Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Wacana Kapitalisme Dalam Film The Hunger Games (Analisis Wacana Kritis) T1 362009073 BAB II

(1)

BAB II KAJIAN TEORI

Pada latar belakang telah di paparkan bahwa film ini terkesan mengandung praktik-praktik kuasa khususnya dalam industri media. Pada bab II akan dijelaskan mengenai konsep, teori yang digunakan dan teori pendukung terkait dengan proses analisis pada film The Hunger Games.

2.1 Kapitalisme

Kapitalisme merupakan suatu paham atau ideologi yang meyakini bahwa pemilik modal bisa melakukan usahanya untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya. Beberapa ahli meneliti sistem ini berlaku sejak abad 16 di Eropa, dimana individu atau kelompok bertindak sebagai suatu badan tertentu yang dapat memiliki maupun melakukan perdagangan benda milik pribadi, terutama barang modal, tanah dan manusia guna proses perubahan dari barang modal ke barang jadi.1

Saat ini, kapitalisme telah memasuki setiap aspek kehidupan, bukan saja ekonomi, tetapi juga politik, sosial, budaya dan lainnya. Dengan semangat akumulasi modal, kapitalisme telah menjadi kekuatan dominan dengan liberalisasi perdagangan. Dalam hal ini, pasarlah yang akan menentukan nasib sebuah produk atau apapun itu. Para pekerja, buruh atau kaum proletar dalam sistem kapitalisme adalah pihak-pihak yang lose of control atas hasil dan nilai kerjanya.

Ajaran Marxist merupakan salah satu yang paling berpengaruh dan memberikan jalan bagi analisis media untuk menganalisis masyarakat dan institusi-institusinya (Berger, 2000, p. 39). Prinsip dasar dari Marxist, seperti alienasi, materialisme, kesadaran palsu, konflik kelas dan hegemoni. Marx sebagai “basis”, merepresentasikan sistem ekonomi yang ditemukan pada masyarakat. Sistem ekonomi ini, atau mode produksi, mempengaruhi dalam cara yang rumit dan mendalam “suprastruktur” atau institusi-institusi dan nilai-nilai dari masyarakat.

1 Kapitalisme oleh Novita Ayu Hapsari (Universitas Sebelas Maret)


(2)

Dalam hal ini kapitalisme tidak hanya sebagai sebuah sistem ekonomi tetapi juga sesuatu yang mempengaruhi sikap-sikap, nilai-nilai, tipe-tipe kepribadian dan budaya secara umum.

Dalam kritik oleh Marx, sistem kapitalisme telah mengakibatkan ketimpangan yang luar biasa, karena alat produksi dikuasi oleh kaum borjuis. Sementara kaum proletar, yang merupakan kaum mayoritas sama sekali tidak mempunyai otonomi atas alat produksi. Hal ini yang menjadikan kaum pekerja atau proletar teralienasi dari pekerjaannya sendiri dan bahkan lingkungan sosialnya.

Ideologi kapitalis sendiri memandang bahwa kepemilikan swasta atas modal merupakan hak yang tidak dapat dicabut dan mendasarkan keputusan ekonominya atas kepentingan pribadi. Dalam situasi ini, konsumen digiring untuk membeli barang dan jasa yang mereka tawarkan. Kaum kapitalis dan produsenlah yang menentukan barang dan jasa mana yang diinginkan konsumen.

Kapitalisme juga dianggap telah menebarkan kesadaran palsu melalui penanaman ideologi dominan yang membuat masyarakat terlena. Kaum borjuis menanamkan kesadaran-kesadaran yang tidak utuh atau keyakinan-keyakinan yang sebenarnya mitos kepada kaum proletar. Tujuannya, agar kaum proletar tetap berada dalam keterpinggirannya, sementara kaum borjuis selalu dalam status quo kekuasaannya. Kesadaran palsu itu diterapkan serta diselundupkan sedemikian rupa, sampai-sampai objek dari penanaman kesadaran palsu itupun tidak sadar bahwa mereka sebenarnya telah dininabobokan. Situasi ini disebut Antonio Gramci, “Kelas

penguasa melakukan hagemoni atas kelas bawah”. Kelas penguasa akan melakukan

kontrol dan dominasi terhadap kelas bawah untuk mempertahankan kekuasaannya. Penulis akan menggunakan konsep Kapitalisme Karl Marx untuk menggolongkan bentuk kapitalisme yang terdapat dalam film The Hunger Games karena konsep Kapitalisme Karl Marx dianggap penulis mendekati dengan bentuk-bentuk praktik kuasa yang terkesan ada dalam film tersebut.


(3)

2.2 Kekuasaan dan Ilmu Pengetahuan (Michel Foucault)

Michael Foucault adalah seorang filsuf aliran post-strukturalis yang kajiannya adalah mengenai kekuasaan. Konsep kekuasaan Foucault dipengaruhi oleh Nietzsche, terutama sekali hubungan antara kekuasaan dan ilmu pengetahuan (Smith, 2004). Menurut Foucault, kuasa ada dimana-mana dan muncul dari relasi-relasi antara berbagai kekuatan, terjadi secara mutral dan tidak bergantung dari kesadaran manusia. Kekuasaan hanyalah sebuah strategi yang berlangsung dimana-mana dan disana terdapat sistem, aturan, susunan dan regulasi. Kekuasaan ini tidak datang dari luar, melainkan kekuasaan menentukan susunan, aturan dan hubungan-hubungan dari dalam dan memungkinkan semuanya terjadi. (Foucault, 2000:144)

Pandangan Foucault tentang kekuasaan terdapat dalam teori Genealogi Kekuasaan. Genealogi Foucault memfokuskan tentang asal usul (dalam kondisi sejarah yang konkret) dan (terutama keterpurukan) perkembangan rezim-rezim kekuasaan / ilmu pengetahuan.

