Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Jurusan Pendidikan Sejarah FKIP Unsyiah

  Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Jurusan Pendidikan Sejarah FKIP Unsyiah

Volume 2, Nomor 4, November 2017, hal. 1 – 10.

  KOTA CALANG PASCA TSUNAMI (Satu Tinjauan Perkembangan Infrastruktur Tahun 2005-2017)

  1

  

2

  3 Chandra Seba , Mawardi , Anwar Yoesoef

  Jurusan Pendidikan Sejarah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh

  Email: chandraseba7@gmail.com ,

  mawardiumar@gmail.com anwar@unsyiah.ac.id ABSTRACK

  Study of the history of the city is still minimaly considered in the province of Aceh. One of them is Calang city which is capital distrik of Aceh Jaya. Calang city was founded in 2002 along with the establishment of the district. After the tsunami of 2004, this city began to develop in various infrastructure, especially economic infrastructure, government and infrastructure for the benefit of the general public. The research is titled, “Calang City After The Tsunami (An Infrastructure Development Review, 2005-2017)”, aims to (1) reconstruct infrastructure development of Calang city after tsunami, and (2) to analyze the factors that influence the development of Calang city infrastructure after the tsunami, 2005-2017. This research uses qualitative approach and historical method, which has a theme selection step, heuristics, verification, interpretation and historiography. Technique of data collecting is done by interview, documentation, liblary research and observation. Based on the results of the research, it is known that (1) the development of Calang City infrastructure since 2005-2017 continues to increase to a more advanced direction. It is characterized by the increasing of road transport infrastructure, health/sinetasi, education, offices, houses of worship, industry, market, company, restaurant , SME facilities and electricity infrastructure, and (2) the development of infrastructure of Calang is influenced by the state of nature, the ecology of the city as well as government support and funding from abroad.

  Keywords : Progress, Infrastructure, Calang City.

  ABSTRAK

  Kajian sejarah kota merupakan kajian yang masih minim diperhatikan di Provinsi Aceh. Salah satunya ialah Kota Calang yang merupakan ibukota dari Kabupaten Aceh Jaya. Kota ini berdiri 1 tahun 2002 berbarengan dengan berdirinya kabupaten tersebut. Pasca tsunami 2004, kota ini 2 Mahasiswa Jurusan Pendidikan Sejarah FKIP Unsyiah. 3 Dosen Pembimbing Pertama.

  Dosen Pembimbing Kedua.

  Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Jurusan Pendidikan Sejarah FKIP Unsyiah

Volume 2, Nomor 4, November 2017, hal. 1 – 10.

  terlihat mulai berkembangnya berbagai infrastruktur baik infrastruktur ekonomi, pemerintahan dan infrastruktur untuk kepentingan masyarakat umum. Penelitian yang berjudul “ Kota Calang Pasca

  Tsunami, (Satu Tinjauan Perkembangan Infrastruktur, 2005-2017)”, bertujuan untuk (1) merekontruksi

  kembali perkembangan infrastruktur kota Calang pasca tsunami, 2005-2017 dan (2) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan infrastruktur kota Calang pasca tsunami, 2005- 2017. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan metode sejarah, yang memiliki langkah pemilihan tema, heuristik, verifikasi, interpretasi dan historiografi. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, dokumentasi, studi pustaka dan observasi. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa (1) perkembangan infrastruktur Kota Calang sejak 2005-2017 terus mengalami kenaikan ke arah yang lebih maju. Hal ini ditandai dengan semakin bertambahnya infrastruktur transportasi jalan, kesehatan/sinetasi, pendidikan, perkantoran, rumah ibadah, industri, pasar, perusahaan, restoran/rumah makan, fasilitas UKM dan infrastruktur listrik, dan (2) perkembangan infrastrukur Kota Calang ini dipengaruhi oleh keadaan alam, ekologi kota serta dukungan pemerintah dan bantuan dana dari luar negeri.

  Kata Kunci: Perkembangan, Infrastruktur, Kota Calang.

