FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRUKTUR MODAL DALAM PERSPEKTIF PECKING ORDER THEORY PADA PERUSAHAAN FOOD AND BEVERAGE YANG GO PUBLIK DI BURSA EFEK INDONESIA.

(1)

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRUKTUR MODAL

DALAM PERSPEKTIF PECKING ORDER THEORY PADA

PERUSAHAAN FOOD AND BEVERAGE YANG GO

PUBLIK DI BURSA EFEK INDONESIA

S K R I P S I

Oleh:

Noysia Perwitasari

0612010207/FE/EM

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR


(2)

SKRIPSI

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRUKTUR MODAL

DALAM PERSPEKTIF PECKING ORDER THEORY PADA

PERUSAHAAN FOOD AND BEVERAGE YANG GO

PUBLIK DI BURSA EFEK INDONESIA

Yang diajukan

Noysia Perwitasari

0612010207/FE/EM

Telah disetujui untuk diseminarkan oleh :

Pembimbing Utama

Yuniningsih, SE., MSi. Tanggal : ……….

Mengetahui

Ketua Program Studi Manajemen

Drs. Ec. Gendut Sukarno, MSi NIP. 030 191 295


(3)

SKRIPSI

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRUKTUR MODAL

DALAM PERSPEKTIF PECKING ORDER THEORY PADA

PERUSAHAAN FOOD AND BEVERAGE YANG GO

PUBLIK DI BURSA EFEK INDONESIA

Yang diajukan

Noysia Perwitasari

0612010207/FE/EM

Telah disetujui untuk ujian lisan oleh :

Pembimbing Utama

Yuniningsih, SE., MSi. Tanggal : ……….

Mengetahui

Pembantu Dekan I Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Drs. Ec. Saiful Anwar, MSi NIP. 030194437


(4)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Hasil Rekapitulasi Data Olah Untuk Variabel Profitabilitas (X1) Lampiran 2 : Hasil Rekapitulasi Data Olah Untuk Variabel Likuiditas (X2)

Lampiran 3 : Hasil Rekapitulasi D ata Olah Untuk Variabel Ukuran perusahaan (X3)

Lampiran 4 : Hasil Rekapitulasi Data Olah Untuk Variabel Resiko Bisnis (X4) Lampiran 5 : Hasil Rekapitulasi Data O lah Untuk Variabel Growth

Opportunity (X5)

Lampiran 6 : Hasil Rekapitulasi Data Olah Untuk Variabel Struktur Modal (Y) Lampiran 7 : Input Data

Lampiran 8 : Hasil Uji Normaslitas

Lampiran 9 : Hasil Uji Regresi Linier Berganda Lampiran 10 : Hasil Uji Heteroskedastisitas Lampiran 11 : Tabel Durbin Watson

Lampiran 12 : Tabel Distribusi nilai F Lampiran 13 : Tabel Distribusi nilai t


(5)

x

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRUKTUR MODAL DALAM PERSPEKTIF PECKING ORDER THEORY PADA PERUSAHAAN FOOD AND BEVERAGE YANG GO PUBLIK DI BURSA EFEK INDONESIA

Noysia Perwitasari Abstraksi

Pada umumnya kondisi persaingan menuntut setiap perusahaan membaca dengan baik terhadap situasi internalnya baik dibidang pemasaran, produksi, sumber daya manusia dan keuangan. Dalam usaha meningkatkan modal dengan menarik dana dari luar, perusahaan akan mempertimbangkan masalah jumlah dana dan jangka waktu untuk memperolehnya. Struktur modal mencerminkan imbangan antara hutang jangka panjang dan modal sendiri didalam membelanjai aktiva yang ada perlu diperhatikan dengan baik komposisinya. Struktur modal perusahaan erat kaitannya dengan tingkat risiko, dalam perusahaan resiko bisnis akan meningkat jika menggunakan hutang yang tinggi. Hal ini juga akan meningkatkan kemungkinan kabangrutan. Pecking Order Theory

menyatakan bahwa perusahaan lebih cenderung memilih pendanaan yang berasal dari internal dari pada eksternal perusahaan. Salah satu jenis perusahaan yang membutuhkan struktur permodalan yang cukup besar adalah perusahaan food and beverage, khususnya mereka yang bergerak dibidang industri food and beverage, kebutuhan permodalan perusahaan ini cukup besar, terutama untuk kebutuhan investasi yang sifatnya jangka panjang seperti lokasi dan bangunan perusahaan, mesin-mesin produksi maupun untuk membiayai kegiatan produksi itu sendiri. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis apakah profitabilitas, likuiditas, ukuran perusahaan, risiko bisnis dan growth opportunity

berpengaruh terhadap struktur modal

Sampel penelitian ini adalah 7 perusahaan Food and Beverage yang terdaftar pada BEI pada tahun 2000-2008. Teknik analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis yang diajukan adalah Analisis Regresi Linier Berganda untuk mengetahui pengaruhnya.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa Profitabilitas, Likuiditas, dan ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap Struktur Modal pada perusahaan Food and Beverage yang go publik di PT. Bursa Efek Indonesia. Sedangkan Risiko bisnis dan Growth opportunity berpengaruh positif terhadap Struktur Modal pada perusahaan

Food and Beverage yang go publik di PT. Bursa Efek Indonesia.

Keywords: profitabilitas, likuiditas, ukuran perusahaan, risiko bisnis,


(6)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pada umumnya kondisi persaingan menuntut setiap perusahaan membaca dengan baik terhadap situasi internalnya baik dibidang pemasaran, produksi, sumber daya manusia dan keuangan. Hal ini agar perusahaan dapat bertahan dalam situasi yang dihadapi. Perusahaan yang berskala nasional maupun internasional sangat membutuhkan modal yang besar untuk menjaga kelangsungan usahanya.

Dalam usaha meningkatkan modal dengan menarik dana dari luar, perusahaan akan mempertimbangkan masalah jumlah dana dan jangka waktu untuk memperolehnya. Disamping itu jenis dana yang ditarik tidak kalah penting pula untuk jadi pertimbangan. Apakah dana yang ditarik itu berasal dari pinjaman atau modal sendiri (equity). Dalam pengelolaan bidang keuangan, salah satu unsur yang penting adalah kemampuannya memenuhi kebutuhan dana agar kegiatan usaha dapat berkembang. Struktur modal mencerminkan imbangan antara hutang jangka panjang dan modal sendiri didalam membelanjai aktiva yang ada perlu diperhatikan dengan baik komposisinya.

Salah satu keputusan penting yang dihadapi oleh manajer keuangan dalam kaitannya dengan kelangsungan operasi perusahaan adalah keputusan pendanaan atau keputusan struktur modal, yaitu suatu keputusan keuangan


(7)

yang berkaitan dengan komposisi uang, saham preferen dan saham biasa yang harus digunakan oleh perusahaan. Manajer harus mampu menghimpun dana baik yang bersumber dari dalam perusahaan maupun dari luar perusahaan secara efisien, dalam arti keputusan pendanaan tersebut merupakan keputusan pendanaan yang mampu meminimalkan biaya modal yang harus ditanggung oleh perusahaan. Biaya modal yang timbul dari keputusan pendanaan yang dilakukan manajer. Ketika manajer menggunakan hutang, jelas biaya modal yang timbul sebesar biaya bunga yang dibebankan oleh kreditur, sedangkan jika manajer menggunakan dana internal atau dana sendiri akan timbul opportunity cost dari dana atau modal sendiri yang digunakan. Keputusan pendanaan yang dilakukan secara tidak cermat akan menimbulkan biaya tetap dalam bentuk biaya modal yang tinggi, yang selanjutnya dapat berakibat pada rendahnya profitabilitas.

Dalam perspektif manajemen keuangan, tujuan perusahaan adalah memaksimumkan nilai perusahaan, yang juga berarti memaksimumkan kekayaan pemegang saham. Pada sebuah perusahaan yang sudah go public, nilai sebuah perusahaan tercermin pada harga sahamnya yang diperdagangkan di bursa efek. Jika harga saham sebuah perusahaan turun maka nilai perusahaan tersebuut turun kekayaan pemegang sahamnya juga turun. Tujuan memaksimalisasi nilai perusahaan ini harus melandasi semua keputusan yang diambil dalam perusahaan.

Pada umumnya perusahaan cenderung untuk menggunakan modal sendiri sebagai modal permanen, sedangkan modal asing hanya digunakan


(8)

sebagai pelengkap saja apabila dana yang dibutuhkan kurang mencukupi, maka penggunaan modal sendiri akan menjadi tanggungan terhadap keseluruhan resiko perusahaan dan merupakan jaminan bagi kreditur sedangkan modal asing adalah modal yang berasal dari kreditur dan merupakan hutang bagi perusahaan yang bersangkutan oleh karena itu diperlukan adanya kebijaksanaan dalam menentukan apakah kedutuhan dana perusahaan akan dibelanjai oleh modal sendiri atau modal asing dalam hal ini perusahaan harus mengetahui terlebih dahulu biaya yang dibutuhkan untuk memperoleh dana tersebut (cost of capital).

Dengan demikian berkembangnya teknologi dan semakin banyaknya perusahaan-perusahaan yang telah berkembang menjadi perusahaan besar, maka faktor produksi modal mempunyai arti yang lebih menonjol lagi mengingt bahwa pada umumnya modal di artikan sebagai hasil produksi yang digunakan unutk produksi lebih lanjut, tetapi dalam perkembangan pada daya beli nilai ataupun kekuasaan untuk memakai barang-barang modal.

Modal menjadi salah satu elemen penting dalam perusahaan karena baik dalam pembukaan bisnis modal sangatlah diperlukan. Oleh karena itu, perusahaan harus menentukan seberapa banyak modal yang diperlukan untuk membiayai bisnisnya sumber dana bagi perusahaan dapat diperoleh dari dalam perusahaan yang berasal dari laba ditahan dan depresiasi, serta dana dari luar perusahaan yang berasal dari hutang, yaitu dana yang berasal


(9)

dari para kreditur dan dana yang berasal dari peserta yang mengambil bagian dalam perusahaan yang akan menjadi modal sendiri.

Dengan adanya pasar modal memberikan kesempatan bagi perusahaan yang ingin memperoleh tambahan dana bagi pengembangan perusahaan. Pasar modal menyediakan dana yang diperlukan oleh pihak pihak-pihak yang membutuhkan dana dan pihak yang membutuhkan dana tersebut tanpa harus terlibat langsung di pasar modal. Setelah adanya pasar modal memungkinkan perusahaan Indonesia untuk memiliki modal yang lebih besar dari hutang.

Pecking Order Theory menyatakan bahwa perusahaan lebih cenderung memilih pendanaan yang berasal dari internal dari pada eksternal perusahaan. Penggunaan dana internal lebih didahulukan dibandingkan dengan penggunaan dana yang bersumber dari eksternal. Urut-urutan yang dikemukakan oleh teori ini dalam hal pendanaan adalah pertama laba ditahan diikuti dengan penggunaan hutang dan yang terakhir adalah penerbitan ekuitas baru. Pemilihan urutan pendataan ini menunjukkan bahwa pendanaan ini didasarkan dari tingkat cost of fund dari sumber-sumber tersebut yang juga berkaitan dengan tingkat resiko suatu investasi.

Struktur modal perusahaan erat kaitannya dengan tingkat risiko, dalam perusahaan resiko bisnis akan meningkat jika menggunakan hutang yang tinggi. Hal ini juga akan meningkatkan kemungkinan kabangrutan. Hasil penelitian membuktikan bahwa perusahaan dengan resiko yang tinggi


(10)

seharusnya menggunakan hutang yang lebih sedikit untuk menghindari kemungkinan kebangrutan (Titman & Wessels, 1998)

Growth opportunity memiliki hubungan yang searah dengan struktur modal dalam perusahaan, seperti yang disampaikan oleh Lukas (2003), bahwa semakin cepat growth opportunity suatu perusahaan maka akan semakin banyak hutang dalam struktur modal perusahaan tersebut.