Pengetahuan yamg dimaksud oleh Foucault bahwa di dalam satu masyarakat, peristiwa-peristiwa berbeda (misalnya praktik bahasa), badan pengajaran yang berbeda, gagasan filsafat, opini sehari-hari, berbagai institusi, praktik komersial, penggunaan ruang dan objek, serta penggunaan tubuh- semua berlandaskan pada pengetahuan implisit yang sifatnya khusus pada masyarakat tersebut (Piliang, 2003, p. 107).

Dalam hal ini, Foucault juga memahami sebuah diskursus bukan hanya melingkupi tanda-tanda dan semiotika, akan tetapi ia lebih dari sekedar sistem penandaan atau semiotika. Terdapat relasi lainnya yang melekat pada diskursus diluar penandaan. Salah satu relasi yang penting adalah relasi kekuasaan bahwa dibalik pengucapan atau pengungkapan, dibalik pengaturan ruang dan objek, dibalik penggunaan tubuh dan kesenangan, terdapat bentuk kekuasaan (-kekuasaan) tertentu yang beroperasi yang menentukan eksistensi dan bentuknya (Piliang, 2003, p. 109).

Foucault mengidentifikasikan 4 (empat) dominan diaman diskursus terutama sekali dianggap membahayakan, yaitu politik (kekuasaan), seksualitas (hasrat), kegilaan dan secara umum apa yang dianggap benar dan palsu. Melalui Genealogis


(4)

dapat dilihat “bagaimana rangkaian diskursus dibentuk, meskipun melalui, atau dengan tujuan pembatasan sistem ini: apa yang menjadi norma tertentu masing-masing, dan bagaimana sebuah kondisi muncul dan tumbuh dengan variasinya” (Foucault, 1971/1976, p. 232). Dengan ini terlihat relasi kekuasaan apa yang ada di baliknya.

Di dalam analisisnya, Foucault menitikberatkan pada diskursus pinggiran (periphery) ketimbang pada kekuasaan, pada kawasan dimana kekuasaan menjangkau sisi terjauh individu, menyentuh tubuh mereka, menyisipkan dirinya ke dalam tindakan dan sikap mereka, diskursus mereka, proses belajar, kehidupan sehari-hari mereka.

Dengan demikian, kekuasaan tidak hanya beroperasi disekitar partai politik, kantor kementrian, kekuasaan militer, akan tetapi ia menyentuh tubuh, ia menampakan dirinya pada ruang dan bangunan tempat kita tinggal dan objek yang kita gunakan. Kekuasaan adalah relasi yang dibentuk dan disebarluaskan melalui banyak saluran, dan cara yang kadang-kadang bersifat kontradiktif, dan penuh persaingan serta pada umumnya tumpang tindih. Kekuasaan yang dimaksud Foucault adalah kekuasaan yang bersifat produktif- kekuasaan yang menghasilkan dan menyebabkan munculnya objek-objek pengetahuan baru (Piliang, 2003, p. 111). Dengan demikian kekuasaan dan pengetahun tidak dapat dipisahkan, keduanya saling memberikan efek satu sama lain. Kekuasaan yang berasal dari daerah marginal, menurut Foucault, tidak lagi mempunyai konotasi negatif sebagai salah satu media representatif, sebaliknya ia mempunya efek positif, karena ia menghasilkan sesuatu – ia menghasilkan kesenangan, memproduksi pengetahuan dan memlipatgandakan diskursus itu sendiri dalam masyarakat. Sifat produktif seperti ini yang manjadikan kekuasaan semakin kokoh dianggap baik dan diterima dengan senang hati (Piliang, 2003, p. 112). Dalam penelitian ini juga akan


(5)

membahas tentang konsep Panopticon2 sebagai salah satu praktik kapitalis dalam mengawasi kaum proletar.

2.3 Media Massa

Jalaludin Rakhmat telah merangkum beberapa definisi media massa yaitu diartikan sebagai jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen dan anonim melalui media cetak atau elektronik, sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat (Rakhmat, 1994, p. 189).

Media dalam komunikasi ini menunjuk pada media cetak (koran,majalah, tabloid) dan media elektronik (radio, televisi, internet). Kini televisi merupakan media dominan komunikasi massa diseluruh dunia, dan sampai sekarang masih terus berkembang (Effendy, 1986, p. 21). Selanjutnya muncul media baru yang juga dianggap sebagai seni yaitu film. Walaupun hampir sama dengan televisi, namun munculnya film dianggap sebagai media yang unik karena mampu memberikan pengalaman dan perasaan yang spesial kepada penonton / khalayak.

2.4.1 Film

Film merupakan salah satu bentuk media massa, seperti halnya pada Televisi, radio, cetak dan internet. Untuk dapat menyampaikan pesan yang efektif dan dapat menarik minat penonton. Hampir sama seperti TV salah satu karakteristik film adalah terletak pada Audio visualnya.

