BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektivitas Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 4 SD Negeri Ringinsari Kecamatan Ampel Kabupaten Boyo

BAB II KAJIAN PUSTAKA Kajian Teori

  2.1

2.1.1 Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di SD

  Menurut Usman Samatowa (2010:1) “Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains dalam arti sempit sebagai disiplin ilmu dari physical science dan life science.

  Yang termasuk physical sciences adalah ilmu-ilmu astronomi, kimia, geologi, minerologi, dan fisika sedangkan life science meliputi biologi (anatomi, fisiologi, zoology, dan seterurusnya)”. Menurut Hendro Darmojo (1992) “IPA adalah pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam semesta dengan segala isinya” (dalam Usman Samatowa, 2010: 2). Sedangkan menurut Powler dalam Usman Samatowa (2010: 3) :

  IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala alam dan kebendaan yang sistematis yang tersusun secara teratur, berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil observasi dan eksperimen/sistematis (teratur) artinya pengetahuan itu tersusun dalam suatu sistem, tidak berdiri sendiri, satu dengan lainnya saling berkaitan, saling menjelaskan sehingga seluruhnya merupakan satu kesatuan yang utuh, sedangkan berlaku umum artinya pengetahuan itu tidak hanya berlaku atau oleh seseorang atau beberapa orang dengan cara eksperimentasi yang sama akan memperoleh hasil yang sama atau konsisten. Menurut Ahmad Susanto ( 2013:167) “sains atau IPA adalah usaha manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat pada sasaran, serta menggunakan prosedur, dan dijelaskan dengan penalaran sehingga mendapatkan suatu kesimpulan”. Dalam Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang standar isi dijelaskan bahwa I lmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari

  

tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan

pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. gejala alam semesta. Dapat disimpulkan bahwa IPA adalah pengetahuan yang berhubungan tentang gejala alam yang tersusun secara sistematis yang dalam prosesnya terdapat metode ilmiah proses penemuan.

  Mata pelajaran IPA merupakan salah satu mata pelajaran pokok di sekolah.

  IPA melatih anak berpikir kritis dan objektif karena didalamnya terdapat metode ilmiah yang merangsang peserta didik untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Dalam Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang standar isi dijelaskan :

  Di tingkat SD/MI diharapkan ada penekanan pembelajaran Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana. Pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah.

  Menurut Ahmad Susanto (2013) :

  Hakikat pembelajaran sains yang didefinisikan sebagai ilmu tentang alam yang dalam bahasa Indonesia disebut dengan ilmu pengetahuan alam, dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian, yaitu ilmu pengetahuan sebagai produk, proses, dan sikap . Pertama, ilmu pengetahuan alam sebagai produk, yaitu

  kumpulam hasil penelitian yang telah ilmuan lakukan dan sudah membentuk konsep yang telah dikaji sebagai kegiatan empiris dan kegiatan analistis. Bentuk IPA sebagai produk antara lain : fakta-fakta, prinsip, hukum, dan teori- teori IPA….Kedua, ilmu pengetahuan alam sebagai proses, yaitu untuk menggali dan memahami pengetahuan tentang alam. Karena IPA merupakan kumpulan fakta dan konsep, maka IPA membutuhkan proses dalam menemukan fakta dan teori yang akan digeneralisasikan oleh ilmuwan….Ketiga, ilmu pengetahuan alam sebagai sikap. Sikap ilmiah harus dikembangkan dalam pembelajaran sains.

  Di sekolah dasar IPA tidak hanya hafalan tetapi lebih penting dari hal tersebut adalah bagaimana proses pembelajaran. Pembelajaran IPA menekankan pada proses pembelajaran. Bagaimana siswa belajar dengan menggunakan metode ilmiah. Dengan menggunakan metode ilmiah tersebut, maka pembelajaran IPA melibatkan keaktifan siswa, baik aktivitas fisik maupun aktivitas mental siswa.

  Tujuan Mata Pelajaran IPA di SD/MI

  Ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI dalam Permendiknas Nomor

  Standar kompetensi adalah kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan dicapai pada setiap kelas dan/atau semester, pada suatu mata pelajaran (Permendiknas, No.41 Tahun 2007). Sedangkan kompetensi dasar merupakan sejumlah kemampuan yang harus dikuasai peserta didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan untuk menyusun indikator kompetensi dalam suatu pelajaran (Permendiknas No.41 Tahun 2007).

  Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA

  4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.

  3. Energi dan perubahannya meliputi : gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana.

  2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi : cair, padat dan gas.

  Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.

  Ruang Lingkup IPA SD/MI

  Tujuan mata pelajaran IPA di SD/MI menurut Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 adalah sebagai berikut :

  6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

  5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan.

  4. Mengembangkan keterampilam proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan.

  3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat.

  2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

  1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan dan ciptaan Nya.

22 Tahun 2006 tentang Standar Isi meliputi aspek-aspek berikut : 1.

  Standar kompetensi dan kompetensi dasar IPA kelas 4 semester II adalah sebagai berikut :

  Tabel 1

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

Mata Pelajaran IPA Kelas 4 Semester II

  Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Energi dan Perubahannya

  

7.1

Menyimpulkan hasil percobaan bawa gaya 7.

