Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Wacana Kapitalisme Dalam Film The Hunger Games (Analisis Wacana Kritis) T1 362009073 BAB IV

(1)

BAB IV

PEMBAHASAN

Dalam menganalisis Film The Hunger Games, penulis menggunakan metode Analisis Wacana Kritis model Fairclough dan membaginya menjadi 3 (tiga) dimensi besar, yaitu : Makrostruktur, Mesostruktur dan Mikrostruktur. Sebelum masuk pada inti pembahasan, beberapa informasi penting berserta sinopsis film The Hunger Games

penulis paparkan sebagai berikut :

Film TheHunger Games

Film The Hunger Games merupakan film yang didalamnya menceritakan sebuah kompetisi dengan konsep Reality Show yang memiliki spesifikasi sebagai berikut :

Tayang : 12 Maret 2012

Genre : Sci-Fiction, Action & Adventure, Drama

Sutradara : Gary Ross

Produser : Nina Jacobson dan Jon Kilik

Skenario : Gary Ross, Suzanne Collins, dan Billy Ray Rumah Produksi : Lions Gate

Durasi : 142 Menit

Klasifikasi Penonton : Semua Umur

Pemain : Jennifer Lawrence sebagai Katniss Everdeen Josh Hutcherson sebagai Peeta Mellark

Liam Hemsworth sebagai Gale Hawthrone Woody Harrelson sebagai Haymitch Abermathy Elizabeth Banks sebagai Effie Trinket


(2)

Stanley Tucci sebagai Caesar Flikerman Donald Sutherland sebagai Presiden Snow

Sinopsis Film The Hunger Games

The Hunger Games menceritakan sebuah kehidupan di masa depan. Tempat yang dulunya adalah Amerika Utara sudah tidak ada lagi, digantikan dengan Negara Panem yang terdiri dari 12 distrik dan dikuasai oleh pemerintahan secara diktator di wilayah Capitol.

Untuk melanggengkan dan menujukan kekuasaannya, pemerintahan di capitol menyelenggarakan acara bernama The Hunger Games. Setiap tahunnya dipilih, 2

tributes, terdiri dari 1 orang laki-laki dan 1 orang perempuan dari masing-masing distrik untuk dikompetisikan di ajang The Hunger Games. Dalam ajang yang dikemas dengan konsep reality show tersebut, tributes diharuskan untuk saling membunuh satu sama lain, hingga tersisa 1 orang yang hidup sekaligus menjadi pemenang.

Fokus dari film ini sendiri adalah tokoh remaja belia bernama Katniss Everdeen. Remaja yang memiliki hobi memanah ini memulai keterlibatannya dalam The Hunger Games sebagai sukarelawan untuk menggantikan adiknya, Prim, yang terpilih melalui undian (The Reaping). Selain Katniss, terpilih juga seorang remaja laki-laki bernama Peeta Mellark. Untuk mewakili distriknya, mereka dikirim ke Capitol untuk berkompetisi di ajang The Hunger Games ke-74.

4.1 Analisis Makrostruktur

(Sociocultural Practice)

Fokus terhadap fenomena dimana teks dibuat. Dengan demikian menurut Norman Fairclough untuk memahami wacana, kita tidak mampu melepaskan dari konteksnya. Kita perlu menelusuri konteks produksi teks, konsumsi teks, dan aspek sosial budaya yang mempengaruhi pembuatan teks.


(3)

4.1.1 Situasional

Level Situasional mengarah pada waktu atau suasana mikro (konteks peristiwa saat teks dibuat), dalam artian teks dihasilkan dalam suatu kondisi atau suasana yang khas / unik sehingga suatu teks berbeda dengan teks lainnya.

Film ini diproduksi pada suasana era globalisasi, dimana teknologi dan komunikasi memiliki banyak pengaruh bagi manusia. Dalam menjelaskan globalisasi, James Petras memiliki tiga argumen dasar yang selalu dirujuk ketika para pakar menjelaskan perkembangan pesat globalisasi. Ketiga argumen itu adalah kemajuan teknologi atau revolusi informasi, permintaan pasar dunia, dan logika kapitalisme.1

Hal diatas mengantarkan penulis pada kecenderungan media sekarang ini yang mengacu pada rating. Hal ini didasari pada konteks televisi sebagai industri (institusi ekonomi) memasuki medan kompetisi yang ketat sehingga tidak sempat berfikir kualitas konten sebuah program.2 Hal ini memungkinkan media untuk melakukan apa saja untuk mendapatkan rating

yang tinggi, hal ini pula yang memacu maraknya praktik kapitalisme.

Dengan kuasa orang-orang dibalik media, industri ini pun bergerak dominan dalam menciptakan budaya massa. Industrialisasi, ekonomisasi dan lengkap dengan peran kapitalisme di dalamnya terdapat proses “pe-massa-an” atau komodifikasi segala sesuatu agar sebuah industri dapat terus berlangsung (Junaedi, 2005, p. 3).

Hal tersebut syarat dengan praktik kapitalisme dalam media, yakni sebagai media massa yang didalamnya banyak mengekspoitasi dan mengkomodifikasi kehidupan masyarakat. Ini merupakan bentuk praktik kapitalis yang dalam penerapannya dapat disadari maupun tidak disadari,

1

Globalisasi adalah Kapitalisme http://sosbud.kompasiana.com/2010/01/25/globalisasi-adalah-kapitalisme-60805.html diakses pada 24/9/2013 pukul 5:48

2Jurnal ASPIKOM berjudul “

Post Media Literacy : Menyaksikan Kuasa Media Bersama Michel


(4)

dikarenakan kemasannya sering dibuat menyenangkan, contohnya kadang keadaan miskin menjadi normal karena sudah terbiasa dan dianggap bukan suatu ancaman. Hal ini membuat para kapitalis terus menerus berjaya serta semakin mengeksploitasi segalanya dan mengorbankan masyarakat, oleh karenanya muncul komentar ―Yang miskin semakin miskin, yang kaya semakin kaya‖.

Memasuki tahun 2000-an, fenomena yang terjadi di media massa, khusunya televisi yaitu reality show yakni maraknya program reality show

menandakan bahwa media memang sangat jeli melihat fenomena-fenomena sosial yang muncul di masyarakat. Tidak terkecuali dengan masalah privat dan keluarga. Media mengolahnya sedemikian rupa dan menampilkannya dengan kemasan baru yang lebih segar, menarik, up to date (Junaedi, 2005, p. 83). Hal ini tentunya tidak lepas dari industri media sebagai institusi ekonomi yaitu meraih keuntungan.

Maraknya Reality Show di Amerika pada tahun 2000-an berjasa dalam menyumbang pertambahan jumlah pemirsa ketika pasar lesu, jaringan televisi berhasil mendapatkan pemasukan yang cukup banyak dari iklan (Michael, 2006, pp. 33-34). Masayarakat Amerika saat itu terbawa dalam euforia

Reality Show, banyak dari mereka yang juga melibatkan diri dalam ajang kompetisi yang di cover dalam bentuk Reality Show, seperti American Idol

dan Big Brother.

Kebanyakan acara reality show akan mengkarantina pesertanya dalam sebuah rumah selama beberapa pekan dan tidak diperbolehkan bersentuhan dengan „dunia luar‟, seperti keluarga dan teman-temannya bahkan tidak dipebolehkan memegang alat komunikasi. Berbeda dengan ajang pencarian bakat American Idol, reality show Big Brother lebih mengutamakan strategi bagimana caranya dapat menyingkirkan peserta lain, sehingga tidak jarang terlihat emosi peserta yang meluap-luap disertai dengan tangisan bahkan pertengkaran.


(5)

Banyaknya penggemar, membuat acara ini terus berlangsung hingga sekarang, tahun 2013, telah sampai pada season ke-16. Walaupun berasal dari Belanda (1997) lalu franchise-nya merembet ke negara-negara di Eropa, Amerika dan Asia, namun Big Brother memiliki versi yang berbeda-beda di masing-masing negara. Dalam penayangan perdananya tahun 2000 menyedot perhatian lebih dari 22 juta penduduk Amerika.3

Pada beberapa season yang telah ditayangkan, acara reality show ini cukup melibatkan kehidupan pribadi para kontestan, seperti kontestan yang berpacaran, tetangga, musuh dan saudara yang tidak pernah bertemu karena orangtua-nya bercerai. Hal ini bukan hanya menjadi rahasia antar kontestan, namun sudah menjadi rahasia umum karena aktivitas mereka direkam oleh kamera pengawas dan dijadikan konsumsi massa.

Menurut Habermas, terjadi perubahan fungsi ruang publik, dari ruang lingkup diskusi rasional, debat, dan konsensus menjadi wilayah konsumsi massa, dijajah oleh korporasi-korporasi dan kaum elit dominan. Campur tangan kepentingan ekonomi para kapitalis menciptakan sebuah produk industri budaya, mengubah segala aspek dalam kehidupan masyarakat sebagai sebuah komoditas yang lalu diperdagangkan.4 Dalam konteks konsumsi

reality show oleh massa, bagi masyarakat yang pasif maka yang terjadi adalah penerimaan secara sukarela, bahkan terjadi peleburan yang mana yang asli dan palsu, normal dan abnormal serta yang privat dan publik. Dalam kapitalisme global apapun dapat dijadikan komoditi: mulai dari kepribadian, kebugaran, penampilan, tubuh, wajah, kaki, tenaga dalam, jin, ramalan, skandal gosip, isu hingga bencana, perang bahkan kematian (Piliang, 2011, p. 119). Ketika kekuatan pasar dan pemilik modal sudah mampu menyentuh dan membaur di ruang publik maka maka terjadilah apa yang dikatakan Gramsci

3

Big Brother : True Man Show :http://www.ew.com/ew/article/0,,20400144_83053,00.html diakses pada tanggal 11/11/2013 pukul 13.44

4Jurnal berjudul “Mengintepretasi Eksploitasi Ruang Privasi dalam

Reality Show : Kasus pada tayangan Masihkah Kau Mencintaiku- RCTI”.

http://eprints.undip.ac.id/22385/1/INTANMAYASTRI_D2C005173.pdf diakses pada 24/9/2013 pukul 15.17


(6)

sebagai Hegemoni, ia akan dengan mudah menyentuh setiap sisi ruang kehidupan manusia yang dapat mempengaruhi nilai-nilai budaya masyarakat. Berbagai bentuk komodifikasi dan eksploitasi oleh kaum kapitalis pada reality show dan berita dirasakan oleh Suzzane Collins. Collins mengungkapkan bahwa ide cerita The Hunger Games diperoleh saat ia sedang memilah-milah saluran televisi dan melihat di salah satu saluran menayangkan orang-orang yang berkompetisi dalam sebuah reality show. Lalu, di saluran lainnya menanyangkan perang di Irak. Dalam pemikirannya, kedua tayangan itu melebur menjadi satu dan terbentuklah ide awal The Hunger Games. Novelnya sudah diterbitkan sejak tahun 2008, novel tersebut diadaptasi dalam film dan ditayangkan perdana pada bulan Maret tahun 2012. Dari beberapa sumber mengatakan bahwa film ini memiliki pengaruh serta pesan yang besar mengenai praktik kuasa oleh kapitalis, dikarenakan kisahnya yang memperhatikan kepada kita mengenai potret kehidupan yang dalam hal ini lebih banyak pada „sisi kelam kehidupan manusia‟. Dalam Majalah Cinemax edisi Film The Hunger Games, bulan April 2012, hal 27 menuliskan :

Kita hidup dalam masyarakat yang terobsesi dengan reality show dan tidak jarang menggunakan tragedi seseorang sebagai hiburan. Sejarah memang terus berulang dengan sendirinya. Salah satu contohnya adalah para gladiator di jaman Romawi yang diharuskan untuk saling membunuh satu sama lain sebagai sebuah bentuk hiburan bagi masyarakat yang hidup di masa lalu. Di beberapa negara pemerintah memisahkan orang-orang serta membiarkan mereka kelaparan sehingga tidak bisa melawan balik.

