PERBEDAAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS ANTARA KELAS BERPENDEKATAN INKUIRI TERBIMBING DAN INKUIRI SEMI TERBIMBING SISWA SMP NEGERI 2 DEPOK.

(1)

PERBEDAAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS ANTARA KELAS

BERPENDEKATAN INKUIRI TERBIMBING DAN INKUIRI SEMI TERBIMBING

SISWA SMP NEGERI 2 DEPOK Oleh

Ardya Fatma Winarni NIM 12312241030

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) adanya perbedaan signifikan keterampilan berpikir kritis antara kelas berpendekatan inkuiri terbimbing dan inkuiri semi terbimbing; (2) adanya perbedaan signifikan keterampilan proses sains antara kelas berpendekatan inkuiri terbimbing dan inkuiri semi terbimbing; (3) mengetahui keterampilan berpikir kritis yang lebih baik antara kelas berpendekatan inkuiri terbimbing dan inkuiri semi terbimbing; (4) mengetahui keterampilan proses sains yang lebih baik antara kelas berpendekatan inkuiri terbimbing dan inkiri semi terbimbing.

Penelitian ini merupakan eksperimen semu dengan desain non

equivalent control group design. Populasi penelitian berupa seluruh peserta

didik kelas VII SMP N 2 Depok 2015/2016. Pengambilan sampel menggunakan teknik cluster random sampling. Sampel penelitian terdiri dari kelas eksperimen-1 yang menggunakan pendekatan inkuiri terbimbing dan kelas eksperimen-2 yang menggunakan pendekatan inkuiri semi terbimbing. Data yang diperoleh dalam penelitian ini terdiri dari data keterampilan berpikir kritis melalui pretest-posttest dan observasi, data keterampilan proses sains melalui observasi.

Hasil penelitian menunjukkan posttest keterampilan berpikir kritis memiliki signifikansi 0,027. Hasil observasi keterampilan berpikir kritis memiliki signifikansi 0,001. Hasil observasi keterampilan proses sains memiliki signifikansi 0,001. Nilai rata-rata postest keterampilan berpikir kritis di kelas eksperimen-1 yaitu 78,66 lebih besar daripada kelas eksperimen-2 yaitu 72,5. Nilai rata-rata hasil observasi keterampilan berpikir kritis di kelas eksperimen-1 yaitu 86,67 lebih besar daripada kelas eksperimen-2 yaitu 67,96. Nilai rata-rata hasil observasi keterampilan proses sains di kelas 1 yaitu 86,1 lebih besar daripada kelas eksperimen-2 yaitu 75,97. Jadi dapat disimpulkan bahwa: (1) ada perbedaan signifikan keterampilan berpikir kritis antara kelas berpendekatan inkuiri terbimbing dan inkuiri semi terbimbing; (2) ada perbedaan signifikan keterampilan proses sains antara kelas berpendekatan inkuiri terbimbing dan inkuiri semi terbimbing; (3) keterampilan berpikir kritis kelas berpendekatan inkuiri terbimbing lebih baik daripada kelas inkuiri semi terbimbing; (4) keterampilan proses sains kelas berpendekatan inkuiri terbimbing lebih baik daripada kelas inkuiri semi terbimbing.

Kata kunci: pendekatan pembelajaran, inkuiri terbimbing, inkuiri semi

terbimbing, keterampilan berpikir kritis, keterampilan proses sains.


(2)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan arus globalisasi yang semakin pesat menyebabkan terjadinya persaingan di berbagai bidang kehidupan salah satunya yaitu bidang pendidikan. Untuk menghadapi persaingan global tersebut diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu bersaing secara global. Sumber daya manusia yang berkualitas diperoleh dari proses pendidikan yang membekali peserta didik dengan keterampilan berpikir yang mampu menghadapi tantangan-tantangan global. Keterampilan berpikir kritis merupakan salah satu keterampilan berpikir yang menjadi isu vital abad 21. Asri Widowati (2010: 2) menyatakan bahwa tantangan masa depan menuntut pembelajaran harusnya lebih mengembangkan keterampilan berpikir kreatif dan kritis (high order of thinking). High order thinking atau yang disingkat

”HOT” merupakan salah satu komponen dalam isu kecerdasan abad ke-21

(The issue of 21st century literacy).

Salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah yaitu Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Dalam mengajarkan IPA diperlukan suatu pendekatan yang dapat menggali ide-ide peserta didik melalui pengalaman langsung sehingga mereka dapat menemukan suatu pengetahuan. Hal ini disebabkan karena IPA berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala alam.

Pada hakikatnya IPA bukan hanya sekedar ilmu pengetahuan, melainkan juga sebagai cara berpikir dan penyelidikan. Collete & Chiappetta


(3)

2

(1994: 30) menyatakan bahwa hakikat IPA merupakan: (1) kumpulan pengetahuan (a body of knowledge); (2) cara atau jalan berpikir (a way of

thinking); dan (3) cara untuk melakukan penyelidikan (a way to

investigating). Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari

tahu tentang alam secara sistematis sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Melalui pembelajaran IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. Pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung kepada peserta didik untuk mengembangkan kompetensi dan memahami alam sekitar secara ilmiah.

Pembelajaran IPA di SMP sering kali lebih mementingkan hasil belajar peserta didik, khususnya hasil belajar kognitif dengan orientasi untuk mendapatkan nilai yang bagus saat ujian. Sabar Nurohman (2008: 131) menjelaskan bahwa sebagian besar sekolah membelajarkan IPA sekadar sebagai transfer of knowledge. Pembelajaran cenderung lebih banyak hafalan teori ataupun rumus-rumus. Metode seperti itu diterapkan dengan harapan peserta didik mampu menjawab berbagai soal ujian (terutama UN). Hal tersebut menunjukkan bahwa orientasi pembelajaran IPA di lapangan masih mengutamakan produk akhirnya saja. Peserta didik jarang dilibatkan dalam proses menemukan konsep IPA dengan memperhatikan keterampilan berpikir dan proses sains peserta didik. Akibatnya, peserta didik menjadi kurang aktif dan belajar IPA sekedar menghafal konsep yang diberikan oleh guru. Hal ini


(4)

3

belum sesuai dengan hakikat pembelajaran IPA menurut Carin & Sund (1970: 2) yang menyatakan bahwa ilmu pengetahuan alam merupakan suatu sikap, proses, produk, dan aplikasi.

Hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti selama kegiatan PPL di SMP Negeri 2 Depok menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda. Pembelajaran IPA dilakukan di dalam kelas dimana guru menerangkan materi menggunakan metode ceramah dengan media papan tulis dan spidol warna kemudian peserta didik mencatat. Pembelajaran yang demikian kurang melibatkan peserta didik dalam proses mendapatkan pengetahuan sehingga peserta didik menjadi pasif. Akibatnya keterampilan berpikir dan keterampilan proses sains peserta didik kurang berkembang. Hasil observasi pembelajaran secara lengkap disajikan di Lampiran 36.

Berdasarkan realita tersebut diperlukan suatu pendekatan yang dapat melibatkan peserta didik secara langsung dalam proses mendapatkan pengetahuan yang juga dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan proses sains peserta didik. Pendekatan yang bisa mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan keterampilan proses sains yaitu pendekatan inkuiri. Menurut Ministry of Education Malaysia (2002: 10-11) “Thinking skills and scientific skills are thus developed further during the inquiry

process”. Lebih lanjut National Research Council’s (1996: 20) menjelaskan bahwa karakteristik pendekatan inkuiri yaitu peserta didik aktif terlibat dalam aktivitas hands-on and minds-on. Haury & Rillero (1994: 22) menyatakan “Hands-on science is defined mainly as any instructional approach involving


(5)

4

activity and direct experience with natural phenomena or any educational

experience that actively involve students in manipulating objects to gain

knowledge or understanding”. Pendapat Haury & Rillero memiliki arti bahwa hands-on dalam sains didefinisikan sebagai pendekatan instruksional yang

melibatkan pengalaman langsung dengan fenomena alam atau pengalaman pendidikan yang melibatkan aktivitas peserta didik dalam memanipulasi objek untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman. Christensen, Marvin (1995: 1) menyatakan “Minds-on an activity is an activity that focuses on the basic concept, which allows the students to develop their

thinking process and encourage them to ask and seek answers that improve

their knowledge and thus they can gain an understanding of the universe in

which they live”. Pendapat Christensen, Marvin memiliki arti bahwa

minds-on merupakan kegiatan yang berfokus pada kminds-onsep dasar yang

memungkinkan peserta didik untuk mengembangkan proses berpikir mereka dan mendorong mereka untuk bertanya dan mencari jawaban untuk meningkatkan pengetahuan mereka. Dengan demikian mereka dapat memperoleh pemahaman tentang alam semesta di mana mereka tinggal. Dalam penelitian ini “hands-on” yang dimaksud adalah keterampilan proses

sains sedangkan “minds-on” adalah keterampilan berpikir kritis.

Keterampilan proses sains adalah sejumlah keterampilan untuk mengkaji fenomena alam dengan cara-cara tertentu untuk memperoleh ilmu dan pengembangan ilmu selanjutnya (Patta Bundu, 2006: 12). Keterampilan berpikir kritis adalah keterampilan dalam proses yang bertujuan untuk


(6)

5

mengkaji sebuah situasi, fenomena, pertanyaan, atau masalah untuk mendapatkan sebuah hipotesis atau kesimpulan yang mengintegrasikan semua informasi yang tersedia sehingga dapat dijustifikasi dengan yakin. (Kurfiss, 1988: 20). Kedua keterampilan tersebut yaitu keterampilaan proses dan keterampilan berpikir kritis dapat dikembangkan melalui pendekatan inkuiri. Hal ini diperjelas oleh Azman Kasim, dkk., (2012: 292) yang menyatakan bahwa inkuiri tidak hanya dapat meningkatkan pemahaman anak terhadap fenomena alam tetapi juga mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan proses sains peserta didik.

Gulo (2008: 84-85) mendefinisikan inkuiri sebagai suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan seluruh kemampuan peserta didik untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Dengan melakukan kegiatan inkuiri, peserta didik mendapatkan pengalaman belajar secara langsung dalam menemukan pengetahuan-pengetahuan. Pemberian pengalaman belajar secara langsung bertujuan agar belajar IPA menjadi lebih menyenangkan dan lebih berkesan sehingga belajar IPA bukan hanya sekedar menghafal konsep-konsep IPA tetapi juga memahami bagaimana konsep-konsep IPA itu diperoleh, dan menerapkan konsep-konsep tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian peserta didik mampu belajar lebih mandiri, aktif, kreatif dan dapat memperoleh jawaban sendiri atas pertanyaan mereka tentang objek kajian IPA. Hal ini sesuai dengan Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional


(7)

6

(Sisdiknas) Pasal 3 yang mengemukakan bahwa fungsi formal pendidikan diarahkan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dengan mengembangkan potensi peserta didik agar lebih mandiri dan kreatif.

