PENGARUH LEARNING CYCLE 7E BERBASIS KONSTRUKTIVISME TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA MATERI INTERAKSI MAKHLUK HIDUP DENGAN LINGKUNGAN -

(1)

PENGARUH

LEARNING CYCLE 7E

BERBASIS

KONSTRUKTIVISME TERHADAP KEMAMPUAN

BERPIKIR KRITIS SISWA PADA MATERI

INTERAKSI MAKHLUK HIDUP DENGAN

LINGKUNGAN

Skripsi

disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Biologi

oleh Sri Maulidah

4401411016

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


(2)

(3)

(4)

iv

MOTTO

Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan lain) (Qs. Al Insyirah ayat 6-7)

Allah mencintai pekerjaan yang apabila bekerja diselesaikan dengan baik (HR. Thabrani)

Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang-orang tidak menyadari betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka menyerah

(Thomas Alva Edison)

Hidup adalah perjuangan dan proses, meski yang tampak itu hasilnya tapi perjuangan dan proses yang selalu dikenang dan menjadi ceritamu

PERSEMBAHAN

Untuk Bapak Tamrin dan Ibu Tanijah tercinta yang selalu mencurahkan kasih sayang, dukungan, motivasi dan doa dengan tulus. Untuk Kakakku (Mas Iis, Mas Herman, Mas Wito, dan Mas Nur Yasin) yang selalu memberikan dukungan, motivasi dan doa. Untuk Sahabat terdekatku yang senantiasa menjadi penyemangat dan selalu ada dalam suka dukaku.

Untuk Teman-teman Rombel 1 Pendidikan Biologi 2011 yang selalu memberikan dukungan dan motivasi.


(5)

v

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta kekuatan, kesehatan dan kesabaran, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Pengaruh Learning Cycle 7E Berbasis Konstruktivisme Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Materi Interaksi Makhluk Hidup dengan Lingkungan”.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih setulus hati kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan studi di Universitas Negeri Semarang. 2. Dekan FMIPA Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan

kemudahan dan kelancaran dalam penyusunan skripsi.

3. Ketua Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kemudahan dan kelancaran dalam penyusunan skripsi.

4. Ibu Sri Sukaesih, S.Pd., M.Pd. selaku dosen pembimbing I yang penuh kesabaran dalam membimbing, memberi arahan, gagasan dan motivasi kepada penulis hingga selesainya skripsi ini.

5. Bapak Andin Irsadi, S.Pd., M.Si. selaku dosen pembimbing II yang penuh kesabaran dalam membimbing, memberi arahan, gagasan dan motivasi kepada penulis hingga selesainya skripsi ini.

6. Bapak Drs. Sumadi, M.S. selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan, arahan dan motivasi kepada penulis demi kesempurnaan penyusunan skripsi ini.

7. Bapak/Ibu dosen dan karyawan FMIPA khususnya Jurusan Biologi atas segala ilmu, pengalaman, dan bantuan yang di berikan.

8. Bapak Sihono,S.Pd., M.M. selaku kepala SMP Negeri 19 Tegal yang telah memberikan kesempatan dan kemudahan selama penelitian berlangsung. 9. Bapak Drs. Heri Subeno, guru IPA SMP Negeri 19 Tegal yang telah berkenan


(6)

vi

10.Seluruh siswa kelas VII D dan VII H SMP Negeri 19 Tegal Tahun ajaran 2014/2015 atas kerjasama dan partisipasinya dalam pengambilan data penelitian ini.

11.Bapak Tamrin dan Ibu Tanijah tercinta serta keempat kakakku (Mas Iis, Mas Herman, Mas Wito dan Mas Nur Yasin) yang selalu memberikan kasih sayang, motivasi, doa serta dukungan dengan tulus.

12.Keluarga besar yang telah mendukung dan memberikan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.

13.Beasiswa BIDIKMISI yang telah memberikan dana kuliah dan living cost

selama 8 semester ini.

14.Sahabat-sahabatku Imunoglobulin (Farih Fadhila, Arnita Cahya Saputri, Rismanika, Mohammad Shafi Fadli) Alfina, Sri Manikati dan Linda Pratiwi yang selalu memberian semangat dan dukungan.

15.Sahabat terdekatku yang selalu memberikan semangat, motivasi khusus dan dukungan selama penyusunan skripsi.

16.Teman-teman Rombel 1 Pendidikan Biologi FMIPA Universitas Negeri Semarang yang selalu memberikan semangat dan dukungan.

17.Teman-teman Student Scientific Center (SSC) 2013 yang telah memberikan semangat dan dukungan.

18.Teman-teman Pondok Permai kos yang telah memberikan semangat dan dukungan selama menyelesaikan skripsi ini.

19.Semua pihak yang telah berkenan membantu penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga semua bantuan yang diberikan mendapat imbalan dari Allah SWT. Kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak diterima dengan senang hati. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya di bidang pendidikan.

Semarang, 1September 2015


(7)

vii

ABSTRAK

Maulidah, Sri. 2015. Pengaruh Learning Cycle 7E Berbasis Konstruktivisme Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Materi Interaksi Makhluk Hidup dengan Lingkungan. Skripsi. Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Semarang. Sri Sukaesih, S.Pd., M.Pd. dan Andin Irsadi, S.Pd., M.Si.

Berdasarkan observasi di SMP N 19 Tegal menunjukkan bahwa proses pembelajaran dan soal-soal evaluasi yang diberikan belum berorientasi untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa. Siswa mengalami kesulitan menganalisis suatu permasalahan, menyimpulkan serta kesulitan mengaplikasikan konsep dalam situasi yang baru dan konkret. Berdasarkan hal tersebut diperlukan suatu upaya untuk mengembangkan kemampuan berpikir ktitis siswa. Salah satu cara mengembangkan kemampuan berpikir kritis yaitu melalui learning cycle 7e

berbasis konstruktivisme. Learning cycle 7e merupakan suatu model pembelajaran yang bertujuan untuk menekankan pentingnya memunculkan pemahaman awal siswa dan memperluas (transfer) konsep. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengaruh learning cycle 7e berbasis konstruktivisme terhadap kemampuan berpikir kritis siswa pada materi Interaksi makhluk hidup dengan lingkungan.

Jenis penelitian ini Quasi Experimental dengan Nonequivalent control group design. Populasi penelitian ini seluruh siswa kelas VII SMP N 19 Tegal Tahun Pelajaran 2014/2015. Sampel penelitian ini yaitu siswa kelas VII D dan VII H dengan teknik pengambilan sampel convenience. Data penelitian berupa tes kemampuan berpikir kritis yang meliputi pretest dan posttest, lembar observasi aktivitas siswa, keterlaksanaan pembelajaran learning cycle 7e berbasis konstruktivisme, dan tanggapan siswa. Hasil tes kemampuan berpikir kritis dianalisis menggunakan uji t dan uji normalisasi gain. Berdasarkan analisis uji t data posttest terdapat perbedaan signifikan kemampuan berpikir kritis dengan t hitung 3.109 > t tabel 2.010 juga terdapat perbedaan signifikan hasil uji t

normalisasi gain dengan t hitung 4.660 > t tabel 2.026 artinya model learning cycle 7e berbasis konstruktivisme berpengaruh lebih baik terhadap kemampuan berpikir kritis siswa. Aktivitas siswa kelas eksperimen lebih baik dibandingkan kelas kontrol. Keterlaksanaan pembelajaran sebesar 92,50%. Siswa memberian tanggapan yang baik terhadap pembelajaran learning cycle 7e berbasis konstruktivisme karena dapat membuat siswa lebih tertarik dalam mengikuti pelajaran, memotivasi siswa dalam pembelajaran, mengaktifkan siswa dan membantu siswa memahami materi interaksi makhluk hidup dengan lingkungan. Simpulan dari penelitian ini adalah model pembelajaran learning cycle 7e berbasis konstruktivisme berpengaruh dalam arti dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa pada materi interaksi makhluk hidup dengan lingkungan.

