DI PONDOK PESANTREN DENGAN SISWA (1)
STUDI KOMPARASI AKHLAK SISWA KELAS III YANG TINGGAL DI PONDOK PESANTREN DENGAN SISWA YANG TINGGAL BERSAMA ORANG TUA
DI MTs NU 07 KECAMATAN PATEBON
KABUPATEN KENDAL SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1
dalam Ilmu Tarbiyah
LUTFI HAKIM
NIM. 3101411
FAKULTAS TARBIYAH INSTITU AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2006
Drs. Ruswan, M.A. Jalan Dieng X No. 19 Pondok Brangsong Baru Kendal
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Lamp : 4 (empat) eks. Hal
: Naskah Skripsi
An. Sdra. Lutfi Hakim
Assalamu’alaikum Wr. Wb. Setelah saya meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, bersama ini saya kirim naskah skripsi saudari :
Nama
: Lutfi Hakim
Nomor Induk : 3101411 Judul
: Studi Komparasi Akhlak Siswa Kelas III yang Tinggal di Pondok Pesantren dengan Siswa yang Tinggal Bersama Orang Tua di MTs NU 07 Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal
Dengan ini saya mohon kiranya skripsi Saudara tersebut dapat segera dimunaqasahkan. Demikian harap menjadi maklum. Wasalamu’alaikum Wr. Wb..
Semarang, 25 Februari 2006 Pembimbing
Drs. Ruswan, MA. NIP. 150262173
DEPARTEMEN AGAMA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO FAKULTAS TARBIYAH
Alamat : Jl. Raya Ngaliyan Telp. (024) 7601295 semarang 50185
PENGESAHAN
Skripsi saudara : Lutfi Hakim Nomor Induk : 3101411 Judul
: Studi Komparasi Akhlak Siswa Kelas III yang Tinggal
di Pondok Pesantren dengan Siswa yang Tinggal Bersama Orang Tua di MTs NU 07 Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal.
Telah dimunaqasahkan oleh Dewan Penguji Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang, dan dinyatakan lulus dengan predikat cumlaude baik cukup, pada tanggal Dan dapat diterima sebagai syarat guna memperoleh gelar Sarjana Strata
1 tahun akademik 2005 2006
Semarang, 9 Maret 2006
Ketua SidangDekan Sekretaris Sidang
Drs. Darmuin, M.Ag.
Drs. Abdul Rohman, M.Ag.
NIP. 150263168 NIP. 150268211
Penguji I Penguji II
Dra. Hj. Nur Uhbiyati, M.Pd Drs. Wahyudi, M.Pd.
NIP. 150170474 NIP. 150274611
Pembimbing
Drs. Ruswan NIP. 150262173
MOTTO
ﻰﻠﺻ ﷲا لﻮﺳر لﺎﻗ .
لﺎﻗ ﺎﻤﻬﻨﻋ ﻰﻟ ﺎﻌﺗ ﷲا ﻰﺿر ﺮﻤﻋ ﻦﺑ ﷲاﺪﺒﻋ ﻦﻋ
ضرﻻا ﻰﻓ ﻦﻣ اﻮﻤﺣرا , ﻦﻤﺣﺮﻟا ﻢﻬﻤﺣﺮﻳ نﻮﻤﺣاﺮﻟا : ﻢﻠﺳو ﻪﻴﻠﻋ ﷲا
1 ( ﺚﻳﺪﺤﻟا ) ءﺎﻤﺴﻟا ﻰﻓ ﻦﻣ ﻢﻜﻤﺣﺮﻳ
Dari Abdullah bin Umar R.A. berkata. Rasulullah SAW telah bersabda: Orang- orang yang mengasihi akan dikasihi oleh Allah SWT, maka kasihilah manusia di muka bumi niscaya kamu akan mendapat kasih dari langit. (al-Hadits)
1 Dikutip oleh Syeikh Muhammad bin Abi Bakkar, Al-Usfuriyyah, (Semarang : Pustaka
Al-Alawiyah, t. th), hlm. 2
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan kepada :
1. Ayah, Ibu, serta nenekku tercinta yang telah banyak memberi doa, motivasi dan pembiayaan dalam studi saya hingga sampai pada penyusunan skripsi ini.
2. Adikku yang manis sebagai semangat hidupku
3. Adindaku tersayang yang telah mengisi hari-hariku dan memberi semangat dalam penyelesaian skripsi ini
4. Semua teman yang telah mendukung dan membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
PERNYATAAN
Dengan penuh kejujuran dan tangung jawab , penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang telah pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.
Semarang, 9 Maret 2006 Deklarator,
Lutfi Hakim NIM. 3101411
ABSTRAKSI
Lutfi Hakim (NIM : 101411). Studi Komparasi Akhlak Siswa Kelas III yang Tinggal di Pondok Pesantren dengan Siswa yang Tinggal Berasama Orang Tua di MTs NU 07 Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : 1). Akhlak siswa kelas III yang tinggal di pondok pesantren di MTs NU 07 Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal. 2). Akhlak siswa kelas III yang tinggal bersama orang tua di MTs NU 07 Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal. 3). Apakah ada pebedaan antara akhlak siswa kelas III yang tinggal di pondok pesantren dengan siswa yang tinggal bersma orang tua di MTs NU 07 Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal.
Dalam penelitian ini difokuskan pada studi komparasi akhlak siswa kelas
III yang tinggal di pondok pesantren dengan siswa yang tinggal bersama orang tua di MTs NU 07 Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal. Sedangkan rumusan masalah yang diajukan yaitu : bagaimanakah akhlak siswa kelas III yang tinggal di pondok pesantren di MTs NU 07 Patebon, bagaimanakah akhlak siswa kelas III yang tinggal bersama orang tua di MTs NU 07 Patebon, dan apakah ada perbedaan antara akhlak siswa kelas III yang tinggal di pondok pesantren dengan siswa yang tinggal bersama orang tua di MTs NU 07 Patebon.
Penelitian ini bersifat komparatif, artinya bahwa penelitian ini merupakan perbandingan di antara dua sistem, konsep, , ataupun dilakukan diantara yang lebih banyak dari dua, dimana perbandingan tersebut dilakukan untuk mengetahui kesamaan dan perbedaan serta kelebihan dan kelemahan, sehingga hakekat objek dipahami dengan semakin murni.
Adapun metodologi penelitiannya yaitu yang menjadi variabel adalah akhlak siswa dengan indikator akhlak mahmuudah dengan sampel berjumlah 32 responden. Sedangkan metode pengumpulan data menggunakan metode angket, dokumentasi, obsevasi dan interiew. Dan analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahap yaitu : analisis pendahuluan, analisis uji hipotesa dengan menggunakan rumus t Score serta analisis lanjutan untuk menentukan apakah eksperimen teresebut signifikan ataupun non signifikan.
Hasil akhir dari penelitian ini menunjukkan bahwa akhlak siswa kelas III yang tinggal di pondok pesantren di MTs NU 07 Patebon berada pada tingkat baik sekali (M = 92,38). Sedangkan akhlak siswa kelas III yang tinggal bersama orang tua di MTs NU 07 Patebon berada pada tingkat baik (M = 82,44). Jadi dalam penelitian ini telah ditemukan perbedaan yang signifikan antara akhlak siswa kelas III yang tinggal di pondok pesantren dengan siswa yang tinggal bersama orang tua di MTs NU 07 Patebon.
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya dengan rahmat dan pertolongan-Nya semata skripsi ini dapat terselesaikan sebelum batas studi penulis berakhir. Demikian pula shalawat serta salam semoga tetap terlimpah kepada Nabi Muhammad SAW.
Peneliti telah berusaha semaksimal mungkin untuk dapat menyusun skripsi ini dengan sebaik-baiknya, namun mengingat keterbatasan pengetahuan dan kemampuan penulis, maka peneliti sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun agar skripsi ini benar-benar menjadi sumbangan pemikiran yang bermanfaat bagi semua pihak.
