Kuli gendong Pasar Legi (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar Legi Surakarta Jawa Tengah)

KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar Legi Kota Surakarta Jawa Tengah)

Oleh: WAHYU SARWONO PUTRO NIM K840705 SKRIPSI

Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

commit to user

ii

PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Surakarta, 20 Juli 2011

Pembimbing I

Drs. Basuki Haryono, M.Pd.

NIP. 195002251975011002

Pembimbing II

Drs. A.Y. Djoko Darmono, M.Pd.

NIP. 195308261980031005

commit to user

iii

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan.

Hari

Tanggal

Tim Penguji Skripsi

Nama Terang

Tanda Tangan Ketua

: Drs. T. Widodo, M.Pd.

……………… Sekretaris

: Dra. Siti Rochani, M.Pd.

……………... Anggota I

: Drs. Basuki Haryono, M.Pd.

……………… Anggota II : Drs. A.Y. Djoko Darmono, M.Pd.

………………

Disahkan oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Dekan

Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. NIP. 19600727 198702 1 001

commit to user

iv

ABSTRAK

WAHYU SARWONO PUTRO. K8407050, KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong Pasar Legi Kota

Surakarta) Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, Juli 2011.

Penelitian ini bertujuan: 1) untuk mengetahui alasan orang-orang menjadi kuli gendong di pasar Legi dipilih sebagai salah satu matapencaharian bagi masyarakat, 2) untuk mengetahui eksistensi kuli gendong sebagai orang tua, anggota SPTI, dan anggota masyarakat, 3) untuk mengetahui pemanfaatan penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi.

Penelitian ini menggunakan menggunakan metode kualitatif eksplanatif dengan strategi studi kasus tunggal. Sumber data dalam penelitian ini dari; 1) informan, yaitu pengurus SPTI dan anggota (kuli gendong), 2) tempat dan peristiwa di pasar Legi Kota Surakarta. Teknik cuplikan dengan menggunakan purposive dengan teknik snowball. Sedangkan dalam mengumpulkan data menggunakan teknik pengumpulan data observasi berperan pasif dan wawancara mendalam (indepth interviewing). Triangulasi data dan triangulasi metode digunakan dalam teknik validitas data. Untuk teknik analisis data menggunakan teknik interaktif yang meliputi empat komponen yaitu pengumpulan data (collecting data), reduksi data (reduction), sajian data (display), dan penarikan kesimpulan/verifikasi data.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa 1) latar belakang orang-orang menjadi kuli gendong yang merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi orang-orang migrasi ke kota; (a) faktor pendorong (berasal dari daerah asal); ketidakberdayaan kuli gendong, minimnya keterampilan yang dimiliki , tidak adanya lapangan pekerjaan di desa (daerah asal), (b) faktor penarik (daerah tujuan); pekerjaan yang tidak mengikat dan diharapakn penghasilan lebih besar daripada pekerjaan semula (buruh pabrik atau buruh tani), (c) faktor fasilitas (transportasi yang mudah diakses), (d) faktor nilai (nilai kemanusiaan dan perjuangan hidup), 2) eksistensi kuli gendong sebagai; (a) orang tua, (b) anggota masyarakat, (c) anggota SPTI, 3) pemanfaatan penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong di pasar Legi; (a) penghasilan sebagai kuli gendong rata- rata mereka mendapatkan penghasilan penghasilan bersih sekitar Rp 29.000,- hingga Rp 39.000,- untuk kuli gendong laki-laki setiap harinya. Sedangkan untuk kuli gendong yang perempuan rata-rata memiliki penghasilan bersih setiap hari Rp 9.000,- hingga Rp 24.000,- (b) pemanfaatan penghasilan, digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari seperti makan minum setiap hari, untuk membeli pakaian, biaya menyekolahkan anak, biaya transportasi, tempat tinggal atau rumah.

commit to user

ABSTRACT

WAHYU SARWONO PUTRO. K8407050. CARRYING PORTERS OF LEGI MARKET (Case Study Of Porters Carrying as Informal Sector In

Legi Market of Surakarta City) Thesis, Surakarta: Faculty of Teacher Training and Education, Sebelas Maret University, July 2011.

This study aims: (1) to learn why people become carrying porters in the market Legi selected as one of the livelihood for the people, (2) to determine the existence of carrying porters as a parent, a member of SPTI, and community members, (3) to knows the use of income derived from the work of carrying porters in Legi market.

This study uses qualitative methods explanative with a single case study strategy. Sources of data in this study are: (1) informants; chairman and members of SPTI, (2) places and events in the market Legi Surakarta city. Sample thecnique by using purposive and by snowball. While collecting data using observation data collection techniques play a passive role and in-depth interviews. Triangulation of data and triangulation methods used in data validation techniques. For data analysis techniques using interactive techniques that include four components, namely data collection, data reduction, data presentation (display), and drawing conclusions / verification data.

Based on this research can be concluded that 1) the background of the people to be porters carrying who are all factors which affects people migrating into the city (a) the push factors (pushed from the come from area); carrying porters powerlessness, lack of skills possessed, the lack of jobs in the village (area of origin), (b) pull factors (destination); work that is not binding and hopefull larger income than the original work (factory workers or farm laborers), (c) facilities factors (transportation is easily accessible), 2) the existence of porters carrying as: (a) parents, (b) members community, (c) a member of SPTI, 3) use of income derived from work in the market porters carrying Legi (a) income as carrying porters on average they netto income of Rp 29.000,- until Rp 39.000,- /day, for male porters carry every day. As for the carrying poter the women have an average netto income of Rp 9.000,- until Rp 24.000,- /day, (b) use of income, used to meet the needs of daily living such as eating and drinking every day, to buy clothes, the cost of sending children to school, transportation, shelter or home.

commit to user

vi

MOTTO

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (Q.S. Al-Am Nasyrah: 9)

Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sehingga mereka mengubah nasib yang ada pada diri mereka sendiri. (Q.S. Ar Ra’adu: 11)

Dimana ada kemauan, disitu ada jalan (Anonim)

commit to user

vii

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya ini sebagai wujud syukur, cinta, bakti, dan terima kasihku teruntuk:

1. Allah SWT atas segala nikmat dan anugerah yang diberikan pada hamba.

2. Bapakku Sukimin dan Ibuku Sarjinem tercinta, yang selalu memberi doa dan kasih sayang untukku menikmati hidup.

3. Bapak-ibu dosen Prodi Pendidikan Sosiologi Antropologi FKIP UNS atas bimbingan dan ilmu yang diberikan kepada peneliti selama di bangku kuliah..

4. FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta, almamaterku tercinta.

commit to user

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………………………………………………… i HALAMAN PERSETUJUAN ..............................................................

ii HALAMAN PENGESAHAN ..............................................................

ABSTRACT ……..…………………………………………………….. v MOTTO ………………………………………………………………..

vi

PERSEMBAHAN ……………………………………………………... vii DAFTAR ISI …………………………………………………………..

viii

KATA PENGANTAR …………………………………………………

xi

DAFTAR TABEL ……………………………………………………..

xiii

DAFTAR GAMBAR …………………………………………………..

xiv

DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………..

xv

I. PENDAHULUAN ……………………………………………..

A. Latar Belakang Masalah …………………………………… 1

B. Perumusan Masalah ………………………………………..

C. Tujuan Penelitian ………………………………………......

D. Manfaat Penelitian………….………………………………. 8

II. LANDASAN TEORI ………………………………………….

A. Tinjauan Pustaka …………………………………………… 9

1. Konsep Kebudayaan ……………………………………. 9

a) Pengertian Kebudayaan …………………………….. 9

b) Wujud Kebudayaan ………………………………… 11

c) Unsur-unsur Kebudayaan ………………………….. 13

2. Konsep Mata Pencaharian ……………………………… 15

a) Pengertian Mata Pencaharian ……..……………….. 15

b) Jenis Mata Pencaharian …………………………….. 16

commit to user

ix

3. Konsep Sektor Informal ………………………………… 18

a) Pengertian Sektor Informal …...……………………. 18

b) Ciri-ciri Sektor Informal …………………………… 19

c) Bidang-bidang Sektor Informal ……………………. 22

d) Munculnya Sektor Informal di Kota ……………….. 24

4. Kuli Gendong di Pasar Legi sebagai Sektor Informal …………………………………………. 26

a. Pengertian Kuli Gendong ………………………….. 27

b. Kuli Gendong Merupakan Kegiatan Sektor Informal ……………………………………. 27

c. Migrasi ke Kota Menjadi Kuli Gendong …………... 29

B. Hasil Penelitian yang Relevan ……………………………… 33

C. Kerangka Berpikir ………………………………………...... 35

III. METODE PENELITIAN ………………………………………. 38

A. Tempat dan Waktu Penelitian ……………………………… 38

B. Bentuk dan Strategi Penelitian …………………………….... 39

C. Sumber Data ……………………………………………….. 41

D. Teknik Cuplikan .....................……………………………… 43

E. Teknik Pengumpulan Data ………………………………..... 44

F. Validitas Data ……………………………………………..... 46

G. Analisis Data ……………………………………………...... 47

H. Prosedur Penelitian …………………………………………. 49

IV. HASIL PENELITIAN …………………………………………. 50

A. Deskripsi Lokasi Penelitian ………………………………... 50

1. Gambaran Umum Pasar Legi …………………………. 50

2. Gambaran Umum Kuli Gendong di Pasar Legi ………. 53

3. Gambaran Umum Serikat Pekerja Transport Indonesia (SPTI) Unit Pasar Legi ………………………………... 55

commit to user

B. Deskripsi Hasil Penelitian ………………………………….. 57

1. Latar Belakang Orang-orang Menjadi Kuli Gendong …. 59

2. Eksistensi Kuli Gendong sebagai Orang Tua, Anggota asyarakat, dan Anggota SPTI ……………….. 64

3. Pemanfaatan Penghasilan yang Diperoleh dari Hasil Kerja Kuli Gendong Pasar Legi ……………………….. 68

C. Temuan Hasil Studi yang Dihubungkan dengan Teori ………………………………………………. 71

V. SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ……………………. 85

A. Simpulan …………………………………………………..

85

B. Implikasi …………………………………………………..

90

C. Saran ………………………………………………………. 91

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………….. 92 LAMPIRAN ………………………………………………………….... 94

commit to user

xi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini guna memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan di lingkungan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dalam penyusunan skripsi ini, peneliti menghadapi banyak hambatan. Namun berkat bantuan dari berbagai pihak, maka hambatan-hambatan tersebut dapat peneliti atasi. Untuk itu atas segala bentuk bantuan, peneliti menyampaikan terima kasih kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta,

2. Drs. Saiful Bachri, M.Pd, Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Sebelas Maret Surakarta,

3. Drs. M. H. Sukarno, M.Pd, Ketua Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Drs. Basuki Haryono, M.Pd, Pembimbing I yang telah memberikan semangat, bimbingan, dorongan, pengarahan, dan saran-saran dalam penyusunan skripsi ini.

5. Drs. A.Y. Djoko Darmono, M.Pd., Pembimbing II yang telah memberikan semangat, bimbingan, dorongan, pengarahan dan saran-saran dalam penulisan skripsi ini.

6. Dra. Siti Chotidjah, M.Pd., pembimbing akademik yang telah memberikan dorongan dalam menyelesaikan kewajiban akademis.

7. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Pendidikan Soiologi Antropologi FKIP UNS yang selama ini telah membimbing dan memberikan ilmu dan pengethuan kepada peneliti selama di bangku kuliah.

8. Bapak Wagiman selaku Ketua SPTI unit Pasar Legi atas bantuannya.

commit to user

xii

9. Ayah dan Ibun tercinta, terima kasih atas bimbingan, do’a dan dukungannya selama ini.

10. Berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Terima kasih tak terhingga peneliti ucapkan, atas segala kebaikan, dukungan, dan doa pada peneliti, semoga Allah SWT membalas segala kebaikan.

Peneliti berharap semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang terkait khususnya dan masyarakat pada umumnya, serta bagi yang berkepentingan. Disamping itu peneliti juga mengharapkan adanya saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan penelitian ini.