Dalam hal ini, film The Hunger Games dapat golongkan mengeksploitasi kekerasan sebagai sebuah bentuk hiburan. Kekerasan yang dieksploitasi cenderung pada bentuk kekerasan yang bersifat tradisional dimana banyak terdapat adegan fisik seperti memukul, membunuh dan


(7)

menyakiti orang lain. Perlakuan ini adalah cara untuk menunjukan kekuasaan Capitol kepada mereka yang lemah. Namun selain kekerasan fisik, terdapat pula kekerasan yang sifatnya struktural bahkan bentuk kekerasan yang tanpa disadari oleh pesertanya karena telah dikomodifikasi dalam bentuk kenikmatan yang juga diberikan oleh Capitol.

Dalam buku Komodifikasi Budaya dalam Media Massa dijelaskan bahwa hal-hal berbau seksualitas, erotisme dan komodifikasi tubuh adalah sesuatu yang mudah dicerna oleh setiap orang karena mudah menarik perhatian, sehingga dijadikan ikon-ikon dalam budaya massa. Namun seiring laju perkembangannya, kapitalisme lanjut bukan hanya seksualitas yang menjadi ikon budaya massa yang dikomodifikasi, namun juga kriminalitas, kekerasan, mistik, budaya lokal bahkan lebih ironis lagi adalah agama.

(Junaedi, 2005, p. 2)

Pemunculan film The Hunger Games di tahun 2008 syarat juga dengan perkembangan teknologi di dunia khususnya di Amerika yang dikenal sebagai kiblat perkembangan iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi) dunia. Hal ini tentu saja berpengaruh pada industri media, khususnya perfilman.

Konten dalam film tidak hanya digambarkan melalui teks dan kemampuan artis bermain seni peran tapi juga di-support oleh kecanggihan teknologi yang menampilkan efek-efek tampak real pada layar kaca. Kecanggihan teknologi merupakan salah satu cara menggambarkan kebudayaan Amerika serta kehidupan masyarakatnya memasuki era globalisasi. Hal tersebut dikuatkan oleh gagasan Koentjaraningrat dalam tujuh unsur kebudayaan, yaitu bahasa, kesenian, sistem religi, sistem mata pencaharian, organisasi sosial, sistem ilmu pengetahuan, dan sistem teknologi (Koetjaraningrat, 1979, pp. 203-204).

Penggunaan teknologi oleh pihak kapitalis digunakan sebagai alat untuk mengontrol masyarakat, kaitannya dalam film ini yaitu memperlihatkan sebuah potret kehidupan masyarakat yang sepenuhnya dikontrol oleh pihak penguasa. Tanpa menggurangi pesan yang ingin disampaikan, di dalam film


(8)

The Hunger Games banyak mempertontonkan efek teknologi, seperti pada adegan cara pihak media di Capitol memonitor para tributes dengan kamera pengawas yang invisible dan properti yang digunakan di Capitol. Tidak hanya itu, dengan segala bentuk imaginasinya film ini meng-create sebuah bentuk teknologi baru yang bahkan di dunia nyata sendiri belum diciptakan, seperti pada adegan penciptaan hewan buas virtual dalam komputer yang bisa di transmisikan ke arena Hunger Games dan menciptakan sebuah dunia baru yang seolah-oleh real, yaitu Arena Hunger Games itu sendiri, seperti yang terlihat pada gambar 4.1 dan 4.2.

Gambar 4.1

Alat yang digunakan untuk mengontrol tributes

Gambar 4.2

Gambaran hewan buas yang diciptakan oleh para pekerja media sebagai tantangan untuk para tributes

Hal yang telah dijelaskan diatas menandai sebuah budaya postmodern5, terkhusus postmodern sebagai film (Audifax, 2006, p. 22), yaitu

5

Postmodern merupakan hal penting dalam memahami budaya Amerika. Hal ini termanifestasikan di billboard dan televise, bisa juga di nada radio dan percakapan sehari-hari bahkan bisa dirasakan dari

bagaimana kita menjalani hidup. Dalam “Postmodern Hollywood : What‟s New in Film and Why It


(9)

sebuah hiperealitas, sebuah dunia simulacrum. Dengan kecanggihan teknologi, para artis mampu menghasilkan simulasi yang begitu real dari ide-ide yang sifatnya fantasi. Film postmodern juga dicirikan oleh sifatnya yang mengkaburkan, bahkan mencampurbaurkan batas antara realitas dan imaginasi, fakta dan fiksi, produksi dan reproduksi serta masa lalu, masa kini dan masa depan. Film postmodern juga saling menyangkutkan berbagai hal seperti moralitas, seni, teknologi, spesial efek, fantasi, kekerasan, pornografi, nilai agama, impian, misteri pembunuhan, komedi dan surealisme6 dalam satu ruang yang sama. Dominic Strinati menjelaskan film-film posmodern juga ditandai oleh keinginannya untuk mengeksploitasi berbagai tanda dan ikon budaya pop.

Tidak ada yang salah dengan kemajuan teknologi dan informasi yang ditujukan pada masyarakat, bahkan semua orang di belahan dunia telah menikmatinya dan ingin menikmati seolah-olah hal tersebut menandakan majunya peradaban manusia. Hidup di era sekarangpun tidak lepas dari informasi dan teknologi, walaupun dibaliknya terdapat invisible hand yang memiliki kepentingan sendiri dan senantiasa mengontrol serta terus memantau masyarakat. Menurut Foucault praktik kekuasaan sudah berkembang dalam metode-metode baru. Kekuasaan tidak dijamin oleh hak, tetapi oleh teknik. Kekuasaan tidak dijamin oleh undang-undang, tetapi melalui normalisasi sehingga jauh lebih mudah mengabaikannya ketimbang melawannya.7 Foucault sendiri meragukan bahwa manusia memiliki kebenaran mutlak, jika kebenaran tersebut disingkirkan maka pengetahuan hanyalah apa yang dikumpulkan dan diputuskan benar oleh sekelompok orang melalui konvensi sosial-budaya atau oleh kesepakatan ilmiah. 8

http://books.google.co.id/books/about/Posmodern_Hollywood.html?id=QluEtNUBblUC&redir_esc=y diakses pada 24/9/2013 pukul 21:34

6

Surealisme adalah aliran dalam seni sastra yang mementingkan aspek bawah sadar manusia dan nonrasional dl citraan (di atas atau di luar realitas atau kenyataan)

7Jurnal ASPIKOM berjudul “

Post Media Literacy : Menyaksikan Kuasa Media Bersama Michel

Foucault” oleh Iswandi Syahputra, hal.6.

8


(10)

Namun tidak semua orang merasakan efek dari kemajuan teknologi, lemahnya ekonomi seringkali menjadi alasan utama. Hal ini yang dirasakan dari efek kapitalisme, seolah-olah kapitalisme membagi kehidupan menjadi 2 golongan yaitu si kaya dan si miskin, menciptakan kesenjangan sosial yang bisa dilihat di kehidupan sekarang, pemandangan kontras seperti yang terlihat dalam gambar 4.3 ini sekaligus menjadi salah satu sorotan yang diangkat dalam The Hunger Games yakni kehidupan di Capitol dan distrik-distrik.

Gambar 4.3

Penampilan merupakan satu dari banyaknya hal yang membedakan penduduk Capitol dengan penduduk distrik.

4.1.2 Institusional

Pada awalnya, media lebih banyak menjalankan fungsinya sebagai sebuah institusi sosial yang bertugas untuk melayani kepentingan publik. Dalam perkembangannya, institusi media mengalami pergeseran idealisme sehingga muncul anggapan bahwa media telah berubah fungsi tidak semata-mata menjadi institusi sosial namun juga sebagai institusi ekonomi dan politik (Junaedi, 2005, p. 165).

Fungsi media sebagai institusi ekonomi dan politik tentunya akan sangat berpengaruh terhadap produksi wacana. Institusi bisa berasal dari dalam media ataupun kekuatan eksternal di luar media. Contohnya saja ketika ada pemberitaan mengenai demonstrasi yang dilakukan oleh buruh salah satu pabrik rokok terkemuka di Indonesia, tidak semua media menayangkan berita tersebut,


(11)

dikarenakan kebanyakan iklan yang berada di media berasal dari perusahaan rokok.

Film The Hunger Games merupakan film terbesar yang di produksi oleh

Lionsgate dan Lionsgate menaruh harapan yang besar pada film ini mengikuti jejak film Harry Potter dan Twilight Saga.

Lionsgate Profile

9

Lionsgate adalah perusahaan hiburan global terkemuka di dunia yang didirikan oleh Frank Giustra pada tahun 1997. Lionsgate, utamanya bergerak dalam produksi dan distribusi film, program televisi, home entertainment, hiburan keluarga, distribusi digital, platform saluran baru dan distribusi internasional dan penjualan.

Perusahaan ini unggul dan terus meningkatkan konten leadership dan keahlian pemasaran melalui serangkaian kemitraan yang mencakup pengoperasian VOD bermerek FEARnet dan saluran horor Internet dengan

Sony dan Comcast, peluncuran Epix, saluran hiburan premium baru dengan mitra Viacom dan MGM, penanaman saham pada Break.com, kepemilikan utama perusahaan televisi sindikasi independen Debmar-Mercury dan aliansi dengan independen produksi film hiburan dan perusahaan distribusi atraksi

Roadside.

Lionsgate juga telah menjalin kemitraan dengan pencipta konten terkemuka, pemilik dan distributor di wilayah utama di seluruh dunia, termasuk televisi di AS dan Amerika Latin, Studio Canal di Inggris, Hoyts dan

Sony di Australia dan Eros International di India. Tahun 2009, Lionsgate

mengakuisisi TVGuide Jaringan dan TVGuide.com.

Fitur bisnis film yang telah dipicu oleh keberhasilan tersebut terakhir sebagai blockbuster angsuran pertama dari The Hunger Games, The Twilight

9

Production Information : Lionsgate feasts on The Hunger Games


(12)

Saga Breaking Dawn - Part 2, Now You See Me, Kevin Hart: Let Me Explain, Warm Bodies, Snitch, Texas Chainsaw 3D, The Expendables 2, The Possession, Sinister, Arbitrage dan Pantelion.

Bisnis Perusahaan home entertaiment Lionsgate menjadi pemimpin industri dalam box office-to-DVD dan box office-ke-VOD tingkat konversi pendapatan. Lionsgate menangani perpustakaan bergengsi dan produktif sekitar 15.000 gambar dan motion picture yang merupakan sumber penting pendapatan berulang dan berfungsi sebagai dasar pertumbuhan bisnis inti Perseroan. Lionsgate dan Summit brand tetap identik dengan keasliannya, berani, serta hiburan berkualitas di pasar di seluruh dunia.