Kemudian peneliti sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memberi semangat kepada penulis sehingga skripsi ini dapat selesai, terutama kepada yang terhormat :
1. Bapak Drs. H. Mustaqim, M.Ed., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang
2. Bapak Drs. Ruswan, MA., selaku pembimbing skripsi ini.
3. Bapak Drs. Muchlis, S.Ag selaku Kepala Madrasah Tsanawiyan Nahdlatul Ulama’
07 Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal beserta dewa guru dan karyawan yang telah membantu dalam melaksanakan penelitian ini.
4. Ayah, Ibu, Nenek, Adik, dindaku dan semua teman-teman tercinta yang telah memberi doa dan dorongan sehingga penulis memiliki kekuatan menyelesaikan studi sampai penyelesaian skripsi ini
Akhirnya penulis berdoa semoga amal dan jasa baik semua pihak diterima di sisi Allah SWT.
Bagaimanapun dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan dan kesalahan, maka dari itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan demi perbaikan skripsi berikutnya dan semoga bermanfaat, amin.
Semarang, 2 Januari 2006 Peneliti
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Tabel. 01 Keadaan Guru dan karyawan
MTs NU 07 Patebon Tahun 2005 .............................................
2. Tabel. 02 Keadaan Siswa MTs NU 07 Patebon Tahun 2005 ....
3. Tabel. 03 Keadaan Siswa Kelas III yang Tinggal Di Pondok Pesantren ....................................................................................
4. Tabel. 04 Latar Belakang Sosial Ekonomi Orang Tua Siswa Kelas III MTs NU 07 Patebon 2005 ..........................................
5. Tabel. 05 Sarana dan Prasarana MTs NU 07 Patebon 2005 .....
6. Tabel. 06 Data Mentah Hasil Angket Tentang Akhlak Siswa
Kelas III yang Tinggal di Pondok Pesantren di MTs NU 07 Patebon 2005 .............................................................................
7. Tabel. 07 Data Mentah Hasil Angket Tentang Akhlak Siswa
Kelas III yang Tinggal Bersama orang Tua di MTs NU 07 Patebon 2005 .............................................................................
8. Tabel. 08 Hasil Angket tentang Akhlak Siswa Kelas III yang
Tinggal di Pondok Pesantren di MTs NU 07 Patebon 2005 ......
9. Tabel.09 Distribusi Frekuensi Akhlak Siswa Kelas III yang
Tinggal di Pondok Pesantren di MTs NU 07 Patebon 2005 ......
10. Tabel.10 Hasil Angket tentang Akhlak Siswa Kelas III yang
Tinggal Bersama Orang Tua di MTs NU 07 Patebon 2005 ......
11. Tabel.11 Distribusi Frekuensi Akhlak Siswa Kelas III yang
Tinggal di Bersama Orang Tua di MTs NU 07 Patebon 2005 ...
12. Tabel.12 Kelebihan dan Kekurangan Pembinaan Akhlak di
Pondok Pesantren dan Keluarga ................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menempati tempat yang penting sekali, baik secara individu maupun sebagai anggota masyarakat dan bangsa. Sebab jatuh dan bangunnya, jaya dan hancurnya, serta sejahtera dan rusaknya suatu bangsa dan masyarakat, tergantung kepada bagaimana akhlak bangsa itu. Apabila akhlaknya baik, akan sejahteralah suatu bangsa. Namun jika akhlaknya buruk, maka rusaklah bangsa tersebut.
Kejayaan seseorang, masyarakat dan bangsa disebabkan akhlaknya yang baik. Dan jatuhnya nasib seseorang, masyarakat dan bangsa adalah karena hilangnya akhlak yang baik. Akhlak bukan hanya sekedar sopan santun, tata krama yang bersifat lahiriyah dari seseorang terhadap orang lain,
melainkan lebih dari itu. 2
Semakin merosotnya akhlak warga negara telah menjadi salah satu keprihatinan bangsa. Hal ini juga menjadi keprihatinan para pemerhati pendidikan, terutama para pemerhati pendidikan Islam. Globalisasi kebudayaan sering dianggap sebagai salah satu penyebab kemerosotan akhlak tersebut. Memang kemajuan filsafat, sains, dan teknologi telah menghasilkan kebudayaan yang semakin maju pula, proses itu disebut globalisasi kebudayaan. Namun kebudayaan yang semakin mengglobal itu ternyata sangat berdampak terhadap aspek akhlak manusia.
Kemerosotan akhlak itu agaknya terjadi pada semua lapisan masyarakat. Meskipun demikian, pada lapisan remajalah kemerosotan akhlak itu lebih nyata terlihat. Kemerosotan akhlak di kalangan para remaja itu dikenal sebagai kenakalan remaja. Sebagai akibatnya, seperti yang dapat
2 Rachmat Djatnika, Sistem Ethika Islam, (Jakarta : Pustaka Panjimas, 1996), Cet. II, hlm.
Pendidikan yang dibutuhkan dunia modern sekarang ini adalah pendidikan yang didasarkan pada konsepsi manusia sebagaimana yang telah diajarkan dalam al-Qur’an dan al-Hadits. Konsep manusia yang mempunyai daya fikir yang disebut akal dan daya rasa yang disebut qalbu. Akal yang dikembangkan melalui pendidikan sains dan daya rasa melalui pendidikan
agama. 4 Pendidikan sains ditambah teknologi memerlukan prespektif etis dan panduan moral atau akhlak. Seperti yang dirasakan selama ini bahwa begitu
majunya sains dan teknologi menyebabkan kemudahan-kemudahan yang dirasakan baik secara langsung maupun tidak langsung. Akan tetapi dengan meremehkan prespektif etis dan pembinaan akhlak ternyata akan menimbulkan masalah-masalah kemanusiaan yang cukup berat.
Pendidikan yang pertama pada anak berlangsung dalam keluarga. Keluarga merupakan persekutuan hidup berdasarkan perkawinan yang sah terdiri dari suami dan istri yang juga selaku orang tua dari anak-anak yang dilahirkannya. Dalam pembinaan keluarga sejahtera, prinsip-prinsip akhlak perlu ditegakkan dengan melaksanakan kewajiban-kewajiban moral yang menjadi kemestian baginya. Dalam hubungannya ini antara lain meliputi kewajiban orang tua terhadap anaknya, salah satunya adalah penanaman
akhlak pada anak sejak dini. 5
Orang tua adalah pendidik utama dan pertama dalam hal penanaman keimanan dan akhlak bagi anaknya. Disebut pendidik utama, karena besar sekali pengaruhnya pada anak. Disebut pendidik pertama, karena merekalah yang pertama mendidik anaknya. Sekolah, pesantren dan guru agama adalah institusi pendidikan dan seseorang yang membantu peran orang tua.
3 Ahmad Tafsir, Pendidikan Agama dalam Keluarga, (Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2000), hlm. 1
4 Harun Nasution, Islam Rasional Gagasan dan Pemikiran, (Bandung : Mizan, 1999),
hlm. 42
5 Hamzah Ya’qub, Etika Islam, (Bandung : CV. Diponegoro, 1991), hlm. 146
Sebagai salah satu lembaga pendidikan, pesantren merupakan mitra dari orang tua dalam membantu program pendidikan dan pembinaan akhlak pada anak. Sistem pendidikan pondok pesantren yang telah dilembagakan oleh masyarakat masih dapat dipertahankan terhadap gerakan-gerakan modern pendidikan.
Sistem pondok pesantren selalu diselenggarakan dalam bentuk asrama atau kompleks asrama di mana santri mendapatkan pendidikan dalam suatu situasi lingkungan sosial keagamaan yang kuat dengan ilmu pengetahuan agama yang dilengkapi dengan atau tanpa ilmu pengetahuan umum. Ilmu pengetahuan agama yang diajarkan itu sangat bergantung pada kegemaran
atau keahlian kyai yang bersangkutan. 6 Pada umumnya para santri dalam pondok pesantren sangat hormat dan tawadhu’ pada guru. Mereka terbiasa
dengan hidup mandiri seperti mencuci dan memasak makanan sendiri. 7 Para santri juga didisiplinkan dalam mengamalkan ibadah sehari-hari, sehingga
dalam segi practical religion nampak lebih menonjol, sedang dalam segi theoretical kurang mendapat motivasi yang semestinya, terutama dalam soal
kedisiplinan belajar. 8
Penanaman pendidikan akhlak pada anak baik dalam lingkungan keluarga maupun pada pondok pesantren sama-sama sangat penting. Dan mengenai hasil akhir dari pembentukan akhlak tersebut sangat bergantung dengan bagaimana peran orang tua dalam metode penanaman akhlak kepada anaknya. Sedangkan dalam lingkungan pesantren peran seorang kyai dengan segala metode pembentukan akhlak pada para santrinya sangat membantu peran orang tua dalam membentuk akhlak anaknya ke arah yang lebih baik.