Film lahir sebagai penemuan teknologi. Dua bersaudara Lumiere (Prancis) menampilkan teknologi proyeksi gambar bergerak (1895) dan sejak saat itu dunia mengenal media baru bernama film. Slamet Rahajo mengatakan bahwa film merupakan medium Ekspresi.3 Pada pembuatannya mencerminkan pola pikir dan gaya hidup masyarakat pembuatnya. Dengan kata lain, film

2 Sebuah mekanisme yang didalamnya terdapat relasi orang yang mengawasi/yang diawasi, yang

menimbulkan kesadaran dikontrol secara terus menerus, untuk memperlihatkan berfungsinya sebuah kekuasaan.

3 Apa itu Film? Oleh Slamet Raharjo http://id.scribd.com/doc/29025055/Apa-Itu-Film diakses pada


(6)

merupakan medium ekspresi yang dikemas dengan selera seni yang indah dan memikat.

Menurut Ron Mottram, film memiliki 3 fungsi yaitu: fungsi artistik, industrial dan komunikatif (Subandy, 2011, p. 190). Sebagai seni sejumlah film memiliki fungsi narasi karena menghadirkan suatu rangkaian peristiwa yang saling berkaitan secara kasual yang mengkonstruksi sebuah kisah. Sedangkan non-narasi adalah mengorganisasikan materinya untuk fungsi yang bersifat informasional,retoris atau murni estetika.

Sebagai industri, film adalah bagian dari produksi ekonomi suatu masyarakat dan ia dipandang dalam hubungannya dengan produk-produk lainnya. Sebagai komunikasi, film merupakan bagian penting dari sistem yang digunakan oleh para individu dan kelompok untuk pengirim dan menerima pesan. Saat ini ketiga fungsi itu amat menonjol dalam proses penciptaan sebuah karya sinematografi. Ketiga fungsi itu juga saling berhubungan dan tertanam dalam konteks budaya, ekonomi dan teknologi dalam arti yang seluas-luasnya.

2.4.2 Reality Show

Penulis sengaja memasukan konsep mengenai reality show karena dalam film yang akan dibahas akan menampilkan praktik kuasa dalam media melalui tayangan Reality Show. Reality Show merupakan salah satu program televisi yang menampilkan suatu realitas kehidupan sehari-hari seseorang, disiarkan melalui televisi sehingga bisa dilihat oleh masyarakat luas. Reality show bukan hanya mengekspos kehidupan orang, tetapi juga ajang kompetisi, bahkan menjahili orang (Widyaningrum dan Christiastuti, Agustus, 2004)

Dampak positif yang diberikan tayangan reality show yaitu seperti memaparkan gambaran realitas baik dan buruk yang terjadi di masyarakat sehingga dapat dijadikan pembelajaran, memperkaya informasi, tebuka, lebih berhati-hati dan sebagainya. Sedangkan dampak negatif dari reality show adalah adanya indikasi kebohongan, melebih-lebihkan, melanggar privasi seseorang


(7)

(kamera pengintai/ CCTV) dan terkadang mengenyampingkan moral, serta bersifat kontroversi.

Dalam penyajiannya acara reality show dibagi menjadi 34, yaitu :

1. Docusoap (Dokumenter dan Soap Opera) yaitu gabungan rekaman asli

dan plot. Disini penonton dan kamera menjadi pengamat pasif dalam mengikuti orang-orang yang sedang menjalani kegiatan sehari-hari mereka, baik yang profesional maupun yang pribadi. Dalam hal ini produser menciptakan plot sehingga enak ditonton oleh pemirsa. Para kru dan proses editing menggabungkan setiap kejadian sesuai dengan yang mereka inginkan sehingga akhirnya terbentuk cerita yang disiarkan tiap episode.

2. Hidden Camera yaitu sebuah kamera tersembunyi merekam orang-orang

dalam situasi yang sudah di-set.

3. Reality Game Show, yaitu sejumlah konstestan yang direkam secara

intensif dalam suatu lingkungan khusus guna bersaing memperebutkan hadiah. Fokus dari acara ini yakni para kontestan menjalani kontes dengan tipu muslihat sampai reaksi yang menang dan yang kalah (Harmandini, September, 2005)

2.4 Analisis Wacana

2.4.1 Pengertian Wacana (ciri dan sifat)

Dalam buku Metode Analisis Teks dan Wacana dijelaskan bahwa ‘Wacana‟ (discourse) berasal dari bahasa latin discurre (mengalir kesana kemari) dari nominalisasi kata discursus („mengalir secara terpisah‟ yang ditransfer maknanya menjadi terlibat dalam sesuatu atau member informasi tentang sesuatu‟) (Titscher & Tim, 2009, p. 42)

Dalam buku tersebut, Vaas menjelaskan makna „wacana‟ sebagai berikut:

4 Definisi Reality Show http://id.scribd.com/doc/29480330/Beberapa-Definisi-Reality-Show diakses


(8)

1. Secara umum: tuturan, percakapan, diskusi

2. Penyajian diskursif sederet pemikiran menggunakan serangkaian pernyataan 3. Serangkaian pernyataan atau ujaran, sederet pernyataan

4. Bentuk sebuah rangkaian pernyataan / ungkapan; yang dapat berupa arkeologi: wacana ilmiah, puitis, dan religious

5. Perilaku yang diatur kaidah yang menggiring kearah lahirnya serangkaian atau sistem pernyataan-pernyataan yang saling terkait (berbagai bentuk pengetahuan) (kedokteran, psikologi, dan sebagainya)

6. Bahasa sebagai sesuatu yang dipraktikan; bahasa tutur 7. Bahasa sebagai suatu totalitas; seluruh bidang linguistik

8. Mendiskusikan dan mempertanyakan kriteria validitas dengan tujuan menghasilkan konsensus di antara peserta wacana

Pada prisipnya, karena terdapat intertekstualitas maka tidak ada titik awal objektif dan titik akhir yang jelas karena setiap wacana terikat dengan banyak wacana-wacana yang lain.