  (dorongan dan tarikan) dapat mengubah Memahami gaya dapat mengubah gerak dan/atau bentuk suatu benda. gerak suatu benda.

  

7.2

Menyimpulkan hasil percobaan bahwa gaya (dorongan dan tarikan) dapat mengubah bentuk suatu benda.

  8.

  

8.1

Memahami berbagai bentuk energi Mendeskripsikan energi panas dan bunyi dan cara penggunaannya dalam yang terdapat di lingkungan sekitar serta kehidupan sehari-hari. sifat-sifatnya.

  

8.2

Menjelaskan berbagai energi alternatif dan cara penggunaannya.

  

8.3

Membuat suatu karya/model untuk menunjukkan perubahan energi gerak akibat pengaruh udara, misalnya roket dari kertas/baling-baling/pesawat kertas/parasut.

  

8.4

Menjelaskan perubahan energi bunyi melalui penggunaan alat musik.

  Bumi dan Alam Semesta

  

9.1

Mendeskripsikan perubahan kenampakan 9. Memahami perubahan kenampakan bumi. permukaan bumi dan benda langit. 9.2 posisi bulan dan Mendeskripsikan kenampakan bumi dari hari ke hari.

  10. Memahami perubahan lingkungan 10.1 berbagai penyebab Mendeskripsikan fisik dan pengaruhnya terhadap perubahan lingkungan fisik (angin, hujan, daratan. cahaya matahari, dan gelombang air laut).

  

10.2

Menjelaskan pengaruh perubahan lingkungan fisik terhadap daratan (erosi, abrasi, banjir, dan longsor). 10.3 cara pencegahan Mendeskripsikan kerusakan lingkungan (eosi, abrasi, banjir, dan longsor).

  11.

  

11.1

Memahami hubungan antara sumber Menjelaskan hubungan antara sumber daya daya alam dengan lingkungan, alam dengan lingkungan. teknologi, dan masyarakat.

  

11.2

Menjelaskan hubungan antara sumber daya alam dengan teknologi yang digunakan.

  

11.3

Menjelaskan dampak pengambilan bahan alam terhadap pelestarian lingkungan.

  Sumber: Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi.

2.1.2 Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

  Model Problem Based Learning (yang selanjutnya disingkat PBL) biasanya juga disebut Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM). Terdapat berbagai pendapat tentang pengertian PBL. Berikut beberapa pendapat para ahli tentang pengertian model pembelajaran PBL. Menurut Drs. Daryanto (2014 : 29) pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar.

  Menurut Tan (2003) dalam Rusman (2010: 229): Pembelajaran berbasis masalah merupakan inovasi dalam pembelajaran karena dalam PBM kemampuan berpikir siswa betul-betul dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan.

  Menurut Fogarty dalam Hamruni (2012: 220) “Problem-based learning adalah suatu pendekatan pembelajaran dengan „membenturkan‟ siswa kepada masalah-masalah praktis, dengan berbentuk ill-structured, atau open-ended melalui stimulus dalam belajar”. Pembelajaran berbasis masalah dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah

  . “SPBM dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah” (Wina Sanjaya, 2014: 214).

  Dari beberapa pendapat ahli dapat ditemukan bahwa PBL mengandung permasalahan yang harus dipecahkan atau dicari jawabannya oleh siswa. Jadi berdasarkan pendapat ahli dapat disimpulkan bahwa PBL adalah model pembelajaran dengan memberikan suatu permasalahan dunia nyata pada peserta didik yang melatih kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik yang diterapkan dengan proses kerja kelompok. PBL merupakan inovasi dalam pembelajaran. Dengan PBL siswa akan mendorong siswa untuk berpikir kritis dan kreatif. Siswa tidak hanya duduk diam mendengarkan penjelasan guru tetapi siswa juga dituntut untuk aktif mencari

  Karakteristik Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

  Menurut Rusman (2010 : 232) katarkteristik pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut : a. permasalahan menjadi starting point dalam belajar; b. permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata yang tidak terstruktur; c. permaslahan membutuhkan perspektif ganda (multiple persperctive); d. permasalahan, menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap, dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar; e. belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama; f. pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya, dan evaluasi sumber informasi merupakan proses esensial dalam PBL; g. belajar adalah kolaborasi, komunikasi, dan kooperatif; h. pengembangan keterampilan inquiry dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan; i. keterbukaan proses PBL meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar; dan j.

  PBL melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses belajar. Menurut Min Liu (2005) dalam Aris Shoimin (2014: 130) karakteristik dari

  PBL, yaitu : a.

   Learning is student-centered

  Proses pembelajaran dalam PBL lebih menitikberatkan kepada siswa sebagai orang belajar. Oleh karena itu, PBL didukung juga oleh teori kontruktivisme dimana siswa didorong untuk dapat mengembangkan pengetahuan sendiri.

  b.

   Authentic problems form the organizing focus for learning

  Masalah disajikan kepada siswa adalah masalah yang otentik sehingga siswa mampu dengan mudah memahami masalah tersebut serta dapat menerapkannya dalam kehidupan profesionalnya nanti.

  c.

   New information is acquired throught self-directed learning

  Dalam proses pemecahan masalah mungkin saja siswa belum mengetahui dan memahami semua pengetahuan prasyaratnya sehingga siswa berusaha untuk mencari sendiri melalui sumbernya, baik dari buku atau informasi lainnya.

  d.