6 Arifin, Kapita Selekte Pendidikan (Islam dan Umum), (Jakarta : Radar Jaya Offset, 1993), Cet. II, hlm 242
7 Imam Banawi, Tradisionalisme dalam Pendidikan Islam, (Surabaya : Al-Ikhlas, 1993),
hlm. 94
8 Arifin, Op.cit., hlm. 242
B. PEMBATASAN MASALAH
1. Studi Komparasi
Studi artinya kajian; telaah; penelitian; penyelidikan ilmiah. 9 Dalam hal ini kata studi identik dengan sebuah penelitian yang bertujuan untuk
memperoleh hasil penelitian yang berguna bagi ilmu pengetahuan.
Komparasi berasal dari bahasa Asing comparative yang berarti membandingkan sesuatu dengan yang lain. Komparasi juga merupakan perbandingan di antara dua sistem, konsep, tokoh maupun naskah, ataupun dilakukan diantara yang lebih banyak dari dua, dimana perbandingan tersebut dilakukan untuk mengetahui kesamaan dan perbedaan serta kelebihan dan kelemahan, sehingga hakekat objek dipahami dengan
semakin murni. 10
Jadi yang dimaksud dengan studi komparasi adalah penelitian yang bertujuan untuk membandingkan dua sistem atau lebih guna mengetahui persaman dan perbedaan serta kelabihan dan kelemahan dari objek peneliti. Dalam skripsi ini peneliti akan membandingkan antara akhlak siswa kelas III yang tinggal di pondok pesantren dengan siswa yang tinggal bersama orang tua di MTs NU 07 Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal.
2. Akhlak
Dalam Ensiklopedi Islam disebutkan bahwa akhlak secara bahasa berarti tabiat, perangai atau adat istiadat. Sedangkan secara istilah bahwa yang dimaksud dengan akhlak adalah hal-hal yang berkaitan dengan sikap, perilaku dan sifat-sifat manusia dalam berinteraksi dengan dirinya, dengan
makhluk lain dan dengan Tuhannya. 11
Dalam penelitian ini akhlak yang peneliti maksud adalah akhlak siswa kelas III yang tinggal di pondok pesantren dengan siswa yang
9 Jhon M. Echols Dan Hasan Shadaly, Kamus Inggris Indonesia, Cet. IV, (Jakarta : Balai Pustaka, 1993), hlm. 860
10 Anton Bakker Dan Ahmad Charis Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat, (Yogyakarta : Kanisius, 1990), hlm. 51
11 Depag RI, Ensiklopedi Pendidikan Islam di Indonesia, Jilid I, (Jakarta : Depag RI, 1983), hlm. 104 11 Depag RI, Ensiklopedi Pendidikan Islam di Indonesia, Jilid I, (Jakarta : Depag RI, 1983), hlm. 104
3. Siswa
Menurut Undang-undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan siswa atau peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha untuk mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia
pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu. 12
Siswa yang peneliti maksud adalah siswa kelas III MTs NU 07 Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal.
4. Tinggal di pesantren
Pesantren menurut pengertian dasarnya adalah tempat belajarnya para santri. 13 Dan merupakan lembaga pendidikan yang memberikan
pendidikan dan pengajaran dengan cara non klasikal di mana Kyai mengajar santri-santri berdasarkan pada kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh ulama-ulama besar sejak abad pertengahan, sedang
santri tinggal dalam pondok atau asrama dalam pesantren tersebut. 14
Jadi yang dimaksud tinggal di pondok pesantren adalah siswa kelas
III MTs NU 07 Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal yang juga tinggal dan belajar di sebuah pondok pesantren tertentu.
5. Tinggal bersama Orang Tua
Kata “tinggal” berarti masih tetap (ditempatnya), sedangkan kata “bersama” mempunyai kata dasar sama berati tidak berlainan, mendapat awalan ber- menjadi bersama sehingga mempunyai arti tidak berlainan
(bersama-sama). Maka tinggal bersama adalah menetap bersama-sama. 15
12 U.U R.I. No. 2 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta : Cemerlang, 2003),
hlm. 3
13 Hasbullah, Kapita Selekte Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1996), hlm. 40
14 Ibid, hlm. 45 15 W.J.S. Poerwodarminto, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka,
1999), hlm. 857
Orang tua adalah ayah ibu kandung. 16 Diartikan setiap orang yang bertanggung jawab dalam suatu keluarga, rumah tangga, kehidupan
sehari-hari yang dikenal dengan sebutan ibu dan bapak. 17
Jadi tinggal bersama orang tua yang peneliti maksud adalah siswa MTs NU 07 patebon yang menetap bersama orang tuanya dalam suatu keluarga.
6. Madrasah Tsanawiyah Nahdlotul Ulama 07 Kecamatan Patebon Kabupaten
Kendal
MTs NU 07 Patebon Adalah lembaga pendidikan formal yang bernaung pada lembaga pendidikan Ma’arif Kabupaten Kendal.
D. PERUMUSAN MASALAH
Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah akhlak siswa kelas III yang tinggal di pondok pesantren di
MTs NU 07 Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal ?
2. Bagaimanakah akhlak siswa kelas III yang tinggal bersama orang tua di
MTs NU 07 Kecamatan Patebon kabupaten Kendal ?
3. Apakah ada perbedaan antara akhlak siswa kelas III yang tinggal di
pondok pesantren dengan akhlak siswa kelas III yang tinggal bersama orang tua di MTs NU 07 Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal ?
E. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat mempunyai manfaat diantaranya :
1. Mengetahui ada atau tidaknya perbedaan akhlak siswa kelas III yang tinggal di pondok pesantren dan akhlak siswa yang tinggal bersama orang tua di MTs NU 07 Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal.
2. Menambah wacana bagi para guru-guru, khususnya guru agama dalam melihat fenomena-fenomena akhlak anak didik.
16 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka : 1991), Edisi ke
2, hlm. 473
17 Pusat Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1993), hlm. 629
3. Memberikan masukan penting kepada seluruh pihak sekolah bahwa
pendidikan akhlak tidak akan berjalan dengan baik apabila tidak ada kerja sama yang baik dengan semua pihak.
4. Menambah wawasan pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang pendidikan akhlak.
BAB II LANDASAN TEORI
A. DESKRIPSI TEORI
1. Akhlak
a. Pengertian Akhlak
Menurut Rahmat Djatnika seperti yang dikutip oleh Daud Ali dalam buku Pendidikan Agama Islam, perkataan akhlak dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Arab yaitu akhlak. Bentuk jamak dari kata khuluq atau al-khuluq, yang secara etimologis antara lain berarti
budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. 18
Dalam kamus besar bahasa Indonesia seperti yang dikutip oleh Quraish Shihab pada buku Wawasan al-Qur’an menyatakan bahwa kata akhlak diartikan sebagai budi pekerti atau kelakuan.
Jadi dari sudut pandang kebahasaan, definisi akhlak dalam pengertian sehari-hari disamakan dengan budi pekerti, sopan santun, kesusilaan, atau tata krama.
