Pola Subkontrak Kopi Luwak Satria Agrowisata Di Desa Manukaya, Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar.

(1)

POLA SUBKONTRAK KOPI LUWAK SATRIA

AGROWISATA DI DESA MANUKYA,

KECAMATAN TAMPAK SIRING,

KABUPATEN GIANYAR

SKRIPSI

Oleh

Made Riski Dwi Saputra

KONSENTRASI PENGEMBANGAN BISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016


(2)

POLA SUBKONTRAK KOPI LUWAK SATRIA

AGROWISATA DI DESA MANUKAYA,

KECAMATAN TAMPAK SIRING,

KABUPATEN GIANYAR

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Universitas Udayana

Oleh

Made Riski Dwi Saputra NIM. 1205315064

KONSENTRASI PENGEMBANGAN BISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016


(3)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Saya bersedia dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam aturan yang berlaku apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya saya sendiri atau mengandung tindakan plagiarism.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya untuk dapat dipergunakan seperlunya.

Denpasar, 28 April 2016

Yang menyatakan,

Made Riski Dwi Saputra


(4)

ABSTRACT

Made Riski Dwi Saputra. Nim : 1205315064. Subcontracting Pattern Luwak Coffee Satria Agrowisata in Manukaya Village, Tampak Siring District, Gianyar Regency. Advisors : Dr. Ir. Ratna Komala Dewi, MP. dan Ni Luh Prima Kemala Dewi, SP, M.Agb.

Gianyar Regency is a tourist area, so a lot of tourists who visit. The number of travelers and tourists who visit both foreign and locally caused the opening of business opportunities that can be cultivated. Agrowisata Luwak coffee is one of the many businesses that are developing in the Manukaya Village, Tampak Siring District, Gianyar Regency . Luwak coffee is the most expensive coffee at the current price, which is why many businesses are choosing to develop this business. The high market demand for coffee, causing a partnership between activists civet with a coffee company to meet the market demand. This study is to determine the following matters.. (1) The partnership pattern that occurs between Satria Agrowisata with activists civet; (2) The rights and obligations Satria Agrowisata with activists civet; (3) The efficiency of the partnership between for either; (4) The obstacles faced by the partnership. The results showed that; (1) The Partnership adopted by Satria Agrowisata with activists civet is a partnership Subcontract; (2) The rights and obligations of both parties must be adhered to in accordance with the agreement that has been agreed; (3) The partnership between Satria Agrowisata with activists civet is already efficient; (4) Constraints faced Satria Agrowisata in this partnership is the quality of the coffee produced by activists civet poorly and fraud by breeders civet, while the constraints faced by activists civet is late payment by Satria Agrowisata and delays in raw material prices.


(5)

ABSTRAK

Made Riski Dwi Saputra. Nim : 1205315064. Pola Subkontrak Kopi Luwak Satria Agrowisata di Desa Manukaya, Kecamatan Tampak Siring, Kabupaten Gianyar. Dibimbing oleh : Dr. Ir. Ratna Komala Dewi, MP. dan Ni Luh Prima Kemala Dewi, SP, M.Agb.

Kabupaten Gianyar merupakan daerah pariwisata, sehingga banyak wisatawan yang berkunjung. Banyaknya wisatawan ataupun turis yang berkunjung baik mancanegara maupun lokal menyebakan terbukanya peluang bisnis yang dapat diusahakan. Agrowisata kopi luwak merupakan salah satu dari banyaknya usaha yang sedang berkembang di Desa Manukaya, Kecamatan Tampak Siring, Kabupaten Gianyar saat ini. Kopi luwak merupakan kopi dengan harga termahal saat ini, itulah mengapa banyak pelaku bisnis yang memilih untuk mengembangkan usaha ini. Tingginya permintaan pasar akan kopi luwak, menyebabkan terjadinya kemitraan yang terjadi antara pegiat luwak dengan perusahaan kopi untuk memenuhi permintaan pasar. Tujuan penelitian ini, yaitu untuk mengetahui hal-hal sebagai berikut. (1) Pola kemitraan yang terjadi antara Satria Agrowisata dengan pegiat luwak; (2) Hak dan kewajiban Satria Agrowisata dengan pegiat luwak; (3) Efisiensi kemitraan anatara keduabelah pihak; (4) Kendala-kendala yang dihadapi oleh pihak yang bermitra. Hasil penelitian menunjukkan bahwa; (1) Pola Kemitraan yang diterapkan oleh Satria Agrowisata dengan pegiat luwak adalah pola kemitraan Inti-Plasma; (2) Hak dan kewajiban dari keduabelah pihak harus ditaati sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati; (3) Kemitraan antara Satria Agrowisata dengan pegiat luwak sudah efisien; (4) Kendala yang dihadapi Satria Agrowisata dalam kemitraan ini adalah kualitas kopi yang dihasilkan pegiat luwak kurang baik dan kecurangan yang dilakukan oleh pegiat luwak, sedangkan kendala yang dihadapi oleh pegiat luwak adalah keterlambatan pembayaran oleh Satria Agrowisata dan keterlambatan bahan baku dan harga.


(6)

RINGKASAN

Indonesia merupakan negara agraris yang sangat luas dan sebagian besar masyarakatnya bergerak dalam bidang pertanian. Peternakan an sebagai subsektor pertanian mempunyai peranan yang besar dalam menyediakan bahan pangan. Kopi merupakan salah satu hasil komoditi perkebunan yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi di antara tanaman perkebunan lainnya dan berperan penting sebagai sumber devisa negara Indonesia. Produksi kopi di Bali pada tahun 2010 sebesar 14.364 ton, tahun 2011 mengalami penurunan menjadi sebesar 10.379 ton tahun 2012 mengalami peningkatan menjadi sebesar 18.880 ton dan pada tahun 2013 mengalami penurunan produksi kopi menjadi sebesar 17.317 ton. Pengembangan komoditas kopi memiliki prospek yang cerah, apalagi dengan adanya usaha kopi luwak yang berdampak positif pada perkembangan perkebunan kopi arabika di Gianyar. Tingginya permintaan pasar akan kopi luwak, menyebabkan terjadinya kemitraan antara pegiat luwak dengan perusahaan kopi untuk memenuhi permintaan pasar.

Tujuan penelitian ini yaitu (1) Mengetahui pola kemitraan yang terjadi antara Satria Agrowisata dengan pegiat luwak; (2) Mengetahui hak dan kewajiban Satria Agrowisata dengan pegiat luwak; (3) Mengetahui efisiensi kemitraan yang terjadi antara keduabelah pihak ; (4) Mengetahui kendala-kendala yang dihadapi oleh Satria Agrowisata dengan pegiat luwak.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa; (1) Pola Kemitraan yang diterapkan oleh Satria Agrowisata dengan pegiat luwak adalah pola kemitraan Inti-Plasma; (2) Hak dan kewajiban Satria Agrowisata adalah berhak mendapatkan semua hasil kopi luwak dari pegiat, berhak mendapatkan sisa kopi yang tidak dimakan luwak, berhak mendapatkan produk yang berkualitas dan Satria Agrowisata wajib membrli hasil produksi , memberikan bahan baku dan mendapatkan kepastian pasar. Hak dan kewajiban pegiat luwak adalah berhak mendapatkan kepastian pasar, berhak mendapatkan bahan baku dan pegiat luwak wajib menjual semua hasil produksi, wajib mengembalikan sisa kopi, wajib menjaga kualitas produksi dan wajib menyediakan peralatan produksi; (3) Kemitraan antara Satria Agrowisata dengan pegiat luwak sudah efisien, ditunjukkan oleh nilai R/C ratio


(7)

dari pihak pegiat luwak sebesar 1,34 dan dari pihak Satria Agrowisata sebesar 1,32 sehingga kedua belah pihak merasa saling diuntungkan; (4) Kendala yang dihadapi Satria Agrowisata dalam kemitraan ini adalah kulitas kopi yang dihasilkan pegiat luwak kurang baik dan kecurangan yang dilakukan oleh pegiat luwak, sedangkan kendala yang dihadapi oleh pegiat luwak adalah keterlambatan pembayaran oleh Satria Agrowisata dan keterlambatan bahan baku.

Berdasarkan hasil penelitian peneliti menyarankan bahwa (1) Pihak Satria Agrowisata hendaknya menambah tenaga kerja di bidang transportasi, guna mengatasi kendala keterlamabatan dalam pengangkutan bahan baku, maupun pengambilan produksi bahan baku dari pegiat luwak, sehingga dengan demikian kemitraan dapat lebih menguntungkan; (2) Perlunya perjanjian tertulis antara Satria Agrowisata dan pegiat luwak menyangkut hak dan kewajiban kedua belah pihak, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman antara pegiat luwak dan Satria Agrowisata di dalam bermitra.


(8)

(9)

POLA SUBKONTRAK KOPI LUWAK SATRIA

AGROWISATA DI DESA MANUKAYA,

KECAMATAN TAMPAK SIRING,

KABUPATEN GIANYAR

Dipersiapkan dan diajukan oleh Made Riski Dwi Saputra

NIM. 1205315064

Telah diuji dan dinilai oleh tim penguji Pada tanggal : 28 April 2016

Berdasarkan SK Dekan Fakultas Pertanian Universitas Udayana No: 75/UN14.1.23/DL/2016

Tanggal: 28 April 2016 Tim penguji skripsi adalah:

Ketua: Dr. Ir I Nyoman Gede Ustriyana, MM. Anggota: 1. Ir. I Dewa Gede Raka Sarjana, MMA.

2. Drs. I Ketut Rantau, M.Si 3. Dr. Ir. Ratna Komala Dewi, MP.


(10)

RIWAYAT HIDUP

Made Riski Dwi Saputra dilahirkan di Denpasar pada tanggal 5 Desember 1993. Penulis merupakan anak kedua dari dua orang bersaudara yang dilahirkan dari pasangan I Made Dura (Ayah), dan A A A Oka Putrini (Ibu). Pendidikan awal penulis dimulai dari (SDN) 4 Peliatan, Ubud pada tahun 2000 dan tamat 2006. Kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 1 Ubud pada tahun 2006 dan tamat pada tahun 2009. Pendidikan Sekolah Menengah Atas ditempuh di (SMAN) 1 Ubud pada tahun 2009 hingga tamat pada tahun 2012. Penulis diterima sebagai mahasiswa Universitas Udayana Fakultas Pertanian dengan Program Studi Agribisnis melalui jalur Seleksi Penelusuran Minat dan Bakat (PMDK).

Selama masa kuliah, peneliti pernah mengikuti kegiatan kepanitiaan di Fakultas dan Jurusan. Salah satunya yaitu sebagai anggota sie acara dalam Bazzar Agribisnis pada tahun 2013 dan 2014. Peneliti juga pernah menjadi koordinator bulutangkis periode 2013 dan 2014.


(11)

KATA PENGANTAR Om Awignamwastu Namah Sidham

Om Swastyatu

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Ida Shang Hyang Widhi Wasa kerena atas Anugrah-Nya, sehigga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian, Universitas Udayana.

Selama proses penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, perhatian dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Ida Shang Hyang Widhi Wasa karena atas segala karuniaNya telah memberikan penulis kekuatan, kesehatan, dan kemudahan untuk menyelesaikan skripsi ini.

2. Prof. Dr. Ir. I Nyoman Rai, Ms selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Udayana yang telah memberikan izin dan kemudahan dalam pelaksanaan penelitian ini.