   Learning occurs in small groups

  Agar terjadi interaksi ilmiah dan tukar pemikiran dalam usaha membangun pengetahuan secara kolaboratif, PBM dilaksanakan dalam kelompok kecil. Kelompok yang dibuat menuntut pembagian tugas yang jelas dan penetapan tujuan yang jelas.

  e.

  5. Membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan.

  10. Memberi kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.

  9. Mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru.

  8. Lebih menyenangkan dan disukai siswa.

  IPA, Sejarah, dan lain sebagainya), pada dasarnya merupakan cara berpikir, dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar belajar dari guru atau buku-buku saja.

  7. Memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran (Matematika,

  6. Mendorong siswa untuk melakukan evaluasi sendiri, baik terhadap hasil maupun proses belajarnya.

  4. Membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.

   Teacher act as facilitators Pada pelaksanaan PBM, guru hanya berperan sebagai fasilitator.

  3. Meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.

  2. Menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa.

  Merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran.

  Menurut Hamruni (2012:157) kelebihan PBL, diantaranya : 1.

  

Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Problem Based Learning

(PBL)

  Meskipun begitu guru harus selalu memantau perkembangan aktifitas siswa dan mendorong meraka agar mencapai target yang hendak dicapai. Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa karakteristik PBL adalah awal pembelajartan diawai dengan suatu permasalahan yang diberikan guru, masalah berkaitan dengan dunia nyata siswa, permasalahan tersebut akan menentukan arah pembelajaran dalam kelompok. Dengan permasalahan yang diberikan siswa didorong untuk mencari informasi yang diperlukan dari berbagai sumber untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

  11. Mengembangkan minat siswa untuk secara terus-menerus belajar meskipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.

  Menurut Hamruni (2012:158) disamping kelebihan, PBL juga memiliki kelemahan, diantaranya :

  1. Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit bisa dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba.

2. Keberhasilan pembelajaran melalui PBL membutuhkan cukup waktu untuk persiapan.

  3. Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.

  Langkah-Langkah Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

  Menurut Agus Suprijono (2009: 74) sintak pembelajaran berbasis masalah sebagai berikut :

  

Tabel 2

Sintak Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

No Fase Perilaku Guru

  

1. Fase 1 : Melakukan orientasi Guru menyampaikan tujuan pembelajaran,

masalah kepada siswa. menjelaskan logistik (bahan dan alat) apa yang diperlukan bagi penyelesaian masalah serta memberikan motivasi kepada siswa agar menaruh perhatian terhadap aktivitas penyelesaian masalah.

  

2. Fase 2 : Mengorganisasikan siswa Guru membantu siswa mendefinisikan dan

untuk belajar mengorganisasikan pembelajaran agar relevan dengan penyelesaian masalah,

  

3 Fase 3 : Mendukung kelompok Guru mendorong siswa untuk mencari informasi

investigasi yang sesuai, melakukan eksperimen, dan mencari penjelasan dan pemecahan masalahnya,

  

4. Fase 4 : Mengembangkan dan Guru membantu siswa dalam perencanaan dan

menyajikan artefak dan perwujudan artefak yang sesuai dengan tugas memamerkannya yang diberikan seperti : laporan, video, dan model-model, serta membantu mereka saling berbagi satu sama lain terkait hasil karyanya.

  

5. Fase 5 : menganalisis dan Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi mengevaluasi proses penyelesaian terhadap hasil penyelidikannya serta proses- masalah. proses pembelajaran yang telah dilaksanakan. Duffy & Cunningham, 1996 dalam Martinis Yamin (2011: 31) terdapat lima strategi dalam menggunakan PBL :

  1. Permasalahan sebagai suatu kajian. Permasalahan dipresentasikan pada awal pembelajaran untuk menarik perhatian peserta didik ke dalam proses pembelajaran. 2. sebagai penjajakan pemahaman. Permasalahan

  Permasalahan dipresentasikan atau didiskusikan setelah peserta didik selesai membacanya, kemudian dipergunakan untuk menjajaki pemahaman peserta didik.

  3. Permasalahan sebagai contoh. Permasalahan diintegrasikan ke dalam materi pelajaran untuk dapat mengilustrasikan suatu prinsip, konsep dan prosedur.

  4. Permasalahan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari proses.

  Permasalahan digunakan untuk mendorong berpikir kritis sehingga analisis dapat dijadikan untuk pemecahan masalah bagi peserta didik.

  5. Permasalahan sebagai stimulus aktifitas otentik. Permasalahan digunakan untuk mengembangkan keterampilan dalam memecahkan masalah- keterampilan bisa berupa keterampilan fisik, disebutkan dengan pengetahuan awal, dan keterampilan metakognisi yang telah berhubungan terhadap proses pemecahan masalah. Menurut John Dewey dalam Hamruni (2012: 153) menjelaskan 6 langkah

  PBL, yaitu : 1.

  Merumuskan masalah, yaitu langkah siswa menentukan masalah yang akan dipecahkan.

  2. Menganalisis masalah, yaitu langkah siswa meninjau masalah secara kritis dari berbagai sudut pandang.

  3. Merumuskan hipotesis, yaitu langkah siswa merumuskan berbagai kemungkinan pemecahan sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.