Surakarta, Juli 2011 Peneliti

commit to user

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel.1. Waktu Penelitian ……………………………………………....... 38

commit to user

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Faktor-faktor yang terdapat di daerah asal dan daerah tujuan serta rintangam ………………………………………. 30

Gambar 2. Skema Kerangka Berfikir …………………………………… 35 Gambar 3. Model Analisis Interaktif ……………………………………. 48 Gambar 4. Keadaan pasar Leg i Nampak depan samping ……………….. 51 Gambar 5. Kuli gendong sedang bekerja …………………………………. Gambar 6 . Kartu Tanda Anggota (KTA) SPTI …………………………. 54 Gambar 7 . Kantor SPTI unit pasar Legi …………………………………. 55 Gambar 8. Ketua SPTI menunjukkan seragam anggota SPTI …………... 70

commit to user

xv

DAFTAR LAMPIRAN

1. Field note …………………………………………………………… 95

2. Interview Guide …………………………………………………….. 120

3. Denah Gedung Pasar Legi ………………………………………….. 123

4. Peta Lokasi Pasar Legi ……………………………………………… 124

5. Foto kegiatan penelitian …………………………………………….. 125

6. Surat ijin menyusun skripsi kepada PD I ……………………………. 126

7. Surat ijin menyusun skripsi kepada Rektor UNS ……………………. 127

8. SK Dekan FKIP tentang Ijin Penyusunan Skripsi …………………… 128

9. Surat Permohonan Ijin Penelitian ke Dinas Pasar Kota Surakarta …... 129

10. Surat Permohonan Ijin Penelitian ke Kepala Pasal Legi …………….. 130

11. Surat Permohonan Ijin Penelitian ke Ketua SPTI Pasar Legi ………... 131

12. Daftar kelompok kerja kuli gendong pasar Legi ………………….... 132

13. Surat keterangan penelitian dar SPTI Pasar Legi ………………….... 133

commit to user

KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar Legi Surakarta Jawa Tengah) SKRIPSI

Oleh:

WAHYU SARWONO PUTRO NIM K8407050 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2011

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap negara memiliki karakteristik tertentu untuk mendefinisikan tingkat ekonomi mereka. Perekonomian pada mayoritas negara berkembang bahkan dibeberapa negara maju dicirikan dari tingginya pertumbuhan penduduk dan banyaknya penduduk yang bekerja di sektor informal, melimpahnya sumber daya alam dan kurangnya modal, industri skala kecil, penggunaan teknologi sederhana, dan lain sebagainya. Sementara itu negara maju diidentikkan dengan kurangnya sumber daya alam, banyaknya ketersediaan modal, industri skala besar, penggunaan teknologi tinggi dalam kegiatannya.

Negara berkembang termasuk Indonesia memiliki banyak karakteristik yang menunjukkan tingkat perekonomiannya. Kehidupan sosial ekonomi dibeberapa daerah di Indonesia pada dewasa ini telah mengalami perubahan. Salah satunya ditandai dengan semakin beragam serta banyaknya aktivitas ekonomi baik di sektor formal maupun sektor informal. Salah satu jenis pekerjaan yang banyak ditemukan di berbagai daerah di Indonesia adalah sektor informal. Banyaknya keberadaan sektor informal ini didorong oleh tingkat urbanisasi yang cukup tinggi di perkotaan sehingga membuat sektor informal menjadi salah satu pilihan pekerjaan.

Baik sektor formal dan informal sama-sama mendukung pertumbuhan perekonomian dalam suatu daerah bahkan dalam suatu negara. Kedua sektor tersebut memiliki peran masing-masing dalam kegiatan ekonomi sehari-hari. Sektor formal dikuasai oleh kapital dimana usahanya teratur, berbadan hukum (ijin usaha), dan ter-audit. Sementara sektor informal lebih bersifat fleksibel, bebas, tanpa ikatan yang tegas, serta lebih merambah sebagian besar kalangan masyarakat, baik marginal maupun urban.

Menurut Keith Hart dalam Manning dan Effendi (1996: 78), “Perbedaan kesempatan memperoleh penghasilan antara sektor formal dan informal pada

commit to user

pokoknya didasarkan atas perbedaan pendapatan dari gaji dan pendapatan dari usaha sendiri ”. Sektor informal yang muncul tidak berdasarkan struktur permintaan yang efektif dan produktif, akan tetapi muncul karena tidak seimbangnya struktur kapitalisme pada saat ini. Dengan demikian pemberdayaan ekonomi kerakyatan yang diarahkan pada upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi individu - individu tingkat bawah seperti pedagang kecil, industri mikro dan sebagainya dilakukan dalam upaya untuk menegakkan sistem ekonomi yang berlandaskan kerakyatan, kemartabatan dan kemandirian.

Sistem perekonomian yang diharapkan dapat membawa perkembangan kehidupan yang lebih baik dalam pemenuhan kebutuhan para masyarakat. Sistem perekonomian yang diharapkan berpihak pada rakyat justru terkadang tidak berpihak pada rakyat kecil. Dalam hal ini adalah masyarakat lapisan bawah terutama para pedagang, petani, dan kuli. Harga-harga kebutuhan pokok yang semakin lama semakin tidak terjangkau oleh daya beli masyarakat terutama rakyat kecil. Mulai dari harga sembako yang melonjak, BBM, listrik, biaya pendidikan, biaya kesehatan, dan lain sebagainya. Belum lagi biaya air PDAM pun tak luput dari kenaikan tarif bagi masyarakat perkotaan.

Sama halnya yang terjadi di kota Surakarta (juga disebut kota Solo atau Sala) adalah nama salah satu kota di provinsi Jawa Tengah Indonesia. Sisi timur kota ini dilewati sungai yang terabadikan dalam salah satu lagu keroncong, Bengawan Solo. Kota Surakarta memiliki semboyan BERSERI yang merupakan akronim dari Bersih, Sehat, Rapi dan Indah. Selain itu Solo juga memiliki slogan pariwisata “Solo the Spirit of Java” yang diharapkan bisa membangun pandangan kota Solo sebagai pusat kebudayaan Jawa. Keramahan dan kesopan santunan warganya menjadi pelengkap citra bahwa Surakarta merupakan kota yang berbudaya tinggi.