  PENDAHULUAN Gunung Geurute sampai daerah Singkil dan

  Kepulauan Simeulue. Afdeeling ini dibagi

  Latar Belakang Masalah menjadi enam onder afdeeling, yaitu: (1)

  Wilayah administratif Kabupaten Meulaboh dengan ibukotanya Meulaboh, (2) Aceh Jaya terdiri dari 6 kecamatan, yaitu: Tjalang, dengan ibukotanya Tjalang Kecamatan Teunom, Panga, Krueng Sabee, (sebelum tahun 1910 ibukotanya adalah Lhok Setia Bakti, Sampoiniet, dan Jaya. Kabupaten Kruet). Landschapnya meliputi Keulueng, Aceh Jaya berada dalam iklim tropis yang Kuala Daya, Lambeusoi, Kuala Unga, Lhok hangat dan lembab (Aceh Jaya Dalam Kruet, Patek, Lageun, Rigaih, Krueng Sabee,

  Angka 2014). dan Teunom, (3) Tapak Tuan dengan Kabupaten Aceh Jaya dahulu ibukotanya Tapak Tuan, (4) Simeulue merupakan bagian dari Kabupaten Aceh dengan ibukotanya Sinabang, (5) Zuid Atjeh

  Barat dan terletak di wilayah pantai barat dengan ibukotanya Bakongan dan (6) Singkil Provinsi Aceh. Pada zaman penjajahan dengan ibukotanya Singkil (http:// www. Belanda, wilayah Kabupaten Aceh Jaya Aceh Jaya kab.go.id/sejarah Kabupaten Aceh merupakan onder afdeeling dari Afdeeling Jaya, diakses 16 November 2016).

  Westkust van Atjeh (Aceh Barat), salah satu Di zaman penjajahan Jepang struktur

  dari empat afdeeling Wilayah Kresidenan wilayah administratif tidak banyak Aceh. Afdeeling Westkust van Atjeh mengalami perubahan kecuali pergantian merupakan suatu daerah administratif yang cara penamaan wilayah. Afdeeling diubah meliputi wilayah pantai barat Aceh dari menjadi Bunsyu yang dikepalai seorang

  Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Jurusan Pendidikan Sejarah FKIP Unsyiah

Volume 2, Nomor 4, November 2017, hal. 1 – 10.

  Bunsyucho , Onder afdeeling menjadi Gun

  yang dikepalai seorang Guncho , dan

  Landshap menjadi Son yang dikepalai

  seorang Soncho. Setelah Indonesia merdeka, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom kabupaten-kabupaten dalam lingkungan Provinsi Sumatera Utara, wilayah barat dimekarkan menjadi dua kabupaten, yaitu Kabupaten Aceh Barat dan Kabupaten Aceh Selatan. Kabupaten Aceh Barat terdiri dari 3 wilayah, yaitu Meulaboh, Calang, dan Simeulue. Wilayah Calang menjadi daerah otonom setelah dimekarkan dari kabupaten induk menjadi Kabupaten Aceh Jaya berdasarkan Undang-Undang Nomor

  4 Tahun 2002 dan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2002 (http://www.Aceh Jaya kab.go.id/ sejarah Kabupaten Aceh Jaya, diakses 16 November 2016).