Secara terminolgi akhlak mempunyai beberapa pengertian, antara lain dalam kitab Ihya’ Ulum al-Din juz 3, Imam Al-Ghazali berpendapat bahwa yang dimaksud dengan akhlak adalah :
ِﻝﺎﻌﹾﻓﺄﹶﻟﺍﺭﺪﺼﺗ ﺎﻬﻨﻋ ﹲﺔﺤِﺳﺍﺭ ِﺲﹾﻔﻨﻟﺍ ِﰱ ٍﺔﹶﺌﻴﻫ ﻦﻋ ﹲﺓﺭﺎﺒِﻋ ﻖﹸﻠﺨﹾﻟﹶﺍ
ٍﺔﻳﻭﺭﻭ ٍﺮﹾﻜِﻓ ﻰﹶﻟِﺍ ٍﺔﺟﺎﺣ ِﺮﻴﹶﻏ ﻦِﻣ ٍﺮﺴﻳﻭ ٍﺔﹶﻟﻮﻬﺴِﺑ
“Akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran (lebih dahulu)”. 19
Menurut Rahmat Djatnika bahwa akhlak (adat kebiasaan) adalah perbuatan yang diulang-ulang. Ada dua syarat agar sesuatu bisa
18 Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, Cet. III, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2000), hlm. 346
19 Al-Ghazali, Ihya’ ulum ad-Din, Juz 3, (Beirut : Dar Al-fikr, tt), hlm 48 19 Al-Ghazali, Ihya’ ulum ad-Din, Juz 3, (Beirut : Dar Al-fikr, tt), hlm 48
mudah mengerjakan tanpa memerlukan pemikiran lagi. 20
Keseluruhan definisi akhlak tersebut di atas tampak tidak ada yang bertentangan, melainkan memiliki kemiripan antara satu dengan yang lainnya. Definisi-definisi akhlak tersebut secara substansial tampak saling melengkapi, dan darinya dapat dilihat lima ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlak yaitu :
1. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam
jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya.
2. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah
dan tanpa pemikiran.
3. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri
orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar.
4. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan
sesungguhnya, bukan main-main atau karena bersandiwara.
5. Perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan
yang dilakukan secara ikhlas semata-mata karena Allah. 21
Secara bersamaan sering dijumpai istilah penggunaan moral, akhlak, dan etika. Ketiganya memiliki arti etimologis yang sama, namun dari segi terminologi mempunyai makna yang berbeda yaitu sebagai berikut :
a) Moral
Istalah moral menurut Asmara AS seperti yang dikutip oleh Abuddin Nata berasal dari bahasa Latin yaitu mores, jamak dari
kata mos yang berarti adat kebiasaan. 22
20 Rahmat Djatnika, Op. cit., hlm. 27 21 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2000), Cet. III,
hlm. 5-7
22 Ibid., hlm. 90
Seperti ditegaskan di depan, kedua istilah moral dan akhlak memiliki makna yang sama, hanya saja, karena akhlak berasal dari bahsa Arab, istilah ini akhirnya seperti menjadi ciri khas Islam. Secara substantif, memang tidak terdapat perbedaan yang berarti di antara keduanya. Sebab, keduanya memiliki wacana yang sama, yakni tentang baik dan buruknya perbuatan manusia. Boleh saja jika kemudian disebut bahwa akhlak merupakan konsep moral dalam Islam. Nabi Muhammad sendiri diutus untuk menyempurnakan akhlak. Hal ini berarti bahwa akhlak identik dengan moral, dengan substansi wacana pada nilai-nilai
kemanusiaan. 23
b) Etika
Dari segi etimologi, etika berasal dari bahasa Yunani kuno, ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat. 24 Menurut Ahmad
Amin, etika diartikan sebagai ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa
yang seharusnya diperbuat. 25
b. Dasar Akhlak
Pendidikan akhlak sebagai usaha yang dilakukan oleh manusia harus mempunyai rujukan yang menjadi dasar dalam merealiasikan tujuannya. Dasar ini tidak dapat dipisahkan dari dasar kehidupan manusia yang hakiki.
Islam mempunyai dua pedoman yang bersumber dari al-Quran dan al-Hadits. Al-Qur’an sebagai pedoman hidup manusia, di
23 Tafsir, et. al., Moralitas Al-Qur’an dan Tantangan Modernitas, (Yogyakarta : Gama Media, 2002), hlm. 13
24 Ahmad Charris Zubair, Kuliah Etika, (Jakarta : Rajawali Pers, 1980), Cet. II, hlm. 13 25 Ahmad Amin, Ethika (Ilmu Akhlak), terj. Farid Ma’ruf, (Jakarta : Bulan Bintang,
1983), hlm. Cet. III, hlm. 3 1983), hlm. Cet. III, hlm. 3
Sebagimana firman Allah :
( 5 : ﻢﻠﻘﻟﺍ ) . ٍﻢﻴِﻈﻋ ٍﻖﹸﻠﺧ ﻰﹶﻠﻌﹶﻟ ﻚﻧِﺍﻭ
Dan sesungguhnya kamu (Muhammad ) benar-benar berbudi pekerti agung (QS. Al-Qalam : 5). 26
Sedangkan hadits sebagai sumber pedoman setelah al-Qur’an, membahas tentang anjuran membina akhlak, membina rumah tangga dan lain sebaginya. Hal ini dapat diketahui dari risalah-risalah yang telah diajarkan Rasulullah kepada umatnya terdahulu.
c. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Akhlak
Segala tindakan dan perbuatan manusia yang memiliki corak berbeda antara satu dengan lainnya, pada dasarnya merupakan akibat adanya pengaruh dari dalam diri manusia dan motivasi yang disuplai dari luar darinya seperti mileu, pendidikan dan aspek warotsah. Untuk itu berikut akan dibahas faktor-faktor yang mempengaruhi akhlak yaitu sebagai berikut :
1. Insting (Naluri)
Para psikolog menjelaskan bahwa insting berfungsi sebagai motivator penggerak yang mendorong lahirnya tingkah laku antara
lain: 27
a) Naluri makan (nutritive instinct), begitu manusia lahir telah membawa suatu hasrat makan tanpa dorongan oleh orang lain
26 Depag. RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Semarang : CV. Toha Putra, 1989), Edisi Revisi, hlm. 960
27 Zahruddin AR dan Hasanuddin Sinaga, Pengantar Studi Akhlak , Cet I, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 93-94 27 Zahruddin AR dan Hasanuddin Sinaga, Pengantar Studi Akhlak , Cet I, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 93-94
c) Naluri keibubapakan (peternal instinct), tabiat kecintaan orang tua kepada anaknya dan sebaliknya kecintaan anak kepada orang tuanya.
d) Naluri berjuang (combative instinct), yaitu tabiat manusia yang cenderung mempertahankan diri dari gangguan dan tantangan.
e) Naluri ber-Tuhan, adalah tabiat manusia mencari dan
merindukan penciptannya yang mengatur dan memberikan rahmat kepadanya.
2. Adat Kebiasaan
Suatu perbuatan bila dilakukan berulang-ulang sehingga menjadi mudah dikerjakan disebut adat kebiasaan. Segala perbuatan, baik atau buruk, menjadi adat kebiasaan karena dua faktor yaitu : kesukaan hati pada suatu pekerjaan, dan menerima
kesukaan itu dengan melahirkan suatu perbuatan. 28
3. Wirotsah (Keturunan)
Sifat-sifat asasi anak merupakan pantulan sifat-sifat asasi orang tuanya. Kadang-kadang anak tersebut mewarisi sebagian besar dari salah satu orang tuanya. Ilmu pengetahuan belum menemukan secara pasti, tentang ukuran warisan dari campuran atau prosentase warisan orang tua terhadap anaknya. Adapun sifat- sifat yang diturunkan orang tua terhadap anaknya pada garis
besarnya ada dua macam : 29
1) Sifat-sifat jasmaniah, yakni sifat kekuatan dan kelemahan otot atau urat syaraf orang tua dapat diwariskan kepada anak- anaknya.
28 Ahmad Amin, Op. cit., hlm. 21 29 Zahruddin AR dan Hasanuddin Sinaga, Op. cit., hlm. 97
2) Sifat-sifat rohaniah, yaitu lemah atau kuatnya suatu naluri dapat diturunkan pula oleh orang tua yang kelak mempengaruhi tingkah laku anak cucunya.