Selain dalam hal budaya, sisi lain yang menarik adalah perekonomian dimana banyak terdapat pasar-pasar sentral yang berada di wilayah Kota Surakarta, diantaranya yaitu; pasar Klewer yang merupakan pusat tekstil dan batik, pasar Kembang yang merupakan pusat bunga hias dan bunga rangkai, pasar

commit to user

Gedhe yang merupakan pusat alat dan bahan kebutuhan sehari-hari, dan pasar Legi yang merupakan pusat penjualan dan pembelian hasil bumi.

Sebelum berbicara mengenai pasar yang ada di Kota Surakarta lebih lanjut, kita berbicara terlebih dahulu apa itu pasar. Menurut Everes dan Korff

terjemahan Zulfahmi (2002: 217) “pasar merupakan memperjual-belikan barang-

barang dan tempat produksi serta memproduksi makna dan sekaligus menjadi simbol kehidupan urban ”. Dalam pengertian ini, pasar selain memilki peran utama sebagai sarana jual beli atau tempat memperjual-belikan barang-barang sebagai pemenuh kebutuhan masyarakat sehari-hari, baik kebutuhan pangan, sandang, peralatan, perlengkapan rumah tangga, dan lain sebagainya.

Pasar juga merupakan penciptaan makna dan simbol kehidupan urban, maksudnya bahwa pasar dengan adanya pasar dapat menandakan dan mempresentasikan kehidupan urban yang lekat dengan aktifitas ekonomi yang kompleks, dan pola konsumsi masyarakat perkotaan. Sebagaimana pusat konsumsi kolektif memproduksi barang atau jasa tidak secara individual, melainkan secara kolektif sehingga apabila sebuah kota sudah tergolong ke dalam kota yang kapitalistik, maka akan sering terjadi konflik - konflik akibat perebutan konsumsi kolektif. Konsumsi kolektif terjadi di lapisan bawah masyarakat perkotaan, mereka melakukan konsumsi kolektifnya dalam sektor informal, konsumsi mereka ditandai dengan adanya penggunaan barang-barang bekas untuk perumahan, serta pembuatan dan pemasaran bahan-bahan makanan dan barang- barang lain untuk konsusmsi langsung. Kondisi demikian merupakan tipe ekonomi bazar yang identik dengan tipikal ekonomi informal.

Berbeda di masyarakat rural, sebagian besar mencukupi kebutuhannya dengan produksi sendiri dan subsisten. Namun tidak sedikit pula di daerah tersebut sudah berdiri pasar-pasar meskipun tidak permanen. Pasar merupakan pusat pertemuan masyarakat dalam berinteraksi satu sama lain, baik pedagang pembeli berekumpul dalam satu tempat. Di pasar merupakan tempat bertemunya segala lapisan masyarakat, di mana para petani menjual hasil taninya ke pasar dan tengkulak membeli dagangan maupun sebaliknya untuk segala macam komoditi

commit to user

maupun kebutuhan, sesama pedagang, sampai perangkat pemerintah setempat. Hal yang demikian merupakan salah satu sektor informal di masyarakat.

Damsar (2002: 83), “pasar merupakan salah satu lembaga yang paling penting dalam institusi ekonomi. Di dalam pasar banyak terdapat fenomena ekonomi. Fenomena itu tercermin dengan adanya aktivitas yang dilakukan oleh para pedagang dan pembeli serta para tenaga kerja di dalamnya ”. Pasar selain merupakan salah satu lembaga yang penting dalam institusi ekonomi, juga menyatakan bahwa pasar juga terdapat banyak fenomena ekonomi. Banyak terjadi kegiatan ekonomi yang merupakan fenomena ekonomi yang dapat ditemukan di pasar, pembelian, penjualan, tawar-menawar harga, serta karyawan yang bekerja dalam pasar, kuli gendong yang bekerja menawarkan jasa angkut barang dagangan, atau bahkan tukang becak menawarkan jasa dan bersiap di depan pintu pasar.

Di dalam kehidupan pasar terjadi proses pendistribusian barang-barang dari orang satu ke orang lainnya, baik dari penjual ke pembeli, atau sebaliknya. Bila membicarakan proses pendistribusian dan pengangkutan barang-barang di pasar tradisonal, maka tidak terlepas dari penyedia jasa angkut. Penyedia jasa yang terdapat di pasar Legi yaitu dengan bantuan kuli gendong. Disebut kuli gendong karena mengangkut barang bawaan dengan menggendong, ada pula yang memanggul barang - barang dagangan pedagang atau pembelian oleh pengunjung, seperti; sembako, buah-buahan, sayur-mayur, bumbu masak, rempah - rempah, dan sebagainya. Hal ini terjadi setiap hari di pasar Legi. Pasar Legi merupakan sebuah pasar yang merupakan pusat perdagangan hasil bumi. Pasar Legi berada di jalan S. Parman No. 23 Kelurahan Stabelaan Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta. Pasar Legi dibatasi oleh stasiun kereta api Solo Balapan di sebelah utara, samping barat kantor penyiaran Radio Republik Indonesia (RRI) Surakarta, sebelah selatan keraton Mangkunegaran, dan sebelah timur kompleks pertokoan Widuran dan monument Juang 45 atau monument Banjarsari.

Dalam keseharian kuli gendong pasar Legi menawarkan jasa gendongnya kepada siapa saja yang ada di pasar dari dini hari sampai larut malam tiba waktu untuk beristirahat. Bekerja keras berharap untuk memenuhi kebutuhan dengan

commit to user

harapan memperbaiki tingkat kehidupan,daripada di rumah atau di daerah asal sebagai pengangguran atau buruh tani yang menggarap lahan milik orang lain. Namun tidak sedikit dari mereka yang harus rela menerima konsekuensinya, mereka rela meninggalkan anak, istri, ataupun suami di rumah yang jauh demi bekerja sebagai kuli gendong. Selain hal tersebut ada persyaratan pula untuk menjadi kuli panggul di pasar Legi, yaitu dengan menjadi anggota organisasi atau paguyuban yang khusus sebagai mengorganisasi para kuli gendong yaitu dalam Serikat Pekerja Transport Indonesia (SPTI).