  4. Mengumpulkan data, yaitu langkah siswa mencari dan menggambarkan informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah.

  5. Menguji hipotesis, yaitu langkah siswa mengambil atau merumuskan kesimpulan sesuai dengan penerimaan atau penolakan hipotesis yang diajukan.

  6. Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah, yaitu langkah siswa menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan sesuai rumusan hasil pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan.

  7. Dari pendapat para ahli terdapat langkah-langkah PBL yang sangat khas yang mencerminkan PBL, yaitu :

  1. Orientasi tentang masalah Siswa dihadapkan pada suatu permasalahan yang harus dipecahkan. Guru mendorong siswa untuk melakukan kegiatan menyelesaikan masalah.

  2. Mengorganisasi siswa untuk belajar Pada tahap ini guru membimbing siswa merencanakan kegiatan untuk menyelesaikan masalah. Mengorganiasasikan siswa pada kelompok-kelompok belajar untuk menyelesaikan masalah yang diberikan.

  3. Investigasi kelompok Siswa melaksanakan diskusi kelompok untuk memecahkan permasalahan yang diberikan. Guru mengarahkan dan membantu diskusi kelompok.

  4. Mengembangkan dan mempresentasikan hasil Guru membantu siswa membuat artefak yang akan ditampilkan sesuai dengan tugas yang diberikan.

  5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah Guru membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi hasil penyelidikan dan proses belajar yang telah dilakukan.

  

Sintak Pembelajaran Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

dalam Pembelajaran IPA Berdasarkan Standar Proses

  Pelaksanaan pembelajaran adalah sebagai berikut : 1)

  Tahap Persiapan, meliputi : a.

  Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran IPA dengan menggunakan model Problem Based Learning (PBL).

  b.

  Merumuskan indikator pembelajaran sesuai dengan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD).

  c.

  Merumuskan tujuan pembelajaran sesuai dengan indikator pembelajaran.

  d.

  Membuat lembar observasi untuk guru dan siswa.

  e.

  Membuat lembar soal tes untuk melihat hasil belajar IPA siswa.

  2) Pelaksanaan, meliputi : 1.

  Kegiatan Awal a.

  Guru menyiapkan siswa untuk belajar.

  Fase 1: Orientasi Siswa Pada Permasalahan b.

  Guru melakukan apersepsi pembelajaran.

  c.

  Guru memberikan motivasi yang berupa masalah awal pada siswa.

  d.

  Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.

  e.

  Guru menyampaikan langkah-langkah pembelajaran menggunakan PBL.

2. Kegiatan Inti

  Eksplorasi

  Fase 2: Mengorganisasikan Siswa untuk Belajar a.

  Siswa dibagi kedalam beberapa kelompok secara heterogen.

  b.

  Siswa mengamati dan membaca LKS yang diberikan guru.

  c.

  Siswa dengan bimbingan guru mengidentifikasi permasalahan. Elaborasi

  Fase 3 : Investigasi Kelompok d.

  Siswa melaksanakan investigasi kelompok dengan bimbingan guru.

  e.

  Guru membantu investigasi kelompok dan memfasilitasi siswa tentang hal-hal yang belum dipahami.

  Fase 4 : Mengembangkan dan Mempresentasikan Hasil f.

  Siswa menyusun hasil diskusi kelompok.

  g.

  Perwakilan kelompok maju kedepan mempresentasikan hasil diskusi yang telah dibuat.

  h.

  Guru memberikan kesempatan untuk kelompok lain atau siswa lain untuk berpendapat dan bertanya mengenai hasil pekerjaan kelompok yang sedang presentasi.

  

Fase 5 : Menganalisis dan Mengevaluasi Hasil Pemecahan Masalah

i.

  Guru bersama siswa menganalisis laporan tiap kelompok. j.

  Guru mengevaluasi hasil diskusi tiap kelompok yang telah dipresentasikan. Konfirmasi k.

  Guru memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya tentang materi yang belum jelas. l.

  Siswa menjawab pertanyaan guru untuk menguji pemahaman siswa dan memberikan penguatan.

3. Kegiatan Penutup a.

  Siswa dengan bimbingan guru membuat kesimpulan dan penguatan tentang materi yang telah dipelajari.

  b.

  Siswa bersama guru melakukan refleksi tentang kegiatan pembelajaran.

  c.

  Guru menutup pembelajaran.

2.1.3 Model Pembelajaran Konvensional

  Menurut Sagala (2003:187) pembelajaran konvensional adalah pembelajaran klasikal atau yang disebut juga pembelajaran tradisional. Sedangkan menurut Ujang Sukandi dalam Scholaria jurnal pendidikan ke-SD-an (2011: 215) mendeskripsikan bahwa

  “pembelajaran konvensional ditandai dengan guru lebih banyak mengajar konsep-konsep bukan kompetensi, tujuannya adalah siswa mengetaui sesuatu bukan mampu melakukan sesuatu dan pada saat pembelajaran siswa lebih banyak mendengarkan

  ”. Menurut Jainuri “model konvensional adalah suatu pembelajaran yang mana dalam proses belajar mengajar dilakukan dengan cara yang lama, yaitu dalam penyampaian pelajaran pengajar masih mengandalkan ceramah ”.