3. Dr. Ir. I Dewa Putu Oka Suardi, M.Si selaku Ketua Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana atas segala fasilitas dan kemudahan yang diberikan selama penyusunan skripsi ini.

4. Dr. Ir. Ratna Komala Dewi, MP selaku Pembimbing I yang telah meluangkan waktunya membimbing penulis dan banyak memberikan bantuan serta arahan dalam penyusunan skripsi ini.

5. Ni Luh Prima Kemala Dewi, SP, M.Agb selaku Pembimbing II yang juga telah meluangkan waktunya membimbing penulis dan banyak memberikan bantuan serta arahan dalam penyusunan skripsi ini.

6. Prof. Dr. Ir. Made Narka Tenaya, MS selaku Pembimbing Akademik, atas segala bimbingannya dan dukungan semangat selama penulis menjadi mahasiswa.


(12)

7. Segenap dosen di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Udayana pada umumnya yang telah memberikan perhatian dan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis selama menjadi mahasiswa.

8. Segenap staf kantor di Program Studi Agribisnis dan staf kantor di Fakultas Pertanian Universitas Udayana yang telah memberikan informasi dan kemudahan-kemudahan selama penulis menuntut ilmu di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Udayana.

9. Keluarga penulis terutama Bapak I Made Dura, Ibu A A A Oka Putrini dan Kakak I Gde Ryan Saputra yang telah memberikan doa, motivasi, dan dorongan moral maupun material bagi penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini,

10.Seluruh pegiat luwak di Desa Manukaya, Kecamatan Tampak Siring, Kabupaten Gianyar dan Bapak I Dewa Gede Asmara Guna selaku pemilik Satria Agrowisata yang telah membantu memberikan data dan informasi yang diperlukan dalam penyusunan skripsi ini.

11.Rekan-rekan Agribisnis 2012: Angga, Hrayas, Komang, Teguh, Raka, Nova, Heny, Anom, Wulan, Indra, Dewa serta rekan Agribisnis angkatan 2012 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang senantiasa memberikan bantuan dorongan semangat demi kelancaran skripsi ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna mengingat keterbatasan pengetahuan yang penulis miliki, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan skripsi yang lebih lanjut. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat, bangsa dan Negara.

Om Santih, Santih, Santih Om

Denpasar, April 2016


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... ii

ABSTRACT ... iii

ABSTRAK ... iv

RINGKASAN ... v

HALAMAN PENGESAHAN ... vii

TIM PENGUJI ... viii

RIWAYAT HIDUP ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Permasalahan ... 9

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Manfaat Penelitian ... 10

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1 Konsep Kemitraan ... 11

2.1.1 Pengertian kemitraan... 11

2.1.2 Prinsip kemitraan ... 12

2.1.3 Tujuan kemitraan ... 13

2.1.4 Kelebihan dan kelemahan kemitraan ... 15

2.1.5 Kendala-kendala kemitraan... 17

2.1.6 Bentuk-bentuk pola kemitraan ... 19

2.2 Agrowisata ... 21


(14)

2.3 Usaha ternak ... 25

2.3.1 Konsepsi usaha ternak ... 25

2.3.2 Biaya usaha ternak ... 27

2.3.3 Penerimaan dan pendapatan usaha ternak ... 29

2.4 Analisis usaha ternak ... 30

2.5 Kopi ... ... 31

2.5.1 Kopi arabika ... 32

2.5.2 Kopi robusta ... 33

2.5.3 Kopi luwak ... 33

2.6 Luwak .. ... 35

2.7 Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 35

2.8 Kerangka Pemikiran ... 38

BAB III METODE PENELITIAN ... 41

3.1 Penentuan Lokasi Penelitian ... 41

3.2 Metode Pengumpulan Data ... 41

3.3 Populasi dan Sampel Responden ... 42

3.4 Variabel dan Variabel Pengukuran ... 43

3.5 Batasan Operasional ... 45

3.6 Metode Analisis Data ... 45

BAB IV GAMBARAN UMUM ... 47

4.1 Letak dan Keadaan Geografis ... 47

4.2 Demografi ... 47

4.3 Tingkat Pendidikan ... 49

4.4 Mata Pencaharian Utama Penduduk ... 50

4.5 Gambaran Umum Perusahaan Agrowisata ... 51

4.6 Struktur Organisasi Satria Agrowisata ... 51

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 55

5.1 Karakteristik Responden ... 55

5.1.1 Umur responden ... 55

5.1.2 Tingkat pendidikan responden ... 56

5.1.3 Jumlah kepemilikan luwak... 57


(15)

5.1.5 Pengalaman pegiat luwak... 58

5.2 Pola Kemitraan ... 59

5.2.1 Pola dan skema kemitraan... 60

5.2.2 Mekanisme kemitraan ... 62

5.3 Hak dan Kewajiban ... 63

5.3.1 Hak dan kewajiban satria agrowisata ... 64

5.3.2 Hak dan kewajiban pegiat luwak ... 64

5.4 Proses Produksi Kopi Luwak ... 67

5.5 Efisiensi Kemitraan Kemitraan ... 68

5.6 Kendala Kemitraan ... 73

5.6.1 Kendala pegiat luwak ... 73

5.6.2 Kendala satria agrowisata ... 74

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 75

6.1 Kesimpulan ... 75

6.2 Saran .... ... 76

DAFTAR PUSTAKA ... 77

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 79


(16)

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

1.1Jumlah Produksi Kopi di Provinsi Bali dan Kabupaten Gianyar Tahun 2010 s.d 2013 ... 2 1.2 Persentase Penduduk di Kabupaten Gianyar yang Bekerja

Menurut Lapangan Usahanya pada Tahun 2014... 3 1.3 Produksi Kopi Satria Agrowisata Tahun 2011 s.d 2014 ... 5 3.1 Aspek yang diamati , indikator, Variabel, dan Pengukuran

Kemitraan Pegiat Luwak dengan Satria Agrowisata ... 44 4.1Keadaan penduduk di Desa Manukaya menurut Golongan umur

Tahun 2012 ... 48 4.2Jumlah Penduduk di Desa Manukaya berdasarkan Tingkat

Perkembangan Pendidikan Tahun 2012 ... 49 4.3Mata Pencaharian Utama Penduduk di Desa Manukaya Tahun

2012 ... 50 5.1 Kelompok Umur Responden di Desa Manukaya, Kecamatan

Tampak Siring, Kabupaten Gianyar Tahun 2014 ... 55 5.2 Tingkat Pendidikan Responden yang melakukan kemitraan di Desa

Tahun 2014 ... 56 5.3 Jumlah Kepemilikan Luwak Pegiat Luwak di Desa Manukaya,

Kecamatan Tampak Siring Kabupaten Gianyar tahun 2014 ... 57 5.4 Ukuran Kandang Luwak di Desa Manukaya, Kecamatan

Tampak Siring, Kabupaten Gianyar Tahun 2014 ... 58 5.5 Pengalaman Beternak Luwak di Desa Manukaya, Kecamatan

Tampak Siring, Kabupaten Gianyar Tahun 2014 ... 59 5.6 Perkembangan kemitraan yang terjadi antara Satria Agrowisata

Dan pegiat luwak Tahun 2011 s.d 2014 ... 69 5.7 Nilai Efisiensi Pegiat Luwak di Desa Manukaya, Kecamatan

Tampak Siring, Kabupaten Gianyar periode April s.d Oktober Tahun 2014 ... 70


(17)

5.8 Nilai Efisiensi Satria Agrowisata di Desa Manukaya, Kecamatan Tampak Siring, Kabupaten Gianyar periode April s.d Oktober Tahun 2014 ... 71 5.9 Kendala Kemitraan yang Dihadapi Pegiat Luwak di Desa


(18)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

2.1Kerangka Pemikiran Teoritis Pola Kemitraan Satria Agrowisata dengan Pegiat Luwak di Desa Manukaya ... 40 4.1 Struktur Organisasi Satria Agrowisata ... 52 5.1 Skema Pola Kemitraan antara Satria Agrowisata dengan Pegiat


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Teks Halaman

1. Peta Desa Manukaya Tahun 2012 ... 79 2. Data Karakteristik Responden Pemilik Satria Agrowisata .... 80

3. Data Karakteristik Pegiat Luwak ... 81

4. Kopi Gelondongan dan Kopi Sisa April s.d Oktober ... 82

5. Biaya Produksi Pegiat Luwak di Desa Manukaya Periode

April s.d. Oktober 2014 ... 83 6. Biaya Penyusutan Kandang Pegiat Luwak di Desa Manukaya

Periode April s.d. Oktober 2014 ... 85 7. Biaya Penyusutan Peralatan Pegiat Luwak di Desa Manukaya

Periode April s.d. Oktober 2014 ... 86 8. Total Biaya Pegiat Luwak di Desa Manukaya Periode April

s.d. Oktober 2014 ... 88 9. Produksi dan Penerimaan Pegiat Luwak di Desa Manukaya

Periode April s.d. Oktober 2014 ... 89 10. Total Penerimaan, Pendapatan Pegiat Luwak di Desa Manukaya


(20)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris yang sangat luas dan sebagian besar masyarakatnya bergerak dalam bidang pertanian. Sektor pertanian tidak saja sebagai penyedia kebutuhan pangan bagi penduduk, tetapi juga sebagai sumber penghidupan bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Secara umum, pengertian dari pertanian adalah suatu kegiatan manusia yang meliputi pertanian tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, holtikultura, peternakan dan perikanan.

Kopi sebagai salah satu produk pertanian unggulan di Indonesia merupakan salah satu hasil komoditi perkebunan yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi di antara tanaman perkebunan lainnya dan berperan penting sebagai sumber devisa Negara Indonesia. Kopi tidak hanya berperan penting sebagai sumber devisa melainkan juga merupakan sumber penghasilan bagi tidak kurang dari satu setengah juta orang petani kopi di Indonesia (Rahardjo, 2012). Data Departemen Perdagangan Republik Indonesia menunjukan perdagangan kopi dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan. Selama periode 2008 hingga 2012 tercatatat mengalami peningkatan sebesar 1,95% (Departemen Perdagangan Republik Indonesia, 2013).

Bali merupakan daerah potensial penghasil kopi, ini dapat dilihat dari produksi kopi di Bali yang cukup besar dan berfluktuatif Produksi kopi pada tahun 2010 hingga 2011 mengalami penurunan dikarenakan pada saat itu tanaman yang baru ditanam belum menghasilkan, sedangkan tanaman yang sudah ada tidak produktif lagi (Dinas Perkebunan, 2013)


(21)

2

Data mengenai produksi kopi di Provinsi Bali dan Kabupaten Gianyar pada tahun 2010 s.d 2013 dapat dilihat pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1

Produksi Kopi di Provinsi Bali dan di Kabupaten Gianyar Tahun 2010 s.d 2013.

Tahun Produksi Kopi Provinsi Bali (ton)

Produksi Kopi

Kabupaten Gianyar (ton) (%)

2010 14.364 225 0,01

2011 10.379 227 0,02

2012 18.880 229 0,01

2013 17.317 231 0,01

Rata-rata Persentase

Peningkatan Produksi 15,33 0,83 0,01

Sumber : Badan Pusat Statistik Bali, 2014

Berdasarkan Tabel 1.1, rata- rata persentase peningkatan produksi kopi di Provinsi Bali adalah sebesar 15,33% ton setiap tahunnya, sedangkan rata-rata persentase peningkatan produksi kopi di Kabupaten Gianyar hanya sebesar 0,83% setiap tahunnya.

