ABSTRAKSI PENGARUH BUDAYA ORGANISASIONAL. pdf

ABSTRAKSI PENGARUH BUDAYA ORGANISASIONAL, LINGKUNGAN KERJA DAN KARAKTERISTIK INDIVIDU TERHADAP KINERJA PERAWAT DENGAN MOTIVASI DAN KEPUASAN KERJA SEBAGAI VARIABEL INTERVENING

( Survey pada Perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Umbu Rara Meha Waingapu)

RAMBU NGGADI MAY NPM 241120018

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui besarnya pengaruh budaya organisasional, lingkungan kerja dan karakteristik individu terhadap motivasi kerja, besarnya pengaruh motivasi kerja terhadap kepuasan kerja, serta besarnya pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Umbu Rara Meha Waingapu.

Sampel penelitian ini ditujukan pada 107 orang perawat RSUD Umbu Rara Meha Waingapu. Metode analisis yang digunakan adalah Structural Equation Model (SEM) dengan serangkaian pengujian menggunakan program Amos. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel budaya organisasional, lingkungan kerja dan karakteristik individu berpengaruh signifikan terhadap motivasi kerja perawat. Motivasi kerja berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja perawat. Kepuasan kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja perawat.

Manfaat dari penelitian ini adalah dengan adanya informasi ilmiah mengenai pengaruh budaya organisasional, lingkungan kerja, karakteristi individu terhadap motivasi kerja, pengaruh motivasi kerja terhadap kepuasan kerja, serta pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja perawat RSUD Umbu Rara Meha

Waingapu, dapat dijadikan masukan bagi pengambil kebijakan dalam upaya pengembangan Rumah Sakit ini.

A. Latar Belakang

Setiap perusahaan baik perusahaan jasa maupun manufaktur memiliki beberapa tanggung jawab yaitu tanggung jawab terhadap dirinya sendiri, tanggung jawab terhadap konsumennya dan tanggung jawab terhadap lingkungan sekitar tempat perusahaan beroperasi. Untuk dapat memenuhi tanggung jawabnya suatu perusahaan harus dapat beroperasi dengan baik, dan memastikan seluruh komponen yang terlibat dalam kegiatan operasional perusahaan harus berjalan sesuai fungsinya. Komponen yang paling besar pengaruhnya adalah sumber daya manusianya. Perusahaan harus mampu mengelola dan mengoptimalkan kerja sumber dayanya agar dapat mencapai produktifitas yang optimal pula.

Bagi perusahaan jasa, pelayanan yang baik adalah kunci utama keberhasilannya. Rumah sakit merupakan suatu perusahaan jasa pelayanan dalam bidang kesehatan. Rumah sakit terdiri atas rumah sakit milik pemerintah dan rumah sakit milik swasta. Jika dilihat dari pelayanan maupun kelengkapan peralatan medis serta fasilitas penunjang lainnya, rumah sakit pemerintah berbanding terbalik dengan rumah sakit swasta yang tampak jelas sangat bersaing dan kompetitif. Hal ini setimpal dengan harga berobat di rumah sakit swasta yang cenderung mahal karena orientasinya terletak pada profit yang harus optimal. Hal ini menjadi berat bagi masyarakat di negara kita yang sebagian besar memiliki perekonomian menengah ke bawah sehingga sebagian besar lebih memilih berobat ke rumah sakit pemerintah.

Berobat ke rumah sakit pemerintah tidak membutuhkan biaya yang besar seperti ketika kita berobat ke rumah sakit swasta, apalagi didukung dengan adanya program jaminan kesehatan dari pemerintah. Ini sudah cukup menggambarkan banyaknya pasien yang harus dtangani oleh petugas sehingga kemungkinan berpotensi menurunkan kualitas pelayanan mereka serta berimbas pada menurunya kualitas pelayanan rumah sakit pada umumnya.

Dalam bekerja setiap orang dipengaruhi oleh berbagai faktor dari dalam diri sendiri seperti kemampuan, motivasi diri dan komitmen dalam menyelesaikan pekerjaan. Serta dipengaruhi juga oleh faktor-faktor dari luar seperti lingkungan fisik tempatnya bekerja, hubungan dengan atasan, hubungan antara sesama rekan kerja maupun dengan bawahan. Hal-hal seperti ini dapat menjadi suatu kebiasaan yang terjadi berulang-ulang dalam waktu yang lama kemudian menjadi suatu budaya yang melekat sehingga akan sangat sulit untuk dihilangkan. Oleh karena itu sangat penting untuk meminimalkan atau secara perlahan menghilangkan budaya yang kurang mendukung kinerja organisasi.

Perawat di RSUD Umbu Rara Meha Waingapu didominasi oleh tenaga kerja perempuan, serta merupakan tenaga medis yang memiliki jumlah terbanyak dibanding tenaga medis lainnya. Perawat memiliki kontak terlama dengan pasien. biasanya berhubungan dengan pasien pada saat pemeriksaan sampai pada saat pasien dirawat inap dan jika pasien sudah dirawat dirumah sakit perawat akan berhubungan dengan pasien 24 jam.

Beban kerja yang semakin berat manakala waktu istirahat mereka harus dibalik ketika mendapat giliran kerja pada malam hari dan beristirahat pada siang harinya. Khususnya bagi mereka para perawat yang juga sekaligus seorang ibu rumah tangga yang harus membagi waktunya sedemikian rupa agar tugas kerjanya di kantor tetap terlaksana dan kewajibannya sebagai ibu rumah tangga pun tidak terbengkalai. Mereka membutuhkan dukungan yang kuat dari pihak rumah sakit yakni manajemennya agar mampu melaksanakan pekerjaannya dengan baik.

Ini menjadi tantangan bagi pihak manajemen RSUD Umbu Rara Meha untuk tetap menjaga kinerja para perawatnya tetap baik yaitu dengan memperhatikan faktor-faktor budaya, lingkungan kerja yang aman, nyaman dan sehat, serta karakteristik individu pegawainya yang mendorong tinggi rendahnya motivasi dan kepuasan kerja serta mempengaruhi kinerja organisasi.

Meskipun lingkungan kerja tidak secara langsung memberikan output yang nyata bagi organisasi namun mampu mempengaruhi karyawannya secara langsung. Dalam bekerja karyawan harus didukung lingkungan kerja yang aman, nyaman, sarana prasarana yang memadai serta terjalin hubungan yang baik antar bawahan dengan atasan maupun antar sesama rekan kerja sehingga pekerjaan yang dilaksanakan dapat terselesaikan dengan baik. Tugas tenaga kerja medis pastinya membawa tekanan yang lebih besar dibandingkan dengan tenaga kerja lain seperti pegawai bank, guru, dan lain-lain. Tekanan ini seharusnya dapat diminimalkan dengan adanya pemutaran musik dengan nada yang lembut yang memiliki efek merelaksasi, namun hal ini belum menjadi perhatian bagi pihak manajemen RSUD Umbu Rara Meha.