4. Milieu (Lingkungan)
Salah satu aspek yang turut berpengaruh dalam terbentuknya corak sikap dan tingkah laku seseorang adalah lingkungan di mana seseorang berada.
Milieu artinya suatu yang melingkupi tubuh yang hidup, meliputi tanah dan udara, sedangkan lingkungan manusia, ialah apa
yang mengelilingi, seperti negeri, lautan, udara dan masyarakat. 30
Milieu terbagi atas dua macam antra lain : 31
1) Milieu alam
Alam yang melingkupi manusia merupakan faktor yang mempengaruhi dan menentukan tingkah laku seseorang. Lingkungan ini dapat mematahkan dan mematangkan pertumbuhan bakat yang dibawa oleh seseorang. Jika kondisi alamnya jelek, maka seseorang hanya mampu berbuat menurut kondisi yang ada. Sebaliknya jika kondisi alam itu baik, seseorang dapat berbuat lebih mudah dalam melakukan suatu perbuatan.
2) Milieu sosial atau rohani
Manusia hidup selalu berhubungan dengan manusia lainnya. Itulah sebabnya manusia harus bergaul. Oleh karena itu dalam pergaulan akan saling mempengaruhi dalam pikiran, sifat, dan tingkah laku.
Lingkungan pergaulan dapat dibagi dalam beberapa kategori yaitui : lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan pekerjaan, lingkungan organisasai jamaah, lingkungan kehidupan
30 Ahmad Amin, Loc. cit., hlm 41 31 Zahruddin AR dan Hasanuddin Sinaga, Loc. cit., hlm. 99 30 Ahmad Amin, Loc. cit., hlm 41 31 Zahruddin AR dan Hasanuddin Sinaga, Loc. cit., hlm. 99
Menurut Skinner seperti yang dikutip oleh H.S. Pennypacker menyebutkan bahwa :
“Human behavior is joint product of (i) the contingencies of survival responsible for the natural selection of the species and (ii) the contingencies of reinforcement responsible for the repertoires acquired by its members, including (iii) the species contingencies maintained by the social
environment”. 32 Tingkah laku (akhlak) pada manusia juga merupakan hasil
perpaduan : Tanggung jawab kehidupan yang diseleksi oleh penghuni masyarakatnya, kekuatan tanggung jawab dari perbuatan yang telah didapatkan oleh pelakunya, dan dipelihara oleh masyarakat sekelilingnya.
d. Akhlak Mahmudah
Dalam kehidupan manusia selalu ada yang baik dan yang buruk. Kebaikan adalah suatu perbuatan yang berjalan sesuai dengan tuntunan atau ajaran agama. Kebaikan akan melahirkan sifat-sifat yang diterima oleh umum dan kemudian sifat itulah yang digunakan oleh manusia dalam berinteraksi secara horisontal yaitu dengan sesaman manusia, juga secara vertikal yaitu tanggung jawab manusia kepada Tuhannya.
Sedangkan keburukan akan melahirkan kesesatan dalam kehidupan manusia. Keburukan tidak mungkin disepakati oleh umum sebab keburukan akan menimbulkan kerugian baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Sehingga dalam Islam sendiri sikap mausia bisa dikelompokkan menjadi dua macam yaitu, sifat baik atau akhlak mahmudah, dan sifat buruk atau disebut akhlak mazmumah.
32 H.S. Pennypacker, “A Selectionist View of the Future of Behavior Analisis in education”, dalam Ralp Gardner III, et. al. (eds.), Behaior Ananlilis in Education, (California :
BrooksCole Publishing Company, 1994), hlm. 11
Yang dimaksud dengan akhlak mahmudah ialah segala tingkah laku yang terpuji (baik) yang biasa juga dinamakan “fadhilah”. Sedangkan akhlak mazmumah adalah tingkah laku yang tercela atau akhlak yang jahat.
Dalam pembahasan skripsi ini peneliti hanya membahas tentang akhlak mahmuudah dan menititik beratkan pada pembahasan sifat-sifat yang terpendam dalam jiwa manusia yang membentuk perbuatan- perbuatan lahiriyah. Tingah laku lahiriyah merupakan hasil dari tingkah laku batiniyah, yaitu berupa sifat dan kelakuan batin yang masih labil yang mengakibatkan labilnya perbuatan jasmaniah
manusia. 33
Adapun yang termasuk dalam kategori akhlak mahmuudah diantarnya adalah sebagai berikut :
1) Al-Amanah
Menurut bahasa Arab “amanah” berarti kejujuran, kesetiaan dan ketulusan hati. Hamzah Ya’qub mengemukakan bahwa amanah ialah suatu sifat dan sikap pribadi yang setia, tulus hati dan jujur dalam melaksankan sesuatu yang dipercayakan kepadanya, berupa harta benda, rahasia maupun tugas kewajiban.
Jujur juga mengandung arti apa yang dikatakan sesuai dengan apa yang ada di hati. Kejujuran merupakan pilar keimanan, kesempurnaan kemuliaan, saudara keadilan, lisan kebenaran, sebaik-baiknya ucapan, hiasan perkataan dan kebaikannya segala sesuatu. Pada sebuah kejujuran terdapat kelezatan rohani yang tidak akan dirasakan seorang pendusta.
Sebagai contoh perbuatan ini yaitu seseorang kawan dititipi sejumlah rahasia pribadi yang tidak boleh disiarkan kepada siapapun. Jika dia seorang yang memiliki sifat amanah, maka
33 Hamzah Ya’qub, Op. cit., hlm.95 33 Hamzah Ya’qub, Op. cit., hlm.95
Kewajiban memiliki sifat dan sikap amanah ini dianjurkan oleh Allah sebagaimana dalam al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 58 yang berbunyi :
( 58 : ﺀﺎﺴﻨﻟﺍ ) . ﺎﻬِﻠﻫﹶﺍ ﻰﹶﻟِﺍ ﺖﻨﻣﹶﻻﺍ ﺍﻭﺩﺆﺗ ﹾﻥﹶﺃ ﻢﹸﻛﺮﻣﹾﺄﻳَ ﷲﺍ ﱠﻥِﺍ
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menunaikan amanah kepada yang berhak (QS. An-Nisa’ : 58). 35
2) Al-Alyfah
Hidup dalam masyarakat yang heterogen memang tidak mudah, sebab anggota masyarakat terdiri dari berbagai macam sifat, watak, kebiasaan dan kegemaran yang yang berbeda-beda.
Orang yang bijaksana adalah orang yang dapat menyelami segala analisir yang hidup di tengah masyarakat, menaruh perhatian kepada segenap situasi dan senantiasa mengikuti setiap fakta dan keadaan yang penuh dengan aneka perubahan.
Orang yang selalu pandai mendudukkan sesuatu pada proporsi yang sebenarnya, bijaksana dalam sikap, perkatan dan perbuatan, niscaya akan disenangi (al-aliefah) oleh anggota
masyarakat, kawan dalam kehidupan dan pergaulan sehari-hari. 36
Sebagimana firman Allah dalam surat al-Maidah ayat 28 :
ﺝ ﻚﹶﻠﺘﹾﻗَِﻻ ﻚﻴﹶﻟِﺍ ﻱِﺪﻳ ٍﻂِﺳﺎﺒِﺑ ﺎﻧﹶﺍ ﹶﺎﻣ ﻰِﻨﹶﻠﺘـﹾﻘـﺘِﻟ ﻰﹶﻟِﺍ ﺖﹾﻄﺴﺑ ﻦِﺌﹶﻟ
.( 28 : ﺓﺪﺋﺎﳌﺍ ). ﻦﻴِﻤﹶﻟﺎﻌﻟﹾﺍ ﺏﺭَ ﷲﺍ ﻑﺎﺧﹶﺍ ِّﱏِﺍ
34 Ibid., hlm. 98-99 35 Depag. RI, Op. cit., hlm. 128 36 Barmawi Umary, Materi Akhlak, (Solo : Ramadhani, 1989), Cet. VIII, hlm. 44
Sesungguhnya kalau kamu menggerakkan tangannanu kepadaku untuk membunuhku, aku selaki-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Seseungguhnya aku
takut kepada Allah. Tuhan sekalian alam.(QS. al-Maidah : 28). 37
3) Al-‘Afwu
Manusia di dunia ini pasti mempunyai kesalahan dan kekhilafan. Kesalahan dan kehilafan tersebut adakalanya dengan kesengajaan ataupun secara tidak sengaja. Sebagai seorang muslim yang baik hendaknya sebuah kesalahan yang dilakukan oleh seseorang dapat dimaafkan tanpa adanya rasa dendam. Lebih baik lagi supaya berdo’a kepada Allah SWT orang tadi dapat segera dibukakan hatinya agar tidak mengulangi kesalahan untuk kedua kalinya.