Kata kunci: Kemampuan berpikir kritis, Learning cycle 7e berbasis konstruktivisme


(8)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

PRAKATA ... v

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 4

1.3. Penegasan Istilah ... 4

1.4. Tujuan Penelitian ... 6

1.5. Manfaat Penelitian ... 6

2. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Teori Konstruktivisme ... 8

2.2. Teori Perkembangan Jean Piaget ... 9

2.3. LearningCycle 7E Berbasis Konstruktivisme ... 10

2.4. Kemampuan Berpikir Kritis ... 13

2.5. Materi Interaksi Makhluk Hidup dengan Lingkungan ... 16

2.6. Kerangka Berpikir ... 18

2.7.Hipotesis ... 18

3. METODE PENELITIAN ... 19

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 19

3.2. Populasi dan Sampel ... 19

3.3. Variabel Penelitian ... 19


(9)

ix

3.5. Prosedur Penelitian ... 21

3.6. Data dan Metode Pengumpulan data ... 29

3.7. Metode Analisis Data ... 30

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

4.1. Hasil ... 36

4.2. Pembahasan ... 43

5. PENUTUP ... 54

5.1. Simpulan ... 54

5.2. Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA ... 55


(10)

x

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Menurut Ennis ... 15

3.1Desain Penelitian Nonequivalent Control Group Design ... 20

3.2Hasil Analisis Validitas Uji Coba Butir Soal ... 23

3.3Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Uji Coba Butir Soal ... 24

3.4Hasil Analisis Daya Beda Uji Coba Butir Soal ... 25

3.5Rekap Hasil Analisis Uji Coba Butir Soal yang digunakan ... 26

3.6Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data ... 29

3.7Kriteria Keterlaksanaan Learning Cycle 7e Berbasis Konstruktivisme .. 34

4.1 Rata-Rata Skor Pretest dan Posttest Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 36

4.2Hasil Uji Normalitas Data Pretest-Posttest dan N-Gain ... 37

4.3Hasil Uji Homogenitas Data Pretest-Posttest dan N-Gain ... 38

4.4Hasil Uji t Pretest-Posttest dan N-Gain Kelas Eksperimen dan Kontrol 38

4.5Hasil Analisis Persentase Setiap Aspek Kemampuan Berpikir Kritis .... 38

4.6Tingkat Keterlaksanaan Learning Cycle 7e Berbasis Konstruktivisme .. 41


(11)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1Perubahan Learning Cycle 5E Menjadi 7E ... 12

2.2Kerangka Berpikir Penelitian ... 18

4.1Hasil Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa (N-Gain) ... 37

4.2Hasil Uji N-Gain Setiap Aspek Kemampuan Berpikir Kritis ... 39


(12)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Hasil Wawancara dan Observasi ... 59

2. Silabus Mata Pelajaran IPA ... 62

3. RPP Kelas Eksperimen ... 67

4. RPP Kelas Kontrol... 80

5. LKS 1 Kelas Eksperimen dan Pembahasan ... 90

6. LDS 1 Kelas Eksperimen dan Pembahasan ... 95

7. Soal Evaluasi 1 Kelas Eksperimen dan Pembahasan ... 98

8. PR 1 Kelas Eksperimen dan Pembahasan ... 101

9. LKS 2 Kelas Eksperimen dan Pembahasan ... 103

10.LKS 3 Kelas Eksperimen dan Pembahasan ... 107

11.Kisi-kisi Lembar Observasi Aktivitas Kelas Eksperimen ... 114

12.Kisi-Kisi Lembar Obserasi Aktivitas Siswa Kelas Kontrol ... 115

13.Lembar Observasi Aktivitas Siswa Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 116

14.Rekapitulasi Aktivitas Siswa Kelas Eksperimen ... 117

15.Rekapitulasi Aktivitas Siswa Kelas Kontrol ... 118

16.Lembar Refleksi Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 119

17.Kisi-Kisi Lembar Keterlaksanaan Learning Cycle 7E ... 120

18.Lembar Keterlaksanaan Learning Cycle 7E Berbasis Konstruktivisme .. 121

19.Kisi-Kisi Angket Tanggapan Siswa Kelas Eksperimen ... 122

20.Lembar Angket Tanggapan Siswa Kelas Eksperimen ... 123

21.Kisi-Kisi Angket Tanggapan Siswa Kelas Kontrol ... 124

22.Lembar Angket Tanggapan Siswa Kelas Kontrol ... 125

23.Rekapitulasi Hasil Analisis Soal Uji Coba Pilihan Ganda ... 126

24.Rekapitulasi Hasil Analisis Soal Uji Coba Uraian ... 130

25.Perhitungan Validitas Soal ... 131

26.Perhitungan Reliabilitas Instrumen ... 133

27.Perhitungan Tingkat Kesukaran Soal ... 135


(13)

xiii

29.Kisi-Kisi Soal Kemampuan Berpikir Kritis ... 137

30.Soal Kemampuan Berpikir Kirits ... 139

31.Hasil Pretest Kelas Eksperimen ... 148

32.Hasil Posttest Kelas Eksperimen ... 149

33.Hasil Pretest Kelas Kontrol ... 150

34.Hasil Posttest KelasKontrol... 151

35.Rekapitulasi N-gain ... 152

36.Hasil Tes Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas Eksperimen ... 153

37.Hasil Tes Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas Kontrol ... 154

38.Persentase Aspek Berpikir Kritis Pretets Kelas Eksperimen ... 155

39.Persentase Aspek Berpikir Kritis Posttest Kelas Eksperimen ... 157

40.Persentase Aspek Berpikir Kritis Pretets Kelas Kontrol ... 159

41.Persentase Aspek Berpikir Kritis Posttest Kelas Kontrol ... 161

42.Uji Normalitas Pretest ... 163

43.Uji Normalitas Posttest ... 164

44.Uji Normalitas N-gain ... 165

45.Uji Homogenitas dan Uji t Pretest ... 166

46.Uji Homogenitas dan Uji t Posttest ... 167

47.Uji Homogenitas dan Uji t N-gain ... 168

48.Rekapitulasi Analisis Tiap Aspek Kemampuan Berpikir Kritis ... 169

49.Hasil Rekapitulasi Tingkat Keterlaksanaan Learning Cycle 7E ... 170

50.Hasil Rekapitulasi Tanggapan Siswa Kelas Eksperimen ... 171

51.Hasil Rekapitulasi Tanggapan Siswa Kelas Kontrol ... 172

52.Dokumentasi Penelitian ... 173

53.Surat Ijin Observasi ... 175

54.Surat Ijin Penelitian ... 176


(14)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Abad ke 21 merupakan era informasi dan teknologi dimana perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya di bidang informasi dan komunikasi tumbuh semakin pesat. Hal ini mempengaruhi semua aspek kehidupan termasuk di bidang pendidikan. Proses pendidikan pun dituntut untuk dapat menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Menurut Trilling & Fadel, sebagaimana dikutip oleh Kulsum & Hindarto (2013:62), menyatakan bahwa pada era informasi dan teknologi diperlukan sumber daya manusia dengan kualitas tinggi yang memiliki keahlian seperti kemampuan berpikir tingkat tinggi (berpikir kritis), kreatif, inovatif, bekerja sama, memahami berbagai budaya, berkomunikasi yang efektif, kemampuan dalam teknologi dan informasi serta tanggung jawab keimanan yang tinggi.

Berdasarkan Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum, dijelaskan bahwa sistem pendidikan Indonesia saat ini dihadapkan pada tuntutan memberdayakan potensi siswa supaya berkembang menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. Oleh karena itu, dalam menghadapi era informasi seperti sekarang ini, sistem pendidikan di Indonesia diharapkan mampu membekali siswa dengan kemampuan-kemampuan belajar dan kecakapan hidup

(live skill). Salah satu kemampuan tersebut adalah kemampuan berpikir kritis. Berpikir kritis adalah berpikir rasional dan reflektif dengan menekankan pada pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan (Ennis,2011:1). Siswa dituntut untuk berpikir rasional yakni menurut pikiran dan pertimbangan yang logis, berpikir reflektif yakni mempertimbangkan secara hati-hati segala alternatif sebelum mengambil keputusan.

Tujuan melatihkan kemampuan berpikir kritis adalah untuk menyiapkan siswa menjadi seorang pemikir kritis dan mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi (Tuna & Kaçar, 2013:74). Selain itu untuk menghindarkan diri siswa dari


(15)

2

penipuan, pencucian otak dan membuat keputusan dengan tepat dan bertanggung jawab (Redhana & Liliasari, 2008: 106).

Menurut Lambertus (2009:140), kemampuan berpikir kritis dapat dilatih dan dikembangkan secara terus menerus. Salah satu cara mengembangkan kemampuan berpikir kritis yaitu melalui pembelajaran sains (IPA). Siswa dilatih untuk bertanggung jawab terhadap diri sendiri dalam memperoleh pengetahuan melalui kegiatan eksplorasi, memecahkan masalah dan mengkomunikasikan hasil penyelidikan yang dapat dipercaya pada pembelajaran sains. Hal ini dikarenakan dengan latihan, dapat membuat keterampilan berpikir kritis menjadi suatu kebiasaan.