Sund & Trowbridge (1973: 71) membagi pendekatan inkuiri menjadi tiga macam, yaitu: inkuiri terbimbing (guided inquiry), inkuiri semi terbimbing (modified free inquiry), dan inkuiri bebas (free inquiry). Pendekatan Inkuiri terbimbing merupakan pendekatan pembelajaran dimana peserta didik memperoleh pedoman dan bimbingan dari guru. Pedoman atau bimbingan tersebut biasanya berupa pertanyaan pertanyaan yang membimbing peserta didik dalam melakukan penyelidikan. Pendekatan inkuiri semi terbimbing merupakan pendekatan pembelajaran dimana guru memberikan suatu permasalahan dan peserta didik diberikan kesempatan untuk dapat mengatasi permasalahan, baik secara individu maupun kelompok. Sedangkan pendekatan inkuiri bebas merupakan pendekatan pembelajaran dimana peserta didik melakukan penelitian sendiri bagaikan seorang ilmuan. Pada pengajaran ini peserta didik harus mengidentifikasikan dan merumuskan berbagai topik permasalahan yang hendak diselidiki kemudian merancang sendiri cara untuk memecahkan masalah serta melakukan investigasi untuk mendapatkan kesimpulan. Inkuiri bebas sesuai untuk pembelajaran tingkat universitas. Inkuiri jenis ini diindikasikan dengan jumlah bimbingan yang sangat sedikit.

Penelitian ini membandingkan keterampilan berpikir kritis dan keterampilan proses sains antara kelas yang menggunakan pendekatan inkuiri


(8)

7

terbimbing dan inkuiri semi terbimbing di SMP Negeri 2 Depok. Peneliti memilih untuk menggunakan pendekatan inkuiri terbimbing dan inkuiri semi terbimbing karena mempertimbangkan perkembangan kognitif peserta didik SMP. Sund & Trowbridge (1973: 54) menjelaskan bahwa menurut teori perkembangan kognitif Piaget, peserta didik tingkat SMP berada pada masa transisi dari tahap operasional konkrit (usia 7-11 tahun) menuju tahap operasional formal (usia 11-15 tahun). Pada tahap ini peserta didik mulai mampu membuat korelasi secara proporsional. Guru seharusnya sadar dan toleran terhadap kondisi ini dengan menyediakan bimbingan yang membantu peserta didik dalam memahami masalah. Berdasarkan hal tersebut, peneliti berasumsi bahwa untuk melakukan kegiatan inkuiri peserta didik tingkat SMP masih memerlukan bimbingan guru, hanya saja perbedaannya bimbingan yang diberikan pada inkuiri semi terbimbing lebih sedikit daripada inkuiri terbimbing. Dalam penelitian ini peneliti tidak menggunakan pendekatan inkuiri bebas karena menurut Sund & Trowbridge (1973: 71) pendekatan inkuiri bebas digunakan pada pembelajaran tingkat universitas, sehingga tidak sesuai jika diterapkan pada peserta didik tingkat SMP.

Berdasarkan hasil penelitian yang relevan Lina dkk, (2014: 1) menyebutkan pendekatan inkuiri terbimbing dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan proses sains. Penelitian lain yaitu Diah Ristanti (2014: 1) menyatakan pedekatan inkuiri semi terbimbing (modified

free inquiry) dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis peserta didik.


(9)

8

semi terbimbing (modified free inquiry) berpengaruh terhadap keterampilan proses sains peserta didik. Berdasarkan beberapa penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pendekatan inkuiri terbimbing dan pedekatan inkuiri semi terbimbing (modified free inquiry) dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan proses sains peserta didik. Akan tetapi belum ada penelitian yang membandingkan keterampilan berpikir kritis dan keterampilan proses sains antara pendekatan inkuiri terbimbing dan inkuiri semi terbimbing. Oleh karena itu, penting adanya penelitian yang membandingkan keterampilan berpikir kritis dan keterampilan proses sains antara pendekatan inkuiri terbimbing dan inkuiri semi terbimbing. Hal tersebut yang mendorong peneliti melakukan penelitian yang berjudul “Perbedaan keterampilan berpikir kritis dan proses sains antara kelas berpendekatan inkuiri terbimbing dan inkuiri semi terbimbing siswa SMP Negeri 2 Depok”.

Adapun materi pokok yang digunakan dalam penelitian ini yaitu reaksi kimia. Reaksi kimia merupakan salah satu materi pelajaran yang diajarkan di SMP kelas VII semester gasal. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan keterpaduan tipe connected, yaitu mentautkan antara kompetensi dasar 4.4 tentang mengidentifikasi reaksi kimia melalui percobaan sederhana dengan kompetensi dasar 4.1 tentang membandingkan sifat fisika dan sifat kimia zat. Kompetensi dasar 4.4 tentang mengidentifikasi reaksi kimia melalui percobaan sederhana memiliki porsi yang lebih dominan dibandingkan dengan kompetensi dasar 4.1 tentang membandingkan sifat fisika dan sifat kimia zat.


(10)

9 B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang, masalah yang dapat diidentifikasi antara lain sebagai berikut.

1. Pada hakikatnya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan suatu produk, proses, dan sikap. Namun kenyataannya, pembelajaran IPA masih berorentasi pada produk saja dan kurang memperhatikan proses ilmiah yang ditempuh dalam menghasilkan produk tersebut.

2. Pendekatan inkuiri dapat memberikan pengalaman belajar secara langsung kepada peserta didik dalam menemukan pengetahuan-pengetahuan baru. Namun pembelajaran IPA yang dilakukan di kelas masih berpusat pada guru (teacher centered).

3. Pembelajaran IPA menekankan untuk memberikan pengalaman langsung kepada peserta didik. Namun pembelajaran IPA yang dilakukan di kelas belum melibatkan peserta didik dalam proses menemukan konsep IPA sehingga hal ini menyebabkan kurang berkembangnya keterampilan berpikir kritis dan keterampilan proses sains.

C. Pembatasan Masalah

Agar permasalahan menjadi lebih fokus dilakukan pembatasan masalah yaitu masalah nomor dua dan tiga pada identifikasi masalah. Batasan masalah pada penelitian ini berupa:

1. Pendekatan inkuiri dapat memberikan pengalaman belajar secara langsung kepada peserta didik dalam menemukan pengetahuan-pengetahuan baru.


(11)

10

Namun pembelajaran IPA yang dilakukan di kelas masih berpusat pada guru (teacher centered).

2. Pembelajaran IPA menekankan untuk memberikan pengalaman langsung kepada peserta didik. Namun pembelajaran IPA yang dilakukan di kelas belum melibatkan peserta didik dalam proses menemukan konsep IPA sehingga hal ini menyebabkan kurang berkembangnya keterampilan berpikir kritis dan keterampilan proses sains.

3. Perumusan Masalah

Bedasarkan batasan masalah, maka dapat dirumuskan permasalahannya yaitu sebagai berikut.

1. Apakah terdapat perbedaan signifikan keterampilan berpikir kritis antara kelas berpendekatan inkuiri terbimbing dan inkuiri semi terbimbing? 2. Apakah terdapat perbedaan signifikan keterampilan proses sains antara

kelas berpendekatan inkuiri terbimbing dan inkuiri semi terbimbing? 3. Manakah keterampilan berpikir kritis yang lebih baik antara kelas

berpendekatan inkuiri terbimbing dan inkuiri semi terbimbing?

4. Manakah keterampilan proses sains yang lebih baik antara kelas berpendekatan inkuiri terbimbing dan inkuiri semi terbimbing?


(12)

11 4. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mengetahui adanya perbedaan signifikan keterampilan berpikir kritis antara kelas berpendekatan inkuiri terbimbing dan inkuiri semi terbimbing.

2. Mengetahui adanya perbedaan signifikan keterampilan proses sains antara kelas berpendekatan inkuiri terbimbing dengan inkuiri semi terbimbing. 3. Mengetahui keterampilan berpikir kritis yang lebih baik antara kelas

berpendekatan inkuiri terbimbing dan inkuiri semi terbimbing.

4. Mengetahui keterampilan proses sains yang lebih baik antara kelas berpendekatan inkuiri terbimbing dan inkuiri semi terbimbing.

5. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini antara lain sebagai berikut. 1. Bagi Peneliti

a. Mampu melaksanakan proses dan langkah-langkah dalam pembelajaran IPA menggunakan pendekatan inkuiri terbimbing dan inkuiri semi terbimbing ditinjau dari keterampilan berpikir kritis dan keterampilan proses sains

b. Sebagi sarana dalam aktualisasi diri c. Menerapkan keilmuan IPA dan pedagogi d. Melatih dalam meneliti


(13)

12 2. Bagi Peserta didik

a. Membantu peserta didik dalam belajar IPA secara aktif

b. Membantu peserta didik dalam mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan keterampilan proses sains.

3. Bagi Guru

a. Dapat memberikan alternatif pembelajaran IPA dengan menggunakan pendekatan inkuiri, sehingga dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan keterampilan proses sains peserta didik.

b. Memberikan wawasan pendekatan pembelajaran IPA 6. Definisi Operasional

Definisi operasional variabel dalam penelitian ini yaitu : a. Pendekatan Inkuiri Terbimbing

Pendekatan Inkuiri terbimbing merupakan pendekatan pembelajaran dengan tahapan meliputi: (1) orientasi masalah; (2) merumuskan masalah; (3) menyusun hipotesis; (4) melakukan percobaan/eksperimen; (5) menyimpulkan; (6) mengkomunikasikan; dan (7) mengembangkan masalah baru. Pada pendekatan inkuiri terbimbing, tahapan orientasi masalah dan merumuskan masalah dilakukan oleh guru, tahapan menyusun hipotesis dilakukan peserta didik dengan bimbingan guru, tahapan melakukan percobaan/eksperimen dilakukan oleh peserta didik dengan bimbingan guru, tabel percobaan/eksperimen telah disediakan guru, tahapan menyimpulkan dilakukan peserta didik dengan bimbingan guru,


(14)

13

tahapan mengkomunikasikan dan mengembangkan masalah baru dilakukan oleh peserta didik.

b. Pendekatan Inkuiri Semi Terbimbing

Pendekatan inkuiri semi terbimbing merupakan pendekatan pembelajaran dengan tahapan meliputi: (1) orientasi masalah; (2) merumuskan masalah; (3) menyusun hipotesis; (4) melakukan percobaan; (5) menyimpulkan; (6) mengkomunikasikan; dan (7) mengembangkan masalah baru. Bimbingan yang diberikan pada pendekatan inkuiri semi terbimbing lebih sedikit daripada inkuiri terbimbing. Pada pendekatan inkuiri semi terbimbing, tahapan orientasi masalah dilakukan oleh guru, tahapan merumuskan masalah dan menyusun hipotesis dilakukan oleh peserta didik tanpa bimbingan guru, tahapan melakukan percobaan/eksperimen dilakukan oleh peserta didik dengan bimbingan guru, tabel percobaan/eksperimen disusun sendiri oleh peserta didik, tahapan menyimpulkan dilakukan peserta didik tanpa bimbingan guru, tahapan mengkomunikasikan dan mengembangkan masalah baru dilakukan oleh peserta didik.

c. Keterampilan Berpikir Kritis

Keterampilan berpikir kritis merupakan keterampilan dalam mengkaji suatu situasi, fenomena, atau masalah dengan mensintesis dan menganalisis untuk mendapatkan kesimpulan sebagai suatu keputusan. Adapun aspek-aspek keterampilan berpikir kritis yang peneliti gunakan dalam penelitian ini antara lain yaitu (1)


(15)

14

mengidentifikasi masalah; (2) menyusun hipotesis; (3) menganalisis data dan fakta pendukung; (4) mengkaitkan hal-hal yang berhubungan dengan masalah; (5) menyusun kesimpulan; dan (6) mengkomunikasikan.

d. Keterampilan Proses Sains

Keterampilan proses sains merupakan keterampilan untuk mengkaji fenomena alam untuk memperoleh pengetahuan/informasi tertentu yang meliputi meliputi aspek (1) mengamati; (2) menyusun hipotesis; (3) melakukan percobaan/eksperimen; (4) mengumpulkan data; (5) menyimpulkan; dan (6) mengkomunikasikan. Masing-masing aspek dalam keterampilan proses sains dijabarkan menjadi 4 indikator.


