PEMBERDAYAAN INSTITUSI LOKAL DAN IMPLIKASINYA BAGI MASYARAKAT

PEMBERDAYAAN INSTITUSI LOKAL DAN IMPLIKASINYA BAGI MASYARAKAT

(Studi Implementasi Kebijakan Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia Melalui Pendidikan Dan Pelatihan Di Desa Kundur, Kundur, Kabupaten Karimun). Local Institution Empowerment and Its Implication to the Society

(Study of Human Resource Quality Improvement Policy through Education and Training in

the Kundur Village, Kundur, Karimun Regency).

DJOKO EDY IMHAR Mahasiswa PMIAP, PPSUB, Malang.

Suwondo dan Sumartono. Dosen Fakultas Ilmu Administrasi, UB, Malang

ABSTRAK

Dalam era desentralisasi saat ini, pemerintah daerah, tidak terkecuali Karimun sebagai kabupaten baru yang secara hukum resmi dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999 tanggal 4 Oktober 1999, mau tidak mau, suka tidak suka harus memberdayakan institusi lokal. Salah satu alasan utama mengapa daerah harus merajut atau membangun kembali institusi lokal adalah agar masyarakat tidak terjerumus kedalam kerantanan, keterpurukan, ketidak-berdayaan dan perpecahan. Pemberdayaan institusi lokal dalam pengertiannya sebagai organisasi, maka biasanya dilakukan melalui pendidikan non formal yang diarahkan untuk meningkatkan partisipasi, rasa percaya diri ataupun kemandirian masyarakat lokal dengan tujuan utamanya adalah menjadikan institusi-institusi lokal sebagai penghantar barang dan jasa serta pelayanan, sekaligus membawanya sedekat mungkin kepada masyarakat yang menjadi tujuannya.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan tujuan untuk mendeskripsikan, menganalisis dan menginterpretasikan mengenai: 1). Implementasi kebijakan peningkatan kualitas sumberdaya manusia dalam pemberdayaan institusi lokal, yang meliputi: pemberdayaan yang dilakukan oleh pemerintah melalui pendidikan dan pelatihan, pemberdayaan yang dilakukan oleh pihak swasta melalui pendidikan dan pelatihan, dan pemberdayaan diri anggota institusi lokal melalui pendidikan dan pelatihan yaitu menyangkut kesadaran individu, kelompok, maupun kesadaran pemimpin; 2). Implikasinya bagi masyarakat, yang meliputi: rasa kepemilikan, jalinan kerjasama antar anggota maupun antar anggota dengan pemimpin, dan keterbukaan dan responsifitas terhadap perubahan. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik: wawancara, observasi dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan adalah analisis data model interaktif yang terdiri dari: pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, serta verifkasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1). Implementasi Kebijakan peningkatan kualitas sumberdaya manusia melalui pendidikan dan pelatihan: (a). Pemberdayaan yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Karimun adalah melalui pendidikan pelatihan tenaga pengajar (Da‟i dan Mubaliqh) dan ketenaga-kerjaan, kebijakan tersebut cenderung bersifat “top down”, metoda pemberdayaan yang digunakan adalah pendekatan individu; (b). Pemberdayaan yang dilakukan oleh pihak swasta adalah pendidikan dan pelatihan ketenaga-kerjaan, bersifat sentralistis, tidak mampu merespon kondisi dan potensi kelompok sasaran, dan diskriminatif; c). Pemberdayaan diri anggota institusi lokal, baik Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1). Implementasi Kebijakan peningkatan kualitas sumberdaya manusia melalui pendidikan dan pelatihan: (a). Pemberdayaan yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Karimun adalah melalui pendidikan pelatihan tenaga pengajar (Da‟i dan Mubaliqh) dan ketenaga-kerjaan, kebijakan tersebut cenderung bersifat “top down”, metoda pemberdayaan yang digunakan adalah pendekatan individu; (b). Pemberdayaan yang dilakukan oleh pihak swasta adalah pendidikan dan pelatihan ketenaga-kerjaan, bersifat sentralistis, tidak mampu merespon kondisi dan potensi kelompok sasaran, dan diskriminatif; c). Pemberdayaan diri anggota institusi lokal, baik

Kata kunci: Instituti lokal, pemberdayaan

ABSTRACT

In decentralization eras, local government of the Karimun regency, as a new regency that is legally established based on the Undang-Undang No 53 1999 dated on October 4th, 1999; inevitably has to utilize local institution. One of the major reasons why local area has to redevelop local institution is in order to avoid the society from susceptibilities, stumble, inability, and disintegration. Local institution empowerment in terms of organization, is usually implemented through non-formal education to increase society‟s participation, self-confidence, and independence; which aims at establishing local institution becoming goods and services mediation, and also bringing as close as possible to the target society.

This study uses qualitative approach to describe, analyze, and interpret : 1) implementation of human resource quality improvement policy in empowering local institution, consists of: empowering by government through education and training, empowering by private sector through education and training, and empowering by members of local institution themselves through education and training related with individual, group, and leader consciousness; 2) its implication to society, dealing with sense of ownership, working together among the members and between member and leader, and openness and responsiveness to existing changes. Data collecting is done through these techniques: interview, observation, and documentation. Data analysis used is interactive model consists of: data collecting, data reduction, data presentation, and verification.

Research findings show that: 1) there are implementations of human resource quality improvement through education and training: (a) empowering done by the

government of Karimun Regency through education and training of teachers (called Dari‟‟i and Mubaligh) and work force, this policy is tend to be „top down‟, and empowering method used is individual approach; (b) empowering done by private sector through education and training of work force, it is centralistic, unable to response the condition and the potency of target group, and discriminative; (c) Empowering the members of local institution itself, including individual, group, and leader consciousness, the existing of group learning process due to traditional norms, the declining of socioeconomic gaps, and the anxiety of social sanction; 2) implication of society empowering: empowering done by the government of Karimun Regency and PT. Tambang Timah Tbk. Kundur has not shown significant implications expected, the strength of ownership, cooperation among members and the leaders, and openness and responsiveness to the existing changes, is the implication of empowering the member of local institution itself And cooperation, respective ness, and discussion that are still set in the local institution itself.

Keywords: local institution, empowerment.

PENDAHULUAN

dan (7) membangun kesadaran sosial dan politik masyarakat.