Kenyataan di sekolah, pendidikan sains belum banyak yang berorientasi ke arah pembiasaan berpikir tinggi (berpikir kritis), kemampuan siswa dalam menjawab soal-soal yang menuntut kemampuan berpikir tinggi masih rendah (Kunandar,2013:18-19). Keikutsertaan Indonesia di dalam studi Trends in International Mathematatics and science Study (TIMSS) dan Program for International Student Assessment (PISA) sejak tahun 1999 juga menunjukkan bahwa capaian siswa-siswi Indonesia tidak mengembirakan dalam beberapa laporan yang dikeluarkan TIMSS dan PISA (Permendikbud, 2013).

Berdasarkan observasi awal yang telah dilakukan di SMP N 19 Tegal melalui wawancara dengan guru IPA dan pengamatan dalam proses pembelajaran, menunjukkan bahwa metode yang diterapkan oleh guru sudah bervariasi seperti ceramah, diskusi, praktikum, dan penugasan, namun proses pembelajaran dan soal-soal evaluasi yang di berikan belum berorientasi untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa. Siswa mengalami kesulitan menganalisis suatu permasalahan, menyimpulkan serta kesulitan mengaplikasikan konsep dalam situasi yang baru dan konkret. Keberanian siswa untuk bertanya dan menjawab pertanyaan masih rendah. Ketika guru mengajukan pertanyaan siswa cenderung pasif atau siswa belum terbiasa menjawab dengan inisiatif sendiri (data selengkapnya pada lampiran 1 halaman 59).

Berdasarkan hal tersebut diperlukan suatu upaya untuk mengembangkan kemampuan berpikir ktitis siswa. Salah satu cara mengembangkan kemampuan


(16)

3

berpikir kritis yaitu melalui pembelajaran sains (IPA) yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar “menemukan” bukan sekedar belajar “menerima”. Kesempatan belajar menemukan dapat dikembangkan antara lain dalam bentuk pembelajaran berbasis konstruktivisme yang memiliki karakteristik meliputi berpusat pada siswa, adanya masalah, proses menemukan, interaksi sosial, dan pengetahuan atau pemahaman baru (Wardoyo, 2013:41).

Salah satu model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan teori konstruktivisme yaitu learning cycle 7e. Hal tersebut terlihat dalam model pembelajaran learning cycle memuat beberapa tahap kegiatan (fase). Menurut (Eisenkraft,2003:57), tujuh tahap kegiatan dalam learning cycle 7e antara lain

elicit (penggalian pengetahuan awal), engage (motivasi), explore (melakukan pengamatan atau percobaan), explain (mengkomunikasikan), elaborate

(menerapkan konsep), evaluate (evaluasi), dan extend (mengaplikasikan konsep).

Beberapa penelitian telah dilakukan terkait penerapan model pembelajaran

learning cycle 7e dalam pembelajaran. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Indrawati et al.,(2014:36), menyatakan bahwa implementasi model pembelajaran learning cycle 7e efektif untuk meningkatkan penguasaan konsep dan kemampuan berpikir kritis siswa. Hasil penelitian Hartono (2013:65), menunjukkan bahwa model pembelajaran learning cycle 7e dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Hasil penelitian Kanli & Yagbasan (2007:151), menunjukkan bahwa learning cycle 7e mampu meningkatkan keterampilan proses sains dan penguasaan konsep siswa. Hasil penelitian Mecit (2006:48), menunjukkan bahwa model learning cycle 7e dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa secara signifikan dibandingkan dengan metode tradisional.

Materi Interaksi makhluk hidup dengan lingkungan merupakan salah satu materi pokok kelas VII semester genap dalam kurikulum 2013 dengan kompetensi dasar yakni 3.8 mendeskripsikan interaksi antar makhluk hidup dan lingkungannya dan 4.12 menyajikan hasil observasi terhadap interaksi makhluk hidup dengan lingkungan di sekitarnya. Kompetensi dasar pada materi tersebut menuntut siswa untuk dapat memahami konsep-konsep dan memecahkan masalah yang sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari. Penerapan learning cycle 7e


(17)

4

berbasis konstruktivisme mempertimbangkan pengetahuan awal siswa (elicit), menyajikan masalah yang berkaitan dengan kehidupan nyata sebagai rangsangan untuk belajar (engage), memberikan kesempatan secara langsung kepada siswa untuk terlibat dalam penemuan konsep (explore), dilanjutkan dengan melakukan diskusi untuk mengklarifikasi konsep (elaborate), evaluasi (evaluate), serta mengaplikasikan konsep tersebut pada situasi baru (extend). Pembelajaran materi interaksi makhluk hidup akan menjadi lebih bermakna dan kemampuan berpikir kritis siswa dapat berkembang dengan membandingkan konsep yang sudah diperoleh dengan konsep baru yang dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari siswa, maka diharapkan model pembelajaran learning cycle 7e berbasis konstruktivisme akan tepat apabila digunakan dalam penyampaian materi interaksi makhluk hidup dengan lingkungan.

Berdasarkan uraian di atas maka, akan dilakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Learning Cycle 7E Berbasis Konstruktivisme Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Materi Interaksi Makhluk Hidup dengan Lingkungan”.

1.2

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah penerapan Learning Cycle 7E berbasis konstruktivisme berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis siswa pada materi Interaksi makhluk hidup dengan lingkungan?

1.3

Penegasan Istilah

Supaya tidak terjadi kesalahan penafsiran terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka perlu diberikan penjelasan tentang istilah-istilah berikut.

1.3.1 Pembelajaran Learning Cycle 7E Berbasis Konstruktivisme

Learning cycle 7e merupakan suatu model pembelajaran yang bertujuan untuk menekankan pentingnya memunculkan pemahaman awal siswa dan memperluas (transfer) konsep. Menurut Eisenkraft (2003:57), terdapat tujuh tahap


(18)

5

dalam learning cycle 7e yaitu elicit (penggalian pengetahuan awal), engage

(motivasi), explore (melakukan pengamatan atau percobaan), explain

(mengkomunikasikan), elaborate (menerapkan konsep), evaluate (evaluasi) dan

extend (mengaplikasikan konsep).

Konsep pembelajaran konstruktivisme merupakan pembelajaran yang didasarkan pada pemahaman bahwa proses belajar yang dilakukan siswa merupakan proses konstruksi pengetahuan, pemahaman dan pengalaman yang dilakukan oleh siswa (Wardoyo, 2013:4). Karakteristik dalam pembelajaran konstruktivisme antara lain 1) berpusat pada siswa; 2) adanya masalah; 3) proses menemukan; 4) interaksi sosial; dan 5) pengetahuan atau pemahaman baru (Wardoyo, 2013:41). Pembelajaran learning cycle 7e berbasis konstruktivisme pada penelitian ini adalah pembelajaran IPA yang menerapkan tahap-tahap model pembelajaran learning cycle 7e yang didasarkan pada kelima karakteristik pembelajaran konstruktivisme menurut Wardoyo (2013:41).

1.3.2 Kemampuan Berpikir Kritis

Menurut Ennis (2011:1), berpikir kritis adalah berpikir rasional dan reflektif dengan menekankan pada pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan. Rasional berarti menurut pikiran dan pertimbangan yang logis. Reflektif berarti mempertimbangkan secara hati-hati segala alternatif sebelum mengambil keputusan.

Kemampuan berpikir kritis yang diukur pada penelitian ini mengacu pada (Ennis, 1985:46), yang menyebutkan terdapat lima aspek sebagai indikator dalam berpikir kritis, yaitu (1) memberikan penjelasan sederhana, (2) membangun keterampilan dasar, (3) menyimpulkan, 4) memberi penjelasan lanjut, dan (5) mengatur strategi dan taktik.

1.3.3 Materi Interaksi Makhluk Hidup dengan Lingkungan

Materi Interaksi makhluk hidup dengan lingkungan merupakan salah satu materi pokok kelas VII semester genap dalam kurikulum 2013 dengan kompetensi dasar yakni 3.8 mendeskripsikan interaksi antar makhluk hidup dan


(19)

6

lingkungannya dan 4.12 menyajikan hasil observasi terhadap interaksi makhluk hidup dengan lingkungan di sekitarnya. Indikator pembelajaran dalam penelitian ini yaitu menjelaskan konsep ekosistem; mengidentifikasi komponen abiotik dan biotik; mengidentifikasi satuan-satuan dalam ekosistem; menghitung kepadatan populasi; menganalisis saling ketergantungan antara komponen biotik dengan abiotik; dan menganalisis saling ketergantungan antar komponen biotik.

