PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN SNOWBALL THROWING TERHADAP PENINGKATAN HASIL BELAJAR PAI SISWA DI SMP NEGERI 13 SURABAYA.

(1)

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN

SNOWBALL

THROWING

TERHADAP PENINGKATAN HASIL BELAJAR PAI SISWA

DI SMP NEGERI 13 SURABAYA

SKRIPSI

Oleh:

NUR AROFATIN NIM. D01211024

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

2015


(2)

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN SNOWBALL THROWING TERHADAP PENINGKATAN HASIL BELAJAR PAI SISWA

DI SMP NEGERI 13 SURABAYA

SKRIPSI

Diajukan kepada

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu (S1) Tarbiyah dan Keguruan

Oleh:

NUR AROFATIN NIM. D01211024

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

2015


(3)

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI

Skripsi Ini Telah Ditulis Oleh: Nama : NUR AROFATIN NIM : D01211024

Judul : PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN SNOWBALL THROWING TERHADAP PENINGKATAN HASIL BELAJAR PAI SISWA DI SMP NEGERI 13 SURABAYA

Ini telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan.

Surabaya, 02 Juli 2015 Pembimbing

Drs. H. M. Mustofa, SH. M.Ag. NIP. 195702121986031004


(4)

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi oleh Nur Arofatin ini telah dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi. Surabaya, 13 Juli 2015

Mengesahkan, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Dekan,

Prof. Dr. H. Ali Mudlofir, M. Ag. NIP. 196311161989031003

Penguji I,

Prof. Dr. H. Ali Mas’ud, M.Ag., M.Pd.I. NIP. 196301231993031002

Penguji II,

Dr. H. Saiful Jazil, M.Ag. NIP. 196912121993031003

Penguji III,

Drs. H. M. Mustofa, SH. M.Ag. NIP. 195702121986031004

Penguji IV,

Ahmad Lubab, M.Si. NIP. 198111182009121003


(5)

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Lengkap : Nur Arofatin

NIM : D01211024

Fakultas / Prodi : Tarbiyah dan Keguruan / Pendidikan Agama Islam Judul Skripsi :

“Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Snowball Throwing terhadap Peningkatan Hasil Belajar PAI Siswa di SMP Negeri 13 Surabaya”.

Dengan ini menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya penulis yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 (S-1) di UIN Sunan Ampel Surabaya

2. Semua sumber yang penulis gunakan dalam penulisan skripsi ini telah penulis cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Sunan Ampel Surabaya

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya penulis, maka penulis bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Sunan Ampel Surabaya

Surabaya, 02 Juli 2015 Penulis


(6)

ABSTRAK

Nur Arofatin 2015, Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Snowball Throwing

Terhadap Peningkatan Hasil Belajar PAI Siswa Di SMP Negeri 13 Surabaya

Pendidikan merupakan suatu jalan atau cara yang mengantarkan manusia untuk mencapai tujuan hidupnya. Bahkan pendidikan menjadi sebuah kewajiban yang harus dijalani manusia dalam kehidupannya. Penggunaan model pembelajaran snowball throwing

juga merupakan cara mengantarkan siswa untuk mencapai tujuan hidupnya yaitu untuk mencapai keberhasilan belajar yang tinggi.

Masalah yang diteliti dalam skripsi yang berjudul “pengaruh penggunaan model pembelajaran snowball throwing terhadap peningkatan hasil belajar PAI siswa di SMP Negeri 13 Surabaya” adalah: (1) Bagaimana penggunaan model pembelajaran snowball throwing dalam pembelajaran PAI di SMP Negeri 13 Surabaya; (2) Bagaimana peningkatan hasil belajar PAI siswa sebelum dan sesudah menggunakan model pembelajaran snowball throwing di SMP Negeri 13 Surabaya; (3) Bagaimana pengaruh penggunaan model pembelajaran snowball throwing terhadap peningkatan hasil belajar PAI siswa di SMP Negeri 13 Surabaya. Penelitian ini berupa penelitian deskriptif kuantitatif. Dalam penyajiannya peneliti menguraikan secara jelas tentang obyek yang diamati serta menyajikannya dalam bentuk angka. Analisis yang digunakan adalah: (1) Analisis deskriptif tentang penggunaan model pembelajaran snowball throwing dan peningkatan hasil belajar PAI; (2) Analisis statistik dengan menggunakan rumus regresi linier untuk mengetahui tentang pengaruh penggunaan model pembelajaran snowball throwing terhadap peningkatan hasil belajar PAI siswa di SMP Negeri 13 Surabaya.