Pekerjaan sebagai kuli gendong merupakan kegiatan sektor informal, yang terkoordinasi, karena dengan adanya organisasi Serikat Pekerja Transport Indonesia (SPTI) yang mengkoordinasi kuli-kuli gendong tersebut. Koordinasi yang dimaksud meliputi pembagaian wilayah maupun lokasi kerja di pasar, penyediaan Kartu Tanda Anggota (KTA) kuli gendong pasar Legi, penyediaan kaos atribut bagi kuli gendong yang tertera nama dan bagian wilayah kerja masing-masing, dan melakukan penarikan iuran kepada tiap kuli gendong perbulan. Namun bagi kuli gendong laki-laki masih ditambah lagi biaya untuk membeli keanggotaan bagi kuli gendong yang ingin berhenti hingga puluhan juta rupiah.

Hidup di pasar yang jauh dari keluarga yang dicintai, dan mau tak mau tidur di kontrakan atau los pasar yang ada, ataupun dilaju bagi yang bertempat tinggal tidak begitu jauh merupakan pilihan yang dijalani oleh para kuli panggul. Hal ini merupakan dampak lain dari bekerja sebagai kuli gendong. Apalagi dihadapkan dengan perekonomian sekarang ini, seseorang dituntut lebih keras dalam mencari penghasilan. Bila kita melihat tentang peluang kerja di sektor formal, permintaan tenaga kerja yang diminati dalam sektor formal adalah tenaga kerja berpendidikan, memililki keterampilan, dan berpengalaman, selain itu juga batasan umur bagi pelamar pekerjaan, ini merupakan hal-hal yang disyaratkan oleh instansi atau perusahaan yang membuka lapangan pekerjaan.

Syarat-syarat demikian yang menjadi hambatan lain bagi orang-orang yang telah bekerja sebagai kuli gendong untuk berusaha mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dan penghasilan rutin karena menjadi karyawan. Dilihat dari

commit to user

pendidikan, tidak perlu tingkat pendidikan yang tinggi untuk bekerja sebagai kuli gendong, karena yang diperlukan adalah badan sehat dan kuatan untuk menggendong beban berat dari satu tempat ke tempat lain, dan kesabaran untuk menanti dan menawarkan jasa gendong terhadap penjual atau pembeli di pasar Legi. Berbicara mengenai penghasilan, sebagai kuli gendong memiliki penghasilan yang sah.

Menurut Keith Hart dalam Manning dan Effendi (1996: 79) “kesempatan memperoleh penghasilan yang sah terdiri atas;

a. Kegiatan-kegiatan primer dan sekunder; pertanian, perkebunan yang berorientasi pasar, kontraktor bangunan, dan lain-lain.

b. Usaha tersier dengan modal yang relatif besar; perumahan, transportasi, usaha-usaha untuk kepentingan umum, dan lain-lain.

c. Distribusi kecil-kecilan; pedagang kaki lima, pedagang pasar, pedagang kelontong, pedagang asongan, dan lain-lain.

d. Transaksi pribadi; pinjam-meminjam, pengemis.

e. Jasa yang lain; pengamen, penyemir sepatu, tukang cukur, pembuang sampah, dan lain-lain.

Dari pendapat Hart di atas dapat diketahui bahwa penghasilan dari kuli gendong termasuk ke dalam penghasilan jasa, dimana kuli gendong menjual jasa gendong mereka kepada orang lain di pasar.

Ketidakberdayaan kuli gendong dalam hal pendidikan ini dilatarbelakangi oleh rendahnya pendidikan yang “dikenyam” oleh orang-orang yang bekerja sebagai kuli gendong. Masa kecil yang tidak dapat bersekolah atau putus sekolah merupakan hal biasa, hal ini yang menyebabkan mereka tidak memiliki kesempatan untuk memperoleh berbagai aset yang lebih baik semisal pekerjaan, penghasilan, fasilitas, pelayanan masyarakat, dan sebagainya. Dengan menjadi kuli gendonglah mereka dapat menyambung hidup baik bagi dirinya maupun menghidupi keluarganya.

Kehidupan yang dijalani sebagai kuli panggul diharapkan tidak terjadi pada anak-anak mereka. Oleh sebab itu sebagai orangtua, mereka menyekolahkan anak-anak mereka dan memotivasi mereka untuk giat belajar agar mendapatkan kehidupan yang lebih baik daripada orangtua mereka. Dengan demikian para orangtua yang bekerja sebagai kuli gendong memperhatikan masa depan anaknya

commit to user

dengan menyekolahkan anak-anak mereka agar tidak menjadi seperti orang tuanya, dengan harapan memilki kehidupan yang lebih baik..

Meskipun setiap hari mereka harus lebih bekerja lebih keras lagi, dan rela bermukim di kompleks pasar Legi setiap hari, selainitu juga menjalin hubungan baik dengan sesama kuli gendong, kordinator SPTI, petugas pasar, pedagang, dan pembeli di pasar. Hal-hal inilah yang melatarbelakangi peneliti untuk mengkaji lebih dalam mengenai kuli gendong Pasar Legi dalam sebuah penelitian yang berjudul

“Kuli Gendong Pasar Legi (Studi Kasus Kuli Gendong Sektor Informal di Pasar Legi Kota Surakarta) ”

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Mengapa menjadi kuli gendong di pasar Legi dipilih sebagai salah satu mata pencaharian bagi masyarakat?

2. Bagaimana eksistensi kuli gendong sebagai orang tua, anggota SPTI, dan anggota masyarakat?

3. Bagaimana pemanfaatan penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang diharapkan peneliti dalam penelitian adalah:

1. Untuk mengetahui alasan orang-orang menjadi kuli gendong di pasar Legi dipilih sebagai salah satu matapencaharian bagi masyarakat.