Michel Foucault memahami wacana bukan hanya serangkaian kata atau proposisi dalam teks, melainkan sesuatu yang memproduksi yang lain (sebuah gagasan, konsep atau efek). Wacana adalah suatu bahasa yang lengkap didalamnya terdapat konsep, opini, gagasan pikiran dan ide. Wacana adalah sebuah teori intepretatif, yakni mengandung muatan pemikiran yang fokus pada persoalan makna dan penafsiran.

2.4.2 Analisis Wacana Kritis

Analisis wacana terutama berhubungan dengan studi mengenai bahasa atau analisis linguistik, analisis wacana tidak berhenti pada aspek tekstual tetapi juga konteks dan proses produksi dan konsumsi suatu teks, bagaimana bahasa bisa diproduksi dan ideologi dibaliknya. Terdapat tiga pandangan dalam analisis wacana, yaitu pandangan positivism-empiris, konstruktivisme dan kritis. Dalam


(9)

penelitian ini cenderung menggunakan pandangan kritis, atau disebut Analisis Wacana Kritis.

Tujuan analisis wacana kritis adalah menjelaskan dimensi linguistik- kewacanaan fenomena sosial dan kultural dan proses perubahan dalam modernitas terkini. Dalam analisis wacana kritis, wacana merupakan bentuk praktik sosial yang menyususn dunia sosial lainnya (Jorgensen, 2007, p. 117), serta memandang bahasa selalu terlibat dalam hubungan kekuasaan, terutama dalam membentuk subjek serta berbagai tindakan representasi yang terdapat di masyarakat. Oleh sebab itu, analisis wacana kritis menganalisis bahasa tidak saja dari aspek kebahasaan, tetapi juga menghubungkannya dengan konteks (Kondisi sosial).

Konteks yang dimaksud adalah untuk tujuan dan praktik tertentu termasuk di dalamnya praktik kekuasaan. Misalnya dalam wacana film memunculkan pencerminan ideologi feminis, patriarki, kapitalis dan sebagainya. Intinya analisis wacana kritis adalah studi tentang struktur pesan dalam komunikasi dan ingin melihat makna yang tersembunyi dari suatu teks. Dasar analisis wacana kritis adalah intepretasi bahwa setiap teks dimaknai secara berbeda dan menekankan bahwa wacana adalah juga bentuk interaksi (Eriyanto, 2001, p. xv).

Analisis wacana yang menggunakan pendekatan kritis memperlihatkan keterpaduan: (a) analisis teks; (b) analisis proses, produksi, konsumsi, distribusi teks; serta (c) analisis sosiokultural yang berkembang di sekitar wacana itu (Fairclough, 1987, p. 98).

2.4.3 Karakteristik Analisis Wacana Kritis

Di dalam analisis wacana kritis, wacana tidak dipahami semata-mata sebagai studi bahasa, melainkan juga menghubungkan dengan konteks. Bahasa digunakan untuk melihat ketimpangan kekuasaan dalam masyarakat. Berikut ini disajikan karakteristik penting dari analisis wacana kritis yang disarikan oleh Eriyanto dari tulisan Van Dijk, Fairclough, dan Wodak. (Eriyanto, 2001, pp. 7-14).


(10)

a. Tindakan

Prinsip pertama, wacana dipahami sebagai sebuah tindakan (Action). Dengan pemahaman semacam itu, wacana diasosiasikan sebagai bentuk interaksi. Wacana dipandang sebagai sesuatu yang bertujuan, seperti untuk mempengaruhi, mendebat, membujuk, menyanggah, bereaksi dan sebagainya. Terdapat maksud tertentu, baik besar maupun kecil. Oleh karenanya, wacana dipahami sebagai sesuatu yang diekspresikan secara sadar, terkontrol, bukan sesuatu yang diluar kendali atau dieskpresikan di luar kesadaran.

b. Konteks

Analisis wacana kritis mempertimbangkan konteks wacana, seperti latar, situasi, peristiwa dan kondisi. Pandangan Cook mengatakan, analisis wacana juga memeriksa konteks dari komunikasi : siapa yang mengkomunikasikan dengan siapa dan mengapa; dalam jenis khalayak dan situasi apa; melalui medium apa; bagaimana perbedaan tipe dari perkembangan komunikasi; dan hubungan untuk setiap masing-masing pihak.5 Cook menyebut ada tiga hal yang sentral dalam pengertian wacana, yaitu: teks, konteks dan wacana.

