bangsa serta tempat untuk mendidik dan mengembangkan apresiasi budaya masyarakat”. Sedangkan menurut Astutiningtyas (2006, 11) “Perpustakaan yang hanya difungsikan sebagai tempat penyimpanan tidak akan memberikan pengaruh yang berarti dalam upaya pelestarian warisan budaya berupa nilai-nilai luhur”. Dengan demikian perpustakaan sangat berperan tidak hanya sekedar gedung atau ruang penyimpanan hasil pemikiran, ide atau gagasan seseorang, tetapi juga sebagai wahana pelestari budaya bangsa dalam upaya memajukan kebudayaan nasional.


(6)

Melaksanakan berbagai kegiatan yang dapat meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap budaya bangsa, seperti dengan mengadakan pameran budaya, pertunjukan seni daerah dan menyediakan informasi dalam bentuk bacaan atau lainnya.

Dalam Undang-undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang perpustakaan yang menyatakan bahwa pemerintah provinsi dan kabupaten/kota berkewajiban untuk menyelenggarakan dan mengembangkan perpustakaan umum daerah berdasar kekhasan daerah masing-masing dan keberadaan perpustakaan tidak dapat dipisahkan dari peradaban dan budaya umat manusia. Perpustakaan sebagai sistem pengelolaan rekaman gagasan, pemikiran, pengalaman dan pengetahuan manusia, mempunyai fungsi utama melestarikan hasil budaya umat manusia tersebut, khususnya yang berbentuk dokumen karya cetak dan karya rekam.

Pemerintah telah menyadari akan pentingnya pelestarian kebudayaan. Untuk itu pemerintah mengaturnya dalam berbagai produk perundang-undangan. Menurut Dwiyanto (2006, 1) setidaknya hingga saat ini telah ada dua undang-undang dan satu rancangan undang-undang-undang-undang Perpustakaan Nasional terkait dengan peran perpustakaan dalam pelestarian khazanah budaya bangsa. undang-undang tersebut yaitu sebagai berikut:

1. Undang-Undang Hak Cipta

Sejak diundang-undangkan pada tahun 1982 undang-undang hak cipta di Indonesia mengalami beberapa kali revisi, saat ini UU yang berlaku yaitu UU No.19 Th 2002. Terkait dengan kegiatan pelestarian ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu, berapa lama hak cipta itu berlaku atas karya dan bagaimana


(7)

dengan karya yang tidak diketahui penciptanya. Negara juga memegang hak cipta atas karya peninggalan prasejarah, sejarah dan benda budaya nasional lainnya, folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi dan karya seni lainnya.

2. Undang-Undang serah simpan karya cetak dan karya rekam

Pemerintah telah membuat UU No. 4 th 1990 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam dilengkapi dengan PP No. 70 th 1991 Pasal 4 ayat (c) UU No. 4 th 1990, menyatakan salah satu tujuan perpustakaan adalah menyediakan wadah bagi pelestarian hasil budaya bangsa, baik berupa karya cetak, maupun karya rekam, melalui program wajib serah simpan karya cetak dan karya rekam sesuai dengan undang-undang serah simpan karya cetak dan karya rekam. Kewajiban serah-simpan karya cetak dan karya rekam yang diatur dalam Undang-undang ini bertujuan untuk mewujudkan "Koleksi Deposit Nasional" dan melestarikannya sebagai hasil budaya bangsa dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

3. Rancangan Undang-Undang perpustakaan

Menyangkut keputusan presiden mengenai pembentukan. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia untuk mewujudkan koleksi deposit nasional. Sejak tahun 2005 PERPUSNAS mulai menyusun rancangan undang-undang perpustakaan. Terkait dengan pelestarian, sebelumnya PERPUSNAS menggunakan istilah pelestarian pustaka budaya bangsa sesuai dengan istilah yang diundangkan dalam Keppres No. 67 th 2000. Namun pada RUU perpustakaan


(8)

istilah ini diganti menjadi pelestarian khazanah budaya bangsa. Untuk mempertegas fungsi perpustakaan sebagai pelestari khazanah budaya bangsa, UU No. 4/90 akan dilebur dalam undang-undang perpustakaan yang baru ini, termasuk didalamnya pengaturan dengan mengenai hak cipta, terutama yang dimiliki Negara. RUU Perpustakaan masih dalam bentuk draft, untuk itu perlu diadakan pengkajian lebih mendalam dan evaluasi dari berbagai pihak sebelum disahkan

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dinyatakan bahwa perpustakaan selain berperan sebagai wahana pelestari berbagai jenis khazanah budaya bangsa, juga berperan membina dan menumbuhkan kecintaan masyarakat terhadap budaya daerah masing-masing dan karya anak bangsa yang ada di Indonesia serta dapat mewariskan kebudayaan tersebut kepada setiap generasi dalam berbagai media.

2.3 Hakikat Naskah, Naskah Kuno dan Pelestariannya

Ada beberapa pengertian naskah menurut para ahli. Pengertian naskah menurut para ahli antara lain adalah sebagai berikut (Fadlan, 2014) :

1. Menurut KBBI naskah adalah karangan yang masih ditulis dengan tangan yang belum diterbitkan

2. Menurut Baried naskah adalah tulisan tangan yang menyimpan beragai ungkapan pikiran dan perasaan sebagai hasil budaya bangsa masa lampau. 3. Dalam situs wikipedia.com. Suatu naskah manuskrip (bahasa Latin

manuscript: manu scriptus ditulis tangan), secara khusus, adalah semua dokumen tertulis yang ditulis tangan, dibedakan dari dokumen cetakan atau


(9)

perbanyakannya dengan cara lain. Kata 'naskah' diambil dari bahasa Arab nuskhatum yang berarti sebuah potongan kertas.

4. Menurut Onions dalam Venny Indria Ekowati (2003). Naskah dapat dianggap sebagai padanan kata manuskrip.

5. Dalam KBBI edisi III, 2005. Naskah yaitu: a. Karangan yang masih ditulis dengan tangan. b. Karangan seseorang yang belum diterbitkan. c. Bahan-bahan berita yang siap untuk diset. d. Rancangan.

6. Dalam KBBI edisi II, 1954: Naskah yaitu: (a). Karangan yang masih ditulis dengan tangan (b). Karangan seseorang sebagai karya asli (c). Bahan-bahan berita yang siap diset.

7. Dalam Library and Information Science.

Suatu naskah adalah semua barang tulisan tangan yang ada pada koleksi perpustakaan atau arsip; misalnya, surat-surat atau buku harian milik seseorang yang ada pada koleksi perspustakaan.

Secara etimologis naskah dikenal juga dengan istilah manuskrip (bahasa Inggris) manuscript diambil dari ungkapan Latin: codisesmanu scripti (artinya, buku-buku yang ditulis dengan tangan). Kata manu berasal dari manus yang berarti tangan dan scriptusx berasal dari scribere yang berarti menulis. Dalam berbagai katalogus, kata manuscript dan manuscrit biasanya disingkat menjadi MS untuk bentuk tunggal dan MSS untuk bentuk jamak, sedangkan handschrift dan Handschrifen disingkat menjadi HS dan HSS. Dalam bahasa Malaysia,


(10)

perkataan naskhah digunakan dengan meluas sebelum perkataan manuskrip (Mamat 1988, 3). Dalam bahasa Indonesia, kata naskah jauh lebih banyak dipakai daripada kata manuskrip untuk pengertian codex. Oleh karena kata naskah sudah pendek, sebaiknya jangan lagi menyingkat kata naskah. Jadi, naskah atau manuskrip (handschrift, manusscript, manuscriptum) berarti tulisan tangan.