Dalam memasuki abad 21 tampaknya Dalam era desentralisasi saat ini, bangsa Indonesia harus berangkat dari

pemerintah daerah suka tidak suka harus kondisi yang kurang menguntungkan.

memberdayakan institusi lokal. Shah dan Krisis ekonomi dan politik yang terjadi

Sharma (1991) mengemukakan bahwa sekitar pada pertengahan tahun 1997 tidak

kerangka desentralisasi mengarahkan pada hanya memporak-porandakan basis mate-

semakin besar dan mengedepannya par- rial negara yang selama ini telah dijadikan

tisipasi masyarakat serta pengalokasian sumber utama penggerak roda ekonomi

dan mobilisasi sumberdaya melalui di- dan politik (Hidayat, 2000), tapi juga telah

fungsikannya secara efektif institusi lokal mengakibatkan

melalui peningkatan kemampuan mana- empat kapasitas utama negara yaitu

semakin

melemahnya

jerial institusi lokal dalam pembangunan, “institutional, technical, administrative and

yang tujuan utamanya adalah menjadikan political capacity” (Grindle, dalam Hida-

institusi-institusi lokal sebagai penghantar yat, 2000) yang dibutuhkan untuk dapat

barang dan jasa serta pelayanan, sekaligus menjamin kesinambungan pembangunan

membawanya sedekat mungkin kepada ekonomi dan politik.

masyarakat yang menjadi tujuannya. Persoalan utama berkaitan dengan

Demikan pula halnya dengan Karimun proses politik dan pembangunan selama ini

sebagai kabupaten baru yang secara hukum adalah lemah dan diabaikan institusi-

resmi dibentuk berdasarkan Undang institusi yang ada di dalam masyarakat.

Undang Nomor 35 Tahun 1999 tanggal 4 Institusi yang diperkenalkan dan dipaksa-

Oktober 1999, dalam mewujudkan Visi- kan pemberlakuannya oleh pemerintah

nya yaitu menjadikan Karimun sebagai ternyata tidak dapat diandalkan karena

kabupaten yang maju, mandiri dan ber- telah merentankan dan merapuhkan

budaya yang dilandasi oleh iman dan institusi-institusi berbasis lokal yang sebe-

taqwa, serta dalam mewujudkan Misi-nya narnya merupakan penyangga beroperasi-

yaitu mengembangkan sektor industri, nya institusi yang ada disuatu daerah

perdagangan, pariwisata dan sektor perta- (Marut, 2000).

nian dalam arti luas maka hal ini perlu Sebagai elemen yang tak terpisahkan

ditopang oleh kualitas sumberdaya manu- dalam berbagai aktifitas serta aspek

sia yang memadai. Salah satu strategi yang kehidupan masyarakat, terutama masya-

ditempuh untuk meningkatkan kualitas rakat pedesaan, sudah sepantasnyalah

sumberdaya tersebut adalah dengan meng- institusi lokal perlu bahkan harus diber-

iplementasikan kebijakan peningkatan dayakan, atau sekurang-kurangnya mem-

kualitas sumberdaya manusia melalui berdayakan masyarakat pedesaan melalui

pendidikan dan pelatihan. Menyadari institusi lokal. Cheema (1981) menge-

bahwa institusi lokal yang telah berurat mukakan bahwa pemberdayaan institusi

dan berakar di dalam masyarakar meru- lokal merupakan sesuatu yang dipandang

pakan struktur mediasi yang dipandang harus dilakukan mengingat fungsi dan atau

efektif dan efisien dalam mentransfer tugasnya adalah: (1) sebagai sarana

pengetahuan dan keterampilan kepada partisipasi masyarakat; (2) sebagai sarana

masyarakat, maka dalam upaya pem- perencanaan dan perumusan tujuan; (3)

berdayaan istitusi lokal diwilayahnya memfasilitasi berbagai macam bentuk

selanjutnya ditetapkanlah anggota institusi penyediaan pelayanan; (4) memobilisasi

lokal sebagai kelompok sasaran dalam sumberdaya lokal;

kebijakan peningkatan komunikasi dua-arah; (6) sebagai sarana

kualitas sumberdaya manusia melalui dalam mengartikulasikan dan memproses

pendidikan dan pelatihan dalam upaya kebutuhan dan tuntutan masyarakat lokal;

pemberdayaan institusi lokal diwilayahnya.

Berangkat dari latar-belakang masalah sebagaimana dikemukakan diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk mendeskrip- sikan, menganalisis dan menginterpretasi- kan mengenai: 1). Bagaimana imple- mentasi kebijakan peningkatan kualitas sumberdaya manusia dalam pemberdayaan institusi lokal; serta 2). Bagaimana impli kasinya bagi masyarakat.

KERANGKA KONSEP

Paradigma Pembangunan Pada mulanya, paradigma pembangu-

nan didominasi oleh pemikiran bahwa pembangunan adalah pertumbuhan eko- nomi yang diukur dengan PNB dan GDP, GDP per kapita dan GNP per-kapita (Budiman, 2000) yang berarti bahwa pem- bangunan dinilai atau diukur dari kekayaan keseluruhan suatu bangsa. Paradigma ini dikenal dengan paradigma pertumbuhan yang tercetus dalam gagasan Rostow 1960 dalam karyanya yang terkenal “the state of economic growth”, yang membagi tahap pertumbuhan eko-nomi suatu bangsa menjadi lima tahap yaitu: (1) masyarakat tradisional; (2) masyarakat pra-kondisi tinggal landas; (3) masyarakat tinggal landas; (4) masyarakat menuju tahap kedewasaan ; dan (5) masyarakat konsumsi tingkat tinggi (Soeprapto, 2000). Janji-janji manis yang dilontarkan oleh paradigma ini melalui konsep “trickle-down development and production centered- nya” ternyata kemudian menimbulkan berbagai pola- risasi bahkan kesenjangan sosial (Tjokro- winoto, 1999), dan tak ayal lagi terkesan menge-sampingkan nilai-nilai kemanusia- an karena “trickledown effect” yang

dijanjikan ternyata tidak pernah sampai pada hampir sebagian besar masyarakat miskin yang berada jauh dari sentra-sentra pembangunan di perkotaan (Supriatna, 2000).