Langkah lain yang dapat ditempuh manajemen RSUD Umbu Rara Meha dalam rangka menciptakan kualitas tenaga kerja yang lebih baik yaitu pimpinan harus tahu betul karakter setiap bawahannya sehingga dapat mengambil keputusan yang tepat ketika menghadapi masing-masing karyawan saat terjadi permasalahan. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan perasaan positif dalam diri karyawan yang akan mewujudkan kinerja yang lebih baik.

B. Tinjauan Pustaka

1. Budaya Organisasional

Setiap organisasi memiliki budaya organisasional yang berfungsi untuk membentuk aturan atau pedoman dalam berfikir dan bertindak dalam mencapai tujuan yang ditetapkan. Budaya sangat penting peranannya dalam menciptkan lingkungan kerja yang baik. Adanya budaya baik yang tercipta dalam suatu perusahaan akan menciptakan lingkungan kerja yang kondusif sehingga tercapai motivasi dan kepuasan kerja yang tinggi bagi karyawan yang akhirnya akan menghasilkan kinerja yang baik pula. Budaya organisasional merupakan falsafah, ideologi, nilai-nilai, anggapan, keyakinan, harapan, sikap, dan norma-norma yang

di miliki secara bersama dan mengikat dalam komunitas tertentu (Gibson, 2006). Dikemukakan juga oleh (Koesmono, 2005) bahwa budaya, motivasi dan kepuasan kerja berpengaruh terhadap kinerja baik secara langsung maupun tidak langsung. Individu dalam suatu organisasi dapat menjadi faktor yang mempengaruhi terbentuknya citra baik atau buruk bagi organisasi. Budaya baik yang kuat dan melekat dalam tubuh organisasi terbentuk dari visi maupun gaya dari pendirinya, ini sangat dibutuhkan dan harus dijaga untuk mengatur dan memberi pedoman bagi anggotanya khususnya bagi pendatang baru atau yang baru direkrut sehingga siklus hidup organisasi dapat dipertahan dan ditingkatkan. Budaya organisasional diartikan sebagai suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi itu sendiri dengan organisasi lain (Robbins, 1998).

Pengertian lain budaya organisasional menurut para ahli yaitu budaya organisasioal itu didasarkan pada suatu konsep bangunan pada tiga tingkatan, yaitu tingkatan asumsi dasar ( Basic Assumption ), tingkatan nilai ( value ), tingkatan artifact (sesuatu yang ditinggalkan). Tingkatan asumsi dasar itu merupakan hubungan manusia dengan apa yang ada dilingkungannya, alam, tumbuh-tumbuhan, binatang, manusia dan hubungan itu sendiri. Tingkatan asumsi dasar dapat diartikan suatu filosofi, yaitu sesuatu yang tidak dapat dilihat oleh mata tetapi ditanggung bahwa itu ada. Tingkatan value dalam hubungannya dengan perbuatan atau tingkah laku dapat diukur (dites) melalui perubahan-perubahan atau konsensus sosial. Sedangkan artifact adalah sesuatu yang dapat dilihat tetapi sulit untuk ditirukan, dapat dalam bentuk teknologi, seni, atau sesuatu yang dapat didengar (Schein, 1991).

Dalam beradaptasi dengan lingkungan eksternal dan mempertahankan hidupnya serta dalam melakukan interaksi internal, budaya melakukan sejumlah fungsi untuk mengatasi permasalahan anggota organisasi untuk beradaptasi dengan lingkungan eksternalnya Dalam beradaptasi dengan lingkungan eksternal dan mempertahankan hidupnya serta dalam melakukan interaksi internal, budaya melakukan sejumlah fungsi untuk mengatasi permasalahan anggota organisasi untuk beradaptasi dengan lingkungan eksternalnya

Adapun proses terbentuknya budaya organisasional dan pengaruhnya terhadap kepuasan kerja dan kinerja yang ditunjukkan pada gambar dibawah ini :

Faktor objektif :  Inovasi dan

pengambilan Kekuatan Kinerja risiko

Tinggi

 Perhatian pada

detail Dipersepsi

 Orientasi pada Budaya s

sebagai

Organisasi-

hasil  Orientasi pada onal

orang  Orientasi pada Kekuatan

Kepuasan

tim Rendah

 Keagresifan  Stabilitas

Gambar 1. Proses Terbentuknya Budaya Organisasional

Sumber: Robbins, 1998

Meskipun bukan merupakan aturan tertulis yang apabila dilanggar akan langsung dikenakan sanksi sesuai dengan yang telah diatur bersama namun budaya memiliki andil dalam menentukan sikap dan perilaku bagi pemiliknya, sehingga tampak bahwa budaya organisasional sangatlah penting dan harus dipertahankan.

Budaya organisasional diukur dengan tujuh karakteristik utama yang secara keseluruhan merupakan hakikat budaya sebuah organisasional (Robbins, 1998):

1. Inovasi dan keberanian mengambil risiko. Sejauh mana karyawan didorong untuk bersikap lebih inovatif dan berani mengambil risiko.Perhatian pada hal-hal rinci. Sejauh mana karyawan diharapakan menjalankan presisi, analisis, dan perhatian pada ha-hal detail.

2. Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen berfokus lebih pada hasil ketimbang pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut.

3. Orientasi orang. Sejauh mana keputusan-keputusan manajemen mempertimbangkan efek dari hasil tersebut atas orang yang ada dalam organisasi.

4. Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja diorganisasikan pada tim ketimbang pada individu-individu.

5. Keagresifan. Sejauh mana orang bersikap agresif dan kompetitif ketimbang santai.

6. Stabilitas. Sejauh mana kegiatan-kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo dalam perbandingannya dengan pertumbuhan.

Budaya organisasional juga dapat mempersatukan keragaman individu dalam suatu organisasi. Berikut sejumlah fungsi budaya organisasional (Robbins, 1998):

1. Berperan sebagai penentu batas-batas artinya budaya menciptakan perbedaan atau distingsi antara satu organisasi dengan organisasi lainnya.