(16)

1 BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori

1. Hakikat IPA

Sains berasal dari bahasa latin yaitu “Scientia”, yang artinya pengetahuan. Pengetahuan tersebut dapat diperoleh dengan metode saintifik yaitu (1) mengidentifikasi masalah; (2) mengolah data; (3) membuat hipotesis; (4) melakukan percobaan; dan (5) membuat kesimpulan (Martin, Ralph et.al, 2005: 10). Patta Bundu (2006: 9) mendefinisikan sains secara harfiah yang berasal dari kata natural

science. Natural artinya alamiah dan berhubungan dengan alam,

sedangkan science artinya ilmu pengetahuan, sehingga natural science memiliki arti ilmu pengetahuan tentang alam atau yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam. Lebih lanjut Collete & Chiappetta (1994: 30) menyatakan bahwa pada hakikatnya IPA (Sains) merupakan: (1) pengumpulan pengetahuan (a body of knowledge); (2) cara atau jalan berpikir (a way of thinking); (3) cara untuk melakukan penyelidikan (a way to investigating).

Carin & Sund (1993: 54) secara garis besar, sains memiliki empat komponen yaitu (a) proses ilmiah; (b) produk ilmiah; (c) sikap ilmiah; dan (4) aplikasi.


(17)

2 a. Sains sebagai Proses

Proses sains adalah sejumlah keterampilan untuk mengkaji fenomena alam dengan cara-cara tertentu untuk memperoleh ilmu dan pengembangan ilmu selanjutnya (Patta Bundu, 2006: 12).

Proses sains menurut Martin et.al (2005: 20) meliputi the

ways of thinking, measuring, and solving problem. Rezba et.al

(2007: 6) menyatakan bahwa keterampilan proses sains digunakan untuk membangun bangunan ilmu (body of knowledge) yang merupakan esensi IPA. Keterampilan proses sains dibedakan menjadi keterampilan dasar (basic skills) dan keterampilan terpadu

(integrated skills).

b. Sains sebagai Produk

Sains sebagai produk keilmuan mencakup prinsip-prinsip, hukum-hukum, dan teori-teori yang dikembangkan sebagai pemenuhan rasa ingin tahu manusia, dan juga untuk keperluan praktis manusia. Sains sebagai disiplin ilmu disebut produk sains karena isinya merupakan kumpulan hasil kegiatan empirik dan analitik yang dilakukan oleh para ilmuan dalam bentuk fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan teori-teori sains (Patta Bundu, 2006: 11).

c. Sains sebagai Sikap

Sikap sains adalah sikap yang dimiliki pada ilmuan dalam mencari dan mengembangkan pengetahuan baru, misalnya


(18)

3

obyektif terhadap fakta, hati-hati, bertanggung jawab, berhati terbuka, rasa ingin tahu yang tinggi, jujur dan obyektif ( Patta Bundu, 2006: 13).

d. Sains sebagai Aplikasi

Penerapan konsep IPA yang diperoleh melalui metode ilmiah untuk memberikan kemudahan bagi kehidupan manusia. Empat hal tersebut merupakan ciri IPA.

Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa sains merupakan ilmu yang mempelajari tentang alam dengan metode saintifik yang digunakan untuk melakukan penyelidikan.

2. Pendekatan Inkuiri

Carin & Sund (1993: 64) mengemukakan bahwa “Inquiry is the

process of investigating a problem”. Collette & Chiapepetta (1994:

86) “Inquiry is the process of finding out by searching for knowledge and understanding”. Inkuiri oleh Collette & Chiapepetta diartikan sebagai proses penemuan melalui pencarian pengetahuan dan pemahaman. Menurut Gulo (2002: 84-85) inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan seluruh kemampuan peserta didik untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Llewellyn (2011: 16) menyatakan dengan pendekatan inkuiri, guru bertindak sebagai


(19)

4

fasilitator dalam pembelajaran dapat mengorganisasikan peserta didik untuk mengkomunikasikan hasil temuan mereka.

National Research Council (2000: 1) mendefinisikan

Scientific inquiry refers to the diverse ways in which scientists study the natural world and propose explanation based on the evidence derived from their work. Inquiry also refers to the activities of students in which they develop knowledge and understanding of scientific ideas, as well as an understanding of how scientists study the natural world.

Inkuiri mengacu pada cara-cara yang beragam di mana ilmuwan mempelajari alam dan mengusulkan penjelasan berdasarkan bukti yang berasal dari kerja mereka. Inkuiri juga mengacu pada kegiatan peserta didik yang mengembangkan pengetahuan dan pemahaman tentang ide ilmiah, serta pemahaman tentang bagaimana ilmuwan mempelajari alam.

Lebih lanjut Trowbridge & Bybee (1986: 183) mengemukakan “Inquiry is the process of defining and investigating problems, formulating hypotheses, designing experiments, gathering data, and

drawing conclutions about problems”. Pendapat tersebut memiliki arti inkuiri adalah proses mendefinisikan dan menyelidiki masalah, merumuskan hipotesis, merancang eksperimen, mengumpulkan data, dan menarik kesimpulan tentang masalah. Hal yang senada juga disampaikan oleh Collete & Chiappetta (1994: 86) yang menjelaskan bahwa pendekatan inkuiri digunakan dalam pembelajaran yang melibatkan peserta didik dalam hal yaitu mengajukan pertanyaan (questioning), kejadian aneh (discrepant event), keterampilan proses


(20)

5

sains (science process skils), kegiatan induktif (inductive activities), kegiatan deduktif (deductive activities), pengumpulan informasi (information gathering), dan pemecahan masalah (problem solving). Selanjutnya pendekatan inkuiri sering disejajarkan dengan active

learning yang dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis,

yang membantu dalam pemecahan masalah dan pengembangan konsep sumber belajar sains. Inkuiri dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain: (1) observing nature; (2) predicting outcames; (3)

manipulating variables; (4) analyzing situation; dan (5) evaluating

assertions. Kilbane, Clare R. & Milman, Natalie B (2014: 244)

menjelaskan pendekatan inkuiri dapat diaplikasikan dalam pembelajaran yang memiliki karakteristik dimensi pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, metakognitif.

Kuslan & Stone (1969 : 138) menjelaskan ciri-ciri pendekatan inkuiri dalam pembelajaran yaitu :

a. Menggabungkan keterampilan proses

b. Jawaban yang dicari peserta didik tidak diketahui terlebih dahulu

c. Peserta didik berhasrat utuk menemukan pemecahan masalah. d. Hipotesis dirumuskan oleh peserta didik untuk membimbing

percobaan atau eksperimen atau penyelidikan.

e. Peserta didik mengusulkan cara-cara pengumpulan data dengan melakukan pengamatan dan menggunakan sumber lain


(21)

6

f. Peserta didik melakukan penelitian secara individu/kelomppok untuk mengumpulkan data yang diperluhkan dalam menguji hipotesis tersebut

g. Peserta didik mengolah data sehingga mereka sampai pada kesimpulan

Ciri lain dari pendekatan inkuiri diungkapkan oleh National Research Council’s (1996: 20) yang menyatakan karakteristik pendekatan inkuiri yaitu peserta didik aktif terlibat dalam aktivitas hands-on and

minds-on.

Pendekatan inkuiri memiliki tahapan-tahapan, Gulo (2002: 94-95) menjelaskan bahwa ada lima tahapan dalam inkuiri antara lain: merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan bukti, menguji hipotesis, menarik kesimpulan sementara. Kemampuan peserta didik yang harus dikembangkan dalam proses inkuiri disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kemampuan Peserta yang dikembangkan dalam Proses Inkuiri Menurut Gulo (2002: 95)

Tahapan Inkuiri Kemampuan yang dikembangkan 1. Merumuskan masalah 1. Kesadaran terhadap masalah

2. Melihat pentingnya masalah 3. Merumuskan masalah 2. Merumuskan jawaban

sementara (hipotesis)

1. Menguji dan menggolongkan jenis data yang dapat diperoleh 2. Melihat dan meumuskan

hubungan yang ada secara logis 3. Merumuskan hiotesis

3. Menguji jawaban tentatif 1. Merakit peristiwa a. Mengidentifikasikan

peristiwa yang dibutuhkan b.Mengumpulkan data c. Mengevaluasi data


(22)

7

Tahapan Inkuiri Kemampuan yang dikembangkan 2. Menyusun data

a. Mentranslasikan data b.Mengintepretasikan data c. Mengklasifikasikan 3. Analisis data

a. Melihat hubungan

b.Mencatat persamaan dan perbedaan

c. Mengidentifikasikan tren, sekuensi, dan keteraturan 4. Menarik kesimpulan 1. Mencari pola dan makna

hubungan

2. Merumuskan kesimpulan

Menurut Sund & Trowbridge (1973: 63) pendekatan inkuiri meliputi beberapa tahapan yaitu: (1) mengajukan pertanyaan tentang fenomena alam; (2) merumuskan masalah; (3) merumuskan hipotesis; (4) merancang penyelidikan; (5) melakukan eksperimen; (6) mensintesis pengetahuan; dan (7) memiliki sikap ilmiah. (1987: 155). Menurut Nana Sudjana (1987: 155) ada 5 tahap yang ditempuh dalam melaksanakan pendekatan inkuiri yaitu:

a. Merumuskan masalah untuk dipecahkan peserta didik

b. Menetapkan jawaban sementara atau lebih dikenal dengan hipotesis

c. Peserta didik mencari informasi, data, fakta yang diperlukan untuk menjawab hipotesis

d. Menarik jawaban atau generalisasi


(23)

8

Lebih lanjut Asri Widowati (2011: 58) menjelaskan tahapan inkuiri yang dapat diterapkan meliputi:

a. Mengenal dan merumuskan problem terkait dengan percobaan b. Mengajukan hipotesis dan memilih satu atau lebih hipotesis

untuk testing dan verifikasi

c. Mengumpulkan serta menyusun informasi-informasi yang relevan

d. Merancang percobaan e. Melakukan percobaan

f. Menyatakan atau menarik kesimpulan-kesimpulan (yang berdasarkan eksperimen)

g. Mengembangkan masalah baru

Berdasarkan uraian teori menurut beberapa ahli, penulis mensintesis tahapan-tahapan pendekatan inkuiri. Tahapan-tahapan pendekatan inkuiri hasil sintesis peneliti disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Tahapan Pendekatan Inkuiri Hasil Sintesis Peneliti Gulo (2002: 95) Sund &

Trowbridge (1973: 63) Nana Sudjana (1987: 155) Asri Widowati (2011: 58)

Llewellyn (2011: 16) Sintesis Peneliti

Mengajukan pertanyaan tentang fenomena alam Mengenal dan merumuskan problem terkait dengan percobaan Orientasi masalah Merumuskan masalah Merumuskan masalah Merumuskan masalah untuk dipecahkan peserta didik Merumuskan masalah Merumuskan jawaban sementara (hipotesis) Merumuskan hipotesis Menetapkan jawaban sementara atau lebih dikenal dengan hipotesis Mengajukan hipotesis dan memilih satu atau lebih hipotesis untuk testing dan verifikasi Menyusun hipotesis


(24)

9 Gulo (2002: 95) Sund &

Trowbridge (1973: 63) Nana Sudjana (1987: 155) Asri Widowati (2011: 58)

Llewellyn (2011: 16) Sintesis Peneliti

Menguji jawaban tentatif Melakukan eksperimen Peserta didik mencari informasi, data, fakta yang diperlukan untuk menjawab hipotesis Melakukan percobaan Melakukan percobaan/ eksperimen Menarik kesimpulan Menarik jawaban atau generalisasi Menyatakan atau menarik kesimpulan-kesimpulan (yang berdasarkan eksperimen) Menyimpulkan Mengorganisasikan peserta didik untuk mengkomunikasikan hasil temuan mereka.