Perbandingan produksi kopi Provinsi Bali dengan produksi kopi Kabupaten Gianyar sangat jauh berbeda. Produksi kopi Kabupaten Gianyar rata-rata hanya menyumbang 0,01 % dari total produksi kopi yang ada di Provinsi Bali, dan jumlah tersebut sangatlah kecil untuk dapat dijadikan daerah potensial penghasil kopi.

Persentase penduduk di Kabupaten Gianyar yang bekerja menurut lapangan usahanya pada tahun 2014 dapat dilihat pada Tabel 1.2

(-3.985) (+8.501) (-1.563)

(+2) (+2) (+2)


(22)

3

Tabel 1.2

Persentase Penduduk Kabupaten Gianyar yang Bekerja Menurut Lapangan Usahanya Tahun 2014

No Lapangan Usaha (%)

1 Pertanian, Kehutanan, Perkebunan dan Perikanan 14,33 2 Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air 22,15

3 Konstruksi 7,34

4 Perdagangan Besar dan Eceran, Restoran dan Hotel 28,73 5 Transportasi, pergudangan dan perhubungan 4,42 6 Lembaga keuangan, Perasuransian, Real Estate, dan Jasa Perusahaan 2,90 7 Jasa masyarakat,Sosial dan perorangan 20,13

Jumlah 100,00

Sumber : Badan Pusat Statistik Gianyar, 2015.

Berdasarkan Tabel 1.2 persentase penduduk di Kabupaten Gianyar yang bekerja menurut lapangan usahanya di dominasi oleh penduduk yang bekerja pada lapangan usaha perdagangan besar dan eceran, restoran dan hotel dengan persentase 28,73%,. Persentase terendah, yaitu penduduk yang bekerja pada lapangan usaha lembaga keuangan, perasuransian, eal estate dan jasa perusahaan sebesar 2,90%.

Komposisi penduduk yang bekerja menurut lapangan usaha menunjukkan jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian bukanlah yang tertinggi, namun karakter Kabupaten Gianyar masih tergolong daerah agraris. Keadaan tersebut dapat terlihat dari komposisi penduduk yang bekerja di sektor pertanian masih cukup banyak dan berada di urutan keempat dengan persentase sebesar 14,33%.

Kabupaten Gianyar secara umum memang bukan dikenal sebagai daerah pertanian melainkan sebagai daerah pariwisata, sehingga banyak wisatawan yang berkunjung. Banyaknya wisatawan ataupun turis yang berkunjung baik mancanegara maupun lokal menyebakan banyaknya peluang bisnis yang tercipta.


(23)

4

Kabupaten Gianyar memang tidak memiliki potensi di bidang pertanian khususnya kopi, namun dengan banyaknya wisatawan atau turis yang datang berkunjung menyebabkan banyaknya pelaku bisnis yang mengembangkan usaha di bidang pertanian dengan mendatangkan bahan baku dari daerah lain untuk menunjang produksinya.

Agrowisata kopi luwak merupakan salah satu dari banyaknya usaha yang sedang berkembang di Desa Manukaya, Kecamatan Tampak Siring, Kabupaten Gianyar saat ini. Kopi luwak merupakan kopi dengan harga termahal saat ini. Hal tersebut yang menyebabkan banyak pelaku bisnis yang memilih untuk mengembangkan usaha ini.

Pengembangan komoditas kopi memiliki prospek yang cerah, apalagi dengan adanya usaha kopi luwak yang berdampak positif pada perkembangan perkebunan kopi arabika di Gianyar. Hasil panen kopi arabika selain dipasarkan ke pengepul karena hasil panen kopi di Gianyar masih dalam skala kecil, juga dipasarkan kepada pengusaha kopi luwak seperti yang terdapat di Desa Manukaya Kecamatan Tampaksiring (Anonim, 2013)

Proses terbentuknya serta rasanya yang sangat unik menjadi alasan utama tingginya harga jual kopi luwak. Kopi ini merupakan kopi jenis arabika, biji kopi ini dimakan oleh luwak atau sejenis musang. Biji kopi mengalami fermentasi singkat oleh bakteri alami di dalam perutnya yang memberikan cita rasa tambahan yang unik. Proses produksi kopi luwak memiliki sedikit perbedaan dengan pengolahan kopi seperti biasanya, perbedaannya yaitu terdapat tambahan bantuan dari hewan luwak untuk memilih kopi yang benar-benar berkualitas dan dalam proses fermentasinya yang terjadi di dalam perut luwak.


(24)

5

Proses produksi kopi luwak sangat tergantung pada masa panen kopi arabika, yaitu dimulai dari bulan Mei atau Juni dan berakhir pada bulan Agustus atau September. Kopi luwak tidak dapat diproduksi di luar bulan tersebut, sebab di luar bulan tersebut pohon kopi arabika tidak dapat berbuah. Luwak bukanlah mesin yang dapat dipaksa untuk menghasilkan produk.

Proses produksi kopi luwak terjadi secara alami yang menyebabkan produk atau kopi yang dihasilkan sangatlah terbatas. Kopi luwak bebas dari kandungan pestisida berbahaya karena pestisida yang terdapat pada kopi telah dibersihkan oleh secara alami oleh luwak, sehingga kopi luwak lebih sehat untuk dikonsumsi dibandingkan kopi yang lainnya (Ririn, 2012).

Data mengenai produksi kopi luwak Satria Agrowisata pada tahun 2011 s.d tahun 2014 dapat dilihat pada Tabel 1.3

Tabel 1.3

Produksi Kopi Luwak Satria Agrowisata Tahun 2011 s.d 2014

Tahun Produksi (kg)

2011 172,00

2012 216,00

2013 345,00

2014 432,00

Rata-rata Persentase Peningkatan Produksi 36,66 Sumber : Diolah dari data primer, 2015.

Berdasarkan Tabel 1.3, produksi kopi luwak di Satria Agrowisata dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan. Rata-rata persentase peningkatan produksi kopi luwak di Satria Agrowisata sebesar 36,66%., yang juga berarti permintaan kopi luwak setiap tahunnya semakin bertambah. Permintaan kopi luwak yang tinggi disebabkan oleh cita rasa dan manfaat yang terkandung di dalam kopi luwak tersebut.

(+ 44 ) (+129) (+ 87 )


(25)

6

Kopi luwak memiliki manfaat yang sangat banyak bagi kesehatan, diantaranya mencegah penyakit syaraf, dapat meningkatkan stamina tubuh dan bahkan mencegah diabetes, selain itu masih banyak lagi manfaat yang dimiliki oleh kopi luwak jika dibandingkan kopi yang lainnya. Banyaknya manfaat yang dimiliki oleh kopi luwak membuat permintaan kopi menjadi meningkat, dan hal yang harus dilakukan untuk memenuhi permintaan adalah dengan cara meningkatkan produksi kopi luwak tersebut. Meningkatkan produksi kopi luwak tersebut tentunya diperlukan kerjasama diantara pegiat luwak dan perusahaan penyedia kopi yaitu dengan melakukan kemitraan.

Perusahaan penyedia kopi menyediakan biji kopi, dan pegiat luwak sebagai penghasil biji kopi yang telah difermentasi untuk kemudian menjadi kopi luwak. Kabupaten Gianyar atau khususnya di Kecamatan Tampak Siring, Desa Manukaya kini sudah berjamuran agrowisata kopi luwak, diantara banyaknya agrowisata yang ada, banyak yang sudah melakukan pola kemitraan dengan pegiat luwak, ini merupakan strategi pembangunan pertanian khususnya agribisnis yang saling menguntungkan satu sama lain.

Pola kemitraan yang terjadi membuat pegiat luwak memperoleh beberapa keuntungan, namun pada sisi lain justru merasa tidak memiliki kebebasan. Perusahaan yang mengadakan kemitraan dengan pegiat luwak sebagai pelaku agribisnis, bahkan ada yang menerapkan konsep dan pola dengan pemberian modal usaha kepada pegiat luwak. Pemberian modal ini tentunya memberikan keuntungan tersendiri, terutama bagi pegiat luwak yang memiliki keterbatasan sektor permodalan.


(26)

7

Kelebihan yang dimiliki pola kemitraan, yaitu perusahaan menawarkan permodalan kepada pegiat luwak, hal ini tentu sangat menguntungkan bagi pegiat luwak. Perusahaan ada yang bahkan menawarkan dukungan sarana-sarana produksi, sehingga pegiat luwak tidak kesulitan dalam menyediakan sarana-sarana produksi. Sektor pemasaran dengan adanya pola kemitraan lebih terjamin, karena hasil produksi dibeli atau disalurkan oleh perusahaan mitra pegiat luwak itu sendiri.

Pendampingan teknis oleh perusahaan yang akan memberikan tambahan pengalaman kepada pegiat luwak. Kualitas produksi akan lebih terkontrol, sehingga pegiat luwak akan lebih disiplin selama proses produksi. Penetapan target produksi, sehingga dapat memacu produktivitas di sektor pertanian. Berkembangnya sistem kemitraan tentu juga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat pada suatu daerah.

Pola kemitraan memang memiliki banyak kelebihan, namun disamping banyaknya kelebihan tersebut terdapat kekurangan yang dimiliki sistem kemitraan, yaitu adanya keterkaitan dan tanggung jawab banyak orang, sehingga sistem kemitraan ini memerlukan banyak proses dalam pelaksanaannya.

Aturan yang dibuat biasanya berdasarkan kepentingan perusahaan untuk memenuhi pangsa pasar yang dikelolanya, sehingga pegiat luwak tidak memiliki nilai tawar yang kuat dan jika salah satu pihak tidak menepati komitmen yang telah disepakati, maka dapat menimbulkan suatu perselisihan. Pola kemitraan yang telah dikembangkan, yaitu pola kemitraan inti plasma, pola kemitraan subkontrak, pola kemitraan dagang umum, pola kerjasama operasional agribisnis (KOA) dan pola kemitraan keaneka ragaman.


(27)

8

Pola kemitraan yang terjadi pada kenyataannya masih terjadi ketidakdisiplinan di dalam mentaati peraturan yang telah disepakati bersama, ini berdampak terhadap keberlangsungan kemitraan yang terjadi. Ketergantungan pihak mitra (pegiat luwak) terhadap perusahaan mitra (perusahaan besar) juga menyebabkan timbulnya masalah yang terjadi pada pola kemitraan. Kemitraan yang menguntungkan salah satu pihak ini tentu menjadi bentuk yang tidak adil, eksploitatif, dan dalam hal ini pihak yang biasanya diuntungkan adalah perusahaan besar (Martodireso dan Widada, 2002).

Kemitraan antara pegiat luwak di Desa Manukaya, Kecamatan, Tampak Siring, Kabupaten Gianyar dengan Satria Agrowisata kopi luwak sudah dijalin sejak tahun 2011 hingga saat ini. Kemitraan ini bertujuan untuk saling melengkapi baik dari permodalan bagi pegiat luwak maupun kebutuhan produksi berupa ketersediaan bahan baku bagi Satria Agrowisata dan kemitraan yang terjalin ini diharapkan menguntungkan kedua belah pihak. Satria Agrowisata adalah perusahaan yang bergerak di bidang produksi kopi, baik itu kopi bali, kopi ginseng, dan kopi luwak. Komitmen antara kedua belah pihak sangat dibutuhkan untuk menjalankan kemitaan ini. Peraturan seperti hak dan kewajiban antara pihak yang bermitra harus ditaati sesuai dengan peraturan yang telah disepakati.