Sesuai dengan pecking order theory profitabilitas memiliki hubungan yang cukup erat dengan struktur modal, yaitu dengan semakin tinggi profitabilitas perusahaan maka akan semakin rendah tingkat penggunaan hutang dalam unsur struktur modal.

Demikian juga halnya dengan likuiditas, dapat dijelaskan bahwa perusahaan yang memiliki tingkat likuditas tinggi maka nilai tingkat hutang yang dimiliki perusahaan akan semakin rendah, menurut pecking order theory perusahaan yang memiliki likuidtas tinggi akan cenderung memiliki tingkat hutang yang rendah dalam struktur modalnya, karena perusahaan tersebut mempunyai sumber dana internal yang cukup besar.

Menurut Lukas (2003:273), mengatakan bahwa hubungan resiko bisnis dengan strukur modal yaitu semakin tinggi resiko bisnis maka semakin rendah hutang perusahaan dalm struktur modal perusahaan. Sedangkan menurut Shyam-Sunder and Myers (1999) yang mengungkapkan bahwa dalam perusahaan besar mempunyai tingkat kesenjangan informasi (asymmetric information) yang lebih rendah dibanding perusahaan kecil. Implikasinya adalah perusahaan besar akan dapat memperoleh biaya ekuitas


(11)

yang lebih rendah dibanding perusahaan kecil, sehingga perusahaan besar akan cenderung lebih banyak menggunakan ekuitas disbanding perusahaan kecil.

Salah satu jenis perusahaan yang membutuhkan struktur permodalan yang cukup besar adalah perusahaan food and beverage, khususnya mereka yang bergerak dibidang industri food and beverage, kebutuhan permodalan perusahaan ini cukup besar, terutama untuk kebutuhan investasi yang sifatnya jangka panjang seperti lokasi dan bangunan perusahaan, mesin-mesin produksi maupun untuk membiayai kegiatan produksi itu sendiri. Selain itu perusahaan food and beverage merupakan perusahaan yang produknya sering digunakan oleh orang banyak dan mampu bertahan dalam kondisi kebijakan model apapun sehingga seburuk apapun kebijakan yang dibuat hampir pasti produk perusahaan ini tetap di beli dan diminati oleh konsumen. Jadi, bisa dikatakan bahwa produk tersebut sangat dibutuhkan oleh konsumen. Apabila kegiatan produksi tersebut tersendat beberapa waktu maka hal tersebut dianggap bad news bagi perusahaan karena proses produksinya memerlukan waktu yang relatif cepat (www.kompas.com). Untuk itu perusahaan harus memperkuat faktor internal agar dapat tetap berkembang dan bertahan, salah satu usaha untuk memperkuat faktor internalnya adalah dengan mengelola struktur modal dengan baik.

Berdasarkan informasi mengenai struktur modal beberapa perusahaan yang bergerak di industri food and beverage cenderung mengalami penurunan struktur modal pada perusahaannya. Pada PT. Ades


(12)

Waters Indonesia Tbk tahun 2005 mengalami penurunan yang cukup besar dari tahun sebelumnya tahun 2004, hal ini bisa dilihat dari nilai struktur modal pada tahun 2004 sebesar 4,89 menurun menjadi -3,39. pada PT. Delta Djakarta Tbk mengalami penurunan struktur modal terbesar pada tahun 2007 menjadi sebesar 0,29 menjadi 0,32 dari tahun 2006. Pada PT. Indofod Sukse Makmur Tbk mengalami penurunan struktur modal pad tahun 2005 yaitu menjadi sebesar 2,43 dari tahun sebelumnya sebesar 2,74 tahun 2004. pada PT. Mayora Indah Tbk struktur modal menurun terbesarnya pada tahun 2004 dari tahun 2003, sebelumnya sebesar 0,60 menjadi 0,47. pada PT. Sekar Laut Tbk menurunan terbesarnya pada tahun 2007 yang menjadi sebesar 0,90 dari 3,03 pada tahun 2006. Sedangkan pada PT. Siantar Top Tbk terjadi penurunan struktur modal pada tahun 2004 yaitu sebesar 0,48 dari 0,68 tahun 2003. Dan pada PT. Tiga Pilar Sejahtera Food TBk penurunan terjadi pada tahun 2007 dari tahun 2006, dari 2,82 menjadi 1,26. (sumber: laporan keuangan perusahaan food and beverage)

Dari data tersebut dapat diketahui permasalahan yang ada berdasarkan struktur modal pada perusahaan food and beverage berfluktuatif dan cenderung meningkat. Hal tersebut menunjukkan bahwa modal banyak didanai dengan hutang daripada dibandingkan modal sendiri. Berdasarkan fenomena tersebut, penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh profitabilitas, likuiditas, resiko bisnis, ukuran perusahaan dan growth opportunity terhadap struktur modal dalam


(13)

perspektif pecking order theory pada perusahaan food and beverage yang go publik dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah profitabilitas berpengaruh terhadap struktur modal ? 2. Apakah likuiditas berpengaruh terhadap struktur modal ?

3. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh terhadap struktur modal ? 4. Apakah risiko bisnis berpengaruh terhadap struktur modal ? 5. Apakah growth opportunity berpengaruh terhadap struktur modal ?

1.3 Tujuan Penelitian

Dari perumusan masalah yang diungkapkan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis apakah profitabilitas berpengaruh terhadap struktur modal

2. Untuk mengetahui dan menganalisis apakah likuiditas berpengaruh terhadap struktur modal

3. Untuk mengetahui dan menganalisis apakah ukuran perusahaan berpengaruh terhadap struktur modal

4. Untuk mengetahui dan menganalisis apakah risiko bisnis berpengaruh terhadap struktur modal

5. Untuk mengetahui dan menganalisis apakah growth opportunity


(14)

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi perusahaan, penelitian ini diharapkan bisa digunkaan sebagai bahan pertimbangan bagi perusahaan dalam menentukan dasar penetapan capital structure optimal dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

2. Bagi investor, dapat membantu memberikan informasi sehingga sebelum menanamkan modal dapat mempertimbangkan faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhinya.

3. Bagi peneliti, penelitian ini sangat berguna bagi penulis untuk menambah wawasan, pengetahuan sekaligus merupakan kesempatan untuk mengetahui masalah yang sebenarnya dihadapi oleh perusahaan.


(15)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

A. Rahmat Setiawan (2006)

1. Judul: Faktor-Faktor Yang mempengaruhi Struktur Modal Dalam Perspektif Pecking Order Theory Studi Pada Industri Makanan dan Minuman di BEJ

2. Rumusan Masalah:

a. Apakah profitabilitas berpengaruh terhadap struktur modal ? b. Apakah likuiditas berpengaruh terhadap struktur modal ?

c. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh terhadap struktur modal ?

d. Apakah risiko bisnis berpengaruh terhadap struktur modal ? e. Apakah growth opportunity berpengaruh terhadap struktur

modal ? 3. Hasil Penelitian:

a. Profitabilitas mempunyai pengaruh negatif signifikan terhadap struktur modal.

b. Likuiditas mempunyai pengaruh negatif signifikan terhadap struktur modal.

c. Ukuran perusahaan mempunyai pengaruh negatif signifikan terhadap struktur modal.


(16)

d. Risiko bisnis mempunyai pengaruh negatif signifikan terhadap struktur modal.

e. Growth opportunity mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap struktur modal.

B. Yuhasril (2006)

1. Judul : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Struktur Modal Perusahaan Farmasi Yang Telah Go Publik Di Bursa Efek Jakarta

2. Rumusan Masalah :

a. Apakah Return on Investment, dividen, rasio aktiva tetap, total asset, tingkat penjualan, DFL, tingkat pajak mempengaruhi pilihan struktur modal perusahaan?

b. Faktor apa yang secara parsial berpengaruh terhadap struktur modal perusahaan?

3. Hasil Penelitian:

a. Dari hasil analisis factor, yang mempengaruhi struktur modal pada industri farmasi, ternyata variabel ROI, dan struktur aktiva yang mempengaruhi dan mempunyai hubungan dengan struktur modalnya, sedangkan variabel deviden POR tidak signifikan mempengaruhi struktur modal perusahaan pada industri farmasi.


(17)

b. Secara individual hanya variabel ROI, dan struktur aktiva tetap konsisten berhubungan dan mempengaruhi struktur modal pada industri farmasi

C. Yuhasril (2009)

1. Judul: Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Struktur Modal Perusahaan Farmasi Yang Telah Go Publik Di Bursa Efek Jakarta 2. Rumusan Masalah:

a. Apakah ROI, deviden POR, rasio aktiva tetap, total asset, tingkat penjualan, DFL, dan tingkat pajak mempengaruhi pilihan struktur modal perusahaan ?

b. Faktor apa yang secara parsial berpengaruh terhadap struktur modal perusahaan?

3. Hasil Penelitian:

a. Dari hasil analisis factor, yang mempengaruhi struktur modal pada industri farmasi, ternyata variabel ROI, dan struktur aktiva yang mempengaruhi dan mempunyai hubungan dengan struktur modalnya, sedangkan variabel deviden POR tidak signifikan mempengaruhi struktur modal perusahaan pada industri farmasi.

b. Secara individual hanya variabel ROI, dan struktur aktiva tetap konsisten berhubungan dan mempengaruhi struktur modal pada industri farmasi yang penulis jadikan objek penelitian ini. Sedangkan secara bersamasama ketiga variabel bebasnya


(18)

mempengaruhi dan berhubungan dengan struktur modalnya. Dengan kemampuan ketiga variabel bebas menjelaskan variasi perubahan struktur modal sebesar 70.5%.

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Analisa Rasio Keuangan

Rasio dalam analisis laporan keuangan adalah angka yang menunjukkan hubungan antara unsur dengan unsur lainnya dalam leporan keuangan. Hubungan antar unsur-unsur laporan keuangan tersebut dinyatakan dalam bentuk matematis yang sederhana. Secara individual rasio kecil artinya, kecuali jika dibandingkan dengan suatu rasio standar yang layak dijadikan dasar pembanding. Apabila tidak ada standar yang dipakai sebagai dasar pembanding, dari penafsiran rasio-rasio suatu perusahaan, penganalisis tidak dapat menyimpulkan apakah rasio-rasio itu menunjukkan kondisi yang menguntungkan atau tidak menguntungkan. (Jumingan, 2008)

Rasio standar ini dapat ditentukan berdasarkan alternatif di bawah ini (Jumingan, 2008):

1. Didasarkan pada catatan kondisi keuangan dan hasil operasi perusahaan tahun-tahunh yang telah lampa.

2. Didasarkan pada rasio dari perusahaan lain yang menjadi persainganya, dipilih satu perusahaan yang tergolong maju dan berhasil.


(19)

3. Didasarkan pada data laporan keuangan yang dibudgetkan (disebut

goal ratio).

4. Didasarkan pada rasio industri, di mana perusahaan yang bersangkutan masuk sebagai anggotanya.

2.2.2. Profitabilitas

Profitabilitas merupakan rasio rentabilitas atau juga disebut profitabilitas yang menggambarkan kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui semua kemampuan, dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang, dan sebagainya. Rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba disebut juga operating rasio. (Harahap,2001)

Rasio profitabilitas digunakan untuk mengevaluasi keuntungan yang dihasilkan perusahaan. Pemilik, kreditor, dan manajemen menaruh perhatian lebih banyak pada pencapaian keuntungan karena berhubungan dengan earnings yang akan mereka peroleh di pasar.

Menurut Gibson (2004), profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan earnings. Analisis laba merupakan hal yang penting bagi pemegang saham untuk mengetahui revenue yang akan diperoleh dari pembagian dividen. Lebih jauh, kenaikan laba dapat menyebabkan peningkatan harga pasar, yang akan menghasilkan capital gains. Laba juga penting bagi kreditor karena laba merupakan sumber pendanaan untuk melunasi hutang. Manajemen menggunakan analisis laba untuk mengukur kinerja perusahaan.

Kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba tergantung pada efisiensi dan efektivitas pelaksanaan operasi serta sumber daya yang


(20)

tersedia untuk melakukannya. Karena itu, analisis rasio profitabilitas secara umum memfokuskan pada hubungan antara hasil operasi, seperti yang dilaporkan dalam laporan laba rugi, dan sumber daya yang tersedia, seperti yang dilaporkan dalam neraca. Rasio tersebut diantaranya (Harahap, 2001)  :

1. Return On Total Asset (ROA) =

Aset Total

bersih laba

x100%

2. Return On Equity (ROE) =

Saham Modal

bersih Laba

x100% 2.2.3. Likuiditas

Likuiditas merupakan rasio likuiditas yang menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menyelesaikan kewajiban jangka pendeknya. Rasio ini dapat dihitung melalui sumber informasi tentang modal kerja yaitu pos-pos aktiva lancar dan hutang lancar. Rasio likuiditas yang digunakan diantaranya (Harahap, 2001) :

1. Rasio Lancar = 100% tang lancar x hu

lancar aktiva

2. Rasio Cepat / Acid Ratio = 100% tanglancarx hu

lancar aktiva

2.2.4. Ukuran Perusahaan

Menurut Machfoedz (1994) dalam Suwito dan Herawati (2005), Ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar kecil perusahaan menurut berbagai cara, antara lain: total aktiva, log size, nilai pasar saham, dan lain-lain. Pada dasarnya ukuran perusahaan hanya terbagi dalam 3 kategori yaitu perusahaan besar (large firm), perusahaan menengah (medium-size) dan perusahaan kecil (small firm). Penentuan ukuran perusahaan ini didasarkan kepada total asset perusahaan.


(21)

Perusahaan itu bermacam – macam besarnya, ada yang kecil, sedang, besar dan bahkan ada yang raksasa. Tetapi ukuran apa yang dipakai untuk menentukan besar kecilnya perusahaan itu sebenarnya tidak ada standar ukuran yang berlaku umum. Standar yang dibuat itu hanyalah merupakan perkiraan, dan masing – masing standar itu terbatas penerapannya. Lagipula standar itu berbeda – beda dari perusahaan yang satu dengan yang lain.

Terdapat kesepakatan umum dari para peneliti teori Organisasi menganai bagaiaman besaran sebuah organisasi didefinisikan. Lebih dari 80% penelitian yang menggunakan besaran organisasi sebagai variabel mendefinisikannya sebagai jumlah total pegawai. Hal ini konsisten dengan asumsi bahwa karena manusia serta interaksinyalah yang terstruktur, maka jumlah mereka harus dihubungkan secara lebih dekat dengan struktur daripada dengan ukuran besaran lain. Namun demikian, hanya karena ada kesepakatan yang tinggi di antara para peneliti menganai apa yang dimaksud dengan besaran organisasi, tidak berarti mereka benar. (Robbins, 1994:165)

Meskipun dapat dikatakan bahwa berbagai ukuran besaran tidak dapat saling dipertukarkan, kebanyakan bukti menyatakan bahwa menghitung jumlah keseluruhan pegawai sama baiknya dengan cara menghitung yang lain, dengan alasan bahwa jumlah total berhubungan erat dengan ukuran lain mengenai besaran.

Suatu kesimpulan bahwa besaran (size) mempengaruhi struktur juga dapat diperoleh melalui proses pencarian alasan yang lebih rumit.


(22)

Pada saat organisasi memperkerjakan lebih banyak pegawai operasional, ia akan mencoba untuk mengambil keuntungan ekonomis yang diperoleh dari spesialisasi. Hasilnya adalah diferensiasi horisontal yang meningkat. (Robbins, 1994:165) Moses (1987) dalam Suwito dan Herawati (2005:138), menemukan bukti bahwa perusahaan-perusahaan yang lebih besar memiliki dorongan yang lebih besar pula untuk melakukan perataan laba dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang lebih kecil karena perusahaan-perusahaan yang lebih besar menjadi subyek pemeriksaan (pengawasan yang lebih ketat dari pemerintah dan masyarakat umum/general public). Menurut Setiawan, (2006) rasio perusahaan yaitu : Rasio ukuran perusahaan = logaritma natural dari total aktiva

2.2.5. Risiko Bisnis 2.2.5.1.Pengertian Risiko

Hanya menghitung return saja untuk suatu investasi tidaklah cukup. Risiko dari investasi juga perlu diperhtiungkan. Return dan risiko merupakan dua hal yang tidak terpisah, karena pertimbangan suatu invesatsi merupakan trade-off dari kedua faktor ini.

Resiko sering dihubungkan dengan penyimpangan atau deviasi dari

outcome yang iterima dengan yang diekspektasikan. Van Horne dan Wachowics, Jr (1992) dalam Jogiyanto (2003:130) mendefinsikan “risiko sebagai variabilitas return terhadap return yang diharapkan“.


(23)

Di dalam memperhtiungkan ketidakpastian masa depan, maka kita perlu membedakan antara ketidakpastian dan risiko. Ketidakpastian adalah suatu keadaan di mana kemungkinankemungkinan kerugian atau bahaya -itu tidak dapat diperh-itungkan sebelumnya, atau tidak terdapat data atau informasi untuk memperkirakan kerugian atau bahaya tersebut. Oleh karena itu kerugian tidak dapat diperkirakan sebelumnya maka perusahaan tidak memperhitungkan unsur ketidakpastian itu ke dalam rencana-rencana kegiatannya secara langsung. (Gitosudarmo dan Basri, 2002:16)

Risiko adalah suatu keadaan dimana kemungkinan timbulnya kerugian atau bahaya itu dapat diperkirakan sebelumnya dengan menggunakan data atau informasi yang cukup terpercaya atau relevan yang tersedia. (Gitosudarmo dan Basri, 2002:16)

2.2.5.3.Kemungkinan Datangnya Risiko

Pada umumnya risiko dari investasi akan muncul dari tiga kemungkinan (Gitosudarmo dan Basri, 2002:167):

1. Besar Investasi

Suatu investasi yang besar memiliki risiko yang lebih besar dari investasi kecil terutama dari unsur kegagalannya. Apabila proyek itu mengalami kegagalan maka hal ini apat berakibat perusahaan menjadi bangkrut atau jatuh pailit. Investasi kecil tentu saja akan mencakup arti yang kecil bagi kelangsungan hidup suatu perusahaan.


(24)

Apakah suatu perusahaan akan menerima proyek yang memberikan hasil 20% selama 2 tahun, ataukah akan menerima proyek dengan hasil 17% selama 3 tahun? Jawaban pertanyaan ini akan tertanggung dari besarnya hasil dari kemungkinan investasi kembali dari proyek yang pertama. Bahaya dari kemungkinan tidak terbukannya kemungkinan investasi kembali dari hasil investasi itu akan merupakan tambahan risiko dari penanaman kembali cash flow yang diperoleh.

3. Penyimpangan dari Cash Flow

Apakah benar bahwa investasi itu akan memberikan hasil tepat seperti yang diharapkan oleh para investor. Forecasting yang tepat terhadap cash flow dari hasil yang akan diperoleh adalah merupakan suatu pekerjaan yang tidak mudah, ketidaktepatan dari apa yang diharapkan itulah yang merupakan sumber dari risiko ini.

2.2.5.4.Risiko Investasi

Pemahaman modal atau investasi dalam dunia bisnis memerlukan dana yang relatif besar dengan jangka waktu pengembalian yang cukup lama. Sehubungan dengan hal tersebut, hampir dipastikan setiap investor maupun calon investor akan memperhitungkan faktor risiko. Faktor ini melekat pada setiap investasi sehingga investor harus membuat proyeksi besaran penerimaan atau casfflow yang akan diterima selama masa investasi. Unsur utama pengukuran risiko investasi dilakukan dengan konsep probabilitas atau kemungkinan. (Arifin, 2007:149)


(25)

Cashflow yang diterima investor merupakan suatu proyeksi penerimaan yang disebut sebagai nilai yang diharapkan atau expected value. Selanjutnya, investor ahrus membuat distribusi yang menunjukkan kemungkinan atau probabilitas nilai yang diharapkan. Risiko investasi diukur dengan deviasi standar yang merupakan ukuran sejauh mana realisasi hasil menyimpang dari nilai yang diharapkan. (Arifin, 2007:149)

Risiko investasi dalam bentuk efek akan didapati dalam beberapa macam, yaitu (Girosudarmo dan Basri, 2002:249):

1. Finansial

Risiko finansial adalah risiko yang timbul karena perusahaan yang menerbitkan saham tidak dapat memenuhi kewajiban finansialnya dalam keadaan ekonomi yang membeuruk. Dengan demikian investor yang memiliki saham perusahaan tersebut mempunyai risiko tidak menerima dividen atau bahkan mungkin kehilangan modal apabila ternyata kemudian perusahaan tersebut dilikuidasi.

2. Risiko tingkat bunga

Risiko tingkat bunga adalah risiko yang timbul karena meningkatnya tingkat bunga yang berlaku di masyarakat sehingga hal tersebut dapat menurunkan harga dari efek yang dmilikinya.

3. Risiko daya beli (inflasi)

Risiko ini adalah risiko yang muncul karena menurunkan daya beli rupiah yang disebabkan karena adanya inflasi.


(26)

Jenis risiko ini adalah risiko yang timbul karena harga pasar dari semua efek mengalami penurunan secara substansial.

5. Risiko psikologi

Risiko ini bahwa pemodal akan bertindak secara emosional dalam menanggapi gelombang optimisme dan pesimisme yang secara periodik terjadi dalam pasar modal. Hal ini terjadi misalnya pemodal (investor) yang sebenarnya tidak membutuhkan dana, namun tetap menjual efeknya karena terpengaruh oleh investor yang menjualnya lebih dahulu dan takut menderita keruhian yang lebih besar lagi.

2.2.5.5.Maksimiasi Kegunaan dan Risiko

Selama ini kita perhitungkan risiko itu dengan expected return. Dalam pendekatan maksimiasi kegunaan ini kita beralih pada pandangan investasi terhadap risiko. Kita beranggapan bahwa investor dalam masa hidupnya akan selalu berpikir akan beberapa bagian dari kekayaan akan dikonsumsikan dan berapa bagian yang akan disiapkan atau diinvestasikan. Bagian yang diinvestasikan tentu saja diharapkan akan menimbulkan kenaikan kekayaan di masa depan yang nanti akan dialokasikan kembali berapa yang dikonsumsikan dan diinvestasikan secara optimal adalah merupakan problem yang kompleks karena adanya kenyataan bahwa kita hidup dalam keadaan yang tidak pasti, di mana hasil


(27)

yang akan diperoleh dari invesatsi yang tidak dapat diketahui dengan pasti. (Gitosudarmo dan Basri, 2002:22)

1. Fungsi dari Kegunaan Kekayaan

Kita berasumsi bahwa masyarakat (individu) selalu berusaha untuk memaksimumkan kegunaan dari kekayaan mereka. Besar kecilnya kegunaan kekayaan akan dipengaruhi oleh hasil yang diharapkan dengan tingkat risikonya. Atau dengan kata lain kegunaan kekayaan adalah merupakan fungsi dari hasil dan risikonya.

2. Nilai Kegunaan dari Suatu Investasi

Apabila kita telah dapat membentuk fungsi dari keguanaan kekayaan tersbeut diatas, maka kita dapat memperhitungkan nilai kegunaan dari suatu investasi bagi masyarakat. Perhitungan itu adalah berupa perkiraan dari nilai kegunaan dengan kekayaan (hasil) yang diharapkan dengan besarnya probabilitas terhadap diperolehnya kekayaan (hasil) tersebut.