Kata naskah dapat juga berarti karangan, surat, dan sebagainya yang masih ditulis dengan tangan; copy, karangan dan sebagainya yang akan dicetak atau diterbitkan. Dulu, pengertian naskah dapat diartikan sebagai karangan-karangan, surat, buku, dan sebagainya yang berupa tulisan tangan. Kini seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, fungsi mesin ketik dan komputer telah menggantikan tulisan tangan. Jadi, naskah kini lebih dipahami sebagai karangan atau teks yang belum dicetak.

Meskipun demikian, kata „naskah‟ dalam konteks ini lebih dimaksudkan sebagai karya tertulis produk masa lampau sehingga dapat disebutkan sebagai naskah lama (Siti Baroroh Baried, dkk., 1994). Dalam pembicaraan di sini, kata “naskah” diikuti juga oleh atribut “lama”. Pemberian atribut ”lama” di sini untuk menandai kejelasan pembatasan konsep ”naskah”. Hal ini didasarkan pada Monumen Ordonasi STBL 238 th 1931 dan Undang-undang Cagar Budaya No. 5 tahun 1992, yang menyatakan bahwa naskah kuno adalah naskah atau manuskrip.

Dilihat dalam konteks Indonesia, naskah kuno berarti ciptaan yang terwujud dalam bahasa-bahasa yang dipakai di Indonesia pada masa lampau atau terus dipakai pada masa kini. Termasuk di sini karya-karya yang menggunakan bahasa Melayu, Jawa, Sunda, Bugis, Aceh, Minang dan sebagainya yang tercipta


(11)

dalam masa lampau. Beraneka macam naskah Indonesia dapat dilihat juga dari bahan yang dipergunakan, yaitu kertas Eropa, daluwang (Kertas Jawa), lontar atau lontara, daun nipah (yang biasanya digunakan untuk naskah-naskah Sunda Kuna), kulit kayu (pustaha) untuk naskah-naskah Batak, dan kulit binatang (Sri Wulan Rujiati Mulyadi 1994, 44-46).

Dengan demikian, yang dimaksudkan dengan naskah di sini, ialah semua peninggalan tertulis nenek moyang kita pada kertas, lontar, kulit kayu, dan rotan yang telah berusia minimal 50 tahun. Sedangkan pengertian Naskah Kuno menurut Pasal 1 Angka 4 UU Nomor 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan adalah semua dokumen tertulis yang tidak dicetak atau tidak diperbanyak dengan cara lain, baik yang berada di dalam negeri maupun di luar negeri yang berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, dan yang mempunyai nilai penting bagi kebudayaan nasional, sejarah, dan ilmu pengetahuan.

Berdasarkan beberapa defenisi naskah kuno diatas dapat dikatakan bahwa naskah kuno merupakan rekaman informasi tertulis atau karya tulis yang dihasilkan sebagai hasil produk kegiatan dan karya dari manusia yang merekam informasi antara lain berupa buah pikiran, perasaan, kepercayaan, adat kebiasaan, dan nilai-nilai yang berlaku di kalangan masyarakat tertentu baik menggunakan kertas, lontar, kulit kayu dan rotan yang mempunyai nilai penting bagi khasanah budaya nasional,sejarah dan ilmu pengetahuan.


(12)

2.3.1 Pelestarian Naskah

Preservasi merupakan upaya dalam mempertahankan sumber daya kultural sebuah informasi bukan hanya fisik tapi termasuk informasi yang terkandung didalamnya. Pada UU 43 tahun 2007 pasal 6 ayat (1) huruf b menyebutkan kewajiban masyarakat untuk “menyimpan, merawat, dan melestarikan naskah kuno yang dimilikinya dan mendaftarkannya ke Perpustakaan Nasional”. Selain itu sejalan dengan UU No.4 Tahun 1999 tentang penyerahan serah -simpan karya cetak dan karya rekam sebagai wujud dari pelestarian warisan budaya bangsa untuk pemenuhan fungsi perpustakaan umum dari aspek kultural. Berdasarkan buku Pedoman Pengelolaan Naskah Nusantara (2012, 19) preservasi naskah kuno adalah upaya mempertahankan naskah sebagai sumber daya kultural dan intelektual agar dapat digunakan sampai batas waktu yang selama mungkin. Preservasi naskah tidak hanya merupakan upaya pelestarian fisik dan bahan kimia media tulisnya, tetapi juga mencakup pelestarian teks atau kandungan informasinya.

Menurut Erika (2011) Beberapa hal yang perlu dilakukan dalam preservasi fisik dan teks naskah kuno yaitu dengan melakukan konservasi, restorasi, digitalisasi dan katalogisasi.

1. Konservasi

Konservasi adalah suatu bentuk upaya pemeliharaan terhadap keadaan naskah-naskah lama yang mulai tidak dapat bertahan lama hingga beratus-ratus tahun dengn tujuan agar naskah-naskah lama terawat dan masih dapat dipergunakan dengan dibaca dan dipahami oleh generasi penerus dan naskah disimpan agar tidak cepat rusak.

Manuskrip atau naskah kuno mengandung kadar asam karena tinta yang digunakan. Tinta yang digunakan pada manuskrip terbuat dari karbon, biasanya jelaga dicampur dengan gum Arabic. Tinta ini menghasilkan gambar yang sangat stabil. Agar kondisinya tetap baik,


(13)

keasaman yang terkandung dalam naskah tersebut harus dihilangkan. Setelah keasamannya hilang, manuskrip dibungkus dengan kertas khusus, lalu disimpan dalam kotak karton bebas asam. Ini merupakan salah satu cara melakukan konservasi terhadap manuskrip.

2. Setelah dilakukan konservasi, naskah kuno akan mengalami restorasi. Restorasi adalah mengembalikan bentuk naskah menjadi lebih kokoh. Ada teknik-teknik tertentu agar fisik naskah terjaga.

Untuk melakukan restorasi harus melihat keadaan manuskrip tersebut, karena tiap kerusakan fisik perlu ditangani dengan cara yang berbeda. Hal ini dikarenakan cara manuskrip rusak ada bermacam-macam, tergantung sebab dan jenis kerusakan. Langkah-langkah melakukan restorasi naskah kuno, antar lain:

a. Membersihkan dan melakukan fumigasi minimal satu tahun sekali. b. Melapisi dengan kertas khusus (doorslagh) pada lembaran naskah

yang rentan.

c. Memperbaiki lembaran naskah yang rusak dengan bahan arsip. d. Menempatkan di dalam tempat aman (almari).

e. Menempatkan pada ruangan ber-AC dengan suhu udara teratur. 3. Digitalisasi

Digitalisasi ialah bagian dari pelestarian yang berupaya untuk menyelamatkan naskah-naskah kuno dengan memanfaatkan teknologi digitalseperti soft file, foto digital, mikrofilm, serta mengupayakan baik naskah asli atau naskah duplikatnya agar dapat bertahan dalam jangka waktu yang relatif lama. Digitalisasi manuskrip merupakan proses pengalihan manuskrip dari bentuk aslinya ke dalam bentuk digital atau menyalinnya dengan melakukan scanning (scanner) atau memfotonya dengan kamera digital. Digitalisasi naskah dilakukan agar isi kandungan dari naskah tetap terjaga jika sewaktu-waktu fisik naskah tersebut sudah tidak dapat dipertahankan lagi. Digitalisasi memiliki manfaat antara lain:

a. Mengamankan isi naskah dari kepunahan agar generasi seterusnya tetap mendapatkan informasi dari ilmu-ilmu yang terkandung dari naskah tersebut.

b. Mudah digandakan berkali-kali untuk dijadikan cadangan (back up data).

c. Mudah untuk digali informasinya oleh para peneliti jika di-upload ke sebuah alamat web.

d. Dapat dijadikan sebagi obyek promosi terhadap kekayaan bangsa. 4. Katalogisasi

Pada katalogisasi ini pendeskripsian isi naskah dibuat dalam bentuk abstrak atau penjelasan singkat mengenai isi naskah. Tujuannya adalah agar para peneliti, mahasiswa, atau siapapun yang ingin mengkaji suatu naskah yang dibutuhkan dapat dengan mudah melakukan penilaian sebelum membaca naskah asli. Manfaat lain dari pembuatan katalog naskah kuno ini untuk mengetahui keberadaan suatu naskah yang sudah didigitalkan. Biasanya berbentuk katalog online.