  Kota Calang merupakan pusat ibukota Kabupaten Aceh Jaya. Kabupaten Aceh Jaya terbentuk tahun 2002, melalui Undang-Undang RI No 4 Tahun 2002 sebagai ibukotanya dipilih kawasan Calang. Pemilihan kawasan ini sebagai pusat kota tidak terlepas oleh faktor letaknya yang strategis di pinggir jalan nasional dan pusat perumahan penduduk. Dua tahun setelah terbentuknya kabupaten ini, yang pembangunannya belum merata kemudian dihantam oleh bencana Tsunami 2004. Sekalipun mengalami kerusakan saat tsunami Aceh, namun pemerintah Kabupaten Aceh Jaya tetap bertekat memajukan kembali kabupaten itu dalam berbagai aspek kehidupan masyarakatnya. Jika kita perhatikan sejak pasca tsunami 2004 sampai dengan sekarang 2016, kota Calang di Kabupaten Aceh Jaya kini berbenah diri untuk meningkatkan kembali objek-objek pembanguan, seperti perumahan, perkantoran, pertokoan, sarana wisata, sarana pendidikan, bangunan jalan, teriminal, pelabuhan, bangunan sinetasi/kesehatan, rumah ibadah dan lain-lain. Jika dilihat geografis kota Calang sebagai ibukota Kabupaten Aceh Jaya, Provinsi Aceh ini, Kota Calang merupakan salah satu kota yang terletak di kawasan pesisir barat Provinsi Aceh. Letaknya yang stategis yaitu di kawasan pesisir dan di pinggir jalan membuat kota ini semakin ramai didiami oleh penduduk baik yang berasal dari daerah lain, maupun penduduk setempat.

  Saat ini Calang masih sebagai kawasan yang sedang berbenah setelah gempa tsunami tahun 2004, ekses dari jalur transportasi darat yang telah selesai di kerjakan, waktu tempuh banda Aceh-Calang lewat jalur darat saat ini sekitar hanya 2,5 jam, yang dulu mencapai 5-6 jam. Akses lainnya ialah pembangunan pelabuhan Calang di desa Lhok Kubu. Selain infrastruktur formal dan objek wisata yang berkaitan dengan alam, Kota Calang juga punya tempat wisata yang berkaitan dengan bencana tsunami 2004 silam. Seperti halnya kota Banda Aceh, Kota Calang juga memiliki situs kuburan masal, museum, taman edukasi dan gedung penyelamatan tsunami.

  Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik ingin mengadakan suatu penelitian dengan judul Kota Calang

  Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Jurusan Pendidikan Sejarah FKIP Unsyiah

Volume 2, Nomor 4, November 2017, hal. 1 – 10.

  Pasca Tsunami, (Satu Tinjauan Perkembangan Infrastruktur, 2005-2017).

  Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: (1) bagaimana perkembangan infrastruktur kota Calang pasca tsunami, 2005-2017 ? (2) faktor apa saja yang mempengaruhi perkembangan infrastruktur kota Calang pasca tsunami, 2005-2017 ?

  Adapun yang menjadi anggapan dasar dalam penelitian ini ialah “kota Calang merupakan ibu kota Kabupaten Aceh Jaya yang berdiri tahun 2002 berdasarkan UU RI Nomor 4 tahun 2002”.

KAJIAN PUSTAKA

  Penelitian terdahulu merupakan suatu hal yang sangat penting bagi seorang penulis untuk mengadakan penelitian terkait aspek yang sama, dalam hal ini kajian tentang kota. Rujukan utama yang menjadi dasar penulisan ini ialah karya yang sangat populer mengenai sejarah kota yang ditulis oleh Freek Colombijn, dkk dengan tema “Kota Lama Kota Baru Sejarah Kota-Kota di

  Indonesia . Karya ini dijadikan rujukan oleh

  banyak sarjana dalam menulis sejarah kota, termasuk penelitian yang akan penulis lakukan. Penulisan perkembangan fisik kota dalam penelitian ini akan berpatokan terhadap kajian sejarah kota Yogyakarta. Sebagai mana diungkapkan oleh Joko Suryo dalam Freek Colombijn, dkk (2005: 41-42) terdapat dua faktor penyebab perubahan penggunaan lahan tersebut di atas, menurut penelitian Agus Suryanto adalah faktor konsentrasi penduduk dan faktor kebutuhan ketersediaan fasilitas sosial ekonomi. Faktor konsentrasi penduduk adalah kepadatan penduduk dalam satu jiwa per Km2 pada masing-masing kecamatan. Sebagai contoh pada tahun 1987 jumlah penduduk terbanyak di kecamatan Gondokusuman (59.739 jiwa) dan paling sedikit di kecamatan Pakualam (15.439 jiwa). Pada tahun 1996 jumlah tertinggi di kecamatan Gondokusuman (71.058 jiwa) dan paling sedikit di kecamatan Pakualam (14.282 jiwa). Sementara itu kepadatan penduduk tertinggi antara lain terdapat di kecamatan Gedong Tengen (26.781 jiwa per Km2) dan kecamatan Danurejan (26.689 jiwa per Km2), adapun kepadatan terendah adalah terdapat di kecamatan Umbulharjo (7.327 jiwa per Km2) dan kecamatan Kotagede (8.328 jiwa per Km2).