Dalam perkembangannya lebih lanjut, paradigma pembangunan yang menggu- nakan indikator PQLI dengan konsep “welfare with distribution” ternyata hanya menjadikan masyarakat sebagai kelompok

sasaran atau objek yang pasif dan menimbulkan ketergantungan terhadap pemerintah sebagai mesin pembangunan, negara-negara

donor,

dan bahkan pembangunan telah menjelma menjadi pengurasan secara berlebihan terhadap sumberdaya alam dan lingkungan, yang jika dibiarkan berlanjut terus, pemba- ngunan justru akan berubah menjadi bencana bagi umat manusia (Tjokrowinoto, 1999). Keadaan yang demikian ternyata menimbulkan berbagai kritikan sengit yang datang antara lain dari Korten 1984 yang menganjurkan bahkan menekankan masya- rakat sebagai penerima manfaat pemba- ngunan tidak semata-mata dijadikan objek, namun mereka harus berpartisipasi dan mengaktualisasikan diri mereka dalam berbagai proses pembangunan (Budiman, 2000 dan Tjokrowinoto, 1999). Kritikan tersebut kemudian menjadi tonggak munculnya paradigma “people centered development” yang memfokuskan pada manusia atau “human growth” disertai dengan kesejahteraan dan pemerataan serta keadilan atau “well being and equity” dengan tidak melupakan keberlanjutan dan keseimbangan antara manusia, tujuan- tujuan pembangunan dan lingkungan hidup atau “sustainability and balanced human ecology” (Soeprapto, 2000).

Pembangunan Pedesaan Sebagai bagian yang integral dari

pembangunan masyarakat, sepantasnyalah jika pembangunan pedesaan mengarah pada membuka selebar mungkin peluang dan kemungkinan bagi masyarakat pede- saan untuk mengaktualisasikan kapasitas dan kapabilitas yang mengarah pada pemerkayaan hidup manusia dalam arti memiliki kebebasan untuk memilih cara hidup yang berbeda-beda, bukan dalam arti harta benda atau material semata (Sen, 1999). Pembangunan pedesaan-pun hendak nya diarahkan untuk meningkatkan atau mengembangkan kapasitas dan kemerdeka an bagi masyarakat dalam kiprah mereka memasuki arena publik dan bukan hanya berpusat ada organisasi pelaksana atau pemerintah (Robinson dan Gordon, 2000).

Pendekatan pembangunan yang ber- biasanya bersifat dinamis dan tidak pusat pada manusia lebih memfokuskan

tersusun secara jelas, tapi lebih bersifat pada potensi manusia itu sendiri dalam

evolutif sesuai dengan perkembangan pelaksanaan pembangunan dengan jalan

institusi yang bersangkutan. memberikan kekuatan, kesempatan dan

Dalam berbagai pelaksanaan pemba- kekuasaan individu serta kelompok sasaran

ngunan pedesaan, institusi lokal atau lokal serta struktur kelembagaan me-

lembaga lokal yang dapat menunjang atau nyangkut “capacity, capability and insti-

bermanfaat adalah: 1) Institusi yang tutional locally” untuk berpartisipasi dalam

memiliki adaptasi yang tinggi untuk pembangunan,

menjawab berbagai masalah dan kondisi birokrasi pemerintah sebagai pihak yang

dengan

menempatkan

yang bervariasi, dimana masyarakat atau lebih banyak mengarahkan ketimbang

kelompok sasaran biasanya heterogen mengayuh potensi masyarakat lokal di

dalam hal permasalahan, kebutuhan dalam pembangunan (Supriatna, 2000).

maupun keinginan-keinginan; 2) Institusi Mengingat berbagai kegagalan kebijakan

yang saling melengkapi dan menyatu maupun program pembangunan pedesaan

dengan berbagai institusi atau lembaga disebabkan oleh lemahnya institusi pada

mengatasi berbagai level grassroot, maka sudah sepantasnya

lainnya

dalam

permasalahan pembangunan pedesaan; 3) penguatan maupun pemberdayaan institusi

Institusi yang dibentuk berdasarkan sifat- berbasis lokal atau grassroot mendapat

sifat budaya, praktek dan perilaku prioritas di dalam dan selama proses

masyarakat disekitarnya agar menjadi pembangunan pedesaan (Cheema, 1981).

institusi yang adaptif dan dapat diterima oleh masyarakat; 4) Institusi yang

Konsep Institusi Lokal jaringannya tersusun untuk mentrans- Institusi sebagai organisasi lokal

formasikan perilaku dan praktek-praktek men urut Brett adalah “group of individuals

tradisional untuk mencapai pertumbuhan bouned by some common purpose who

dan distribusi pendapatan yang seimbang; come together to achieve join objectives as

5) Institusi yang menyalurkan pelayanan an actors in society … solving the

secara merata kepada anggota dan masya- problems … of collective action amongst

rakat; dan 6) Dibentuk secara bersama- individuals” (Brett, 2000). Dikemukakan

sama dan memberi kesempatan yang dengan bahasa lain, institusi lokal adalah

seluas-luasnya kepada masyarakat untuk sekelompok individu yang secara bersama-

berpartisipasi, berkecimpung langsung sama terikat oleh kepentingan dan tujuan

ataupun menjadi pemimpin dalam institusi bersama yang dicapai melalui tindakan

tersebut (Rondinelli dan Ruddle, 1977 kolektif yang menempatkan diri mereka

dalam Supriatna, 2000). sebagai pelaku dalam pemecahan masalah. Institusi lokal pada level pedesaan

Konsep Pemberdayaan meliputi : koperasi, organisasi kelompok

Pemberdayaan adalah membenahi tani, komite pembangunan pedesaan,

kapasitas masyarakat untuk memberdaya- kelompok ibu-ibu, organisasi atau ke-

kan diri mereka sendiri dengan terlebih lompok pemuda, organisasi kesejahteraan

dahulu memberikan kekuasaan kepada pedesaan, organisasi keagamaan, orga-

mereka (Goldberg, 1996). Paul menya- nisasi atau sarikat pekerja, cabang-cabang

bahwa pemberdayaan berarti partai politik. Timbulnya organisasi atau

takan

membagi kekuasaan yang adil atau institusi lokal menurut Cheema (1981), ada

“equitable sharing of power”, sehingga yang karena diprakarsai atau disponsori

meningkatkan kesadaran politik dan oleh pemerintah dengan tujuan yang sudah

kekuasaan pada kelompok yang lemah dirumuskan secara jelas, dan ada pula

serta memperbesar pengaruh mereka institusi atau organisasi yang murni

terhadap proses dan hasil-hasil pemba- inisiatif masyarakat dengan tujuan yang terhadap proses dan hasil-hasil pemba- inisiatif masyarakat dengan tujuan yang

untuk megembangkan kemampuan, me- Pemberdayaan tidak hanya terletak

ningkatkan mutu kehidupan dan martabat pada tataran individual tapi juga kolektif,