2. Memberikan identitas bagi anggota organisasi.

3. Budaya memfasilitasi lahirnya komitmen terhadap sesuatu yang lebih besar dari pada kepentingan individu.

4. Budaya meningkatkan stabilitas sistem sosial, budaya adalah perekat sosial yang membantu menyatukan organisasi dengan cara menyediakan standar mengenai apa yang sebaiknya dikatakan dan dilakukan karyawan. Terakhir budaya bertindak sebagai mekanisme sense-making serta kendali yang menuntun dan membentuk sikap dan perilaku karyawan.

2. Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja mencakup seluruh dimensi yang terkait dalam suatu organisasi, yang berarti lingkungan kerja bisa manusianya sebagai pelaku, bisa alatnya juga bisa tempatnya, udara sekitar, ataupun organisasi itu sendiri. Lingkungan kerja adalah sarana dan prasaranan yang ada di tempat karyawan bekerja dan dapat mempengaruhi karyawan di dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan (Triguno 1999).

Adanya sarana dan prasarana kerja yang memadai sesuai dengan sifat tugas yang harus diselesaikan merupakan kondisi kerja yang kondusif (Siagian, 2004). Lingkungan kerja masih erat kaitannya dengan budaya organisasional karena budaya yang baik akan menciptakan lingkungan kerja yang kondusif.

Bagi anggota organisasi atau karyawan suatu lingkungan kerja yang baik akan sangat membantu mereka dalam melaksanakan tugas kerjanya. Hal ini penting bagi organisasi untuk menciptakan dan atau mempertahankan lingkungan kerja yang baik yang nantinya diharapkan mampu memotivasi karyawannya dalam bekerja demi terwujudnya pencapaian tujuan yang maksimal bagi organisasi.

Organisasi berkewajiban untuk memenuhi hak-hak karyawannya. Beberapa hak karyawan tertuang dalam lingkungan kerja yang baik seperti tempat kerja yang bersih, dan nyaman, perlakuan yang baik antar rekan sekerja maupun oleh atasan, dan lain-lain.

Secara garis besar, jenis lingkungan kerja terbagi menjadi 2 yakni lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja non fisik (Sedarmayanti 2001):

1. Lingkungan Kerja Fisik Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat di sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi karyawan baik secara langsung maupun scara tidak langsung. Lingkungan kerja fisik kemudian dibagi dalam dua kategori, yakni: (a) Lingkungan yang langsung berhubungan dengan karyawan (Seperti: pusat kerja, kursi, meja dan sebagainya). (b) Lingkungan kerja perantara atau lingkungan umum dapat juga disebut lingkungan kerja yang mempengaruhi kondisi manusia, misalnya: temperatur, kelembaban, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau tidak sedap, warna, dan lain-lain.

2. Lingkungan kerja non fisik Lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik dengan atasan maupun dengan sesama rekan kerja ataupun hubungan dengan bawahan. Lingkungan kerja non fisik ini tidak bisa dikesampingkan dan sama pentingnya dengan lingkungan kerja fisik. Perusahaan hendaknya dapat mencerminkan kondisi yang mendukung kerja sama antara tingkat atasan, bawahan, maupun yang memiliki status jabatan yang sama diperusahaan. Kondisi yang hendaknya diciptakan adalah suasana kekeluargaan, komunikasi yang baik dan pengendalian diri (Nitisemito, 2001).

Berikut ini uraian beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terbentuknya suatu kondisi lingkungan kerja dikaitkan dengan kemampuan karyawan, diantaranya adalah (Sedarmayanti, 2001):

1. Penerangan/Cahaya di Tempat Kerja Cahaya atau penerangan sangat besar manfaatnya bagi karyawan guna mendapat keselamatan dan kelancaran kerja. Oleh sebab itu perlu diperhatikan adanya penerangan (cahaya) yang terang tetapi tidak menyilaukan. Cahaya yang kurang jelas, 1. Penerangan/Cahaya di Tempat Kerja Cahaya atau penerangan sangat besar manfaatnya bagi karyawan guna mendapat keselamatan dan kelancaran kerja. Oleh sebab itu perlu diperhatikan adanya penerangan (cahaya) yang terang tetapi tidak menyilaukan. Cahaya yang kurang jelas,

2. Temperatur di Tempat Kerja Dalam keadaan normal, tiap anggota tubuh manusia mempunyai temperatur berbeda. Tubuh manusia selalu berusaha untuk mempertahankan keadaan normal, dengan suatu sistem tubuh yang sempurna sehingga dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di luar tubuh. Tetapi kemampuan untuk menyesuaikan diri tersebut ada batasnya, yaitu bahwa tubuh manusia masih dapat menyesuaikan dirinya dengan temperatur luar jika perubahan temperatur luar tubuh tidak lebih dari 20% untuk kondisi panas dan 35% untuk kondisi dingin, dari keadaan normal tubuh. Menurut hasil penelitian, untuk berbagai tingkat temperatur akan memberi pengaruh yang berbeda. Keadaan tersebut tidak mutlak berlaku bagi setiap karyawan karena kemampuan beradaptasi tiap karyawan berbeda, tergantung di daerah bagaimana karyawan dapat hidup.

3. Kelembaban di Tempat Kerja Kelembaban adalah banyaknya air yang terkandung dalam udara, biasa dinyatakan dalam persentase. Kelembaban ini berhubungan atau dipengaruhi oleh temperature udara, dan secara bersama-sama antara temperatur, kelembaban, kecepatan udara bergerak dan radiasi panas dari udara tersebut akan mempengaruhi keadaan tubuh manusia pada saat menerima atau melepaskan panas dari tubuhnya. Suatu keadaan dengan temperatur udara sangat panas dan kelembaban tinggi, akan menimbulkan pengurangan panas dari tubuh secara besar-besaran, karena sistem penguapan. Pengaruh lain adalah makin cepatnya denyut jantung karena makin aktifnya peredaran darah untuk memenuhi kebutuhan 3. Kelembaban di Tempat Kerja Kelembaban adalah banyaknya air yang terkandung dalam udara, biasa dinyatakan dalam persentase. Kelembaban ini berhubungan atau dipengaruhi oleh temperature udara, dan secara bersama-sama antara temperatur, kelembaban, kecepatan udara bergerak dan radiasi panas dari udara tersebut akan mempengaruhi keadaan tubuh manusia pada saat menerima atau melepaskan panas dari tubuhnya. Suatu keadaan dengan temperatur udara sangat panas dan kelembaban tinggi, akan menimbulkan pengurangan panas dari tubuh secara besar-besaran, karena sistem penguapan. Pengaruh lain adalah makin cepatnya denyut jantung karena makin aktifnya peredaran darah untuk memenuhi kebutuhan

4. Sirkulasi Udara di Tempat Kerja Oksigen merupakan gas yang dibutuhkan oleh mahluk hidup untuk menjaga kelangsungan hidup, yaitu untuk proses metaboliasme. Udara di sekitar dikatakan kotor apabila kadar oksigen, dalam udara tersebut telah berkurang dan telah bercampur dengan gas atau bau-bauan yang berbahaya bagi kesehatan tubuh. Sumber utama adanya udara segar adalah adanya tanaman di sekitar tempat kerja. Tanaman merupakan penghasil oksigen yang dibutuhkan olah manusia. Dengan cukupnya oksigen di sekitar tempat kerja, ditambah dengan pengaruh secara psikologis akibat adanya tanaman di sekitar tempat kerja, keduanya akan memberikan kesejukan dan kesegaran pada jasmani. Rasa sejuk dan segar selama bekerja akan membantu mempercepat pemulihan tubuh akibat lelah setelah bekerja.