1.4

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan pengaruh penerapan learning cycle 7e berbasis konstruktivisme terhadap kemampuan berpikir kritis siswa pada materi Interaksi makhluk hidup dengan lingkungan.

1.5

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1.5.1 Manfaat Korespondensi

Penelitian ini memberikan bukti empiris kebenaran teori pembelajaran tentang penerapan learning cycle 7e dan pengaruhnya terhadap kemampuan berpikir kritis siswa, seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Indrawati et a.l.,

(2014:36), bahwa implementasi model pembelajaran learning cycle 7e efektif untuk meningkatkan konsep dan kemampuan berpikir kritis siswa. Hasil penelitian Hartono (2013:65), bahwa model learning cycle 7e dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis. Hasil penelitian Siribunnan & Tayraukham (2009:282), menunjukkan bahwa model learning cycle 7e dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis yang lebih baik dibandingkan dengan metode tradisional. Demikian pula hasil penelitian Mecit (2006:48), menunjukkan bahwa model learning cycle 7e dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis secara signifikan dibandingkan dengan metode tradisional. Selain itu, hasil penelitian ini digunakan untuk menguatkan prediksi bahwa untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis, dapat menerapkan pembelajaran dengan Learning Cycle 7E.


(20)

7

1.5.2 Manfaat Koherensi

Penelitian ini mengembangkan dan membuktikan teori-teori yang menghasilkan hipotesis tentang kebenaran bahwa penerapan learning cycle 7e

berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis siswa.

1.5.3 Manfaat Pragmatis

Manfaat pragmatis penelitian ini agar siswa memahami materi Interaksi makhluk hidup dengan lingkungan melalui model pembelajaran learning cycle 7e

berbasis konstruktivisme. Pemahaman materi oleh siswa dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa. Menambah wawasan guru tentang variasi pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa. Penelitian ini memberikan kontribusi bagi sekolah sebagai masukan dalam meningkatkan kualitas pembelajaran.


(21)

8

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Teori Konstruktivisme

Teori konstruktivisme beranggapan bahwa pengetahuan merupakan konstruksi dari pengetahuan awal yang telah ada. Pengetahuan hasil dari konstruksi kognitif melalui kegiatan siswa dengan membuat struktur, kategori, konsep, dan skema yang diperlukan untuk membentuk pengetahuan, dalam hal ini dibentuk oleh struktur konsepsi sewaktu siswa berinteraksi dengan lingkungan (Maknun et al., 2012: 9-10).

Intisari dari teori konstruktivisme adalah bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan informasi kompleks kedalam diri sendiri. Teori ini memandang siswa sebagai individu yang selalu memeriksa informasi baru yang berlawanan dengan prinsip-prinsip yang telah ada dan merevisi prinsip-prinsip tersebut apabila sudah diangap tidak dapat digunakan lagi. Hal ini memberikan implikasi bahwa siswa harus terlibat aktif dalam pembelajaran dengan bantuan guru sebagai fasilitator (Rifa’i & Anni, 2011:137).

Implikasi pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan pandangan konstruktivisme menurut Hapsari (2011: 37) adalah sebagai berikut:

a. Tahap Apersepsi, dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan problematik tentang fenomena yang sering ditemui sehari-hari yang dikaitkan dengan konsep yang akan dibahas. Siswa diberi kesempatan untuk mengkomunikasikan, mengilustrasikan pemahaman tentang konsep tersebut. b. Tahap Eksplorasi, memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan

konsep melalui pengumpulan, pengorganisasian, dan menginterpretasikan data dalam suatu kegiatan yang telah dirancang guru serta secara berkelompok didiskusikan dengan kelompok lain.

c. Tahap diskusi dan penjelasan konsep, yaitu siswa memberi penjelasan dan solusi berdasarkan hasil observasi ditambah dengan penguatan guru, maka siswa membangun pemahaman baru tentang konsep yang sedang dipelajari.


(22)

9

d. Pengembangan dan aplikasi, yaitu guru berusaha menciptakan iklim pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat mengaplikasikan pemahaman konseptual, baik melalui kegiatan atau pemunculan dan pemecahan masalah-masalah yang berkaitan dengan isu-isu di lingkungan.

2.2

Teori Perkembangan Jean Piaget

Teori perkembangan Piaget mewakili konstruktivisme, yang memandang perkembangan kognitif sebagai suatu proses dimana anak secara aktif membangun pengetahuan. Piaget menyatakan bahwa belajar merupakan pengembangan aspek kognitif yang meliputi skema, asimilasi, akomodasi, ekuilibrasi.

Asimilasi adalah pengumpulan dan pengelompokkan informasi baru. Seorang individu dalam proses pembelajaran akan mendapatkan informasi baru yang kemudian akan dikumpulkan dan dikelompokkan ke dalam skema (pengetahuan) yang telah ada. Akomodasi merupakan modifikasi dari skema agar informasi yang baru dan kontradiktif bisa diterjemahkan. Informasi yang telah terkumpul dan dikelompokkan dalam skema-skema yang telah ada sebelumnya kemudian dimodifikasi menjadi suatu skema (pengetahuan) baru. Ekuilibrasi merupakan dorongan secara terus menerus ke arah keseimbangan atau equilibrium. Artinya pengetahuan dikonstruksi dari proses pengintegrasian pengetahuan baru terhadap struktur kognitif yang sudah ada dan dilakukan penyesuaian struktur kognitif dengan informasi baru yang didapatkan.

Menurut Piaget, sebagaimana dikutip oleh Trianto (2007:16), pada perkembangan kognitif yang terpenting adalah penguasaan dan kategori konsep-konsep. Melalui penguasaan konsep, siswa akan mengenal lingkungan dan memecahkan berbagai masalah yang dihadapi dalam kehidupan.

Menurut Piaget, sebagaimana dikutip oleh Slavin (2008:45), setiap individu pada saat tumbuh mulai dari bayi yang baru dilahirkan sampai menginjak usia dewasa mengalami empat tingkatan perkembangan kognitif. Empat tingkat perkembangan kognitif tersebut adalah sebagai berikut.

1. Tahap Sensorimotorik (sejak lahir hingga usia 2 tahun) 2. Tahap Pra-operasional (2-7 tahun)


(23)

10

3. Tahap Operasi Kongkrit (7-11 tahun)

4. Tahap Operasi Formal (usia 11 sampai dewasa)

Siswa SMP dengan rentang usia 11-15 tahun berada pada tahap operasi formal. Pada usia ini yang perlu dipertimbangkan adalah aspek-aspek perkembangan remaja, dimana remaja mengalami tahap transisi dari penggunaan operasi kongkrit ke penerapan operasi formal dalam bernalar. Menurut Slavin (2008:46), pada tahap operasi formal anak sudah mampu berpikir tingkat tinggi, mampu berpikir secara deduktif, induktif, menganalisis, mensintesis, mampu berpikir abstrak, dan berpikir reflektif, serta memecahkan berbagai masalah.

2.3

Learning Cycle 7E

Berbasis Konstruktivisme

Menurut Aqib (2013:66), proses pembelajaran adalah upaya secara sistematis yang dilakukan guru untuk mewujudkan proses pembelajaran berjalan secara efektif dan efisien yang dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Oleh karena itu, pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu proses komunikasi melalui interaksi antara guru dengan siswa dan antar siswa secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Konsep pembelajaran konstruktivisme merupakan pembelajaran yang didasarkan pada pemahaman bahwa proses belajar yang dilakukan siswa merupakan proses konstruksi pengetahuan, pemahaman dan pengalaman yang dilakukan oleh siswa (Wardoyo, 2013:4). Karakteristik dalam pembelajaran konstruktivisme antara lain 1) berpusat pada siswa; 2) adanya masalah; 3) proses menemukan; 4) interaksi sosial; dan 5) pengetahuan atau pemahaman baru (Wardoyo, 2013:41).

Salah satu model pembelajaran yang berlandaskan teori konstruktivisme adalah learning cycle. Menurut Trowbridge & Bybee, sebagaimana dikutip oleh Wena (2011:170), pada tahun 1970 model Learning Cycle pertama kali diperkenalkan oleh Robert Karplus dan Their dalam Science Curriculum Improvement Study/SCIS. Karplus dan Their mengembangkan model learning cycle berdasarkan teori perkembangan kognitif Jean Piaget. Implementasi teori perkembangan kognitif Jean Piaget oleh Karplus dikembangkan dalam model


(24)

11

learning cycle yang pada mulanya terdiri dari tiga tahap, yaitu eksplorasi (exploration), pengenalan konsep (concept introduction), dan penerapan konsep (concept application).