Dalam pembuatan dan pendistribusian film The Hunger Games,

Lionsgate bekerja sama dengan banyak pihak. Berikut pihak yang berkerja sama dengan Lionsgate :

-Nook by Barnes and Noble : memberikan akses exclusive untuk menonton The Hunger Games sebelum di-release.

-CafePress (The World‘s Customization Engine), resmi menjadi tempat pendistribusian segala merchandiseThe Hunger Games

dan pembuatan design pada merchandise. -China Glaze, professional nail care industry.

-Scholastic Inc., Perusahaan penerbitan buku Amerika yang banyak menerbitkan buku materi pendidikan untuk sekolah, guru, orang tua, dan anak-anak. Sekarang ini Scholastic Inc.

menjadi perusahaan penerbitan buku terbesar di dunia.

-Scribd (the world‘s leading social reading platform), untuk

men-share informasi pada masyarakat dunia dan promosi untuk membaca novelnya selama sebulan sebelum di-release. Selain itu juga pada Facebook dan Twitter (Sosial Network), dengan men-share tentang The Hunger Games dapat memenangkan tur dan meets and greats dengan pemain The Hunger Games.


(13)

-DonorsChoose.org, a organisasi non profit yang dinamakan oleh Fast Company‘sMost Innovative Companies”. Lionsgate

berpartner dengan penemu DonorsChoose.org untuk menyumbangkan seluruh buku perpustakaan ke sekolah. The Hunger Games adalah buku yang sangat powerful

pengalaman membaca buku ini dimiliki oleh semua usia, jadi kampanye mambaca buku The Hunger Games secara national akan berjalan dengan lancar, dan menjadi program pendukung. -Untuk melaksanakan Mall Tour, disponsori oleh Microsoft Store,

China Glaze, dan h2O Spring Water.

-Yahoo!, the premiere digital media company, untuk penayangan

red carpet secara live.

-Universal Republic Record, bekerjasama dalam pembuatan

Soundtrack the Hunger Games.

Dari informasi di atas, dapat disimpulkan bahwa Perusahaan Lionsgate

bagian dari industri media yang terjadi sekarang ini, yang tak lepas dari media sebagai institusi ekonomi karena melalui karya-karyanya atau produk-produknya juga ingin memperluas jaringan, memperoleh keuntungan, berkerjasama dengan perusahaan lain serta bersaing dengan perusahaan media lainnya. Dennis Mc.Quail (1994) berpendapat bahwa industri media harus dinilai sebagai bagian dari industri ekonomi karena bisnis media massa merupakan sebuah industri yang padat modal.

The Hunger Games merupakan salah satu film yang memberikan kontribusi bagi eksistensi perusahaan, setelah kesuksesan film Harry Potter dan

Twillight Saga menuai banyak pujian dari banyak penduduk Amerika khususnya remaja, kemunculan The Hunger Games dianggap tentu akan menyusul keberhasilan itu. Hal ini tentunya tak lepas dari observasi media mengenai selera pasar yang sedang digemari oleh penduduk Amerika bahkan dunia. Baik Harry Potter maupun Twilight merupakan film yang ditujukan oleh semua umur dan


(14)

banyak disukai oleh remaja bahkan orang dewasa. Film Harry Potter diproduksi oleh Warner Bros Picture, lebih mengedepankan tema yang berbau magic dan petualangan fantasi di dunia sihir. Melalui tema serta isi cerita yang selalu berkembang hingga penayangannya pada tahun ke-10, Harry Potter berhasil memupuk kecintaan anak-anak dan remaja, 8 series dalam 10 tahun merupakan waktu yang cukup lama untuk memupuk, serta menambah rasa ingin tahu penonton mengenai kelanjutan dan ending dari film ini.

Sedangkan film Twillight lebih menampilkan tema percintaan antara dua mahluk berbeda dunia, penayangannya dari sequel pertama hingga terakhir berhasil meraih perhatian penduduk remaja Amerika bahkan dunia. Pemilihan tema dan ide cerita yang diangkat dapat berpotensi untuk meningkatkan rating, maka dalam memproduksi film, tema yang diangkat disesuaikan dengan kebutuhan dan keinginan khalayak, bahkan dramatisasi dan eksploitasi cerita juga dapat menarik perhatian penonton sehingga akhirnya mengundang pengiklan. Dalam memproduksi suatu produk media terdapat beberapa hal yang mempengaruhi instirusi ekonomi media yaitu pengiklan sebagai penentu kelangsungan hidup media, khalayak pembaca yang dalam industri modern ditentukan oleh oplah atau rating, persaingan antar media, bentuk intervensi institusi ekonomi lain (Eriyanto, 2001, p. 323).

Melihat fenomena tersebut, Lionsgate semakin melihat peluang kesuksesan dari ide cerita serta tema The Hunger Games,

The Hunger Games was acquired for its potential to be a hit franchise with a long tail: the type of film that provides around 75 percent of the

company‘s revenues 10

Film ini berpotensi menciptakan waralaba melalui sequelseries-nya, tipe film seperti ini dapat memberikan keuntungan sebesar 75% dari pendapatan

1010Lionsgate has a Hit with „Hunger Games”. Can It Turn a Profit?

http://www.thedailybeast.com/newsweek/2012/04/01/lions-gate-has-a-hit-with-hunger-games-can-it-turn-a-profit.html diakses pada 27/9/2013 pukul 23 .54


(15)

perusahaan. Benar saja penayangan sequel pertamanya berhasil meraih keuntungan sebesar $418,2 million melebihi keuntungan yang diraih oleh

Twillight :Breaking Dawn 2 sebesar $299,5 million, sekaligus menjadi film yang meraih keuntungan terbesar dari film yang pernah diproduksi oleh Lionsgate. Hal ini tentunya akan mengundang banyak pengiklan pada produksinya di The Hunger Games sequel kedua serta memperkuat daya saingnya terhadap perusahaan media lain.

Walaupun sekarang telah meraih keuntungan besar, pada permulaan produksi Lionsgate mengalami kesulitan dalam pendanaan sehingga terjadi pemangkasan anggaran pada film lainnya dan terbebani hutang. Namun di akhir tahun 2011 Lionsgate telah dibantu oleh Summit Entertainment, perusahaan yang bertanggung jawab atas dilm Twillight Saga, sehingga harga saham

Lionsgate naik 130% dari tahun ke tahun. Bagaimanapun Lionsgate harus membuktikan profitnya yang konsisten. Menanggapi hal tersebut, Investor Hollywood dan Wall Street mencoba menganalisa perusahaan Lionsgate

kedepannya.

Neither Hollywood investors nor Wall Street analysts want Lionsgate to

change its business model by overspending on ―tent-pole‖ films or

doubling the number of projects. They want to see it pay off. ―Hollywood

is littered with people who have overreached,‖ says one top talent agent, not willing to be named. But the sense of Lionsgate is not going to change.11

Wall Street, core keuangan dunia dimana banyak saham bermain disana, memberikan analisanya mengenai apa yang harus dilakukan oleh Lionsgate

kedepannya, walaupun bagian dari institusi ekonomi, namun Lionsgate berusaha tetap menampilkan „cirinya‟ dan tidak mengubah apa yang seharusnya

11Lionsgate has a Hit with „Hunger Games”. Can It Turn a Profit?

http://www.thedailybeast.com/newsweek/2012/04/01/lions-gate-has-a-hit-with-hunger-games-can-it-turn-a-profit.html diakses pada 27/9/2013 pukul 23 .54


(16)

disampaikan. Sarah Hall, seorang freelance writer dan creative strategy consultant, memberikan pendapatnya bahwa apa yang dilakukan Collins adalah sesuatu yang halus, luar biasa dan ia berharap semoga ini adalah hal yang disengaja. Dia telah menciptakan dan mengeksekusi salah satu hal yang paling indah mengenai sosial hiburan massa dalam beberapa tahun terakhir. Dia telah menghancurkan medan kekuatan tak terlihat dan lepas keluar dari arena. Pertanyaannya adalah , siapa yang akan mengikutinya?12

Dalam komentarnya Sarah menyinggung bahwa Collins menyampaikan sebuah kritik dengan sangat halus di The Hunger Games terhadap hiburan massa beserta kepentingan-kepentingan didalamnya yang „tak terlihat‟. Namun, hal ini juga mendorong sebuah pertarungan baru, karena walau bagaimanapun kritik sosial ini disampaikan melalui media yang didalamnya terdapat kepentingan. Jadi siapa yang akan memenangkan pertarungan ini?. Produksi berita merupakan suatu proses yang kompleks karena ia menyertakan dan berhubungan dengan banyak kekuatan dan faktor yang ada di masyarakat dan hasil akhir dari seluruh proses negosiasi semacam itu adalah berita, atau dalam hal ini adalah film (Eriyanto, 2001, p. 324).

Film ini menampilkan bahwa bukan hanya adanya kuasa pemerintah terhadap penduduk distrik, tapi juga adanya campur tangan pemerintah terhadap media penyelenggara The Hunger Games semakin mendorong munculnya berbagai interpretasi untuk nuansa politis pada film ini. Bob Burnett dari The Huffington Post berpendapat bahwa film ini menampilkan Pemerintahan / Capitol yang tidak bisa dipercaya. Disatu sisi Capitol, Presiden Snow, mengatur penduduk distrik dengan kejam dan memberikan pengawasan ketat sehingga tidak ada satupun yang memiliki akses mendapatkan kehidupan yang baik karena semua penduduk mendapatkan porsi yang sama, namun disatu sisi pemerintah juga berpihak pada orang-orang kaya dan tidak melakukan apapun untuk melindungi pekerja. Hal ini menunjukan bahwa ada sekelompok kecil

12

The True Story Behind The Hunger Games http://www.huffingtonpost.com/sarah-hall/the-hunger-games_b_1384969.html diakses pada 30/9/2013 pukul 17.14


(17)

yang hidup dengan hak istimewa, sementara kebanyakan orang berjuang dari kemiskinan. Collins tidak menggunakan istilah 1 persen dan 99 persen, tapi itu jelas bahwa orang-orang di Capitol adalah anggota dari 1 persen dan semua orang di distrik Panem adalah bagian dari 99 persen.13

Collins juga sangat jelas menyampaikan pandangan skeptis terhadap pemerintah. Delingpole, Emily Bazelondan David Plotz berpendapat bahwa The Hunger Games mempromosikan Gerakan Tea Party (Tea Party Movement)1415.

Kuasa Capitol yang semena-mena terhadap penduduk distrik mendorong adanya pemberontakan. Sementara itu, di dunia nyata diharapkan dapat mendorong pemikiran kritis dari masyarakat terhadap produk dari industri media dan globalisasi.

Di antara banyak pihak yang bekerjasama dengan Lionsgate dalam pembuatan dan pendistribusian film The Hunger Games, terdapat dua pihak pendukung yang linear dengan pesan yang ingin disampaikan dalam film The Hunger Games, yaitu Scholastic Inc. dan DonorChoose.org. Scholastic Inc. Keduanya memiliki keterkaitan dengan dunia pendidikan dan kerelaan untuk berbagi.