2.2.5.6.Risiko Berdasarkan Probabilitas

Dengan adanya ketidakpastian berarti investor akan memperoleh return di masa mendatang yang belum diketahui persis nilainya. Untuk itu, return yang akan diterima perlu diestimasi nilainya dengan segala kemungkinan yang dapat terjadi. Dengan mengantisipasi segala kemungkinan yang dapat terjadi ini berarti bahwa tidak hanya sebuah hasil masa depan (outcome) yang akan diantisipasi, tetapi perlu diantisipasi beberapa hasil masa terjadinya. Berurusan dengan ketidakpastian berarti


(28)

distribusi probabilitas dari hasil-hasil masa depan perlu diketahui. Distribusi probabilitas merupakan satu set dari kemungkinan outcome

dengan masing-masing outcome dihubungkan dengan probabilitas kemungkinan terjadinya. Distribusi probabilitas ini dapat diperoleh dengan cara estimasi secara subyektif atau berdasarkan dari kejadian sejenis di masa lalu yang pernah terjadi untuk digunakan sebagai estimasi. (Jogiyanto, 2003:132)

2.2.6. Growth Opportunity

Growth Opportunity (GO) adalah kombinasi antara aktiva riil dan opsi investasi di masa yang akan datang Myers (1977) seperti dikutip oleh Hamidi (2004:277). Menurut POT, hubungan yang negatif antara GO dengan tingkat hutang dikarenakan adanya assymmetric information, sehingga dibutuhkan extra premium untuk mendapatkan dana dari pihak eksternal dengan tidak memperhatikan kualitas dari proyek yang akan dikerjakan. Dalam masalah penggunaan hutang, extra premium mencerminkan tingginya keuntungan yang diharapkan. Perusahaan yang berada pada tingkat GO yang tinggi akan membutuhkan biaya yang besar apabila menggunakan hutang untuk membiayai investasinya. Perusahaan yang memiliki hutang yang besar akan menolak kesempatan investasi karena adanya ketidakpastian, Myers (1977) seperti dikutip oleh Chen dan Jiang (2001):

1. Menurut Fama dan French (2000:5) sesuai dengan POT, perusahaan yang peduli dengan masa mendatang dan sejalan dengan pendanaan


(29)

yang dilakukan, maka kesempatan pertumbuhan akan tinggi sehingga perusahaan berusaha menggunakan hutang dengan resiko yang rendah untuk mengantisipasi investasi di masa yang akan datang atau dengan menerbitkan saham.

2. Menurut Chen dan Jiang (2001:8) perusahaan yang memiliki tingkat GO yang tinggi akan memilih pendanaan dari luar kalau pendanaan dari dalam tidak mencukupi, dengan cara menerbitkan saham. Hal ini terjadi perusahaan menurunkan target hutang akan tetapi berkaitan dengan biaya tetap yang lebih besar kalau harapan investasi itu dibiayai dengan hutang.

3. Menurut Goyal, Lehn, Racic (2002) dikutip oleh Frank dan Goyal (2002:10) menurut POT, perusahaan dengan tingkat kesempatan pertumbuhan yang rendah akan ditandai dengan tingginya tingkat hutang. Apabila GO itu turun maka perusahaan akan meningkatkan tingkat hutang.

Menurut Harahap (2001 :309) rasio growth opportunity adalah :

1. Kenaikan penjualan =

lalu tahun Penjualan lalu tahun Penjualan -ini tahun Penjualan

2. Kenaikan laba bersih =

lalu un bersih tah Laba lalu un bersih tah Laba -ini un bersih tah Laba

3. Erning Per Share =

lalu tahun share per Erning lalu tahun share per Earning -ini tahun sahre per Earning


(30)

2.2.7.1.Pengertian Struktur Modal

Struktur modal perusahaan merupakan salah satu faktor fundamental dalam operasi perusahaan. Struktur modal suatu perusahaan ditentukan oleh kebijakan pembelanjaan (financing policy) dari manajer keuangan yang senantiasa dihadapkan pada pertimbangan baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif yang mencakup tiga unsur penting, yaitu (Harnanto, 1995:306 dalam Muhammad Rizal, 2002) :

1. Keharusan untuk membayar balas jasa atas penggunaan modal kepada pihak yang menyediakan dana tersebut, atau sifat keharusan untuk pembayaran biaya modal.

2. Sampai seberapa jauh kewenangan dan campur tangan pihak penyedia dana itu dalam mengelola perusahaan.

3. Resiko yang dihadapi perusahaan.

Fungsi keuangan merupakan salah satu fungsi penting bagi perusahaan dalam kegiatan perusahaan. Dalam mengelola fungsi keuangan salah satu unsur yang perlu diperhatikan adalah seberapa besar perusahaan mampu memenuhi kebutuhan dana yang akan digunakan untuk beroperasi dan mengembangkan usahanya. Pemenuhan dana ini bisa bersumber dari dana sendiri, modal saham maupun dengan hutang, baik hutang jangka pendek maupun hutang jangka panjang.

Keputusan pendanaan keuangan perusahaan akan sangat menentukan kemampuan perusahaan dalam melakukan aktivitas operasinya dan juga akan berpengaruh terhadap resiko perusahaan itu


(31)

sendiri. Jika perusahaan meningkatkan leverage maka perusahaan ini dengan sendirinya akan meningkatkan resiko keuangan perusahaan. Dan sebaliknya perusahaan harus memperhatikan masalah pajak, karena sebagian ahli berpendapat bahwa penggunaan modal yang berlebihan akan menurunkan tingkat profitabilitas. Untuk itu sebagian manajer tidak sepenuhnya mendanai perusahaannya dengan modal tetapi juga disertai penggunaan dana melalui hutang baik itu hutang jangka pendek maupun hutang jangka panjang karena terkait dengan sifat penggunaan dari hutang tersebut yaitu bersifat mengurangi pajak.

Menurut Setiawan (2006:325) rasio struktur modal yaitu :

Struktur Modal =

Aktiva Total

Hutang Total

2.2.7.2.Teori Struktur Modal A. Agency Theory

Teori ini dikemukakan oleh Michael C. Jansen dan William H. Meckling pada tahun 1976 (Horne dan Wachowicz, 1998 ;482 dalam Saidi, 2001), manajemen merupakan agen dari pemegang saham, sebagai pemilik perusahaan. Para pedagang saham berharap agen akan bertindak atas kepentingan mereka sehingga mendelegasikan wewenang kepada agen. Untuk dapat melakukan fungsinya dengan baik, manajemen harus diberikan insentif dan pengawasan yang memadai. Pengawasan dapat dilakukan melalui cara-cara seperti pengikatan agen, pemeriksaan laporan keuangan, dan pembatasan terhadap keputusan yang dapat diambil manajemen. Kegiatan pengawasan tentu saja membutuhkan biaya yang


(32)

disebut dengan biaya agensi. Biaya agensi menurut (Horne dan Wachowic, 1998;482 dalam Saidi, 2001) adalah biaya-biaya yang berhubungan dengan pengawasan manajemen untuk meyakinkan bahwa manajemen bertindak konsisten sesuai dengan perjanjian kontraktual perusahaan dengan kreditor dan pemegang saham.

Menurut (Horne dan Wachowicz 1998;482 dalam Saidi, 2001), salah satu pendapat dalam teori agensi adalah siapapun yang menimbulkan biaya pengawasan, biaya yang timbul pasti tanggungan pemegang saham. Sebagai misal, pemegang obligasi, mengantisipasi biaya pengawasan, serta membebankan bunga yang lebih tinggi. Semakin besar peluang timbulnya pengawasan, semakin tinggi tingkat bunga, dan semakin rendah nilai perusahaan bagi pemegang saham. Biaya pengawasan berfungsi sebagi diisensif dalam penerbitan obligasi, terutama dalam jumlah yang besar. Jumlah pengawasan yang diminta pemegang obligasi akan meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah obligasi yang beredar.

B. Signaling Theory

Isyarat atau signal menurut (Brigham dan Houston, 1999;36 dalam Saidi, 2001) adalah suatu tindakan yang diambil manajemen perusahaan yang memberi petunjuk bagi investor tentang bagaimana manajemen memandang prospek perusahaan. Dalam (Brigham dan Houston, 1999;36 dalam Saidi, 2001), perusahaan dengan prospek yang menguntungkan akan mencoba menghindari penjualan saham dan mengusahakan setiap modal baru yang diperlukan dengan cara-cara lain, termasuk penggunaan


(33)

hutang yang melebihi target struktur modal yang normal. Perusahaan dengan prospek yang kurang menguntungkan akan cenderung untuk menjual sahamnya. Pengumuman emisi saham oleh suatu perusahaan umumnya merupakan suatu isyarat (signal) bahwa manajemen memandang prospek perusahaan tersebut suram. Apabila suatu perusahaan menawarkan penjualan saham baru lebih sering dari biasanya, maka harga sahamnya akan menurun, karena menerbitkan saham baru berarti memberikan isyarat negatif yang kemudian dapat menekan harga saham sekalipun prospek perusahaan cerah.

C. Asymmetric Information Theory

Asymmetric Information atau ketidaksamaan informasi menurut (Brigham dan Houston, 1999;35 dalam Saidi, 2001) adalah situasi di mana manajer memiliki informasi yang berbeda (yang lebih baik) mengenai prospek perusahaan daripada yang dimiliki investor. Asimetri informasi ini terjadi karena pihak manajemen mempunyai informasi yang lebih banyak daripada para pemodal (Husnan, 1996;325 dalam Saidi, 2001). Dengan demikian, pihak manajemen mungkin berpikir bahwa harga saham saat ini sedang overvalue (terlalu mahal). Kalau hal ini yang diperkirakan terjadi, maka manajemen tentu akan berpikir untuk lebih baik menawarkan saham baru sehingga dapat dijual dengan harga yang lebih mahal dari yang seharusnya.

Tetapi pemodal akan menafsirkan kalau perusahaan menawarkan saham baru, salah satu kemungkinannya adalah harga saham saat ini


(34)

sedang terlalu mahal (sesuai dengan persepsi pihak manajemen). Sebagai akibatnya para pemodal akan menawar harga saham baru tersebut dengan harga yang lebih rendah. Karena itu emisi saham baru akan menurunkan harga saham.

D. Pecking Order Theory

Menurut Shyam-Sunder and Myers (1999) secara singkat teori ini menyatakan bahwa : (a) Perusahaan menyukai internal financing

(pendanaan dari hasil operasi perusahaan berwujud laba ditahan), (b) Apabila pendanaan dari luar (eksternal financing) diperlukan, maka perusahaan akan menerbitkan sekuritas yang paling aman terlebih dulu, yaitu dimulai dengan penerbitan obligasi, kemudian diikuti oleh sekuritas yang berkarakteristik opsi (seperti obligasi konversi), baru akhirnya apabila masih belum mencukupi, saham baru diterbitkan. Sesuai dengan teori ini, tidak ada suatu target debt to equity ratio, karena ada dua jenis modal sendiri, yaitu internal dan eksternal. Modal sendiri yang berasal dari dalam perusahaan lebih disukai daripada modal sendiri yang berasal dari luar perusahaan. Menurut Myers (1996) perusahaan lebih menyukai penggunaan pendanaan dari modal internal, yaitu dana yang berasal dari aliran kas, laba ditahan dan depresiasi. Urutan penggunaan sumber pendanaan dengan mengacu pada packing order theory adalah : internal fund (dana internal), debt (hutang), dan equity (modal sendiri) (Kaaro, 2003;53 dalam Saidi, 2001).


(35)

Dana internal lebih disukai karena memungkinkan perusahaan untuk tidak perlu “membuka diri lagi” dari sorotan pemodal luar. Kalau bisa memperoleh sumber dana yang diperlukan tanpa memperoleh “sorotan dan publisitas publik” sebagai akibat penerbitan saham baru. Dana eksternal lebih disukai dalam bentuk hutang daripada modal sendiri karena dua alasan. Pertama adalah pertimbangan biaya emisi. Biaya emisi obligasi lebih murah dari biaya emisi saham baru (Suad Husnan, 1996;325), hal ini disebabkan karena penerbitan saham baru akan menurunkan haraga saham lama. Kedua, manajer khawatir kalau penerbitan saham baru akan ditafsirkan sebagai kabar buruk oleh pemodal, dan membuat harga saham akan turun. Hal ini disebabkan antara lain oleh kemungkinan adanya informasi asimetrik antara pihak manajemen dengan pihak pemodal.