  Berikutnya karya yang berjudul “Kelayakan Pusat Kota Manado Sebagai

  Destinasi Pariwisata” yang ditulis oleh

  Linda Tondobala. Linda Tondobala, (2012:92-93), dalam karyanya ini dijelaskan bahwa kawasan bersejarah merupakan suatu kawasan yang di dalamnya terdapat berbagai peninggalan masa lampau dari terbentuknya suatu kota. Tinjauan sejarah pertumbuhan Kota Manado memberikan pemahaman terhadap pola perkembangan keruangan kota sejalan dengan rangkaian periodisasi sejarah. Kawasan Pusat Kota Manado memiliki fungsi kawasan dan obyek-obyek yang berkaitan dengan fase perkembangan wujud budaya di suatu lingkungan. Sejumlah artefak masih dapat ditemukan, yang berwujud kawasan seperti pelabuhan

  Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Jurusan Pendidikan Sejarah FKIP Unsyiah

Volume 2, Nomor 4, November 2017, hal. 1 – 10.

  Manado, kampung cina dan kampung arab; (1) Pengalokasian dana yang lebih besar dan berbentuk fisk seperti klenteng, ruang oleh Pemerintah untuk pembangunan terbuka publik, monumen, bangunan kuno. infrastruktur agar ketersediaannya dapat Tak dapat disangkal, Pusat Kota Manado dinikmati seluruh masyarakat. merupakan bukti nyata darimasa lalu sebagai (2) Pemeliharaan secara berkala juga harus identitas budaya dan tradisi tertentu. dilakukan agar jalan dapat dinikmati

  Kedua, karya dengan tema oleh pengguna dalam jangka waktu yang “Pengembangan Infrastruktur Kota lama.

  Surabaya, Antara Problem Dan Solusi” yang Dalam usaha untuk meningkatkan

  ditulis oleh Tri Rismaharini. Tri Rismaharini, pemerataan investasi di Provinsi Jawa Barat 2013:18) dijelaskan pula bahwa perlu diupayakan agar proses penyebaran Perkembangan pembangunan Kota Surabaya kegiatan usaha ekonomi dapat diwujudkan yang sangat cepat, baik secara sosial melalui: ekonomi maupun perwujudannya dalam (1) Perbaikan dalam segi kualitas dan bentuk fisik menuntut adanya aturan tata kuantitas infrastruktur. ruang yang merupakan pedoman dalam (2) Pembuatan kebijakan yang akan mengawasi dan mengendalikan pertumbuhan digunakan untuk menstimulasi kota. Pengelolaan lingkungan hidup persebaran investasi dapat berupa merupakan upaya terpadu didalam memaksimalkan pemasaran bagi daerah- pemanfaatan, penataan, pemeliharaan, daerah yang masih sedikit jumlah pengawasan, pengedalian, pemulihan serta investasinya agar para investor tertarik pengembangan lingkungan hidup kota guna untuk berinvestasi di daerah tersebut. terwujudnya suatu kehidupan dan (3) Pengembangan peraturan pada daerah penghidupan kota yang aman, tertib, lancar sehingga dapat mengontrol sistem dan sehat. Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun investasi agar birokrasi diharapkan lebih 2007 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah efisien dan efektif dan dilaksanakan (RTRW) Kota Surabaya merupakan suatu dengan penuh disiplin dan tanggung pedoman dalam perencanaan dan jawab. pengendalian perkembangan Kota Surabaya. Terkait perkembangan infrastruktur