5. Kebisingan di Tempat Kerja Salah satu polusi yang cukup menyibukkan para pakar untuk mengatasinya adalah kebisingan, yaitu bunyi yang tidak dikehendaki oleh telinga. Tidak dikehendaki, karena terutama dalam jangka panjang bunyi tersebut dapat mengganggu ketenangan bekerja, merusak pendengaran, dan menimbulkan kesalahan komunikasi, bahkan menurut penelitian, kebisingan yang serius bias menyebabkan kematian. Karena pekerjaan membutuhkan konsentrasi, maka suara bising hendaknya dihindarkan agar pelaksanaan pekerjaan dapat dilakukan dengan efisien sehingga produktivitas kerja meningkat. Ada tiga aspek yang menentukan kualitas suatu bunyi, yang bisa menentuikan tingkat gangguan terhadap manusia, yaitu : (a) Lamanya kebisingan, (b) Intensitas kebisingan, (c) Frekwensi kebisingan 5. Kebisingan di Tempat Kerja Salah satu polusi yang cukup menyibukkan para pakar untuk mengatasinya adalah kebisingan, yaitu bunyi yang tidak dikehendaki oleh telinga. Tidak dikehendaki, karena terutama dalam jangka panjang bunyi tersebut dapat mengganggu ketenangan bekerja, merusak pendengaran, dan menimbulkan kesalahan komunikasi, bahkan menurut penelitian, kebisingan yang serius bias menyebabkan kematian. Karena pekerjaan membutuhkan konsentrasi, maka suara bising hendaknya dihindarkan agar pelaksanaan pekerjaan dapat dilakukan dengan efisien sehingga produktivitas kerja meningkat. Ada tiga aspek yang menentukan kualitas suatu bunyi, yang bisa menentuikan tingkat gangguan terhadap manusia, yaitu : (a) Lamanya kebisingan, (b) Intensitas kebisingan, (c) Frekwensi kebisingan

6. Getaran Mekanis di Tempat Kerja Getaran mekanis artinya getaran yang ditimbulkan oleh alat mekanis, yang sebagian dari getaran ini sampai ke tubuh karyawan dan dapat menimbulkan akibat yang tidak diinginkan. Getaran mekanis pada umumnya sangat menggangu tubuh karena ketidak teraturannya, baik tidak teratur dalam intensitas maupun frekwensinya. Gangguan terbesar terhadap suatu alat dalam tubuh terdapat apabila frekwensi alam ini beresonansi dengan frekwensi dari getaran mekanis. Secara umum getaran mekanis dapat mengganggu tubuh dalam hal : (a) Kosentrasi bekerja, (b) Datangnya kelelahan, (c) Timbulnya beberapa penyakit, diantaranya karena gangguan terhadap : mata,syaraf, peredaran darah, otot, tulang, dan lain,lain.

7. Bau-bauan di Tempat Kerja Adanya bau-bauan di sekitar tempat kerja dapat dianggap sebagai pencemaran, karena dapat menganggu konsentrasi bekerja, dan bau-bauan yang terjadi terus menerus dapat mempengaruhi

kepekaan penciuman. Pemakaian “air condition” yang tepat merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk

menghilangkan bau-bauan yang menganggu di sekitar tempat kerja.

8. Tata Warna di Tempat Kerja Menata warna di tempat kerja perlu dipelajari dan direncanakan dengan sebaik- baiknya. Pada kenyataannya tata warna tidak dapat dipisahkan dengan penataan dekorasi. Hal ini dapat dimaklumi karena warna mempunyai pengaruh besar terhadap perasaan. Sifat dan pengaruh warna kadang-kadang menimbulkan rasa senang, sedih, dan lain-lain, karena dalam sifat warna dapat merangsang perasaan manusia.

9. Dekorasi di Tempat Kerja Dekorasi ada hubungannya dengan tata warna yang baik, karena itu dekorasi tidak hanya berkaitan dengan hasil ruang kerja saja tetapi berkaitan juga dengan cara mengatur tata letak, tata warna, perlengkapan, dan lainnya untuk bekerja.

10. Musik di Tempat Kerja Menurut para pakar, musik yang nadanya lembut sesuai dengan suasana, waktu dan tempat dapat membangkitkan dan merangsang karyawan untuk bekerja. Oleh karena itu lagu-lagu perlu dipilih dengan selektif untuk dikumandangkan di tempat kerja. Tidak sesuainya musik yang diperdengarkan di tempat kerja akan mengganggu konsentrasi kerja.

11. Keamanan di Tempat Kerja Guna menjaga tempat dan kondisi lingkungan kerja tetap dalam keadaan aman maka perlu diperhatikan adanya keberadaannya. Salah satu upaya untuk menjaga keamanan di tempat kerja, dapat memanfaatkan tenaga Satuan Petugas Keamanan (SATPAM).