Mengkomunikasi kan Mengaplikasikan kesimpulan dalam situasi baru Mengembang kan masalah baru Mengembangkan masalah baru

Berdasarkan uraian teori menurut beberapa ahli, dapat disimpulkan bahwa pendekatan inkuiri merupakan pendekatan pembelajaran melalui proses penyelidikan yang meliputi orientasi masalah, merumuskan masalah, menyusun hipotesis, melakukan percobaan/eksperimen, menyimpulkan, mengkomunikasikan dan mengembangkan masalah baru. Langkah pembelajaran dengan pendekatan inkuiri yang dilakukan pada penelitian ini adalah orientasi masalah, merumuskan masalah, menyusun hipotesis, melakukan percobaan/eksperimen, menyimpulkan, mengkomunikasikan dan mengembangkan masalah baru.


(25)

10

Sund & Trowbridge (1973: 71) pendekatan inkuiri ada tiga macam yaitu:

a. Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry)

Peserta didik memperoleh pedoman sesuai dengan yang dibutuhkan. Pedoman tersebut biasanya berupa pertanyaan pertanyaan yang membimbing peserta didik dalam melakukan penyelidikan. Pendekatan ini terutama bagi para peserta didik yang belum berpengalaman belajar dengan pendekata inkuiri, dalam hal ini guru memberikan bimbingan dan pengarahan yang cukup luas.

Pada tahap awal bimbingan lebih banyak diberikan, dan sedikit demi sedikit dikurangi sesuai dengan perkembangan pengalaman peserta didik. Dalam pelaksanaannya sebagian besar perencanaan dibuat oleh guru. Peserta didik tidak merumuskan permasalahan. Petunjuk yang cukup luas tentang bagaimana menyusun dan mencatat data diberikan oleh guru. b. Inkuiri Bebas Termodifikasi/Inkuiri Semi Terbimbing (Modified

Free Inquiry)

Modified Free Inquiry merupakan pendekatan yang

diadopsi dari free inquiry yang telah dimodifikasi. Modified free

inquiry dibedakan dari free inquiry dalam satu aspek penting

bahwa dalam modified free inquiry, guru memberikan suatu permasalahan dan peserta didik diberikan kesempatan untuk


(26)

11

dapat mengatasi permasalahan, baik secara individu maupun kelompok.

Guru berperan dalam memberikan bantuan yang dibutuhkan untuk memastikan bahwa peserta didik melakukan penyelidikan dengan tidak ada rasa putus asa atau banyak mengalami kegagalan. Guru dapat memberikan bantuan dalam bentuk pertanyaan yang dapat membantu peserta didik untuk memikirkan tentang prosedur penyelidikan yang mungkin dilakukan. Hal tersebut akan lebih baik dengan bertanya kepada peserta didik untuk memberikan arahan daripada menceritakan atau menjelaskan tentang apa yang harus dilakukan. Pertanyaan ini diberikan sebagai stimulan bagi peserta didik untuk dapat memecahkannya dengan ide penyelidikan yang kreatif.

c. Inkuiri Bebas (Free Inquiry)

Pada pendekatan ini peserta didik harus mengidentifikasikan dan merumuskan berbagai topik permasalahan yang hendak diselidiki dalam kelompok tertentu. Peserta didik melakukan penelitian sendiri bagaikan seorang ilmuan. Peserta didik merancang sendiri metode dan teknik untuk memecahkan masalah serta melakukan investigasi untuk mendapatkan kesimpulan. Pendekatan inkuiri bebas diterapkan pada tingkat universitas. Perbedaan antara pendekatan guided


(27)

12

inquiry, modified free inquiry, dan free inquiry disajikan pada

Tabel 3.

Tabel 3. Perbedaan antara Pendekatan Guided Inquiry, Modified Free

Inquiry, dan Free Inquiry

No Aspek Guided inquiry Modified free inquiry

Free inquiry 1 Rumusan

masalah

Dari guru Dari guru/ peserta didik

Dari guru 2 Pembatasan

masalah

Dilakukan guru Dilakukan

guru/peserta didik

Dilakukan peserta didik

3 Pedoman Berupa pertanyaan-pertanyaan yang membimbing

Berupa pertanyaan-pertanyaan yang membimbing

Berupa pertanyaan-pertanyaan yang membimbing

4 Prosedur kerja/desain

Guru yang merancang dan siswa yang melakukan

Peserta didik yang merancang dan melakukan, dapat dibantu guru

Peserta didik yang merancang dan melakukan

5 Menarik kesimpulan

Dilakukan peserta didik

Dilakukan peserta didik

Dilakukan peserta didik

Sumber: Bronnstetter (1998) Dalam penelitian ini penulis menggunakan penekatan inkuiri terbimbing dan inkuiri semi terbimbing karena mempertimbangkan perkembangan kognitif peserta didik SMP. Sund & Trowbridge (1973: 54) menjelaskan bahwa menurut teori perkembangan kognitif Piaget, peserta didik tingkat SMP berada pada masa transisi dari tahap operasional konkrit menuju tahap operasional formal. Pada tahap ini peserta didik mulai mampu membuat korelasi secara proporsional. Guru seharusnya sadar dan toleran terhadap kondisi ini dengan menyediakan bimbingan yang membantu peserta didik dalam memahami masalah. Berdasarkan hal tersebut, peneliti berasumsi bahwa untuk melakukan kegiatan inkuiri, peserta didik tingkat SMP masih memerlukan bimbingan guru, hanya saja perbedaannya bimbingan yang diberikan pada inkuiri semi terbimbing lebih sedikit daripada inkuiri


(28)

13

terbimbing. Penelitian ini peneliti tidak menggunakan pendekatan inkuiri bebas karena menurut Sund & Trowbridge (1973: 71) pendekatan inkuiri bebas digunakan pada pembelajaran tingkat universitas, sehingga tidak sesuai jika diterapkan pada peserta didik tingkat SMP.

Dalam penelitian ini, tahapan-tahapan pembelajaran yang digunakan pada pendekatan inkuiri terbimbing sama dengan tahapan pembelajaran pada pendekatan inkuiri semi terbimbing. Tahapan-tahapan tersebut terdiri dari orientasi masalah, merumuskan masalah, menyusun hipotesis, melakukan percobaan/eksperimen, menyimpulkan, mengkomunikasikan dan mengembangkan masalah baru. Perbedaannya terdapat pada porsi bimbingan yang diberikan guru kepada peserta didik. Perbedaan porsi bimbingan yang diberikan guru kepada peserta didik antara kelas berpendekatan inkuiri terbimbing dan inkuiri semi terbimbing pada penelitian ini disajikan pada Tabel 4

Tabel 4. Perbedaan Porsi Bimbingan Guru antara Kelas Berpendekatan Inkuiri Terbimbing dan Inkuiri Semi Terbimbing

No Tahapan Pendekatan Inkuiri

Perbedaan

Inkuiri Terbimbing Inkuiri Semi Terbimbing

1 Orientasi masalah Guru Guru

2 Merumuskan masalah Guru Peserta didik

3 Mengajukan hipotesis Peserta didik dengan bimbingan guru

Peserta didik tanpa bimbingan guru

4 Melakukan

percobaan/eksperimen

a. Peserta didik dengan bimbingan guru b. Tabel hasil percobaan

disediakan guru

a. Peserta didik dengan bimbingan guru b. Tabel hasil percobaan

tidak disediakan guru 5 Menyimpulkan Peserta didik dengan

bimbingan guru

Peserta didik tanpa bimbingan guru

6 Mengkomunikasikan Peserta didik Peserta didik 7 Mengembangkan

masalah baru

Peserta didik Peserta didik Diadaptasi dari Bronnstetter (1998)


(29)

14 3. Keterampilan Berpikir Kritis

Berpikir kritis merupakan analisis situasi masalah melalui evaluasi potensi, pemecahan masalah, dan sintesis informasi untuk menentukan keputusan. Keputusan dilakukan secara parsial dengan cara membuat daftar isian informasi yang selanjutnya dievaluasi, disintesis, dan pemecahan masalah yang akhirnya menjadi sebuah keputusan (Wowo Sunaryo, 2011 : 19).

Definisi keterampilan berpikir kritis yang dijelaskan oleh Scriven & Paul (Lau&Chan, 2009) adalah:

Critical thinking is the intellectually disciplined process of actively and skillfully conceptualizing, applying, analyzing, synthesizing, and/or evaluating information gathered from, or generated by observation, experience, reflection, reasoning, or communication, as a guide to belief and action.

Berpikir kritis dapat diartikan sebagai proses disiplin yang secara intelektual aktif dan terampil mengkonseptualisasi, menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan atau mengevaluasi informasi yang dikumpulkan dari atau dihasilkan dar pengamatan, pengalaman, refleksi, penalaran, atau komunikasi sebagai panduan untuk kepercayaan dan tindakan.

Norris, S & Ennis R (1989 : 355) menjelaskan “Critical thinking is reasonable and reflective thinking that is focused upon

deciding what to do or belive”. Pendapat tersebut memiliki arti bahwa

berpikir kritis adalah pemikiran yang wajar dan reflektif yang difokuskan pada memutuskan apa yang harus dilakukan atau yang


(30)

15

dipercaya. Indikator keterampilan berpikir kritis dibagi menjadi 5 kelompok yaitu: (1) memberikan penjelasan sederhana (elementary

clarification); (2) membangun keterampilan dasar (basic support); (3)

membuat inferensi (inferring); (4) memberikan penjelasan lebih lanjut (advanced clarification); (5) mengatur strategi; dan (6) teknik

(strategies and tactics). Angelo (1995: 6) menjelaskan karakteritik

berpikir kritis meliputi menganalisis, mensintesis, pengenalan masalah dan pemecahannya, menyimpulkan, dan menilai.