  Ketiga, karya yang berjudul kota di Aceh era kolonial Belanda pernah di “Pengaruh Infrastruktur Jalan Terhadap tulis oleh Elsa Wulandari dengan karyanya

  Sebaran Investasi di Provinsi Jawa Barat” berjudu Studi Sejarah dan Perencanaan Tata

  oleh Nisa Shifa Rahimah. Dijelaskan dalam Ruang Kota Banda Aceh Periode Kolonial, literatur ini oleh Nisa Shifa Rahimah menariknya dikatakan bahwa Periode (2010:669) bahwasanya: Pengadaan penjajahan kolonial Belanda merupakan infrastruktur yang memadai baik dari segi periode yang sangat berarti bagi kualitas maupun kuantitas, melalui: perkembangan kota-kota di Indonesia

  Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Jurusan Pendidikan Sejarah FKIP Unsyiah

Volume 2, Nomor 4, November 2017, hal. 1 – 10.

  termasuk Aceh. Di masa kolonial tersebut, pembangunan kota modern mulai dilakukan. Kota modern ditandai oleh penyediaan sarana prasarana kota relative lengkap sebagai suatu pusat kegiatan kota, seperti sarana jalan dan fasilitas umum/social (Elsa Wulandari, 2002:4).

  Satu-satunya karya yang membahas terkait Kabupaten Aceh Jaya ialah karya yang ditulis oleh Jufrizal dengan mengangkat judul “Kabupaten Aceh Jaya Suatu Tinjauan

  Tentang Administrasi Pemerintahan dan Perkembangan Ekonomi, 2002-2010”.

  Berdasarkan hasil analisa penulis terhadap karya ini dapat dijelaskan bahwa administrasi pemerintah Kabupaten Aceh Jaya sejak 2002-2010 terus mengalami peningkatan yaitu dengan bertambahnya wilayah kecamata serta berbagai lembaga atau instansi pemerintahan di setiap tahunnya. Begitu pula dalam bidang perekonomian Kabupaten Aceh Jaya sejak tahun 2002-2004 mengalami peningkatan, namun ditahun 2005 ekonomi Kabupaten Aceh Jaya menurun drastis dikarenakan oleh factor bencana tsunami. Namun pasca tsunami 2005-2010 keadaan ekonomi Kabupaten Aceh Jaya kembali meningkat dan bahkan sudah mampu memenuhi kebutuan masyarakatnya.

  METODE PENELITIAN Pendekatan dan Jenis Penelitian

  Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Jenis penelitian ini menggunakan metode sejarah yaitu proses untuk mengkaji dan menguji kebenaran rekaman dan peninggalan-peninggalan masa lampau dan menganalisa secara kritis.

  Tempat dan Waktu Penelitian

  Penelitian ini berlokasi di Pusat Kota Calang Aceh Jaya. Waktu penelitian ini dimulai sejak awal bulan Oktober 2016 yakni sejak penulis mulai membuat perencanaan penelitian ini dan sampai selesai bulan April 2017.

  Teknik Pengumpulan Data

  a. Dokumentasi

  Studi dokumentasi dilakukan untuk mendapatkan sumber-sumber primer dari objek yang akan diteliti. Agar mendapatkan sumber atau data primer dari objek yang akan diteliti, maka penulis akan mencari dokumen-dokumen seperti data yang tersimpan pada BAPPEDA Aceh Jaya, dokumen laporan tahunan Aceh Jaya, data BPS kota Calang seperti Aceh Jaya Dalam Angka, catatan-catatan pribadi para kontraktor pembangunan dan dokumen laporan tahunan dinas perhubungan Aceh Jaya.

  b. Wawancara

  Untuk mendapatkan data yang akurat peneliti menggunakan wawancara mendalam yang bersifat terbuka/memberikan kesempatan kepada informan untuk menjawab secara bebas terhadap apa yang dipertanyakan, karena dengan wawancara mendalam peneliti dapat mengetahui alasan sebenarnya dari responden. Narasumber yang peneliti wawancarai secara langsung antara lain: (1) Kepala Badan Pusat Statistik (BPS),

  Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Jurusan Pendidikan Sejarah FKIP Unsyiah

Volume 2, Nomor 4, November 2017, hal. 1 – 10.