3. Karakteristik Individu

Organisasi sebagai unit sosial yang dengan sengaja dikelola, terdiri atas dua orang atau lebih, yang berfungsi secara realtif terus menerus untuk mencapai satu sasaran atau serangkaian sasaran bersama. Karakteristik individu didefinisikan sebagai orang yang beraktualisasi diri mengenai: Kemampuan mempersepsi orang dan kejadian-kejadian dengan akurat, kemampuan melepaskan diri sendiri dari kekalutan kehidupan, orientasi masalah tugas, kemampuan untuk memperoleh kepuasan pribadi dari pengembangan pribadi dalam melakukan suatu hal yang berharga, kapasitas untuk mencintai dan mengalami kehidupan dengan cara yang sangat mendalam, ketertarikan pada tujuan apa yang Organisasi sebagai unit sosial yang dengan sengaja dikelola, terdiri atas dua orang atau lebih, yang berfungsi secara realtif terus menerus untuk mencapai satu sasaran atau serangkaian sasaran bersama. Karakteristik individu didefinisikan sebagai orang yang beraktualisasi diri mengenai: Kemampuan mempersepsi orang dan kejadian-kejadian dengan akurat, kemampuan melepaskan diri sendiri dari kekalutan kehidupan, orientasi masalah tugas, kemampuan untuk memperoleh kepuasan pribadi dari pengembangan pribadi dalam melakukan suatu hal yang berharga, kapasitas untuk mencintai dan mengalami kehidupan dengan cara yang sangat mendalam, ketertarikan pada tujuan apa yang

Sebagai Sumber Daya yang terpenting, manusia menjadi perhatian khusus bagi para manajer dalam memberikan treatment . Untuk memberikan perlakuan manajer perlu mengenal dengan baik karakter setiap masing-masing individu karyawannya yaitu dengan mengenali latar belakangnya, mempelajari ciri-ciri emosi setiap karyawan, dan lain lain. Berkaitan dengan karakteristik individu, bahwa individu membawa kedalam tatanan organisasi, kemampuan, kepercayaan pribadi, pengharapan kebutuhan dan pengalaman masa lalunya. Karakteristik individu yang berbeda-beda ini dibawa kedalam dunia kerja sehingga motivasi tiap individu juga bervariasi.

Ada empat karakteristik individu yang mempengaruhi bagaimana orang-orang membuat pilihan karir (Mathis, 2002).

1. Minat, orang cenderung mengejar karir yang mereka yakini cocok dengan minat mereka.

2. Jati diri, karir merupakan perpanjangan dari jati diri seseorang juga hal yang membentuk jati diri.

3. Kepribadian, faktor ini mencakup orientasi pribadi karyawan ( sebagai contoh karyawan bersifat realistis, menyenangkan dn artistic) dan kebutuhan individual, latihan, kekuasaan dan kebutuhan prestasi.

4. Latar berlakang sosial, status ekonomi dan tujuan pendidikan pekerjaan orang tua karyawan merupakan faktor yang berfungsi dalam kategori.

Dalam bekerja masing-masing individu memiliki motivasi yang berbeda-beda yang dipengaruhi oleh berbagai faktor internal dan eksternal, ini akan membedakan sejauh mana mereka dapat meraih prestasi kerjanya. Variabel ditingkat individu meliputi karakteristik biografis, kemampuan, kepribadian dan pembelajaran. Sedangkan karakteristik biografis meliputi: usia, jenis kelamin, status perkawinan, banyaknya tanggungan dan masa kerja suatu organisasi dari karyawan itu Dalam bekerja masing-masing individu memiliki motivasi yang berbeda-beda yang dipengaruhi oleh berbagai faktor internal dan eksternal, ini akan membedakan sejauh mana mereka dapat meraih prestasi kerjanya. Variabel ditingkat individu meliputi karakteristik biografis, kemampuan, kepribadian dan pembelajaran. Sedangkan karakteristik biografis meliputi: usia, jenis kelamin, status perkawinan, banyaknya tanggungan dan masa kerja suatu organisasi dari karyawan itu

Sumber yang menyebabkan perbedaan individu di dalam bekerja meliputi faktor fisik dan psikis. Faktor fisik terdiri atas bentuk tubuh, tarap kesehatan fisik dan kemampuan panca indera. Perbedaaan lain adalah faktor psikis meliputi inteligensia, bakat, kepribadian dan edukasi atau tingkat pendidikan (As”ad, 1999). Sementara Sujak (1990) mengemukakan karakteristik individu meliputi (1) kebutuhan, (2) sikap, (3) nilai, (4) minat. Variabel individu diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu (1) kemampuan dan ketrampilan fisik dan mental, (2) demografis seperti jenis kelamin, usia dan ras, (3) latar belakang seperti keluarga, kelas sosial dan pengalaman. Sedangkan Hellierigel dan Slocum (1996) mengklasifikasin karakteristik individu, yaitu (1) kemampuan, (2) nilai, (3) sikap, dan (4) minat.

Dari pendapat diatas maka penelitian ini akan diukur dengan berdasarkan kemampuan, nilai, sikap, dan minat, dengan penjelasan sebagai berikut:

a. Kemampuan ( ability ) Kemampuan ( ability ) adalah kapasitas seseorang individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan (Robbins, 1998). Setiap orang mempunyai kekuatan dan kelemahan dalam kemampuan dan hal itu yang membuatnya unggul atau asor dibandingkan dengan orang lain dalam melakukan tugas-tugas atau kegiatan tertentu. Perbedaan dalam kemampuan ini akan berpengaruh terhadap kepuasan kerja serta kinerja individu. Selanjutnya dijelaskan bahwa kemampuan merupakan sifat (bawahan atau dipelajari) yang memunginkan seseorang melakukan pekerjaan baik mental atau fisik.

b. Nilai ( value ) Nilai menjadi dasar pemahaman sikap dan motivasi individu, dan berpengaruh terhadap persepsi diri kita. Nilai memuat elemen pertimbangan yang membawa ide-ide seorang individu mengenai hal- b. Nilai ( value ) Nilai menjadi dasar pemahaman sikap dan motivasi individu, dan berpengaruh terhadap persepsi diri kita. Nilai memuat elemen pertimbangan yang membawa ide-ide seorang individu mengenai hal-

Setiap dari kita memiliki hierarki nilai yang membentuk sistem nilai kita. Sistem nilai ini diidentifikasikan oleh kepentingan relatif yang kita tentukan untuk nilai seperti kebebasan, kesenangan, harga diri, kejujuran, kepatuhan dan persamaan. Sebagian besar nilai seseorang ditentukan secara genetis, sedang sisanya disebabkan faktor-faktor budaya, orang tua, guru, teman dan lingkungan (Robbins, 1998).