Orang lain yang melakukan kesalahan hendaknya dimaafkan. Pemaaf ini hendaknya disertai dengan kesadaran bahwa yang memaafkan berpotensi pula untuk melakukan kesalahan. Al-Afwu’ ialah memberi maaf terhadap kesalahan orang lain tanpa ada rasa benci atau sakit hati terhadap orang yang bersalah, meskipun ada
keinginan dan kemampuan untuk membalasnya. 38
Sebagaimana firman Allah SWT :
ﺍﻮﻀﹶﻔﻧﹶﻻ ِﺐﹾﻠﹶﻘﻟﹾﺍ ﹶﻆﻴِﻠﹶﻏ ﹰﺎﹼﻈﹶﻓ ﺖﻨﹸﻛﻮﹶﻟﻭ ﺝ ﻢﻬﹶﻟ ﺖﻨِﻟ ِﷲﺍ ﻦِﻣ ٍﺔﻤﺣﺭﺎﻤِﺒﹶﻓ
ﺝ
ﺹ ِﺮﻣﹶﻻﹾﺍ ﻰِﻓ ﻢﻫﺭِﻭﺎﺷﻭ ﻢﻬﹶﻟ ﺮِﻔﻐﺘﺳﺍﻭ ﻢﻬﻨﻋ ﻒﻋﺎﹶﻓ ﻚِﻟﻮﺣ ﻦِﻣ ﻥﺍﺮﻤﻋ ﻝﺍ ﻁ : ). ﻦﻴ ِﻠِّﻛﻮﺘﹸﳌﹾﺍ ﺐِﺤﻳَ ﷲﺍ ﱠﻥِﺍ ِ ﷲﺍ ﻰﹶﻠﻋ ﹾﻞﱠﻛﻮﺘﹶﻓ ﺖﻣﺰﹶﻏﺍﹶﺫِﺎﹶﻓ
37 Depag. RI, Loc. cit., hlm. 163 38 M. Qurash Syihab, Op. cit., hlm
Maka disebabkan rahmat dari Allah lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah,. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakkal kepada-Nya. (QS. ali-Imron : 159). 39
4) Anysatun
Tidak selamanya pergaulan dalam lingkungan sosial selalu menyenangkan. Dalam suatu pergaulan bisa saja seseorang bertemu kepada hal-hal yang tidak menyenangkan. Menghadapi orang yang menjemukan, mendengar berita-berita yang memfitnah, menjelek-jelekan nama diri seseorang hendaknya disambut dengan manis muka yaitu tetap tersenyum.
Betapa banyak orang-orang pandai dan bijak menggunakan sikap ini dan banyak sekali di dunia diplomasi orang mencapai sukses dan mencapai kemenangan, hanya dengan keep smilling diplomat. Dengan muka yang manis, dengan senyum menghiasi bibir, orang-orang akan lebih senang dan selalu digemari di manapun. Sikap inilah yang dalam Islam disebut aniesatun atau
manis muka. 40
Sebagimana firman Allah dalam al-Qur’an surat Yunus ayat
39 Depag. RI, Op. cit., hlm. 103 40 Barnawy Umary, Op. cit., hlm. 45
ﻰﻠﻗ
ﻰﻠﻗ ﹲﺔﱠﻟِﺫﹶﻻﻭﺮﺘﹶﻗ ﻢﻬﻫﻮﺟﻭ ﻖﻫﺮﻳ ﺎﹶﻟﻭ ﹲﺓﺩﺎﻳِﺯﻭ ﻰﻨﺴﹸﳊﹾﺍﺍﻮﻨﺴﺣﹶﺍ ﻦﻳِﺬﱠِﻠﻟ
.( 26 : ﺱﻮﻨﻳ ). ﹶﻥﻭﺪِﻟﺎﺧ ﺎﻬﻴِﻓ ﻢﻫ ِﺔﻨﹶﳉﹾﺍ ﺐﺤﺻﹶﺍ ﻚِﺌـﹶﻟﻭﹸﺍ
Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya. Dan muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula) kehinaan. Mereka itulah penghuni surga. Mereka kekal di dalamnya. (QS. Yunus :
5) Al-khairu
Betapa banyak ayat al-Qur’an yang menyebutkan apa yang dinamakan al-khairu (baik), cukuplah itu sebagai pedoman, ditambah lagi dengan penjelasan dari Rasulullah SAW. Berbuat baik tidak hanya kepada sesama manusia saja, tetapi Allah memerintahkan manusia untuk berbuat baik kepada semua makhluk ciptaan Allah di dunia ini.
6) Al-Hus.u’u
Khusyu’ dalam perkataan adalah membaca bacaan ibadah dengan khusyu dengan menundukkan diri kepada Allah SWT. Ibadah dengan menundukkan hati, tetap dan tekun, senantiasa bertasbih, bertakbir, bertahmid, bertahlil harus dengan sikap yang
khusyu’ dan benar. 42
Sebagaimana firman Allah dalam al-qur’an surat al-A’raf ayat 205 yang berbunyi :
41 Depag. RI, Op. cit., hl. 310 42 Barnawy Umary, Loc. cit., hlm. 45
ِّﻭﺪﻐﹾﻟﺎِﺑ ِﻝﻮﹶﻘﻟﹾﺍ ﻦِﻣ ِﺮﻬﹶﳉﹾﺍ ﹶﻥﻭﺩﻭ ﹰﺔﹶﻔﻴِﺧﻭ ﺎﻋﺮﻀﺗ ﻚِﺴﹾﻔﻧ ِﰱ ﻚﺑﺭ ﺮﹸﻛﹾﺫﺍﻭ
.( 205 : ﻑﺍﺮﻋﻻﺍ ). ﻦﻴِﻠِﻓﺎﻐﻟﹾﺍ ﻦِﻣ ﻦﹸﻜﺗﹶﻻﻭ ِﻝﺎﺻﹶﻻﹾﺍﻭ
Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah
kamu termasuk orang-orang yang lalai. (QS. al-A’raf : 205). 43
7) Al-Haya’u
Menurut bahasa al-haya’u berarti malu. Sedangkan menurut etika Islam sifat malu mempunyai dua sudut pandang yaitu secara horisontal dan secara vertikal. Secara horisontal sifat malu dipahami sebagai perasaan malu kepada diri sendiri dalam kesalahan-kesalahan yang telah dilakukannya, sedang secara vertikal sifat malu lebih condong kepada malu terhadap Allah di
kala melanggar larangan-larangan-Nya. 44
Malu ialah Perasaan di dalam hati di kala seseorang melanggar agama, malu kepada Allah berarti tidak mengerjakan sesuatu yang dilarangNya, kemudian bersegera menjalankan apa yang telah diperintahkan oleh Allah. Perasaan ini menjadi pembimbing jalan menuju keselamatan hidup, perintis mencapai kebenaran dan alat yang menghalaingi terlaksananya perbuatan- perbuatan yang keji.