Berdasarkan masalah tersebut di atas dan setelah dianalisis dapat disimpulkan bahwa (1) Penggunaan model pembelajaran snowball throwing adalah kurang baik; (2) Hasil belajar PAI siswa sesudah menggunakan model pembelajaran snowball throwing mengalami penurunan; (3) Pengaruh model pembelajaran snowball throwing terhadap peningkatan hasil belajar PAI siswa di SMP Negeri 13 Surabaya, berdasarkan hasil analisis regresi linier dengan bantuan manual dan spss menunjukkan bahwa Fhitung < Ftabel yaitu 0,018 < 3,98.

Maka hipotesis kerja ditolak. Sehingga tidak ada pengaruh yang signifikan antara penggunaan model pembelajaran snowball throwing terhadap peningkatan hasil belajar PAI siswa di SMP Negeri 13 Surabaya.

Kata Kunci: Penggunaan Model Pembelajaran Snowball Throwing, Peningkatan Hasil Belajar PAI Siswa.


(7)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iv

PERSEMBAHAN ... v

MOTTO ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Kegunaan Penelitian ... 8

E. Penelitian Terdahulu ... 9

F. Hipotesis Penelitian ... 11

G. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ... 12

H. Definisi Operasional ... 13


(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam bahasa Indonesia, kata pendidikan terdiri dari kata didik yang mendapat awalan pen dan akhiran an. Kata tersebut sebagaimana dijelaskan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah perbuatan (hal, cara, dan sebagainya) mendidik.1 Pengertian ini memberi kesan bahwa kata pendidikan lebih mengacu kepada cara melakukan sesuatu perbuatan dalam hal ini mendidik. Selain kata pendidikan, dalam bahasa Indonesia terdapat pula kata pengajaran. Kata ini sebagaimana dijelaskan Poerwadarminta adalah cara (perbuatan dan sebagainya) mengajar atau mengajarkan. Kata lain yang serumpun dengan kata tersebut adalah mengajar yang berarti memberi pengetahuan atau pelajaran.2

Pendidikan dalam sejarah peradaban anak manusia adalah salah satu komponen kehidupan yang paling urgen. Aktivitas ini telah dan akan terus berjalan semenjak manusia pertama ada di dunia sampai berakhirnya kehidupan3 di muka bumi ini. Bahkan kalau ditarik mundur lebih jauh lagi, kita mendapatkan bahwa pendidikan telah berproses semenjak Allah

1

W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), Cet. Ke-12, h. 250.

2

Ibid, h. 22.

3

Benni Setiawan, Agenda Pendidikan Nasional: Analisis Pendidikan Nasional,


(9)

2

menciptakan manusia pertama, Adam yang berada di surga, dimana Dia mengajarkannya nama-nama yang para malaikat sendiri pun sama sekali belum mengenalnya.4

Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab dalam segala urusan yang menjadi tanggung jawabnya.5

Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar yang dialami oleh siswa sebagai anak didik.

Belajar merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang atau peserta didik secara pribadi dan sepihak, ditandai oleh adanya perubahan pengetahuan, sikap, tingkah laku, dan ketrampilan yang relatif tetap dalam

4

QS. 2 : 31-33.

5

Team Media, Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Surabaya: Media Centre, 2005), h. 8.


(10)

3

diri seseorang sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Belajar merupakan proses aktif konstruktif yang terjadi melalui proses dan bersifat komulatif.6

Pembelajaran terkait dengan bagaimana membelajarkan siswa atau bagaimana membuat siswa dapat belajar dengan mudah dan dorongan oleh kemauannya sendiri untuk mempelajari apa yang teraktualisasikan dalam kurikulum sebagai kebutuhan peserta didik. Oleh karena itu pembelajaran berupaya menjabarkan nilai-nilai yang terkandung dalam kurikulum.

Dalam hal belajar ada cara-cara yang efisien dan tak efisien. Banyak siswa dan atau mahasiswa gagal atau tidak mendapat hasil yang baik dalam pelajarannya karena mereka tidak mengetahui cara-cara belajar yang efektif. Mereka kebanyakan hanya mencoba menghafal pelajaran.7

Seperti diketahui, belajar itu sangat kompleks. Belum diketahui segala seluk-beluknya. Hasil belajar dipengaruhi oleh berbagai faktor. Kecakapan dan ketangkasan belajar berbeda secara individual. Walaupun demikian kita dapat membantu siswa dengan memberi petunjuk-petunjuk umum tentang cara-cara belajar yang efisien. Ini tidak berarti bahwa mengenal petunjuk-petunjuk itu dengan sendirinya akan menjamin sukses siswa. Sukses hanya tercapai berkat usaha keras. Tanpa usaha tak akan tercapai sesuatu.