(14)

Dalam buku Pedoman Pengelolaan Naskah Nusantara juga dijelaskan tujuan preservasi naskah antara lain adalah: (1) menyelamatkan nilai informasi dokumen; (2) menyelamatkan fisik dokumen; (3) mengatasi kendala kekurangan ruang; (4) mempercepat perolehan informasi. Preservasi naskah memiliki fungsi antara lain yaitu: melindungi, pengawetan, kesehatan, pendidikan, kesabaran, sosial, ekonomi dan estetika. Berbagai unsur penting yang perlu diperhatikan dalam preservasi bahan pustaka adalah manajemen, SDM (Sumber Daya Manusia), metode dan teknik penyimpanan naskah itu sendiri. Kebijakan preservasi mencakup pembuatan katalog naskah dan konservasi.

Berdasarkan uraian diatas dapat dinyatakan bahwa kegiatan pelestarian naskah tidak hanya merupakan upaya pelestarian fisik dan bahan kimia media tulisnya, tetapi juga mencakup pelestarian teks atau kandungan informasinya yaitu konservasi, restorasi, digitalisasi, dan katalogisasi.

2.3.2 Katalogisasi naskah

Setiap katalog naskah memuat informasi yang terdiri dari identitas fisik naskah, judul, umur, corak atau bentuk, asal-usul, rangkuman, hubungan antar naskah dan fungsi naskah. Namun, tidak semua katalog nasah dapat memuat informasi tersebut. Hal ini bergantung kepada seberapa informasi yang didapatkan oleh si penyusun katalog naskah. Informasi ini diperoleh dari naskah tersebut dan catatan, biasanya berupa tulisan tangan dari si pemilik naskah atau pehibah yang diselipkan di dalam naskah. Kelengkapan naskah ini perlu


(15)

diperhatikan oleh pengumpul naskah yang bertujuan mengadakan inventarisasi dan dokumentasi naskah yang tersebar dimasyarakat sebagai pemilik pribadi.

Dalam buku pedoman katalogisasi (Yaya Suhendar, 2007) katalog merupakan sebuah daftar bahan pustaka baik berupa buku maupun nonbuku seperti majalah, surat kabar, mikrofilm, slide dan lain-lain yang dimiliki dan tersimpan dalam suatu atau sekelompok perpustakaan. Katalog berarti daftar berbagai jenis koleksi perpustakaan yang disusun menurut sistem tertentu. . Sedangkan dalam Dian Angraini 2014 (Suharyanto 2013, 14) mengatakan bahwa Katalog merupakan istilah yang berasal dari bahasa latin “catalogus” yang mempunyai arti daftar barang atau daftar benda yang disusun untuk tujuan tertentu. Sementara itu, katalog berdasarkan ilmu perpustakaan berarti daftar berbagai jenis koleksi perpustakaan, seperti buku, serial, rekaman suara, rekaman video, sumber elektronik, dan lain-lain yang disusun menurut standar tertentu

Berdasarkan pendapat ahli diatas dapat dikatakan katalog merupakan daftar dari koleksi perpustakaan atau beberapa perpustakaan yang disusun secara sistematis, sehingga memungkinkan pengguna perpustakaan dapat mengetahui dengan mudah koleksi apa yang dimiliki oleh perpustakaan serta koleksinya tersebut dan juga katalog perpustakaan berarti sistematika daftar buku atau sumber bahan pustaka yang lainnya di dalam perpustakaan yang memberi informasi tentang pengarang, judul, edisi, penerbit, tahun terbit, ciri fisik, isi (subjek), dan lokasi bahan pustaka tersebut disimpan.


(16)

Peraturan pengkatalogan manuskrip berdasarkan AACR2nd ed.

AACR2 (Anglo American Cataloguing Rules) 2nd Edition merupakan perangkat dasar untuk melakukan pendeskripsian bibliografi pada suatu bahan pustaka karena di dalamnya tercantum aturan untuk pengatalogan tersebut.

Dalam melakukan pendeskripsian sebuah bahan pustaka baik buku maupun nonbuku perlu menggunakan sebuah pedoman. Jelas bahwa, AACR2 merupakan sebuah pedoman yang dirancang khusus untuk pengatalogan deskriftif dan tajuk subjek yang dilakukan dalam kegiatan di setiap perpustakaan. Untuk AACR2 sendiri merupakan edisi revisi tahun 2002 dan 2005 dari tahun sebelumnya yakni tahun 1998, 1988, 1978, dan AACR1 tahun 1967.

Nurul Hayati (2013) menjelaskan AACR2 mempunyai 3 ciri yakni umum, terintegrasi, dan fleksibel. Umum di sini dimaksudkan bahwa AACR2nd ed. dapat digunakan untuk semua jenis perpustakaan baik perpustakaan nasional, sekolah, perguruan tinggi, bahkanpribadi sekalipun. Sedangkan ciri kedua yaitu terintegrasi dimaksudkan bahwa AACR2nd ed. merupakan pedoman/ peraturan dasar bagi semua jenis bahan pustaka, baik buku maupun nonbuku. Ciri yang ketiga yakni fleksibel dimana AACR2nd ed. mempunyai aturan yang bersifat alternative dan pilihan. Hal tersebut juga dijelaskan dalam AACR2nd ed. (2002) pada General Introduction.

Dalam AACR2nd ed. peraturan untuk deskripsi terdiri dari 13 bab, bab I berisi peraturan umum untuk semua jenis bahan pustaka. Bab 2 sampai dengan bab 10 berisi peraturan bagi satu jenis bahan pustaka tertentu. Sementara itu, 11 sampai dengan bab 13 memuat peraturan yang bersifat parsial, sebagian dapat


(17)

mengikuti peraturan umum sebagian merupakan peraturan khusus, misalnya peraturan untuk pengatalogan bentuk mikro, terbitan berseri, dan analisis (Yuyu Yulia, B. Mustafa, 2010). Langkah-langkah pembuatan katalog manuskrip sebagai berikut: (1) Membuat deskripsi bibliografi; (2) Menentukan Tajuk Entri Utama dan Tambahan yaitu titik sibak untuk menemukan sebuah dokumen berdasarkan pengarang, judul, dan subjeknya; (3) Menentukan subjek dari masing-masing koleksi naskah kuno sebagai penelusuran informasi, karena tidak semua orang tahu judul dan pengarang dari suatu karya; (4) Susunan katalog naskah manuskrip ( Nurul Hayati, 2013).