Teks adalah semua bentuk bahasa, bukan hanya kata-kata yang terletak di lembar kertas, melainkan juga semua jenis ekspresi komunikasi, ucapan, musik, gambar, efek suara, citra dan sebagainya. Konteks memasukan semua situasi dan hal yang berada diluar teks dan mempengaruhi pemakaian bahasa, seperti partisipan dalam bahasa, situasi dimana teks tersebut diproduksi, fungsi yang dimaksudkan, dan sebagainya. Kemudian wacana dimaknai sebagai teks dan konteks secara bersama-sama.

c. Histori

Salah satu aspek yang penting untuk bisa mengerti suatu teks adalah dengan menempatkan wacana tersebut sesuai dengan konteks historisnya.

5 The main focus of discourse analysis in on language, it is not concern with language alone. It also

examine the context of communication: who is communicating with whom and why; in what condition of society and situation, through what medium; how different types of communication envolved, and their relationship to each other. Lihat Guy Cook, The Discourse of Advertising, London and New York, Routledge, 1994, hlm.1.


(11)

Pemahaman menganai wacana teks hanya dapat diperoleh apabila kita dapat memberikan konteks historis dimana teks tersebut dibuat. Oleh karena itu, pada waktu melakukan analisis diperlukan suatu tinjauan untuk mengerti mengapa wacana yang berkembang atau dikembangkan seperti itu, mengapa bahasa yang digunakan seperti itu dan lainnya.

d. Kekuasaan

Di dalam Analisis wacana kritis juga dipertimbangkan elemen kekuasaan

(power) di dalam analisisnya. Setiap wacana yang muncul, dalam bentuk teks,

percakapan atau apapun, tidak dipandang sebagai suatu yang alamiah, wajar, dan netral tetapi merupakan bentuk pertarungan kekuasaan. Konsep kekuasaan adalah salah satu kata kunci hubungan antara wacana dan masyarakat.

Analisis wacana kritis tidak membatasi diri pada detail teks atau struktur wacana saja, tetapi juga menghubungkannya dengan kekuatan dan kondisi sosial, politik, ekonomi dan budaya tertentu. Aspek kekuasaan tersebut perlu dikritisi untuk mengamati hal-hal yang tersembunyi. Kekuasaan, hubungannya dengan wacana ialah sebagai suatu kontrol. Satu orang atau kelompok mengontrol orang atau kelompok lain melalui wacana. Kontrol yang dimaksud dalam konteks ini tidak harus selalu dalam bentuk fisik dan langung, tetapi juga secara mental dan psikis. Kelompok yang dominan mungkin membuat kelompok lain bertindak sesuai dengan yang diinginkannya.

e. Ideologi

Ideologi memiliki dua pengertian yang bertolak belakang. Secara positif, ideologi dipersepsikan sebagai suatu pandangan dunia (worldview) yang menyatakan nilai kelompok sosial tertentu untuk membela dan memajukan kepentingan-kepentingan mereka. Secara negatif, ideologi dilihat sebagai suatu kesadaran palsu, yaitu suatu kebutuhan untuk melakukan penipuan dengan cara memutarbalikan pemahaman orang mengenai realitas sosial (Sobur, 2004, p. 61)

Ideologi merupakan konsep yang sentral dalam analisis wacana yang bersifat kritis. Hal tersebut karena teks, percakapan dan lainnya adalah bentuk dari suatu praktik ideology atau pencerminan dari ideologi tertentu. Salah satu


(12)

strategi utamanya ialah dengan membuat kesadaran kepada khalayak bahwa itu diterima secara taken for granted. Wacana dalam pendekatan ini dipandang sebagai medium oleh kelompok yang dominan, untuk mempersuasi dan mengkomunikasikan kepada khalayak produsi kekuasaan dan dominasi yang mereka miliki, shingga tampak sah dan benar.

2.4.4 Norman Fairclough

Analisis Wacana digunakan untuk membongkar praktik kuasa dalam suatu wacana, diantaranya Analisis Wacana Kritis oleh Fairclough. Pendekatan Norman Fairclough menekankan peran aktif wacana dalam mengkonstruksi dunia sosial, juga menggambarkan sisa-sisa marxisme yang lebih tradisional. Bidang utama yang menarik dalam analisis wacana kritis yang dikemukakan Fairclough adalah penyelidikannya terhadap perubahan. (Marianne, 2007:13) Fairclough memusatkan pada persoalan melalui konsep anatartekstualitas- yakni, bagaimana teks individu bergantung pada unsur-unsur dan wacana teks lain.

Pendekatan Fairclough intinya menyatakan bahwa wacana merupakan bentuk penting praktik sosial yang memproduksi dan mengubah pengetahuan, identitas dan hubungan sosial yang mencakup hubungan kekuasaan dan sekaligus dibentuk oleh struktur dan praktik sosial lain. Oleh sebab itu, wacana memiliki hubungan dialektik dengan dimensi-dimensi sosial lain (Jorgensen, 2007, p. 123).

Dalam teorinya6, Fairclough dan Ruth Wodak berpendapat bahwa analisis wacana kritis adalah tentang bahasa yang mengakibatkan kelompok sosial beragumentasi terhadap ideologi atau pemikiran individu masing-masing. Pandangan itu dalam taraf yang umum menunjukkan bagaimana satu kelompok berusaha memenangkan dukungan publik, dan bagaimana kelompok lain berusaha dimarjinalkan lewat pemakaian bahasa dan struktur gramatika tertentu.