Menurut Ministry of Education Malaysia (2002: 4), keterampilan berpikir kritis meliputi beberapa aspek. Aspek berpikir kritis menurut Ministry of Education Malaysia disajikan dalam Tabel 5.

Tabel 5. Aspek Berpikir Kritis Ministry of Education Malaysia No Aspek Keterampilan

Berpikir Kritis

Keterangan

1 Attributing Mengidentifikasi kriteria

seperti karakteristik, ciri-ciri, kualitas dan elemen dari konsep atau obyek.

2 Comparing and contrasting Menemukan persamaan dan

perbedaan berdasarkan kriteria seperti karakteristik, ciri-ciri, kualitas bagian dari konsep atau fenomena.

3 Grouping and Classifying Memisahkan dan

mengelompokan objek atau fenomena ke dalam kategori berdasarkan kriteria tertentu

4 Sequencing Menyusun objek dan

informasi berdasarkan kualitas atau kuantitas dari karakteristik umum atau ciri-ciri seperti ukuran, waktu, bentuk atau jumlah.


(31)

16 No Aspek Keterampilan

Berpikir Kritis

Keterangan

5 Prioritising Menyusun objek dan

informasi berdasarkan prioritasnya

6 Analysing Menguji informasi secara

rinci dengan memecahkannya menjadi bagian yang lebih kecil untuk menemukan makna implisit dan hubungannya.

7 Detecting Bias Mengidentifikasi pandangan

yang memiliki

kecenderungan untuk mendukung atau menentang sesuatu dengan cara yang tidak adil atau menyesatkan

8 Evaluating Membuat penilaian pada

kualitas atau nilai sesuatu berdasarkan alasan yang masuk akal atau bukti

9 Making Conclusions Membuat pernyataan tentang

hasil penyelidikan yang didasarkan pada hipotesis Sumber: Ministry of Education Malaysia (2002: 4) Berpikir kritis menurut Kurfiss (1988: 20) adalah sebagai sebuah pengkajian yang tujuannya untuk mengkaji sebuah situasi, fenomena, pertanyaan, atau masalah untuk mendapatkan sebuah hipotesis atau kesimpulan yang mengintegrasikan semua informasi yang tersedia sehingga dapat dijustifikasi dengan yakin. Washington State University (2006: 1-2) menjelaskan keterampilan berpikir kritis meliputi beberapa aspek. Aspek-aspek keterampilan berpikir kritis menurut Washington State University disajikan dalam Tabel 6.


(32)

17

Tabel 6. Aspek Berpikir Kritis Menurut Washington State University (2006: 1-2)

No Aspek Keterangan

1 Mengidentifikasi masalah Mengidentifikasi masalah dengan aspek-aspek yang tepat

2 Mengkaitkan hal-hal yang berhubungan dengan masalah

Menghubungkan dengan konteks lain, dengan penjelasan tepat 3 Mengidentifikasi

persepektif/hipotesis sendiri untuk menganalisis maalah/ isu

Berupa jawaban sementara atas permasalahan yang merupakan hasil pemikiran sendiri dengan dilengkapi alasan

4 Menganalisis data dan fakta pendukung

Mendapatkan data yang relevan dengan masalah dan dapat merumuskan sebab kejadian peristiwa

5 Menyusun kesimpulan Menyusun kesimpulan sesuai dengan data dan fakta 6 Mengkomunikasikan Menjelaskan konsep utama dan

gagasan-gagasan yang digunakan dengan tepat Sumber: Washington State University (2006: 1-2)

Berdasarkan definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa keterampilan berpikir kritis merupakan keterampilan dalam mengkaji suatu situasi, fenomena, atau masalah dengan mensintesis dan menganalisis untuk mendapatkan kesimpulan sebagai suatu keputusan. Adapun aspek-aspek keterampilan berpikir kritis yang peneliti gunakan dalam penelitian ini antara lain yaitu mengidentifikasi masalah, menyusun hipotesis, menganalisis data dan fakta pendukung, mengkaitkan hal-hal yang berhubungan dengan masalah, menyusun kesimpulan dan mengkomunikasikan.


(33)

18 4. Keterampilan Proses Sains

Keterampilan proses sains adalah sejumlah keterampilan untuk mengkaji fenomena alam dengan cara-cara tertentu untuk memperoleh ilmu dan pengembangan ilmu selanjutnya (Patta Bundu, 2006: 12). Lebih lanjut Martin, Ralph et.al (2005: 20) menyatakan proses sains meliputi the ways of thinking, measuring, and solving problem. Downey et.al (2013: 130) membedakan proses sains menjadi keterampilan dasar (basic process skills) dan keterampilan terpadu

(integrated process skills). Keterampilan proses dasar dan keterampilan proses terpadu disajikan dalam Tabel 7.

Tabel 7. Keterampilan Dasar dan Keterampilan Terpadu Menurut Downey

Keterampilan Dasar (Basic Skills)

Keterampilan Terpadu (Integrated Skills) a. Observing

b. Classifying

c. Measuring

d. Predicting

e. Estimating

f. Inferring

g. Communicating

a. Experimenting

b. Hypothesizing

c. Variables

d. Operational definitions

e. Collecting, recording and interpreting data

f. Creating models

Sumber: Downey et.al (2013:130) Rezba et.al (2007: 4) mengungkapkan “The science process skill, the knowledge those skill produce, the sicentific value and habits

of mind, and the social context difine the nature of science”. Rezba membagi keterampilan proses sains menjadi dua yaitu keterampilan proses dasar dan keterampilan proses terpadu. Keterampilan dasar dan keterampilan terpadu menurut Rezba et.al (2007: 4) disajikan pada Tabel 8.


(34)

19

Tabel 8. Keterampilan Dasar dan Keterampilan Terpadu Menurut Rezba

Keterampilan Dasar (Basic Skills)

Keterampilan Terpadu (Integrated Skills) a. Observasi (observing)

b. Klasifikasi (classifying) c. Mengukur (measuring) d. Memprediksi (predicting) e. Menginferensi (inferring) f. Mengkomunikasikan

(communicating)

a. Mengidentifikasi variabel

(identifying variabels)

b. Menyusun hipotesis

(constructing hypotheses)

c. Menganalisis (analyzing investigations)

d. Mentabulasikan data

(tabulating and graphing data)

e. Mendefinisikan variabel

(defining variables)

f. Mendesain penyelidikan

(desaining investigations)

g. Melakukan eksperimen

(eksperimenting)

Sumber : Rezba et.al (2007: 4) Aspek-aspek keterampilan proses sains menurut Ministry of Education Malaysia (2002: 2) disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Aspek Keterampilan Proses Sains Menurut Ministry of Education Malaysia

No Aspek Keterampilan Proses Sains

Keterangan

1 Observing Menggunakan indera pendengaran,

sentuhan, bau, rasa dan penglihatan untuk mengumpulkan informasi tentang suatu objek atau fenomena.

2 Classifying Mengggunakan pengamatan atau

observasi untuk mengelompokkan objek atau fenomena berdasarkan persamaan dan perbedaannya.

3 Measuring and Using Number

Melakukan pengamatan kuantitatif menggunakan angka dan ukuran standar.

4 Inferring Menggunakan pengalaman masa lalu

atau sebelumnya mengumpulkan data untuk membuat kesimpulan dan membuat penjelasan peristiwa.


(35)

20 No Aspek Keterampilan

Proses Sains

Keterangan

5 Predicting Menyatakan hasil dari kegiatan yang

akan datang berdasarkan pengetahuan sebeumnya yang diperoleh melalui pengalaman atau data yang dikumpulkan.

6 Communicating Menggunakan kata-kata atau

simbol-simbol grafis seperti tabel, grafik, angka atau model untuk menggambarkan suatu objek atau fenomena.

7 Hypothessing Membuat pernyataan umum tentang

hubungan antara variabel manipulasi dan variabel terikat untuk menjelaskan suatu peristiwa atau observasi . Pernyataan ini dapat diuji untuk menentukan validitasnya.

8 Experimenting Perencanaan dan pelaksanaan untuk

menguji hipotesis tertentu. Kegiatan ini meliputi pengumpulan, menganalisis, dan menafsirkan data dan membuat kesimpulan .

Sumber : Ministry of Education Malaysia (2002: 2) Bedasarkan pemaparan tersebut, peneliti menyimpulkan keterampilan proses sains merupakan keterampilan untuk mengkaji fenomena alam untuk memperoleh pengetahuan/informasi tertentu. Peneliti menentukan keterampilan proses sains dalam penelitian ini meliputi aspek mengamati, menyusun hipotesis, melakukan percobaan/eksperimen, mengumpulkan data, menyimpulkan dan mengkomunikasikan. Peneliti memilih aspek-aspek tersebut karena disesuaikan dengan karakteristik materi yang peneliti pilih yaitu tentang reaksi kimia yang berpotensi memunculkan aspek-aspek tersebut dalam kegiatan pembelajaran.


(36)

21 B. Kajian Keilmuan

1. Analisis Peta Kompetensi Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

Berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), peneliti menyusun analisis peta kompetensi. Anaisis peta kompetensi berdasarkan KTSP disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Peta Kompetensi Pembelajaran Berdasarkan KTSP

Aspek Kimia Fisika

SK 4 Memahami berbagai

sifat dalam

perubahan fisika dan kimia

4. Memahami berbagai sifat dalam perubahan fisika dan kimia

KD 4.4Mengidentifikasi terjadinya reaksi kimia melalui percobaan sederhana

4.1Membandingkan sifat fisika dan sifat kimia zat

Materi Reaksi kimia Sifat fisika dan sifat kimia zat Model

Keterpaduan

Connected

Mentautkan antara kompetensi dasar 4.4 dengan kompetensi dasar 4.1. Kompetensi dasar 4.4 tentang mengidentifikasi reaksi kimia melalui percobaan sederhana memiliki porsi yang lebih dominan dibandingkan dengan kompetensi dasar 4.1 tentang membandingkan sifat fisika dan sifat kimia zat. Simbol


(37)

22 2. Peta Konsep Sifat Materi dan Reaksi Kimia


(38)

23 3. Uraian materi

a. Materi (matter) adalah sesuatu yang menempati ruang dan mempunyai massa. Pada prinsipnya semua materi berada dalam tiga wujud: padat, cair, dan gas. Padatan adalah benda yang rigid (kaku) dengan bentuk yang pasti. Cairan tidak serigid padatan dan bersifat fluida yaitu dapat mengalir dan mengambil bentuk sesuai dengan wadahnya. Gas juga bersifat fluida, tetapi gas dapat mengembang tanpa batas. Materi diidentifikasi dari sifat-sifat dan susunannya yang terdiri dari sifat-sifat fisika dan sifat-sifat kimia (Chang, Raymond 2004: 6).

b. Pengertian sifat fisika dan sifat kimia

1) Sifat fisika adalah sifat yang dapat diamati langsung tanpa mengubah susunan atau identitas suatu zat (Chang, Raymond 2004: 9). Beberpa sifat fisika suatu bahan dapat diobservasi dengan menggunakan indera misalnya melihat warna bentuk suatu benda, menyentuh suatu bahan untuk merasakan teksturnya. Biggs, Alton et.al (2008: 596-597) menjelskan sifat fisika suatu bahan dibedakan menjadi 2 yaitu size

dependent property dan size independent property. Size dependent

property merupakan sifat fisik suatu bahan yang bergantung pada

ukuran objek. Yang termasuk size dependent property antara lain yaitu massa, volume, dan panjang. Size independent property merupakan sifat fisika suatu bahan yang tidak bergantung dengn jumlah bahan/ materi yang diukur. Yang termasuk size independent property antara