2.2.7.3.Faktor Yang Menentukan Pemilihan Struktur Modal

Dalam kenyataannya, keputusan pembelanjaan jangka panjang perusahaan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut di antaranya adalah (Husnan, 1992:322):

1. Lokasi Distribusi Keuntungan

Dimaksud dengan lokasi distribusi keuntungan adalah seberapa besar nilai yang diharapkan (expected value) dari keuntungan perusahaan. Semakin besar expected value keuntungan , dengan penyimpangan yang sama, maka semakin kecil kemungkinan mendapat kerugian.


(36)

2. Stabilitas Penjualan dan Keuntungan

Faktor lain yang menentukan besarnya keuntungan, dan dengan demikian menentukan jumlah hutang yang bisa dipinjam adalah stabilitas penjualan, yang pada akhirnya mempengaruhi kestabilan keuntungan. Semakin stabil keuntungan, berarti semakin sempit penyebarannya.

3. Kebijakan Dividen

Bnayak perusahaan yang mencoba menggunakan kebijakan deviden yang stabil, yaitu membayarkan jumlah dividen dalam jumlah yang kosntan. Implikasi kebijakan semacam ini akan langsung dirasakan bagi manajer keuangan, yaitu harus menyediakan dana untuk membayar jumlah deviden yang tetapi ini. Dengan demikian, semakin tinggi tingkat ”leverage”nya, semakin besar kemungkinan perusahaan tidak bisa membayar dividen dalam jumlah yang tetap.


(37)

4. Pengendalian

Dalam beberapa peristiwa, perusahaan mungkin memilih mengunakan ”leverage” yang agak tinggi daripada mengeluarkan saham baru lagi. Meskipun mungkin pengeluaran saham baru lebih menguntungkan, mereka mungkin memilih penggunaan hutang. Hal ini disebabkan karena mereka mungkin segan membagi kepemilikian (yang berarti juga ”Control”) perusahaan dengan orang lain. Sebab bisa terjadi pihak yang akan menjadi berkurang bagiannya. Dan dengan demikian akan berkurang pula penguasaan atas perusahaan.

5. Risiko Kebangkrutan

Dalam prakteknya suatu perusahaan dihadapkan pada tingkat bunga yang meningkat makin cepat setelah melewati suatu tingkat ”leverage” perusahaan. Jadi tingkat bunga pinjaman akan berbeda dengan jumlah yang cukup besar karena adanya risiko kebangkrutan ini. Dengan demikian perusahaan mungkin akan memutuskan untuk tidak ”melanggar” batas tertentu.

2.2.7.4.Metode Pemilihan Struktur Modal

A. Analisa Keuntungan Sebelum Bunga dan Pajak dan Keuntungan Per Saham

Analisa terhadap keuntungan sebelum bunga dan pajak (earnings before interst and taxes = EBIT) dan keuntungan per saham (earnings per share = EPS) merupakan suatu analisa yang banyak digunakan. Analisa ini


(38)

mencoba mengetahui bagaimana hubungan antara EBIT dan EPS untuk masing-masing alternatif pembelajaran. (Husnan, 1992:324)

B. Analisa Aliran Kas

Dalam memeprtimbangkan struktur modal yang layak, sangatlah penting untuk menganalisa kemampuan aliran perusahaan untuk memenuhi kewajiban tetap perusahaan. Semakin besar jumlah hutang (obligasi yang beredar) dan semakin pendek jangka waktu pelunasannya semakin besar beban tetap perusahaan. Beban tetap ini termasuk pokok pinjaman, bunga, pembayaran sewa dan dividen untuk saham preferen. Untuk memutuskan penambahan beban tetap, perusahaan haruslah menganalisa aliran kas di masa yang akan datang, karena beban tetap haruslah dipenuhi dengan kas. (Husnan, 1992:330)

Ketidakmampuan memnuhi kewajiban ini, kecuali dividen saham preferen, bisa mengakibatkan ”financial insolvency” (ketidak-mampuan memenuhi kewajiban keuangan). Semakin besar dan semakin stabil aliran kas perusahaan, semakin besar kemampuan perusahaan untuk menggunakan hutang. Dari pandangan intern, risiko keuangan yang berhubungan dengan ”leverage” seharusnya dianalisa berdasarkan atas kemampuan perusahaan untuk memenuhi beban tetap. Analisa ini haruslah menyangkut penyiapan anggaran kas untuk menentukan apakah aliran kas yang diharapkan bisa menutup kewajiban-kewajiban tetap tersebut. (Husnan, 1992:330)


(39)

Di dalam analisa aliran kas tersebut perlu diperhitungkan berapa

porbabilitas ketidakmampuan memenuhi kewajiban pembayaran kas. Probabilitas ini perlu kita ketahui karena ingin sebenarnya dari aliran kas yang diharapkan. Informasi ini snagat penting artinya bagi manajemen dalam penilaian kemampuan perusahaan untuk memnuhi kewajiban finansialnya. Dnegan mengetahui probabilitas dari suatu urutan-urutan alisan kas tertentu, ia akan mampu untuk menentukan seberapa besar beban tetap dan hutang yang bisa ditanggung sambil tetap berada dalam batas keamanan keuangan yang ditolerir oleh perusahaan. (Husnan, 1992:331)

C. Metode-metode Analisa Lainnya

1. Membandingkan rasio struktur modal

Metode lain untuk menganalisa struktur modal untuk suatu perusahaan, adlaah dengan menilai struktur modal perusahaan-perusahaan lain yang mempunyai risiko usaha yang sama. Perusahaan-perusahaan yang digunakan biasannya adalah Perusahaan-perusahaan-Perusahaan-perusahaan dalam industri yang sama. Apabila perusahaan yang dinilai mempunyai struktur modal yang jauh menyimpang dengan struktur modal industri, maka biasanya terjadi ”kecurigaan” terhadap perusahaan tersebut. Meskipun demikian, tidaklah mesti perusahaan tersebut salah, bisa terjadi bahwa perusahaan-perusahaan lain pada industri yang sama terlalu konservatif dalam penyusunan modalnya (dengan kata lain mungkin komponen modal sendiri terlalu besar).


(40)

Mungkin struktur modal yang optimal pada industri seharusnya lebih banyak menggunakan komponen hutang. Dengan demikian penggunaan hutang dalam proporsi yang cukup besar (kalau dibandingkan dengan rata-rata industri) dari perusahaan tersebut, mungkin bisa dibenarkan. Meskipun demikian, akrena para investor cenderung membandingkan dengan industri, perusahaan pun perlu pula menaruh perhatian dalam hal ini.

2. Studi Regresi

Beberapa perusahaan menggunakan studi regresi untuk mengetahui pengaruh struktur modal pada penilaian saham. Banyak pengujian empiris dengan studi regresi, menggunakan rata-rata biaya modal atau perbandingan keuntungan dengan harga saham sebagai variabel tergantungnya dan leverage (mungkin pula ditambah beberapa variabel) sebagai ”independet variabel”nya.

Pada umumnya hasil studi tersebut kurang konklusif, dalam artian koefisien regresinya tidak terlalu besar, ataupun, hasl pengujiannya kurang signifikan. Kesulitan utama adalah terletak pada masalah bahwa penilaian perusahaan sebenarnya dipengaruhi oleh berbagai faktor. Dan faktor-faktor tersebut sulit dipegang konstan dalam suatu analisa.

2.2.8. Pengaruh Profitabilitas Terhadap Struktur Modal

Menurut pecking order theory dalam Setiawan (2006), semakin tinggi profitabilitas perusahaan, maka semakin rendah tingkat penggunaan


(41)

utang dalam struktur modalnya. Hal ini disebabkan karena perusahaan yang mempunyai profitabilitas tinggi akan mempunyai dana internal yang besar. Sesuai dengan pecking order theory, perusahaan akan menggunakan dana internalnya terlebih dahulu sebelum mengambil pembiayaan eksternal melalui utang. Dengan demikian, menurut pecking order theory, profitabilitas berpengaruh negative terhadap struktur modal. (Setiawan, 2006:319)

Hasil penelitian yang mendukung hipotesisi adalah hasil penelitian yang dilakukan oleh Setiawan (2006:329) menunjukkan bahwa profitabilitas mempunyai pengaruh negatif signifikan terhadap struktur modal. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi tingkat profitabilitas semakin rendah tingkat penggunaan utang dalam strtuktur modal perusahaan. Hal ini disebabkan karena perusahaan yang mempunyai profitabilitas tinggi akan mempunyai dana internal yang besar. Perusahaan akan menggunakan dana internalnya terlebih dahulu sebelum mengambl pembiayaan eksternal melalui utang. Perusahaan akan lebih cenderung menggunakan dana internalnya karena biayanya sangat murah dibanding sumber pembiayaan eksterbal dari utang.

2.2.9. Pengaruh Likuiditas Terhadap Struktur Modal

Menurut pecking order theory dalam Setiawan (2006), Shyam-Sunder and Myers (1999), perusahaan yang mempunyai lkikuditas tinggi akan cenderung tingkat utang yang rendah dalam struktur modalnya,


(42)

karena perusahaan tersebut mempunyai sumber dana internal yang besar. (Dalam Jurnal Setiawan, 2006:320)

Hasil penelitian dari Setiawan (2006:329), menunjukkan bahwa likuiditas mempunyai pengaruh negative signifikan terhadap struktur modal. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi tingkat likuiditas semakin tinggi penggunaan utang dalam struktur modal perusahaan. Hal ini disebabkan karena perusahaan dengan likuditas tinggi mempunyai dana internal yang besar, sehingga perusahaan tersebut akan lebih memilih menggunakan dana internalnya terlebih dahulu untuk membiayai investasinya sebelum menggunakan pembiayaan eksternal melalui utang. Perusahaan akan lebih cenderung menggunakan dana internalnya karena biayanya sangat murah dibanding sumbere pembiayaan eksternal khususnya dari utang.

2.2.10. Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Struktur Modal

Menurut Machfoedz (1994) dalam Suwito dan Herawati (2005) Ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar kecil perusahaan menurut berbagai cara,antara lain:total aktiva,logsize

nilai pasar saham,dan lain-lain.Pada dasarnya ukuran perusahaan hanya terbagi dalam 3 kategori yaitu perusahaan besar (large firm), perusahaan menengah (medium firm),dan perusahaan kecil(small firm).penentuan ukuran perusahaan ini didasarkan kepada total asset perusahaan.


(43)

Penjualan dan kapitalis pasar.Semakin besar total aktiva, penjualan dan kapitalisasi pasar maka semakin besar pula ukuran perusahaan itu.semakin besar aktiva maka semakin banyak perputaraan uang dan semakin besar kapitalisasi pasar maka semakin besar pula perusahaan dikenal masyarakat (Sudarmajji dan Sularto,2007:54).

Menurut pecking order theory dalm Setiawan (2006),Shyam-sunder and Myers (1999) mengungkapkan bahwa dalam perusahaan besar mempunyai tingkat kesenjangan informasi (asmmetric information) yang lebih rendah dibanding perusahaan kecil. Implikasinya adalah perusahaan besar akan dapar memeperoleh biaya ekuitas yang lebih rendah dibanding perusahaaan kecil,sehingga perusahaan besar akan cenderung lebih banyak menggunakan ekuitas dibanding perusahaan kecil.Hal ini menyebabkan perusahaan besar akan cenderung menggunakan utang dalam jumlah kecil dibanding dengan perusahaan kecil.(Setiawan,2006:320)

2.2.11. Pengaruh Risiko Bisnis Terhadap Struktur Modal

Menurut pecking order theory, Shyam-Sunder and Myers (1999), perusahaan dengan resiko bisnis tinggi menyadari bahwa penggunaan utang yang penuh rsiko akan kurang menguntungkan dibanding dengan ekuitas, sehingga perusahaan dipaksa untuk menggunakan ekuitas untuk memenuhi pendanaan perushaan guna menghindari financial distress. Oleh karena itu, menurut pecking order theory resiko bisnis perusahaan berpengaruh negative terhadap struktur modal. (Setiawan, 2006:320)


(44)

Hasil penelitian Setiawan (2006:330), menunjukkan bahwa resiko bisnis tidak mempunyai pengaruh negative signifikan terhadap struktur modal perusahaan. Menurut pecking order theory, perusahaan yang mempunyai resiko bisnis tinggi menyadari bahwa tingkat penggunaan utang yang tinggi akan sangat tidak menguntungkan perusahaan, sehingga resiko bisnis seharusnya berpengaruh negatif terhadap struktur modal. Namun demikian, hasil penelitian ini ternyata menunjukkan bahwa resiko binis tidak berpengaruh negative signiifikan terhadap struktur modal. Hal ini berarti bahwa manajemen perusahaan mengabaikan tinggi rendahnya resiko bisnis dalam mengambil kebijakan struktur modal.