Pada pertengahan 1980an Biological Science Curriculum Study (BSCS) mengembangkan model learning cycle dari tiga tahap siklus tersebut menjadi lima tahap. Tahap-tahap dalam pembelajaran Learning Cycle 5E meliputi engage,

explore, explain, elaborate/extend, dan evaluate. Perkembangan ini dilakukan dengan menambahkan fase engage di awal pembelajaran yang bertujuan untuk menggali pengetahuan awal siswa dan fase evaluate ditambahkan di akhir pembelajaran yang bertujuan untuk menilai pemahaman siswa, sedangkan fase pemahaman konsep dan aplikasi konsep diganti dengan istilah baru yaitu explain

dan elaborate (Bybee et al., 2006:8).

Perkembangan model learning cycle 7e yang paling baru sudah memiliki 7 tahap setelah mengalami pengkhususan menjadi 5 tahap. Perubahan yang terjadi pada tahap learning cycle 5e menjadi 7e terjadi pada tahap engage menjadi 2 tahap yaitu elicit dan engage, sedangkan pada tahap elaborate dan evaluate

menjadi 3 tahap menjadi elaborate, evaluate dan extend.

Menurut Eisenkraft (2003:57), learning cycle 7e merupakan suatu model pembelajaran yang bertujuan untuk menekankan pentingnya memunculkan pemahaman awal siswa dan memperluas konsep. Terdapat 7 tahap learning cycle 7e yang dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Elicit (penggalian pengetahuan awal)

Makna dari elicit adalah menggali pemahaman awal yang dimiliki siswa. Langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan materi yang akan dipelajari.

2. Engage (motivasi)

Pada tahap engage atau motivasi dapat dilakukan dengan cara bercerita, demonstrasi, membuat prediski atau dengan menunjukkan suatu objek, gambar atau video. Guru dapat memberikan permasalahan dan meminta siswa untuk berpikir dan mengajukan pertanyaan.

3. Explore (melakukan pengamatan atau percobaan)

Pada tahap ini siswa diberi kesempatan untuk melakukan pengamatan, mengumpulkan data, membuktikan prediksi atau


(25)

12

hipotesis, merancang dan merencanakan percobaan, membuat grafik, menafsirkan hasil, serta mencatat hasil pengamatan.

4. Explain (mengkomunikasikan)

Pada tahap ini guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menjelaskan konsep dan menunjukkan bukti hasil pengamatan pada tahap explore melalui kegiatan diskusi. Pada tahap ini siswa diharapkan menemukan istilah-istilah dan konsep yang dipelajari. 5. Elaborate (menerapkan konsep)

Tahap ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk menerapkan konsep (pengetahuan baru) dan keterampilan dalam situasi baru melalui kegiatan-kegiatan seperti pemecahan masalah (problem solving).

6. Evaluate (evaluasi)

Tahap evaluasi model pembelajaran learning cycle 7e terdiri dari evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi dapat dilakukan melalui pemberian tes di akhir pembelajaran untuk mengetahui sejauh mana tingkat pemahaman siswa terhadap konsep yang dipelajari.

7. Extend (mengaplikasikan konsep)

Tahap ini bertujuan untuk berpikir, mencari, menemukan dan menjelaskan contoh penerapan konsep yang telah dipelajari (Eisenkraft, 2003:57).


(26)

13

Pengembangan tahap-tahap learning cycle dari 3 tahap menjadi 5 tahap atau 7 tahap masih tetap berkaitan erat dengan teori perkembangan kognitif Jean Piaget (skema, asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi). Pembelajaran learning cycle memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengasimilasi informasi dengan cara mengeksplorasi lingkungan, mengakomodasi informasi dengan cara mengembangkan konsep, mengorganisasikan informasi dan menghubungkan konsep-konsep baru dengan menggunakan atau memperluas konsep yang dimiliki untuk menjelaskan suatu fenomena yang berbeda. Fase engagement dalam learning cycle termasuk dalam proses asimilasi, sedangkan fase evaluation masih merupakan proses akomodasi dan ekuilibrasi.

Model learning cycle 7e memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan. Kelebihan dari model learning cycle 7e menurutIndrawati et al., (2014:35)yaitu:

1. Merangsang siswa untuk mengingat kembali materi pelajaran yang telah didapatkan.

2. Memberikan motivasi kepada siswa untuk menjadi lebih aktif dan menambah rasa keingintahuan.

3. Melatih siswa belajar menemukan konsep melalui kegiatan ekperimen, melatih siswa untuk menyampaikan konsep yang telah dipelajari secara lisan.

4. Melatih siswa untuk bekerjasama, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir, mencari, menemukan, dan menjelaskan contoh penerapan konsep yang telah dipelajari.

Kelemahan dari model learning cycle 7e menurut Indrawati et al.,

(2014:35) yaitu:

1. Efektivitas pembelajaran rendah jika guru kurang menguasai materi dan langkah-langkah pembelajaran.

2. Menuntut kesungguhan dan kreativitas guru dalam merancang dan melaksanakan proses pembelajaran.

3. Memerlukan waktu dan tenaga yang lebih banyak dalam menyusun rencana dan melaksanakan pembelajaran.

2.4

Kemampuan Berpikir Kritis

Menurut Ruggiero, sebagaimana dikutip oleh Johnson (2007:183), berpikir merupakan segala aktivitas mental yang membantu merumuskan atau memecahkan masalah, membuat keputusan, memenuhi keinginan untuk memahami, sebuah pencarian jawaban, dan sebuah pencapaian makna. Kowiyah (2013:176), menyatakan bahwa berpikir adalah suatu kegiatan atau proses


(27)

14

kognitif, tindakan mental untuk memperoleh pengetahuan, pemahaman dan keterampilan agar mampu menemukan jalan keluar dan keputusan secara deduktif, induktif dan evaluatif.

Secara teknis, kemampuan berpikir dalam bahasa taksonomi Bloom diartikan sebagai kemampuan intelektual, yaitu kemampuan menganalisis,mensintesis, dan mengevaluasi. Kemampuan-kemampuan ini dapat dikatakan sebagai kemampuan berpikir kritis.

Pembelajaran diharapkan dapat menjadi penunjang dalam mengembangkan kemampuan berpikir siswa. Kemampuan berpikir yang dapat dikembangkan salah satunya adalah kemampuan berpikir kritis. Tujuan melatihkan kemampuan berpikir kritis adalah untuk menyiapkan siswa menjadi seorang pemikir kritis dan mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi (Tuna & Kaçar, 2013:74). Selain itu, untuk menghindarkan diri siswa dari penipuan, pencucian otak dan membuat keputusan dengan tepat dan bertanggung jawab (Redhana & Liliasari, 2008: 106).

Menurut Ennis (2011:1), berpikir kritis adalah berpikir rasional dan reflektif dengan menekankan pada pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan. Rasional berarti menurut pikiran dan pertimbangan yang logis. Reflektif berarti mempertimbangkan secara hati-hati segala alternatif sebelum mengambil keputusan. Jadi dalam hal ini, Ennis (2011:1) menekankan bahwa berpikir kritis lebih berhubungan dengan alasan yang dapat diterima ketika seseorang mengambil keputusan. Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat dirumuskan bahwa berpikir kritis merupakan proses menggunakan pikiran secara rasional dan reflektif untuk mencari dan menganalisis informasi, mengambil keputusan dan menyelesaikan masalah.

Ennis (1991:8), menyatakan bahwa dalam berpikir kritis terdapat dua komponen yaitu karakter (disposition) dan kemampuan penguasaan pengetahuan (ability). Komponen kemampuan penguasaan pengetahuan dalam berpikir kritis sering disebut sebagai kemampuan berpikir kritis.

Terdapat dua belas indikator kemampuan berpikir kritis yang dikelompokkan dalam lima aspek berpikir kritis seperti pada Tabel 2.1 berikut.


(28)

15

Tabel 2.1 Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Menurut Ennis (1985:46)

No Aspek Indikator

1. Memberikan

penjelasan sederhana

1. Memfokuskan pertanyaan 2. Menganalisis pertanyaan 3. Bertanya dan menjawab

pertanyaan tentang suatu penjelasan

2. Membangun

keterampilan dasar

1. Mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak

2. Mengobservasi dan mempertimbangkan suatu laporan hasil observasi

3. Menyimpulkan 1. Mendeduksi dan

mempertimbangkan hasil deduksi

2. Menginduksi dan

mempertimbangkan hasil induksi 3. Membuat dan menentukan hasil

pertimbangan

4. Memberikan penjelasan lanjut

1. Mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan suatu definisi dalam tiga dimensi 2. Mengidentifikasi asumsi

5. Mengatur strategi dan taktik

1. Menentukan suatu tindakan 2. Berinteraksi dengan orang lain

Kemampuan berpikir kritis dapat diukur dengan menggunakan instrumen yang dikembangkan melalui aspek dan indikator berpikir kritis. Evaluasi terhadap kemampuan berpikir kritis antara lain bertujuan untuk mendiagnosis tingkat kemampuan berpikir kritis siswa, memberi umpan balik keberanian berpikir siswa, dan memberi motivasi agar siswa mengembangkan kemampuan berpikir kritis (Ennis, 1993:180).