(39)

24

lain yaitu densitas, titik leleh, titik didih, kemagnetan, wujud, warna dan bentuk. Berikut penjelasan untuk masing-masing sifat fisika zat a) Wujud Zat

Tiga macam wujud zat yang kita kenal adalah : padat, cair dan gas. Ketiga wujud zat ini dapat berubah dari wujud yang satu menjadi wujud yang lain. Dengan pemanasan, suatu padat akan meleleh dan menjadi cairan. Pemanasan lebi lanjut akan mengubah cairan menjadi gas. Di sisi lain, pendinginan gas akan mengembunkannya menjadi cairan. Pendinginan lebih lanjut akan membuatnya menjadi padat. Beberapa peristiwa perubahan wujud yang kita kenal, yaitu: menguap, mengembun, mencair, membeku, meyublim, dan mengkristal (Chang, Raymond 2004: 6).

b) Kemagnetan

Beberapa materi dapat dideskripsikn dari cara khusus dia berperilaku. Sebagai contoh, ada beberapa bahan yng menarik besi ke arahnya. Bahan-bahan ini dikatakan bersifat magnetik (Biggs, Alton et.al (2008: 597). Berdasarkan sifat kemagnetan, benda digolongkan menjadi dua yaitu benda magnetik dan benda non magnetik. Benda magnetik adalah benda yang dapat ditarik oleh magnet, sedangkan benda non magnetik adalah benda yang tidak dapat ditarik oleh magnet.


(40)

25 c) Titik Leleh dan Titik Didih

Titik leleh dan titik didih termasuk ke dalam size independent

property. Titik leleh merupakan suhu dimana zat padat berubah

menjadi zat cair. titik didih merupakan suhu dimana zat cair berubah menjadi gas (Alton et.al, 2008: 596).

d) Warna

Setiap benda memiliki warna yang berbeda-beda. Warna merupakan sifat fisika yang dapat diamati secara langsung. Warna yang dimiliki suatu benda merupakan ciri tersendiri yang membedakan antara zat satu dengan zat lain

2) Sifat kimia adalah sifat suatu zat yang berhubungan dengan terbentuknya zat jenis baru. Sifat kimia suatu benda antara lain: a) Mudah Terbakar

b) Mudah Busuk c) Mudah Berkarat

d) Reaksi antara logam dan oksigen dapat mengakibatkan benda tersebut berkarat. Logam, seperti : besi dan seng memiliki sifat mudah berkarat.

e) Mudah Meledak

Interaksi zat dengan oksigen di alam ada yang mempunyai sifat mudah meledak, seperti: magnesium, uranium dan natrium (Chang, Raymond 2004: 9).


(41)

26 panas

c. Reaksi Kimia

Menurut Mclaughlin, Charles W, et.al (2005: 632) reaksi kimia adalah perubahan yang terjadi pada satu atau lebih zat yang diubah menjadi zat baru . Zat yang bereaksi disebut reaktan. Zat baru yang dihasilkan disebut produk. Chang, Raymond (2004: 70) menjelaskan reaksi kimia (chemical

reaction) adalah suatu proses dimana suatu zat (atau senyawa) diubah

menjadi satu atau lebih senyawa baru. Hubungan ini dapat ditulis mengikuti: Reaktan Produk d. Persamaan Kimia

Chang, Raymond (2004: 70) persamaan kimia menggunakan lambang-lambang kimia yang digunakan untuk menunjukkan apa yang terjadi saat reaksi kimia berlangsung. Mclaughlin, Charles W, et.al (2005: 632) menjelaskan beberapa lambang kimia yang digunakan dalam persamaan kimia disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11. Lambang/Simbol Kimia

No Lambang/ Simbol Kimia Arti

1  Menghasilkan

2 + Ditambahkan

3 (s) Solid/padat

4 (l) Liquid/cair

5 (g) Gas

6 (aq) Aqueous/larutan

7 Reaktan dipanaskan

Sumber: Mclaughlin, Charles W, et.al et.al (2005: 632) menghasilkan


(42)

27

e. Hukum Lavoisier (Hukum Kekekalan Massa)

Menyatakan bahwa dalam reaksi kimia, materi tidak dapat diciptakan atau dihancurkan, tetapi dapat dikonservasi. Prinsip ini menjadi dikenal sebagai hukum kekekalan massa. Ini berarti bahwa total massa mulai dari semua reaktan sama dengan massa total akhir semua produk (Mclaughlin, Charles W, et.al, 2005: 633).

f. Jenis-Jenis Reaksi Kimia

Jenis jenis reaksi kimia berdasarkan pembentukannya dibedakan menjadi reaksi penggabungan, penguraian dan penggantian (Tillery, Bill W., et al, 2013: 215-216).

1) Reaksi Penggabungan / Reaksi Sintesis

Dalam reaksi sintesis, dua atau lebih zat bergabung untuk membentuk zat lain Rumus umum untuk jenis reaksi ini adalah sebagai berikut :

A B  AB

Reaksi di mana hidrogen membakar oksigen untuk membentuk air adalah contoh dari reaksi sintesis.

2H2(g) + O2(g)  2H2O(g) 2) Reaksi Pengguraian/ Reaksi Dekomposisi

Reaksi dekomposisi merupakan kebalikan dari sintesis. Reaksi dekomposisi terjadi ketika satu zat rusak , atau terurai menjadi dua atau lebih zat. Rumus umum untuk jenis reaksi dapat dinyatakan sebagai berikut :


(43)

28

Kebanyakan reaksi dekomposisi memerlukan penggunaan panas, cahaya, atau listrik. Sebagai contoh, arus listrik dilewatkan melalui air menghasilkan hidrogen dan oksigen seperti ditunjukkan pada

2H2O(l)  2H2O(g) + O2(g) 3) Reaksi Penggantian Tunggal

Reaksi yang terjadi ketika salah satu unsur menggantikan lain unsur dalam suatu senyawa itu disebut - perpindahan tunggal reaksi. Reaksi tunggal perpindahan dijelaskan oleh persamaan umum

A + BC  AC + B.

Persamaan di atas menunjukkan atom A menggantikan atom B untuk menghasilkan molekul baru AC. Contoh reaksi penggantian tunggal yaitu ketika kawat tembaga dimasukkan ke dalam larutan perak nitrat. Karena tembaga adalah logam yang lebih aktif dari pada perak, menggantikan perak, membentuk tembaga biru (II) nitrat. Perak yang tidak larut terbentuk pada kawat (Biggs, Alton, et al.,2008:640)

4) Reaksi Penggantian Ganda

Dalam reaksi penggantian ganda, ion positif satu senyawa menggantikan ion positif yang lain untuk membentuk dua senyawa baru. Reaksi berlangsung jika endapan, air, atau bentuk gas saat dua senyawa ionik dalam larutan digabungkan. Rumus umum untuk jenis reaksi adalah sebagai berikut :


(44)

29

Biggs, Alton, et al. (2008: 640) membagi jenis reaksi kimia berdasarkan perubahan energi yang terdiri dari :

1) Reaksi Eksotermik

Reaksi kimia yang melepaskan energi yang disebut eksotermik. Energi yang dilepaskan dalam bentuk, seperti cahaya atau panas, dilepaskan oleh reaksi. Reaksi eksotermik memberikan sebagian besar daya yang digunakan dalam rumah dan industri . Bahan bakar fosil yang mengandung karbon, seperti batubara, minyak bumi, dan gas alam bergabung dengan oksigen untuk menghasilkan gas karbon dioksida dan energi. Sayangnya kotoran dalam bahan bakar ini, seperti belerang, akan menjadi polutan seperti sulfur dioksida. Sulfur dioksida bereaksi dengan air di atmosfer menghasilkan hujan asam (McLaughlin, et al., 2005: 648).

Reaksi eksotermik banyak terjadi dalam kehidupan sehari-hari antara lain seperti energi yang bekerja pada mobil yang merupakan hasil reaksi antara gasolin dengan oksigen pada mesin mobil. Contoh lain seperti reaksi kimia pada baterai yang bekerja pada iPhone juga menghasilkan energi meskipun dalam hal ini beberapa energi dalam bentuk energi kinetik aliran elektron (Trefil, James & Hazen, R. M., 2010: 213).


(45)

30 2) Reaksi Endotermik

Reaksi kimia membutuhkan lebih banyak energi untuk memutuskan ikatan. Energi yang diserap bisa dalam bentuk cahaya, panas, atau listrik. Listrik sering digunakan untuk memasok energi untuk reaksi endotermik. Misalnya, elektroplating lapisan logam ke permukaan (McLaughlin, et al., 2005: 649). g. Ciri-ciri Reaksi Kimia:

1) Terbentuk gas

Terbentuknya gas dapat menjadi tanda terjadinya reaksi kimia. Gas yang terbentuk dapat terjadi pada reaksi antara cuka dengan baking soda (Biggs, Alton, et al.,2008: 605).

CH3COOH (aq) + NaHCO3 (s)  CO2 (g) +CH3COONa (aq) + H2O(l) 2) Terbentuk endapan

Ketika kita menghembuskan nafas pada air kapur maka akan muncul endapan pada air kapur. Endapan terbentuk pada reaksi antara air kapur dengan gas karbondioksida. Endapan tersebut merupakan endapan CaCO3. Reaksi yang terjadi yaitu:

Ca(OH)2(aq) + CO2(g)  CaCO3 + H2O (l) 3) Terjadi perubahan suhu

Reaksi antara kapur tohor dengan air akan menyebabkan suhu menjadi naik. Hal ini terjadi karena reaksi antara kapur tohor dan air menghasilkan energi. Reaksi yang terjadi yaitu:


(46)

31 4) Terjadi perubahan warna

Perubahan warna dapat terjadi karena reaksi dengan oksigen misalnya, warna permukaan apel yang terbelah jika terkena udara bebas lama-kelamaan menjadi cokelat. Hal ini terjadi karena adanya reaksi dengan oksigen di udara (Biggs, Alton, et al.,2008: 603).

h. Kecepatan Reaksi

Kecepatan reaksi menunjukkan seberapa cepat reaksi itu terjadi. Untuk menentukan kecepatan reaksi kita dapat mengukur seberapa cepat reaktan digunakan atau seberapa cepat produk terbentuk. Sebelum reaksi dimulai, molekul reaktan harus berbenturan atau bertumbukan satu sama lain tumbukan ini memerlukan energi yang cukup kuat. Jumlah minimum energi yang diutuhkan untuk bertumbukan disebut dengan energi aktivasi (Biggs, Alton, et al., 2008: 501).

i. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecepatan Reaksi

Biggs, Alton, et al. (2008: 504) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi antra lain:

1) Suhu

Kenaikan suhu dapat mempercepat laju reaksi karena atom dan molekul selalu bergerak, dan mereka bergerak lebih cepat pada suhu yang lebih tinggi, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2. Molekul pada suhu yang lebih tinggi lebih cepat bertabrakan dengan molekul lain dengan energi yang lebih besar daripada molekul yang lebih


(47)

32

lambat dilakukan, sehingga tabrakan lebih mungkin untuk memberikan energi yang cukup untuk memecahkan ikatan.