Memahami sisten nilai yang dianut seseorang merupakan hal yang sangat penting bagi seorang manager, karena pemahaman ini sesungguhnya meletakkan dasar yang kuat untuk dapat mengerti sikap, motivasi dan persepsi bawahannya (siagian, 2000). Selanjutnya siagian menyatakan bahwa sumber utama sistem nilai adalah (1) diri seseorang, (2) orang tua, (3) guru dan (4) teman.

c. Sikap ( attitude) Sikap ( attitude ) adalah pernyataan evaluatif, baik yang menyenagkan maupun tidak menyenangkan terhadap objek, individu atau peristiwa. Hal ini mencerminkan bagaimana perasaan seseorang tentang sesuatu. Untuk benar-benar memahami sikap kita harus mempertimbangkan karakteristik fundamental mereka (Robbins, 1998). Selanjutnya sikap terdiri dari tiga komponen yaitu (Robbins, 1998):

1. Komponen kognitif, yaitu segmen opini atau keyakinan dari sikap

2. Komponen afektif, yaitu segmen emosional atau perasaan dari sikap

3. Komponen perilaku, yaitu niat untuk berperilaku dalam cara tertentu terhadap seseorang atau sesuatu.

d. Minat ( interest ) Minat ( interest ) adalah kecenderungan seseorang terkonsentrasi dalam satuan pengalaman/aktivitas tertentu dan kecenderungan untuk bersedia mengembangan diri atau melanjutkan. Pola-pola minat seseorang merupakan salah satu faktor yang menentukan kesesuaian orang dengan pekerjaannya. Minat orang dengan pekerjaanya berbeda-beda. Ada orang yang mempunyai kecenderungan terhadap aktivitas yang bersifat rutin, konkrit dan terorganisir. Ada pula orang mempunyai kecenderungan terhadap aktivitas yang melibatkan orang lain dan ada pula orang yang selalu berpindah aktivitas karena lebih menyukai tantangan dan menjanjikan penghargaan yang lebih tinggi.

Minat mempunyai kaitan erat dengan sikap dan perilaku. Minat merupakan variabel antara yang menyebabkan terjadinya perilaku dari sesuatu sikap/variabel lainnya (Handoko, 2000). Selanjutnya dinyatakan Handoko (2000) beberapa hal yang perlu diperhatikan pada variabel minat adalah:

1. Minat dianggap sebagai penangkap/perantara faktor-faktor motivasional yang mempunyai dampak pada suatu perilaku.

2. Minat menunjukkan seberapa keras seseorang berani mencoba.

3. Minat juga menunjukkan seberapa banyak upaya direncanakan seseorang untuk dilakukan

4. Minat adalah paling dekat berhubungan dengan perilaku selanjutnya. Dilihat dalam hubungannya dengan perilaku, minat dapat

dikatakan sebagai hal yang mendasari perilaku. Minat merupakan aspek psikologis yang berpengaruh besar pada sikap dan perilaku.

4. Motivasi Kerja

Motivasi adalah kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi beberapa kebutuhan individual (Robbins, 2001). Setiap organisasi tentunya menginginkan semua karyawannya selalu memberikan kinerja yang baik dan pencapaian organisasi sebisa mungkin dapat maksimal. Akan tetapi manusia tetaplah manusia yang memiliki keterbatasan yang membuat semangat kerjanya tidak selalu pada titik optimal. Hal ini bisa dipengaruhi oleh banyak faktor baik yang dari luar (rekan kerja, kebijakan organisasi tempat ia bekerja, dan lain lain) maupun dari dalam diri sendiri ( masalah keluarga, kondisi tubuh, dan lain lain).

Harapan akan kinerja yang tinggi dari karyawan oleh organisasi harus didahului dengan pemenuhan kebutuhan yang menjadi hak para karyawan sehingga didapatkan kepuasan yang mampu memunculkan semangat kerja yang tinggi. Sebaliknya apabila harapan organisasi tersebut tidak diikuti dengan pelaksanaan kewajibannya terhadap karyawannya akan menjadi penyebab menurunnya minat kerja karyawan yang berimbas pada menurunnya kinerja organisasi. Motivasi didefinisikan sebagai suatu proses menghasilkan, arah, dan ketekunan individual dalam usaha untuk mencapai suatu tujuan. Suatu kebutuhan ( need ), berarti suatu kekurangan secara fisik atau psikologis yang membuat keluaran tertentu terlihat menarik. Selanjutnya dikatakan bahwa suatu kebutuhan yang tidak terpenuhi akan menciptakan ketegangan, sehingga merangsang dorongan dalam diri individu. Dorongan-dorongan inilah yang menghasilkan suatu pencarian untuk menemukan tujuan- tujuan tertentu, yang jika tercapai akan memuaskan kebutuhan dan menyebabkan penurunan ketegangan (Robbins, 2001).

Motivasi didefinisikan sebagai satu proses yang menghasilkan suatu intensitas, arah, dan ketekunan individual dalam usaha untuk mencapai satu tujuan (Robbins, 2001). Suatu organisasi dalam Motivasi didefinisikan sebagai satu proses yang menghasilkan suatu intensitas, arah, dan ketekunan individual dalam usaha untuk mencapai satu tujuan (Robbins, 2001). Suatu organisasi dalam

Tujuan motivasi adalah sebagai berikut (Hasibuan, 2005):

1. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan

2. Meningkatkan produktifitas kerja karyawan

3. Mempertahankan kestabilan karyawan perusahaan

4. Meningkatkan kedisiplinan karyawan

5. Mengefektifan pengadaan karyawan

6. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik

7. Meningkatkan loyalitas, kreatifitas, dan partisipasi karyawan

8. Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan

9. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya

10. Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku. Menurut Herzberg (Siagian, 2002), bahwa karyawan termotivasi untuk bekerja salah satunya disebabkan oleh daya dorong yang timbul dari dalam diri masing –masing karyawan, berupa :

1. Pekerjaan itu sendiri ( the work it self ) yaitu berat ringannya tantangan yang dirasakan tenaga kerja dari pekerjaannya.

2. Kemajuan ( advancement ) yaitu besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja berpeluang maju dalam pekerjaannya seperti naik pangkat.

3. Tanggung jawab ( responsibility ) yaitu besar kecilnya yang dirasakan terhadap tanggung jawab diberikan kepada seorang tenaga kerja.

4. Pengakuan ( recognition ) yaitu besar kecilnya pengakuan yang diberikan kepada tenaga kerja atas hasil kerja.

5. Pencapaian ( achievement ) yaitu besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja mencapai prestasi kerja tinggi.

Beberapa teori- teori motivasi pada zaman dulu yaitu sebagai berikut (Robbins, 1998):

1. Teori hierarki kebutuhan oleh Abraham H. Maslow Teori hierarki kebutuhan oleh Abraham H. Maslow menyatakan bahwa dalam setiap manusia terdapat hierarki dari lima kebutuhan berikut:

a. Fisiologis: meliputi ras lapar, haus, berlindung, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya.

b. Rasa aman: meliputi rasa ingin dilindungi dari bahaya fisik dan emosional.

c. Sosial: meliputi rasa kasih sayang, kepemilikan, penerimaan, dan persahabatan.

d. Penghargaan: meliputi faktor-faktor penghargaan internal seperti hormat diri, otonomi, dan pencapaian, dan faktor-faktor penghargaan eksternal seperti status, pengakuan, dan perhatian.

e. Aktualisasi diri: dorongan untuk menjadi seseorang sesuai kecakapannya meliputi pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang, dan pemenuhan diri sendiri.