Disamping memberi petunjuk-petunjuk tentang cara-cara belajar, baik pula siswa diawasi dan dibimbing sewaktu mereka belajar. Hasilnya lebih

6

Ismail, Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM, (Semarang: Rosail Media Group, 2008), h. 8.

7


(11)

4

baik lagi kalau cara-cara belajar dipraktekkan dalam tiap pelajaran yang diberikan.

Tidak dapat dipungkiri bahwa pada kenyataannya praktek-praktek mengajar yang dilakukan di sekolah-sekolah pada umumnya masih berpusat pada guru atau berkonotasi teacher centered (berpusat pada guru).8 Metodologi pembelajaran (khususnya agama Islam) yang diterapkan masih mempertahankan cara-cara lama (tradisional) seperti ceramah, menghafal, demonstrasi, praktik-praktik ibadah dan sebagainya. Cara seperti itu diakui membuat siswa tampak bosan, jenuh, dan kurang bersemangat dalam belajar agama Islam.

Indikasinya adalah timbul rasa tidak simpatinya peserta didik terhadap guru agama Islam, tidak tertarik dengan materi-materi agama Islam, dan lama kelamaan akan timbul sikap acuh tak acuh terhadap agamanya sendiri. Kalau kondisinya sudah seperti itu, sangat sulit mengharapkan siswa sadar dan mau mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam. Oleh karena itu, jika secara umum pendidikan di Indonesia memerlukan berbagai inovasi dan kreativitas agar tetap berfungsi optimal di tengah arus perubahan, maka pendidikan agama Islam juga membutuhkan berbagai upaya inovasi agar eksistensinya tetap bermakna bagi kehidupan siswa sebagai seorang pribadi, anggota masyarakat dan juga dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara.

8


(12)

5

Belajar yang efisien dapat tercapai apabila dapat menggunakan strategi belajar yang tepat. Strategi belajar diperlukan untuk dapat mencapai hasil yang semaksimal mungkin.9

Model pembelajaran dapat diartikan sebagai pola yang digunakan untuk penyusunan kurikulum, mengatur materi, dan memberi petunjuk kepada guru di kelas. Merujuk pemikiran Joyce, fungsi model adalah “each model

guides us as we design instruction to help students achieve various

objectives”. Melalui model pembelajaran guru dapat membantu peserta didik mendapatkan informasi, ide, keterampilan, cara berpikir, dan mengekspresikan ide. Model pembelajaran berfungsi pula sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.10

Hasil belajar yang diharapkan dari proses belajar meliputi 3 aspek, yaitu: kognitifberupa pengembangan pendidikan agama termasuk didalamnya fungsi ingatan kecerdasan, afektifberupa pembentukan sikap terhadap agama termasuk didalamnya fungsi perasaan dan sikap, psikomotorik berupa ketrampilan beragama termasuk didalamnya fungsi kehendak, kemauan dan tingkah laku.

9

Sulaiman Abdullah, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), h. 76.

10

Agus Suprijono, Cooperative Learning, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), h. 46.


(13)

6

Maka dalam rangka upaya meningkatkan kualitas belajar siswa, ketiga aspek tersebut harus diperhatikan sehingga proses belajar mengajar tidak hanya menekankan pada pemahaman siswa tetapi juga menerapkan atau mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari karena pada dasarnya pendidikan bukanlah sekedar proses transformasi ilmu pengetahuan saja.

Hal ini perlu dicarikan solusi dan penanganan khusus guna meningkatkan hasil belajar. Salah satu model pembelajaran yang ada adalah model pembelajaran “Snowball Throwing” atau “lemparan bola salju”. Model pembelajaran ini membantu penyampaian materi dengan cara diskusi kelompok, namun diselingi adanya permainan dengan cara saling melempar pertanyaan yang ditulis dalam secarik kertas (seolah-olah sebagai bola salju).

Model pembelajaran ini merupakan salah satu model pembelajaran yang interaktif. Model pembelajaran interaktif adalah model pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif, artinya posisi siswa dalam pembelajaran ini adalah sebagai subyek dan obyek pendidikan. Model pembelajaran interaktif ini dimaksudkan untuk memperkenalkan kepada siswa mengenai sejumlah pengetahuan dan fakta-fakta tertentu yang sudah diajarkan kepadanya, sekaligus menghadapkan kepada siswa sejumlah persoalan yang harus dipecahkan secara bersama-sama agar memperoleh kesamaan yang utuh.11

11

Mukhtar, Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: CV Misaka Galiza, 2003), h. 145.