13

The Politics of The Hunger Games http://www.huffingtonpost.com/bob-burnett/the-hunger-games-politics_b_1390945.html diakses pada 26/9/2013 pukul 23.14

14

More On the Politics of The Hunger Games http://www.volokh.com/2012/03/23/more-on-the-politics-of-the-hunger-games/ diakses pada 27/9/2013 pukul 17.32

15

Gerakan Partai Teh (Tea Party Movement) merupakan sebuah pergerakan politik yang dilakukan oleh warga Amerika Serikat. Gerakan ini juga dikenal sebagai Protes Partai Teh (Tea Party Protest). Gerakan protes ini dimulai pada tahun 2009. Gerakan ini muncul sebagai bentuk protes terhadap beberapa kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah Amerika Serikat, di antaranya adalah Undang-Undang Stabilitas Ekonomi Darurat 2008, Undang-Undang Pemulihan dan Reinvestasi Amerika 2009, serta rangkaian rancangan undang-undang pelayanan kesehatan. Nama Partai Teh (Tea Party) mengadopsi dari nama Boston Tea Party, yaitu sebuah peristiwa yang terjadi pada tahun 1773 di mana kolonialis Amerika yang melakukan protes karena dikenakan pajak oleh pemerintah Inggris. Pajak ini salah satunya dikenakan pada tanaman teh yang pada saat itu merupakan komoditas penting bagi Amerika. Boston Tea Party muncul sebagai sebuah reaksi atas tindakan Inggris yang bertindak sewenang-wenang. Lebih dari dua abad kemudian, nama tea party kembali mencuat. Ada yang benar-benar menjadi nama partai politik. Ada Partai Teh, yang dipimpin oleh JW Berry. Tea party juga menjadi nama sebuah gerakan dan menjadi sebuah nama kelompok pengunjuk rasa. Gerakan pengunjuk rasa inilah yang kemudian diberi nama Tea Party Movement. http://kinanti0205.wordpress.com/2012/10/13/tea-party-movement-gerakan-partai-teh/


(18)

Pendidikan adalah hal yang dibutuhkan bagi setiap manusia, khususnya anak-anak, sehingga merupakan hak bagi seorang anak untuk mendapatkan pendidikan bukan semata-mata untuk bahan eksploitasi media. Sedangkan merupakan kewajiban bagi setiap manusia untuk saling bebagi dan aware

terhadap orang lain yang membutuhkan, sehingga tercipta hidup yang lebih baik antara sesama. Hal ini merupakan pesan implisit atau kampanye yang ingin disampaikan dalam dalam film The Hunger Games. Oleh karenanya, Lionsgate

menggandeng perusahaan tersebut untuk men-support film ini sebagai sebuah film yang memiliki tujuan kritik sosial.

Penulis menilai Lionsgate justu menampilkan hal-hal yang berbau politik bahkan menyinggung sistem politik dan bagaimana dengan kuasanya dapat mempengaruhi media dan masyarakat, mediapun mengeksploitasi kekerasan sebagai sebuah hiburan. Semuanya digambarkan melalui film remaja yang memiliki kesan hiburan namun didalamnya banyak pesan sosial, politik budaya yang ingin disampaikan bahkan pesan ini bukan hanya untuk remaja saja, namun untuk semua lapisan masyarakat. The Hunger Games sebagai media penyampaian pesan mengenai potret yang terjadi sekarang ini mengenai praktik kuasa. Walaupun dibalik produksi film ini tak lepas dari pengaruh institusi ekonomi dan politik, namun hal ini tidak menutupi dengan nilai-nilai kehidupan dan pesan yang ingin disampaikan khususnya mengenai praktik kuasa yang berujung pada kapitalisme.

As Producer

16

Nina Jacobson berkarir sebagai Presiden di Buana Vista Motion Pictures Group yang banyak terlibat di Walt Disney Company. Setelah keluar dari Disney, ia membuat perusahaannya sendiri bernama Color Force tahun 2007 dan ia memproduseri Film The Hunger Games. Dalam website : IMDb :

16

Produser film berperan dalam mengawasi dan menyalurkan sebuah proyek film kepada seluruh pihak terlibat serta mempertahankan integritas, suara dan visi film tersebut. Mereka juga akan mengambil risiko keuangan dengan mengeluarkan uang mereka sendiri, khususnya selama periode pra-produksi, sebelum sebuah film dapat terdanai sepenuhnya.


(19)

News for Nina Jacobson yang membahas ulasan pada CinemaCon Panel

Decries Hollywood‘s Underserving Women, Chasing young Males oleh Anne Thompson.

At CinemaCon, The Hollywood Reporter editorial director Janice Min assembled and moderated a terrific panel, "Driving Financial Success: Women + Movies = Bigger Box Office," including Geena Davis (see her video address below), who runs the influential Institute on Gender and Media, director Paul Feig ("Bridesmaids," "The Heat"), Nina Jacobson ("The Hunger Games"), Amy Miles (CEO Regal Entertainment Group), and Vanessa Morrison (President, Fox Animation Studios), addressing the myriad issues women have with Hollywood, both behind and in front of the camera. Clearly, despite all the evidence over the years showing how big hits aimed at women often are, from "Thelma and Louise" to "Sex and the City," the Hollywood studios would rather chase after distracted young men with violent VFX than continue to make modest-budgeted hits aimed at the underserved women's audience.17

Hal ini menjelaskan bahwa di Industri Hollywood telah banyak melibatkan perempuan baik di depan layar maupun di belakang layar. Nina Jacobson, salah satunya yang memberikan kontribusi peran perempuan dalam media.

4.1.3 Sosial

Terkait dengan pembuatan film The Hunger Games serta setting yang dipilih, maka pada level sosial, penulis akan menjelaskan tentang negara Amerika dan aspek-aspek yang berkembang di negara tersebut.

17


(20)

Amerika Serikat dikenal sebagai negara Super Power dimata dunia yang dianggap memiliki pengaruh yang cukup besar bagi negara-negara lain. Amerika memiliki kekuatan di bidang ekonomi, militer, dan teknologi yang tinggi. Dalam bidang teknologi dan ilmu pengetahuan, Amerika dikenal sebagai „penemu‟ sehingga menjadi kiblat perkembangan iptek dunia dan menjadikannya standart kemajuan bangsa Amerika.18

Dari segi politik, demokrasi adalah bagian dari sistem politik dan pemerintahan Amerika Serikat. Demokrasi merupakan turunan dari konsep kapitalisme yang menjamin kebebasan rakyat19 serta merupakan bentuk pemerintahan yang bisa dinilai luwes atau tidak kaku. Sistem demokrasi, melahirkan sistem perwakilan akan hak dan kewajiban rakyat. Sehingga rakyat yang memilih siapa saja orang yang duduk dalam pemerintahan sebagai wakil rakyat. Wakil rakyat seharusnya dapat menjadi wadah bagi aspirasi rakyat, namun pada pelaksanaannya banyak hal yang tidak sesuai. Sistem demokrasi lebih memihak kepada pihak yang bermodal karena hanya orang yang memiliki uang saja yang dapat mencalonkan diri menjadi wakil rakyat.

Sistem demokrasi ini berpengaruh pada pandangan terhadap wanita. Wanita masa kini sudah banyak yang terlibat dalam wilayah publik, membuatnya sejajar dengan pria dalam berbagai aspek. Konteks mengenai feminisme salah satunya yang ditampilkan pada film The Hunger Games

dengan menciptakan tokoh Katniss, sebagai wanita Warrior yang tangguh. Disi lain, Amerika pada setiap aspek sosialnya banyak menerapkan ideologi Kapitalisme. Dari segi ekonomi, bangsa Amerika menganut sistem kapitalisme, sebagai dasar dari sistem kapitalisme menitikberatkan pada kepemilikan modal. Modal menjadi tolak ukur dari maju atau tidaknya suatu

18

Ideologi Kapitalisme Amerika Serikat sebagai kiblat tatanan hidup dunia

http://cyphercycle.com/index.php/tulisan/ideologi/62-kapitalisme-ideologi-amerika-serikat-sebagai-kiblat-tatanan-hidup-dunia diakses pada 13/05/2013 pukul 06.55

19

Kapitalisme dan Peradaban Amerika http://www.anneahira.com/peradaban-amerika.htm diakses pada 13/05/2013 pukul 06.47


(21)

ekonomi negara. Sehingga dengan senang hati Amerika mau membantu negara yang membutuhkan karena akan memperlebar kekuasaannya dan negara lain akan memiliki ketergantungan kepada negara Amerika.

Selain menganut sistem kapitalisme, didukung pula oleh sistem ekonomi liberal kapitalis, yakni suatu sistem yang membebaskan kepada setiap individu untuk mengerahkan kekuatannya dengan segala cara untuk menguasai sumberdaya yang bermuara kepada kepentingan masing-masing. Hal ini mengakibatkan masyarakat terpecah menjadi dua, golongan pemilik modal dan golongan rakyat jelata.

Dari sisi perilaku sosial budaya, dan gaya hidup rakyat Amerika dinilai lebih modern dan bebas, dilihat dari cara berpakaian dan kehidupan sehari-hari. Pada umur 18 tahun kebanyakan dari remaja Amerika sudah diberikan kebebasan oleh orangtuanya dan mereka juga harus bertanggung-jawab dengan apa yang mereka lakukan sendiri. Kebebasan bisa memberikan efek positif dan efek negatif, efek positifnya seperti mengembangkan segala bentuk kreatifitas, potensi dan membuat seorang manusia lebih kuat menghadapi segala bentuk hambatan. Sedangkan efek negatifnya seperti karena orangtua tidak lagi mengawasi maka mereka dapat melakukan apapun, bahkan yang melanggar hukum atau moral.

Aspek-aspek tersebut tidak hanya untuk rakyat Amerika, tapi juga penduduk dunia. Tidak heran banyak rakyat Indonesia yang juga meniru-niru gaya hidup orang Amerika karena power Amerika sudah menyebar ke banyak negara. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang banyak berkiblat pada budaya Amerika, khususnya dalam menganut ideologi kapitalisme. Pelan-pelan dan secara terus menerus ideologi kapitalisme tertanam dalam setiap aspek kehidupan, mengakibatkan ketimpangan yang lebar antara „si kaya‟ dan „si miskin‟. Hingga sekarang, kapitalisme menjadi suatu hal yang sifatnya global.


(22)

4.2 Analisis Mesostruktur

(Discourse Practice)

Tingkatan ini menjelaskan tentang proses Intepretasi dimana berpusat pada aspek produksi teks (individu) dan aspek konsumsi teks (khalayak). Fairclough mengungkapkan bahwa kedua aspek tersebut berhubungan dengan jaringan yang kompleks yang melibatkan berbagai praktik diskursif. Dari beberapa faktor yang kompleks, setidaknya ada tiga aspek penting penting. Pertama sisi individu wartawan atau dalam konteks ini adalah penulis The Hunger Games. Kedua Penulis dengan struktur organisasi media, baik sesama penulis, sutradara, produser, editor

dan crew lainnya. Ketiga, praktik kerja mulai dari penulisan, produksi, editing hingga muncul di media. Ketiga elemen tersebut merupakan keseluruhan dari praktik wacana dalam suatu media yang saling berkaitan dalam memproduksi suatu wacana (Eriyanto, 2001, p. 317).