Karakter (disposition) adalah kecenderungan atau kebiasaan untuk berpikir dalam cara dan kondisi tertentu. Disposisi berpikir kritis merupakan sifat yang melekat pada diri seseorang yang berpikir kritis (Lambertus, 2009:138). Seseorang yang memiliki disposisi berpikir kritis akan cenderung berpikir kritis ketika ada situasi atau kondisi yang menghadirkan stimulus untuk berpikir kritis.


(29)

16

Pemikir kritis yang ideal memiliki karakter (disposition) untuk mencari kejelasan dari pertanyaan; mencari alasan; berusaha mengetahui infomasi dengan baik; menggunakan dan menyebutkan sumber yang memiliki kredibilitas; memperhatikan situasi dan kondisi secara keseluruhan; berusaha tetap relevan dengan ide utama; mengingat kepentingan yang asli dan mendasar; mencari alternatif; bersikap dan berpikir terbuka; mengambil posisi ketika ada bukti dan alasan yang cukup untuk melakukan sesuatu; mencari penjelasan sebanyak mungkin; bersikap secara sistematis dan teratur dengan bagian dari keseluruhan masalah (Ennis, 1991:8).

2.5

Materi Interaksi Makhluk Hidup dengan Lingkungan

Materi Interaksi makhluk hidup dengan lingkungan merupakan salah satu materi pokok kelas VII semester genap dalam kurikulum 2013 dengan kompetensi dasar yaitu 3.8 mendeskripsikan interaksi antar makhluk hidup dan lingkungannya dan 4.12 menyajikan hasil observasi terhadap interaksi makhluk hidup dengan lingkungan di sekitarnya. Indikator pembelajaran dalam penelitian ini meliputi menjelaskan konsep ekosistem, mengidentifikasi komponen biotik dan abiotik, mengidentifikasi satuan-satuan dalam ekosistem, menghitung kepadatan populasi, menganalisis saling ketergantungan antara komponen biotik dan abiotik, dan menganalisis saling ketergantungan antar komponen biotik.

Komponen ekosistem meliputi komponen abiotik (makhluk tak hidup) dan komponen biotik (makhluk hidup). Komponen biotik meliputi organisme autotrof yaitu produsen primer, heterotrof yaitu konsumen, dan detritivor yaitu organisme pemakan limbah organik dan organisme yang telah mati.

Produsen primer utama pada sebagian besar ekosistem darat adalah tumbuhan sedangkan produsen primer dalam zona limnetik danau dan lautan terbuka adalah fitoplankton (alga dan bakteri). Alga multiselluler dan tumbuhan akuatik merupakan produsen primer di ekosistem air tawar maupun air laut.

Organisme yang secara langsung memakan organisme autotrof disebut herbivora. Oleh karena itu herbivora disebut juga sebagai konsumen primer sedangkan organisme yang mendapatkan makanan dengan memangsa herbivora atau karnivora lain disebut karnivora. Karnivora dapat berperan sebagai konsumen


(30)

17

sekunder, tersier dan seterusnya. Jalur perpindahan makanan dari tingkat trofik satu ke tingkat trofik lainnya dikenal sebagai rantai makanan (food chain) akan tetapi, hubungan makan memakan dalam suatu ekosistem umumnya saling berhubungan menjadi jaring-jaring makanan (food web) karena konsumen memakan lebih dari satu tingkat trofik. (Campbell et al, 2004).

Kompetensi dasar dan indikator pembelajaran pada materi tersebut menuntut siswa untuk dapat memahami konsep-konsep dan memecahkan masalah yang sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari. Penerapan learning cycle 7e

berbasis konstruktivisme mempertimbangkan pengetahuan awal siswa (elicit), menyajikan masalah yang berkaitan dengan kehidupan nyata sebagai rangsangan untuk belajar (engage), memberikan kesempatan secara langsung kepada siswa untuk terlibat dalam penemuan konsep melalui kegiatan observasi (explore), dilanjutkan dengan melakukan diskusi untuk mengklarifikasi konsep (elaborate), dan evaluasi (evaluate) untuk mengetahui sejauh mana pemahaman konsep yang telah dimiliki oleh siswa, serta menerapkan konsep yang telah diperoleh pada situasi baru (extend). Pembelajaran materi interaksi makhluk hidup dengan lingkungan diharapkan menjadi lebih bermakna dan kemampuan berpikir kritis siswa dapat berkembang dengan membandingkan konsep yang sudah diperoleh dengan konsep baru yang dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari siswa. Model pembelajaran learning cycle 7e berbasis konstruktivisme diharapkan tepat apabila digunakan dalam penyampaian materi ekosistem.


(31)

18

2.6

Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

Gambar 2.2 Kerangka Berpikir Penelitian

2.7

Hipotesis

Penerapan Learning cycle 7e berbasis konstruktivisme berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis siswa pada materi Interaksi makhluk hidup dengan lingkungan.

Pembelajaran Learning

Cycle 7E berbasis konstruktivisme

 Menekankan

pengetahuan awal siswa dan memungkinkan mengaplikasikan konsep yang telah diperoleh

(Eisenkraft, 2003:57)

 Mampu meningkatkan

keterampilan proses sains dan penguasaan konsep (Kanli & Yagbasan, 2007:151)

 Mampu meningkatkan

kemampuan berpikir kritis

(Hartono, 2013:65)

 Mampu meningkatkan

kemampuan berpikir kritis secara signifikan dibandingkan metode tradisional

(Mecit, 2006:48) Permasalahan dalam pembelajaran :

 Siswa kesulitan menganalisis suatu permasalahan

 Siswa kesulitan menyimpulkan

 Siswa kesulitan mengaplikasikan konsep pada situasi baru dan konkret

 Keberanian mengajukan pertanyaan & pendapat rendah

 Kemampuan berpikir kritis rendah

 Berpikir kritis salah satu keterampilan abad 21 yang harus dimiliki oleh siswa

 Tuntutan memberdayakan SDM yang berkualitas (Permendikbud, 2013)

Kelas eksperimen Kelas kontrol

Pembelajaran dengan metode diskusi & ceramah

Kemampuan berpikir kritis berkembang Learning cycle 7e

berbasis konstruktivisme Quasi experimental design


(32)

54

BAB 5

PENUTUP

5.1

Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa penerapan learning cycle 7e berbasis konstruktivisme berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis siswa pada materi interaksi makhluk hidup dengan lingkungan. Peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa kelas eksperimen lebih baik dari pada kelas kontrol.

5.2

Saran

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan penerapan learning cycle 7e berbasis konstruktivisme terbukti berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis siswa pada materi interaksi makhluk hidup dengan lingkunganya. Dengan demikian, maka beberapa saran yang dapat diberikan sebagai berikut.

1. Guru IPA dapat mempertimbangkan pembelajaran learning cycle 7E berbasis konstruktivisme pada materi interaksi makhluk hidup dengan lingkungan, karena terbukti dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa. 2. Guru IPA dapat merancang proses pembelajaran dan instrumen pembelajaran

yang dapat memicu kemampuan berpikir kritis siswa.

3. Bagi peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian berkaitan dengan kemampuan berpikir kritis, disarankan mengoptimalkan pengelolaan kelas dan memberikan banyak motivasi agar setiap siswa dapat berpartisipasi dan berinteraksi dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini dimaksudkan agar pembelajaran yang dilakukan efektif terhadap kemampuan berpikir kritis siswa.


(33)

55

DAFTAR PUSTAKA

Aqib, Z. 2013. Model-Model, Media, dan Strategi Pembelajaran Kontekstual(Inovatif). Bandung: Yrama Widya.

Amertawengrum, I.P. 2014. Filsafat Konstruktivisme dalam Pembelajaran Sastra Anak. Jurnal Magistra, 26(89):8-17. Klaten:Unwidha.