Teori kebutuhan maslow telah menerima pengakuan diantara manajer pelaksana karena teori ini logis secara intuitif. Namun, penelitian tidak memperkuat teori ini dan maslow tidak memberikan bukti empiris dan beberapa penelitian yang berusaha mengesahkan teori ini tidak menemukan pendukung yang kuat.

2. Teori X dan teori Y oleh Douglas McGregor Teori X dan teori Y oleh Douglas McGregor mengemukakan dua pandangan nyata mengenai manusia, pandangan pertama pada dasarnya negatif (Teori X), dan yang kedua pada dasarnya positif (Teori Y). setelah mengkaji cara para manajer berhubungan dengan karyawan, McGregor menyimpulkan bahwa pandangan para manajer mengenai sifat manusia didasarkan atas beberapa kelompok asumsi tertentu dan bahwa mereka cenderung membentuk perilaku mereka terhadap karyawan berdasarkan asumsi-asumsi tersebut. Empat asumsi manajer menurut Teori X:

1. Karyawan pada dasarnya tidak menyukai pekerjaan dan, sebisa mungkin berusaha untuk menghindarinya.

2. Karena karyawan tidak menyukai pekerjaan, mereka harus dipaksa, dikendalikan, atau dianca dengan hukuman untuk mencapai tujuan.

3. Karyawan akan menghindari tanggung jawab dan mencari perintah formal bila mungkin.

4. Sebagian karyawan menempatkan keamanan diatas semua faktor lain terkait pekerjaan dan menunjukkan sedikit ambisi. Bertentangan dengan Teori X, McGregor menyebutkan empat asumsi positif yang disebutnya Teori Y:

1. Karyawan menganggap kerja sebagai hal yang menyenangkan, seperti halnya istirahat dan bermain.

2. Karyawan akan berlatih mengendalikan diri dan emosi untuk mencapai berbagai tujuan.

3. Karyawan bersedia belajar untuk menerma, bahkan mencari, tanggung jawab.

4. Karyawan mampu membuat keputusan inovatif yang diedarkan ke seluruh populasi, dan bukan hanya bagi mereka yang menduduki posisi manajemen.

Sejalan dengan teori hierarki kebutuhan, kurang ada dukungan empiris semacam itu untuk Teori X da Teori Y.

3. Teori dua faktor yang disebut juga teori motivasi higiene Teori dua faktor yang disebut juga teori motivasi higiene dikemukakan oleh seorang psikolog bernama Frederick Herzberg. Mengemukakan bahwa penemuannya menunjukkan adanya kesatuan rangkap: Lawan dari “Kepuasan” adalah “Bukan Kepuasan”, dan lawa n dari “Ketidakpuasan” adalah “Bukan Ketidakpuasan”. Menurut Herzberg, faktor-faktor yang menghasilkan kepuasan kerja terpisah dan berbeda dari faktor-faktor yang menimbulkan ketidakpuasan kerja. Sebagai hasilnya, kondisi-kondisi yang melingkungi pekerjaan seperti kualitas pengawasan, imbalan kerja, kebijaksanaan perusahaan, 3. Teori dua faktor yang disebut juga teori motivasi higiene Teori dua faktor yang disebut juga teori motivasi higiene dikemukakan oleh seorang psikolog bernama Frederick Herzberg. Mengemukakan bahwa penemuannya menunjukkan adanya kesatuan rangkap: Lawan dari “Kepuasan” adalah “Bukan Kepuasan”, dan lawa n dari “Ketidakpuasan” adalah “Bukan Ketidakpuasan”. Menurut Herzberg, faktor-faktor yang menghasilkan kepuasan kerja terpisah dan berbeda dari faktor-faktor yang menimbulkan ketidakpuasan kerja. Sebagai hasilnya, kondisi-kondisi yang melingkungi pekerjaan seperti kualitas pengawasan, imbalan kerja, kebijaksanaan perusahaan,

5. Kepuasan Kerja

Kepuasan merupakan respon individual yang berbeda-beda dari setiap karyawan terhadap semua aspek yang berhubungan dengan pekerjaanya. Semakin banyaknya aspek yang sesuai dengan harapan karyawan maka semakin tinggi tingkat kepuasannya. Kepuasan kerja sebagai sikap yang dimiliki para pekerja tentang pekerjaan mereka. Hal itu merupakan hasil persepsi pegawai tentang pekerjaannya (Gibson, 2000).

Kepuasan kerja ( job satisfaction ), dapat didefinisikan sebagai suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi memiliki perasaan-perasaan positif tentang pekerjaan tersebut, sementara seseorang yang tidak puas memiliki perasaan- perasaan yang negatif tentang pekerjaan tersebut. Ketika individu membicarakan sikap karyawan, yang sering dimaksud adalah kepuasan kerja (Robbins, 1998). Ini menjadi tugas penting bagi manajer dalam menentukan kebijakan guna menciptakan kepuasan kerja yang tinggi pada karyawan yang nantinya mampu mendorong kinerja organisasi secara keseluruhan pada titik optimal.

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja adalah (Luthans, 2006):

a. Pembayaran Gaji/Upah

Dalam hal ini pegawai menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang adil, tidak meragukan dan sesuai dengan harapan.

b. Pekerjaan itu sendiri Pegawai cenderung lebih menyukai pekerjaan yang memberi kesempatan untuk menggunakan kemampuan dan keterampilan, kebebasan serta umpan balik.

c. Rekan kerja Interaksi sosial dengan rekan kerja yang menyenangkan dapat meningkatkan kepuasan kerja.

d. Promosi Dengan promosi memungkinkan organisasi untuk mendayagunakan kemampuan dan keahlian pegawai setinggi mungkin.

e. Penyelia (supervisi) Supervisi mempunyai peran penting dalam suatu organisasi karena berhubungan dengan pegawai secara langsung dan mempangaruhi pegawai dalam melakukan pekerjaannya.

Kepuasan tidak hanya berkaitan dengan kondisi pekerjaan. Kepribadian juga memainkan sebuah peran (Robbins, 1998). Hal ini berarti bahwa kepuasan sangat didorong oleh persepsi diri masing-masing karyawan, sehingga harapan akan tingkat kepuasan setiap karyawan berbeda-beda. Jika suatu bayaran dianggap yang tinggi oleh karyawan yang satu, oleh karyawan yang lain kemungkinan tidak dilihat demikian.