(14)

7

Model Snowball Throwing menjadikan para siswa lebih dilibatkan secara langsung dan lebih aktif, khususnya ketika mereka membuat pertanyaan yang nantinya akan dijawab oleh teman-temannya sendiri. Model pembelajaran seperti ini berbeda dengan model pembelajaran konvensional karena dalam pembelajaran konvensional tidak melibatkan siswa untuk lebih aktif dalam proses pembelajaran hanya terpusat pada seorang guru saja.

Dengan diterapkannya model pembelajaran tersebut, diharapkan proses pembelajaran dapat berlangsung dengan menyenangkan, aktif, dan siswa mampu memahami materi yang telah diajarkan. Karena dalam penggunaan model tersebut, siswa juga ikut berperan aktif. Atas dasar inilah, penulis terdorong mengadakan penelitian untuk penulisan skripsi dengan judul; Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Snowball Throwing

terhadap Peningkatan Hasil Belajar PAI Siswa di SMP Negeri 13 Surabaya. B. Rumusan Masalah

Berpijak dari latar belakang masalah diatas, maka dapat penulis rumuskan masalah-masalah pokok sebagai berikut:

1. Bagaimana penggunaan model pembelajaran snowball throwing dalam pembelajaran PAI di SMP Negeri 13 Surabaya?

2. Bagaimana peningkatan hasil belajar PAI siswa sebelum dan sesudah menggunakan model pembelajaran snowball throwing di SMP Negeri 13 Surabaya?


(15)

8

3. Bagaimana pengaruh penggunaan model pembelajaran snowball throwing

terhadap peningkatan hasil belajar PAI siswa di SMP Negeri 13 Surabaya? C. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah tersebut diatas maka peneliti mempunyai tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini. Adapun tujuan dari penelitian ini agar memperoleh gambaran yang jelas dan tepat serta terhindar dari adanya interpretasi dan meluasnya masalah dalam memahami isi skripsi. Tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui penggunaan model pembelajaran snowball throwing

dalam pembelajaran PAI di SMP Negeri 13 Surabaya.

2. Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar PAI siswa sebelum dan sesudah menggunakan model pembelajaran snowball throwing di SMP Negeri 13 Surabaya.

3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh penggunaan model pembelajaran

snowball throwing terhadap peningkatan hasil belajar PAI siswa di SMP Negeri 13 Surabaya.

D. Kegunaan Penelitian 1. Manfaat Teoritis

a. Diharapkan dapat memberikan kontribusi ilmiah mengenai Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Snowball Throwing terhadap Peningkatan Hasil Belajar PAI Siswa di SMP Negeri 13 Surabaya.


(16)

9

b. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai dasar pengembangan atau pedoman untuk penelitian berikutnya yang sejenis.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Lembaga

Sebagai pemberi informasi tentang hasil dari penggunaan model pembelajaran snowball throwing dalam proses belajar mengajar mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, serta sebagai bahan pertimbangan bagi lembaga dalam memberikan kebijakan kepada para guru dalam penyampaian materi pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam. b. Bagi Peneliti

1) Sebagai bahan pembelajaran dan pengembangan ilmu pengetahuan.

2) Sebagai bukti dan implementasi dari ilmu yang didapat dibangku kuliah, sekaligus untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) di UIN Sunan Ampel Surabaya.

E. Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang “Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Snowball Throwing terhadap Peningkatan Hasil Belajar PAI Siswa di SMP Negeri 13

Surabaya” tidak pernah diteliti sebelumnya, akan tetapi ada penelitian yang

dilakukan oleh mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya dengan judul yang hampir sama yaitu :


(17)

10

Peningkatan Prestasi Belajar Siswa melalui Penerapan Model Pembelajaran Snowball Throwing PKn Kelas III di MI Darunnajah Sukodono

Skripsi oleh Siti Muniroh (D06207016) Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah 2011. Inti dari skripsi ini adalah penerapan model pembelajaran

snowball throwing dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dalam memahami materi kekhasan bangsa Indonesia PKn kelas III di MI Darunnajah Sukodono. Pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan melalui model pembelajaran tersebut benar-benar mempunyai makna positif bagi siswa karena aktivitas siswa dalam kegiatan belajar mengajar dapat terbangun dengan baik, sehingga pembelajaran menjadi berkualitas dan prestasi belajar siswa pun mengalami peningkatan.

Upaya Peningkatan Hasil Belajar Siswa Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam melalui Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Snowball Throwing Kelas V di MI Roudlotus Shibyan Desa Beton Menganti.