Gambar 2. Tumbukan Molekul pada Suhu rendah dan Suhu Tinggi Sumber: Biggs, Alton, et al. (2008: 505)

2) Ukuran partikel

Partikel yang memiliki luas permukaan lebih besar dapat mempercepat laju reaksi karena semakin luas permukaan zat, semakin banyak bagian zat yang saling bertumbukan dan semakin besar peluang adanya tumbukan efektif menghasilkan perubahan, reaksi pun akan berlangsung semakin cepat. (Chang, Raymond, 2003: 45).

3) Konsentrasi

Semakin banyak konsentrasi zat maka antara atom satu dengan yang lain semakin lebih dekat, sehingga semakin besar kesempatan tabrakan antara mereka dan lebih cepat laju reaksi.


(48)

33 4) Katalis

Katalis merupakan suatu zat yang mempercepat reaksi kimia. Reaksi yang menggunakan katalis tidak akan memperbanyak produk melainkan hanya mempercepat terbentuknya produk. C. Hasil Penelitian yang Relevan

Beberapa hasil penelitian yang relevam dengan permasalahan yang diteliti, meliputi:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Wayan Anggraeni (2003: 1) memperoleh hasil bahwa (1) terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis dan pemahaman konsep antara kelompok peserta didik yang belajar dengan strategi pembelajaran inkuiri dibandingkan kelompok peserta didik yang belajar dengan strategi pembelajaran langsung (F=68,151; sig < 0,05); (2) terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis antara kelompok peserta didik yang belajar dengan strategi pembelajaran inkuiri dibandingkan kelompok peserta didik yang belajar dengan strategi pembelajaran langsung (Fhitung=85,601 > FTabel=3,94; sig. < 0,05).

2. Penelitian yang dilakukan oleh Tisngatun Nurocmah (2007: 5) menunjukkan bahwa pembelajaran pendekatan inkuiri dapat meningkatkan kemampuan proses sains peserta didik dan penguasaan konsep pada materi pokok sistem pencernaan pada manusia di SMP N 2 Temon Kulon Progo, hal ini dibuktikan dengan uji t yang diperoleh hasil t hitung 3,732 > 2,000 dan sig.< 0,01.


(49)

34 D. Kerangka Berpikir

Pembelajaran IPA pada hakikatnya sebagai sikap, proses, produk, dan aplikasi Fakta pembelajaran IPA di lapangan

berorientasi pada produk

Keterampilan berpikir kritis dan proses sains kurang berkembang

Keterampilan berpikir kritis Aspek-aspek:

1. Mengidentifikasi masalah 2. Menyusun hipotesis 3. Menganalisis data dan fakta

pendukung

4. Mengaitkan hal lain yang berhubungan dengan masalah 5. Menyusun kesimpulan 6. Mengkomunikasikan

Keterampilan proses sains Aspek-aspek:

1. Mengamati

2. Menyusun hipotesis 3. Melakukan percobaan 4. Mengumpulkan data 5. Menyimpulkan 6. Mengkomunikasikan Pendekatan inkuiri

Tahapan:

1. Orientasi masalah 2. Merumuskan masalah 3. Menyusun hipotesis 4. Melakukan percobaan/

eksperimen 5. Menyimpulkan 6. Mengkomunikasikan

7. Mengembangkan masalah baru

Pendekatan inkuiri terbimbing

Mengembangkan keterampilan berpikir kritis

Pendekatan inkuiri

dibandingkan

Pendekatan inkuiri semi terbimbing

Mengembangkan keterampilan berpikir kritis Mengembangkan keterampilan proses sains Mengembangkan keterampilan proses sains dibandingkan

Gambar 3. Kerangka Berpikir 48


(50)

35

IPA idealnya dibelajarkan sesuai dengan hakikatnya yaitu IPA sebagai sikap, proses, produk dan aplikasi. Namun faktanya di lapangan pembelajaran IPA masih berorientasi pada aspek produk saja. Hal ini mengakibatkan kurang berkembangnya keterampilan berpikir kritis dan keterampilan proses sains peserta didik. Oleh karena itu, untuk dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan keterampilan proses sains peserta didik, diperlukan suatu pendekatan yang dapat melibatkan peserta didik secara aktif dalam mencari tahu tetntang objek dan gejala IPA. Pendekatan yang sesuai dengan tujuan tersebut ialah pendekatan inkuiri.

Pendekatan inkuiri memiliki tahapan pembelajaran yang dapat mengembangkan aspek-aspek keterampilan berpikir kritis dan keterampilan proses sains. Tahapan orientasi masalah dan merumuskan masalah dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis pada aspek mengidentifikasi masalah, tahap menyusun hipotesis dapat mengembangkan aspek menyusun hipotesis pada keterampilan berpikir kritis dan keterampilan proses sains, tahap melakukan percobaan/eksperimen dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis pada aspek menganalisis data dan fakta pendukung dan keterampilan proses sains pada aspek mengamati, melakukan percobaan, dan mengumpulkan data, tahap menyimpulkan dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis pada aspek menyusun kesimpulan dan keterampilan proses sains pada aspek menyimpulkan, tahap mengkomunikasikan dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan keterampilan proses sains pada tahap mengkomunikasikan, dan tahap


(51)

36

mengembangkan masalah baru dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis pada aspek mengaitkan hal lain yang berhubungan dengan masalah.

Pendekatan inkuiri terdiri dari pendekatan inkuiri terbimbing, semi terbimbing dan inkuiri bebas. Namun peneliti hanya memilih untuk menggunakan pendekatan inkuiri terbimbing dan inkuiri semi terbimbing karena mempertimbangkan perkembangan kognitif peserta didik SMP. Sund & Trowbridge (1973: 54) menjelaskan bahwa menurut teori perkembangan kognitif Piaget, peserta didik tingkat SMP berada pada masa transisi dari tahap operasional konkrit (usia 7-11 tahun) menuju tahap operasional formal (usia 11-15 tahhun). Pada tahap ini peserta didik masih membutuhkan bimbingan guru dalam melakukan kegiatan inkuiri. Selanjutnya akan dibandingkan keterampilan berpikir kritis dan keterampilan proses sains peserta didik antara kelas yang menggunakan pendekatan inkuiri terbimbing dan inkuiri semi terbimbing.

Berdasarkan teori yang disampaikan Sund & Trowbridge, peneliti berasumsi bahwa keterampilan berpikir kritis dan keterampilan proses sains peserta didik di kelas yang menggunakan pendekatan inkuiri terbimbing lebih baik daripada keterampilan berpikir kritis dan keterampilan proses sains peserta didik di kelas yang menggunakan pendekatan inkuiri semi terbimbing. Hal ini karena pendekatan inkuiri terbimbing memiliki porsi bimbingan yang lebih besar daripada inkuiri semi terbimbing.


(52)

37 E. Hipotesis

Berdasarkan kerangka berpikir yang telah dikemukakan, maka dalam penelitian ini digunakan hipotesis sebagai berikut :

1. Terdapat perbedaan signifikan keterampilan berpikir kritis antara kelas berpendekatan inkuiri terbimbing dan inkuiri semi terbimbing.

2. Terdapat perbedaan signifikan keterampilan proses sains antara kelas berpendekatan inkuiri terbimbing dan inkuiri semi terbimbing.

3. Keterampilan berpikir kritis kelas berpendekatan inkuiri terbimbing lebih baik daripada kelas inkuiri semi terbimbing.

4. Keterampilan proses sains kelas berpendekatan inkuiri terbimbing lebih baik daripada kelas inkuiri semi terbimbing


(53)

1 BAB III

METODE PENELITIAN A.Jenis dan Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian eksperimental semu. Penelitian eksperimen merupakan penelitian yang dilakukan dengan melakukan manipulasi yang bertujuan untuk mengetahui akibat manipulasi terhadap perilaku individu atau kelompok yang diamati. Manipulasi yang dilakukan dapat berupa situasi atau tindakan tertentu yang diberikan kepada individu atau kelompok, dan setelah itu dilihat pengaruhnya. Kuasi eksperimen dilakukan dengan memberi perlakuan terhadap situasi atau keadaan eksperimen yang ada tetapi tidak memberikan pengendalian secara penuh terhadap faktor-faktor eksternal yang dapat mempengaruhi eksperimen (Latipun, 2006 : 8).

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu non

equivalent control group design dengan menggunakan dua kelas yang terdiri

dari kelas ekperimen-1 dan kelas eksperimen-2. Pada kelas eksperimen 1 akan diberikan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan inkuiri terbimbing, sedangkan pada kelas eksperimen-2 akan mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan inkuiri semi terbimbing. Selanjutnya akan dilihat perbedaan keduanya ditinjau dari keterampilan berpikir kritis dan keterampilan proses sains peserta didik. Desain penelitian disajikan dalam Tabel 12.


(1)

21

2) Jika nilai signifikansi atau nilai probabilitas > 0,05, maka dikatakan bahwa varian antara dua atau lebih kelompok populasi data adalah sama.

Kriteria data dikatakan homogen atau tidak juga dapat dilihat dari nilai lavene statistic atau Fhitung. Apabila Fhitung < Ftabel maka data homogen dan sebaliknya (Setiawan dan Pepen Permana, 2008).

2. Uji Hipotesis

Uji hipotesis dilakukan apabila uji normalitas dan uji homogenitas telah terpenuhi. Uji hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji t (independent t-test). Uji t digunakan untuk mengetahui apakah perbedaan rata-rata keterampilan berpikir kritis dan rata-rata keterampilan proses sains antara kelas berpendekatan inkuiri terbimbing dan semi terbimbing. Untuk mengetahui keterampilan berpikir kritis dan proses sains yang lebih baik antara kelas ekaperimen-1 dan eksperimen-2 dapat dilihat dari nilai rata-ratanya. Hipotesis yang akan diuji peredaannya terlebih dahulu dirumuskan dalam bentuk hipotesis statistik yaitu :

H01 : Tidak ada perbedaan signifikan keterampilan berpikir kritis antara kelas berpendekatan inkuiri terbimbing dan inkuiri semi terbimbing.

Ha1 : Ada perbedaan signifikan keterampilan berpikir kritis antara kelas berpendekatan inkuiri terbimbing dan inkuiri semi terbimbing.


(2)

22

H02 : Tidak ada perbedaan signifikan keterampilan proses sains antara kelas berpendekatan inkuiri terbimbing dan pendekatan inkuiri semi terbimbing.

Ha2 : Ada perbedaan signifikan keterampilan proses sains antara kelas berpendekatan inkuiri terbimbing dan pendekatan inkuiri semi terbimbing.