Sebagaimana firman Allah dalam surat an-Nisa’ ayat 108 :
43 Depag. RI, Op. cit., hlm.256 44 Sudarsono, Etika Islam tentang Kenakalan Remaja, (Jakarta : Bina Aksara, 1989), cet.
I, hlm. 50
ﹶﻥﻮﺘِّﻴـﺒﻳﹾﺫِﺍ ﻢﻬﻌﻣ ﻢﻫﻭ ِﷲﺍ ﻦِﻣ ﹶﻥﻮﹸﻔﺨﺘﺴﻳﹶﻻﻭ ِﺱﺎﻨﻟﺍ ﻦِﻣ ﹶﻥﻮﹸﻔﺨﺘﺴﻳ
ﺀﺎﺴﻨﻟﺍ ﻁ : ) . ﺎﹰﻄﻴِﺤﻣ ﹶﻥﻮﹸﻠﻤﻌﻳ ﺎﻤِﺑ َﷲﺍ ﹶﻥﺎﹶﻛﻭ ِﻝﻮﹶﻘﻟﹾﺍ ﻦِﻣ ﻰﺿﺮﻳﻻﺎﻣ
Mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah, padahal Allah beserta mereka, ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang Allah tidak ridloi. Dan Allah maha meliputi (ilmunya
terhadap yang mereka kerjakan. (QS. an-Nisa’ : 108). 45
8) Al-‘Adlu
Menegakkan keadilan dalam diri pribadi sangatlah perlu, apalagi dalam hubungannya dengan masyarakat, keadilan merupakan sikap yang menimbulkan kerukunan antara satu pihak dengan pihak lain. Dalam keadilan ada faktor yang perlu
diperhatikan yaitu sebagai berikut: 46
1) Tenang dalam mengambil keputusan, tidak berat sebelah dalam tindakan karena pengaruh hawa nafsu, angkara murka ataupun karena kecintaan kepada seseorang.
2) Memperluas pandangan dan melihat soalnya secara objektif, mengumpulkan data dan fakta sehingga dalam suatu keputusan ada hasil yang seadil mungkin.
Rasa keadilan itu hendaknya tumbuh dan bersemi dalam jiwa setiap orang, apalagi bagi pemegang kekuasaan dan penegak hukum. Keadilan tidak boleh disertai dengan hawa nafsu, perasaan
45 Depag. RI, Loc. cit., hlm. 139 46 Hamzah Ya’qub, Op. cit., hlm. 106-107 45 Depag. RI, Loc. cit., hlm. 139 46 Hamzah Ya’qub, Op. cit., hlm. 106-107
9) Al-Ikha’u
Persaudaraan dalam Islam tidak terikat oleh batas kebagsaan, tetapi lebih luas lagi, yaitu keseluruhan bumi. Siapa saja yang beriman adalah saudara bagi yang lain, Waupun berlainan suku, bangsa ataupun ras sekalipun. Bukankah perlainan golongan dari setiap manusia merupakan jalan agar manusia itu saling kenal dan mendapatkan saudara. Maka dalam diri setiap muslim tidak ada yang lebih tinggi juga yang lebih rendah.
Itulah sebabnya dalam diri seorang muslim penuh solidaritas terhadap yang lainnya. Hal ini disebabkan karena mereka satu Tuhan, satu Rasul, satu qiblat dan satu kitab. Jadi tidak ada alasan yang membedakan mereka kecuali taqwa kepada Allah SWT.
Menumbuhkan kesadaran untuk memelihara persaudaraan serta menjauhkan diri dari perpecahan, merupakan realisasi pengakuan bahwa hakekat kedudukan manusia adalah sama di hadapan Allah. Sama kedudukannya sebagai hamba dan khalifah Allah yang mengemban amanat sesuai dengan bidang dan tugas masing-masing.
Allah mengembalikan ke dasar keturunan manusia kepada dua orang nenek moyang, yaitu adam dan hawa, karena Allah hendak menjadikan tempat bertemu yang kokoh dari keakraban hubungan ukhuwah atau persaudaraan seluruh anak manusia. Tidak ada pembeda di antara hamba Allah, tiadalah seseorang lebih mulia
dari yang lain kecuali ketaqwaan mereka kepada Allah. 48
Sebagaimana dalam al-Qur’an surat al-Hujurat ayat 10 Allah berfirman :
47 Fachruddin HS, Membentuk Moral Bimbingan al-Qur’an, (Jakarta : Bina Aksara, 1985), hlm. 98-99
48 Muhammad Al-Ghazali, Akhlak Seorang Muslim, terj. Moh. Rifa’i (Semarang : Wicaksono, 1993), cet. III, hlm. 339
ﹶﻥﻮﻤﺣﺮﺗ ﻢﹸﻜﱠﻠﻌﹶﻟ َﷲﺍﺍﻮﹸﻘﺗﺍﻭ ﻢﹸﻜﻳﻮﺧﹶﺍ ﻦﻴﺑ ﺍﻮﺤِﻠﺻﹶﺎﹶﻓ ﹲﺓﻮﺧِﺍ ﹶﻥﻮﻨِﻣﺆﹸﳌﹾﺍﺎﻤﻧِﺍ .
.( 10 : ﺓﺭﻮﺠﳍﺍ )
Sesungguhnya orang-orang beriman itu saling bersaudara, sebab itu perbaikilah hubungan antara kedua saudara kalian, dan taqwalah kepada Allah, supaya kalian mendapat rahmat.
(QS. al-Hujurat : 10) 49
10) Al-Ihsanu
Ikhsan adalah berbuat baik dalam ketaatan kepada Allah SWT, baik dari segi jumlah perbuatan, seperti mengerjakan yang sunnah misalnya memperbanyak sembahyang sunnah, puasa sunnah, atau dari segi kaifiat perbuatan seperti menyembah Allah
dengan sebenar-benarnya. 50
Kesempatan berbuat kebajikan terbuka luas, seluas bumi ini. Semua langkah yang manusia ayunkan di jalan Allah dan semua amal yang dikerjakan hanya semata-mata untuk mencari keridloan Allah merupakan kebajikan yang akan mendapatkan balasan dari Allah SWT.
Dalam perintahNya, Allah selalu menyuruh manusia untuk selalu berbuat kebajikan sebagimana Allah berbuat baik kepada manusia, juga jangan sekali-kali manusia meremehkan kebajikan walaupun itu sangan kecil dan hendaklah semua manusia berkhidmat kepada orang lain.
Dalam al-Qur’an surat an-Nahl ayat 90 Allah berfirman :
49 Depag. RI, Op. cit., hlm. 846 50 Barnawy Umary, Op. cit., hlm. 48
.( 90 : ﻞﺤﻨﻟﺍ ). ِﻥﺎﺴﺣِﻹﺍﻭ ِﻝﺪﻌﻟِﺎﺑ ﺮﻣﹾﺄﻳ َﷲﺍ ﱠﻥِﺍ
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berbuat adil dan berbuat kebajikan. (QS. An-Nahl : 90). 51
11) Al-Ifafah
Kunci dari menjaga diri (ifaafah) adalah senantiasa selalu sederhana dalam kesenangan dan menundukkan nafsu kepada akal, sebab sebagian besar keburukan-keburukan itu disebabkan karena manusia tidak sanggup mengendalikan hawa nafsunya. Dan yang terpenting adalah jangan sampai manusia menjadi tawanan nafsu
atau hambanya syahwat. 52
Sebagai kebalikan dari sifat al-ifaafah adalah sikap memperturutkan panggilan hawa nafsu. Orang yang demikian itu telah menjadi budak dan tawanan hawa nafsunya, sehingga hilanglah kesucian dirinya dan jatuhlah martabat kemuliaannya dan akhirnya akan memperoleh kesesatan yang nyata.