Skripsi oleh Indra Wati Ningsih (D77209065) Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah 2013. Inti dari skripsi ini adalah hasil belajar pada mata pelajaran IPA kelas V di MI Roudlotus Shibyan Desa Beton – Menganti setelah menggunakan model pembelajaran cooperative learning tipe snowball throwing mengalami peningkatan.


(18)

11

F. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara atas pertanyaan penelitian yang di ajukan. Dengan adanya hipotesis, pelaksanaan penelitian diarahkan untuk membenarkan atau menolak hipotesis.12 Apabila peneliti telah mendalami permasalahan penelitiannya dengan seksama serta menetapkan anggapan dasar, maka perlu membuat suatu teori sementara, yang kebenarannya masih perlu diuji (dibawah kebenaran). Inilah yang disebut Hipotesis.13 Dalam hal ini, Hipotesis yang diajukan untuk menguji data yang diperoleh adalah sebagai berikut :

1. Hipotesis Alternatif (Ha)

Pada hipotesis ini peneliti menganggap benar pada hipotesisnya.14

“Bahwa ada pengaruh antara penggunaan model pembelajaran snowball

throwing dengan peningkatan hasil belajar PAI siswa di SMP Negeri 13

Surabaya”.

2. Hipotesis Nihil (Ho)

Yaitu hipotesis yang bersifat obyektif. Artinya peneliti merumuskan hipotesis tidak semata-mata berdasarkan anggapan dasarnya, tetapi juga berdasarkan obyektifitasnya, bahwa hipotesis penelitian yang dibuat belum tentu benar setelah diuji dengan menggunakan data yang ada.

12

Mohammad Mulyadi, Penelitian Kuantitatif & Penelitian Kualitatif Serta Praktek Kombinasinya Dalam Penelitian Sosial, (Jakarta: Publica Institut, 2012), h. 50.

13

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h. 64.

14


(19)

12

Dalam kaitannya penelitian ini Ho yaitu “Bahwa tidak ada pengaruh

antara penggunaan model pembelajaran snowball throwing dengan peningkatan hasil belajar PAI siswa di SMP Negeri 13 Surabaya”.

G. Ruang Lingkup & Keterbatasan Penelitian

Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini adalah model pembelajaran

snowball throwing dan peningkatan hasil belajar PAI siswa. Peneliti menjadikan masalah diatas sebagai sasaran penelitian dan lokasi yang diambil peneliti adalah di sekolah SMP Negeri 13 Surabaya.

Agar jelas dan tidak luas pembahasan dalam karya ilmiah ini, maka kiranya peneliti untuk memberikan batasan masalah, batasan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Penerapan model pembelajaran snowball throwing.

2. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIIIA dan VIIIB.

3. Dengan materi “Makanan dan Minuman yang Halal dan Haram” pada semester genap di SMP Negeri 13 Surabaya tahun ajaran 2014/2015. H. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi yang didasarkan atau sifat-sifat hal yang didefinisikan yang dapat diamati atau diobservasikan atau diteliti. Konsep ini sangat penting karena hal yang diamati itu membuka kemungkinan


(20)

13

bagi orang lain untuk melakukan hal serupa. Sehingga apa yang dilakukan oleh penulis terbuka untuk diuji lagi oleh orang lain.15

Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang pengertian dalam judul skripsi ini, maka peneliti tegaskan beberapa istilah sebagai berikut:

1. Pengaruh

Daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang atau benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang.16

2. Penggunaan

Penggunaan berasal dari kata guna yang berarti faedah/manfaat, fungsi, kebaikan. Sedangkan penggunaan merupakan proses, cara, pembuatan menggunakan sesuatu, pemakaian.17

3. Model Pembelajaran Snowball Throwing

Model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial. Model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Model snowball throwing

15

Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), h. 76.

16

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), h. 664.

17

Menteri Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), h. 375.


(21)

14

(melempar bola) merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang didesain seperti permainan melempar bola. Model ini bertujuan untuk memancing kreatifitas dalam membuat soal sekaligus menguji daya serap materi yang disampaikan ketua kelompok.18 Prosedur pembelajarannya diawali dengan pembentukan kelompok yang diwakili ketua kelompok untuk mendapat tugas dari guru kemudian masing-masing siswa membuat pertanyaan yang dibentuk seperti bola (kertas pertanyaan) lalu dilempar ke siswa lain yang masing-masing siswa menjawab pertanyaan dari bola yang diperoleh.