Satria Agrowisata dan pegiat luwak diharapkan memperoleh keuntungan bersama dari kemitraan yang terjalin, tetapi pada pelaksanaanya banyak kemungkinan yang dapat terjadi seperti pelanggaran perjanjian dan lain-lain yang dapat menghambat berkembangnya kemitraan tersebut. Penelitian untuk mengetahui kenyataan yang sebenarnya terjadi dalam kemitraan antara Satria Agrowisata dengan pegiat luwak dalam hal ini sangat perlu dilakukan.


(28)

9

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat diangkat beberapa permasalahan untuk diteliti sebagai berikut.

1. Bagaimana pola dan mekanisme kemitraan yang dilakukan oleh Satria

Agrowisata dengan pegiat luwak?

2. Apa saja hak dan kewajiban Satria Agrowisata dan pegiat luwak?

3. Bagaimana efisiensi kemitraan yang terjadi antara Satria Agrowisata dengan pegiat luwak?

4. Apa saja kendala yang dihadapi oleh Satria Agrowisata dan pegiat luwak?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan permasalahan, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

1. Pola dan mekanisme kemitraan yang dilakukan oleh Satria Agrowisata dengan

pegiat luwak.

2. Hak dan kewajiban pegiat luwak dan Satria Agrowisata dalam melakukan kemitraan.

3. Efisiensi kemitraan yang terjadi antara pegiat luwak dengan Satria Agrowisata.


(29)

10

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini berguna bagi

1. Satria Agrowisata maupun pegiat luwak sebagai acuan atau pertimbangan di dalam menjalankan kemitraan.

2. Pihak-pihak yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut serta memberikan informasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam bidang ekonomi pertanian.

3. pemerintah dalam menentukan arah kebijakan bidang pembangunan khususnya

sektor pertanian.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian yang dilakukan antara Satria Agrowisata dan pegiat luwak tentang pola kemitraan kopi luwak di Desa Manukaya, Kecamatan Tampak Siring, Kabupaten Gianyar ini dilakukan pada Periode April s.d Oktober Tahun 2014. Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah metode analisis deskriptif kualitatif, yaitu untuk mengetahui bagaimana pola kemitraan dan mekanisme yang terjadi antara Satria Agrowisata dengan pegiat luwak, hak dan kewajiban Satria Agrowisata dan pegiat luwak dalam melakukan kemitraan, kendala-kendala yang dihadapi dalam kemitraan tersebut, dan analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisa efisiensi kemitraan usaha kopi luwak yang terjadi antara Satria Agrowisata dengan pegiat luwak.


(30)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Kemitraan

Sub-bab ini menjelaskan mengenai pengertian kemitraan,tujuan kemitraan, kelebihan dan kelemahan pola kemitraan, jenis-jenis pola kemitraan dan syarat – syarat kemitraan.

2.1.1 Pengertian kemitraan

Kemitraan pada esensinya dikenal dengan istilah gotong royong atau kerjasama dari berbagai pihak, baik secara individual maupun kelompok. Menurut Notoatmodjo (2003), kemitraan adalah suatu kerja sama formal antara individu-individu, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi untuk mencapai suatu tugas atau tujuan tertentu. Pengertian kemitraan secara umum (Promkes Depkes RI, 2004) meliputi

1. Kemitraan mengandung pengertian adanya interaksi dan interelasi minimal antara dua pihak atau lebih dimana masing-masing pihak merupakan mitra atau partner.

2. Kemitraan adalah proses pencarian/perwujudan bentuk-bentuk kebersamaan

yang saling menguntungkan dan saling mendidik secara sukarela untuk mencapai kepentingan bersama.

3. Kemitraan adalah upaya melibatkan berbagai komponen baik sektor,

kelompok masyarakat, lembaga pemerintah atau non-pemerintah untuk bekerja sama mencapai tujuan bersama berdasarkan atas kesepakatan, prinsip, dan peran masing-masing.


(31)

12

4. Kemitraan adalah suatu kesepakatan dimana seseorang, kelompok atau

organisasi untuk bekerjasama mencapai tujuan, mengambil dan

melaksanakan serta membagi tugas, menanggung bersama baik yang berupa resiko maupun keuntungan, meninjau ulang hubungan masing-masing secara teratur dan memperbaiki kembali kesepakatan bila diperlukan.

2.1.2 Prinsip kemitraan

Terdapat tiga prinsip kunci yang perlu dipahami dalam membangun suatu kemitraan oleh masing-masing anggota kemitraan yaitu

1. Prinsip kesetaraan (Equity)

Individu, organisasi atau institusi yang telah bersedia menjalin kemitraan harus merasa sama atau sejajar kedudukannya dengan yang lain dalam mencapai tujuan yang disepakati.

2. Prinsip keterbukaan

Keterbukaan terhadap kekurangan atau kelemahan masing-masing anggota serta berbagai sumber daya yang dimiliki. Semua itu harus diketahui oleh anggota lain. Keterbukaan ada sejak awal dijalinnya kemitraan sampai berakhirnya kegiatan, keterbukaan ini menimbulkan rasa saling melengkapi dan saling membantu diantara golongan (mitra).

3. Prinsip azas manfaat bersama (mutual benefit)

Individu, organisasi atau institusi yang telah menjalin kemitraan memperoleh manfaat dari kemitraan yang terjalin sesuai dengan kontribusi masing-masing. Kegiatan atau pekerjaan menjadi efisien dan efektif bila dilakukan bersama.


(32)

13

2.1.3 Tujuan kemitraan

Maksud dan tujuan kemitraan pada dasarnya yaitu untuk membantu para pelaku kemitraan dan pihak-pihak tertentu dalam mengadakan kerjasama kemitraan yang saling menguntungkan (win-win solution) dan bertanggung jawab. Ciri dari kemitraan usaha terhadap hubungan timbal balik bukan sebagai buruh-majikan atau atasan-bawahan sebagai adanya pembagian risiko dan keuntungan yang proporsional, di sinilah kekuatan dan karakter kemitraan usaha.

Menurut Hafsah (1999), tujuan ideal kemitraan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kemitraan secara lebih konkret yaitu (1) meningkatkan pendapatan usaha kecil dan masyarakat, (2) meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan, (3) meningkatkan pemerataan dan pemberdayaan masyarakat dan usaha kecil, (4) meningkatkan pertumbuhan ekonomi perdesaan, wilayah dan nasional, (5) memperluas kesempatan kerja dan (6) meningkatkan ketahanan ekonomi nasional.

Sasaran kemitraan agribisnis adalah terlaksananya kemitraan usaha dengan baik dan benar bagi pelaku-pelaku agribisnis terkait di lapangan sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku di Indonesia. Manfaat yang dapat dicapai dari usaha kemitraan (Hafsah, 1999) antara lain

1. Produktivitas

Bagi perusahaan yang lebih besar, dengan model kemitraan, perusahaan besar dapat mengoperasionalkan kapasitas pabriknya secara full capacity tanpa perlu memiliki lahan dan pekerja lapangan sendiri, karena biaya untuk keperluan tersebut ditanggung oleh petani. Peningkatan produktivitas bagi petani biasanya dicapai secara simultan yaitu dengan cara menambah unsur


(33)

14

input Win-win solution (solusi menang-menang): Proses negosiasi yang mendorong prospek keuntungan bagi kedua belah pihak, dikenal juga sebagai proses integratif (Stoner 1995). Baik kualitas maupun kuantitasnya dalam jumlah tertentu akan diperoleh output dalam jumlah dan kualitas yang berlipat. Melalui model kemitraan petani dapat memperoleh tambahan input, kredit dan penyuluhan yang disediakan oleh perusahaan inti.

2. Efisiensi

Erat kaitannya dengan sistem kemitraan, perusahaan dapat mencapai efisiensi dengan menghemat tenaga dalam mencapai target tertentu dengan menggunakan tenaga kerja yang dimiliki oleh petani. Sebaliknya bagi petani yang umumnya relatif lemah dalam hal kemampuan teknologi dan sarana produksi, dengan bermitra dapat menghemat waktu produksi melalui teknologi dan sarana produksi yang disediakan oleh perusahaan.

3. Jaminan kualitas, kuantitas dan kontinuitas

Kualitas, kuantitas dan kontinuitas sangat erat kaitannya dengan efisiensi dan produktivitas di pihak petani yang menentukan terjaminnya pasokan pasar dan pada gilirannya menjamin keuntungan perusahaan. Ketiganya juga merupakan pendorong kemitraan, apabila berhasil dapat melanggengkan kelangsungan kemitraan ke arah penyempurnaan.

4. Risiko suatu hubungan kemitraan idealnya dilakukan untuk mengurangi risiko yang dihadapi oleh kedua belah pihak. Kontrak dapat mengurangi risiko yang dihadapi oleh pihak perusahaan mitra jika mengandakan pengadaan bahan baku sepenuhnya dari pasar terbuka. Perusahaan mitra juga dapat memperoleh keuntungan lain karena mereka tidak harus


(34)

15

menanamkan investasi atas tanah dan mengelola pertanian yang sangat luas. Risiko yang dialihkan perusahaan perusahaan inti ke petani adalah (1) risiko kegagalan produksi, (2) risiko kegagalan memenuhi kapasitas produksi, (3) risiko investasi atas tanah, (4) risiko akibat pengelolaan lahan usaha luas, dan (5) risiko konflik perburuhan. Risiko lain yang dialihkan petani ke perusahaan mitra antara lain: (1) risiko kegagalan pemasaran produk hasil pertanian, (2) risiko fluktuasi harga produk, dan (3) risiko kesulitan memperoleh input/sumberdaya produksi yang penting.

5. Sosial Kemitraan dapat memberikan dampak sosial (social benefit) yang cukup tinggi. Ini berarti negara terhindar dari kecemburuan sosial. Kemitraan dapat pula menghasilkan persaudaraan antar pelaku ekonomi yang berbeda status. Ketahanan ekonomi nasional Usaha kemitraan berarti suatu upaya pemberdayaan yang lemah (petani/usaha kecil). Peningkatan pendapatan yang diikuti tingkat kesejahteraan dan sekaligus terciptanya pemerataan yang lebih baik, sehingga dapat mengurangi timbulnya kesenjangan ekonomi antar pelaku yang terlibat dalam kemitraan yang mampu meningkatkan ketahanan ekonomi secara nasional (Hafsah, 1999). 2.1.4 Kelebihan dan kelemahan kemitraan

Melalui kemitraan akan diperoleh keuntungan diantara kedua belah pihak pelaku kemitraan. Kelebihan yang dapat dicapai dengan adanya kemitraan antara

lain dapat meningkatkan produktivitas, meningkatkan pangsa pasar,

meningkatkan keuntungan, sama-sama menanggung risiko, menjamin pasokan bahan baku, dan menjamin distribusi pemasaran.


(35)

16

Oktaviani (2003) menyatakan terdapat beberapa keuntungan yang bisa diperoleh perusahaan dengan melakukan kemitraan atau kontrak pertanian dengan petani mitra, yaitu (1) terjaminnya ketersediaan bahan baku, (2) dapat melakukan pengontrolan terhadap proses produksi dan penanganan pasca panen, (3) dapat mengontrol kualitas produksi, (4) dapat menjaga kestabilan harga, (4) dapat memperkenalkan dan mengembangkan suatu jenis/varietas tanaman baru, (5) memungkinkan dapat diidentifikasi kebutuhan pelanggan yang khusus, (6) implikasi pengotrolan logistik yang lebih baik, dan (7) hubungan yang baik dengan konsumen atau pembeli.