  (2) Kepala Dinas pekerjaan umum,(3)Kepala Badan Perencanaan Pembanguan Daerah (BAPPEDA), (4).masyarakat yang memiliki pengetahuan tentang sejarah dan perkembangan kota Calang, (5) mantan- mantan pekerja di berbagai instansi terkait infrastruktur kota Calang dan para staf yang memiliki pengetahuan terkait objek yang akan dikaji.

  Observasi merupakan suatu hal yang sangat penting dalam mengadakan suatu penelitian. Dalam kegiatan ini penulis akan mengadakan pengamatan langsung terhadap berbagai situasi dan kondisi yang terjadi di lapangan. Seperti bentuk dan jumlah bangunan, bentuk dan jenis jalan serta objek wisata dan lain-lain, Hal ini guna untuk mendukung berbagai sumber-sumber yang lain.

  Teknik Analisa Data

  Langkah terakhir yang penulis lakukan ialah menganalisis semua data atau seluruh data yang telah dikumpulkan analisis dilakukan dengan cara membandingkan berbagai data tersebut untuk ditarik suatu kesimpulan yang utuh dan menyeluruh. Selain itu sumber atau data yang di kumpulkan juga dianalisis dengan memisah- misahkan atau menyaring dan mengkriktik keafsahan sumber dengan tujuan untuk memperoleh data yang otentik. Setelah sumber yang asli diperoleh kemudian dianalisa untuk memperoleh fakta, setelah fakta diperoleh kemudian langkah terakhir ialah dituangkan dalam bentuk tulisan sejarah. Penulisan dilakukan dengan cara sistestematis dan kronologis sesuai dengan kaidah ilmu sejarah.

  PEMBAHASAN

  Keberadaan Kota Calang jika ditinjau dari segi historis, jauh sebelum terbentuknya Kabupaten Aceh Jaya tahun 2002, kota ini sudah terlihat eksistensinya sejak era kolonial Belanda. Namun, Kota Calang masih merupakan onder afdeeling yang merupakan bagian dari Kabupaten Aceh Barat. Di zaman pendudukan Jepang nama Onder Afdeeling diganti nama dengan Bunsyu . Pasca kemerdekaan, tepatnya tahun 1956 melalui UU Daerah Otonom Nomor 7 Tahun 1956 terbentuklah Kabupaten Aceh Barat yang salah satu wilayahnya ialah Calang. Dan pada tahun 2002 melalui UU Nomor 4 dan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2002 terbentuklah Kabupaten Aceh Jaya dengan ibukotanya Kota Calang.

c. Observasi

  Berdasarkan hasil penelitian terkait infrastruktur Kota Calang pasca tsunami 2005-2016 terlihat adanya perkembangan ke arah yang lebih baik terutama dalam aspek fasilitas umum yang tidak bisa dilepaskan dari kelancaran aktivitas masyarakat Kota Calang. Infrastruktur yang paling utama ditingkatkan oleh pemerintah Kabupaten Aceh Jaya ini ialah sarana transportasi jalan baik dari segi permukaan jalan, panjang jalan, maupun kondisi fisik jalan. Kerusakan jalan pasca bencana tsunami terus dibenahi, hal ini terlihat semakin bertambahnya

  Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Jurusan Pendidikan Sejarah FKIP Unsyiah

Volume 2, Nomor 4, November 2017, hal. 1 – 10.

  permukaan jalan yang sudah teraspal dengan baik serta berkurangnya jenis permukaan jalan yang berkerikil dan jalan yang masih berupa tanah. Permukaan jalan yang sudah teraspal hingga tahun 2016 mencapai 36,800 km sementara jalan dengan permukaan jenis krikil sepanjang 8,100 km dan jalan tanah 4,700 km. Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan Kota Calang, pemerintah juga membangun berbagai fasilitas lainnya seperti infrastruktur kesehatan sudah terlihat 31 unit yang masing-masing terdiri dari 4 unit Puskesmas, 9 unit Polindes, 18 unit Posyandu dan 1 unit rumah sakit umum.