4. Peningkatan Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam

Tingkat berarti lapis dari sesuatu yang tersusun / berlenggek-lenggek, tinggi rendah martabat (kedudukan, jabatan, kemajuan, peradaban dsb), batas waktu (masa); sempadan sesuatu peristiwa (proses, kejadian dsb).19 Menurut Nana Sudjana, hasil belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari belajar yang mencakup bidang kognitif, afektif, dan psimotorik.20 Sedangkan pendidikan agama islam merupakan upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, mengimani, bertakwa, berakhlak mulia, mengamalkan ajaran agama islam dari sumber utamanya kitab suci

18

Hasan Fauzi Maufur, Sejuta Jurus Mengajar dan Mengasyikkan, (Semarang: PT. Sindua Press, 2009), h. 155.

19

W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum, h. 1077.

20

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1989), h. 4.


(22)

15

Qur’an dan al Hadis, melalui bimbingan, pengajaran latihan, serta penggunaan pengalaman.

5. SMP Negeri 13 Surabaya

Sebuah Lembaga pendidikan Sekolah Menengah Pertama yang berada dalam naungan Departemen Pendidikan yang berada di jalan Jemursari II Wonocolo-Surabaya.

Di dalam skripsi ini meneliti tentang seberapa besar model pembelajaran snowball throwing dapat mempengaruhi hasil belajar siswa, baik segi kognitif, afektif, dan psikomotor. Model pembelajaran snowball throwing diterapkan pada mata pelajaran pendidikan agama Islam kelas VIII di SMP Negeri 13 Surabaya.

I. Sistematika Pembahasan

Untuk mempermudah pembahasan dan pemahaman dalam penyusunan skripsi, maka sistematika pembahasan skripsi ditulis sebagai berikut:

Bab satu, Pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, penelitian terdahulu, ruang lingkup dan keterbatasan penelitian, definisi operasional, dan sistematika pembahasan.

Bab dua, Kajian Pustaka yang terdiri 3 sub bab: tinjauan tentang penggunaan model pembelajaran snowball throwing, tinjauan tentang peningkatan hasil


(23)

16

belajar PAI, dan kajian tentang pengaruh penggunaan model pembelajaran

snowball throwing terhadap peningkatan hasil belajar PAI siswa.

Bab tiga, Metode Penelitian berisi jenis penelitian, populasi dan sampel, identifikasi variabel penelitian, metode pengumpulan data, instrumen pengumpulan data, serta teknik analisis data.

Bab empat, Laporan Hasil Penelitian yang membahas gambaran umum obyek penelitian, penyajian data dan analisis data.


(24)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Penggunaan Model Pembelajaran Snowball Throwing 1. Pengertian Penggunaan Model Pembelajaran Snowball Throwing

Secara umum istilah “model” diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan. Dalam pengertian lain, model juga diartikan sebagai barang atau

benda tiruan dari benda yang sesungguhnya, seperti “globe” adalah model

dari bumi tempat kita hidup. Dalam uraian selanjutnya istilah model digunakan untuk menunjukkan pengertian yang pertama sebagai kerangka konseptual. Atas dasar pemikiran tersebut, maka yang dimaksud dengan

“model pembelajaran atau model belajar mengajar” adalah kerangka konseptual dan prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pengajaran dan para guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar. Dengan demikian, aktivitas belajar mengajar benar-benar merupakan kegiatan bertujuan yang tertata secara sistematis.18

18

Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012), h. 127


(25)

18

Model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat kita gunakan untuk merancang pembelajaran tatap muka di dalam kelas atau dalam latar tutorial dan dalam membentuk materi pembelajaran termasuk buku-buku, film-film, pita kaset, dan program media komputer, dan kurikulum (serangkaian studi jangka panjang). Setiap model membimbing kita ketika kita merancang pembelajaran untuk membantu para siswa mencapai berbagai tujuan.19

T. Raka Joni membahas model-model pembelajaran dalam konteks pembahasan strategi pembelajaran.20 Dalam pembahasannya tersebut ada kesan bahwa model-model pembelajaran dipandang setara kedudukannya dengan strategi pembelajaran. Di pihak lain, Wina Sanjaya berpendapat bahwa model pembelajaran berkedudukan lebih tinggi (lebih umum) daripada strategi pembelajaran.21 Namun demikian, apabila kita mengkaji berbagai model pembelajaran sebagaimana dikemukakan oleh Bruce Joyce dan Marsha Weil, dapat dipahami bahwa strategi pembelajaran adalah berbeda (tidak berkedudukan setara) dengan model pembelajaran.22 Model pembelajaran juga tidak lebih umum daripada strategi pembelajaran, sebaliknya, model pembelajaran lebih khusus daripada

19

Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Rajawali Press, 2011), h. 198.