  Dalam model pembelajaran tradisional guru menggunakan metode ceramah dalam menyampaikan materi pelajaran. Menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2013: 97)

  “metode ceramah adalah metode yang boleh dikatakan metode tradisional, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses belajar mengajar

  ”. Menurut Wina Sanjaya (2014: 147) pelajaran melalui penuturan lisan atau penjelasan langsung kepada sekelompok siswa ”.

  Menurut beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran dimana guru berperan aktif menyampaikan materi dengan menggunakan metode ceramah, yaitu dengan penjelasan secara lisan.

  Karakterisitik pembelajaran konvensional menurut Mawardi dan Puspitasari dalam Scholaria jurnal pendidikan ke-SD-an (2011: 219) antara lain: (1) siswa adalah penerima informasi, (2) siswa cenderung belajar secara individual, (3) pembelajaran cenderung abstrak dan teoritis, (4) perilaku dibangun atas kebiasaan (5) keterampilan dikembangkan atas dasar latihan, (6) siswa tidak melakukan yang jelek karena dia takut hukuman, (7) bahasa diajarkan dengan pendekatan struktural.

  Menurut I Wayan Sukra Warpala (2009): Jika dilihat dari tiga jalur modus penyampaian pesan pembelajaran, penyelenggaraan pembelajaran konvensional lebih sering menggunakan modus telling (pemberian informasi), ketimbang modus demonstrating (memperagakan) dan doing direct performance (memberikan kesempatan untuk menampilkan unjuk kerja secara langsung). Dalam perkataan lain, guru lebih sering menggunakan strategi atau metode ceramah dan/atau drill dengan mengikuti urutan materi dalam kurikulum secara ketat.

  Menurut Sunarto dalam Scholaria jurnal pendidikan ke-SD-an, (2011: 219) mengemukakan bahwa pembelajaran konvensional dipandang efektif terutama untuk (1) berbagai informasi yang tidak mudah ditemukan di tempat lain, 2) menyampaikan informasi dengan cepat, 3) membangkitkan minat akan informasi, 4) mengajari siswa yang cara belajar terbaiknya dengan mendengarkan.

  Namun pembelajaran konvensional juga mempunyai beberapa kelemahan yaitu 1) tidak semua siswa memiliki cara belajar dengan mendengarkan, 2) siswa cepat bosan karena pendidik sering kesulitan untuk menjaga agar siswa tetap tertarik dengan apa yang dipelajari, 3) tidak membangkitkan pemikiran kritis siswa, 4) pembelajaran konvensional mengansumsikan bahwa cara belajar siswa sama dan tidak bersifat individual.

  

Sintak Model Pembelajaran Konvensional dalam Pembelajaran IPA di Sekolah

1.

  Kegiatan Awal a.

  Guru menyiapkan peserta didik untuk mengikuti pembelajaran dengan mengucap salam, mengajak siswa berdoa, melaksanakan presensi dan membimbing peserta didik menyiapkan peralatan sekolah.

  b.

  Guru melakukan apersepsi.

  c.

  Guru menjelaskan tujuan pembelajaran.

  2. Kegiatan Inti a.

  Guru menjelaskan materi pembelajaran.

  b.

  Siswa mendengarkan penjelasan yang diberikan guru.

  c.

  Siswa memberikan contoh yang berhubungan dengan materi.

  d.

  Siswa dan guru bertanya jawab tentang materi yang telah dijelaskan.

  e.

  Siswa mengerjakan soal yang diberikan guru.

  f.

  Siswa menuliskan jawabannya di papan tulis.

  g.

  Guru bersama siswa membahas jawaban siswa yang dituliskan di papan tulis.

  h.

  Guru memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya tentang materi yang belum jelas. i.

  Guru memberikan pertanyaan pada siswa untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa.

  3. Kegiatan Penutup a.

  Siswa dengan bimbingan guru membuat kesimpulan secara lisan.

  b.

  Guru memberikan tugas untuk membaca materi pada pertemuan selanjutnya.

  c.

  Guru menutup pembelajaran.

2.1.4 Hasil Belajar Hasil belajar memiliki peranan sangat penting dalam proses pembelajaran.

  Hasil belajar sering diartikan sebagai hasil yang dicapai siswa setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar. Hasil belajar seringkali digunakan sebagi patokan apakah seseorang telah berhasil atau belum dalam menjapai tujuan pembelajaran. Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut guru dapat menyusun dan membina kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan kelas maupun individu.

  Menurut Purwanto (2014:44) : Hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang membentuknya, yaitu “hasil” dan “belajar”. Pengertian hasil (product) menunjuk pada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkan berubahnya input secara fungsional. Setelah mengalami belajar siswa berubah perilakunya dibanding sebelumnya.

  Menu rut Ahmad Susanto ( 2013: 5) “hasil belajar yaitu perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik

  ”. Sedangkan Agus Suprijono (2009: 5) “hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan”.

  Menurut Gronlund (1985:20) dalam Purwanto (2014:45): Hasil belajar yang diukur merefleksikan tujuan pengajaran. Tujuan pengajaran adalah tujuan yang menggambarkan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus dimiliki oleh siswa sebagai akibat dari hasil pengajaran yang dinyatakan dalam bentuk tingkah laku (behavior) yang dapat diamati dan diukur.