Keuntungan yang bisa diperoleh petani atau pembudidaya yakni (1) dengan adanya kestabilan harga, dapat menjamin penghasilan yang tetap, (2) menghambat dominasi tengkulak, (3) pengembangan benih baru, (4) penggunaan teknologi dan keterampilan baru, (5) hubungan didasarkan pada kepercayaan yang saling menguntungkan, (6) pembayaran hasil terjamin, (7) penyuluhan tentang teknis disediakan oleh perusahaan mitra, (8) praktek jual beli yang adil, (9) dapat memperoleh fasilitas kredit, dan (10) skema asuransi alam dapat diterapkan.

Konsep ini juga mempunyai kekurangan-kekurangan, disamping keuntungan yang diperoleh. Kekurangan-kekurangan yang ada biasanya tidak terlepas dari permasalahan-permasalahan yang muncul seiring dengan peningkatan hubungan yang terjalin diantara pelaku-pelaku kemitraan. Beberapa permasalahan yang timbul antara lain (1) petani tidak memenuhi kualitas produk yang diinginkan perusahaan; (2) petani dapat terjebak kredit macet; (3) petani melanggar kontrak dengan menjual produk pertanian ke pihak lain atau


(36)

17

perusahaan saingan lain; (4) faktor alam yang dapat mengakibatkan kegagalan panen, seperti perubahan cuaca dan bencana alam.

Permasalahan dapat juga muncul dari perusahaan mitra, selain permasalahan yang seringkali muncul dari petani. Penyalahgunaan posisi seringkali membawa perusahaan menjadi aktor dominan dalam hubungan kemitraan dan tidak jarang membawa ketergantungan bagi kelompok/usaha mitra kepada perusahaan besar. Dominasi perusahaan juga dapat mengakibatkan perusahaan tidak menepati perjanjian yang dibuat bersama.

Permasalahan dapat pula timbul dari ketidakjelasan dan ketidaktegasan dalam pembuatan perjanjian. Ketentuan-ketentuan yang ada dalam perjanjian yang tidak dijabarkan dengan jelas seringkali menjadi potensi bagi kedua belah pihak untuk melakukan pelanggaran. Perjanjian yang dibuat jika tidak memiliki dasar hukum yang jelas, penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dapat terus berlarut dan membawa perpecahan kedua pihak.

2.1.5 Kendala-kendala dalam kemitraan

Faktor-faktor yang menjadi kendala pencapaian hubungan kontrak yang ideal antara perusahaan mitra dan kelompok/usaha mitra dapat dipilah ke dalam kendala pihak perusahaan mitra dan kendala di pihak kelompok/usaha mitra. Kendala-kendala yang dihadapi perusahaan maupun kelompok/usaha mitra dalam menjalankan kemitraan berbeda tergantung dari kasus yang terjadi.

Pelaksanaan kemitraan dihadapkan pada kendala-kendala sebagai berikut. (1) berdasarkan rasa belas kasihan dan mengandung unsur sloganisme/seremonial, (2) adanya ”jurang” kemampuan baik dalam penguasaan teknis, konsistensi dalam pemenuhan janji, dan rendahnya kemampuan dengan pengusaha besar, dan (3)


(37)

18

pihak pengusaha tidak menyadari hakekat kemitraan justru untuk memajukan usaha sendiri.

Konsep kemitraan, perusahaan mitra memiliki peran dan tanggung jawab yang strategis, karena menggantikan peranan pertukaran di pasar terbuka. Kelangsungan hubungan kontrak akan terancam apabila perusahaan mitra tidak dapat menjamin pemasaran produk kelompok/usaha mitra. Dominasi peranan perusahaan mitra dalam kemitraan bisa mengarah pada ketergantungan dan subordinasi. Ketentuan yang tegas dalam hubungan kontrak dan kesadaran yang tinggi dari perusahaan mitra untuk menepati ketentuan merupakan solusi untuk permasalahan ini.

Kegagalan implikasi sistem kemitraan dapat terjadi karena

ketidakdisiplinan manajemen perusahaan mitra, termasuk krisis keuangan yang dihadapi oleh pihak-pihak yang bermitra. Demikian pula apabila terjadi penyimpangan dari ketentuan-ketentuan yang disepakati dengan kenyataan yang menyangkut keahlian para petugas lapangan. Padahal dalam kemitraan standar kualitas yang dituntut berbeda dengan pasar lokal/tradisional, sehingga asistensi teknis untuk meningkatkan kualitas produk sangat penting.

Perusahaan mitra sebagai investor harus memiliki ketersediaan dana yang cukup besar untuk bertahan sebelum memperoleh keuntungan. Kalau tidak ada fleksibilitas dalam ketersediaan dana, maka dapat mengancam keberlangsungan kegiatan usaha di tengah jalan.

Kendala yang memiliki peluang besar muncul di pihak kelompok/usaha mitra (petani) meliputi permasalahan yang berkaitan dengan aspek produksi. Kemampuan mengadopsi teknologi baru dalam produksi berkaitan dengan kultur


(38)

19

produksi serta etos kerja kelompok/usaha mitra yang masih tradisional dapat menjadi kendala yang menentukan keberhasilan hubungan kemitraan. Bagi usaha/petani kecil, memasuki hubungan kontrak bisa jadi kurang proporsional seperti yang ditentukan di dalam kontrak bisnis.

Kemampuan negosiasi dibutuhkan untuk menjaga agar hubungan kontrak bisnis dapat memberikan keuntungan proporsional bagi kelompok/usaha mitra. Kemampuan negosiasi di pihak kelompok/usaha mitra dapat dilakukan apabila mereka bersama atau kolektif membentuk suatu kekuatan dalam suatu sarana, misalnya melalui kelompok tani.

2.1.6 Bentuk-bentuk pola kemitraan

Hubungan yang ingin dicapai dalam pembinaan kemitraan yakni (1) Saling membutuhkan dalam arti para pengusaha memerlukan pasokan bahan baku dan petani memerlukan penampungan hasil dan bimbingan, (2) Saling menguntungkan yaitu baik petani maupun pengusaha memperoleh peningkatan pendapatan/keuntungan disamping adanya kesinambungan usaha, (3) Saling memperkuat dalam arti baik petani maupun pengusaha sama-sama melaksanakan etika bisnis, sama-sama mempunyai persamaan hak dan saling membina, sehingga memperkuat kesinambungan bermitra.

Bentuk-bentuk pola kemitraan yang banyak dilaksanakan (Departemen Pertanian, 2002), yakni.

1. Inti-plasma

Merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra, yang di dalamnya perusahaan mitra bertindak sebagai inti dan kelompok mitra sebagai plasma. Syarat-syarat untuk kelompok mitra: (1) berperan sebagai


(39)

20

plasma, (2) mengelola seluruh usaha budidaya sampai dengan panen, (3) menjual hasil produksi kepada perusahaan mitra, (4) memenuhi kebutuhan perusahan sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati. Syarat-syarat perusahaan mitra, yaitu: (1) berperan sebagai perusahaan inti, (2) menampung hasil produksi, (3) membeli hasil produksi, (4) memberi bimbingan teknis dan pembinaan manajemen kepada kelompok mitra, (5) memberi pelayanan kepada kelompok mitra berupa permodalan/kredit, saprodi, dan teknologi, (6) mempunyai usaha budidaya pertanian/memproduksi kebutuhan perusahaan, (7) menyediakan lahan. 2. Subkontrak

Merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra, yang di dalamnya kelompok mitra memproduksi komponen yang diperlukan perusahaan mitra sebagai bagian dari produksinya. Syarat-syarat kelompok mitra dintaranya: (1) memproduksi kebutuhan yang diperlukan perusahaan mitra sebagai bagian dari komponen produksinya, (2) menyediakan tenaga kerja, (3) membuat kontrak bersama yang mencantumkan volume, harga, dan waktu. Syarat-syarat perusahaan mitra disisi lain yaitu: (1) menampung dan membeli komponen produksi perusahaan yang dihasilkan oleh kelompok mitra, (2) menyediakan bahan baku/modal kerja, (3) melakukan kontrol kualitas produksi.

3. Dagang umum

Merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra dengan perusahaan mitra memasarkan hasil produksi kelompok mitra atau kelompok mitra memasok kebutuhan yang diperlukan perusahaan mitra. Syarat-syarat kelompok mitra yaitu memasok kebutuhan yang diperlukan perusahaan


(40)

21

mitra. Syarat-syarat perusahaan mitra yakni memasarkan hasil produksi kelompok mitra.

4. Keagenan

Merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra, yang di dalamnya kelompok mitra diberi hak khusus untuk memasarkan barang atau jasa usaha perusahaan mitra. Syarat-syarat kelompok mitra yaitu mendapatkan hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa usaha perusahaan mitra, namun perusahaan mitra tidak mempunyai syarat.

5. Kerjasama operasional agribisnis (KOA)

Merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra, yang di dalamnya kelompok mitra menyediakan lahan, sarana dan tenaga. Perusahaan mitra menyediakan biaya atau modal dan atau sarana untuk mengusahakan atau membudidayakan suatu komoditi pertanian. Syarat kelompok mitra pada pola ini yakni menyediakan lahan, sarana dan tenaga kerja, sedangkan syarat perusahaan mitra yaitu menyediakan biaya, modal, dan teknologi untuk mengusahakan/membudidayakan pertanian.

2.2 Agrowisata

Menurut Maruti (2009), sebuah agrowisata adalah bisnis berbasis usahatani yang terbuka untuk umum. Tavare dalam Maruti (2009) mendefinisikan agrowisata sebagai aktivitas agribisnis dimana petani setempat menawarkan tur pada usahataninya dan mengijinkan seseorang pengunjung menyaksikan pertumbuhan, pemanenan, pengolahan pangan lokal yang tidak akan ditemukan di


(41)

22

daerah asalnya. Sering petani tersebut menyediakan kesempatan kepada pengunjung untuk tinggal sementara dirumahnya dalam program pendidikan. 2.2.1 Persyaratan pengembangan pusat agrowisata

Agrowisata dapat dikembangkan oleh individu petani yang memiliki minimal dua hektar lahan, rumah petani, sumberdaya air dan berminat untuk menjamu wisatawan (turis). Selain individu petani atau sekelompok petani, koperasi pertanian, organisasi non-pemerintah (NGO), perguruan tinggi pertanian dapat mengembangkan pusat agrowisata (Maruti, 2009).

Untuk mengembangkan pusat agrowisata tersebut, infrastruktur dan fasilitas dasar yang perlu disediakan oleh petani atau kelompok tani pada usahataninya, seperti rumah petani yang dilengkapi fasilitas akomodasi yang memenuhi persyaratan minimal hotel, sumberdaya air, green house dan koleksi tanaman yang diusahakan petani, peralatan memasak untuk memasak makanan yang diinginkan oleh wisatawan, kotak obat untuk memenuhi kebutuhan kesehatan yang bersifat darurat, sumur atau kolam untuk aktivitas memancing atau berenang, dan fasilitas telepon.