2. Untuk mengetahui eksistensi kuli gendong sebagai orang tua, anggota SPTI, dan anggota masyarakat?.

3. Untuk mengetahui pemanfaatan penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi.

commit to user

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi pada pembelajaran mata pelajaran Sosiologi kelas XI Semester 1 dalam Standar Kompetensi 1. Memahami struktur sosial serta berbagai faktor penyebab konflik dan mobilitas sosial, tepatnya dalam Kompetensi Dasar 1.3 Menganalisis struktur sosial dengan mobilitas sosial.

b. Penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi pada pembelajaran mata pelajaran Antropologi kelas XI Semester 1 dalam Standar Kompetensi

2. Menganalisis unsur-unsur proses dinamika dan pewarisan budaya dalam rangka integrasi nasional, tepatnya dalam Kompetensi Dasar 2.1 Mendeskripsikan unsur-unsur budaya, dan 2.2 Mendeskripsikan hubungan antara unsur-unsur kebudayaan.

c. Penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan dan menambah wawasan, pengalaman, referensi, dan pengetahuan bagi pengembangan ilmu-ilmu sosial khususnya dalam kaitannya Sosiologi Ekonomi.

d. Mampu mendorong adanya penelitian sejenis serta bisa digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan pengabdian masyarakat.

2. Manfaat Praktis

a. Penelitian diharapkan dapat memberikan acuan kepada Pemerintah Kota Surakarta dalam pengelolaan pasar dan kuli gendong di pasar Legi Surakarta.

b. Dapat memberikan gambaran terkait mengenai sektor informal dan kehidupan kuli panggul di pasar Legi Kota Surakarta.

commit to user

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

Penelitian yang akan dilaksanakan bertujuan untuk menerangkan fenomena sosial yang dijadikan pusat penelitian, untuk menerangkan fenomena tersebut perlu mengkaji pustaka. Dari pustaka terdapat konsep dan teori yang dapat digunakan sebagai pedoman bagi peneliti untuk mengungkapkan permasalahan dan mencoba menjawab permasalahan yang ada dalam penelitian. Adapun fungsi utama dalam pemilihan teori yang tepat adalah memberi landasan dan acuan agar peneliti tidak menyimpang dari tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Sehingga peneliti mendapat penjelasan tentang fenomena yang diangkat, dapat melakukan analisis data dan prediksi kesimpulan. Adapun konsep dan teori yang relevan dengan penelitian yang dilaksanakan adalah sebagai berikut;

1. Konsep Kebudayaan

Manusia merupakan makhluk yang diciptakan memiliki cipta, rasa, dan karsa sehingga menjadi makhluk yang sempurna ciptaan Allah SWT. Dengan hal tersebut menjadikan manusia lebih dibandingkan makhluk yang lain. Dengan kelebihan inilah manusia merupakan makhluk yang beradab.

Berbicara mengenai manusia, tidak terlepas pula kita berbicara mengenai kebudayaan. Di kehidupan sehari-hari, orang sering membicarakan tentang kebudayaan. Di dalam kehidupan sehari-hari orang tidak akan mungkin tidak berurusan dengan hasil-hasil kebudayaan. Setiap orang yang melihat, mempergunakan, dan bahkan kadang-kadang merusak kebudayaan. Namun apakah yang dimaksud dengan kebudayaan itu sendiri, berikut penjelasannya;

a. Pengertian Kebudayaan

Pengertian kebudayaan meliputi bidang yang luas seolah - olah tidak ada batasannya. Dengan demikian sukar sekali untuk mendapatkan batasan untuk mendapatkan pembatasan pengertian atau definisi yang tegas dan

commit to user

terinci yang mencakup segala sesuatu yang seharusnya termasuk dalam pengertian tersebut. dalam pengertian sehari-hari, istilah kebudayaan sering diartikan sama dengan kesenian, terutama seni suara dan seni tari. Akan tetapi apabila istilah kebudayaan diartikan menurut ilmu-ilmu sosial, maka kesenian merupakan salah satu bagian saja dari kebudayaan.

Dua antropolog terkemuka yaitu Merville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski dalam Soekanto (2002: 171), mengemukakan bahwa Cultural Determination berarti segala sesuatu terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh adanya kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu. Kemudian Herskovits mengungkapkan bahwa kebudayaan merupakan super- organic , karena kebudayaan yang turun temurun dari generasi ke generasi tetap hidup terus. Walaupun orang-orang yang menjadi anggota masyarakat silih berganti disebabkan kelahiran dan kematian.

Menurut Soerjono Soekanto (2002: 172 ), kata “kebudayaan” berasal dari (bahasa Sansekerta) “buddhayah” yang merupakan bentuk jamak kata “buddhi” yang berarti budi atau akal. Kebudayaan diartikan sebagai “hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal”. Adapun istilah “culture” yang

merupakan istilah bahasa asing yang sama artinya dengan kebudayaan, berasal dari kata Latin “colere”. Artinya mengolah atau mengerjakan, yaitu mengolah tanah atau bertani. Dari asal arti tersebut yaitu “colere” kemudian

“culture”, diartikan sebagai segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan mengubah alam.

Seorang antropolog lain, yaitu E.B.Tylor (1871) dalam Soekanto (2002: 172) pernah mencoba memberikan definisi mengenai kebudayaan sebagai berikut (terjemahannya); “Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat, dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. ”

Dengan kata lain kebudayaan mencakup kesemuanya yang didapatkan atau dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan terdiri dari segala sesuatu yang dipelajari dari pola-pola perilaku

commit to user

yang normatif. Artinya, mencakup segala cara-cara atau pola-pola berpikir, akan sangat tertarik oleh obyek-obyek kebudayaan seperti rumah, sandang, jalan, alat komunikasi dan sebagainya. Seorang sosiolog mau tidak mau harus menaruh perhatian juga pada hal tersebut. akan tetapi dia juga akan memperhatikan perilaku sosial, yaitu pola-pola perilaku yang membentuk struktur sosial masyarakat. Jelas bahwa perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh peralatan yang dihasilkannya serta ilmu pengetahuan yang dimilki atau didapatkannya.

Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi dalam Soekanto (2002: 173) merumuskan bahwa kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa, cipta masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau kebudayaan jasmaniah (material culture) yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam sekitarnya, agar kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan untuk keperluan masyarakat.