Sumber utama informasi naskah adalah naskah itu sendiri. Jika manuskrip sendiri tidak memberikan informasi yang cukup untuk melengkapi deskripsi, sumber utama informasi dengan satu atau kedua hal berikut: a) informasi yang dapat dipercaya dari perumusan naskah atau yang menyertai dokumentasinya; b) sumber referensi mengenai naskah. Untuk koleksi naskah kuno (manuskrip) ada delapan area/ daerah deskripsi bibliografi. Namun, dalam penulisan bibliografi manuskrip ini ada bagian daerah yang tidak digunakan/ tidak berlaku yaitu, daerah data khusus, daerah seri, dan daerah nomor standar (ISBN/ ISSN). Jadi, untuk penulisan bibliorafi manuskrip hanya digunakan lima daerah deskripsi, yaitu sebagai berikut.

Daerah Informasi yang

ditentukan

1) Daerah judul dan pernyataan tanggung jawab Sumber utama

2) Daerah edisi Judul halaman


(18)

4) Daerah penerbitan Sumber utama

5) Daerah deskripsi fisik Sumber utama

6) Daerah seri (tidak berlaku)

7) Daerah catatan sumber

8) Daerah nomor standar (ISBN dan ISSN) (tidak berlaku)

Titik Sibak

Katalog merupakan sarana temu kembali informasi terhadap koleksi yang ada pada suatu perpustakaan. Secara tradisional, informasi yang terdapat di dalamnya dapat didekati melalui tiga titik akses, yaitu pengarang, judul, dan subjek. Pada katalog yang masih menggunakan laci, masing-masing dokumen paling tidak diwakili oleh tiga entri utama yang tercantum dalam tiga kartu, yaitu judul, pengarang, dan subjek. Setiap kartu-kartu tersebut disusun berdasarkan abjad.

Tujuan pembuatan katalog adalah untuk mengidentifikasi dan sebagai wakil dokumen primer; menentukan lokasi dokumen serta membantu proses temu kembali informasi; untuk memenuhi permintaan pemustaka berdasarkan rancangan judul entri, pengarang, subjek, dan sebagainya; dan untuk administrasi kumpulan dokumen. Katalog berfungsi untuk: (1) menemukan sumber informasi dalam pangkalan data; (2) mengidentifikasi dan membedakan sumber informasi; (3) memilih dan mengumpulkan sumber (bahan pustaka) informasi sesuai dengan kebutuhan pemustaka; (4) mengakses sumber informasi yang teridentifikasi; dan (5) sebagai navigasi data bibliografi.


(19)

Cantuman katalog terdiri dari tiga bagian, yaitu titik sibak (access points), deskripsi bibliografi, dan lokasi dokumen itu sendiri. Titik sibak mengarahkan pemustaka terhadap tajuk entri yang terdapat pada cantuman catalog. Deskripsi bibliografi memungkinkan pemustaka untuk mengambil keputusan terhadap dokumen diinginkannya, sedangkan lokasi untuk memudahkan pemustaka mengambil dokumen yang diinginkannya.

Hillyard dalam Doyle (1975) menjelaskan bahwa pada tingkat minimum, titik sibak harus disediakan untuk semua pengarang dan orang-orang dengan tanggung jawab utama terhadap konten intelektual, misalnya, editor, penerjemah, dan ilustrator. Pada tingkat yang lebih tinggi, titik sibak harus dipertimbangkan untuk semua orang atau lembaga yang memiliki tanggung jawab untuk setiap bagian dari isi buku. Selain itu, judul harus diindeks agar mudah ditemukan. Pada tingkat yang lebih tinggi, judul seragam harus disediakan, dan judul tambahan bila ejaannya berbeda (terutama untuk judul yang masih menggunakan ejaan lama).

Titik sibak untuk data bibliografi dan otoritas harus dirumuskan mengikuti prinsip-prinsip umum, yaitu.

1. Kenyamanan pengguna. Keputusan dalam pembuatan deskripsi dan bentuk nama untuk akses harus dibuat sesuai dengan pikiran pemustaka.

2. Kebiasaan umum. Kosakata yang digunakan dalam deskripsi dan akses harus sesuai dengan kebiasaan pemustaka.

3. Representasi. Deskripsi dan bentuk nama harus didasarkan pada gambaran dari dokumen tersebut.

4. Akurasi. Dokumen harus secara tepat digambarkan.

5. Kecukupan dan kebutuhan. Elemen-elemen data tertentu yang dimasukkan dalam deskripsi dan bentuk nama.


(20)

7. Ekonomis. Membutuhkan biaya yang relative murah atau menggunakan pendekatan yang paling sederhana.

8. Konsistensi dan standardisasi. Deskripsi dan titik sibak harus terstandar, dan konsisten agar dapat berbagi data bibliografi dan otoritas.

9. Integrasi. Deskripsi untuk semua jenis bahan dan bentuk nama harus didasarkan pada seperangkat aturan yang relevan.

Titik sibak terkendali harus disediakan dalam bentuk resmi dan varian nama untuk entitas seperti nama orang, keluarga, badan hukum, konsep, objek, peristiwa, dan tempat. Titik sibak terkendali memberikan konsistensi yang dibutuhkan untuk mendeskripsikan bibliografi. Catatan otoritas harus dibangun untuk mengontrol bentuk resmi dari nama, bentuk varian dari nama, dan pengidentifikasi digunakan sebagai titik akses.

Dalam Anglo-American Cataloguing Rules (AACR 2nd Ed.) istilah tajuk digunakan sebagai titik sibak untuk mencari bahan pustaka yang telah diolah. Dalam konsep pengatalogan dikenal dengan dua istilah tajuk, yaitu Tajuk Entri Utama (TEU) dan Tajuk Entri Tambahan (TET). TEU adalah istilah pertama yang dicantumkan dalam katalog utama, disebut juga sebagai tajuk (heading) suatu karya (bahan pustaka). TET merupakan informasi tentang titik sibak lainnya, sehingga karya tersebut dapat ditemukan kembali melalui berbagai pendekatan.

TET utama bisa berupa penanggung jawab suatu karya, misalnya nama pengarang perorangan, nama badan korporasi, atau judul. Pengarang perorangan adalah orang yang bertanggung jawab terhadap isi dari suatu karya, misalnya: penulis buku, komposer musik, artis (pelukis, pemahat, dsb.), fotografer, penyusun bibliografi, kartografer (pembuat peta), dll. Badan korporasi adalah suatu organisasi atau sekelompok orang yang mempunyai satu nama bersama dan


(21)

bertanggung jawab terhadap isi dari suatu karya, seperti perusahaan bisnis, lembaga pemerintah, pertemuan (konferensi, seminar, symposium, lokakarya, dsb). Selain itu, judul suatu karya dapat dijadikan sebagai TET apabila penanggung jawab terhadap isi karya tersebut tidak diketahui, karya tersebut ditulis oleh lebih dari 3 (tiga) pengarang, karya editor, karya yang dikeluarkan oleh badan korporasi, akan tetapi isinya bukan memuat informasi seperti administrasi, kumpulan hukum, laporan komosi/panitia, teks liturgi gereja, kegiatan sekte, atau prosiding konferensi.

Pada katalog dapat diberikan TET, sehingga karya tersebut dapat ditemukan kembali melalui titik telusur lainnya, selain melalui TET. Entri tambahan dibuat untuk nama pengarang kedua dan ketiga, editor, penterjemah, atau dua atau tiga nama badan korporasi yang terlibat. Judul karya dan judul seri, juga dapat dijadikan sebagai TET apabila TEU bukan judul karya. TET dibuat berdasarkan jejakan yang ada di katalog dasar/utama. Jumlah katalog tambahan yang dibuat adalah sebanyak jejakan yang tercantum. Pada katalog tambahan, TET tercantum pada baris paling atas.