6Analisis Wacana oleh Cinthya Megapertiwi http://iesdepedia.com/blog/2013/01/15/analisis-wacana/


(13)

Norman Fairclough menemukan dan membagi analisis wacana ke dalam beberapa tingkatan dengan penjelasan, seperti :

1. Analisis Mikrostruktur (Proses produksi): Dalam tahapan ini memiliki kegunaan untuk menganalisis teks dengan cermat supaya memperoleh data yang dapat menggambarkan apa yang menjadi tujuan dalam pembuatan teks (representasi) tersebut. Selain itu juga, akan menjelaskan secara detail mengenai aspek yang dibutuhkan dalam tingkat analisis, ini yang berisi garis besar atau isi teks (informasi), lokasi, sikap, serta tindakan tokoh atau pemeran tersebut dan seterusnya.

2. Analisis Mesostruktur (Proses Interpretasi): Berpusat (bersifat sentral) kepada aspek produksi (individu) dan aspek konsumsi teks informasi itu sendiri (khalayak).

3. Analisis Makrostruktur (Proses wacana): Fokus terhadap fenomena dimana teks dibuat. Dengan demikian, menurut Norman Fairclough untuk memahami wacana, kita tidak mampu melepaskan dari konteksnya. Kita perlu menelusuri konteks produksi teks, konsumsi teks, dan aspek sosial budaya yang mempengaruhi pembuatan teks untuk menemukan realitas pada teks.

2.5 Penelitian Sebelumnya

Penelitian mengenai praktik kuasa / power pernah diteliti sebelumnya, walau tidak fokus pada kapitalisme, namun terdapat unsur kekuasaan yang secara tidak langsung berhubungan dengan kapitalisme.

Laurentia Helena (2012), meneliti Media & Kekuasaan (Studi Analisis Wacana Kritis Metro Xin Wen terhadap etnis Tionghoa. Penelitian ini ingin menganalisis Media –MetroTV dalam programnya Metro Xin Wen memiliki kekuasaan pilar ke-4, oleh karenanya kekuasaan media digunakan untuk


(14)

mengkonstruksi wacana sampai pada pencintraan etnis Tionghoa terhadap khalayak. Hal dikarenakan wacana yang terbentuk jaman dahulu mengenai etnis Tionghoa kurang baik, seperti eksklusif dan tidak memiliki rasa nasionalis sehinga hubungan etnis Tionghoa dengan masyarakat Indonesia kurang baik. Melalui program Metro Xin Wen diharapkan secara langsung ataupun tidak langsung dapat mepersatuhan & mengharmoniskan hubungan etnis Tionghoa dengan Masyarakat Indonesia.

Dalam penelitian ini digambarkan media memiliki kekuasaan untuk memkonstruksi suatu wacana-wacana yang tumbuh dalam masyarakat. Namun terlepas dari itu, penelitian ini memiliki kekurangan bahwa kurang menganalisa mengenai apa yang menjadi kepentingan media dalam mengkonstruksi wacana.


(1)

penelitian ini cenderung menggunakan pandangan kritis, atau disebut Analisis Wacana Kritis.

Tujuan analisis wacana kritis adalah menjelaskan dimensi linguistik- kewacanaan fenomena sosial dan kultural dan proses perubahan dalam modernitas terkini. Dalam analisis wacana kritis, wacana merupakan bentuk praktik sosial yang menyususn dunia sosial lainnya (Jorgensen, 2007, p. 117), serta memandang bahasa selalu terlibat dalam hubungan kekuasaan, terutama dalam membentuk subjek serta berbagai tindakan representasi yang terdapat di masyarakat. Oleh sebab itu, analisis wacana kritis menganalisis bahasa tidak saja dari aspek kebahasaan, tetapi juga menghubungkannya dengan konteks (Kondisi sosial).

Konteks yang dimaksud adalah untuk tujuan dan praktik tertentu termasuk di dalamnya praktik kekuasaan. Misalnya dalam wacana film memunculkan pencerminan ideologi feminis, patriarki, kapitalis dan sebagainya. Intinya analisis wacana kritis adalah studi tentang struktur pesan dalam komunikasi dan ingin melihat makna yang tersembunyi dari suatu teks. Dasar analisis wacana kritis adalah intepretasi bahwa setiap teks dimaknai secara berbeda dan menekankan bahwa wacana adalah juga bentuk interaksi (Eriyanto, 2001, p. xv).

Analisis wacana yang menggunakan pendekatan kritis memperlihatkan keterpaduan: (a) analisis teks; (b) analisis proses, produksi, konsumsi, distribusi teks; serta (c) analisis sosiokultural yang berkembang di sekitar wacana itu (Fairclough, 1987, p. 98).

2.4.3 Karakteristik Analisis Wacana Kritis

Di dalam analisis wacana kritis, wacana tidak dipahami semata-mata sebagai studi bahasa, melainkan juga menghubungkan dengan konteks. Bahasa digunakan untuk melihat ketimpangan kekuasaan dalam masyarakat. Berikut ini disajikan karakteristik penting dari analisis wacana kritis yang disarikan oleh Eriyanto dari tulisan Van Dijk, Fairclough, dan Wodak. (Eriyanto, 2001, pp. 7-14).