manusia baik individu maupun kelompok namun karena proses pemberdayaan

masyarakat, atau dengan kata lain bahwa merupakan wujud perubahan sosial yang

pendidikan berfungsi sebagai sarana pem- menyangkut relasi atau hubungan antar

berdayaan individu dan kelompok masya lapisan sosial yang dicirikan dengan

rakat dalam menghadapi masa depannya adanya polarisasi, maka kemampuan indi-

(Babari dan Prijono, 1996). vidu untuk berkumpul dan membentuk

Dalam lingkup organisasi, pendidikan kelompok merupakan pemberdayaan yang

lebih ditujukan pada upaya kearah per- paling efektif karena di dalamnya terjadi

ubahan perilaku yang walaupun tidak dapat dialog yang dapat menumbuhkan dan

diramalkan, paling tidak cocok dan efektif memperkuat solidaritas, kesadaran dan

sesuai dengan konteks dimana perilaku identitas untuk menyadari kepentingan

ditunjukkan atau paling tidak orang-orang bersama (Moeljarto, 1996). Brown &

mengetahui adanya seperang-kat aturan Ashman (1999) mengemukakan bahwa

atau prinsip dan alasan-alasan yang tanpa melalui organisasi atau “local orga-

mendasarinya, walaupun tidak mungkin nization”, masyarakat pada level grassroot

perilaku orang-orang hanya akan menjadi penerima pasif atau

mengendalikan

tersebut (Stewart, 1998). Berbeda dengan hanya memiliki pengaruh yang relatif

pendidikan, pelatihan lebih ditujukan pada terbatas atas berbagai keputusan dan

menstandarkan perilaku sehingga orang- program-program yang menyangkut diri

orang di dalam organisasi berprilaku secara mereka. Melalui media organisasi atau

konsisten dan dapat diandalkan dalam institusi lokal yang keberadaannya mere-

keadaan tertentu seperti yang telah fleksikan rasa saling percaya dan kesamaan

diperkirakan serta berkaitan dengan kepentingan di dalam masyarakat pada

kecapakan-kecakapan tertentu yang level grassroot akan memudahkan terjalin-

dibutuhkan. Dalam hal pendidikan dan nya dialog dengan aktor, individu, ke-

pelatihan ini, pemberdayaan yang sejati lompok atau bahkan organisasi lain.

menghendaki agar orang-orang yang ada dalam organisasi dapat mengambil kepu

Pemberdayaan Institusi Lokal tusan secara mandiri, sesuai dengan Dalam mengorganisir masyarakat

keadaan (Stewart, 1998). pada level grassroot untuk memberdayakan

Selanjutnya, melalui proses belajar kelompok-kelompok masyarakat terutama

yang tercakup dalam pengertian pendidik yang kurang beruntung dalam konteks

an dan pelatihan maupun belajar dari pembangunan pedesaan, terdapat dua

pengalaman, maka individu dan organisasi strategi yaitu: pertama, melanjutkan pene-

atau kelompok masyarakat dapat mengem kanan pada perbaikan sistem pelayanan

bangkan organisasi atau institusi ber- publik pada level lokal; kedua, mening-

pengetahuan, keterampilan, katkan kapasitas terutama masyarakat

dasarkan

keahlian, sistem pengelolaan, struktur dan miskin sehingga mereka dapat melakukan

nilai pendukung, dengan terlebih dahulu tindakan politik secara bebas atas dasar

memiliki kemandirian dan kemampuan pengembangan diri mereka yang harus

untuk mengambil keputusan secara luwes didukung oleh komitmen kebijakan yang

atau fleksibel dalam menanggapi ruang dan berpihak pada pemberdayaan (Shams,

peluang yang tersedia (Briant dan White, 1991).

1987 dalam Supriatna, 2000).

Pendidikan dan Pelatihan Sebagai Pemberdayaan Yang Dilakukan Sarana Pemberdayaan Institusi

Oleh Pemerintah Melalui Pendi Lokal

dikan dan Pelatihan

Pemerintah berperan dalam merang- Proses pembelajaran yang menyang- sang atau meningkatkan komitmen kesa-

kut individu dalam konteks pendidikan dan daran, prakarsa dan motivasi untuk

latihan, dapat berlangsung dalam salah satu berpartisipasi dan peningkatan kesejah-

diantara tiga kategori, dimana kategori teraan masyarakat pedesaan berpendidikan

yang dipergunakan tergantung dari budaya rendah, atau dengan kata lain member-

organisasi atau kelompok. Tiga macam dayakannya melalui pendidikan dan

ketegori yang dimaksud adalah: (1) Formal pelatihan. Pemberdayaan melalui pendi-

education and training. Pembelajaran dikan dan latihan terutama yang mengarah

hanya akan terjadi jika seseorang memang kepada individu, kelompok dan organisasi

berkeinginan untuk belajar; (2) Group lokal masyarakat pedesaan diarahkan

learning. Pembelajaran di dalam atau untuk meningkatkan partisipasi, rasa

melalui kelompok yang kualitasnya ter- percaya diri ataupun kemandirian melalui

gantung dari kelompok yang bersangkutan. pendidikan non formal yang biasanya

Kelompok yang sepenuhnya dibentuk dan berupa kursus-kursus keterampilan, penyu-

menempatkan penghargaan yang tinggi luhan, pendidikan dan latihan, penataran

atas pelatihan atau training akan senantiasa atau bimbingan dan latihan, yang meru-

belajar, dan pembelajaran kelompok yang pakan konsep pendidikan sosial (Supriatna,

paling efektif adalah melalui pekerjaan 2000).

atau aktifitas kelompok; (3) Assignment or planned experience. Hasil belajar perlu

Pemberdayaan Oleh Pihak Swasta

diaplikasikan dalam bentuk praktek.

Melalui Pendidikan dan Pelatihan

Organisasi yang memiliki budaya pelatihan yang positif akan menghargai bila seorang

individu melakukan kekeliruan yang sumberdaya manusia bukan hanya tugas

Peningkatan atau

pengembangan

berarti itu adalah kesempatan baginya pemerintah, tetapi juga merupakan tugas

untuk belajar, karena organisasi yang dan tanggung-jawab bersama, termasuk

memiliki budaya belajar adalah yang juga pihak swasta (Supriatna, 2000).

berani mengambil resiko (Kempton, 1995). Pendapat Supriatna tersebut juga didukung