Lokasi adalah faktor terpenting untuk keberhasilan pengembangan pusat agrowisata. Lokasi tersebut harus secara mudah diakses dan memiliki keunikan dan latar belakang fanorama yang indah. Lebih baik lagi kalau lokasi agrowisata itu dekat dengan tempat-tempat bersejarah, dam/danau, atau pun tempat berziarah. Petani atau kelompok tani seharusnya mendisain pusat agrowisatanya hanya dalam lingkungan yang alami perdesaan dengan latar belakang panorama alam yang indah untuk menangkap minat wisatawan perkotaan datang ke agrowisata tersebut, sehingga wisatawan yang berasal dari daerah perkotaan dapat


(42)

23

menikmati panorama alam dan kehidupan perdesaan. Hasil penelitian Carpio (dalam Budiasa, 2011) tentang permintaan terhadap agrowisata di Amerika Serikat mengindikasikan adanya korelasi negatif antara biaya perjalanan dan junlah trip dan terdapat korelasi positif antara pendapatan wisatawan dan jumlah trip. Biaya perjalanan meningkat 1% mengakibatkan penurunan jumlah trip (kunjungan usahatani) sebesar 0,13%, sedangkan peningkatan pendapatan wisatawan sebesar 1% dapat meningkatkan jumlah kunjungan usahatani menjadi sebesar 0,06%.

Penentuan target pasar sangat penting dalam menentukan keberhasilan usaha agrowisata, untuk meningkatkan jumlah kunjungan ke obyek agrowisata, pihak manajer marketing dapat menjalin kerjasama dengan berbagai instansi, misalnya dengan berbagai pihak travel agent dan yang paling potensial dengan lembaga pendidikan dari tingkat taman kanak-kanak (TK) hingga perguruan tinggi. Promosi dan penyediaan paket produk agroturistik yang menarik diyakini dapat meningkatkan pendapatan usahatani, dengan demikian pengembangan agrowisata pada gilirannya akan menciptakan lapangan pekerjaan, karena usaha ini dapat menyerap tenaga kerja dari masyarakat sekitar, sehingga dapat menahan atau mengurangi arus urbanisasi yang semakin meningkat belakangan ini.

Pengembangan agrowisata dapat diarahkan dalam bentuk ruangan tertutup (seperti museum), ruangan terbuka (taman atau lansekap), atau kombinasi antara keduanya. Tampilan agrowisata ruangan tertutup dapat berupa koleksi alat-alat pertanian yang khas dan bernilai sejarah atau naskah dan visualisasi sejarah penggunaan lahan maupun proses pengolahan hasil pertanian. Agrowisata ruangan terbuka dapat berupa penataan lahan yang khas dan sesuai dengan


(43)

24

kapabilitas dan tipologi lahan untuk mendukung suatu sistem usahatani yang efektif dan berkelanjutan. Komponen utama pengembangan agrowisata ruangan terbuka dapat berupa flora dan fauna yang dibudidayakan maupun liar, teknologi budi daya dan pascapanen komoditas pertanian yang khas dan bernilai sejarah, atraksi budaya pertanian setempat, dan pemandangan alam berlatar belakang pertanian dengan kenyamanan yang dapat dirasakan. Agrowisata ruangan terbuka dapat dilakukan dalam dua versi/pola, yaitu alami dan buatan.

Agrowisata ruangan terbuka dapat dikembangkan dalam dua versi/pola, yaitu alami dan buatan, yang dapat dirinci sebagai berikut.

1. Agrowisata Ruang Terbuka Alami Objek agrowisata ruangan terbuka alami ini berada pada areal di mana kegiatan tersebut dilakukan langsung oleh masyarakat petani setempat sesuai dengan kehidupan keseharian mereka. Masyarakat melakukan kegiatannya sesuai dengan apa yang biasa mereka lakukan tanpa ada pengaturan dari pihak lain. Untuk memberikan tambahan kenikmatan kepada wisatawan, atraksi-atraksi spesifik yang dilakukan oleh masyarakat dapat lebih ditonjolkan, namun tetap menjaga nilai estetika alaminya. Sementara fasilitas pendukung untuk kenyamanan wisatawan tetap disediakan sejauh tidak bertentangan dengan kultur dan estetika asli yang ada, seperti sarana transportasi, tempat berteduh, sanitasi, dan keamanan dari binatang buas. Contoh agrowisata terbuka alami adalah kawasan Suku Baduy di Pandeglang dan Suku Naga di Tasikmalaya, Suku Tengger di Jawa Timur, Bali dengan teknologi subaknya dan Papua dengan berbagai pola atraksi pengelolaan lahan untuk budi daya umbi-umbian.


(44)

25

2. Agrowisata Ruang Terbuka Buatan Kawasan agrowisata ruang terbuka

buatan ini dapat didesain pada kawasankawasan yang spesifik, namun belum dikuasai atau disentuh oleh masyarakat adat. Tata ruang peruntukan lahan diatur sesuai dengan daya dukungnya dan 16 komoditas pertanian yang dikembangkan memiliki nilai jual untuk wisatawan. Demikian pula teknologi yang diterapkan diambil dari budaya masyarakat lokal yang ada, diramu sedemikian rupa sehingga dapat menghasilkan produk atraksi agrowisata yang menarik. Fasilitas pendukung untuk akomodasi wisatawan dapat disediakan sesuai dengan kebutuhan masyarakat modern, namun tidak mengganggu keseimbangan ekosistem yang ada. Kegiatan wisata ini dapat dikelola oleh suatu badan usaha, sedang pelaksana atraksi parsialnya tetap dilakukan oleh petani lokal yang memiliki teknologi yang diterapkan.

2.3 Usaha Ternak

Sub-bab ini menjelaskan mengenai konsepsi usaha ternak, biaya usaha ternak, penerimaan dan pendapatan usaha ternak.

2.3.1 Konsepsi usaha ternak

Usaha ternak (livestock) adalah kegiatan ekonomi, karena ilmu ekonomi berperan dalam membantu mengembangkannya. Ilmu ekonomi ialah ilmu yang mempelajari alokasi sumber yang terbatas untuk memenuhi kebutuhan dan kehenndak manusia yang tidak terbatas, menurut Rivai (1980). Usaha ternak adalah sebagai organisasi dari alam, kerja, dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian ataupun peternakan. Organisasi ini sendiri dan


(45)

26

sengaja di usahakan oleh sekumpulan orang, segolongan sosial, baik yang terikat genologis, politis maupun tertorial sebagai pengelolaannya.

Usaha Peternakan tertera Pada Undang-Undang Pokok kehewanan, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967, tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan, pada Bab I Pasal 1, dikemukakan beberapa Istilah diantaranya

1. Ternak adalah hewan piaraan yang kehidupannya mengenai tempat,

perkembang biakan serta manfaatnya diatur dan diawasi oleh manusia dan dipelihara khusus sebagai penghasil bahan-bahan dan jasa-jasa yang berguna bagi kepentingan hidup manusia.

2. Peternak adalah orang atau badan hukum dan atau buruh peternakan yang mata pencaharian nya sebagian atau seluruhnya bersumber kepada peternakan.

3. Peternakan atau usaha peternakan adalah pembudidayaan atau pemeliharaan

ternak dengan segala fasilitas penunjang bagi kehidupan ternak.

4. Peternakan murni adalah cara peternakan dimana perkembangbiakan ternak-ternaknya dilakukan dengan jalan pemacekan antara ternak/hewan yang termasuk dalam satu rumpun.

5. Perusahaan peternakan adalah usaha peternakan yang dilakukan pada tempat tertentu serta perkembang biakannya dan manfaatnya diatur dan diawasi oleh peternak-peternak.

6. Kelas Ternak adalah sekumpulan atau sekelompok bangsa-bangsa ternak yang dibentuk dan dikembangkan mula-mula disuatu daerah tertentu.

7. Bangsa Ternak (Breed) adalah Suatu kelompok dari ternak yang memiliki persamaan dalam bentuk morphologis, sifat-sifat fisiologis ddan bentuk


(46)

27

anatomis yang karakteristik untuk tiap-tiap bangsa dan sifat-sifat persamaan ini dapat diturunkan pada generasi selanjutnya.

2.3.2 Biaya usaha ternak

Biaya usaha ternak, biaya (cost) adalah nilai-nilai dari semua korbanan ekonomis yang tidak dapat dihindari atau diperlukan, yang dapat diperkirakan dan dapat diukur untuk menghasilkan suatu produk. Biaya dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu biaya tetap dan biaya variabel.

Biaya Tetap (fixed cost) adalah biaya yang besarnya tidak bergantung pada besarnya produksi. Misalnya, tanah, bangunan, alat produksi tahan lama, tenaga kerja tetap. Biaya Variabel (variable cost) adalah biaya yang berubah-ubah besarnya sesuai dengan besarnya produksi. Pupuk, bibit, obat-obatan, makanan, dan lain-lain misalnya, (Departemen Pertanian, 1999).

Biaya usaha ternak dapat dikenal dua macam biaya, yaitu biaya tunai atau biaya yang dibayarkan dan biaya tidak tunai atau biaya yang tidak dibayarkan. Biaya yang dibayarkan adalah biaya yang dikeluarkan untuk membayar upah tenaga kerja luar keluarga, biaya untuk pembelian input produksi seperti bibit, pupuk, obat-obatan, dan hasil panen. Termasuk biaya untuk iuran pemakaian air dan irigasi, dan sebagainya. Biaya yang tidak dibayarkan adalah biaya yang tidak secara langsung dibayarkan tetapi dalam konteksnya biaya itu tetap dibayarkan salah satu dari biaya itu adalah biaya tenaga kerja keluarga.

Hanafie (2010) dalam analisis ekonomi, biaya diklasifikasikan ke dalam beberapa golongan sesuai dengan tujuan spesifik dari analisis yang dikerjakan, yaitu sebagai berikut. 1) Biaya-biaya yang berupa uang tunai (misalnya, untuk upah kerja, persiapan atau penggarapan lahan, serta biaya-biaya untuk membeli


(47)

28

pupuk dan obat-obatan), serta biaya-biaya yang dibayarkan in-natura (misalnya, biaya-biaya panen, bagi hasil, sumbangan-sumbangan, dan pajak). Biaya produksi dapat pula dikelompokkan menjadi biaya tetap dan biaya tidak tetap atau biaya variabel. 2) Biaya tetap adalah semua jenis biaya yang besar-kecilnya tidak tergantung pada besar-kecilnya produksi, yang termasuk dalam kelompok biaya tetap, misalnya sewa tanah yang berupa uang atau pajak, yang penentuanya berdasarkan luas lahan.

Biaya tersebut, hampir semua biaya termasuk dalam kelompok biaya tidak tetap karena besar-kecilnya berhubungan langsung dengan besar-kecilnya produksi, yang termasuk dalam kelompok biaya tidak tetap, misalnya biaya-biaya untuk bibit, persiapan, serta pengolahan lahan, 3) Biaya rata-rata adalah biaya produksi total dibagi dengan jumlah produksi, biaya total adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan produksi. Biaya total ini pun seringkali belum memasukkan nilai tenaga kerja keluarga dan biaya lain-lain dari dalam keluarga sendiri yang juga dimasukkan ke dalam proses produksi, yang sukar ditaksir nilainya.

Biaya produksi pada usaha ternak dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut.