4.2.1 Produksi Teks

Fairclough secara sosiologis tidak menyelidiki cara-cara produksi atau dikodekannya teks-teks. Yang sering terjadi adalah Fairclough mengambil titik awal linguistik pada teks-teks kongkret, dengan mengidentifikasi wacana-wacana apa yang mereka gunakan (antarkewacana-wacanaan) dan bagaimana wacana-wacana itu secara antartekstual menggunakan teks-teks lain. Dari aspek produksi teks, penulis memaparkan latar belakang dari penulis naskah karena hal ini dapat mempengaruhi terciptanya sebuah karya :

1. Suzzane Collins (Penulis)

Collins memperoleh inspirasi yang cukup besar dari mitologi Yunani Theseus dan Minotaur. Mitologi ini mengisahkan masyarakat Athena, dimana mereka harus mengirim 7 (tujuh) pemuda yang terdiri dari laki-laki dan perempuan ke Kreta untuk di korbankan pada Minotaur. Peristiwa ini terus terjadi sampai kedatangan Theseus yang mengajukan diri secara sukarela. Dalam hal ini, tokoh utama dalam Film Hunger Games, Katniss,


(23)

bisa dibilang seperti tokoh Theseus. Walaupun begitu Collins ingin membuat versinya sendiri.

Suzzane Collins adalah penggemar mitologi Yunani dan Romawi, ia juga terinspirasi oleh permainan Gladiator a la Romawi. Disamping itu, ia juga memiliki pengalaman pribadi (masa kecilnya) tentang ayahnya yang dikirim ke Vietnam untuk berperang dan menghilang.

Suzzane Collins memulai karirnya pada tahun 1991 sebagai penulis program acara televisi anak, selanjutnya ia mulai membuat buku anak-anak The Underland Chronicles yang diilhami dari dongeng klasik Alice in Wonderland. Ia berpendapat bahwa anak-anak perlu mengetahui tentang apa yang terjadi sekarang ini, seperti tentang kekerasan, perang, dan sulitnya mencari “realitas” di dunia media. Pengalamannya sendiri tentang perang dan kekerasan banyak memberikan kontribusi pada karya-karyanya, hal ini dijadikan tema penting bagi dirinya dan karya-karyanya.

Baginya, menceritakan sebuah cerita dalam dunia futuristik20 memberikan suatu kebebasan untuk bereksplorasi. Jadi, dalam kasus

Hunger Games, masalah-masalah seperti perbedaan status sosial (kekayaan), kekuatan televisi dan bagaimana itu digunakan untuk mempengaruhi hidup kita, kemungkinan bahwa pemerintah bisa menggunakan kelaparan sebagai senjata, dan yang utama adalah, isu perang.21

―She is a Roman Catholic‖, itulah yang tertulis di google.com ketika membaca mengenai personal life seorang Suzanne Collins. Donald L Brake, Sr. mengemukakan pandangannya dalam sebuah artikel berjudul The religious and Political Overtones of Hunger Games bahwa dalam film ini mengangkat kisah pengorbanan Katniss, relawan untuk menggantikan

20

Futuristik adalah memproyeksikan kejadian-kejadian, situasi-situasi dan proses-proses yang ada atau menciptakan yang baru dan memfokuskan pada apa yang akan terjadi. ( Sudjana, Tim. 1998. Pendekatan Sistem Bagi Administrator Pendidikan. Bandung : Sinar Baru)

21

Q&A with Hunger Games Author Suzzane Collins. The Author of The Hunger Games says we need to get real about war, violence and TV : http://www.scholastic.com/teachers/article/qa-hunger-games-author-suzanne-collins diakses pada 09/05/2013 pukul 13.15


(24)

adiknya. Jatung Kristen bersandar pada pengorbanan diri Yesus sebagai penebus dosa. Tema harapan merupakan unsur yang rumit dalam kekristenan.22

2. Gary Ross

Gary Ross adalah seorang penulis, sutradara dan aktor, setelah ia menulis naskah pada acara televisi yang berjudul The Hitchhiker pda tahun 1986, ia mulai terlibat pada pembuatan naskah film berjudul Big pada tahun 1998 dan banyak lagi film yang telah melibatkannya baik sebagai penulis, sutradara, produser maupun aktor. Sebelum menggarap film The Hunger Games, film yang cukup populer dan melibatkannya sebagai penulis, sutradara serta produser adalah film Seabiscuit dan Pleasantville.

Seabiscuit (2003) menceritakan kejuaraan kuda pacu (Thoroughbred) di Amerika Serikat. Seekor kuda kecil, Seabiscuit memiliki awal yang menguntungkan untuk karir balapnya, tetapi untuk menjadi juara dianggap tidak mungkin, walaupun Seabiscuit memiliki postur yang tingga tetapi kakinya pincang. Akan tetapi, pelatih Tom melihat sesuatu dari Seabiscuit yang dapat membuat Seabiscuit menjadi pemenang. Hal ini menjadikan simbol harapan bagi banyak orang Amerika setelah mengalami depresi besar akan masa-masa buruk yang telah terjadi.

Film ini memperoleh beberapa pengharagaan, memenangkan

ASCAP Award kategori Top Box Office tahun 2004. Beberapa nominasi

OSCAR, yang salah satunya adalah nominasi penulis skenario terbaik , Gary Ross.

Pleasantville (1998) bercerita tentang dua remaja tahun 1990-an yang ditarik ke acara sitcom fiksi tahun 1950-an, komedi situasi televisi hitam-putih, Pleasantville. Acara ini menggambarkan kesan terhadap tahun 1950-an. Dalam Pleasantville, David dan Jennifer dipaksa untuk

22


(25)

mengambil peran Bud dan Mary-Sue. Saat mereka bermain bersama di kota kecil yang sempurna dan murni Pleasantville, kehadiran mereka segera mempengaruhi perubahan drastis dalam Pleasantville. Warga Pleasantville menemukan ketidaksesuaian beberapa hal seperti seks, seni, buku, musik dan warna yang menyebar di dunia hitam-putih mereka. Hal ini mengacaukan segala aturan yang berlaku di Pleasantville.

Film ini telah memenangkan sejumlah penghargaan dan nominasi pada tahun 1999. Dari karya-karya Gary Ross, penulis melihat beberapa karakter di setiap karyanya, yaitu menawarkan sebuah harapan, perubahan, norma baru dimana hal ini disampaikan dengan cara break the rules.

3. Billy Ray

Billy Ray seorang screen writer dan director, Ia memulai karirnya sebagai penulis untuk televisi pada tahun 1994, Volcano, Hart‘s War dan

Earth 2 adalah film yang pernah ia garap. Pada tahun 2003, selain sebagai penulis ia juga bertidak sebagai director pada dilm pertamanya yang cukup terkenal, yaitu Shattered Glass. Shattered Glass sendiri diambil dari sebuah kisah nyata. Seorang jurnalis yang pandai dan cerdik dalam mengolah berita, kemudian setelah bertahun-tahun ia bekerja di media dan ditelusuri bahwa banyak berita yang ia buat diragukan keabsahannya dan hanya khayalan belaka. Ia dinominasikan sebagai The Most Promising Filmmaker

oleh The Chicago Film Critics Assosiation dan untuk Best Screenplay oleh

Independent Spirit Award.

Pada tahun 2007, ia kembali dengan filmnya berjudul Breach, mengisahkan tentang seorang FBI yang dihukum oleh mata-mata Uni Soviet dan kemudian Rusia selama dua dekade. Karya-karyanya memiliki cenderung ber-genre drama action.


(26)

4. Teknis Produksi

Menggambarkan dan menjelaskan bagaimana wacana kapitalisme dibentuk dalam suatu film yang diproduksi dalam lingkaran industri media memang sulit dilepaskan dari campur kapitalisme, khususnya media sebagai institusi ekonomi dan politik. Walaupun hadir sebagai film penyampai pesan kritik sosial, khususnya mengenai praktik kuasa namun tidak bisa di garansi sepenuhnya bahwa dalam produksinya lepas dari kepentingan-kepentingan.

Sepekan sebelum film The Hunger Games tayang, Collins membagikan pengalamannya kepada fans melalui surat yang di posting di

Official Hunger Games Movie Facebook, sebagai berikut:

Now that the filming of The Hunger Games has begun, I‘ve been getting

a lot of questions about the script, so I thought I might share a little of

my experience with you. Back in early 2010, Color Force and Lionsgate

began the process of adapting the book to the screen and I wrote the first draft of the script. After that, we brought on veteran screenwriter

Billy Ray to further develop the piece. Not only has he written and

directed excellent films like Shattered Glass and Breach, he was a complete pleasure to work with. Amazingly talented, collaborative, and

always respectful of the book. His adaptation further explored the

world of Panem and its inhabitants. As though I wasn‘t lucky enough,

Oscar-nominated filmmaker Gary Ross, known for his wonderful

works such as Seabiscuit and Pleasantville, came on board. As part of

his creative process, he wrote a subsequent draft which incorporated his incredible directorial vision of the film. And then he very generously invited me in to work with him on it. We had an immediate and exhilarating creative connection that brought the script to the first day of shooting. Of course, the piece will naturally continue to evolve through the filming, as the actors bring the characters to life, as the


(27)

entire crew brings their significant talents to the piece, as the editors

work with Gary to best realize his vision. The final draft will be on the

screen next March.

So that’s been the script process, and as an author, I’m truly grateful

for the journey.

May the odds be ever in your favor! - Suzanne Collins

Dalam surat tersebut, Collins mengungkapkan hubungan ia bersama partner-partner-nya saat penulisan dan produksi film, mulai dari Billy sebagai partner yang cocok untuk bekerja sama dan menghargai buku karangannya, lalu Ross yang selalu memasukan visinya pada setiap karya-karya yang telah dibuatnya, hingga aktor dan aktris yang sangat menjiwai karakter, seluruh kru yang bekerja sungguh-sungguh di setiap scene-nya, serta editor yang mampu merealisasikan visi-visi Ross sebagai sutradara. Collins merasa bersyukur akan semua pengalaman yang telah ia jalani.

Selain mengungkapkan rasa terimakasih, Collins juga memiliki pendapat tersendiri akan partner-nya. Billy memiliki kecendrungan untuk lebih mengeksplorasi dunia panem dan penduduk Capitol. Penggambaran dunia Panem buatan Collins merupakan hal penting dalam pembuatan film ini. Dunia panem diibaratkan sebagai sekumpulan masyarakat yang di awasi dan di kontrol oleh pemerintah dan media, mereka adalah buruh yang dipekerjakan oleh penguasa di Capitol. Dalam penulisan script film yang pernah ia garap sebelumnya, Billy lebih banyak gambarkan sebuah peristiwa, bencana, kemalangan dan perang yakni dalam film Volcano, Hart‘s War dan Earth 2. Kecenderungan karya-karya Billy memungkinkan sekali memberikan pengaruh akan pandangannya dalam menggambarkan suatu hal, yang dalam hal ini adalah dunia panem.

Sedangkan Ross lebih ingin memunculkan visi dari buku The Hunger Games secara keseluruhan sehingga memiliki nilai-nilai atau pesan


(28)

yang dapat disampaikan. Ross sendiri memiliki „warna‟ sendiri di setiap film-film yang ia buat yaitu yaitu menawarkan sebuah harapan, perubahan, norma baru dimana hal ini disampaikan dengan cara break the rules. Tentunya akan mudah bagi Ross untuk men-translate pesan apa yang ingin di tonjolkan dari Collins sebagai pengarang buku The Hunger Games.