(2)

a. Tindakan

Prinsip pertama, wacana dipahami sebagai sebuah tindakan (Action). Dengan pemahaman semacam itu, wacana diasosiasikan sebagai bentuk interaksi. Wacana dipandang sebagai sesuatu yang bertujuan, seperti untuk mempengaruhi, mendebat, membujuk, menyanggah, bereaksi dan sebagainya. Terdapat maksud tertentu, baik besar maupun kecil. Oleh karenanya, wacana dipahami sebagai sesuatu yang diekspresikan secara sadar, terkontrol, bukan sesuatu yang diluar kendali atau dieskpresikan di luar kesadaran.

b. Konteks

Analisis wacana kritis mempertimbangkan konteks wacana, seperti latar, situasi, peristiwa dan kondisi. Pandangan Cook mengatakan, analisis wacana juga memeriksa konteks dari komunikasi : siapa yang mengkomunikasikan dengan siapa dan mengapa; dalam jenis khalayak dan situasi apa; melalui medium apa; bagaimana perbedaan tipe dari perkembangan komunikasi; dan hubungan untuk setiap masing-masing pihak.5 Cook menyebut ada tiga hal yang sentral dalam pengertian wacana, yaitu: teks, konteks dan wacana.

Teks adalah semua bentuk bahasa, bukan hanya kata-kata yang terletak di lembar kertas, melainkan juga semua jenis ekspresi komunikasi, ucapan, musik, gambar, efek suara, citra dan sebagainya. Konteks memasukan semua situasi dan hal yang berada diluar teks dan mempengaruhi pemakaian bahasa, seperti partisipan dalam bahasa, situasi dimana teks tersebut diproduksi, fungsi yang dimaksudkan, dan sebagainya. Kemudian wacana dimaknai sebagai teks dan konteks secara bersama-sama.

c. Histori

Salah satu aspek yang penting untuk bisa mengerti suatu teks adalah dengan menempatkan wacana tersebut sesuai dengan konteks historisnya.

5 The main focus of discourse analysis in on language, it is not concern with language alone. It also examine the context of communication: who is communicating with whom and why; in what condition of society and situation, through what medium; how different types of communication envolved, and their relationship to each other. Lihat Guy Cook, The Discourse of Advertising, London and New York, Routledge, 1994, hlm.1.


(3)

Pemahaman menganai wacana teks hanya dapat diperoleh apabila kita dapat memberikan konteks historis dimana teks tersebut dibuat. Oleh karena itu, pada waktu melakukan analisis diperlukan suatu tinjauan untuk mengerti mengapa wacana yang berkembang atau dikembangkan seperti itu, mengapa bahasa yang digunakan seperti itu dan lainnya.

d. Kekuasaan

Di dalam Analisis wacana kritis juga dipertimbangkan elemen kekuasaan (power) di dalam analisisnya. Setiap wacana yang muncul, dalam bentuk teks, percakapan atau apapun, tidak dipandang sebagai suatu yang alamiah, wajar, dan netral tetapi merupakan bentuk pertarungan kekuasaan. Konsep kekuasaan adalah salah satu kata kunci hubungan antara wacana dan masyarakat.

Analisis wacana kritis tidak membatasi diri pada detail teks atau struktur wacana saja, tetapi juga menghubungkannya dengan kekuatan dan kondisi sosial, politik, ekonomi dan budaya tertentu. Aspek kekuasaan tersebut perlu dikritisi untuk mengamati hal-hal yang tersembunyi. Kekuasaan, hubungannya dengan wacana ialah sebagai suatu kontrol. Satu orang atau kelompok mengontrol orang atau kelompok lain melalui wacana. Kontrol yang dimaksud dalam konteks ini tidak harus selalu dalam bentuk fisik dan langung, tetapi juga secara mental dan psikis. Kelompok yang dominan mungkin membuat kelompok lain bertindak sesuai dengan yang diinginkannya.

e. Ideologi

Ideologi memiliki dua pengertian yang bertolak belakang. Secara positif, ideologi dipersepsikan sebagai suatu pandangan dunia (worldview) yang menyatakan nilai kelompok sosial tertentu untuk membela dan memajukan kepentingan-kepentingan mereka. Secara negatif, ideologi dilihat sebagai suatu kesadaran palsu, yaitu suatu kebutuhan untuk melakukan penipuan dengan cara memutarbalikan pemahaman orang mengenai realitas sosial (Sobur, 2004, p. 61)

Ideologi merupakan konsep yang sentral dalam analisis wacana yang bersifat kritis. Hal tersebut karena teks, percakapan dan lainnya adalah bentuk dari suatu praktik ideology atau pencerminan dari ideologi tertentu. Salah satu


(4)

strategi utamanya ialah dengan membuat kesadaran kepada khalayak bahwa itu diterima secara taken for granted. Wacana dalam pendekatan ini dipandang sebagai medium oleh kelompok yang dominan, untuk mempersuasi dan mengkomunikasikan kepada khalayak produsi kekuasaan dan dominasi yang mereka miliki, shingga tampak sah dan benar.

2.4.4 Norman Fairclough

Analisis Wacana digunakan untuk membongkar praktik kuasa dalam suatu wacana, diantaranya Analisis Wacana Kritis oleh Fairclough. Pendekatan Norman Fairclough menekankan peran aktif wacana dalam mengkonstruksi dunia sosial, juga menggambarkan sisa-sisa marxisme yang lebih tradisional. Bidang utama yang menarik dalam analisis wacana kritis yang dikemukakan Fairclough adalah penyelidikannya terhadap perubahan. (Marianne, 2007:13) Fairclough memusatkan pada persoalan melalui konsep anatartekstualitas- yakni, bagaimana teks individu bergantung pada unsur-unsur dan wacana teks lain.