Arifin, Z. 2012. Evaluasi Pembelajaran. Jakarta: Dirjen Pendidikan Islam. Online at

http://dualmode.kemenag.go.id/file/dokumen/34EvaluasiPembelajaran.pdf [diakses tanggal 17 Januari 2015].

Arikunto, S. 2010. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. _________. 2012. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Bybee, R.W., J.A. Taylor, A. Gardner, P.V. Scotter, J.C. Powell, A. Westbrook, &

N. Landes. 2006. The BSCS 5E Instructional Model: Origins and Effectiveness. A Report Prepared for the Office of Science Education National Institute of Health. Colorado: BSCS. Online. Tersedia di http://science.education.nih.gov [diakses 11-1- 2015].

Campbell, N.A., Reece, B.J. & Mitchell, L.G. 2004. Biologi. Alih Bahasa Manalu, W. (eds). Erlangga : Jakarta.

Curto, K. & T. Bayer. 2005. An Intersection of Critical Thinkking and Communication Skillls. Journal of Biological Science 31(4):11-19. Amerika Serikat: University of Pittsburgh.

Eisenkraft, A. 2003. Expanding The 5E Model. Journal The Sciences Teacher,

70(6): 56-59. Tersedia di

http://.its-about-time.com/htmls/ap/eisenkrafttst.pdf. [diakses 3-2-2015].

Ennis, R.H. 1985. A Logical Basic for Measuring Critical Thinking Skill. Tersedia di http://www.ascd.org/ASCD/pdf/journals/ed_lead/el_198510_ennis.pdf. [diakses 27-1-2015].

Ennis, R.H. 1991.Critical Thinking: A Streamlined Conception. Tersedia di http://faculty.education.illinois.edu/rhennis/documents/TheNatureofCritical Thinking_51711_000.pdf. [diakses 27-1-2015].

Ennis R. H. 1993. Critical Thinking Assesment. Journal Theory and Practice, 32 (2): 179-186. Amerika Serikat: The Ohio State University.


(34)

56

Ennis, R.H. 2011. The Nature of Critical Thinking: An Outline of Critical Thinking Dispositions and Abilities. Tersedia di http://faculty.education.illinois.edu/rhennis/documents/TheNatureofCritical Thinking_51711_000.pdf. [diakses 27-1-2015].

Hapsari. R.T.S. 2011. Penerapan Model Konstruktivisme untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa. Jurnal Pendidikan Penabur, 10(16): (34-45). Tersedia di

http://www.bpkpenabur.or.id/files//Hal.%2034_45%20Penerapan%20Mode l%20Pembelajaran%20Konstruktivisme.pdf. [diakses 25-1-2015].

Hartono. 2013. Learning Cycle Model to Increase Student’s Critical Thinking on Science. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, 9(1):56-66. Semarang: Universitas Negeri Semarang.

Indrawati, W., Suyatno & Y.S.Rahayu. 2014. Implementasi Model Learning Cycle 7E Pada Pembelajaran Kimia Dengan Materi Pokok Kelarutan Dan Hasil Kali Kelarutan Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMA. Prosiding Seminar Nasional Kimia.Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.

Johnson, E.B. 2007. Contextual Teaching & Learning terjemahan Ibnu Setiawan. Bandung: MLC.

Kanli & Yagbasan. 2007. The Effects of a Laboratory Based on the 7E Learning Cycle Model and Verification Laboratory Approach on the Development of

Students’ Science Process Skills and Conceptual Achievement. Tersedia diwww.usca.edu/essays/specialedition/UKanlìandRYagbasan.pdf.[diakses 2-3-2015].

Kowiyah. 2012. Kemampuan Berpikir Kritis. Jurnal Pendidikan Dasar, 3(5): 175-179. Tersedia di http://journal.ppsunj.org/articel/download/108/108. [diakses 1-1-2015].

Kulsum, U. & N. Hindarto. 2011. Penerapan Model Learning Cycle 5E pada Sub pokok bahasan Kalor untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar Siswa Kelas VII SMP. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, 7(1):128-133.Semarang: Universitas Negeri Semarang.

Kunandar. 2013. Penilaian Autentik (Penilaian Hasil Belajar Kurikulum 2013).

Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Lambertus. 2009. Pentingnya Melatih Keterampilan Berpikir Kritis Dalam Pembelajaran Matematika Di SD. Jurnal Forum Pendidikan 28(2): (136-142). Palembang: Universitas Sriwijaya.


(35)

57

Maknun, D., R.R. Haerin., k. Surtikanti, & A.Munandar. 2012. Praktikum Ekologi Berbasis Proyek: Media Pembekalan Keterampilan Esensial Laboratorium.

Jurnal Pendidikan MIPA, 13(1): 8-17. Lampung: Universitas Lampung. Mecit, O. 2006. The Effect of 7E Learning Cycle Model on The Improvement of

Fifth Grade Students’ Critical Thinking Skills. Tesis. Turkey: Middle East Technical University.

Permendikbud. 2013. Implementasi Kurikulum. Jakarta: Depdiknas.

Priyatno, Duwi. 2012. Belajar Analisis Data dengan SPSS 20. Yogyakarta: Andi.

Redhana, I.W. & Liliasari. 2008. Program Pembelajaran Keterampilan Berpikir Kritis Pada Topik Laju Reaksi Untuk Siswa SMA. Jurnal Forum Kependidikan, 27(2):103-112. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Rifa’I, A.& C.T .Anni. 2011. Psikologi Pendidikan. Semarang: Universitas Negeri

Semarang Press.

Siribunnam & Tayraukham. 2009. Effect of 7-E, KWL and Conventional on Analitycal Thinking, Learning Acievement and Attitudes toward Chemistry Learning. Journal of Social Sciences, 5(4):279-282. Tersedia di http://www.amazon.com/conventional-instruction-analytical-achievement-attitudes/dp/B002TP5UQS. [diakses 3-2-2015].

Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rhineka Cipta.

Slavin, R.E. 2008. Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik. Jakarta: Indeks. Soeprodjo., S. Priatmoko., & E.Y. Sariana. 2008. Pengaruh Model Learning

Cycle terhadap Hasil Belajar Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan.

Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia. 2(1): 224-229. Semarang: Universitas Negeri Semarang.

Sudjana. 2005. Metode Statistika. Bandung: Tarsito.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.

Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivisme.

Jakarta: Prestasi Pustaka.

Tuna, A. & A. Kaçar. 2013. The Effect of 5E Learning Cycle Model in Teaching Trigonometry on Student’s Academic Achievement and The Permanence of Their Knowledge. International Journal on New Trends in Education and


(36)

58

Their Implications, 4(1): 73-87. Tersedia di http://ijonte.org/Filepload/ks63207/File07.tuna.pdf. [diakses 11-1- 2015]. Wardoyo, S.M. 2013. Pembelajaran Konstruktivisme. Bandung: Alfabeta.

Wena, M. 2011. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi Aksara.

Wiyanto. 2008. Menyiapkan Guru Sains Mengembangkan Kompetensi Laboratorium. Semarang: Unnes Press.


(1)

18

2.6

Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

Gambar 2.2 Kerangka Berpikir Penelitian

2.7

Hipotesis

Penerapan Learning cycle 7e berbasis konstruktivisme berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis siswa pada materi Interaksi makhluk hidup dengan lingkungan.

Pembelajaran Learning Cycle 7E berbasis

konstruktivisme

 Menekankan

pengetahuan awal siswa dan memungkinkan mengaplikasikan konsep yang telah diperoleh

(Eisenkraft, 2003:57)

 Mampu meningkatkan

keterampilan proses sains dan penguasaan konsep (Kanli & Yagbasan, 2007:151)

 Mampu meningkatkan

kemampuan berpikir kritis

(Hartono, 2013:65)

 Mampu meningkatkan

kemampuan berpikir kritis secara signifikan dibandingkan metode tradisional

(Mecit, 2006:48) Permasalahan dalam pembelajaran :

 Siswa kesulitan menganalisis suatu

permasalahan

 Siswa kesulitan menyimpulkan

 Siswa kesulitan mengaplikasikan konsep

pada situasi baru dan konkret

 Keberanian mengajukan pertanyaan

& pendapat rendah

 Kemampuan berpikir kritis rendah

 Berpikir kritis salah satu

keterampilan abad 21 yang harus dimiliki oleh siswa

 Tuntutan memberdayakan

SDM yang berkualitas (Permendikbud, 2013)

Kelas eksperimen Kelas kontrol

Pembelajaran dengan metode diskusi & ceramah

Kemampuan berpikir kritis berkembang Learning cycle 7e

berbasis konstruktivisme Quasi experimental design


(2)

54

BAB 5

PENUTUP

5.1

Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa penerapan learning cycle 7e berbasis konstruktivisme berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis siswa pada materi interaksi makhluk hidup dengan lingkungan. Peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa kelas eksperimen lebih baik dari pada kelas kontrol.