Pemberdayaan yang tumbuh dari oleh Chataway (2000) yang mengemu

dalam diri, baik individu, kelompok kakan bahwa perusahan-perusahan swasta

maupun organisasi dapat terjadi bila ada juga bertanggung-jawab dan ikut ambil

antusiasme dalam diri individu-individu bagian atau sebagai mitra pemerintah

yang kemudian menjadi antusiasme dalam pembangunan dan pengembangan

kolektif sebagai penggerak pemberdayaan sumberdaya manusia melalui pendidikan

diri organisasi atau institusi serta individu- dan pelatihan, terutama melalui “social

individu yang ada di dalamnya. Antusi-

i nvesment or philanthropist activities” atau asme dalam pemberdayaan merupakan investasi sosial dan kedermawanan atau

tekad dari semua anggota organisasi atau kepedulian terhadap sesama. Demikiam

institusi untuk percaya terhadap kemam- pula halnya dengan organisasi non

puan mereka menyelesaikan masalah pemerintah atau NGOs maupun LSM dapat

secara mandiri. Untuk membangkitkan mengambil peran dalam berbagai kegiatan

antusiasme dalam organisasi, langkah- pembangunan, baik dalam penyaluran dana

langkah yang harus ditempuh oleh bantuan, fasilitas maupun memobilisasi

pemimpin organisasi atau institusi adalah: inisiatif dan antusiasme masyarakat serta

(1) memberikan kebebasan kepada anggota pelayanan yang tidak dapat dijangkau oleh

untuk menentukan tujuan; (2) memberi instansi pemerintah (Jones, 1998).

kesempatan kepada anggota untuk bekerja secara kreatif dalam mencapai tujuan yang

Pemberdayaan Diri Anggota

telah

disepakati; (3) menciptakan

Institusi Lokal Melalui Pendi-

lingkungan kerja yang dialogis, terbuka

dikan dan Pelatihan

dalam membicarakan cara-cara terbaik dalam membicarakan cara-cara terbaik

memberikan ide terbaik, menciptakan pro- gram baru dan peningkatan kesejahteraan anggota serta masyarakat; dan (5) bertanggung-jawab dalam berbagai kepu- tusan dan kebijakannya serta terbuka terhadap anggota dalam berbagai urusan (Soetrisno, 1995).

Implikasi Pemberdayaan

Bagi

Masyarakat

Berhasil atau tidaknya pemberdayaan organisasi atau institusi lokal dapat dilihat atau dinilai dari: (1) ownership; (2) team and leader; dan (3) culture and structure (Kempton, 1995). Ownership, berkenaan dengan cara keterlibatan individu-individu di dalam aktifitas organisasi, semisal rasa bertanggung-jawab atas berbagai tindakan nya. Jika rasa kepemilikan terhadap organisasi dari setiap individu ada, mereka cenderung akan bertindak lebih baik. Team and leader, pemberdayaan organisasi yang berhasil selalu meletakkan dasar pada kerjasama tim yang dalam aktifitas keseharian organisasi, kelompok-kelompok merupakan unsur dasar

pembentuk

organisasi dan berbagai aktifitas yang perlu dikembangkan mencakup beragam ke- ahlian yang diperoleh melalui pembe- lajaran. Anggota organisasi dalam pola kerja seperti ini akan mendapat tambahan keahlian dan lebih fleksibel. Structure and culture, struktur dan budaya organisasi yang dimaksud disini adalah keterbukaan dan responsifitas terhadap perubahan yang berarti sebagai perbaikan terus-menerus atau “continous improvement”. Dalam hal perubahan budaya organisasi memerlukan komitmen kepemimpinan yang jelas, ke- terlibatan dan partisipasi seluruh anggota.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan

pendekatan

kualitatif.

Sedangkan yang menjadi fokus dalam pene

litian ini adalah: 1) Implementasi kebijakan peningkatan kualitas sumberdaya manusia melalui pendidikan dan pelatihan dalam pemberdayaan institusi lokal, dilihat dari: (a). Pemberdayaan yang dilakukan oleh pemerintah melalui pendidikan dan pela tihan; (b) Pemberdayaan yang dilakukan oleh pihak swasta melalui pendidikan dan pelatihan; dan (c) Pemberdayaan diri anggota institusi lokal melalui pendidikan dan pelatihan, yang meliputi: Kesadaran individu, Kesadaran kelompok, maupun Kesadaran pemimpin; 2) Implikasi pember dayaan bagi masyarakat, dilihat dari: (a) Rasa kepemilikan; (b) Jalinan kerjasama antar anggota, antar anggota dengan pemimpin; dan (c) Keterbukaan dan responsifitas terhadap perubahan.

Lokasi penelitian adalah Desa Kundur Kabupaten Karimun, dengan dasar pertim bangan sebagai berikut: 1) Desa Kundur merupakan desa yang masyarakatnya relatif homogen dan masih menjujung tinggi nilai-nilai, adat kebiasaan dan budaya melayu; 2) Di desa ini telah terjadi pengerusakan lingkungan sebagai buah dari pengurasan dan eksploitasi sumber kekayaan alam yang dimilikinya; dan 3) Peneliti cukup mengenal wilayah, budaya dan bahasa masyarakat Desa Kundur sehingga memudahkan peneliti dalam menghimpun data penelitian. Selanjutnya, yang menjadi situs penelitian adalah Kantor Kepala Desa Kundur, Kantor Camat Kundur, Dinas Tenaga Kerja Kabu paten Karimun, Bagian Sosial Sekretariat Kabupaten Karimun, Perusa-haan / LSM (NGOs) yang turut ambil bagian dalam pemberdayaan

institusi lokal, serta organisasi / institusi lokal yang ada di desa Kundur.

Sumber data dalam penelitian ini adalah: 1) informan; 2) peristiwa; dan

3) dokumentasi. Dalam pengumpulan data, ada tiga teknik yang peneliti gunakan, yaitu: 1) Wawancara mendalam ( in-depth interview);

2) Observasi;

dan 3) Dokumentasi. Teknik analisa data yang gunakan adalah analisis model interaktif yang terdiri dari tiga komponen, yaitu: reduksi data, penyajian data, dan penarikan dan 3) Dokumentasi. Teknik analisa data yang gunakan adalah analisis model interaktif yang terdiri dari tiga komponen, yaitu: reduksi data, penyajian data, dan penarikan

anggota maupun antar anggota dengan yang digunakan dalam teknik pemeriksaan

pemimpin, dan keterbukaan dan respon data yaitu: 1) Credibility (derajat keper

sifitas terhadap perubahan justru lebih cayaan), yang dilakukan dengan jalan: a)

merupakan implikasi dari pemberdayaan melakukan pengamatan secara terus-

diri anggota institusi lokal dan nilai menerus ataupun memperpanjang masa

kerjasama, saling menghargai, musya observasi jika memungkinkan berkaitan

warah mufakat yang masih mengakar dengan fokus penelitian; b) triangulasi; c)

didalam institusi lokal yang bersangkutan. member check; d) memperkaya bahan

Implementasi kebijakan peningkatan referensi; dan e) audit trial, yaitu mela

kualitas sumberdaya manusia dalam pem- kukan konsultasi dengan komisi pem-

berdayaan institusi lokal: pemberdayaan bimbing. 2) Transferability (keteralihan).