20

T. Raka Joni, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: P3G, 1980), h. 23.

21

Wina Sanjaya, Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi,

(Jakarta: Kencana, 2005), h. 101.

22

Bruce Joyce dan Marsha Weil, Model of Teaching, (New Jersey: Prentice Hall Inc., 1986), h. 36.


(26)

19

strategi pembelajaran. Alasannya antara lain, bahwa skenario suatu model pembelajaran memuat suatu strategi pembelajaran tertentu yang sebaiknya diaplikasikan oleh guru. Selain itu, suatu model pembelajaran telah memuat: 1) syntax, yaitu serangkaian tahapan langkah-langkah yang konkret atau lebih khusus yang harus diperankan oleh guru dan siswa; 2) sistem sosial yang diharapkan; 3) prinsip-prinsip reaksi siswa dan guru; dan 4) sistem penunjang yang disyaratkan.23

Pembelajaran dilakukan oleh guru dan siswa dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Mengingat tujuan pembelajaran meliputi berbagai kompetensi yang tidak akan dapat

“dicapai” hanya melalui satu sesi pembelajaran saja, melainkan harus

melalui serangkaian sesi pembelajaran, maka berbagai strategi dan model pembelajaran pada dasarnya merupakan alternatif untuk dipilih sesuai dengan kebutuhan dalam rangka mencapai tujuan setiap sesi

pembelajaran, yang keseluruhannya diarahkan kepada “pencapaian”

tujuan pendidikan nasional. Mengingat hal tersebut, maka strategi dan model pembelajaran yang dipilih oleh guru hendaknya relevan dengan

tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Dalam konteks ini, “kebaikan”

strategi dan model pembelajaran yang dipilih akan tertentukan oleh relevan tidaknya dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

23


(27)

20

Dalam interaksinya dengan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan, peranan guru tersurat dan tersirat dalam semboyan “ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karso” dan “tut wuri handayani”. Sehubungan dengan ini, apabila kita melihat pembelajaran dalam keseluruhan rangkaian sesi yang mungkin diselenggarakan, maka dapat dipahami terdapat berbagai peranan yang harus dilaksanakan oleh guru dan siswa dalam rangka mencapai berbagai tujuan pembelajaran. Keragaman peranan yang harus dilaksanakan oleh guru dan siswa tersebut menuntut digunakannya strategi dan model pembelajaran yang beragam pula. Di pihak lain, strategi dan model pembelajaran menawarkan keragamannya sesuai dengan keragaman tujuan yang ingin dicapai serta keragaman peranan yang sebaiknya dilaksanakan oleh guru dan siswa. Mengingat hal di atas, kita (guru) seharusnya tidak fanatik kepada salah satu strategi dan salah satu model pembelajaran saja. Pilihlah strategi dan model pembelajaran yang relevan dengan peranan-peranan yang seharusnya dilaksanakan oleh guru dan siswa dalam rangka mencapai sesuatu tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu sesi pembelajaran.24

Berkenaan dengan model pembelajaran ini, mungkin ada yang beranggapan bahwa suatu rumpun model pembelajaran dipandang tepat digunakan dalam mata pelajaran atau bidang studi tertentu saja. Anggapan

24


(28)

21

itu tentu saja tidak benar secara keseluruhannya, namun demikian ada benarnya pula bahwa suatu model pembelajaran hendaknya dipilih disesuaikan dengan karakteristik mata pelajaran atau bidang studi yang akan dipelajari. Sejalan dengan ini, Djawad Dahlan menyatakan:

“Meskipun agak kurang tepat, anggaplah pemilihan model mengajar itu oleh guru bisa didasarkan atas bidang studi atau mata pelajaran.25 Artinya, memilih satu atau sejumlah model berdasarkan bidang studi atau mata pelajaran masih dapat “dibenarkan”, jadi tidak salah.”

Pemilihan strategi dan model pembelajaran juga hendaknya didasarkan atas kesesuaiannya dengan kondisi lingkungan belajar yang ada. Maksudnya, bahwa pemilihan strategi dan model pembelajaran hendaknya disesuaikan dengan keadaan lingkungan belajar serta sarana dan waktu pembelajaran yang tersedia. Tidak satu model pembelajaran pun yang dapat dipandang lebih baik daripada model pembelajaran lainnya, tanpa dijelaskan dalam kondisi apa dan untuk tujuan apa model pembelajaran tersebut diaplikasikan. Tidak ada satu model pembelajaran pun yang paling tepat diaplikasikan untuk semua keadaan lingkungan belajar. Sebaliknya, tidak ada satu keadaan lingkungan belajar pun yang paling tepat dihampiri oleh semua model pembelajaran.