Ada konsekuensi ketika karyawan menyukai pekerjaan mereka, dan ada konsekuensi ketika karyawan tidak menyukai pekerjaan mereka. Sebuah kerangka teoritis menunjukkan empat respon akan kerangka tersebut (Robbins, 1998):

1. Keluar ( exit ) Ketidakpuasan dalam bentuk perilaku yang ditunjukkan untuk meninggalkan organisasi, termasuk mencari posisi baru dan mengundurkan diri.

2. Aspirasi ( voice ) Ketidakpuasan yang diungkapkan secara aktif dan konstruktif berusaha memperbaiki

kondisi,

termasuk

menyarankan perbaikan, menyarankan perbaikan,

3. Kesetiaan ( loyalty ) Ketidakpuasan yang diungkapkan secara pasif tetapi optimis menunggu membaiknya kondisi, termasuk membela organisasi ketika berhadapan dengan kecaman eksternal dan memercayai organisasi dan manajemennya untuk melakukan hal yang benar.

4. Pengabaian ( neglect ) Ketidakpuasan diungkapkan secara pasif membiarkan kondisi menjadi lebih buruk, termasuk ketidakhadiran atau keterlambatan yang terus menerus, kurangnya usaha, dan meningkatnya angka kesalahan.

Kerangka ini sangat bermanfaat dalam mempresentasikan konsekuensi yang mungkin terjadi dari ketidakpuasan. Berikut hasil-hasil yang lebih spesifik dari kepuasan dan ketidakpuasan (Robbins, 1998):

1. Kepuasan Kerja dan Kinerja Sebuah tinjauan dari 300 penelitian menunjukkan bahwa korelasi tersebut cukup kuat. Ketika kita pindah dari tingkat individu ke tingkat organisasi, kita juga menemukan dukungan untuk hubungan kepuasan- kinerja. Ketika data produktivitas dan kepuasan secara keseluruhan dikumpulkan untuk organisasi, kita menemukan bahwa organisasi yang mempunyai karyawan yang lebih puas cenderung lebih efektif bila dibandingkan organisasi yang mempunyai karyawan yang kurang puas.

2. Kepuasan Kerja dan OCB ( organizational citizenship behavior ) Karyawan yang puas tampaknya cenderung berbicara secara positif tentang organisasi, membantu individu lain, dan melewati harapan normal dalam pekerjaan mereka. Selain itu karyawan yang puas mungkin lebih mudah berbuat lebih dalam pekerjaan karena mereka ingin merespon pengalaman positif mereka. Bukti terbaru menunjukkan bahwa kepuasan mempengaruhi OCB tetapi melalui persepsi-persepsi keadilan. Terdapat keseluruhan hubungan yang sederhana antara kepuasan kerja dan OCB. Tetapi, kepuasan tidak berkaitan dengan OCB 2. Kepuasan Kerja dan OCB ( organizational citizenship behavior ) Karyawan yang puas tampaknya cenderung berbicara secara positif tentang organisasi, membantu individu lain, dan melewati harapan normal dalam pekerjaan mereka. Selain itu karyawan yang puas mungkin lebih mudah berbuat lebih dalam pekerjaan karena mereka ingin merespon pengalaman positif mereka. Bukti terbaru menunjukkan bahwa kepuasan mempengaruhi OCB tetapi melalui persepsi-persepsi keadilan. Terdapat keseluruhan hubungan yang sederhana antara kepuasan kerja dan OCB. Tetapi, kepuasan tidak berkaitan dengan OCB

3. Kepuasan Kerja dan Kepuasan Pelanggan Karyawan yang puas bisa meningkatkan kepuasan dan kesetiaan pelanggan. Dalam organisasi jasa pemeliharaan dan peningkatan pelanggan sangat bergantung pada bagaimana karyawan garis depan berhubungan dengan pelanggan. Karyawan yang merasa puas cenderung lebih ramah, ceria dan responsif, yang dihargai oleh pelanggan. Karena karyawan yang puas tidak mudah berpindah kerja, pelanggan kemungkina besar menemui wajah-wajah yang familiar dan menerima layanan yang berpengalaman. Kualitas ini membangun kepuasan dan kesetiaan pelanggan. Selain itu hubungan itu tampaknya bisa diterapkan sebaliknya: Pelanggan yang tidak puas bisa meningkatkan ketidakpuasan kerja seorang karyawan. Karyawan yang mempunyai hubungan tetap dengan pelanggan melaporkan bahwa pelanggan yang kasar, tidak mempertimbangkan orang lain, atau menuntut dengan tidak masuk akal memengaruhi kepuasan kerja karyawan.

4. Kepuasan Kerja dan Ketidakhadiran Terdapat suatu hubungan negatif yang konsisten antara kepuasan dan ketidakhadiran, tetapi korelasi tersebut berkisar sedang sampai lemah. Karyawan yang tidak puas cenderung melalaikan pekerjaan, faktor-faktor lain mamiliki pengaruh pada hubungan tersebut dan mengurangi koefisien korelasi.

5. Kepuasan Kerja dan Perputaran Karyawan Kepuasan juga berhubungan secara negatif dengan perputaran karyawan, tetapi korelasi tersebut lebih kuat daripada yang kita ketahui untuk ketidakhadiran. Faktor-faktor lain seperti kondisi pasar tenaga kerja, harapan tentang peluang pekerjaan alternatif, dan lamanya masa

jabatan dengan organisasi merupakan batasan penting tentang keputusan yang aktual untuk meninggalkan pekerjaan seseorang pasa saat ini. Tingkat kinerja karyawan merupakan sebuah pengait penting dari hubungan kepuasan- perputaran karyawan. Tingkat kepuasan tidak begitu penting dalam memprediksi perputaran karyawan untuk pekerja- pekerja ulung. Organisasi biasanya melakukan banyak upaya untuk mempertahankan orang-orang ini. Mereka mendapatkan kenaikan bayaran, pujian, pengakuan, peluang promosi yang meningkat, dan lain- lain. Hal yang sebaliknya cenderung terjadi pada pekerja-pekerja yang tidak baik. Organisasi hanya mengerahkan sedikit usaha untuk memelihara mereka. Bahkan mungkin ada tekanan-tekanan halus untuk mendorong mereka keluar.

6. Kepuasan Kerja dan Perilaku Menyimpang di Tempat kerja Ketidakpuasan kerja memprediksi banyak perilaku khusus,