yang dilakukan oleh Pemerintah Melalui

3) Dependability (kebergan-tungan). 4) Pendidikan dan Pelatihan. Comfirmability (Kepastian), yang diper- oleh melalui persetujuan beberapa orang

Peningkatan Kualitas terhadap

Kebijakan

Sumberdaya Manusia Dalam Pember penemuan sesorang.

dayaan Institusi lokal

Kabupaten Karimun, sebagai Kabu

HASIL DAN PEMBAHASAN

paten yang terbentuk pada tanggal 4 Oktober 1999 berdasarkan UU No.53

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Tahun 1999, menyadari bahwa untuk dapat (1) Implementasi Kebijakan peningkatan

membawa dan menjadikan daerah ini kualitas sumberdaya manusia melalui

sebagai daerah yang maju, mandiri dan pendidikan dan pelatihan: (a) pember-

berbudaya yang dilandasi iman dan taqwa dayaan yang dilakukan oleh Pemerintah

perlu didukung sumberdaya manusia yang Kabupaten Karimun adalah melalui

berkualitas. Kesadaran Pemerintah Kabu pendidikan pelatihan tenaga pengajar (Da‟i

paten Karimun akan pentingnya sumber dan mubaliqh) dan ketenaga-kerjaan,

daya manusia yang berkualitas sebagai kebijakan tersebut cenderung bersifat

penggerak roda pembangunan daerah “top down”, metoda pemberdayaan yag

diaplikasikan melalui berbagai bidang digunakan adalah pendekatan individu; (b)

yaitu pendidikan, kesehatan dan olahraga. pemberdayaan yang dilakukan oleh pihak

peningkatan kualitas swasta adalah pendidikan dan pelatihan

Kebijakan

sumberdaya manusia melalui pendidikan ketenaga-kerjaan, bersifat sentralistis, tidak

tersebut dibagi kedalam dua kelompok, mampu merespon kondisi dan potensi

yaitu melalui pendidikan formal dan non kelompok sasaran, dan diskriminatif; (c)

formal. Pengimplementasian kebijakan pemberdayaan diri anggota institusi lokal

peningkatan kualitas sumberdaya manusia baik menyangkut kesadaran individu,

melalui pendidikan formal dan diaplikasi kelompok maupun kesadaran pemimpin

kan melalui kebijakan: sangat baik, adanya proses pembelajaran kelompok disebabkan masih kentalnya

1. Peningkatkan kualitas tenaga peng- nilai-nilai tradisional, kecilnya kesenjang-

ajar;

an sosial ekonomi, dan kekhawatiran akan

2. Peningkatkan kesejahteraan tenaga sanksi sosial; 2) Implikasi pemberdayaan

pengajar;

bagi masyarakat: pemberdayaan yang

3. Pemberian bantuan bea siswa kepada dilakukan oleh Pemerintah kabupaten

pelajar dan mahasiswa yang ber- Karimun dan PT. Tambang Timah Tbk.

prestasi;

Kundur belum atau tidak menunjukkan

4. Peningkatkan sarana dan prasarana adanya implikasi yang diharapkan, kuatnya

pendidikan; serta

5. Pemantapkan GN-OTA dalam rangka akomodir preferensi, kebutuhan serta wajib belajar 9 tahun.

keinginan-keinginan serta nilai-nilai yang

6. Sedangkan melalui pendidikan non ada pada kelompok sasaran, dan hal ini formal, pengimplementasiannya dila-

dengan sendirinya akan mampu meng- kukan melalui:

elimir kesenjangan antara kebutuhan

7. Peningkatkan kualitas tenaga pengajar kelompok sasaran dengan pilihan peme- (Da‟i dan Mubaligh);

rintah. Dengan demikian diharapkan

8. Pelatihan tenaga kerja lokal pada Balai kelompok sasaran akan lebih bertanggung- Latihan Kerja; dan

jawab dan lebih partisipatif terhadap

9. Peningkatan sarana dan prasarana kebijakan tersebut. pelatihan (tempat-tempat kursus ke- terampilan).

Tujuan dan Sasaran Kebijakan Tujuan: (1) meningkatkan penge-

Kebijakan peningkatan kualitas sum- tahuan dan keterampilan, iman dan taqwa berdaya manusia melalui pendidikan dan

anggota organisasi kemasyarakatan pada pelatihan (pendidikan non formal) dalam

khususnya, dan masyarakat pada umum- rangka pemberdayaan institusi lokal yang

nya; (2) mempercepat penyebar-luasan dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten

pengetahuan dan keterampilan kepada Karimun cenderung bersifat sentralistik

masyarakat; (3) memberdayakan dan dan kental dengan pend ekatan “top down”-

menjadikan organisasi kemasyarakatan nya. Hal ini ditandai dengan lebih

sebagai wadah dalam mempertahankan dan dikedepankannya 4 Pilar Pembangunan

memperkuat nilai-nilai budaya tradisional Propinsi Riau dan persepsi birokrat daerah

lokal.

Kabupaten Karimun terhadap rendahnya Adapun yang menjadi sasaran dari- kualitas sumberdaya manusia didaerahnya

pada kebijakan ini adalah organisasi ketimbang aspirasi masyarakat pada saat

kemasyarakatan yang ada di Kabupaten kebijakan tersebut diformulasikan. Demi-

Karimun. Kebijakan peningkatan kualitas kian pula halnya indikasi yang ditunjukkan

sumberdaya manusia melalui pendidikan pada saat kebijakan tersebut diimple-

non formal sebagaimana yang dihajatkan mentasikan, masyarakar bukan hanya

oleh Pemerintah Kabupaten Karimun yaitu sekedar tidak dilibatkannya dalam proses

untuk meningkatkan kualitas sumberdaya formulasi tapi lebih dari itu, mereka juga

manusia yang berlandasi iman dan taqwa hanya dijadikan objek kebijakan (target

melalui organisasi kemasyarakatan dalam group) dan bukan sebagai subjek yang

pelaksanaannya bisa dikatakan telah sesuai berhak untuk ikut menentukan kebutuhan,

sasaran daripada kebijakan pilihan-pilihan serta keinginan mereka

dengan

tersebut.

berdasarkan nilai-nilai yang melekat Implementasi kebijakan peningkatan padanya.