Dari beberapa pendapat di atas dapat di simpulkan bahwa kebudayaan merupakan apa yang diwariskan turun temurun dari generasi ke generasi berupa semua hasil karya, rasa, cipta masyarakat yaitu yang kompleks, mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat, dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.

b. Wujud Kebudayaan

Kebudayaan bukan hanya sesuatu yang kasat mata, yang berupa bahasa, adat-istiadat, alat-alat, maupun bangunan yang menjadi bukti suatu peradaban, namun juga bewujud ide, gagasan. Hal ini sesuai dengan pendapat Koentjaraningrat (1987: 2) yang menyatakan bahwa kebudayaan itu mempunyai paling sedikit tiga wujud, yaitu;

1) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peratruran, dan sebagainya,

2) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan

berpola dari manusia dalam masyarakat,

3) Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia

(artifact).

commit to user

Dari pendapat di atas dapat dijelaskan betuk-bentuk atau wujud kebudayaan;

1) kebudayaan yang berwujud ide. Sifatnya abstrak, tidak dapat diraba atau difoto, berada di dalam kepala-kepala, atau dengan kata lain dalam alam pikiran dari warga masyarakat dimana kebudayaan yang bersangkutan itu hidup. Jika warga masyarakat tadi menyatakan gagasan mereka itu dalam tulisan, maka kebudayaan ide sering berada dalam karangan, buku-buku hasil karya para penulis warga yang bersangkutan. Sekarang ini kebudayaan ide juga dapat tersimpan dalam tape recorder, arsip, kartu memori (memory card ), recorder digital, dan lain sebagianya.

Kebudayaan ide ini dapat kita sebut adat, tata kelakuan, atau secara singkat dalam arti khusus atau adat-istiadat dalam bentuk jamaknya. Sebutan tata kelakuan tersebut menunjukkan bahwa kebudayaan ide itu biasanya juga berfungsi sebagai tata kelakuan yang mengatur, mengendali dan memberi arah kepada tingkah laku dan perbuatan manusia dalam masyarakat. Dalam fungsi itu, secara lebih khusus lagi adat terdiri dari beberapa lapisan, yaitu dari yang paling abstrak dan luas, sampai yang paling konkret dan terbatas. Lapisan yang paling abstrak misalnya sistem nilai budaya. Lapisan yang kedua, yaitu sistem norma-norma adalah lebih konkret lagi. Sedangkan peraturan-peraturan khusus mengenai berbagai aktifitas aktifitas sehari-hari dalam kehidupan masyarakat (misal; sopan-santun), merupakan lapisan adat- istiadat yang paling konkret tetapi terbatas ruang lingkupnya. 2) kebudayaan berwujud sistem sosial, mengenai kelakuan berpola dari manusia itu sendiri. sistem sosial ini berisi tentang aktifitas-aktifitas individu-individu yang berinteraksi (berhubungan antara satu dengan yang lain dalam kurun waktu tertentu yang mengikuti pola-pola tertentu menurut adat tata kelakuan).

Sebagai rangkaian dalam suatu aktifitas individu-individu dalam suatu masyarakat, maka sistem sosial itu bersifat konkret, terjadi di sekeliling kita sehari-hari, bisa diobservasi, difoto, dan didokumentasi. 3) kebudayaan fisik, merupakan seluruh total hasil fisik dari aktifitas, perbuatan, dan karya individu-individu dalam sauatu masyarakat, maka sifatnya paling konkret,

commit to user

dan berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan difoto. Berbentuk benda-benda yang amat besar seperti pabrik, stasiun; ada benda- benda yang amat kompleks seperti suatu computer berkapasitas tinggi: atau benda-benda besar dan bergerak seperti bus, pesawat: ada benda yang besar dan indah seperti masjid, candi; atau pula benda-benda kecil seperti kain batik; atau yang lebih kecil lagi kancing baju batik.

Ketiga wujud kebudayaan tersebut dalam kehidupan sehari-hari tentu tidak terpisah antara satu sama lain. Kebudayaan ide dan adat-istiadat memberi arah kepada perbuatan dan karya manusia. Baik pikiran-pikiran dan ide-ide, maupun perbuatan dan karya manusia, menghasilkan benda-benda kebudayaan fisiknya. Sebaliknya kebudayaan fisik itu membentuk suatu lingkungan hidup tertentu yang makin lama makin menjauhkan manusia dari lingkungan alamiahnya, sehingga mempengaruhi pola-pola perbuatannya, bahkan juga mempengaruhi cara berpikirnya.

Dalam hal ini kegiatan sebagai kuli gendong termasuk ke dalam wujud kebudayaan yang kedua, yaitu kebudayaan berwujud sistem sosial, mengenai kelakuan berpola dari individu-individu yang berada di dalam pasar Legi. Dalam hal ini tentang aktifitas-aktifitas individu-individu sebagai kuli gendong yang berinteraksi baik sesama kuli gendong, koordinator SPTI, pedagang, pembeli di pasar, maupun keluarga dan masyarakat tempat asal mereka.

c. Unsur-Unsur Kebudayaan

Rasa yang meliputi jiwa manusia, mewujudkan segala kaidah- kaidah dan nilai-nilai sosial yang perlu untuk mengatur masalah-masalah kemasyarakatan dalam arti yang luas. Di dalamnya termasuk agama, ideologi, kebatinan, kesenian, dan semua unsur yang merupakan hasil ekspresi jiwa manusia yang hidup sebagai anggota masyarakat. Selanjutnya, cipta merupakan kemampuan mental, kemampuan berpikir orang-orang yang hidup di masyarakat dan antara lain menghasilkan filsafat serta ilmu-ilmu pengetahuan. Cipta merupakan teori murni, maupun yang telah disusun untuk

commit to user

langsung diamalakan dalam kehidupan masyarakat. Rasa dan cinta dinamakan pula ke budayaan rohaniah (spiritual atau immaterial culture). Semua karya, rasa dan cipta, dikuasai oleh karsa orang-orang yang menentukan kegunaannya agar sesuai dengan kepentingan sebagaian besar atau seluruh masyarakat.

Kebudayaan setiap masyarakat itu sendiri terbentuk oleh beberapa unsur-unsur yang merupakan bagian dari satu kebulatan yang bersifat sebagai satu kesatuan. Beberapa unsur kebudayaan diklasifikasikan ke dalam unsur- unsur pokok atau besar kebudayaan yang lazim disebut dengan cultural universal , yang merupakan unsur-unsur yang pasti bisa ditemukan di semua kebudayaan di dunia, baik yang hidup dalam kehidupan masyarakat pedesaan yang kecil terpencil maupun di dalam masyarakat perkotaan yang besar dan kompleks.