Selain penanggung jawab dan judul, suatu koleksi dapat juga diakses melalui subjek dari sutau dokumen. Penyediaan akses subjek pada dokumen ditujukan untuk memudahkan pemustaka menemukan dokumen tersebut, jika pemustaka tersebut tidak mengetahui nama pengarang, dan judul dari dokumen yang dibutuhkannya, subjek dapat didefinisikan sebagai topik yang dibicarakan dalam satu karya atau suatu disiplin ilmu yang terkandung dalam suatu karya.


(22)

Tajuk subjek dapat diartikan kata, istilah atau frasa yang digunakan pada katalog atau daftar lain di dalam perpustakaan untuk menyatakan tema atau topik suatu bahan pustaka (Daftar Tajuk Subjek Untuk Perpustakaan, 1992: 25). Suatu entri subjek adalah entri katalog dengan topik subjek merupakan sebagai media penyusun.

Definisi tajuk subjek menurut Trimo dalam Doyle (1975) adalah “suatu kata atau beberapa kata yang dipergunakan untuk melukiskan isi dari pada suatu buku ataupun topik”. Topik subjek dapat disebut dengan Subject Heading, merupakan deskriptor yang dibentuk dari kata tunggal maupun majemuk dipilih dari teks dokumen yang berguna untuk memberikan penjelasan tentang deskripsi isi dari dokumen sampai kepada unsur ketepatan yang paling dalam. Sebelum penentuan tajuk subjek dari suatu dokumen terlebih dahulu mengadakan analisis terhadap dokumen atau suatu karya. Kegiatan ini disebut dengan istilah analisis subjek.

Pada umumnya hal-hal yang luput dari jangkauan perhatian penyusun katalog, pengumpul naskah dan penggarap naskah terutama informasi yang menyangkut asal-usul dan fungsi sosial naskah. Informasi ini tidak kurang pentingnya dalam rangka pengolahan teks dan penelusuran latar belakang kebudayaan masyarakat pemilik naskah tersebut. Bertitik tolak padahal diatas, dibawah ini akan dikemukakan petunjuk teknis dalam mendeskripsikan atau mengidentifikasi naskah, antara lain menyangkut informasi atau data mengenai (Emuch 1986, 2):

1. Judul naskah 2. Nomor naskah


(23)

3. Tempat penyimpanan naskah 4. Asal naskah

5. Keadaan naskah 6. Ukuran naskah 7. Tebal naskah

8. Julah baris perhalaman 9. Huruf, aksara, tulisan 10.Cara penulisan 11.Bahan naskah 12.Bahasa naskah 13.Bentuk teks 14.Umur naskah

15.Pengarang atau penyalin 16.Asal-usul naskah

17.Fungsi sosial naskah 18.Ikhtisar teks atau cerita

1. Judul naskah

Sebagian besar naskah dinusantara tidak memiliki judul naskah terutama yang sudah relatif sangat tua, tidak memiliki judul naskah secara eksplisit dan tersendiri, dalam arti judul itu tidak tersurat, baik pada jilidnya (cover), lembaran naskah tersendiri maupun pada permulaan (awal) teksnya. Tidak sedikit naskah yang lembaran awalnya, juga biasanya lembaran akhirnya, hilang, terlepas atau rusak. Dengan demikian, tak dapat ditentukan atau diketahui apakah


(24)

naskah-naskahitu ketika ketika masih dalam keadaan utuh atau lengkapnya berjudul atau tidak.

Ketidak judul suatu naskah mungkin disebabkan oleh berbagi hal, antara lain:

a. Pengarang atau penulis naskah tidak mencantumkan judul naskah (pada naskah otografi (autografi).

b. Penyalin naskah lupa menyalin judul naskah (padanaskah salinan atau turunan).

c. Naskah itu berupa bunga-rampai (parimrimbon/primbon) yaitu naskah yang memuat berbagai karangan dan atau catatan yang dianggap penting sehingga dirasa tidak perlu oleh penyusun atau penyalin mencantumkan judulnya karena isinya meliputi berbagai hal.

Untuk judul naskah yang tidak ada, cara-cara yangditempuh oleh penyusun katalog, peneliti, dan penyunting (editor) naskah untuk menetapkan judul naskah, antara lain dengan:

1) Membaca atau meneliti bagian teks (naskah) yang menyebutkan, baik secara langsung (tersurat) maupun secara tidak langsung (tersirat). Judul naskah itu. Dalam hal ini, biasanya judul naskah itu tersurat pada kalimat pertama, bagian permulaan atau pada halaman pertama teks. Namun , juga terdapat atau tersirat pada akhir teks.

2) Berdasarkan pada isi naskah yang bersangkutan. Penamaan (penjudulan) naskah atas dasar isi naskah biasanya dikaitkan dengan tokoh cerita, latar.


(25)

2. Nomor naskah

Naskah–naskah yang tersimpan diperpustakaan atau museum diberi nomor, dan nomor ini dicantumkan juga dengan katalog naskah. Cara-cara penomoran naskah sebagai berikut:

a. Nomor naskah dilengkapi dengan nama pemilik asal, pembawa/penghibah, kolektor naskah.

b. Nomor naskah dilengkapi dengan identitas perpustakaan atau museum (singkatannya) tempatnaskah itu tersimpan.

c. Nomor naskah dilengkapi dengan nama (singkatan) perpustakaan atau museum dan identitas bahasa naskah yang bersangkutan.

d. Nomor naskah dilengkapi dengan identitas kolektor dan bahasa naskah yang bersangkutan.

3. Tempat penyimpanan naskah

Pada umumnya naskah-naskah tersimpan di perpustakaan-perpustakaan, baik diperpustakaan negara (nasional, daerah (lokal), universitas, maupun di perpustakaan milik suatu badan atau lembaga tertentu. Kadang-kadang di daerah terdapat tokoh masyarakat yang memiliki koleksi naskah. Tokoh masyarakat tersebut biasanya merupakan “sesepuh” (pimpinan).

4. Asal naskah

Yang dimaksut asal naskah adalah dari mana naskah itu berasal, baik naskah yang tersimpan sebagai koleksi umum di perpustakaan atau museum maupun sebagai milik atau koleksi pribadi atau perorangan.


(26)

a. Naskah- naskah yangtersimpan yang tersimpan di perpustakaan atau museum berasal atau diperoleh antara lain:

(1) Hibah dari pemilik atau kolektor naskah (2) Pembelian dari pemilik naskah secarapribadi

(3) Salinan dari naskah induk (sumber) milik pribadi atauyangtersimpan diperpustakaan atau museum lain.

(4) Pengembalian atau penyerahan dari perpustakaan museum suatu Negara.

b. Naskah-naskah yang tersimpan sebagai milik pribadi atau perseorangan berasal atau diperoleh antara lain dari:

(1) Warisan, harta pusaka, atau peninggalan dari leluhur atau nenek moyang.

(2) Pemberian dari seseorang (3) Pembelian dari seseorang (4) Titipan dari seseorng

(5) Salinan, terjemahan, saduran, transkripsian, ringkasan dari naskah milik orang lai, perpustakaan atau museum.

Di Nusantara kegiatan penyalinan naskah tidak boleh diperuntukan untuk perdagangan, naskah itu disalin atau diperbanyak antaralain dengan alas an:

(1) Keinginan untuk memiliki sendirinaskah itu.

(2) Naskah asli sudah dlam keadaan hampir rusak karena dimakan zaman, digerogorti ngengat, seringnya dipakai.


(27)

(3) Khawatir terjadinya sesuatu dengan naskah asli, misalnya hilang, terbakar, ketumpahan benda cair, rusak karena terlantar, tidak dirawat.