5.2

Saran

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan penerapan learning cycle 7e berbasis konstruktivisme terbukti berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis siswa pada materi interaksi makhluk hidup dengan lingkunganya. Dengan demikian, maka beberapa saran yang dapat diberikan sebagai berikut.

1. Guru IPA dapat mempertimbangkan pembelajaran learning cycle 7E berbasis konstruktivisme pada materi interaksi makhluk hidup dengan lingkungan, karena terbukti dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa. 2. Guru IPA dapat merancang proses pembelajaran dan instrumen pembelajaran

yang dapat memicu kemampuan berpikir kritis siswa.

3. Bagi peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian berkaitan dengan kemampuan berpikir kritis, disarankan mengoptimalkan pengelolaan kelas dan memberikan banyak motivasi agar setiap siswa dapat berpartisipasi dan berinteraksi dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini dimaksudkan agar pembelajaran yang dilakukan efektif terhadap kemampuan berpikir kritis siswa.


(3)

55

DAFTAR PUSTAKA

Aqib, Z. 2013. Model-Model, Media, dan Strategi Pembelajaran Kontekstual(Inovatif). Bandung: Yrama Widya.

Amertawengrum, I.P. 2014. Filsafat Konstruktivisme dalam Pembelajaran Sastra Anak. Jurnal Magistra, 26(89):8-17. Klaten:Unwidha.

Arifin, Z. 2012. Evaluasi Pembelajaran. Jakarta: Dirjen Pendidikan Islam. Online at

http://dualmode.kemenag.go.id/file/dokumen/34EvaluasiPembelajaran.pdf [diakses tanggal 17 Januari 2015].

Arikunto, S. 2010. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. _________. 2012. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Bybee, R.W., J.A. Taylor, A. Gardner, P.V. Scotter, J.C. Powell, A. Westbrook, &

N. Landes. 2006. The BSCS 5E Instructional Model: Origins and Effectiveness. A Report Prepared for the Office of Science Education National Institute of Health. Colorado: BSCS. Online. Tersedia di http://science.education.nih.gov [diakses 11-1- 2015].

Campbell, N.A., Reece, B.J. & Mitchell, L.G. 2004. Biologi. Alih Bahasa Manalu, W. (eds). Erlangga : Jakarta.

Curto, K. & T. Bayer. 2005. An Intersection of Critical Thinkking and Communication Skillls. Journal of Biological Science 31(4):11-19. Amerika Serikat: University of Pittsburgh.

Eisenkraft, A. 2003. Expanding The 5E Model. Journal The Sciences Teacher,

70(6): 56-59. Tersedia di

http://.its-about-time.com/htmls/ap/eisenkrafttst.pdf. [diakses 3-2-2015].

Ennis, R.H. 1985. A Logical Basic for Measuring Critical Thinking Skill. Tersedia di http://www.ascd.org/ASCD/pdf/journals/ed_lead/el_198510_ennis.pdf. [diakses 27-1-2015].

Ennis, R.H. 1991.Critical Thinking: A Streamlined Conception. Tersedia di http://faculty.education.illinois.edu/rhennis/documents/TheNatureofCritical Thinking_51711_000.pdf. [diakses 27-1-2015].

Ennis R. H. 1993. Critical Thinking Assesment. Journal Theory and Practice, 32 (2): 179-186. Amerika Serikat: The Ohio State University.


(4)

56

Ennis, R.H. 2011. The Nature of Critical Thinking: An Outline of Critical Thinking Dispositions and Abilities. Tersedia di http://faculty.education.illinois.edu/rhennis/documents/TheNatureofCritical Thinking_51711_000.pdf. [diakses 27-1-2015].

Hapsari. R.T.S. 2011. Penerapan Model Konstruktivisme untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa. Jurnal Pendidikan Penabur, 10(16): (34-45). Tersedia di

http://www.bpkpenabur.or.id/files//Hal.%2034_45%20Penerapan%20Mode

l%20Pembelajaran%20Konstruktivisme.pdf. [diakses 25-1-2015].

Hartono. 2013. Learning Cycle Model to Increase Student’s Critical Thinking on Science. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, 9(1):56-66. Semarang: Universitas Negeri Semarang.

Indrawati, W., Suyatno & Y.S.Rahayu. 2014. Implementasi Model Learning Cycle 7E Pada Pembelajaran Kimia Dengan Materi Pokok Kelarutan Dan Hasil Kali Kelarutan Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMA. Prosiding Seminar Nasional Kimia.Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.

Johnson, E.B. 2007. Contextual Teaching & Learning terjemahan Ibnu Setiawan. Bandung: MLC.

Kanli & Yagbasan. 2007. The Effects of a Laboratory Based on the 7E Learning Cycle Model and Verification Laboratory Approach on the Development of Students’ Science Process Skills and Conceptual Achievement. Tersedia diwww.usca.edu/essays/specialedition/UKanlìandRYagbasan.pdf.[diakses 2-3-2015].

Kowiyah. 2012. Kemampuan Berpikir Kritis. Jurnal Pendidikan Dasar, 3(5): 175-179. Tersedia di http://journal.ppsunj.org/articel/download/108/108. [diakses 1-1-2015].

Kulsum, U. & N. Hindarto. 2011. Penerapan Model Learning Cycle 5E pada Sub pokok bahasan Kalor untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar Siswa Kelas VII SMP. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, 7(1):128-133.Semarang: Universitas Negeri Semarang.

Kunandar. 2013. Penilaian Autentik (Penilaian Hasil Belajar Kurikulum 2013). Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Lambertus. 2009. Pentingnya Melatih Keterampilan Berpikir Kritis Dalam Pembelajaran Matematika Di SD. Jurnal Forum Pendidikan 28(2): (136-142). Palembang: Universitas Sriwijaya.


(5)

57

Maknun, D., R.R. Haerin., k. Surtikanti, & A.Munandar. 2012. Praktikum Ekologi Berbasis Proyek: Media Pembekalan Keterampilan Esensial Laboratorium. Jurnal Pendidikan MIPA, 13(1): 8-17. Lampung: Universitas Lampung. Mecit, O. 2006. The Effect of 7E Learning Cycle Model on The Improvement of

Fifth Grade Students’ Critical Thinking Skills. Tesis. Turkey: Middle East Technical University.

Permendikbud. 2013. Implementasi Kurikulum. Jakarta: Depdiknas.

Priyatno, Duwi. 2012. Belajar Analisis Data dengan SPSS 20. Yogyakarta: Andi. Redhana, I.W. & Liliasari. 2008. Program Pembelajaran Keterampilan Berpikir

Kritis Pada Topik Laju Reaksi Untuk Siswa SMA. Jurnal Forum Kependidikan, 27(2):103-112. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Rifa’I, A.& C.T .Anni. 2011. Psikologi Pendidikan. Semarang: Universitas Negeri

Semarang Press.

Siribunnam & Tayraukham. 2009. Effect of 7-E, KWL and Conventional on Analitycal Thinking, Learning Acievement and Attitudes toward Chemistry Learning. Journal of Social Sciences, 5(4):279-282. Tersedia di http://www.amazon.com/conventional-instruction-analytical-achievement-attitudes/dp/B002TP5UQS. [diakses 3-2-2015].

Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rhineka Cipta.

Slavin, R.E. 2008. Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik. Jakarta: Indeks. Soeprodjo., S. Priatmoko., & E.Y. Sariana. 2008. Pengaruh Model Learning

Cycle terhadap Hasil Belajar Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan. Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia. 2(1): 224-229. Semarang: Universitas Negeri Semarang.

Sudjana. 2005. Metode Statistika. Bandung: Tarsito.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.

Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivisme. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Tuna, A. & A. Kaçar. 2013. The Effect of 5E Learning Cycle Model in Teaching Trigonometry on Student’s Academic Achievement and The Permanence of Their Knowledge. International Journal on New Trends in Education and


(6)

58

Their Implications, 4(1): 73-87. Tersedia di http://ijonte.org/Filepload/ks63207/File07.tuna.pdf. [diakses 11-1- 2015]. Wardoyo, S.M. 2013. Pembelajaran Konstruktivisme. Bandung: Alfabeta.

Wena, M. 2011. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi Aksara.

Wiyanto. 2008. Menyiapkan Guru Sains Mengembangkan Kompetensi Laboratorium. Semarang: Unnes Press.