  Infrastruktur yang tidak kalah pentingnya berupa bangunan sekolah dari tingkat TK, SD, SMP, SMA dan SMK. Selain pendidikan yang besifat umum, di Kota Calang juga terlihat berbagai infrastruktur pendidikan bernuansa agama dari tingkat MI, MTs, MA, Ponpes dan TPA, baik yang berstatus swasta maupun negeri. Untuk memenuhi jalannya program pemerintah, pembangunan berbagai infrastruktur perkantoran juga ditingkatkan. Bahkan hingga saat ini sudah terdapat 9 unit perkantoran yang ada di Kota Calang. Masyarakat Kota Calang yang 100% beragama Islam juga mempengaruhi meningkatnya pembangunan berbagai sarana peribadatan seperti mesjid, meunasah dan dayah sulok. Sejak tahun 2005-2016 sudah terdapat 39 unit bangunan peribadatan yang terdiri dari 20 unit mesjid, 17 unit meunasah dan 2 unit dayah sulok.

  Pertumbuhan perekonomian memperlihatkan pula berdirinya berbagai infrastruktur perindustrian baik industri sandang, pangan, kimia, bahan bangunan, logam dan elektronik dan industri kecil berupa kerajinan rumah tangga. Jalannya perekonomian masyarakat juga mengakibatkan pemerintah untuk ikut serta meringankan aktivitas masyarakat dalam melakukan aktivitas di pasar sehingga pasarpun dibangun baik pasar desa atau pun pasar daerah bahkan hingga saat ini sudah terdapat 13 unit pasar yang terdiri dari 6 unit pasar desa dan 7 unit pasar daerah. Sektor infrastruktur ekonomi lainnya juga ditandai berbagai jenis perusahaan baik beskala besar, menengah dan kecil. Yang tidak kalah pentingya juga menjamurnya berbagai bangunan rumah makan dan fasilitas infrastruktur UKM seperti perabotan, perbengkelan, batako, bordir, pembuatan kue, penyulingan air minum dan doorsmeer.

  Perkembangan infrastruktur Kota Calang pasca tsunami 2005-2016 dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu (1) kondisi alam yang indah yang banyak menarik para wisata baik dalam negeri ataupun manca negara yang bedatangan ke Kota Tersebut. Kedatangan para wisatawan ini berdampak kepada pembangunan infrastruktur seperti infrastruktur jalan, rumah makan, tempat penginapan, dan sarana infrastruktur perekonomian lainnya, (2) meningkatnya infrastruktur Kota Calang 2005-2016 juga bergantung pada ekologi kota yang mendukung. Dalam hal ini ketersediaan lahan untuk pembangunan

  Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Jurusan Pendidikan Sejarah FKIP Unsyiah

Volume 2, Nomor 4, November 2017, hal. 1 – 10.

  mendorong pemerintah dan masyarakat Kota (2) Perkembangan berbagai infrastruktur di Calang melakukan pembangunan baik atas dipengaruhi oleh faktor ketersediaan bagunan dalam skala kecil atupun besar, dan lahan untuk pembangunan (ekologi kota), (3) dukungan pemerintah setempat dan dukungan pemerintah daerah dan bantuan adanya bantuan dari luar negeri juga dana dari luar negeri terutama pasca mendorong meningkatkan infrastruktur bencana tsunami serta keadaan alam yang terutama infrastruktur jalan yang banyak mendorong percepatan pembangunan mendapat bantuan dana dari luar negeri pasca infrastruktur demi kepentingan bencana tsunami. masyarakat dan wisatawan yang data berkunjung ke kawasan tersebut.