Pendekatan Fairclough intinya menyatakan bahwa wacana merupakan bentuk penting praktik sosial yang memproduksi dan mengubah pengetahuan, identitas dan hubungan sosial yang mencakup hubungan kekuasaan dan sekaligus dibentuk oleh struktur dan praktik sosial lain. Oleh sebab itu, wacana memiliki hubungan dialektik dengan dimensi-dimensi sosial lain (Jorgensen, 2007, p. 123).

Dalam teorinya6, Fairclough dan Ruth Wodak berpendapat bahwa analisis wacana kritis adalah tentang bahasa yang mengakibatkan kelompok sosial beragumentasi terhadap ideologi atau pemikiran individu masing-masing. Pandangan itu dalam taraf yang umum menunjukkan bagaimana satu kelompok berusaha memenangkan dukungan publik, dan bagaimana kelompok lain berusaha dimarjinalkan lewat pemakaian bahasa dan struktur gramatika tertentu.

6Analisis Wacana oleh Cinthya Megapertiwi http://iesdepedia.com/blog/2013/01/15/analisis-wacana/ diakses pada 31 Maret 2013 pada pukul 23.05


(5)

Norman Fairclough menemukan dan membagi analisis wacana ke dalam beberapa tingkatan dengan penjelasan, seperti :

1. Analisis Mikrostruktur (Proses produksi): Dalam tahapan ini memiliki kegunaan untuk menganalisis teks dengan cermat supaya memperoleh data yang dapat menggambarkan apa yang menjadi tujuan dalam pembuatan teks (representasi) tersebut. Selain itu juga, akan menjelaskan secara detail mengenai aspek yang dibutuhkan dalam tingkat analisis, ini yang berisi garis besar atau isi teks (informasi), lokasi, sikap, serta tindakan tokoh atau pemeran tersebut dan seterusnya.

2. Analisis Mesostruktur (Proses Interpretasi): Berpusat (bersifat sentral) kepada aspek produksi (individu) dan aspek konsumsi teks informasi itu sendiri (khalayak).

3. Analisis Makrostruktur (Proses wacana): Fokus terhadap fenomena dimana teks dibuat. Dengan demikian, menurut Norman Fairclough untuk memahami wacana, kita tidak mampu melepaskan dari konteksnya. Kita perlu menelusuri konteks produksi teks, konsumsi teks, dan aspek sosial budaya yang mempengaruhi pembuatan teks untuk menemukan realitas pada teks.

2.5 Penelitian Sebelumnya

Penelitian mengenai praktik kuasa / power pernah diteliti sebelumnya, walau tidak fokus pada kapitalisme, namun terdapat unsur kekuasaan yang secara tidak langsung berhubungan dengan kapitalisme.

Laurentia Helena (2012), meneliti Media & Kekuasaan (Studi Analisis Wacana Kritis Metro Xin Wen terhadap etnis Tionghoa. Penelitian ini ingin menganalisis Media –MetroTV dalam programnya Metro Xin Wen memiliki kekuasaan pilar ke-4, oleh karenanya kekuasaan media digunakan untuk


(6)

mengkonstruksi wacana sampai pada pencintraan etnis Tionghoa terhadap khalayak. Hal dikarenakan wacana yang terbentuk jaman dahulu mengenai etnis Tionghoa kurang baik, seperti eksklusif dan tidak memiliki rasa nasionalis sehinga hubungan etnis Tionghoa dengan masyarakat Indonesia kurang baik. Melalui program Metro Xin Wen diharapkan secara langsung ataupun tidak langsung dapat mepersatuhan & mengharmoniskan hubungan etnis Tionghoa dengan Masyarakat Indonesia.

Dalam penelitian ini digambarkan media memiliki kekuasaan untuk memkonstruksi suatu wacana-wacana yang tumbuh dalam masyarakat. Namun terlepas dari itu, penelitian ini memiliki kekurangan bahwa kurang menganalisa mengenai apa yang menjadi kepentingan media dalam mengkonstruksi wacana.


Dokumen yang terkait

Representatif kapitalisme dalam film the hunger games :(analisis semiotika John Fiske mengenai kapitalisme dalam film The Hunger Games)

7 50 103

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Wacana Kritis tentang Komunitas Hardcore Friends Stand United (FSU) dalam Film Boston Beatdown Vol. II T1 362006024 BAB II

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Wacana Kapitalisme Dalam Film The Hunger Games (Analisis Wacana Kritis) T1 362009073 BAB I

0 0 12

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Wacana Kapitalisme Dalam Film The Hunger Games (Analisis Wacana Kritis) T1 362009073 BAB IV

0 2 103

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Wacana Kapitalisme Dalam Film The Hunger Games (Analisis Wacana Kritis) T1 362009073 BAB V

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Wacana Kapitalisme Dalam Film The Hunger Games (Analisis Wacana Kritis)

0 0 12

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Wacana Kritis Patriotisme dalam Lirik Lagu "Maluku dan Pattimura Muda" T1 362008094 BAB II

0 0 30

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Wacana Kritis dalam Pagelaran Wayang Kulit Lakon “Petruk Dadi Ratu” T1 362009091 BAB II

0 0 19

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Wacana Kritis Video Dokumenter Kompas TV “Sianida di Kopi Mirna” T1 BAB II

0 1 10

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Kritik Sosial pada Film Warkop DKI Reborn: Menggunakan Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough T1 BAB II

0 0 14