kualitas sumberdaya manusia di Kabupaten Mengingat bahwa dalam pengimple-

Karimun dilaksanakan oleh : (1) Dinas mentasian suatu kebijakan didalamnya

Tenaga Kerja sebagai implementor dari terdapat reformulasi sebagai “continous

pendidikan dan pelatihan bagi tenaga improvement” atas kelemahan dan

kerja; (2) Bagian Sosial Sekretariat kekurangan yang ditemukan selama

Kabupaten Karimun sebagai implementor pengimplementasian kebijakan tersebut

pendidikan dan pelatihan tenaga pengajar berlangsung, maka yang perlu dan bahkan

(Mubaligh serta Da‟i), dalam rangka patut untuk diperhatikan dan diper

meningkatkan kualitas iman dan taqwa. timbangkan dalam reformulasi tersebut

Kabupaten Karimun adalah Pemerintah Kabupaten Karimun

Pemerintah

sebenarnya belum siap untuk melaksana- perlu atau bahkan harus melibatkan ke-

kan kebijakan peningkatan kualitas lompok sasaran atau “target group” di

sumberdaya manusia melalui pendidikan dalam reformulasi kebijakan guna meng-

dan pelatihan tersebut yang di dalamnya dan pelatihan tersebut yang di dalamnya

Kabupaten

Karimun

kedepan. Hal ini ditandai dengan: pertama, tidak tersedianya sumber-sumber yang memadai dan keterpaduan sumber-sumber tersebut sebagaimana yang disyaratkan dalam pengimplementasian suatu kebijak- an dengan menggunakan pendekatan “top down”. Ketidak-tersediaan sumber-sumber tersebut antara lain adalah baik itu menyangkut tempat atau sarana pendidikan dan pelatihan maupun menyangkut aparat pelaksananya (implementor); dan kedua, kurangnya pemahaman implementor ter- hadap tujuan yang dimaksudkan oleh kebijakan tersebut sebagaimana pada saat pendisainannya, implementor cenderung memandang kebijakan tersebut sebagai suatu proyek dengan target penyelaksanaan berdasarkan tahun anggaran.

Hasil Implementasi Kebijakan Apa yang dihajatkan dari diimple-

mentasikannya kebijakan peningkatan kualitas sumberdaya manusia ini secara kuantitatif terlihat dengan jelas bahwa Pemerintah Kabupaten Karimun melalui Dinas Tenaga Kerjanya, yang dalam hal ini bekerjasama dengan Balai Latihan Kerja Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Kepulauan Riau, maka pada tahap awal pengimple- mentasian kebijakan tersebut yaitu pada tahun anggaran 2000 telah berhasil mendidik penduduk usia kerja yang berasal dari organisasi-organisasi kemasyarakatan (institusi lokal) sebanyak 128 perserta didik. Sedangkan Bagian Sosial Sekretariat Kabupaten Karimun yang berkerjasama dengan Departemen Agama Propinsi Riau, maka pada tahun anggaran 2000 dan tahun anggaran 2001 telah berhasil mendidik peserta sebanyak 60 orang.

Selanjutnya, secara kualitatif, apa yang menjadi tujuan daripada kebijakan tersebut yaitu terjadinya percepatan pentransferan atau keteralihan pengetahuan

dan keterampilan dari anggota institusi lokal yang telah didik dan dilatih kepada anggota lainnya dari institusi lokal yang diwakili oleh perserta didik tersebut, maka data penelitian menunjukkan bahwa belum atau tidak terjadinya keteralihan sebagai mana diharapkan dan sebagaimana menja- di tujuan kebijakan. Faktor penyebabnya adalah pendekatan atau metoda pembe- lajaran yang digunakan yaitu pem- berdayaan individu ternyata kurang efektif karena individu-individu yang mengikuti pembelajaran tersebut bukan berasal dari satu institusi atau berasal dari institusi yang memiliki latar-belakang kepentingan yang sama, tetapi sebaliknya. Hal ini telah membuat peserta didik tidak mempunyai kesempatan untuk saling pertukar pikiran terhadap ketidak-mengertian atau ketidak- pahaman mereka menyangkut materi yang diterima selama proses pendidikan dan pelatihan tersebut.

Mengingat pemberdayaan dengan pendekatan atau metoda individu sebagai- mana yang dilakukan belum menunjukkan implikasi sebagaimana yang diharapkan, maka hendaknya Pemerintah Kabupaten Karimun menerapkan atau menggunakan pendekatan atau metoda pemberdayaan kelompok karena pendekatan pemberda- yaan melalui kelompok lebih dipandang efektif karena didalamnya akan terjadi diskursus antar anggota institusi terhadap kesalahan, kelemahan dan kekurangan- kekurangan yang terdapat dari masing- masing individu-individu tersebut.

Pemberdayaan Yang Dilakukan Oleh Pihak Swasta Melalui Pendi- dikan Dan Pelatihan

Kebijakan peningkatan kualitas sum- berdaya manusia yang diimplementasikan oleh sektor swasta ini tidak jauh berbeda dengan yang terjadi pada kebijakan peningkatan kualitas sumberdaya manusia yang dilaksanakan oleh pihak pemerintah Kabupaten Karimun, yaitu kebijakan yang kental dengan watak sentralistiknya. Indikasi yang dijadikan dasar pertim- bangan dalam menyimpulkan hal ini Kebijakan peningkatan kualitas sum- berdaya manusia yang diimplementasikan oleh sektor swasta ini tidak jauh berbeda dengan yang terjadi pada kebijakan peningkatan kualitas sumberdaya manusia yang dilaksanakan oleh pihak pemerintah Kabupaten Karimun, yaitu kebijakan yang kental dengan watak sentralistiknya. Indikasi yang dijadikan dasar pertim- bangan dalam menyimpulkan hal ini

Pemberdayaan Diri Anggota

III. PT. Tambang Timah Tbk. Kundur

Institusi lokal Melalui Pendidikan

hanya sebagai pihak pelaksana dari

dan Pelatihan

keputusan kebijakan yang dibuat atau didisain oleh kantor pusat. Pihak PT.