Pengaruh Growth Opportunity Terhadap Struktur Modal Menurut pecking order theory, Shyam-Sunder and Myers (1999) perusahaan yang mempunyai growth opportunity tinggi menghadapi kesenjangan informasi yng tinggi. Hal itu menyebabkan biaya modal ekuitas saham lebih besar dibanding biaya modal utang, sehingga perusahaan dengan growth opportunity tinggi cenderung menggunakan tingkat utang yang besar dalam struktur modalnya. Dengan demikian menurut pecking order theory, growth opportunity berpengaruh positif terhadap struktur modal. (Dalam Jurnal Setiawan, 2006:320)

Berdasarkan hasil penelitian Setiawan (2006:331), menunjukkan bahwa growth opportunity mempunyai pengaruh positif signifikan terhdap struktur modal. Hal ini berarti semakin tinggi growth opportunity semakin tingi tingkat penggunaan utang dalm struktur modperusahaan.


(45)

Perusahaan yang mempunyai growth opportunity tinggi akan menghadapi kesenjangan informasi yang tinggi antara manajer dan investor luar tentang kualitas proyek investasi perusahaan. Adanya kesenjangan informasi tersebut menyebabkan biaya modal ekuitas saham lebih besar dibanding biaya modal utang karena dari sudut pandang investor, modal saham dipandang lebih beresiko dibanding utang. Kesenjangan informasi tersbeut juga menyebabkan jika perusahaan melakukan emisi saham baru maka investor luar akan curiga bahwa harga saham sudah overpriced, dan dibaca sebagai isyarat negative tentang prospek perusahaan di masa mendatang, sehingga akan menyebabkan harga saham akan mengalami penurunan. Implikasinya adalah perusahaan akan cenderung menggunakan utang terlebih dahulu sebelum menggunakan ekuitas saham baru. Dengan demikian, semakin tinggi

growth opportunity semakin tinggi tingkat struktur modal.

2.3. Kerangka Konseptual

Struktur Modal (Y) Profitabilitas

(X1)

Likuiditas (X2)

Ukuran Perusahaan (X3)

Risiko Bisnis (X4)

Growth Opportunity (X5)


(46)

2.4. Hipotesis

1. Diduga profitabilitas berpengaruh negatif terhadap struktur modal 2. Diduga likuiditas berpengaruh negatif terhadap struktur modal

3. Diduga ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap struktur modal 4. Diduga risiko bisnis berpengaruh positif terhadap struktur modal


(47)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Variabel-variabel yang diamati dalam penelitian ini terdiri dari beberapa variabel. Variabel-variabel tersebut adalah sebagai berikut :

1. Variabel terikat (Y) adalah Struktur Modal

Struktur Modal didefinisikan sebagai rasio total utang dengan total aktiva. Pengukuran struktur modal dilakukan dengan menggunakan rumus (Setiawan, 2006:325):

Struktur Modal =

Aktiva Total

Hutang Total

2. Variabel bebas (X) yang digunakan terdiri dari : a. Variabel Profitabilitas (X1)

Profitabilitas didefinisikan sebagai earnings before interest and tax

(EBIT) dengan total aktiva. Pengukuran variabel profitabilitas dilakukan dnegan rumus (Setiawan, 2006:325):

Profitabilitas =

Aktiva Total

EBIT

b. Variabel Likuiditas (X2)

Likuiditas didefinisikan sebagai rasio aktiva lancar dengan hutang lancar. Pengukuran variabel likuiditas dilakukan dengan rumus (Setiawan, 2006:325):


(48)

Likuiditas =

Lancar Hutang

Lancar Aktiva

c. Ukuran Perusahaan (X3)

Ukuran perusahaan didefinisikan sebagai cerminan besar kecilnya perusahaan yang diukur dengan logaritma natural dari total aktiva. Pengukuran variabel ukuran perusahaan dilakukan dengan menggunakan rumus (Setiawan, 2006:326):

Ukuran perusahaan = logaritma natural dari total aktiva d. Risiko Bisnis (X4)

Risiko bisnis didefinisikan sebagai standar deviasi dari earnings before interest and tax (EBIT). Pengukuran variabel risiko bisnis dengan menggunakan rumus (Setiawan, 2006:326):

Risiko Bisnis = Standar Deviasi EBIT

e. Pertumbuhan Perusahaan (Growth Opportunity) (X5)

Pertumbuhan Perusahaan didefinisikan sebagai rasio harga pasar per saham dibagi nilai buku per saham. Pengukuran variabel Growth Opportunity dengan menggunakan rumus (Setiawan, 2006:326):

Growth Opportunity =

Saham Lembar Per

Buku NIlai

Saham Lembar Per

Pasar Harga

3.2. Teknik Penentuan Sampel 3.2.1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas : obyek / subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya


(49)

(Sugiyono, 2003 : 55). Dalam penelitian ini populasi yang digunakan sebagai obyek penelitian adalah laporan keuangan perusahaan Food and Beverage yang go publik dan terdaftar di BEI yang berjumlah 12 perusahaan.

3.2.2. Sampel dan Teknik Penarikan Sampel

Dari sejumlah populasi yang di jadikan obyek penelitian di ambil sampel sebanyak 7 perusahaan Food and Beverage yang terdaftar pada BEI pada tahun 2000-2007. Dalam penelitian ini teknik sampel yang digunakan adalah dengan menggunakan teknik purposive sampling adalah teknik penentuan sampel yang dilakukan dengan cara pengambilan sampel berdasarkan atas tujuan tertentu (Sugiyono, 2003:61), dengan pertimbangan dan kriteria tertentu, antara lain:

1. Data laporan keuangan perusahaan tersedia berturut-turut untuk 6 tahun pelaporan dari 2003-2008, dari sektor Food and Beverage yang terdaftar sebagai anggota Bursa Efek.

2. Perusahaan mempublikasi laporan keuangan auditan dengan

menggunakan tahun buku yang berakhir pada tanggal 31 Desember Adapun sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelompok perusahaan Food and Beverage yang sesuai dengan kriteria di atas, yaitu sebagai berikut:

1. PT. Ades Waters Indonesia Tbk. 2. PT. Delta Djakarta Tbk.

3. PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. 4. PT. Mayora Indah Tbk.


(50)

5. PT. Sekar Laut Tbk 6. PT. Siantar Top Tbk

7. PT. Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk

3.3. Teknik Pengumpulan Data 3.3.1. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data yang diambil untuk memperoleh bahan atau keterangan data dengan cara mempelajari serta mencatat dari data dokumen dan laporan keuangan dari masing–masing perusahaan yang diserahkan dari BEI. Adapun data sekunder yang diambil, meliputi:

1. Data perkembangan harga saham perusahaan Food and Beverage yang diteliti yaitu periode 2003 – 2008.

2. Laporan keuangan perusahaan Food and Beverage yang diteliti per 31 Desember selama periode 2003 – 2008.

3.3.2. Sumber Data

Dalam penelitian ini data sekunder tersebut berupa laporan keuangan Food and Beverage Tahun 2003-2008 yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia, selama 6 tahun ICMD (Indonesia Capital Market


(51)

3.3.3. Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang pergunakan dalam penelitian ini adalah teknik dokumentasi. Teknik pengumpulan data secara dokumentasi adalah pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen – dokumen dengan cara mencari dan mengumpulkan data dengan mengambil data – data yang sudah dipublikasikan oleh pemerintah, industri atau sumber – sumber individual. Data ini diambil atau digunakan sebagian dari data yang telah di catat atau dilaporkan.

3.4. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis 3.4.1. Uji Asumsi Klasik

Persamaan regresi tersebut harus bersifat BLUE (Best Linier

Unbiased Estimator), artinya pengambilan keputusan uji F tidak boleh bias. Untuk menghasilkan keputusan yang BLUE maka harus dipenuhi tiga asumsi dasar yang tidak boleh di langgar oleh regresi linier, yaitu :

1. Tidak boleh ada autokorelasi 2. Tidak boleh ada multikolinearitas 3. Tidak boleh ada heteroskedastisitas

Apabila salah satu dari tiga asumsi dasar tersebut di langgar maka persamaan regresi yang diperoleh tidak lagi bersifat BLUE sehingga pengambilan keputusan melalui uji t menjadi bias ( Gujarati, 1999 : 153 ).


(52)

1. Autokorelasi

Autokorelasi merupakan korelasi ( hubungan ) yang terjadi antara anggota – anggota dari serangkaian pengamatan ( observasi ) yang tersusun dalam rangkaian waktu atau rangkaian ruang. Adanya gejala autokorelasi menggambarkan varians populasinya dan hasil regresi tidak dapat digunakan untuk menaksir nilai variabel dependen pada nilai variabel independen tertentu.

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linier ada korelasi antara korelasi pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya).Identifikasi ada tidaknya gejala autokorelasi dapat dilihat dari table Watson dengan jumlah variable bebas (k) dan jumlah data (n) sehingga dL dan dU dapat diperoleh distribusi daerah keputusan ada atau tidaknya korelasi (Gujarati, 1999:201).

2. Multikolinearitas

Multikolinearitas merupakan satu keadaan dimana satu atau lebih variabel independent terdapat korelasi atau hubungan dengan variabel independent lainnya.

Dari diagnosis atau dugaan adanya multikolinearitas tersebut maka perlu adanya pembuktian atau identifikasi secara statistik ada tidaknya gejala multikolinearitas yang dapat dilakukan dengan cara menghitung


(53)

Variance Inflaction Factor (VIF). VIF menyatakan tingkat “pembengkakan” variance, apabila nilai VIF lebih besar dari 10, hal itu berarti terdapat multikolinearitas pada persamaan.

3. Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual atau pengamatan ke pengamatan lainnya. Kebanyakan data cross section mengandung situasi heteroskedastisitas, karena ini mengimpun data yang terwakili berbagai ukuran (kecil, sedang, dan besar).

Salah satu cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas adalah dengan cara menggunakan uji Rank Spearman

yaitu dengan membandingkan antara residual dengan seluruh variabel bebas. Mendeteksi adanya heteroskedastisitas adalah sebagai berikut : (Gujarati, 1999 : 177 )

a. Nilai probabilitas > 0,05 berarti bebas dari heteroskedastisitas b. Nilai probabilitas < 0,05 berarti terkena heteroskedastisitas

3.4.2. Teknik Analisis

Teknik analisa yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda. Dikarenakan dalam analisis pemilihan regresi linier berganda dapat menerangkan ketergantungan satu variabel terikat (Y) yaitu harga


(54)

saham dengan satu atau lebih variabel bebas (X), yang meliputi tiga varaibel bebas yaitu yaitu retun on asset, return on equity dan net profit margin.

Sesuai dengan tujuan dan hipotesis yang diajukan peneliti, maka kaitan antara variabel penelitian dapat digunakan kedalam model sebagai berikut :

Y = β0 + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + β4 X4 + β5 X5 + ei Keterangan :

Y : Struktur Modal

X1 : Profitabilitas

X2 : Likuiditas

X3 : Ukuran Perusahaan

X4 : Risiko Bisnis

X5 : Growth Opportunity

β : Konstanta

β1,β2, : Koefisien Regresi

ei : Variabel Pengganggu

3.4.3. Uji Hipotesis

a. Uji kecocokan model

Pengujian hipotesis dilakukan untuk menganalisis kecocokan model yang digunakan dengan variabel Return On Aset (X1), dan Return On


(55)

Equity (X2), Net Profit Margin ( X3 ) terhadap Harga Saham (Y) digunakan uji F dengan prosedur sebagai berikut:

1) H0 : bj = 0 ( tidak terdapat pengaruh X1, X2, X3 , ...terhadap Y) H1 : bj ≠ 0 ( terdapat pengaruh X1, X2, ... terhadap Y )

Dimana j = 1, 2,3, k : Variabel ke J sampai ke k.