  Hasil belajar erat kaitannya dengan tujuan pembelajaran, tercapainya tujuan pembelajaran dapat dilihat dari hasil belajar siswa. Hasil belajar merupakan pencapaian tujuan pembelajaran pada siswa yang mengikuti proses belajar mengajar.

  Dari pendapat beberapa ahli tersebut maka dapat diambil simpulan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa akibat dari proses belajar mengajar yang telah dilaluinya atau pengalaman belajar. Kemampuan tersebut dapat berupa perubahan tingkah laku setelah terjadinya proses belajar mengajar. Untuk mengetahui hasil belajar siswa dapat dilakukan dengan menggunakan tes tertulis tujuan pembelajaran yang sebelumnya telah dirancang.

  Hasil belajar dibagi menjadi tiga domain. Menurut Purwanto (2014:48) “domain hasil belajar adalah perilaku-perilaku kejiwaan yang akan diubah dalam proses pendidikan. Perilaku kejiwaan itu dibagi dalam tiga domain : kognitif, afektif, dan psikomotorik”.

  Menurut Bloom (dalam Agus Suprijono, 2009:5) : Hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Domain kognitif adalah knowledge (pengetahuan,ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh), application (menerapkan),

  analysis

  (menguraikan, menentukan hubungan),

  synthesis

  (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru), dan

  evaluation (menilai). Domain afektif adalah receiving (sikap menerima),

  responding (memberikan respons), valuing (nilai), organization (organisasi),

  characterization ( karakterisasi). Domain psikomotor meliputi initiatory, pre- routine , dan rountinized. Psikomotor juga mencakup keterampilan produktif,

  teknik, fisik, social, manajerial, dan intelektual. Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut dapat ditemukan bahwa domain hasil belajar adalah kognitif, afektif, psikomotorik. Jadi dapat disimpulkan bahwa domain hasil belajar mencakup tiga aspek, yaitu aspek kognitif, afektif, psikomotorik. Aspek kognitif berupa pengetahuan dan pemahaman siswa mengenai materi yang telah dipelajari. Aspek afektif berupa sikap siswa saat mengikuti kegiatan pembelajaran, dan aspek psikomotorik berupa keterampilan yang dimiliki siswa saat mengikuti dan setelah mengikuti kegiatan pembelajaran.

  Cara mengetahui hasil belajar siswa, guru dapat melakukan dengan berbagai teknik, baik berhubungan dengan proses belajar maupun hasil belajar. Teknik penilaian dikelompokkan menjadi dua, yakni teknik tes dan nontes.

  1. Teknik Tes Menurut Endang Poerwati, dkk (2008:1) tes adalah seperangkat tugas yang harus dikerjakan atau sejumlah pertanyaan yang harus dijawab oleh peserta didik untuk mengukur tingkat pemahaman dan penugasannya terhadap cakupan materi yang dipersyaratkan dan sesuai dengan tujuan pengajaran tertentu. Sedangkan menutut menurut Ngalim Purwanto (2010: 33) tes hasil belajar atau achievement test ialah tes yang dipergunakan untuk menilai hasil-hasil pelajaran yang telah diberikan oleh guru kepada murid-muridnya, atau oleh dosen kepada mahasiswa, dalam jangka waktu tertentu.

  Tes adalah seperangkat pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk memperoleh informasi tentang trait atau sifat atau atribut pendidikan yang setiap butir pertanyaan tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap benar, Suryanto Adi, dkk, dalam Wardani Naniek Sulistya, dkk., (2012:70).

  Tes sebagai alat ukur sangat banyak macamnya, berikut macam tes berdasarkan cara pengerjaannya, Wardani Naniek Sulistya, dkk., (2012:144) yaitu :

  1. Tes Tertulis Tes tertulis yaitu tes yang soal-soalnya harus dijawab peserta didik dengan memberikan jawaban tertulis. Jenis tes tertulis secara umum dikelompokkan menjadi dua, yaitu: a.

  Tes objektif, ada yang pilihan ganda, jawaban singkat atau isian, benar-salah, dan menjodohkan.

  b.

  Tes uraian, yang terbagi atas ada tes uraian objektif (penskorannya dapat dilakukan secara objektif) dan tes uraian non-objektif (penskorannya sulit dilakukan secara objektif).

  2. Tes Lisan Tes lisan yaitu tes yang pelaksanaannya dilakukan dengan mengadakan tanya jawab secara langsung antara pendidik dengan peserta didik dengan tujuan melakukan pengukuran atau menentukan skor.

  3. Tes Perbuatan Tes perbuatan yakni tes yang penugasannya disampaikan dalam bentuk lisan atau tertulis dan pelaksanaan tugasnya dinyatakan dengan perbuatan atau unjuk kerja.

  2. Teknik Non Tes Teknik non tes sangat penting dalam mengases peserta didik pada ranah afektif dan psikomotor. Menurut Wardani Naniek Sulistya, dkk., (2012:73-75) jenis teknik non tes, yaitu : 1.

  Unjuk Kerja Merupakan suatu penilaian/pengukuran yang dilakukan melalui pengamatan aktivitas peserta didik dalam melakukan sesuatu yang berupa tingkah laku atau interaksinya seperti berbicara, berpidato, membaca puisi dan berdiskusi.