  SIMPULAN

  Sekalipun terus terlihat adanya perkembangan ke arah yang lebih, namun Berdasarkan hasil penelitian dapat juga dibisa dilepaskan dari kendala yang pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan dihadapi seperti minimnya pendapatan terkait perkembangan infrastruktur Kota daerah untuk mempercepat Calang pasca tsunami, 2005-2016 ialah pembangunan, kurang terakomodirnya sebagai berikut: peraturan perundang-undangan untuk pembangunan kota serta kurangnya

  (1) Kota Calang yang berdiri sejak tahun dukungan sosial dan politik terhadap 2002 telah mengalami perkembangan proyek pembangunan baik dari infrastruktur yang signifikan, terutama perencanaan hingga pelaksanaan-nya. pasca tsunami 2004. Sejak tahun 2005- 2016 berbagai infrastruktur yang

  SARAN

  menonjol terlihat pada aspek jalan baik Demi kemanfaatan karya ilmiah ini bagi dilihat dari segi kondisi fisik jalan masyarakat Kabupaten Aceh Jaya pada maupun luas dan panjangnya. Selain itu umumnya dan masyarakat Kota Calang pada infrastruktur yang terus berkembang juga khususnya, maka perlu kiranya penulis terlihat dari lembaga pendidikan dari ajukan beberapa saran, yaitu sebagai berikut: tingkat TK, SD, MIN, SMP, MTs, SMA, (1) Bagi pemerintah setempat, diharapkan

  MA dan SMK. Infrastruktur rumah terus meningkatkan dukungannya pada ibadah juga mengalami kenaikan seperti aspek pembangunan infrastruktur. mesjid, meunasah dan dayah sulok.

  Terutama mengimbangi alokasi dana Infrastruktur perindustrian, pasar, daerah pada aspek infarstruktur dengan perkantoran, perusahaan, rumah makan, kepentingan masyarakat lainnya. Hal ini listrik, UKM serta infrastruktur sinetasi agar dapat melancarkan aktivitas seperti rumah sakit umum, puskesmas, masyarakat setempat dan masyarakat posyandu, polindes dan lain sebagainya.

  Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Jurusan Pendidikan Sejarah FKIP Unsyiah

Volume 2, Nomor 4, November 2017, hal. 1 – 10.

  pendatang yang berkunjung ke kota Tondobala, Linda (2012). Kelayakan Pusat tersebut.

  Kota Manado Sebagai Destinasi (2) Bagi masyarakat setempat, disarankan Pariwisata. Artikel. Manado: agar terus menjaga tata kota yang sudah Universitas Sam Ratulangi. dibangun dan menghindari berbagai masalah yang akan berdampak terhadap Wulandari, Elysa (2002). Studi Sejarah dan keindahan kota seperti menjaga

  Perencanaan Tata Ruang Kota Banda

  kebersihan kota dari kekumuhan dan lain- Aceh Periode Kolonial. Banda Aceh: lain. Hal ini bertujuan agar Kota Calang Balai Kajian Sejarah dan Nilai dapat dijadikan sebagai kota yang dikenal Tradisional. oleh masyarakat luar.

DAFTAR PUSTAKA

  Colombijn, Freek (2005). Kota Lama Kota Baru Sejarah Kota-Kota di Indonesia.

  Yogyakarta: Ombak. Jufrizal (2012). Kabupaten Aceh Jaya Suatu

  Tinjauan Tentang Administrasi Pemerintahan dan Perkembangan Ekonomi, 2002-2010. Skripsi. Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala.

  Rahimah, Nisa Shifa (2010). Pengaruh Infrastruktur Jalan Terhadap Sebaran Investasi di Provinsi Jawa Barat.

  Jurnal . Bandung: Institut Teknologi Bandung.

  Tri Rismaharini, (2013) Pengembangan Infrastruktur Kota Surabaya, Antara Problem Dan Solusi. Skripsi.

  Surabaya: Badan Perancang Pembangunan.

  

Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Jurusan Pendidikan Sejarah FKIP Un

Volume 2, Nomor 4, November 2017, hal. 1 – 10.