(4) Tujuan magis

(5) Tujuan politik, agama, pendidikan dan sebagainya.

5. Keadaan naskah

Dalam katalog naskah biasnya keadaan naskah biasanya keadaan naskah digambarkan dengan cantuman sebutan anatara lain: masih utuh (lengkap), tidak utuh (tidak lengkap), sebagian lembarannya hilang: masih baik atau sudah rusak, kokoh atau lapuk, ada kalanya disebutkan juga berjilid atau tidaknya. Informasi mengenai keadaan naskah ini selain untuk memberikan gambaran naskah juga erat kaitannya dengan proses penyuntingan naskah atau edisi teks, terutama dalam penentuan sumber penyaksian.

6. Ukuran naskah

Ukuran naskah terdiri dari dua macam yaitu:

(1) Ukuran lembaran naskah, yaitu ukuran panjang dan lembaran (bahan) naskah, baik yang terbuat dari dluwang (treebark paper), bamboo, lontar (palmleaf) maupun kertas.

(2) Ukuran ruang tulisan atau teks, yaitu ukuran panjang atau lebar ruang tulisan atau teks pada suatu lembaran atau halaman naskah. Naskah-naskah lontar yang tidak utuh lagi atau yang sudah tidak tersusun rapih dan tidak terikat biasanya disimpan dalam sebuah peti kayu (wooden bor) yang biasa disebut kropak.


(28)

7. Tebal naskah

Yang dimaksut dengan tebal naskah adalah jumlah halaman atau lembaran naskah yang berisi teks atau yang ditulisi, sekalipun hanya satu baris atau satu kata saja tertulis pada halaman atau lembaran tersebut, misalnya tebal naskah 274 halaman ( disingkat: hlm.).

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pencatatan tebal naskah adalah:

a. Lembaran-lembaran atau halaman-halamn naskah yang kosong, dalam arti tidak ditulisi, yang terletak pada awal dan akhir naskah itu dapat dihitung.

b. Lembaran-lembaran atau halaman-halaman naskah yang kosong, yangterdapatdibagian tengah naskah, turut dihitung untuk pendataan table naskah, tetapi perlu disertai penjelasan,misalnya: tebal naskah 150 hlm. ( hlm. 23, 24,77 dan 78 kosong).

c. Dalam suatu naskah tercantum angka halaman, dari halaman pertama teks sampai ke halaman akhir.

d. Dalam suatu naskah angka halamannya tidak tercantum.

e. Naskah (kertas, lontar, dluwang, kulit) yang berangka halaman dan lembaran-lembarnnya terlepas-lepas serta tercampur, bahkan diperkirakan beberapa lembar di antaranya telah hilang sulit untuk menyusunnya secara berurutan sebagaiman keadaan semula.

f. Apabila sebuah naskah berisi satu teks , artinya dari halaman pertamahingga terakhir berupa sebuah cerita yang bulatdan padu tapi naskah itu terdiri lebih dari satu jilid atau buku, maka dalam deskripsi


(29)

tebal naskah hendaknya dikemukakan tentang jumlah jilid atau buku dan jumlah halaman secara keseluruhan.

g. Apabila sebuah naskah berupa bunga rampai.

h. Keterangan atau penjelasan lainnya yang perlu dikemukakan dalam deskripsi tebal naskah ini, ialah:

1). Halaman ganda (double page) 2). Teks belum selesai (unfinished)

i. Apabila naslah itu terdiri dari kertas-kertas lepas, berupa surat-surat, daftar silsilah, peta-peta, catatan-catatan dsb. dan tersimpan dalam sebuah amplop atau portepel (portfolio).

8. Jumlah baris pada setiap halaman nakah

Merupakan jumlah atau banyaknya (rata-rata) baris atau jarak teks pada setiap halaman naskah. Artinya semakin besar ukuran naskah, semakin banyak jumlah barisnya demikian sebaliknya. Dua buah naskah kadang memiliki ukuran yang sama namun berbeda jumlah baris dalam halamannya. Ketidaksamaan ini disebabkan oleh:

a. Perbedaan dalam hal spasi, yaitu jarak vertikal antar baris atau larik. b. Perbedaan dalam hal ukuran huruf, yaitu besar atau kecil nyabentuk huruf,

aksara, atau tulisan yang dipakai.

c. Perbedaan dalam ukuran ruang tulisan atau teks.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kaitan dengan pencatatan jumlah baris tiap halaman, yaitu:


(30)

1). Naskah yang memiliki jumlah baris yang sama pada setiap halaman denganmudah dapat segera dicatat data jumlah baris tiap halamannya, misalnya 99 hlm. / 32 baris.

2). Jika dalam suatu naskah hanya halaman pertama dan atau halaman terakhirnya saja yang memiliki jumlah baris kurang atau mungkin lebih daripada jumlah baris pada halaman-halaman lainya, maka untuk katalog atau dokumentasi naskah jumlah baris yangberbedapadahalamn-halaman tersebut tidak turut mempengaruhi jumlah baris tersebut.

3). Jika suatu naskah memiliki jumlah baris yang tak sama pada hampir setiap halaman nya, maka pendataan banyak baris perhalaman, maka pendataan banyak baris perhalaman, untuk katalog atau dokumentasi naskah, didasarkan padajumlah baris yang sama yang terdapat padasebagian besar halaman naskah.

4). Jika suatu naskah, biasanya naskah yang bercorak bungarampai atau primbon, terdiri dari beberapa gugusan halaman yang satu dengan yang lainnya memiliki perbedaan dalam jumlah baristiap halamannya, maka dalam katalog atau dokumentasi naskah data tentang jumlah baris perhalaman itu dikemukakan secaraberurutan untuk gugusan halaman masing-masing.

5). Naskah yang berisi teks yang beerbentuk puisi, larik-lariknya itulah yang diperhitungkan sebagai baris.

6). Baris adalah deretan huruf-huruf yang tertulis sejajar dengan arah lebarnya atau panjangnya lembaran naskah.


(31)

7). Diantara naskah-naskah nusantara terdapat juga naskah-naskah yang berisi teks mengenai ajaran atau agama islam yang ditulis dengan huruf aarabdan dalam bahasa arab.

8). Kadang terdapat juga naskah-naskah nusantara yang teksnya berglosse yaitu teka yang dibutuhkan terjemahan, catatan, komentar, penjelasan yang disisipkan diantara baris-baris teksitu atau dituliskan diluar margin teks.

9. Huruf, Aksara, Tulisan

a. Jenis atau macam-macam tulisan

Naskah-naskah nusantara tertulis dalam berbagai jenis atau macam tulisan (script), baik yang bersumberkan tulisan dari India Selatan, yaitu tulisan yang merupakan perkembangan dari tulisan Palawa, misalnya tulisan Sunda Kuno(India Sunda), Jawa Kuno, Batak, Makassar dan lain sebagainya.

b. Ukuran huruf atau aksara

Biasanya untuk pencatatan , huruf terbagi atas tiga macam ukuran, yaitu kecil (small), sedang (medium), dan besar (large).

c. Bentuk huruf

Tegak atau tegak lurusnya (perpendicular) dan miring dan miring atau kursif (cursive).

d. Keadaan tulisan

Hal ini menyangkut jelas atau tidak jelasnya tulisannnya untuk dibaca. e. Jarak antar huruf


(32)

Dapat dikatakan pencatatan atau deskripsi tentang hal ini jarang dikemukakan, karena jarak antara huruf padateks umumnya mempunyai keteraturan jarak tertentu yang disebabkan oleh keterbiasaan dalam menulis.

f. Bekas pena

Pena adalah alat untuk menulis dengan tinta dibuat dari baja atau bahan lain yang runcing dan berbelah. Untuk bekas pena ini diberi sebutan: tebal atau tumpul, tipis atau tajam.

g. Warna tinta

Sebelum adanya “tinta Eropa” tinta yang dibuat khusus oleh pabrik tinta, di Nusantara telah dikenal dan dipakai sejenis tinta untuk menulis di atas kertas ataudluwang yangtermuat dari ramuan bahan arang tungku atau jelag, minyak dan bahan ramuan lainnya.

h. Pemakaian tanda baca

Pada teks naskah terdapat dua macam tanda baca, yaitu (1) tanda baca atau tanda pungtuasi (punctuation mark) yang standar, seperti titik, titik koma, titk dua, tanda tanya, tanda seru, tanda kurung tanda hubung, aprostof, tanda petik: (2) tanda baca (punctuation) yang khas dan nonstandard, yangberfungsi terutama sebagai tanda batas larik, bait, mat, paragraph, subbab, bab.