Kesadaran Individu Tambang Timah Tbk. Kundur selain tidak

Dalam implementasi kebijakan pening memiliki “sense of cricis and sense of

katan kualitas sumberdaya manusia dalam responsiveness” terhadap kebutahan dan

pemberdayaan institusi lokal melalui keterbatasan masyarakat dilingkungan

penndidikan dan pelatihan, hasil penelitian wilayah operasinya, juga tidak sebanarnya

menunjukkan bahwa kesadaran diri yang tidak sungguh-sungguh berusaha untuk

ditunjukkan oleh anggota institusi lokal ini memberdayakan masyarakat. Hal ini

untuk memberdayakan dirinya melalui ditandai dengan:

pendidikan dan pelatihan sudah sangat baik

1. Dijadikannya ijazah sekolah mene- yang ditandai dengan : ngah atas sebagai standar dalam

1. Adanya antuasisme individu-individu penerimaan calon peserta pendidikan

dalam institusi lokal ini untuk mening dan pelatihan yang mana kondisi yang

katkan pengetahuan dan keterampil diciptakan ini telah membuat kelom-

annya melalui suatu proses pembe pok sasaran diwilayah operasinya

lajaran ;

yang sebagian besar hanya berpen-

2. Besarnya dukungan yang mereka didikan SLTP kebawah kehilangan

berikan kepada anggota yang bisa banyak kesempatan dan peluang untuk

mengikuti pendidikan dan pelatihan mengikuti pendidikan dan pelatihan

tersebut, yang ditunjukkan dengan tersebut;

tidak terjadinya perselisihan diantara

2. Tidak ada upaya sektor swasta ini mereka dalam menentukan calon yang untuk mengadaptasikan kebijakan

bakal diikut-sertakan ; dan tersebut dengan kondisi senayatanya

3. Adanya harapan individu-individu yang ditemui pada kelompok sasaran

yang belum berkesempatan untuk diwilayah operasinya selama proses

mengikuti pendidikan dan pelatihan implementasi

kepada anggota lainnya yang ber- berlangsung; dan

kebijakan

tersebut

kesempatan untuk mengikuti pendi-

3. Terbatasnya arus informasi menyang- dikan dan pelatihan tersebut nantinya kut jadwal penerimaan calon peserta

dapat ditransfer kepada mereka. kepada khalayak (kelompok sasaran). Kesadaran Kelompok Untuk mengeliminir kesejangan yang

Kesadaran Kelompok yang terdapat terjadi antara PT. Tambang Timah Tbk.

pada Majelis Taqlim Nurul Al Falah juga Kundur dengan kelompok sasaran dalam

sangat baik. Antusiasme individu-individu implementasi kebijakan peningkatan kua-

tersebut telah membentuk antusiasme litas sumberdaya yang dilakukan oleh

kelompok yang ditandai dengan kesadaran sektor swasta ini, maka hendaknya

kelompok untuk memberdayakan diri Pemerintah Kabupaten Karimun mampu

melalui pembelajaran kelompok yaitu menempatkan diri sebagai struktur mediasi

kelompok ibu-ibu dan remaja putri dalam yang mengkoordinasikan sekaligus men-

meningkatkan pengetahuan dan keteram- jembatani dua kepentingan yang berbeda

pilannya dengan belajar mengayam, tersebut sebagaimana ruang dan peluang

menyulam, menjahit dan membuat kue-kue kewenangan yang dimilikinya untuk

tradisional secara bersama. mengatur dan mengurus rumah-tangganya

Kesadaran yang tumbuh dan ber- sendiri berdasarkan kemampuan dan

kembang diantara anggota institusi lokal karakteristik daerahnya.

untuk belajar bersama-sama menurut fenomena yang bisa peneliti pahami adalah untuk belajar bersama-sama menurut fenomena yang bisa peneliti pahami adalah

nya kesadaran individu dan kelompok lokal ini, baik itu menyangkut status

dalam institusi tersebut; dan sosialnya, maupun menyangkut keadaan

3. Dengan usianya yang sudah mencapai ekonominya. Keadaan ini sebenarnya

61 tahun (saat dilakukan penelitian), ia menunjukkan bahwa semakin kecil

masih bersedia mengikuti pendidikan kesenjangan sosial ekonomi yang terdapat

dan pelatihan sebagaimana yang di antar anggota suatu institusi, maka

dipercayakan oleh anggota institusi semakin besar peluang bagi tumbuh dan

lokal ini kepadanya. berkembangnya kesadaran kelompok untuk bekerjasama.

Selanjutnya, berdasarkan data atau informasi yang berhasil dihimpun, maka Kesadaran pemimpin.

dapat dikatakan bahwa besarnya kesadaran Antusiasme dalam pemberdayaan

dan antusiasisme kelompok sasaran untuk merupakan tekad dari semua anggota

terlibat didalam pendidikan dan pelatihan organisasi atau institusi untuk percaya

bukan disebabkan karena kebijakan ter- terhadap kemampuan mereka menye-

sebut telah berhasil didisain secara lesaikan masalah secara mandiri. Langkah-

sempurna dan dengan mempertimbangkan langkah yang harus ditempuh oleh

sumber-sumber yang tersedia, atau bukan pemimpin organisasi atau institusi untuk

karena kebijakan tersebut telah berhasil membangkitkan antusiasme tersebut me-

menyerap aspirasi kelompok sasaran nurut Soetrisno (1995), adalah: (1)

dengan beragam karakteristiknya, tetapi memberikan kebebasan kepada anggota

kelompok sasaran lebih cenderung me- untuk menentukan tujuan; (2) memberi

mandang kebijakan tersebut sebagai solusi kesempatan kepada anggota untuk bekerja

untuk dapat mengenyam pendidikan luar secara kreatif dalam mencapai tujuan yang

sekolah tanpa harus banyak mengeluarkan telah disepakati; (3) menciptakan ling-

biaya. Namun demikian, tidak semua atau kungan kerja yang dialogis, terbuka dalam

hanya sebagian kecil dari anggota institusi membicarakan cara-cara terbaik dalam

lokal yang bisa dan mampu merefleksikan pemecahan masalah bersama; (4) mampu

kesadaran dan rasa antusiasisme mereka menghargai anggota yang memberikan ide

untuk memberdaya kan diri melalui terbaik, menciptakan program baru dan

pendidikan dan pelatihan yang di peningkatan kesejahteraan anggota serta

selenggarakan oleh kedua sektor tersebut. masyarakat; dan (5) bertanggung-jawab

Permasalahan yang dihadapi oleh dalam berbagai keputusan dan kebijakan-

sebagian besar anggota institusi lokal nya serta terbuka terhadap anggota dalam

untuk bisa mengikuti pendidikan dan pela- berbagai urusan.

tihan tersebut adalah: rendahnya tingkat Demikian

pendapatan (kondisi ekonomi); pendidikan kesadaran pemimpin institusi lokal ini

dan pelatihan yang dilaksanakan kurang untuk memberdayakan

atau bahkan tidak sesuai dengan ke- pendidikan dan pelatihan cukup baik yang

diri

melalui

butuhan kelompok sasaran; tempat pe- ditandai dengan:

laksanaan dari pada pendidikan dan

1. Memberikan ruang dan peluang bagi pelatihan itu sendiri yang berada diluar anggota untuk memberdayakan diri

jangkauan mereka.