TC = TVC + TFC

Keterangan :

TC = Total Biaya

TVC = Total Biaya Variabel


(48)

29

2.3.3 Penerimaan dan pendapatan usaha ternak

1. Penerimaan usaha ternak

Menurut Suratiyah (2006) penerimaan (revenue) usaha ternak adalah seluruh pendapatan yang diperoleh dari usaha ternak selama satu periode diperhitungkan dari hasil penjualan atau penaksiran kembali. Menurut Rahim dan Hastuti (2007) penerimaan usaha ternak adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Soekartawi, (1995) menjelaskan penerimaan usaha ternak (livestock) didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usaha ternak tidak mencakup pinjaman uang untuk keperluan usaha ternak, dan mencakup yang berbentuk benda. Nilai produk usaha ternak yang dikonsumsi tidak dihitung sebagai penerimaan tunai usaha ternak. Menurut Soekartawi (1995), penerimaan usaha ternak merupakan perkalian antara total produksi dan harga jual produk. Besarnya keuntungan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

TR = Y.Py Keterangan

TR = Total penerimaan

Y = Total Produksi

Py = Harga

2. Pendapatan usaha ternak

Pendapatan usaha ternak adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya, atau dengan kata lain pendapatan meliputi pendapatan kotor atau penerimaan total dan pendapatan bersih. Pendapatan kotor dibagi penerimaan total adalah nilai produksi peternakan secara keseluruhan sebelum dikurangi biaya produksi (Rahim dan Hastuti, 2007).


(49)

30

Pendapatan atau keuntungan merupakan selisih antara penerimaan total dan biaya-biaya. Penerimaan total merupakan hasil kali produksi total dengan harganya. Biaya yang di maksud dalam pengertian ini adalah biaya keseluruhan, baik itu biaya tetap (misalnya, sewa tanah, pembelian alat-alat peternakan, dan lain-lain) maupun biaya tidak tetap (misalnya, biaya yang diperlukan untuk membeli bibit, pupuk, obat-obatan, dan lain-lain). Masing-masing input produksi tersebut dikalikan dengan harganya. pendapatan dalam usaha ternak tidak selamanya harus dinyatakan dengan rupiah atau dalam bentuk uang, usaha ternak subsistem lebih mementingkan keuntungan dalam bentuk maksimisasi produk (Hanafie, 2010).

Menurut Soekartawi (1995) pendapatan usaha ternak adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya.

Rumus dari pendapatan usaha ternak Pd= TR-TC

Keterangan :

Pd : Keuntungan

TR : Total Penerimaan

TC : Total Biaya

2.4 Analisis Usaha Ternak

Menurut Rahim dan Hastuti (2007), analisis R/C (revenue cost ratio) merupakan perbandingan (ratio/nisbah) antara penerimaan (revenue) dan biaya (cost). Menurut Soekartawi (1995) dalam Abas, (2012), komponen biaya dapat dianalisis keuntungan usaha ternak dengan menggunakan analisis R/C Ratio. R/C adalah singkatan dari (revenue/cost ratio) atau dikenal sebagai perbandingan antara penerimaan dan biaya.


(50)

31

Analisis ini digunakan untuk mengetahui apakah usaha ternak itu menguntungkan atau tidak dan layak untuk dikembangkan. Jika hasil R/C Ratio lebih dari satu maka usaha ternak tersebut menguntungkan, sedangkan jika hasil R/C Ratio sama dengan satu maka usaha ternak tersebut dikatakan impas atau tidak mengalami untung dan rugi dan apabila hasil R/C Ratio kurang dari satu maka usaha ternak tersebut mengalami kerugian.

2.5 Kopi

Kopi adalah minuman yang diekstrasi dari penyangraian biji kopi, yang berasal dari biji pohon kopi. Kopi merupakan salah satu komiditas di dunia yang dibudidayakan lebih dari 50 negara. Dua varietas pohon kopi yang dikenal secara umum yaitu Kopi Robusta (coffea canephora) dan Kopi Arabika (coffea arabica).

Pemrosesan kopi sebelum dapat diminum melalui proses panjang yaitu dari pemanenan biji kopi yang telah matang baik dengan cara mesin maupun dengan tangan kemudian dilakukan pemrosesan biji kopi dan pengeringan sebelum menjadi kopi gelondong. Proses selanjutnya yaitu penyangraian dengan tingkat derajat yang bervariasi. Setelah penyangraian biji kopi digiling atau dihaluskan menjadi bubuk kopi sebelum kopi dapat diminum.

Sejarah mencatat bahwa penemuan kopi sebagai minuman berkhasiat dan berenergi pertama kali ditemukan oleh Bangsa Ethiopia di benua Afrika sekitar 3000 tahun (1000 SM) yang lalu. Kopi kemudian terus berkembang hingga saat ini menjadi salah satu minuman paling populer di dunia yang dikonsumsi oleh berbagai kalangan masyarakat. Indonesia sendiri telah mampu memproduksi lebih dari 400 ribu ton kopi per tahunnya. Di samping rasa dan aromanya yang menarik,


(51)

32

kopi juga dapat menurunkan risiko terkena penyakit kanker, diabetes, batu empedu, dan berbagai penyakit jantung (kardiovaskuler).

2.5.1 Kopi arabika

Kopi Arabika (Coffea arabica) tumbuh di daerah dengan ketinggian 700-1700 mdpl, suhu 16-20 °C, beriklim kering tiga bulan secara berturut-turut. Kopi arabika peka terhadap penyakit karat daun Hemileia vastatrix (HV), terutama bila ditanam di daerah dengan elevasi kurang dari 700 mdpl.

Kopi yang berasal dari Brasil dan Etiopia ini menguasai 70% pasar kopi dunia. Kopi arabika memiliki banyak varietas, tergantung negara, iklim, dan tanah tempat kopi ditanam, diantaranya kopi toraja, mandailing, kolumbia dan brasilia. Berikut ciri-ciri pohon kopi arabika

1. Aromanya wangi sedap mirip percampuran bunga dan buah. Hidup di daerah

yang sejuk dan dingin.

2. Memiliki rasa asam yang tidak dimiliki oleh kopi jenis robusta. 3. Memiliki bodi atau rasa kental saat disesap di mulut.

4. Rasa kopi arabika lebih mild atau halus. 5. Kopi arabika juga terkenal pahit.

Ciri-ciri pohon kopi arabika

1. Cenderung tumbuh di daratan tinggi (1000m – 2000m).

2. Jumlah biji kopi yang dihasilkan lebih rendah.

3. Butuh waktu 9 bulan untuk proses bunga menjadi buah. 4. Berbuah di suhu yang lebih dingin.


(52)

33

2.5.2 Kopi robusta

Kopi Robusta merupakan keturunan beberapa spesies kopi,

terutama Coffea canephora. Tumbuh baik di ketinggian 400-700 mdpl, temperatur 21-24° C dengan bulan kering 3-4 bulan secara berturut-turut dan 3-4 kali hujan kiriman. Kualitas buah lebih rendah dari Arabika dan Liberika.

Menguasai 30% pasar dunia. Kopi ini tersebar di luar Kolumbia, seperti di Indonesia dan Filipina. Kopi robusta sama seperti arabika, kondisi tanah, iklim, dan proses pengemasan kopi ini berbeda untuk setiap negara dan menghasilkan rasa yang sedikit banyak juga berbeda. Berikut ciri-ciri kopi robusta.

1. Memiliki rasa yang lebih seperti cokelat. 2. Bau yang dihasilkan khas dan manis.

3. Warnanya bervariasi sesuai dengan cara pengolahan. 4. Memiliki tekstur yang lebih kasar dari arabika. Ciri – ciri pohon kopi robusta

1. Lebih rentan diserang serangga.

2. Tumbuh di daratan rendah (700 m dpl). 3. Jumlah biji kopi yang dihasilkan lebih tinggi.

4. Butuh waktu 10-11 bulan untuk proses bunga menjadi buah.

5. Berbuah di suhu udara yang lebih hangat 2.5.3 Kopi luwak

Asal mula kopi luwak terkait erat dengan sejarah pembudidayaan tanaman kopi di Indonesia. Pada awal abad ke-18, Belanda membuka perkebunan tanaman komersial di koloninya di Hindia Belanda terutama di pulau Jawa dan Sumatera. Salah satunya adalah bibit kopi arabika yang didatangkan dari Yaman, pada era


(53)

34

"Tanam Paksa" atau Cultuurstelsel (1830—1870), Belanda melarang pekerja perkebunan pribumi memetik buah kopi untuk konsumsi pribadi, akan tetapi penduduk lokal ingin mencoba minuman kopi yang terkenal itu. Pekerja perkebunan akhirnya menemukan bahwa ada sejenis musang yang gemar memakan buah kopi, tetapi hanya daging buahnya yang tercerna, kulit ari dan biji kopinya masih utuh dan tidak tercerna.

Biji kopi dalam kotoran luwak ini kemudian dipunguti, dicuci, disangrai, ditumbuk, kemudian diseduh dengan air panas, maka terciptalah kopi luwak. Kabar mengenai kenikmatan kopi aromatik ini akhirnya tercium oleh warga Belanda pemilik perkebunan, maka kemudian kopi ini menjadi kegemaran orang kaya Belanda. Karena kelangkaannya serta proses pembuatannya yang tidak lazim,maka kopi luwak menjadi kopi yang mahal sejak zaman kolonial.

Luwak, atau lengkapnya musang luwak, senang sekali mencari buah-buahan yang cukup baik dan masak termasuk buah kopi sebagai makanannya. Indera penciumannya yang peka, luwak memilih buah kopi yang betul-betul matang optimal sebagai makanannya, dan setelahnya, biji kopi yang masih dilindungi kulit keras dan tidak tercerna keluar bersama kotoran luwak. Hal ini terjadi karena luwak memiliki sistem pencernaan yang sederhana, sehingga makanan yang keras seperti biji kopi tidak tercerna. Biji kopi luwak seperti ini, pada masa lalu hingga kini sering diburu para petani kopi, karena diyakini berasal dari biji kopi terbaik dan telah difermentasikan secara alami di dalam sistem pencernaan luwak.


(54)

35

2.6 Luwak

Luwak adalah hewan menyusu (mamalia) yang termasuk suku musang dan garangan (viverridae). Nama ilmiahnya adalah Paradoxurus hermaphroditus dan di Malaysia dikenal sebagai musang pulut. Hewan ini juga dipanggil dengan

berbagai sebutan lain seperti musang (nama umum, Betawi), careuh

bulan (bahasa sunda), luak atau luwak (bahasa jawa), serta common palm civet, common musang, house musang atau toddy cat dalam bahasa Inggris. Musang bertubuh sedang, dengan panjang total sekitar 90 cm (termasuk ekor, sekitar 40 cm atau kurang). Abu-abu kecoklatan dengan ekor hitam-coklat mulus.

Sisi atas tubuh abu-abu kecoklatan, dengan variasi dari warna tengguli (coklat merah tua) sampai kehijauan. Jalur di punggung lebih gelap, biasanya berupa tiga atau lima garis gelap yang tidak begitu jelas dan terputus-putus, atau membentuk deretan bintik-bintik besar. Sisi samping dan bagian perut lebih pucat. Terdapat beberapa bintik samar di sebelah tubuhnya.

Wajah, kaki dan ekor coklat gelap sampai hitam. Dahi dan sisi samping wajah hingga di bawah telinga berwarna keputih-putihan, seperti beruban. Satu garis hitam samar-samar lewat di tengah dahi, dari arah hidung ke atas kepala.