2) Dalam penelitian ini digunakan tingkat signifikan 0,05 dengan derajat bebas [n-k], dimana n : jumlah pengamatan, dan k : jumlah variabel.

3) Dengan F hitung sebesar :

F hit =

(

(

)

)

(

n k

)

R k R

− −

2 2

1

1

Keterangan :

F hi t= F hasil perhitungan R2 = koefisien regresi k = jumlah variabel n = jumlah sampel

4) Kriteria pengujian sebagai berikut : a. Jika Fhitung

>

Ftabel maka Ho ditolak dan Hi diterima (berarti

secara simultan variabel bebas berpengaruh terhadap variabel terikat).


(56)

b. Jika Fhitung

<

Ftabel, maka Ho diterima dan Hi ditolak (berarti secara simultan variabel bebas tidak berpengaruh terhadap variabel terikat).

b. Uji t

Digunakan untuk melihat pengaruh masing – masing variabel bebas secara parsial terhadap variabel terikat dengan prosedur sebagai berikut :

1. H0 : β1,β2, = 0 ( tidak ada pengaruh X1,X2,... terhadap Y) H1 : β1,β2, ≠ 0 ( ada pengaruh X1,X2, ... terhadap Y )

2. Tingkat signifikan = 10 % dengan derajat bebas = ( n-k ), dimana n : jumlah data dan k : jumlah variabel bebas

3. t hitung =

( )

i i

Se β

β

Keterangan :

t hitung : t hasil perhitungan

βi : Koefisien regresi

Se(βi) : Standart error 4. Kriteria pengujian :

Jika -ttabel ≤ thitung ≤ ttabel maka H0 di terima dan H1 di tolak (berarti variabel bebas tidak berpengaruh terhadap variabel terikat)


(57)

49

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Obyek Penelitian

4.1.1. Gambaran Umum PT. Bursa Efek Indonesia

Bursa Efek Indonesia (BEI) saat ini adalah gabungan dari Bursa Efek Jakarta (BEJ) atau Jakarta Stock Exchange dan Bursa Efek Surabaya (BES). Bursa Efek Jakarta (BEJ) atau Jakarta Stock Exchange merupakan akhir dari perjalanan panjang Pasar Modal Indonesia. Sejarah Pasar Modal Indonesia dimulai dengan dibentuknya bursa efek di Batavia (sekarang Jakarta) pada tahun 1912 oleh Vereniging Voor de Effectenhandel, kemudian pada tahun 1925 pemerintah kolonial Belanda menambah lagi dua bursa, yaitu Bursa Efek Semarang dan Surabaya. Ketiga bursa ini menghentikan aktivitasnya menjelang invasi Jepang pada tahun 1942, dan dimulai kembali dengan dibukanya Bursa Efek Jakarta pada tahun1952. program nasionalisasi yang dilakukan pemerintah pada tahun1956, mengkibatkan terhentinya aktivitas pasar modal.

Visi dan Misi Bursa Efek Indonesia:

Visi Bursa Efek Indonesia adalah menjadikan Bursa Efek Indonesia sebagai sarana yang efisien untuk menghimpun dana bagi investor dan perdagangan instrumen pasar modal baik untuk masyarakat Indonesia maupun masyarakat Internasional.


(58)

50

Misi Bursa Efek Indonesia adalah mewujudkan Bursa Efek Indonesia sebagai bursa efek yang berskala Internasional yang menawarkan kesempatan berinvestasi secara luas sejalan dengan perkembangan perekonomian Indonesia. Bursa Efek Indonesia juga bertekad mewujudkan sarana perdagangan yang efisien, sistem informasi yang terpercaya, lengkap, dan tepat waktu serta mempunyai sumber daya manusia yang profesional dan berintegritas tinggi, dengan demikian Bursa Efek Indonesia dapat menjadi bursa efek yang transparan, likuid, wajar, dan efisien sehingga dapat membawa Bursa Efek Indonesia sejajar dengan bursa-bursa efek lain di dunia.

Bursa Efek Indonesia aktif berpartisipasi di dalam mengembangkan basis investor lokal yang luas dan kokoh sebagai stabilisator Pasar Modal Indonesia. Bursa Efek Indonesia juga menawarkan beragam efek berkualitas sejalan dengan pertumbuhan instrumen pasar modal yang semakin meningkat sehingga Bursa Efek Indonesia dapat memberikan manfaat optimal bagi pemodal domestic maupun asing.

4.1.2. Gambaran Umum PT. Ades Water Indonesia Tbk.

PT. Ades Alfindo Putra Setia (selanjutnya disebut “Perusahaan”) didirikan dengan nama PT. Alfindo Putra Setia berdasarkan Akta No. 11 tanggal 6 Maret 1985 yang dibuat dihadapan Miryam Magdalena Indrani Wiardi S.H., Notaris di Jakarta. Akta pendirian perusahaan telah disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia dalam Surat Keputusan No.


(59)

51

C2-4221:HT.01.01.Th.85 tanggal 13 Juli 1985, serta diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia No. 49 Tambahan No. 1081 tanggal 20 Juni 1989.

4.1.3. Gambaran Umum PT. Delta Djakarta Tbk.

Kantor utama dan Pabrik PT. Delta Djakarta Tbk berada di Jalan Inspeksi Tarum Barat, Desa Setia Darma, Tambun Bekasi. Produksi utama perusahaan adalah bir pilsner dan dipasarkan dengan merek Anker Bir dan menguasai hampir 40% pasaran bir pilsner di Indonesia. Produk perusahaan yang lain adalah Anker Stout dan Shanta Super Shandy. Mempunyai perjanjian kerjasama dengan Aliansi Breweries Nederland BV, mencakup perkembangan teknologi, pemasaran dan general manajemen. Delta Jakarta juga memproduksi produk berlisensi dari Carlsberg International AS, Denmark dengan merek Carlsberg Beer.

4.1.4. Gambaran Umum PT. Indofood Sukses Makmur Tbk.

PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. (“Perusahaan”) didirikan di Republik Indonesia pada tanggal 14 Agustus 1990 dengan nama PT. Panganjaya Intikusuma, berdasarkan akta notaris Benny Kristianto, S.H., no. 228.

Berdasarkan pasal 3 anggaran dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan Perusahaan terdiri dari antara lain, produksi mie, penggilingan tepung, kemasan, jasa manajemen serta penelitian dan pengembangan. Saat ini, Perusahaan terutama bergerak di bidang pembuatan mie dan penggilingan tepung terigu.


(60)

52

Kantor pusat Perusahaan berlokasi di Gedung Ariobimo Sentral, lantai 12, Jl. H.R. Rasuna Said X-2, Kav 5, Jakarta, Indonesia, sedangkan pabriknya berlokasi di berbagai tempat di pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Perusahaan memulai operasi komersialnya pada tahun 1990.

4.1.5. Gambaran Umum PT. Mayora Indah Tbk.

PT. Mayora Indah Tbk didirikan pada tahun 1977, dan diambil alih oleh PT. Unita Branindo pada tahun 1990, sebuah perusahaan wafer dan cokelat yang juga dimiliki oleh perusahaan pendiri. Sejak diambil alih, perusahaan memiliki dua pabrik yang ada di Tangerang, Jawa Barat diarea seluas 11,7 Hektar. Perusahaan memiliki perjanjian dengan Oka AG Ltd untuk produksi coklat dan juga dengan Danish Specially Food Aps of Denmark yang memproduksi Danish Cookies. PT. Mayora Indah merupakan bagian dari Grup Inbisco, yaitu perusahaan yang telah aktif dalam industri makanan sejak 1948.

4.1.6. Gambaran Umum PT. Sekar Laut Tbk.

PT. Sekar Laut Tbk adalah perusahaan yang bergerak dibidang produksi makanan, khususnya krupuk, saos dan bumbu masak. Proses produksi krupuk telah dilakukan sejak tahun 1966, dimulai dengan industri rumah tangga. Pada tahun1976, PT. Sekar Laut didirikan dan produksinya mulai dikembangkan dengan teknologi modern, yang mengutamakan kebersihan, kwalitas dan nutrisi. Kapasitas produksi krupuk juga


(61)

53

meningkat. Produk krupuk yang dipasarkan di dalam dan diluar negeri. Produk-produknya dipasarkan dengan merek FINNA.

4.1.7. Gambaran Umum PT. Siantar Top Tbk.

Mei PT. Siantar Top, Tbk (Perseroan) didirikan berdasarkan akta No. 45 tanggal 12 1987 dari Ny. Endang Widjajanti, SH, notaris di Sidoarjo dan akta perubahannya No. 64 tanggal 24 Maret 1988 dari notaris yang sama. Akta pendirian dan perubahan tersebut telah disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia dalam Surat Keputusannya No. C2-5873.HT.01.01 Th.88 tanggal 11 Juli 1988 serta diumumkan dalam Berita Negara Republik Indoneisia No. 104 tanggal 28 Desember 1993 Tambahan No. 5226. Kantor utama dan pabrik PT. Siantar Top terletak di Jalan Tambak Sawah No. 21-23 Waru, Sidoarjo.

4.1.8. Gambaran Umum PT. Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk.

PT. Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk merupakan perusahaan multinasional yang memproduksi makanan yang bermarkas di Jakarta, Indonesia. Perusahaan ini didirikan pada tahun 1985. Perusahaan ini menghasilkan berbagai macam-macam bahan makanan.

Pada tahun 1959, almarhum Tan Pia Sioe mendirikan bisnis keluarga yang nantinya berkembang menjadi PT. Tiga Pilar Sejahtera Food, Tbk. (TPS-Food). Sebuah Bisnis keluarga yang memproduksi bihun jagung dengan nama Perusahaan Bihun Cap Cangak Ular di Sukoharjo, Jawa Tengah. Sampai hari ini, kultur manajemen yang erat seperti sebuah


(62)

54

keluarga adalah salah satu nilai yang terus dipertahankan oleh generasi ketiga dari sang pendiri.

Untuk memenuhi permintaan pasar akan produk-produk makanan yang terus tumbuh, PT. Tiga Pilar Sejahtera didirikan pada tahun 1992 dan menjadi perusahaan publik pada 2003. TPS-Food selalu menekankan pentingnya produk yang berkualitas dan memberikan nilai tambah kepada konsumen. Berbekal pengalaman yang panjang, tradisi, serta loyalitas konsumen; TPS-Food berhasil meraih posisi sebagai produsen mi kering dan bihun terdepan di pasar Indonesia.

Komitmen TPS-Food untuk menghasilkan produk yang terbaik, diterima oleh pasar, dan berkualitas tinggi dibuktikan dengan diperolehnya sertifikat ISO 9001:2002, HACCP, dan sertifikasi Halal.