Sebagaimana Allah berfirman dalam al-Qur’an surat an-Nur ayat 30 yaitu sebagai berikut:
ﻰﻛﺯﹶﺍ ﻚِﻟﺫ ﻰﻠﻗ ﻢﻬﺟﻭﺮُﹶﻓ ﺍﻮﹸﻈﹶﻔﺨﻳﻭ ﻢِﻫِﺭﺎﺼﺑﹶﺍ ﻦِﻣ ﺍﻮﻀﻐﻳ ﻦﻴِﻨِﻣﺆﻤِْﻠﻟ ﹾﻞﹸﻗ
ﻰﻠﻗ .( 30 : ﺭﻮﻨﻟﺍ ). ﹶﻥﻮﻌﻨﺼﻳ ﺎﻤِﺑﺮﻴِﺒﺧ َﷲﺍ ﱠﻥِﺍ ﻢﻬﹶﻟ
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman : hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya ; yang demikian itu adalah lebih suci bagi
51 Depag. RI, Op. cit., hlm. 415 52 Barnawy Umary, Op. ci., hlm. 49 51 Depag. RI, Op. cit., hlm. 415 52 Barnawy Umary, Op. ci., hlm. 49
12) Al-Muru’ah
Sifat muru’ah artinya berbudi tinggi, kesatria dalam membela kebenaran, malu dan tidak puas bila yang dimaksudkan belum tercapai padahal perbuatan dan tujuan itu benar dan mulia sebagai suatu kewajiban dari Allah SWT. Berbudi tinggi adalah sikap yang senantiasa kurang sempurna apabila belum melakukan sesuatu yang berguna untuk kemaslahatan juga merasa hina jika tanggung jawab yang dibebankan belum terlaksana dengan baik. Sifat ini merupakan keluhuran bagi kemanusiaan dan dapat memberantas
kekotoran jiwa manusia. 54
Dalam al-Qur’an surat ali-Imron ayat 188 Allah telah berfirman:
ﺍﻮﹸﻠﻌﹾﻔﻳ ﻢﹶﻟ ﺎﻤِﺑ ﺍﻭﺪﻤﺤﻳ ﹾﻥﹶﺍ ﹶﻥﻮﺒِﺤﻳﻭﺍﻮﺗﹶﺍ ﺎﻤِﺑ ﹶﻥﻮﺣﺮﹾﻔﻳ ﻦﻳِﺬﱠﻟﺍ ﻦﺒﺴﺤﺗﻻ
ﻥﺍﺮﻤﻋ ﻝﺍ ﺝ : ). ﻢﻴِﻟﹶﺍ ﺏﺍﹶﺬﻋ ﻢﻬﹶﻟﻭ ِﺏﺍﹶﺬﻌﻟﺍ ﻦِﻣ ٍﺓﺯﺎﹶﻔﻤِﺑ ﻢﻬﻨﺒﺴﺤﺗﹶﻼﹶﻓ
Janganlah sekali-kali kamu menyangka, bahwa orang-orang yang gembira dengan apa yang telah mereka kerjakan dan mereka suka supaya dipuji terhadap perbuatan yang belum mereka kerjakan. Janganlah kamu menyangka bahwa mereka
53 Depag. RI, Loc. cit., hlm. 548 54 Barnawy Umary, Op. cit., hlm. 49 53 Depag. RI, Loc. cit., hlm. 548 54 Barnawy Umary, Op. cit., hlm. 49
13) Al-Naz.afah
Kesehatan, keindahan dan kesegaran, baik rohani maupun jasmani ialah rahmat Allah yang setinggi-tingginya, yang dianugerahkan kepada hamba-Nya. Harta benda dan jabatan tidak ada gunanya, apabila jasmani dan rohaninya tidak sehat. Badan dan rohani yang sehat ialah segala pangkal kebahagiaan dan kesenangan.
Menurut ilmu kesehatan, untuk menjaga diri dan menolak sesuatu penyakit terlebih dahulu harus diikhtiarkan kebersihan dalam segala hal. Bukan hanya kebersihan badan atau lebih tegas kebersihan kulit saja yang diajarkan Islam, tetapi Islam
menunjukkan kebersihan dan kesucian dalam lima bagian yaitu: 56
a) Kebersihan dan kesucian rumah dan pekarangan.
b) Kebersihan dan kesucian badan
c) Kebersihan dan kesucian pakaian
d) Kebersihan dan kesucian makanan
e) Kebersihan dan kesucian ruh dan hati.
Sebagimana firman Allah SWT dl surat At Taubat ayat 108 yang berbunyi:
( 108 : ﺔﺑﻮﺘﻟﺍ ). ﻦﻳِﺮِّﻬﹶﻄﺘﹸﳌﺍ ﺐِﺤﻳ ُﷲﺍﻭ
Allah mencintai orang-orang yang mensucikan diri (QS. at- Taubat : 108). 57
55 Depag. RI, Op. cit., hlm. 109 56 Muhammad Al-Ghazali, hlm. 300-302 57 Depag. RI. Op. cit., hlm. 299
14) Al-Rahmah
Pada dasarnya sifat kasih sayang adalah fitrah yang dianugerahkan oleh Allah kepada semua manusia. Pada hewan misalnya dapat dilihat bahwa begitu kasihnya induk kepada anaknya, sehingga rela berkorban jika anaknya diganggu. Naluri ini pun ada pada manusia, dimulai dari kasih sayang orang tua kepada anaknya sampai dalam lingkungan yang lebih luas yaitu kasih sayang antar sesama manusia.
Islam menganjurkan agar kasih sayang dan sifat belas kasih dikembangkan secara wajar, sejak kasih sayang dalam lingkungan keluarga sampai kasih sayang yang lebih luas dalam bentuk kemanusiaan. Juga lebih luas lagi yaitu kasih sayang kepada binatang.
Jika diperinci maka ruang lingkup ar-Rahmah ini dapat diutarakan dalam beberapa tingkatan yaitu : 58
a) Kasih sayang dalam lingkungan keluarga : kasihnya orang tua kepada anak, kasihnya suami istri, kasihnya antara saudara baik yang besar maupun yang kecil.
b) Kasih sayang dalam lingkungan tetangga dan masyarakat : suatu pertalian kasih sayang yang timbul dan tumbuh karena hidup bersama dalam satu lingkungan.
c) Kasih sayang dalam lingkungan bangsa : perasaan kasih dan simpati yang timbul akibat persamaan rumpun, suku bangsa, rasa senasib dan seperjuangan yang menyangkut kenegaraan.
d) Kasih sayang dalam lingkungan keagamaan : mencintai dan mengasihi sesama orang yang seagama, karena memandang saudara dalam akidah dan keyakinan.
58 Hamzah Ya’qub, Op. cit., hlm. 123-124 58 Hamzah Ya’qub, Op. cit., hlm. 123-124
manusia atas dasar pengertian bahwa manusia adalah sama- sama berasal dari satu keturunan.
f) Kasih sayang kepada sesama makhluk : misalya mengasihi hewan dan tumbuh-tumbuhan.
15) Al-Sakha’u
Islam mengajarkan kepada pemeluknya untuk berbuat kebajikan yang tidak ada putus-putusnya kepada sesama, dalam bentuk harta benda, berderma dan bershadaqah kepada siapapun. Islam ditegakkan dan dikembangkan bukan atas dasar kikir dan menahan harta benda. Oleh karena itu Islam menasehatkan kepada setiap muslim agar menyambut dorongan berderma, baik dilakukan
secara terang-terangan maupun yang tersembunyi. 59
Sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 274 yang berbunyi :
ﻢﻫﺮﺟﹶﺍ ﻢﻬﹶﻠﹶﻓ ﹰﺔﻴِﻧﻼﻋﻭ ﺍﺮِﺳ ِﺭﺎﻬﻨﻟﺍﻭ ِﻞﻴﱠﻟِﺎﺑ ﻢﻬﹶﻟﺍﻮﻣﹶﺍ ﹶﻥﻮﹸﻘِﻔـﻨﻳ ﻦﻳِﺬﱠﻟﹶﺍ
.( 274 : ﺓﺍﺮﻘﺒﻟﺍ ). ﹶﻥﻮﻧﺰﺤﻳ ﻢﻫﹶﻻﻭ ﻢِﻬﻴﹶﻠﻋ ﻑﻮﺧﹶﻻﻭ ﻢِﻬِّﺑﺭﺪﻨِﻋ
Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka
bersedih hati” (QS. al-Baqarah : 274). 60
16) Al-Salam
Kesentosaan ialah dapat dikatakan jika seseorang mempunyai jiwa tenang, tentram dan damai dan ini hanya dapat diperoleh
59 Muhammad al-Ghazali, Op. cit., hlm. 231 60 Depar. RI, Op. cit., hlm. 68 59 Muhammad al-Ghazali, Op. cit., hlm. 231 60 Depar. RI, Op. cit., hlm. 68