Berkenaan dengan tulisan, huruf atau aksaraini perlu disinggung dua dispilin ilmu,yaitu epigrafi dan paleografi.


(33)

a). epigrafi, secara etimologi diartikan sebagai pemakaian dalam formasi kata gabung atau dilihat dari segi bahasa.

b).paleografi, dapat diartikan penelitian tulisan kuno yang didasarkan pada bentuk dan perkembangan tulisan atau hurufnya itu sendiri.

10.Cara penulisan

a. Pemakaian lembaran naskah untuk tulisan

Setiap lembar naskah terdiri dari dua halaman yaitu halaman muka dan belakang.

(1) Satu muka, yaitu lembaran naskah yang ditulis hanya satu muka saja, yaitu halaman muka, dalam arti tidak bolak balik.

(2) Bolak balik, yaitu lembaran naskah yang ditulis padakedua halaman, muka dan belakang.

b. Penempatan tulisan pada lembaran naskah Cara menempatkan tulisan padahalaman naskah. c. Pengaturan ruang tulisan

Hal ini berkaitan dengan cara mengatur teks atau tata teks dalam ruang tulisan.

d. Penulisan pada lembaran lontar

Daun lontar yang digunakan untuk bahan penulisan ada dua jenis, yaitu tala ( daun agak tebal, kasardan kesat) dan sritala (agak tipis dan bengkok-bengkok).


(34)

e. Penomoran halaman

Naskah-naskah Nusantar, baik yang berbahan kertas, dluwang (kertas lokal), atau lontar, ada yang memakai nomor atau angka halaman adapula yang tidak.

11.Bahan naskah

Merupakan sesuatu barang yang dipakai untuk menuliskan teks, catatan,karangan. Bahan naskah atau bahan tulis (writing material) yang dipakai di Nusantara ialah lontar, bamboo, dluwang, dan kertas.

a. Bahan tulis bamboo

Bila-bilahan bambu sebagai bahan tulis pada umumnya dipakai di daerah-daerah di Pulau Sumatera, misalnya di daerah-daerah Batak. Dari daerah-daerah Batak ini dikenal penanggalan Batak yang disebut perhalaan dan bamboo peramal yang disebut tondung sahala.

b. Bahan tulis lontar

Pada periode pra-Islam bahan tulis (writing material) yang biasa dipakai adalah berbagai macam daun palem, khususnya palem lontar (Borassus flabellifer) dipakai terutama di daerah Jawa Tengah, JawaTimurdan Bali. c. Bahan tulis dluwang

Dluwang (jeluang) adalah kertas Jawa yang dibuat dari kulit kayu (treebark paper).


(35)

Pada abad 17 dan 18 ketika kertas dluwang sudah sulit ditemukan diimpor kertas (pembungkus) dari Cina yang disebut kertas arab dan dijual di Jawa.

12.Bahasa Naskah

Bahasa naskah, dipandang dari sudut status bahasa kini, merupakan bahasa-bahasa yang terdapat di wilayah Nusantara, seperti bahasa Jawa, Sunda, Bali, Melayu, Bugis. Hal-hal yang harus dijelaskan dalam menddskripsikan naskah yaitu;

(1). Klasifikasi bahasa naskah ( bahasa kuno atau baru)

(2). Jenis bahasa naskah (baku, dialek atau bahasadaerah standar yang terpengaruh dialek)

(3). Pengaruh bahasalain terhadap bahasa naskah

(4). Keterpahaman akan bahasa naskah

13.Bentuk teks

Pada naskah-naskah Nusantara terdapat tiga bentuk teks, yaitu prosa (prose), puisi (verse, poetry ), dan prosa berirama (rhythmic/ rhythmical prosa) yang kadang- kadang disebut juga bahasa atau prosa lirik.

14.Unsur naskah

Umur naskah hanya dapat ditelusuri dan dirunut berlandaskan keterangan dari dalam (interne evidentie) dan keterangan dari luar (externe evidentie).


(36)

a. Berdasarkan informasi yang terdapat di dalam kolofon (colophon) atau bagian akhir naskah.

b. Berdasarkan bentuk atau macam tulisan naskah c. Berdasarkan bahasa naskah

d. Berdasarkan isi naskah e. Berdasarkan bahan naskah f. Berdasarkan cap air (watermark)

g. Berdasarkan catatan yang terdapat dalam naskah h. Berdasarkan asal mula penelitian naskah.

15.Identitas pengarang

Informasi yang berkaitan dengan identitas pengarang sangat bergunadalam mengungkapkan hal-hal yang gelap/sulit dipahami yang terkandung dalam karya nya.

16.Asal –usul naskah yang tersimpan di masyarakat Nusantara

Pendataan tentang asal-usul atau sejarah naskah akan memberikan dampak positif bagi peneliti, peminat, dan pemanfaat naska,karena data-data tersebut sangat perlu untuk peninjauan naskah dalam konteksnya.

17.Fungsi sosial naskah

Menyangkut arti dan fungsi naskah bagi masyarakat di Nusantara, baik pada masa lampau ataupun masa sekarang.


(37)

18.Ikhtisar teks

Merupakan ringkasan atau rangkuman isi teks atau teks-teks dari suatu naskah perlu dikemukakan baik dalam katalog naskah, hasil penelitian naskah, hasil inventarisasi naskah maupun dalam publikasi naskah. Tujuan dari ikhtisar teks adalah untuk memudahkan pembaca atau peminat agar memperoleh gambaran isi teks secara menyeluruh.

Hal-hal yang diperhatikan dalam menyusun ikhtisar naskah yaitu: a. Ikhtisar atau rangkuman ditulis dalam bahasa yang sesuai dengan

bahasayang dipakai untuk edisi.

b. Ikhtisar sesuai dengan pengertiannya, hendaknya disusun secara singkat dan padat, tetapi dapat mencakup seluruh isi teks.

c. Bagian ikhtisar yang merupakan suatu kesatuan gagasan, episode, atau hal-hal yang dianggap penting, misalnya peristiwa, nama tempat, nama tokoh cerita harus disertai penunjukkan atau acuan yang mengarah kepada naskah atau teks.

Judul Koleksi : Risalah mau‟izatul hasanah

Penanggung Jawab : al-Khatib al-Amin, Imam Maulana Abdul Manaf

Edisi : -

Data Khusus : tidak berlaku

Penerbitan : -


(38)

Seri : tidak berlaku

Catatan : Manuskrip (fotokopi)

ISBN : tidak berlaku

Gambar 3.1. Contoh Deskripsi katalog koleksi Sumber: AACR2nd ed. for Manuscript

Gambar 3.2. Contoh Rancangan Katalog Naskah Kuno Sumber: AACR2nd ed. for Manuscript

00.247/NK-2012 Tengku, Malik

Syair sifat dua puluh, dll/ Disusun oleh Malik Tengku-- [1922]. 363 lbr.; 30 cm.