2.7 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Pengkajian terhadap hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan mengingat pentingnya bagi peneliti untuk menelaah masalah yang dihadapi peneliti dalam penelitiannya. Adapun penelitian yang sudah dilakukan oleh peneliti terdahulu, yaitu


(55)

36

Fikri Hardiansyah (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Pola Kemitraan antara Petani Tebu dengan PT. Pabrik Gula Candi Baru di Kecamatan Candi, Kabupaten Sidoarjo. Penelitian ini lebih menjelaskan tentang bentuk pola kemitraan yang terjadi antara petani tebu dan PT. Pabrik Gula Candi Baru. Metode analisis data yang digunakan adalah efisiensi usahatani R/C ratio. Hasil dari penelitian menunjukan petani tebu menerapkan pola kemitraan berdasarkan alasan modal (100%), selain itu juga pembinaan modal (32%) dan kepastian pasar (26%) pembagian hasil dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama yaitu 66% untuk petani mitra dan 34% untuk pabrik gula.

Petani mitra memperoleh pinjaman dan bantuan modal kerja serta kepastian pasar, kendala utama yang dihadapi petani dalam menjalankan kemitraan adalah jarangnya dan jadwal tebang yang tidak teratur, sementara opabrik gula mengalami kendala di dalam menjalankan kemitraan adalah umur mesin yang sudah tua sehingga menghambat proses produksi. Persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian saat ini adalah sama-sama melihat pola kemitraan yang terjadi, menghitung efisiensi yang terjadi dalam kemitraan, dan kendala-kendala yang dihadapi dalam bermitra. Perbedaanya adalah komoditi yang diteliti, waktu penelitian, dan pada penelitian ini juga melihat tentang apa saja hak dan kewajiban di dalam bermitra.

Tegar Prabawa (2014) dalam penelitiannya yang berjudul Pola Kemitraan Analisis Kopi Luwak di Desa Demulih, Kecamatan Susut, Kabupaten Bangli. Penelitian ini lebih menjelaskan tentang efisiensi yang terjadi antara pegiat luwak dengan CV. Sari Alam Pegunungan di dalam bermitra. Hasil penelitian menunjukan bahwa pola kemitraan agribisnis kopi luwak ini menggunakan pola


(1)

2.6 Luwak

Luwak adalah hewan menyusu (mamalia) yang termasuk suku musang dan garangan (viverridae). Nama ilmiahnya adalah Paradoxurus hermaphroditus dan di Malaysia dikenal sebagai musang pulut. Hewan ini juga dipanggil dengan berbagai sebutan lain seperti musang (nama umum, Betawi), careuh bulan (bahasa sunda), luak atau luwak (bahasa jawa), serta common palm civet, common musang, house musang atau toddy cat dalam bahasa Inggris. Musang bertubuh sedang, dengan panjang total sekitar 90 cm (termasuk ekor, sekitar 40 cm atau kurang). Abu-abu kecoklatan dengan ekor hitam-coklat mulus.

Sisi atas tubuh abu-abu kecoklatan, dengan variasi dari warna tengguli (coklat merah tua) sampai kehijauan. Jalur di punggung lebih gelap, biasanya berupa tiga atau lima garis gelap yang tidak begitu jelas dan terputus-putus, atau membentuk deretan bintik-bintik besar. Sisi samping dan bagian perut lebih pucat. Terdapat beberapa bintik samar di sebelah tubuhnya.

Wajah, kaki dan ekor coklat gelap sampai hitam. Dahi dan sisi samping wajah hingga di bawah telinga berwarna keputih-putihan, seperti beruban. Satu garis hitam samar-samar lewat di tengah dahi, dari arah hidung ke atas kepala.

2.7 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Pengkajian terhadap hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan mengingat pentingnya bagi peneliti untuk menelaah masalah yang dihadapi peneliti dalam penelitiannya. Adapun penelitian yang sudah dilakukan oleh peneliti terdahulu, yaitu


(2)

Fikri Hardiansyah (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Pola Kemitraan antara Petani Tebu dengan PT. Pabrik Gula Candi Baru di Kecamatan Candi, Kabupaten Sidoarjo. Penelitian ini lebih menjelaskan tentang bentuk pola kemitraan yang terjadi antara petani tebu dan PT. Pabrik Gula Candi Baru. Metode analisis data yang digunakan adalah efisiensi usahatani R/C ratio. Hasil dari penelitian menunjukan petani tebu menerapkan pola kemitraan berdasarkan alasan modal (100%), selain itu juga pembinaan modal (32%) dan kepastian pasar (26%) pembagian hasil dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama yaitu 66% untuk petani mitra dan 34% untuk pabrik gula.

Petani mitra memperoleh pinjaman dan bantuan modal kerja serta kepastian pasar, kendala utama yang dihadapi petani dalam menjalankan kemitraan adalah jarangnya dan jadwal tebang yang tidak teratur, sementara opabrik gula mengalami kendala di dalam menjalankan kemitraan adalah umur mesin yang sudah tua sehingga menghambat proses produksi. Persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian saat ini adalah sama-sama melihat pola kemitraan yang terjadi, menghitung efisiensi yang terjadi dalam kemitraan, dan kendala-kendala yang dihadapi dalam bermitra. Perbedaanya adalah komoditi yang diteliti, waktu penelitian, dan pada penelitian ini juga melihat tentang apa saja hak dan kewajiban di dalam bermitra.

Tegar Prabawa (2014) dalam penelitiannya yang berjudul Pola Kemitraan Analisis Kopi Luwak di Desa Demulih, Kecamatan Susut, Kabupaten Bangli. Penelitian ini lebih menjelaskan tentang efisiensi yang terjadi antara pegiat luwak dengan CV. Sari Alam Pegunungan di dalam bermitra. Hasil penelitian menunjukan bahwa pola kemitraan agribisnis kopi luwak ini menggunakan pola


(3)

kemitraan Inti-plasma dimana CV Sari Alam Pegunungan sebagai inti dan pegiat luwak sebagai plasma. Hak darp CV Sari Alam Pegunungan adalah berhak mendapatkan senua hasil kopi luwak yang diproduksi oleh pegiat luwak, kewajibannya adalah mematuhi segala ketentuan yang diberlakukan, sedangkan hak pegiat luwak adalah berhak mendapatkan kepastian pasar, berhak mendapatkan upah, dan berhak mendapatkan bahan baku, kewajiban yaitu menjual semua hasil produksi kepada perusahaan, wajib menjaga kualitas produksi, dan wajib menyediakan peralatan dalam berproduksi.

Kemitraan yang terjadi sudah efisien dengan R/C ratio sebesar 1,40 yang berarti kegiatan produksi layak untuk dilanjutkan. Kendala-kendala yang dihadapi CV Sari Alam Pegunungan adalah kualitas kopi yang dihasilkan oleh pegiat luwak kurang baik, sedangkan kendala yang dihadapi oleh pegiat luwak sering lepasnya luwak, karena kandang tempat luwak banyak yang sudah tdak layak. Persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian saat ini adalah sama-sama menganalisis pola kemitraan yang terjadi, hak dan kewajiban antara kedua belah pihak, dan kendala-kendala yang dihadapi di dalam bermitra. Perbedaannya adalah penelitian sebelumnya hanya menganalisa efisiensi dari sisi pegiat luwak saja, sedangkan penelitian saat ini menganalisa efisiensi dari kedua belah pihak yang bermitra, selain itu perbedaan lainnya adalah pada lokasi penelitian dan waktu penelitian.

Putra Astrawan (2014) dalam penelitiannya yang berjudul Kemitraan antara Peternak Ayam Pedaging dengan UD. Unggas Sari Utama di Desa Demulih, Kecamatan Susut, Kabupaten Bangli analisis kopi luwak di Desa Demulih, Kecamatan Susut, Kabupaten Bangli. Penelitian ini lebih menjelaskan


(4)

tentang efisiensi yang terjadi antara peternak ayam pedaging dengan ud unggas sari utama. Hasil penelitian menunjukan bahwa pola kemitraan agribisnis kopi luwak ini menggunakan pola kemitraan Inti-plasma dimana ud unggas sari utama sebagai inti dan peternak ayam pedaging sebagai plasma. Hak dari UD unggas Sari Utama mendapatkan seluruh hasil produksi dan melakukan pengontrolan ke lokasi pemeliharaan ayam, hak dari peternak yaitu mendapatkan kepastian pasar menerima sapronak berkualitas, sedangkan kewajiban inti adalah menyediakan sapronak bagi mitra, memberikan penyuluhan bagi peternak, menaggung biaya dan sarana transportasi serta membeli semua hasil produksi peternak, kewajiban peternak adalah menyerahkan seluruh hasil produksi, memperhatikan dan mejaga kualitas produksi ayam dan mengikuti petunjuk yang diberikan oleh perusahaan. Persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian saat ini adalah sama-sama menganalisis pola kemitraan yang terjadi, hak-hak dan kewajiban dalam bermitra, menghitung efisiensi yang terjadi antara pihak yang bermitra dan menganalisis kendala-kendala yang dihadapi. Perbedaanya adalah lokasi penelitian, objek yang diteliti dan waktu penelitian.

2.8 Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran adalah suatu diagram yang menjelaskan secara garis besar alur logika berjalannya sebuah penelitian. Kerangka pemikiran dibuat

berdasarkan pertanyaan penelitian (research question), dan merepresentasikan

suatu himpunan dari beberapa konsep serta hubungan diantara konsep-konsep tersebut. Gianyar merupakan salah satu penghasil kopi luwak di Bali, kopi luwak sendiri sudah sangat berkembang di Kabupaten Gianyar hal ini dapat dibuktikan


(5)

dengan banyaknya agrowisata-agrowisata yang menyediakan atau menjual kopi luwak.

Desa yang paling dominan dalam memproduksi kopi luwak adalah desa Manukaya, Kecamatan Tampak Siring, karena suhu dan iklimnya sangat sesuai untuk budidaya tanaman kopi. Banyaknya permintaan kopi luwak menimbulkan pola kemitraan yang terjadi antara pegiat luwak dengan agrowisata kopi tentunya, dan salah satu perusahaan yang menjalin kemitraan dengan pegiat luwak adalah Satria Agrowisata.

Kemitraan yang terjadi antara Satria Agrowisata dengan pegiat luwak perlu dibahas mengenai bagaimana pola kemitraan yang terjadi, apa saja hak dan kewajiban diantara pemilik Agrowisata dan pegiat luwak itu sendiri, bagaimana efisiensi yang terjadi antara Satria Agrowisata dengan pegiat luwak dalam bermitra dan apa saja kendala-kendala yang dihadapi oleh Satria Agrowisata dan pegiat luwak.

Analisis yang digunakan yaitu analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk menjelaskan bagaimana pola dan mekanisme kemitraan yang terjadi, apa saja hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak yang bermitra, dan apa saja kendala yang dihadapi di dalam bermitra. Analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis efisiensi kemitraan yang terjadi di dalam bermitra dilihat sisi pihak pegiat luwak.

Secara sistematis, kerangka pemikiran agribisnis kopi luwak di Desa Manukaya, Kecamatan Tampak siring, Kabupaten Gianyar disajaikan seperti pada Gambar 2.1


(6)

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran. Kemitraan Kopi Luwak

Satria Agrowisata Pegiat luwak

Kemitraan Usaha

Metode Analisis Data

Metode Deskriptif

Kualitatif Metode Kuantitatif

Analisis Efisiensi Pola

Kemitraa n

Kendala Hak dan

Kewajiban

Kesimpulan