Uji t ini dilakukan menggunakan program SPSS Version 19 dengan pilihan analisis independent sample t-tes. Data yang digunakan dalam uji t ini yaitu data rasio. Tingkat signifikasi yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan drajat keyakinan 95% dan taraf signifikansi sebesar 5%. Kriteria pengujian pada pengolahan data dilakukan dengan operasi perhitungan, pengujiannya dengan melihat perbandingan antara thitung dengan ttabel dengan kriteria menurut Jonathan Sarwono (2009: 128) adalah:

a. Jika thitung ≤ tTabel maka H0 diterima b. Jika thitung ≥ tTabel maka H0 ditolak

Pengambilan keputusan juga dapat dilakukan denga menyoroti nilai signifikansi (2-tailed). Untuk mengetahui apakah perbedaan rata-rata kedua kelas tersebut signifikan atau tidak maka dilakukan kriteria pengujian dengan rumusan hipotesis menurut Sofyan Yamin (2009: 52) adalah :

a. Jika Sig. < 0,05 maka H0 ditolak b. Jika Sig. > 0,05 maka H0 diterima


(3)

23

3. Analisis Keterlaksanaan Pendekatan Pembelajaran

Analisis keterlaksanaan pembelajaran dengan pendekatan inkuiri terbimbing dan inkuiri semi terbimbing diperoleh melalui pengamatan yang dilakukan seorang observer. Data keterlaksanaan pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran dilihat dari kegiatan guru dan peserta didik di setiap pertemuan sebanyak tiga pertemuan. Analisis keterlaksanaan pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran menggunakan persamaan berikut:

%

Presentase keterlaksanaan selanjutnya diubah menjadi data kualitatif dengan menggunakan kriteria seperti pada Tabel 20.

Tabel 20. Persentase Keterlaksanaan Pembelajaran

No Persentase (%) Kategori

1. 80 ≤ X ≤ 100 Sangat Baik 2. 60 ≤ X ≤ 80 Baik

3. 40 ≤ X ≤ 60 Cukup 4. 20 ≤ X ≤ 40 Kurang

5. 0 ≤ X ≤ 20 Sangat Kurang (Sumber: Eko Putro Widoyoko, 2009: 242)


(4)

135

DAFTAR PUSTAKA

Angelo, Thomas A. & Cross, Patricia (1995). Classroom Assessment Techniques:

A Handbook for College Teachers, 2nd edition.

Asri Widowati. (2010). Pengembangan Critical Thinking melalui Penerapan Model PBL (Problem Based Learning) dalam Pembelajaran Sains. Jurnal

Majalah Ilmiah Pembelajaran, 1 (2010).

Asri Widowati. (2011). Pengembangan Critikal Thinking Mahasiswa Melalui Penerapan Pendekatan Inquiry pada Mata kuliah Pendidikan Sains.

Majalah Ilmiah Pembelajaran, Nomor 1 Volume 7 Mei 2011

Azman Kasim, dkk.. (2012). Proceedings of the International Conference on Science, Technology and Social Sciences (ICSTSS). Singapura. Springer Biggs, Alton, et al.. (2008). Science Level Blue. Ohio: McGraw-Hill.

Biggs, Alton, et al.. (2008). Science Level Green. Ohio: McGraw-Hill.

Bronnstetter, Ronald. (1998). Inquiry: learning from the past with an eye on future. Journal of Science Education [Versi tronik], Number 1, Volume 3. Carin, A.A. & Sund, R.B. (1993). Teaching Science Through Discovery-7ed. New

York: Macmillan Publishing Company.

Chang, Raymond. (2004). Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti Jilid 1 Edisi Ketiga. Jakarta; Erlangga.

Christensen, Marvin. (1995). Critical Issue: Providing Hands-On, Minds-On, and

Authentic Learning Experiences in Science. www.ncrel.org. Diakses pada

tanggal 23 Februari 2016.

Colburn, Alan. (2000). An inquiry primer. Diambil pada tanggal 24 Deseember 2015, dari www. nsta.org/main/news/pdf/ss003_42.pdf#.

Collette, A. T. & Chiappetta, E. L. (1994). Science Instruction in The Middle And

Secondary Schools. NewYork: Macmillan.

Curiculum of Malaysia. (2002). Integrated Curriculum for Secondary Schools. Malaysia: Curriculum Development Centre Ministry of Education Malaysia

Diah Ristanti. (2014). Pengembangan LKPD IPA Terpadu Berbasis Pendekatan

Modified Free Inquiry Pada Tema Pemanasan Global untuk

Meningkatkan Keterampilan Proses IPA. Skripsi. Universitas Negeri Yogyakkarta

Eko Putro Widoyoko. (2012). Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Evi Nupita. (2013). Penerapan Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Dan Keterampilan Pemecahan Masalah IPA.

Skripsi. Universitas Negeri Surabaya

Gulo, W. (2008). Strategi Belajar-Mengajar. Jakarta: Gramedia Widiaswara Haury dan Rillero. (1994). Perspectives of Hands-On Science Teaching. Ohio:

Educational Resources Information Center (ERIC)-The Ohio University. Jonathan Sarwono. (2009). Statistik Itu Mudah: Panduan Lengkap Untuk Belajar


(5)

136

Kana Hidayati. (2006). Panduan Penggunaan ITEMAN diunduh dari http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/kana-hidayati-mpd/gambaran-umum-iteman.pdf pada tanggal 26 November 2015 Kementerian Pendidikan Nasional. (2010). Rencana Strategi Pendidikan. Jakarta :

Kemendiknas

Kholilurrohman.(2013). Pengaruh Pendekatan Modified Free Inquiry terhadap Keterampilan Proses dan Sikap Ilmiah Peserta Didik. Tesis. Tidak dipublikasikan. Universitas Negeri Yogyakarta

Kilbane, Clare R. dan Milman, Natalie B. (2014). Teaching Models Designing

Instrucstion for 21st Century Learners. Amerika: Pearson Education

Kurfiss, J. G. (1988). Critical thinking: theory, research, practice, and possibilities. ASHE-ERIC Higher Education Research Report No. 2. Washington, DC: The George Washington.

Kuslan, L.I & A.H. Stone. (1969). Teaching Children Science: an Inquiry

Approach. California: Wadsworth Publishing Company.

Latipun. (2006). Psikologi Eksperimen Edisi Kedua. Malang : UMM Press

Lau, Joe & Jonathan Chan. (2009). About critical thinking. Modul [Versi Tronik]. Diambil pada tanggal 20 Desember Mei 2015, dari http://creativecommons.org.

Lilis Rahmawati. (2012). Pembelajaran IPA dengan Metode Eksperimen Menggunakan Pendekatan Home dan Clasroom Science Process Skill Ditinjau dari Sikap Ilmiah dan Rasa Ingin Tahu. Tesis. Tidak dipublikasikan. Universitas Sebelas Maret

Lina Arfiani dkk.. (2014). Penerapan Metode Inkuiri Terbimbing untukMeningkatkan Keterampilan Proses SainsDan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas X IPA 6 SMAN 10 Malang. Jurnal Online Universitas

Negeri Malang, 2(2)

Llywellyn, Douglas. (2011). Differentiated Science Inquiry. Calif: Corwin Press Martin, R. et al. (2005). Teaching science for all children-inquiry methods for

constructing understanding. Boston: Pearson.

McLaughlin, Charles W., Thompson, Marilyn. (2005). Physical Science. New York: Glencoe/McGrew-Hill

Mulyasa, Enco. (2005). Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran

Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: Rosdakarya.

Nana Sudjana.(1996). Cara Belajar siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo

National Research Council’s . (2000). Inquiry and the National Science Education Standards A Guide for Teaching and Learning. Washington, D.C. :

National Academy Press

National Research Council’s. (1996). National Science Education Standards. Washington, DC: The National Academy Press.

Norris, S & Ennis R. (1989). Evaluating Critical Thingking. Journal of Educaional Mesurement, 28 (4), 355-357.

Patta Bundu. (2006). Penilaian Ketrampilan Proses dan Sikap Ilmiah Dalam


(6)

137

Rezba et al.. (2007). Science Process Skills.United States: Kendall/Hunt PublishingCompany.

Sabar Nurohman. (2008). Improving Thinking Skills Through Constructivistic Science Learning in Sekolah Alam. Jurnal Penelitian dan Evaluasi

Pendidikan, Nomor 1, Tahun XI, 2008.

Saifuddin Azwar. (2003). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Sofyan Yamin dan Heri Kurniawan. (2009). Teknik Analisis Statistik Terlengkap

dengan Softwere SPSS. Jakarta: Salemba Infotek

Sugiyono. (2012). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif, dan R&D. Bandung: ALFABETA.

Sugiyono.(2009). Metode Penelitian Pendidikan.Bandung: Alfabeta

Suharsimi Arikunto. (2001). Dasar Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bina Aksara.

Suharsimi Arikunto. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek

Eedisi Revisi V. Jakarta: Rineka Cipta

Suharsimi Arikunto. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Sund, Robert B. & Leslie W. Trowbridge. (1973). Teaching Science By Inquiry in

The Secondary School. Second edition. London: Charles E. Merrill

Publishing Company.

Syofian Siregar. (2010). Statistika Deskriptif untuk Penelitian. Jakarta: Rajawali perss.

Tillery, B. W., et al.. (2013). Integrated Science Sixth Edition. New York: The McGraw-Hill Companies

Tisngatun Nurocmah. (2007). Pengaruh Pendekatan Inkuiri Terhadap Peningkatan Keterampilan Proses Sains Siswa dalam Proses Pembelajaran IPA Biologi Pada Materi Pokok Sistem Pencernaan Pada Manusia. Skripsi. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.

Trefil, James & Hazen, Robert M. (2010). The Science An Integrated Approach

Sixth Edition. Hoboken New Jersey: John Wiley and Sons Pte Ltd.

Trowbridge, Leslie W. & Rodger Bybee. (1986). Becoming a secondary school

science teacher. Columbus: Merril Publishing Company.

Washington State University. (2006). Critical Thinking Rubrik. Center for Teaching, Learning, & Technology at Washington State University

Wayan Anggraeni. (2003). Implementasi Strategi Pembelajaran Inkuiri Terhadap

Kemampuan Berpikir Kritis dan Pemahaman Konsep IPA Siswa SMP. Journal Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha, 2013 (3)


Dokumen yang terkait

Perbedaan Keterampilan Proses Sains Antara Siswa Yang Menggunakan Model Pembelajaran Inkuiri Terstruktur Dengan Siswa Yang Menggunakan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Pada Konsep Fotosintesis (Kuasi Eksperimen Di Mts. Nurul Falah Sangiang Kota Tange

10 36 212

Perbedaan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi antara Siswa yang Menggunakan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing dan Inkuiri Bebas pada Konsep Jamur

0 7 303

Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Terhadap Keterampilan Proses Sains Siswa pada Materi Laju Reaksi

1 49 0

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING DAN KREATIVITAS TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA.

0 6 31

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMA.

0 1 27

KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMA PADA PEMBELAJARAN TERMOKIMIA MENGGUNAKAN MODEL INKUIRI TERBIMBING.

0 9 36

PENGEMBANGAN KETERAMPILAN BERPIKIR LOGIS DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING PADA MATERI SISTEM KOLOID.

3 12 44

PENGEMBANGAN MODUL KIMIA BERBASIS INKUIRI TERBIMBING PADA MATERI LARUTAN PENYANGGA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA KELAS XI IPA SMA.

3 4 17

EFEKTIVITAS LKS INKUIRI TERBIMBING MATERI TEKANAN UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA

0 0 10

PENGARUH IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING KOOPERATIF JIGSAW TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMP

0 1 8