4.2. Penyajian Data

4.2.1. Variabel Profitabilitas (X1), Likuiditas (X2), Ukuran Perusahaan (X3),

Risiko Bisnis (X4), Growth Opportunity (X5) dan Struktur Modal (Y) Berikut ini tabel penyajian data untuk variabel Profitabilitas (X1), Likuiditas (X2), Ukuran Perusahaan (X3), Risiko Bisnis (X4), Growth Opportunity (X5) dan Struktur Modal (Y) :


(63)

55

Tabel 4.1. Rekapitulasi Data

No. Nama Perusahaan Tahun SM PR LK UP RB GO

1 PT. Ades Waters Indonesia Tbk.

2003 1,13 -0,080 0,366 11,283 3,359 13047745169 2004 4,89 -1,449 0,422 11,010 3,318 23165566448 2005 -3,39 -0,560 0,218 11,322 3,365 18369157873 2006 -2,08 -0,554 0,117 11,368 3,372 20165468483 2007 1,66 -0,821 2,163 11,267 3,357 23736225374 2008 2,56 -0,171 3,308 11,252 3,354 4784070848

2 PT. Delta Djakarta Tbk.

2003 0,22 0,188 5,071 11,470 3,387 2711537190 2004 0,28 0,198 4,135 11,463 3,386 8959396675 2005 0,32 0,241 3,694 11,516 3,394 12348741031 2006 0,32 0,216 3,805 11,448 3,384 9488558046 2007 0,29 0,109 4,173 11,788 3,433 10404563699 2008 0,33 0,195 3,789 11,781 3,432 18387600277

3 PT. Indofood Sukses Makmur Tbk.

2003 2,74 1,970 1,909 11,719 3,423 51702368704 2004 2,74 1,286 1,479 11,827 3,439 134827932114 2005 2,43 0,581 1,470 11,865 3,445 66492697035 2006 2,25 1,524 1,168 11,901 3,450 189236215802 2007 3,13 2,290 0,916 11,950 3,457 318814523083 2008 3,66 2,591 0,898 12,002 3,464 406024138155

4 PT. Mayora Indah Tbk.

2003 0,60 0,337 9,817 11,566 3,401 5199910863 2004 0,47 0,276 5,107 11,658 3,414 19630035843 2005 0,63 0,126 3,537 11,731 3,425 10554308844 2006 0,60 0,245 3,909 11,761 3,430 22136670724 2007 0,73 0,354 1,878 11,773 3,431 32769617494 2008 1,32 0,392 2,189 11,844 3,442 42802467351

5 PT. Sekar Laut Tbk

2003 -0,33 0,001 0,249 13,185 3,631 326146857 2004 -0,30 -0,003 0,249 13,195 3,633 6860927469 2005 4,45 0,006 1,417 13,170 3,629 14354677861 2006 3,03 0,000 1,742 13,214 3,635 741368039 2007 0,90 0,000 1,531 13,473 3,671 322682614 2008 1,00 0,000 1,705 13,598 3,687 1150594660

6 PT. Siantar Top Tbk

2003 0,68 0,036 1,427 12,109 3,480 3275205329 2004 0,48 0,032 1,979 12,107 3,480 6384433689 2005 0,45 0,010 2,152 12,164 3,488 2352528916 2006 0,36 0,014 2,692 12,191 3,492 3281069894 2007 0,44 0,012 1,769 12,277 3,504 3632146182 2008 0,72 0,001 1,226 12,466 3,531 574350988

7 PT. Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk

2003 2,58 -0,002 1,196 11,684 3,418 2612506411 2004 2,92 0,005 1,014 11,747 3,427 467644430 2005 2,76 0,000 0,817 11,760 3,429 19538925 2006 2,82 0,002 1,081 11,786 3,433 186636166 2007 1,26 0,061 0,907 11,794 3,434 5938094302 2008 1,60 0,056 0,885 11,974 3,460 8273326168 Sumber: lampiran 1-6

Dari data profitabilitas perusahaan food and beverage dapat diketahui bahwa peningkatan profitabilitas perusahaan terbesar terjadi


(1)

75

4.4.4. Pengaruh Resiko Bisnis terhadap Struktur Modal

Dari hasil uji signifikan (uji t) dapat diketahui bahwa variabel Resiko Bisnis tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Struktur Modal, dengan nilai thitung yang diperoleh adalah -1,721 dengan taraf signifikan sebesar

0,094. Diperolehnya hasil tersebut menunjukkan bahwa hipotesis yang keempat yang menyatakan bahwa risiko bisnis berpengaruh positif terhadap struktur modal tidak dapat terbukti keberannya.

Menurut pecking order theory, Shyam-Sunder and Myers (1999), perusahaan dengan resiko bisnis tinggi menyadari bahwa penggunaan utang yang penuh resiko akan kurang menguntungkan dibanding dengan ekuitas, sehingga perusahaan dipaksa untuk menggunakan ekuitas untuk memenuhi pendanaan perushaan guna menghindari financial distress. Oleh karena itu, menurut pecking order theory resiko bisnis perusahaan berpengaruh negative terhadap struktur modal. (Setiawan, 2006:320)

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa resiko bisnis memiliki pengaruh yang negatif meskipun tidak signifikan, hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi resiko bisnis akan mengakibatkan penurunan pada penurunan struktur modal perusahaan khususnya yang berasal dari sumber hutang atau pinjaman. Hal ini menunjukkan perusahaan yang memiliki tingkat resiko bisnis yang besar akan cenderung menggunakan dana permodalan yang bersumber dari pendanaan internal perusahaan atau modal sendiri.


(2)

Dengan demikian penelitian kali ini bertolak belakang dengan yang di kemukakan oleh Setiawan. Menurut Setiawan (2006:319) resiko bisnis tidak mempunyai pengaruh negative signifikan terhadap struktur modal perusahaan. Hasil penelitian ini mendukung pecking order theory, perusahaan yang mempunyai resiko bisnis tinggi menyadari bahwa tingkat penggunaan utang yang tinggi akan sangat tidak menguntungkan perusahaan, sehingga resiko bisnis seharusnya berpengaruh negatif terhadap struktur modal.

4.4.5. Pengaruh Growth Opportunity terhadap Struktur Modal

Pada variabel Growth Opportunity berpengaruh secara signifikan terhadap Struktur Modal, dengan nilai thitung yang diperoleh adalah 2,501 dengan

taraf signifikan sebesar 0,017, dimana nilai tersebut lebih kecil dari 0,05. Diperolehnya hasil tersebut menunjukkan bahwa hipotesis yang kelima yang menyatakan bahwa growth opportunity berpengaruh positif terhadap struktur modal terbukti kebenarannya.

Menurut pecking order theory, Shyam-Sunder and Myers (1999) perusahaan yang mempunyai growth opportunity tinggi menghadapi kesenjangan informasi yng tinggi. Hal itu menyebabkan biaya modal ekuitas saham lebih besar dibanding biaya modal utang, sehingga perusahaan dengan growth opportunity tinggi cenderung menggunakan tingkat utang yang besar dalam struktur modalnya. Dengan demikian menurut pecking order theory, growth opportunity berpengaruh positif terhadap struktur modal. (Dalam Jurnal Setiawan, 2006:320)


(3)

77

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin tinggi growth opportunity dari suatu perusahaan akan semakin meningkatkan nilai struktur modalnya, penggunaan pendanaan dari modal asing menjadi salah satu pilihan yang terbaik bagi perusahaan yang memiliki growth opportunity tinggi, untuk menutupi kebutuhan permodalan yang bersumber dari modal sendiri yang dimiliki oleh perusahaan yang biasanya terbatas.

Hasil ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Setiawan (2006:319) yang berpendapat bahwa growth opportunity mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap struktur modal. Hal ini berarti semakin tinggi growth opportunity semakin tingi tingkat penggunaan utang dalam struktur modal perusahaan.


(4)

78

5.1. Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah Profitabilitas (X1),

Likuiditas (X2), Ukuran Perusahaan (X3), Resiko Bisnis (X4), dan Growth

Opportunity (X5) Terhadap Struktur Modal (Y) pada perusahaan Food and

Beverage yang go publik di PT. Bursa Efek Indonesia.

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis penelitian, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Hipotesis yang menyatakan profitabilitas berpengaruh negatif terhadap Struktur Modal pada perusahaan Food and Beverage yang go publik di PT. Bursa Efek Indonesia tidak dapat terbukti kebenarannya.

2. Hipotesis yang menyatakan Likuiditas berpengaruh negatif terhad9ap Struktur Modal pada perusahaan Food and Beverage yang go publik di PT. Bursa Efek Indonesia dan dapat terbukti kebenarannya.

3. Hipotesis yang menyatakan ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap Struktur Modal pada perusahaan Food and Beverage yang go publik di PT. Bursa Efek Indonesia tidak dapat terbukti kebenarannya. 4. Hipotesis yang menyatakan Risiko bisnis berpengaruh positif terhadap

Struktur Modal pada perusahaan Food and Beverage yang go publik di PT. Bursa Efek Indonesia dan tidak dapat terbukti kebenarannya


(5)

79

5. Hipotesis yang menyatakan Growth opportunity berpengaruh positif terhadap Struktur Modal pada perusahaan Food and Beverage yang go publik di PT. Bursa Efek Indonesia terbukti kebenarannya.

5.2. Saran

1. Disarankan agar perusahaan dapat meningkatkan lagi nilai profitabilitasnya karena apabila profitabilitas yang menggambarkan kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui semua kemampuan, dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang, dan sebagainya sehigga apabila nilai profitabilitasya tinggi maka semakin baik pula lab yang dihasilkan perusahaan tersebut..

2. Disarankan kepada perusahaan agar perusahaan mengurangi nilai likuiditasnya karena apabila suatu perusahaan dapat mengurangi likuiditas yang menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menyelesaikan kewajiban jangka pendeknya maka dapata menarik para investor untuk menanamkan modal di perusahaan karena tidak takut mengalami kerugian. 3. Disarankan kepada perusahaan agar menjaga ukuran perusahaannya

karena ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar kecil perusahaan menurut berbagai cara, antara lain: total aktiva, log size, nilai pasar saham, dan lain-lain

4. Disarankan kepada perusahaan agar lebih menjaga resiko yang dikeluarkan sehingga tidak menimbulkan kerugian di kemudian hari


(6)

5. Disarankan kepada perusahaan agar dapat meningkatkan lagi nilai growth opportunity karena growth opportunity adalah adalah kombinasi antara aktiva riil dan opsi investasi di masa yang akan datang. perusahaan dengan tingkat kesempatan pertumbuhan yang rendah akan ditandai dengan tingginya tingkat hutang. Apabila growth opportunity itu turun maka perusahaan akan meningkatkan tingkat hutang

6. Disarankan bagi investor sebelum melakukan investasi, para investor melakukan analisis yang mendalam dan menyeluruh terhadap semua aspek dari kinerja keuangan perusahaan, tetapi dapat juga dengan melihat nilai rasio-rasio yang lainnya.


Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Struktur Modal Pada Perusahaan Food And Beverage Yang Go Public Di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2006-2010

0 10 70

ANALISIS FAKTOR–FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRUKTUR MODAL PERUSAHAAN–PERUSAHAAN GO PUBLIK DI BURSA EFEK INDONESIA.

0 0 7

ANALISIS FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRUKTUR MODAL PADA PERUSAHAAN FOOD AND BEVERAGE YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI).

0 1 6

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRUKTUR MODAL PADA PERUSAHAAN ASURANSI YANG GO PUBLIK DI BURSA EFEK INDONESIA.

1 1 89

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRUKTUR MODAL PADA PERUSAHAAN FOOD AND BEVERAGE YANG GO PUBLIC DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2005 – 2008.

1 8 93

ANALISIS STRUKTUR MODAL PADA PERUSAHAAN FOOD AND BEVERAGE YANG GO PUBLIK DI BURSA EFEK INDONESIA.

1 2 73

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRUKTUR MODAL PERUSAHAAN GO PUBLIK DI BURSA EFEK INDONESIA STUDI KASUS PADA INDUSTRI FOOD AND BEVERAGE - Perbanas Institutional Repository

0 0 14

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRUKTUR MODAL PERUSAHAAN GO PUBLIK DI BURSA EFEK INDONESIA STUDI KASUS PADA INDUSTRI FOOD AND BEVERAGE - Perbanas Institutional Repository

0 0 15

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRUKTUR MODAL PADA PERUSAHAAN FOOD AND BEVERAGE YANG GO PUBLIC DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2005 – 2008 SKRIPSI

0 0 20

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRUKTUR MODAL DALAM PERSPEKTIF PECKING ORDER THEORY PADA PERUSAHAAN FOOD AND BEVERAGE YANG GO PUBLIK DI BURSA EFEK INDONESIA SKRIPSI

0 0 14