C. Khluchon dalam Soekanto (2002: 176) dalam sebuah karyanya yang berjudul Universal Categories of Culture, dimana berisi inti pendapat para sarjana dalam karyanya menunjuk tujuh unsur kebudayaan yang dianggap sebagai cultural universal, yaitu;

1. peralatan dan perlengkapan hidup manusia,

2. mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi,

3. sistem kemasyarakatan,

4. bahasa (lisan maupun tertulis)

5. kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak dan sebagainya)

6. sistem pengetahuan,

7. religi (kepercayaan).

Unsur-unsur universal tersebut masing-masing dapat dipecah lagi ke dalam sub-unsur-unsurnya (unsur-unsur yang lebih kecil). Unsur yang pertama yaitu peralatan dan perlengkapan hidup manusia, hal ini dapat dijabarkan lagi menjadi pakaian, perumahan, alat-alat rumah tangga, senjata, alat-alat produksi, alat tansportasi dan lain sebagainya. Yang kedua, mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi dijabarkan lagi menjadi pertanian, peternakan, buruh/kuli, sistem produksi, sistem distribusi dan sebagainya. Unsur yang ketiga sistem kemasyarakatan dapat dikerucutkan lagi menjadi sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum, sistem perkawinan.

commit to user

Unsur yang keempat adalah bahasa baik berupa lisan maupun tertulis, setiap masyarakat baik dalam suku, bangsa, maupun negara memiliki sistem bahasa yang dimiliki oleh masing-masing, dan dengan bahasa mereka dapat berkomunikasi antara individu satu dengan yang lain, kelompok masyarakat satu dengan yang lain, disini bahasa berguna sebagai pengantar komunikasi. Selanjutnya unsur yang kelima adalah kesenian, unsur ini menyangkut tentang keindahan, dimana kesenian dapat dijabarkan lagi menjadi unsur seni yang lain, berupa seni rupa, seni suara, seni gerak dan sebagainya. Selain kesenian, suatu kebudayaan dapat diperkuat dengan unsur sistem pengetahuan, dimana dengan unsur ini dapat digunakan sebagai tolok ukur peradaban suatu masyarakat. Dan unsur yang terakhir adalah religi atau sistem kepercayaan, dalam unsur ini masyarakat dari kebudayaan yang bersangkutan memiliki kepercayaan terhadap kekuatan besar yang menciptakan dan mengatur, baik kepercayaan animisme, dinamisme, maupun agama yang mempercayai adanya tuhan. Demikian tujuh unsur kebudayaan universal memang mencakup kebudayaan manusia secara keseluruhan.

Kemudian jika dilihat dari unsur-unsur kebudayaan di atas, manusia berusaha untuk bertahan hidup dengan mencukupi kebutuhan-kebutuhan hidup, usaha manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidup memiliki kaitan dengan sistem mata pencaharian. Karena manusia berusaha untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan untuk dapat melanjutkan kehidupan dengan bekerja sebagai sumber mata pencaharian atau pekerjaan.

2. Konsep Mata Pencaharian

a. Pengertian Mata Pencaharian

Untuk mencukupi kebutuhan agar dapat bertahan hidup, manusia akan berusaha untuk mendapatkan pemenuh kebutuhan, salah satunya dengan memiliki mata pencaharian, dimana mata pencaharian bisa juga dikatakan dengan pekerjaan. Misalnya masyarakat pedesaan yang identik dengan bidang agraris, keadaan alam yang mendukung untuk menjadi petani.

commit to user

Berbeda lagi untuk masyarakat pesisir (pantai), keadaan geografis yang menjadikan mereka nelayan untuk melaut dan mencari ikan.

Dua hal tersebut di atas merupakan contoh mata pencaharian, namun secara definisi dalam arti luas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007), “mata pencaharian merupakan pekerjaan atau pencaharian utama (yang dikerjakan untuk biaya hidup sehari-hari) ”. Dari definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa mata pencaharian merupakan pekerjaan yang utama, sehingga jika seseorang memiliki suatu pekerjaan atau beberepa pekerjaan, yang bisa disebut mata pencaharian adalah pekerjaan yang utama. Istilah pekerjaan dalam arti sempit, digunakan untuk suatu tugas atau kerja yang menghasilkan uang bagi seseorang. Dalam pembicaraan sehari-hari istilah ini sering dianggap sinonim dengan profesi. Mata pencaharian merupakan hal yang sangat melekat bagi individu, terutama dalam keluarga mata pencaharian orangtua sangat berperan penting dalam kelanjutan hidup baik anggota-anggota keluarga, maupun orang tua dalam keluarga tersebut.

b. Jenis Mata Pencaharian

Dari berbagai macam mata pencaharian atau pekerjaan mulai dari penyemir sepatu, tukang becak, kuli gendong, sampai pengusaha, anggota legislatif bahkan pejabat negara merupakan bagian dari macam-macam pekerjaan, namun dari banyaknya pekerjaan tersebut dapat dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu;

1) Sektor Formal Sektor formal merupakan salah satu jenis usaha yang resmi, ada ijin atau berbadan hukum, membutuhkan modal besar, memiliki aturan/tata tertib yang jelas, jumlah pekerja berpendidikan dan memilki keahlian, serta jumlah pekerja tetap dan digaji, memiliki batasan waktu kerja yang jelas, dan menggunakan teknologi dalam usahanya. Contoh pekerjaan dalam sektor formal; a) seseorang yang bekerja sebagai PNS, dimana untuk menjadi PNS seseorang dituntut memiliki jenjang pendidikan tertentu, mengikuti seleksi masuk yang ketat yang diadakan

commit to user

oleh dinas setempat, bekerja dengan ikatan dinas, jam dan hari kerja jelas, digaji setiap bulan lengkap lengkap dengan tunjangan dan mendapat dana pensiun jika sudah tidak bekerja, memilki tata tertib/ kode etik yang jelas, dan lain sebagainya, b) karyawan pabrik, untuk menjadi karyawan pabrik seseorang melamar di lowongan pekerjaan, melalui beberapa tes, dan membutuhkan syarat-syarat tertentu baik berupa pendidikan, pengalaman kerja di bidang-bidang tertentu dan keahlian khusus.