Ketika film The Hunger Games ditayangkan memang banyak kritik mengenai kekerasan dan tindakan brutal seorang anak yang saling membunuh padahal film ini ditujukan untuk semua umur atau bertuliskan lambang PG -13 (parental guidance for children under the age of 13). Hal berbau kekerasan tersebut memang menjadi masalah pembuat film bahkan sebelum film The Hunger Games release, Collins mengatakan bahwa hal ini akan selalu menjadi bahan yang akan menuai pro dan kontra. Unsur kekerasan memiliki kedekatan dengan kriminalitas, Joseph Berlo (1997, hlm 516) berpendapat bahwa dalam berita kriminalitas memberikan atau menayangkan sebuah penyimpangan yang telah dilakukan oleh masyarakat. Tujuannya adalah dengan dimuatnya penyimpangan yang telah terjadi maka publik mengetahuinya, tidak menirunya atau melakukan hal yang sama.

Beranjak dari proses produksi yang diceritakan Collins, berikut rincian alur produksi dan distribusi film The Hunger Games23 :

-2/29/12 - Lionsgate mengumumkan 24 pemutaran diawal dan disponsori oleh Nook oleh Barnes & Noble.

-2/22/12 – Tiket film The Hunger Games dijual. -2/21/12 – Tur nasional film The Hunger Games.

-2/14/12 - CafePress dan Lionsgate bermitra resmi pada The Hunger Games.

-2/2/12 - 50 hari sampai rilis The Hunger Games.

-1/9/12 - Lionsgate mengumumkan penjualan tiket The Hunger Games telah dibuka lebih awal.

23

Production Information http://www.lionsgatepublicity.com/epk/thehungergames/ diakses pada 11/05/2013 pukul 14.46


(29)

-12/9/11 - Lionsgate bekerjasama dengan China Glaze

mengumumkan ―Colors from the Capitol'

-11/10/11 - Good Morning America untuk debut dunia eksklusif

Trailer The Hunger Games.

-9/15/11 - The Hunger Games telah selesai digarap.

-9/1/11 - Lionsgate bergabung dengan Scribd, Donorschoose.org

dan Gramedia untuk bulan kampanye literasi Nasional The Hunger Games.

-8/3/11 - Lionsgate bermitra dengan Universal Republic Records

untuk merilis koleksi musik baru untuk The Hunger Games. -6/28/11 – Lionsgate mengumumkan kolaborasi musik dalam The

Hunger Games diberikan kepada T. Bone Burnett (memenangkan Academy Award pada pembuatan musik film

Crazy Heart dan Cold Mountain) dan Danny Elfman (komposer Alice In Wonderland dan Spiderman)

-6/23/11 - Lionsgate meluncurkan "The Ultimate Hunger Games Fan Sweeps" di Facebook

-5/31/11 - Donald Sutherland berperan sebagai Presiden Snow -5/27/11 - Kimiko Gelman dan Nelson Ascencio berperan sebagai

Venia dan Flavius (anggota tim yang mempersiapkan Katniss dan Peeta)

-5/26/11 - Amber Chaney berperan sebagai Avox Gadis

-5/24/11 - Toby Jones berperan sebagai arena penyiar Claudius Templesmith

-5/23/11 - Lenny Kravitz berperan sebagai Cinna

-5/19/11 - Latarsha Rose dan Brooke Bundy berperan sebagai Portia dan Octavia

-5/10/11 - Woody Harrelson berperan sebagai Haymitch -5/9/11 - Stanley Tucci cor sebagai Caesar Flickerman -5/5/11 - Wes Bentley berperan sebagai Derek Seneca


(30)

-4/28/11 - Elizabeth Banks berperan sebagai Effie Trinket

-4/21/11 - Paula Malcomson berperan sebagai Ibu Katniss Everdeen & Primrose

-4/20/11 - Willow Shields berperan sebagai Primrose Everdeen -4/4/11 - The Hunger Games Snears Its Peeta dan Gale

-3/17/11 - Jennifer Lawrence berperan sebagai Katniss Everdeen -3/17/09 - Lionsgate ® mengadakan pesta untuk The Hunger

Games.

4.2.2 Konsumsi Teks

Film ini memiliki target audience yang luas, karena bisa dinikmati oleh semua umur. Akan tetapi, memiliki kecenderungan target untuk remaja, mengikuti jejak Harry Potter dan Twilight. Walaupun dinilai banyak memasukan unsur kekerasan, drama, aksi, reality show, percintaan remaja dan politik, namun hal itu tidak mengurangi esensi pesan yang ingin disampaikan. Hal ini sesuai dengan harapan Suzzane Collins bahwa menurutnya anak-anak perlu mengetahui apa yang terjadi di dunia sekarang ini, khususnya kekerasan dan media.

Kekerasan merupakan salah satu bentuk dari kriminalitas. Sebuah berita kriminalitas sendiri selain berfungsi sebagai sarana untuk informasi, didalamnya juga harus ada pesan-pesan moral dan hukum bagi publik-nya. Ada fungsi sosialisasi nilai-nilai moral yang ada di masyarakat dan hukum perundang-undangan (Junaedi, 2005, p. 95). Berita kriminal memiliki dampak positif bagi publik-nya mengingat salah satu fungsi dari media massa adalah sebagai salah satu agen pembangunan masyarakat (Surette, 1997, pp. 210-238). Surette juga menegaskan bahwa berita kriminalitas di media juga dapat berfungsi untuk memerangi kejahatan itu sendiri.

Pemeran Katniss Everdeen, Jennifer Lawrence, menganggap bahwa tidak ada masalah dengan adegan berdarah dan penuh kekerasan.


(31)

We weren't going to make a watered-down version of what we love," she said. "If you take the violence and brutality out of the movie, you take the entire heart out of it.24

“Kita tidak akan membuat versi yang dapat melemahkan pesan yang ingin disampaikan. Jika kamu mengambil / memisahkan adegan kekerasan dan kebrutalan dari film ini, maka kamu mengambil jantung dari film ini”. Begitulah kurang lebih terjemahan komentar Jeniffer.

Film ini sempat ditunda penayangannya di Vietnam oleh Vietnam National Film Board menganggap film menjadi terlalu keras sehingga memutuskan untuk menunda penayangannya. Film The Hunger Games telah dinilai tergolong film 12A25 oleh British Board of Film Classification (BBFC) di Inggris, untuk mencapai nilai itu, Lionsgate harus memotong atau mengganti tujuh detik film dengan menghapus adegan percikan darah. Sedangkan di Amerika Serikat, film ini diberi rating PG-13 oleh Motion Picture Association of America (MPAA) untuk penayangan materi tematik kekerasan yang melibatkan remaja.

Walaupun banyak kritik yang bermunculan mengenai kekerasan yang ditampilkan, namun film ini juga mendapat berlimpah pujian dan tanggapan positif.

The Hunger Games movie had a multimillion-dollar weekend opening and seems destined to be the most successful film of the year. Which is remarkable because it's a political movie set in a not-too-distant

24The Hunger Games‘ 12 A classification not to the tased of concerned parents

http://www.theguardian.com/film/2012/mar/28/hunger-games-12a-classification-concerned-parents diakses pada 1/10/2013 pukul 16.31

25

Film yang bisa di tonton oleh anak berusia 12 tahun ke atas tanpa di temani. A singkatan dari


(32)

America and expresses themes that are familiar and disturbing.26- Bob Burnett

Selain dinilai sebagai film yang paling sukses dan meraup keuntungan banyak, film ini juga luar biasa karena terdapat pesan yang tidak jauh dengan realitas di Amerika serta menggambarkan tema yang familiar dengan kehidupan. Berbeda dengan film Harry Potter ataupun Batman, The Hunger Games hadir sebagai film yang familiar menampilkan kondisi di Amerika, temanya mengekspresikan zeitgeist-nya. Seorang pakar film, Siegfried Kracauer menyatakan bahwa umumnya dapat dilihat kalau teknik, isi, cerita, dan perkembangan film suatu bangsa hanya dapat dipahami secara utuh dalam hubungannya dengan pola psikologis aktual bangsa itu (Imanjaya, 2006, p. 30).

Film Amerika memang terkenal dengan film bergenre Superhero yang didalamnya terdiri dari beberapa campuran genre seperti action, drama,

science-fiction dan lainnya. Banyaknya film bergenre Superhero yang tayang sekarang ini, bahkan hingga dibuat sekuelnya menandakan bahwa film

Superhero diminati masyarakat dan sangat komersil. Efek visual yang luar biasa menjadikan biaya produksi yang tinggi sehingga kebanyakan film bergenre Superhero berasal dari Amerika.

Dalam film ini, Katniss yang adalah tokoh utama merepresentasikan seorang Warrior. Secara tidak langsung ia melakukan pemberontakan yang cukup berpengaruh pada pemerintahan, Capitol. Pemilihan tokoh perempuan sebagai pemeran utama mengundang tanggapan bahwa film ini juga mengandung isu feminis.

26

The Politics of The Hunger Games oleh Bob Burnett, Pensiunan Eksekutif Silicon Vally.

http://www.huffingtonpost.com/bob-burnett/the-hunger-games-politics_b_1390945.html diakses pada 1/10/2013 pukul 11.13


(33)

Katniss Everdeen was shattering stereotypes about girls being helpless and passive in a way that could only be positive for the predominantly young-teen female audience.27- Shelley Bridgeman

Komentar lainnya berasal dari The New York Times28:

She is different, though, not only because she is a woman but also because she is anything but a free, rootless figure of the wilderness. The paradise she comes from has been colonized and enclosed. She is transported to an artificial garden where the beasts are special effects, and cameras record every moment of solitude or intimacy. There she fights for her life, and for kin and home, cruelly pitted against other children who are doing the same. All of this means that, as she sprints through the forest, Katniss is carrying the burden of multiple symbolic

identities. She‘s an athlete, a media celebrity and a warrior as well as

a sister, a daughter, a loyal friend and (potential) girlfriend. In genre terms she is a western hero, an action hero, a romantic heroine and a tween idol. She is Natty Bumppo, Diana the chaste huntress of classical myth, and also the synthesis of Harry Potter and Bella Swan

the Boy Who Lived and the Girl Who Must Choose. Ms. Collins‘s

novels are able to fuse all of these meanings into a credible character embedded in an exciting and complex story.

27

The Hunger Games is a feminist issue oleh Shelley Bridgeman

http://www.nzherald.co.nz/opinion/news/article.cfm?c_id=466&objectid=10795244 diakses pada 1/10/2013 pukul 11. 25

28

A Radical Female Hero From Dystopia http://www.nytimes.com/2012/04/08/movies/katniss-everdeen-a-new-type-of-woman-warrior.html?_r=0 diakses pada 1/10/2013 pukul 11.43


(34)

Gambar 4.4 Katniss Everdeen

Katniss dinilai sebagai icon feminis bukan hanya karena dia adalah seorang wanita tapi juga karena ia menggambarkan kebebasan, like one in the million, tempat tinggalnya telah terjajah. Dia dibawa ke taman buatan di mana binatang hadir dengan efek khusus, dan kamera merekam setiap momen kesendirian atau keintiman. Di sana ia berjuang untuk hidupnya, saudara dan tanah kelahirannya, secara kejam diadu dengan anak-anak lain. Katniss yang membawa beban banyak identitas simbolik. Dia seorang atlet, selebriti media dan prajurit serta saudara perempuan, anak perempuan, teman setia dan (calon) pacar . Dalam hal bergenre dia adalah pahlawan Barat, pahlawan tindakan, pahlawan romantis dan idola. Dia adalah Natty Bumppo, Diana yang pemburu wanita suci mitos klasik, dan juga sintesis Harry Potter dan Bella Swan - Boy Who Lived dan Gadis yang Harus Pilih . Novel Ms Collins adalah mampu memadukan semua makna tersebut menjadi karakter yang kredibel tertanam dalam sebuah cerita yang menarik dan kompleks.