  2. Penugasan Merupakan penilaian yang berbentuk pemberian tugas yang mengandung penyelidikan (investigasi) yang harus selesai dalam waktu tertentu.

  3. Tugas Individu Penilaian yang berbentuk pemberian tugas kepada peserta didik yang dilakukan secara individu.

  4. Tugas kelompok Penilaian yang berbentuk pemberian tugas kepada peserta didik yang dilakukan secara kelompok.

  5. Portofolio Teknik yang digunakan kepada siswa untuk menjabarkan tugas atau karyanya. Portofolio memberikan gambaran menyeluruh tentang apa yang telah dipelajari dan dicapai siswa.

  

2.1.5 Hubungan Antara Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

Terhadap Hasil Belajar

  Hubungan antara model pembelajaran PBL dan hasil belajar saling berkaitan. Model pembelajaran PBL merupakan suatu inovasi dalam pembelajaran. Dalam model ini ditandai dengan adanya permasalahan yang harus dipecahkan oleh siswa.

  PBL melatih kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik. Siswa dituntut aktif untuk menyelesaikan masalah yang telah diberikan oleh guru. Dalam pembelajaran melatih siswa untuk berpikir kritis dan kreatif. Dengan pembelajaran PBL siswa dilatih untuk untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Siswa tidak hanya duduk menerima materi dari guru tetapi siswa mengembangkan pengetahuannya sendiri dengan bimbingan dari guru. Pembelajaran PBL dapat melatih kerja sama siswa dengan menyelesaikan suatu permasalahan secara berkelompok. Model penyajian materi yang menyenangkan, tidak membosankan, menarik, dan mudah dimengerti oleh para siswa tentunya berpengaruh.

  Hasil belajar merupakan hasil yang dicapai siswa setelah mengikuti suatu pembelajaran. Hasil belajar biasanya berupa nilai. Hasil belajar dipengaruhi oleh model pembelajaran yang digunakan guru, jika guru menggunakan model pembelajaran yang tepat dan menyenangkan akan berpengaruh pada hasil belajar siswa. Oleh karena itu, antara model pembelajaran PBL dengan hasil belajar memliliki kaitan yang erat, karena kedua hal tersebut saling mempengaruhi. Hasil belajar dipengaruhi oleh model pembelajaran PBL. Jika guru dapat mengaplikasikan PBL dengan baik dan benar maka dapat mempengaruhi hasil belajar menjadi lebih baik.

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

  Penelitian mengenai model Problem Based Learning (PBL) pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, antara lain : Merinda

  Dian Prametasari (2012) melakukan penelitian berjudul “Efektifitas Penggunaan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning-PBL) Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V di Gugus Hasanudin Salatiga Semester

  II Tahun Aajaran 2011/2012”. Dalam penelitian ini dinyatakan ada efektifitas penggunaan model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning-PBL) terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V di SD Gugus Hasanudin Salatiga Semester

  II Tahun Ajaran 2011/2012. Hal ini ditunjukan dengan hasil perhitungan uji t, taraf siginifikansi yaitu 0,002 yang berarti bahwa perlakuan yang diberikan pada kelas eksperimen yaitu pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning-PBL) lebih efektif terhadap hasil belajar siswa. Rata-rata hasil belajar kelas kontrol yang menggunakan model pembelajaran konvensional sebesar 74,53 dan rata-rata hasil belajar kelas eksperimen yaitu 83,38 dengan perbedaan rata-rata (mean difference) sebesar 8,85. Kelebihan dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh yang signifikan terhadap penggunaan model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based

  

Learning-PBL), artinya model pembelajaran pembelajaran berbasis masalah

(Problem Based Learning-PBL) bermakna terhadap peningkatan hasil belajar.

  Kelemahan penelitian ini adalah tidak diuraikan refleksi terhadap pembelajaran PBL sehingga kesulitan untuk mengevaluasi bagaimana sistem belajar mengajarnya.

  Prisky Chitika (2012) melakukan penelitian berjudul “Pengaruh Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV SDN Jepon Kecamatan Jepon Kabupaten Blora Semester II Tahun Ajaran 2011/2012”, dalam penelitian ini dinyatakan bahwa terdapat perbedaan pengaruh penggunaan model pembelajaran berbasis masalah dalam pembelajaran IPA pada siswa kelas IV SDN Jepon semester

  II Tahun Ajaran 2011/2012. Hasil penelitian membuktikan bahwa pembelajaran menggunakan model pembelajaran berbasis masalah lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran konvensional dalam pembelajaran IPA pada siswa kelas IV SDN Jepon, hal ini dapat dilihat dari hasil uji t yang menunjukkan bahwa signifikansi sebesar 0,000. Rata-rata kelas eksperimen yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah sebesar 90,00 dan rata-rata kelas kontrol yang diajar dengan model pembelajaran konvensional sebesar 85,00. Kelebihan dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan pengaruh penggunaan model pembelajaran berbasis masalah dalam pelajaran IPA, artinya penggunaan model pembelaran dapat menumbuhkan minat siswa untuk belajar sehingga hasil belajar siswa dapat memuaskan. Kelemahan penelitian ini adalah tidak diuraikan refleksi terhadap pembelajaran PBL sehingga kesulitan untuk mengevaluasi bagaimana sistem belajar mengajarnya.