Bahasa melayu aksara Arab Ms. (fotokopi)

Sijunjung

I. Judul 1. Tasawuf

No. Klasifikasi Deskripsi Bibliografi

Tajuk Entri Tambahan Tajuk Entri Utama


(1)

a). epigrafi, secara etimologi diartikan sebagai pemakaian dalam formasi kata gabung atau dilihat dari segi bahasa.

b).paleografi, dapat diartikan penelitian tulisan kuno yang didasarkan pada bentuk dan perkembangan tulisan atau hurufnya itu sendiri.

10.Cara penulisan

a. Pemakaian lembaran naskah untuk tulisan

Setiap lembar naskah terdiri dari dua halaman yaitu halaman muka dan belakang.

(1) Satu muka, yaitu lembaran naskah yang ditulis hanya satu muka saja, yaitu halaman muka, dalam arti tidak bolak balik.

(2) Bolak balik, yaitu lembaran naskah yang ditulis padakedua halaman, muka dan belakang.

b. Penempatan tulisan pada lembaran naskah Cara menempatkan tulisan padahalaman naskah. c. Pengaturan ruang tulisan

Hal ini berkaitan dengan cara mengatur teks atau tata teks dalam ruang tulisan.

d. Penulisan pada lembaran lontar

Daun lontar yang digunakan untuk bahan penulisan ada dua jenis, yaitu tala ( daun agak tebal, kasardan kesat) dan sritala (agak tipis dan bengkok-bengkok).


(2)

e. Penomoran halaman

Naskah-naskah Nusantar, baik yang berbahan kertas, dluwang (kertas lokal), atau lontar, ada yang memakai nomor atau angka halaman adapula yang tidak.

11.Bahan naskah

Merupakan sesuatu barang yang dipakai untuk menuliskan teks, catatan,karangan. Bahan naskah atau bahan tulis (writing material) yang dipakai di Nusantara ialah lontar, bamboo, dluwang, dan kertas.

a. Bahan tulis bamboo

Bila-bilahan bambu sebagai bahan tulis pada umumnya dipakai di daerah-daerah di Pulau Sumatera, misalnya di daerah-daerah Batak. Dari daerah-daerah Batak ini dikenal penanggalan Batak yang disebut perhalaan dan bamboo peramal yang disebut tondung sahala.

b. Bahan tulis lontar

Pada periode pra-Islam bahan tulis (writing material) yang biasa dipakai adalah berbagai macam daun palem, khususnya palem lontar (Borassus flabellifer) dipakai terutama di daerah Jawa Tengah, JawaTimurdan Bali. c. Bahan tulis dluwang

Dluwang (jeluang) adalah kertas Jawa yang dibuat dari kulit kayu (treebark paper).


(3)

Pada abad 17 dan 18 ketika kertas dluwang sudah sulit ditemukan diimpor kertas (pembungkus) dari Cina yang disebut kertas arab dan dijual di Jawa.

12.Bahasa Naskah

Bahasa naskah, dipandang dari sudut status bahasa kini, merupakan bahasa-bahasa yang terdapat di wilayah Nusantara, seperti bahasa Jawa, Sunda, Bali, Melayu, Bugis. Hal-hal yang harus dijelaskan dalam menddskripsikan naskah yaitu;

(1). Klasifikasi bahasa naskah ( bahasa kuno atau baru)

(2). Jenis bahasa naskah (baku, dialek atau bahasadaerah standar yang terpengaruh dialek)

(3). Pengaruh bahasalain terhadap bahasa naskah

(4). Keterpahaman akan bahasa naskah

13.Bentuk teks

Pada naskah-naskah Nusantara terdapat tiga bentuk teks, yaitu prosa (prose), puisi (verse, poetry ), dan prosa berirama (rhythmic/ rhythmical prosa) yang kadang- kadang disebut juga bahasa atau prosa lirik.

14.Unsur naskah

Umur naskah hanya dapat ditelusuri dan dirunut berlandaskan keterangan dari dalam (interne evidentie) dan keterangan dari luar (externe evidentie).


(4)

a. Berdasarkan informasi yang terdapat di dalam kolofon (colophon) atau bagian akhir naskah.

b. Berdasarkan bentuk atau macam tulisan naskah c. Berdasarkan bahasa naskah

d. Berdasarkan isi naskah e. Berdasarkan bahan naskah f. Berdasarkan cap air (watermark)

g. Berdasarkan catatan yang terdapat dalam naskah h. Berdasarkan asal mula penelitian naskah.

15.Identitas pengarang

Informasi yang berkaitan dengan identitas pengarang sangat bergunadalam mengungkapkan hal-hal yang gelap/sulit dipahami yang terkandung dalam karya nya.

16.Asal –usul naskah yang tersimpan di masyarakat Nusantara Pendataan tentang asal-usul atau sejarah naskah akan memberikan dampak positif bagi peneliti, peminat, dan pemanfaat naska,karena data-data tersebut sangat perlu untuk peninjauan naskah dalam konteksnya.

17.Fungsi sosial naskah

Menyangkut arti dan fungsi naskah bagi masyarakat di Nusantara, baik pada masa lampau ataupun masa sekarang.


(5)

18.Ikhtisar teks

Merupakan ringkasan atau rangkuman isi teks atau teks-teks dari suatu naskah perlu dikemukakan baik dalam katalog naskah, hasil penelitian naskah, hasil inventarisasi naskah maupun dalam publikasi naskah. Tujuan dari ikhtisar teks adalah untuk memudahkan pembaca atau peminat agar memperoleh gambaran isi teks secara menyeluruh.

Hal-hal yang diperhatikan dalam menyusun ikhtisar naskah yaitu: a. Ikhtisar atau rangkuman ditulis dalam bahasa yang sesuai dengan

bahasayang dipakai untuk edisi.

b. Ikhtisar sesuai dengan pengertiannya, hendaknya disusun secara singkat dan padat, tetapi dapat mencakup seluruh isi teks.

c. Bagian ikhtisar yang merupakan suatu kesatuan gagasan, episode, atau hal-hal yang dianggap penting, misalnya peristiwa, nama tempat, nama tokoh cerita harus disertai penunjukkan atau acuan yang mengarah kepada naskah atau teks.

Judul Koleksi : Risalah mau‟izatul hasanah

Penanggung Jawab : al-Khatib al-Amin, Imam Maulana Abdul Manaf

Edisi : -

Data Khusus : tidak berlaku

Penerbitan : -


(6)

Seri : tidak berlaku

Catatan : Manuskrip (fotokopi)

ISBN : tidak berlaku

Gambar 3.1. Contoh Deskripsi katalog koleksi Sumber: AACR2nd ed. for Manuscript

Gambar 3.2. Contoh Rancangan Katalog Naskah Kuno Sumber: AACR2nd ed. for Manuscript

00.247/NK-2012 Tengku, Malik

Syair sifat dua puluh, dll/ Disusun oleh Malik Tengku-- [1922]. 363 lbr.; 30 cm.

Bahasa melayu aksara Arab Ms. (fotokopi)

Sijunjung

I. Judul 1. Tasawuf

No. Klasifikasi Deskripsi Bibliografi

Tajuk Entri Tambahan Tajuk Entri Utama