Terpilihnya Jennifer Lawrence menjadi tokoh Katniss Everdeen merupakan keputusan final dari Suzanne Collins dan Ross. Jennifer dinilai memiliki pembawaan yang kuat, indah, tak kenal menyerah dan berani, Ross menggambarkan adanya peleburan antara kekuasaan, kedalaman, kompleksitas, kelembutan dan kekuasaan pada tokoh Katniss. Disisi lain, dibalik menampilkan sosok feminim adalah syarat dengan nilai postmodern, dalam film postmodern, dimana tanda memiliki peran penting dalam


(35)

membentuk eksistensinya sebagai komoditas, seni dan sekaligus juga ideologi yakni ideologi postmodern (Audifax, 2006, p. 19). The Hunger Games

maupun Katniss bukan hanya dinilai sebagai suatu karya seni namun juga sesuatu yang bisa dijadikan komoditas, dan komoditas merupakan bagian dari budaya massa yang merupakan anak dari kapitalisme. Pertanda yang terlahir dari komoditas dalam corak produksi industri budaya bertebaran dalam realitas sosial manandakan perubahan sosial terjadi (Junaedi, 2005, p. 22).

Entertainment Weekly Lisa Schwartzbaum memberikan nilai A- pada film The Hunger Games.

This 'Hunger Games' is a muscular, honorable, unflinching translation of Collins' vision. It's brutal where it needs to be, particularly when children fight and bleed. It conveys both the miseries of the oppressed, represented by the poorly fed and clothed citizens of Panem's 12 suffering districts, and the rotted values of the oppressors, evident in the gaudy decadence of those who live in the Capitol. Best of all, the movie effectively showcases the allure of the story's remarkable, kick-ass 16-year-old heroine, Katniss Everdeen.29

The Hunger Games dinilai sebagai film yang gagah, tulus dan gigih. Pada adegan tertentu menampilkan hal-hal brutal, terutama ketika anak-anak saling berkelahi, saling membunuh dan mengeluarkan darah. Namun, film ini dapat dengan baik menyampaikan kesengsaraan kaum tertindas, yang diwakili oleh warga yang kelaparan dan dengan pakaiannya yang kurang layak di ke-12 distrik serta nilai-nilai yang tidak baik dan kejam dari para penindas, yang tinggal tinggal di Capitol. Film ini menampilkan daya tarik yang luar biasa.

Ulasan yang lainnya dalam artikel Kids at Risk ‗The Hunger Games and Bully‘ memaparkan bahwa buku ini mencoba untuk menjelaskan

29

The Hunger Games Reviews : What Critics are saying : http://www.cbsnews.com/8301-31749_162-57403284-10391698/the-hunger-games-reviews-what-critics-are-saying/ diakses pada 11/05/2013 pukul 14.25


(36)

popularitas trilogi yang luar biasa, kritikus dan komentator yang menggunakan metafora. The Hunger Games menggambarkan tempat dimana kegelisahan terjadi secara terus-menerus: penghakiman oleh orang dewasa: perpeloncoan, intimidasi, dan gap antar kelompok, dan akhirnya berujung pada trauma. Jika meregangkan metafora, buku bisa dilihat sebagai dongeng mengancam kapitalisme, di mana terjadi persaingan hingga memunculkan pemenang.

Menurut Karl Marx seluruh pelaku utama dalam perubahan sosial adalah kelas-kelas sosial (Storey, 1995, p. 193).30 Namun patut diketahui bahwa bukan hanya kelas seperti apa yang ditemukan namun juga bagaimana struktur kekuasaan diantara mereka. Dalam struktur masyarakat kapitalis, dua kelas saling berhadapan yaitu kelas buruh dan kelas pemilik. Kelas atas memiliki keuntungan terhadap kelas bawah karena mereka dapat hidup dari hasil pekerjaan kelas bawah tanpa harus bekerja. Inilah yang dinamakan sebagai nilai lebih (surplus value) oleh Karl Marx dalam teori nilai lebih. Bagitu pula dalam proses yang terjadi di dalam industri budaya dan dikendalikan oleh segelintir elit industri terhadap para pekerjanya, bahkan para pekerja inipun kemudian menjadi komoditas yang dibendakan (Junaedi, 2005, p. 13).

Collins tampaknya menjadi salah satu pemenang, dimana bukunya menjadi best seller dengan 24 juta copy di Amerika Serikat. Akan tetapi, mungkin alasan untuk sukses adalah sederhana yakni membuat remaja merasa menjadi korban dan dianggap penting.31

30Lihat Karl Marx, „Base and Superstrukture‟ dalam John Storey, Cultural Theory and Popular Culture,

A reader (Singapore: Harvester Wheatsheaf, 1995)

31

Kids at Risk : The Hunger Games and Bully :

http://www.newyorker.com/arts/critics/cinema/2012/04/02/120402crci_cinema_denby diakses pada 11/05/2013 pukul 16.14


(37)

4.3 Analisis Mikrostruktur

(Text)

Tahapan ini memiliki kegunaan untuk menganalisis teks dengan lebih detail supaya memperoleh data yang dapat menggambarkan apa yang menjadi tujuan dalam pembuatan teks (representasi) tersebut. Selain itu juga, akan menjelaskan secara detail mengenai aspek yang dibutuhkan dalam tingkat analisis, ini yang berisi garis besar atau isi teks (informasi), lokasi, sikap, serta tindakan tokoh atau pemeran tersebut dan seterusnya.

Fairclough melihat teks dalam berbagai tingkatan. Sebuah teks bukan hanya menampilkan bagaimana hubungan suatu objek digambarkan tetapi juga bagaimana hubungan antar objek didefinisikan. Ada tiga elemen dasar dalam model Fairclough, yang dapat digambarkan dalam tabel berikut :

Unsur Yang ingin dilihat

Representasi Bagaimana peristiwa, orang, kelompok, situasi, keadaan, atau apapun ditampilkan dan digambarkan dalam teks. (bagaimana realitas sosial di representasikan)

Relasi Bagaimana (konstruksi) hubungan antara wartawan (pembuat film / media), khalayak dan partisipan berita ditampilkan (artis-aktor yang memainkan peran).

Ex. seperti apa teks disampaikan, secara informal atau formal, terbuka atau tertutup.

Identitas Bagaimana (konstruksi dari) identitas wartawan (si pembuat film / media), khalayak dan partisipan berita (artis-aktor yang memainkan peran) ditampilkan dan digambarkan dalam teks.


(38)

(Junaedi, 2005, p. 289)

1. Fairclough mengusulkan sejumlah piranti bagi analisis teks, berikut istilah-istilah yang memiliki kecenderungan pada bidang linguistik (Jorgensen, 2007, p. 152) :

2. Kendali interaksional – hubungan antara penutur-penutur, termasuk pertanyaan tentang siapa yang menetapkan agenda percakapan (Fairclough 1992b:152ff)

3. Etos – bagaimana identitas dikonstruk melalui bahasa dan aspek-aspek tubuh (1992b: 166ff)

4. Metafora (1992b: 194ff) 5. Kata (1992b: 190) dan

6. Tata bahasa (1992b; 158ff., 169ff)

Istilah tersebut memberikan wawasan mengenai cara-cara teks memperlakukan peristiwa dan hubungan sosial dan juga mengkonstruk versi realita tertentu, identitas sosial, dan hubungan sosial.

Untuk mengidentifikasi warna Wacana Kapitalisme yang hadir dalam film ini, penulis mengkaitkannya dengan berbagai hal yang sebagai permulaan dapat dinilai sebagai suatu yang merepresentasikan kapitalisme. Ajaran Marxist merupakan salah satu yang paling berpengaruh dan memberikan jalan bagi analisis media untuk menganalisis masyarakat dan institusi-institusinya (Berger, 2000:39). Prinsip-prinsip Karl Marx ditawarkan untuk memperdalam kajian wacana kapitalisme yakni alienasi, materialisme, kesadaran palsu, konflik kelas, masyarakat konsumen dan hegemoni.

Dalam scene 1 memperlihatkan dua orang sedang berbincang-bincang mengenai The Hunger Games. Mereka adalah Seneca, sang perancang kompetisi

The Hunger Games, dan Caesar, sang pembawa acara. Perbincangan ini di kemas dalam sebuah acara Variety Show yang di tayangkan di Capitol.


(39)

Gambar 4.5

Senaca Carane (SC) : I think it is a tradition. It comes out from a particularly painful part of our history. But it‟s been the way we were able to heal. At the first it was a reminder of the rebellion, it‟s a price that the districts had to pay. But I think it has grown from that, I think it‟s a…it‟s a something that knits us all together.

(Diikuti dengan tepuk tangan dari penonton variety show yang ada di studio)

Caesar Flikerman (CF) – MC : This is your third year as game maker, what defines your personal signature?

Lalu dipotong ke adegan yang menampilkan keadaan distrik 12, diikuti dengan teriakan seorang gadis karena mimpi buruk.

Gambar 4.6 Gambar 4.7

Secara garis besar, tema utama yang dapat penulis simpulkan dari scene 1

adalah mengenai konflik kelas. Dalam scene ini memperlihatkan kesenjangan antara penduduk Capitol yang kaya dan penduduk distrik 12 yang serba kekurangan.


(40)

Sutradara film ini mencoba menggambarkan keadaan yang kontras dengan memperlihatkan kostum dan gaya khas penduduk Capitol serta kemewahan pada saat perbincangan di Variety Show, lalu adegan ini tiba-tiba dipotong dengan adegan yang menampilkan keadaan di distrik 12 yang sangat jauh dari kata mewah diikuti dengan teriakan seorang anak akibat mimpi buruknya.32

Di permulaan film, banyak dipertontonkan keadaan kontras antara si kaya dengan si miskin. Berikut beberapa cuplikan gambarnya :

Gambar 4.8 Gambar 4.9 Gambar 4.10

Dalam dialog diatas Seneca mengemukakan bahwa terselenggaranya acara ini sebagai pengingat akan pemberontakan (Rebellion) yang dilakukan oleh para penduduk distrik kepada Capitol, seperti yang terlihat dalam kalimat ―At the first it was a reminder of the rebellion‖. Dalam KBBI, pemberontakan berasal dari kata berontak, terdapat 3 makna yaitu, meronta-ronta hendak melepaskan diri, melawan atau tidak mau menurut perintah, dan melawan pemerintah (kekuasaan) secara serentak. Sedangkan pemberontakan itu sendiri memiliki makna sebagai proses, cara, perbuatan memberontak, dan penentangan terhadap kekuasaan yang sah.

Hal ini menandakan bahwa terdapat dua golongan yang berlawanan, yaitu penduduk distrik dan penduduk Capitol. Penduduk distrik adalah penduduk yang melawan pemerintahan Capitol. Pemberontakan tersebut diakhiri dengan kemenangan pihak Capitol dan penduduk distrik harus membayar kekalahannya dengan mengikuti ajang The Hunger Games, seperti yang diungkapkan dalam kalimat:―It‘s a price that the districts had to pay‖.

32

The Hunger Games Study Guide http://lessonbucket.com/study-guides/the-hunger-games/the-hunger-games-study-guide/ diakses pada 6/10/2013 pukul 6.13


(1)

KE: No, they don‟t. Why should they?