  Dalam penelitian yang berjudul “Keefektifan Penggunaan Model Pembelajaran Berbasis Masalah dalam Pembelajaran Matematika pada Siswa Kelas V SD Kanisius Cungkup Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga Semester II Tahun

  Pelajaran 2011/ 2012” yang ditulis Sri Hartati (2012), model pembelajaran berbasis masalah efektif digunakan dalam pembelajaran matematika siswa kelas V di SD Kanisius Cungkup Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga. Hal ini didukung oleh hasil nilai rata-rata pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran konvensional sebesar 57,60 sedangkan hasil nilai rata-rata pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah mencapai hasil 80,80. Hal ini, dipertegas dengan hasil uji t dengan signifikansi sebesar 0,000. Kelebihan penelitian ini adalah nilai rata-rata kelas eksperimen lebih tinggi dari kelas kontrol. sintak model pembelajaran berbasis masalah.

  Penelitian dalam e-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Vol 2 yang ditulis oleh Kade Mahendra, Made Sumantri, I Gede Margunayasa (2014) yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap Hasil

  Belajar IPA Siswa Kelas V SD”, menunjukkan hasil penelitian yaitu terdapat perbedaan hasil belajar IPA yang signifikan antara siswa yang mengikuti model pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional pada siswa kelas V SD di gugus XV Kecamatan Buleleng Tahun Ajaran 2013/2014. Rata-rata model pembelajaran berbasis masalah = 21,70 > rata- rata konvensional = 12,72. Adanya perbedaan yang signifikan menunjukkan bahwa model pembelajaran berbasis masalah berpengaruh positif terhadap hasil belajar IPA siswa dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional.

  Berikut disajikan tabel hasil kajian penelitian yang relevan yang telah dilakukan sebelumnya :

  

Tabel 3

Hasil Kajian Penelitian Yang Relevan

Variabel Penelitian No Nama Peneliti PBL Hasil

  Belajar Hasil Penelitian

  IPA

  

1. Merinda Dian Model pembelajaran PBL lebih efektif

dibandingkan pembelajaran konvensional,  Prametasari dengan rata-rata kelas kontrol yaitu 74,53 dan rata-rata kelas eksperimen yaitu 83,38.

  

2. Prisky Chitika Pembelajaran menggunakan model

pembelajaran berbasis masalah lebih efektif  dibandingkan dengan pembelajaran konvensional, hal ini ditunjukkan dengan rata- rata kelas eksperimen yaitu 90,00 dan rata-rata kelas kontrol yaitu 85,00.

  

3. Sri Hartati Pembelajaran menggunakan model

pembelajaran berbasis masalah lebih efektif  dibandingkan dengan pembelajaran konvensional, hal ini dibuktikan oleh hasil nilai rata-rata pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran konvensional sebesar 57,60 sedangkan hasil nilai rata-rata pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah mencapai hasil 80,80. 

  

4. Kd. Mahendra, Md. Terdapat perbedaan hasil belajar IPA yang

signifikan antara siswa yang mengikuti model Sumantri, I pembelajaran berbasis masalah dengan siswa

  Gd.Margunayasa yang mengikuti model pembelajaran konvensional. Rata-rata model pembelajaran berbasis masalah = 21,70 > rata-rata konvensional = 12,72. 

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Penggunaan Model Problem Based Learning pada Siswa Kelas V SD Negeri Karanggondang 01 Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang Semester II Tahun Pelajaran 2014

0 0 12

3.2. Variabel Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Penggunaan Model Problem Based Learning pada Siswa Kelas V SD Negeri Karanggondang 01 Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang Semes

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Penggunaan Model Problem Based Learning pada Siswa Kelas V SD Negeri Karanggondang 01 Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang Semester II Tahun Pelajaran 2014

0 0 47

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Penggunaan Model Problem Based Learning pada Siswa Kelas V SD Negeri Karanggondang 01 Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang Semester II Tahun Pelajaran 2014

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Penggunaan Model Problem Based Learning pada Siswa Kelas V SD Negeri Karanggondang 01 Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang Semester II Tahun Pelajaran 2014

0 2 78

BAB 1 PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Pendekatan Inkuiri terhadap Peningkatan Motivasi Belajar IPS Siswa Kelas 4 SD Negeri Plumbon 01 Suruh Kabupaten Semarang Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015

0 0 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Pendekatan Inkuiri terhadap Peningkatan Motivasi Belajar IPS Siswa Kelas 4 SD Negeri Plumbon 01 Suruh Kabupaten Semarang Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015

0 0 25

BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Pendekatan Inkuiri terhadap Peningkatan Motivasi Belajar IPS Siswa Kelas 4 SD Negeri Plumbon 01 Suruh Kabupaten Semarang Semester II Tahun Pelajaran 2014/20

0 1 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Pendekatan Inkuiri terhadap Peningkatan Motivasi Belajar IPS Siswa Kelas 4 SD Negeri Plumbon 01 Suruh Kabupaten Semarang Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Pendekatan Inkuiri terhadap Peningkatan Motivasi Belajar IPS Siswa Kelas 4 SD Negeri Plumbon 01 Suruh Kabupaten Semarang Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015

0 1 14