(Katniss mengeluarkan buah berry beracunnya)

PM: No!!

KE : Trust me!

Gambar 4.83

Sementara Seneca memperhatikan mereka melalui layar. Begitu pula para penduduk Capitol dan penduduk distrik.

Gambar 4.84 Gambar 4.85

Gambar 4.86 Gambar 4.87

PM : Together?


(2)

(Buah berry beracun siap mereka makan bersama)

Gambar 4.88

Tiba –tiba terdengar suara yang mengagetkan mereka.

Worker : Stop!! Stop!! Ladies and gentlemen, may present you the winners of the 74th Annual Hunger Games.

(Mereka saling berpelukan, kemudian datanglah pesawat yang menjemput mereka) Scene ini merepresentasikan sebuah upaya perlawanan Katniss kepada Pemerintahan Capitol. Diawali dengan perubahan peraturan yang dikeluarkan Capitol. Hal ini ingin mengambarkan kekuasaan Capitol yang semena-mena. Peeta meminta Katniss untuk membunuhnya ―Go ahead. One of us should go home. One of us has to die, they have to have their victor‖, lalu Katniss dengan yakin mengatakan ―No, they don‘t. Why should they?‖. Perkataan Katniss tersebut mengindikasikan sebuah bentuk perlawanan terhadap „they‘ atau Capitol, ‗They

don‘t, Why should they?‘ berarti ‗mereka tidak harus memiliki pemenang dengan

cara yang mereka inginkan, mengapa mereka harus memilikinya?‘.

Perlawanan Katniss tersebut didukung dengan upaya „hampir memakan buah berry beracun‟ atau Nightlock. Tiba-tiba narator menghentikan mereka sesaat sebelum memakan buah berry dan segera mengumumkan bahwa keduanya adalah pemenang The Hunger Games. Buah berry (Nightlock) telah menyelamatkan mereka, sekaligus menjadi simbol perlawanan. Poisonous berries / Nightlock


(3)

represents deception (Penipuan), harsh (kejam), rebellion (Pemberontakan).58 Hal ini ditampilkan ulang dengan fokus kamera yang mengarah pada nightlock disertai

backsound yang mendukung.

Gambar 4.89

Awalnya Katniss ingin menggunakan Nightlock untuk menjebak Cato agar memakannya, tetapi pada akhirnya digunakannya untuk melawan atau menantang Capitol. Perlawanan Katniss disadari pelatihnya, Haymitch. Haymich khawatir perlawanan Katniss akan membahayakan dirinya sendiri, sehingga ia memberikan arahan untuk tidak mengatakan yang sebenarnya kepada penduduk Capitol saat acara Variety Show perayaan pemenang 74th AnnualThe Hunger Games.

HA: They‟re not happy with you. KE : Why? Because I didn‟t die? HA: Because you showed them up.

KE : Well, I‟m sorry it didn‟t go the way the planned. I‟m not very happy with them either.

HA : Katniss, this is serious. Not just for you. They don‟t take these things lightly. If they ask, you say you couldn‟t help yourself. You are so in love with this boy. You rather die, than not be with him, you understand?

Dalam dialog tersebut Haymitch menggatakan‗you showed them up‘, dalam

thefreedictionary.com idiom tersebut memiliki maksud ‗to make someone's faults or shortcomings apparent‘ atau ‗to do something that embarrasses someone or

makes them seem stupid‘ yang berarti „menunjukan kesalahan seseorang atau

58

Mocking Jay Final Exam Preparation http://quizlet.com/12506453/new diakses pada 20/10/13 pukul 21.35


(4)

memperlihatkan kekurangan seseorang‟ atau „mempermalukan seseorang yang membuat mereka terlihat bodoh‟. Hal tersebut membuat petinggi elit Capitol, khususnya penyelenggara The Hunger Games tidak menyukai tindakan Katniss,

―They‘re not happy with you‖, sama halnya dengan Katniss yang tidak menyukai

mereka, ―I‘m not very happy with them either‖. Bahkan tindakan tersebut rupanya diterima golongan penguasa sebagai bentuk perlawanan Katniss yang dapat memacu bentuk-bentuk perlawanan lainnya dari kelas bawah.

Padahal Capitol sangat ketat dan hati-hati dalam melanggengkan kekuasaannya, dimana tidak memberikan celah kebebasan bagi kelas bawah, seperti yang diungkapkan Presiden Snow ―There are lots of underdogs and I think if you could see them, you would not root for them either. I like you.. Be Careful‖ (Scene 26). Dalam perkataan “you would not root for them‖ menyampaikan bahwa „jangan memberikan simpati pada mereka (underdog) atau rakyat bawah‟.

Sedangkan Katniss malah melawan dan berhasil mengagalkan rencana mereka untuk terus menerus mengontrol kaum bawah, ―I‘m sorry it didn‘t go the way the

planned‖.

Berbeda dengan perlawanan pada umumnya yang ditandai dengan unjuk rasa, penulis menyimpulkan bahwa terjadi sebuah perlawanan tersembunyi, karena tidak semua orang di Capitol dan di distrik menyadari tindakan Katniss nekat memakan Nightlock sebagai bentuk perlawanan. Istilah perlawanan tersembunyi memunculkan debat yang khususnya terkait dengan masalah intention dan

consequence. James C. Scott (1986) dalam Everyday Forms of Resistance

menekankan pentingnya intention (maksud), namun menilai maksud tidaklah mudah. Dalam studinya mengenai buruh kretek, Ratna Saptari menggunakan konsep perlawanan, yakni seorang buruh baik secara sadar atau tidak, mencoba untuk mengurangi klaim pihak lain atas dirinya atau untuk mencurangi sistem. Aksi yang dimaksudkan Saptari banyak ditemukan dan mendominasi aktivitas sehari-hari buruh di pabrik. Misalnya, upah minim mendorong buruh untuk melakukan kegiatan ekonomi tambahan di tempat kerja, seperti berjualan makanan ringan yang dilarang oleh perusahaan. Menolak makan di kantin dan memilih ngobrol atau


(5)

tiduran saat istirahat menjadi keseharian buruh di sebuah pabrik tekstil di wilayah Ujungberung. Hal ini dilakukan sebagai bentuk protes terhadap makanan kantin yang dianggap kurang layak.59

Perlawanan Katniss menggunakan nightlock merupakan bentuk kesadaran Katniss dari sistem pemerintahan Capitol yang semena-mena menekan penduduk distrik dan tributes. Tindakan percobaan memakan nightlock mampu melonggarkan aturan kompetisi The Hunger Games, juga merupakan aksi break the rule kepada orang yang paling berkuasa di Negara dimana Katniss tinggal. Hal ini mengingatkan penulis akan legenda Robin Hood yang melawan pejabat yang melakukan korupsi demi kepentingan rakyat. Robin Hood menjadi tokoh yang dimusuhi oleh Sheriff of Nottingham dan dibenci oleh pemerintah, namun bagi rakyat kecil ia adalah sosok pahlawan. Pemerintah yang diharapkan mampu melindungi rakyat, malah sebaliknya berpihak pada penguasa.

Robin Hood dan The Hunger Games memiliki kesamaan dalam menampilkan tokoh utama. Katniss dan Robin Hood sama-sama melakukan perlawanan yang cukup berpengaruh pada pemerintah. Jika Robin Hood ditampilkan sebagai ikon „Sang Pahlawan yang mencuri‟, maka Katniss ditampilkan sebagai seorang Warrior melalui aksinya di arena The Hunger Games. Sosok Katniss yang adalah perempuan juga membawa muatan feminis.

59

Perlawanan Tersembunyi Buruh oleh Resmi Setia M., peneliti di Pusat Analisis Sosial Akatiga, Bandung. http://www.duniaesai.com/index.php?option=com_content&view=article&id=374:perlawanan-tersembunyi-buruh&catid=49:sosiologi&Itemid=93 diakses pada 20/10/13 pukul 21.13


(6)

4.4 Refleksi

Dalam mengkaji dan menganalisis „bagaimana wacana kapitalisme disampaikan‟ dalam film ini, penulis menemukan bahwa wacana kapitalisme disampaikan dengan menyelipkan ideologi, konsep, ide-ide, pesan-pesannya dalam setiap sisi kehidupan dan mengusahakannya sebagai suatu hal yang natural atau normal. Pada film The Hunger Games, diluar dari bentuk pemerintahannya yang totaliter, sekelompok orang yang berkuasa menampilkan diri mereka sebagai orang yang berhak berkuasa atas orang lain karena memenangkan pemberontakan dimasa lalu. Bertahun-tahun, kesempatan ini digunakan untuk mempengaruhi kesadaran dan menghegemoni kelompok lain yang dikuasainya. Hal tersebut merupakan bagian dari wacana kapitalisme yang disampaikan dalam film tersebut.

Penulis menemukan bahwa The Hunger Games merupakan kompetisi berbasis reality show yang dijadikan alat oleh kelompok penguasa untuk melanggengkan kekuasaannya dan melalui kompetisi ini juga menandakan bahwa masyarakat tidak lepas dari kontrol Capitol. Adanya The Hunger Games itu sendiri merupakan temuan wacana kapitalisme yang diluar batas kewajaran karena mengusung tema kompetisi reality show yang mengharuskan kontestannya untuk saling membunuh satu sama lain sampai tersisa satu orang pemenang. Strategi untuk bertahan hidup serta drama kehidupan ditayangkan untuk menghibur kelompok penguasa.

Tidak hanya itu, beberapa kontestan tidak merasa bahwa mereka adalah korban dari acara ini melainkan seorang idola. Mereka tidak merasa bahwa kontrol Capitol melalui kompetisi ini sesuatu yang dapat mengancam hidup mereka, melainkan sebuah kebanggan tersendiri ketika dapat mewakili distriknya bahkan ingin menjadi bagian dari penduduk Capitol. The Hunger Games menyampikan sebuah pesan dengan versi yang cukup frontal ketika dihadapkan sebagai kritik akan realitas yang terjadi dalam kehidupan kita terkait dengan kapitalisme.


Dokumen yang terkait

Representatif kapitalisme dalam film the hunger games :(analisis semiotika John Fiske mengenai kapitalisme dalam film The Hunger Games)

7 50 103

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Wacana Kapitalisme Dalam Film The Hunger Games (Analisis Wacana Kritis) T1 362009073 BAB I

0 0 12

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Wacana Kapitalisme Dalam Film The Hunger Games (Analisis Wacana Kritis) T1 362009073 BAB II

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Wacana Kapitalisme Dalam Film The Hunger Games (Analisis Wacana Kritis) T1 362009073 BAB V

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Wacana Kapitalisme Dalam Film The Hunger Games (Analisis Wacana Kritis)

0 0 12

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Wacana Kritis Patriotisme dalam Lirik Lagu "Maluku dan Pattimura Muda" T1 362008094 BAB IV

0 0 71

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Wacana Kritis dalam Pagelaran Wayang Kulit Lakon “Petruk Dadi Ratu” T1 362009091 BAB IV

0 0 13

T1__BAB IV Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Wacana Kritis Video Dokumenter Kompas TV “Sianida di Kopi Mirna” T1 BAB IV

0 1 9

T1__BAB IV Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Representasi Stereotip Etnis Ambon dalam Film Red Cobex T1 BAB IV

0 1 19

T1__BAB IV Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Kritik Sosial pada Film Warkop DKI Reborn: Menggunakan Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough T1 BAB IV

0 9 48