Dapat disimpulkan bahwa dalam rangka memahami dan menyelenggarakan pembelajaran, dasar pijakan kita adalah Pasal 2

25


(29)

22

Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Pasal 32 UUD 1945. Atas dasar itu pula, bahwa kriteria pemilihan strategi dan model pembelajaran hendaknya didasarkan kepada kesesuaiannya dengan hal sebagai berikut: 1) tujuan pembelajaran atau tujuan pendidikan yang ingin dicapai; 2) peranan guru dan siswa yang diharapkan dalam mencapai tujuan pembelajaran; 3) karakteristik mata pelajaran atau bidang studi; dan 4) kondisi lingkungan belajar, yaitu keadaan lingkungan serta keadaan sarana dan waktu pembelajaran yang tersedia.26

Salah satu model pembelajaran yang menarik perhatian siswa adalah snowball throwing. Model snowball throwing (melempar bola) merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang didesain seperti permainan melempar bola. Metode ini bertujuan untuk memancing kreatifitas dalam membuat soal sekaligus menguji daya serap materi yang disampaikan oleh ketua kelompok. Karena berupa permainan, siswa harus dikondisikan dalam keadaan santai tetapi tetap terkendali tidak ribut, kisruh atau berbuat onar.27

Cooperative learning is a complex instructional procedure that requires conceptual knowledge.28 David mengemukakan bahwa

26

Ibid, h. 216.

27

Hasan Fauzi, Sejuta Jurus, h. 155-156.

28

David W. Jonhson, Learning Together and Alone, (Boston University of Minnesota, 1999), h. 20.


(30)

23

pembelajaran kooperatif bersifat kompleks dan membutuhkan pengetahuan pengetahuan konseptual.

Keberhasilan kooperatif merupakan keberhasilan bersama dalam sebuah kelompok. Setiap anggota kelompok tidak hanya melaksanakan tugas masing-masing tetapi perlu adanya kerja sama anggota kelompok. Sebagaimana firman Allah SWT di dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 2 mengajarkan bahwa manusia harus bekerja sama.































“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan

pelanggaran.”29

Jadi pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerja sama di antara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Kisworo (2008) mengemukakan bahwa model pembelajaran

snowball throwing adalah suatu metode pembelajaran yang diawali dengan pembentukan kelompok yang diwakili ketua kelompok untuk mendapat tugas dari guru kemudian masing-masing siswa membuat pertanyaan yang dibentuk seperti bola (kertas pertanyaan) lalu dilempar ke

29

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: Diponegoro, 2010),


(31)

24

siswa lain yang masing-masing siswa menjawab pertanyaan dari bola yang diperoleh.

Kegiatan melempar bola pertanyaan ini akan membuat kelompok menjadi dinamis, karena kegiatan siswa tidak hanya berpikir, menulis, bertanya, atau berbicara. Akan tetapi mereka juga melakukan aktivitas fisik yaitu menggulung kertas dan melemparkannya pada siswa lain. Dengan demikian, tiap anggota kelompok akan mempersiapkan diri karena pada gilirannya mereka harus menjawab pertanyaan dari temannya yang terdapat dalam bola kertas.

Model pembelajaran snowball throwing ini guru berusaha memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan keterampilan menyimpulkan isi berita atau informasi yang mereka peroleh dalam konteks nyata dan situasi yang kompleks. Guru juga memberikan pengalaman kepada siswa melalui pembelajaran terpadu dengan menggunakan proses yang saling berkaitan dalam situasi dan konteks komunikasi alamiah baik sosial, maupun dalam lingkungan pergaulan. Model pembelajaran snowball throwing melatih siswa untuk lebih tanggap menerima pesan dari orang lain, dan menyampaikan pesan tersebut kepada temannya dalam satu kelompok.


(32)

25

2. Tujuan Penggunaan Model Pembelajaran Snowball Throwing

Model pembelajaran snowball throwing merupakan pengembangan dari model pembelajaran diskusi dan merupakan bagian dari model pembelajaran kooperatif. Hanya saja, pada model ini, kegiatan belajar diatur sedemikian rupa sehingga proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan lebih menyenangkan.

Dengan penerapan metode ini, diskusi kelompok dan interaksi antar siswa dari kelompok yang berbeda memungkinkan terjadinya saling

sharing pengetahuan dan pengalaman dalam upaya menyelesaikan permasalahan yang mungkin timbul dalam diskusi yang berlangsung secara lebih interaktif dan menyenangkan.30

Salah satu permasalahan serius yang sering terjadi dalam proses belajar adalah adanya perasaan ragu pada diri siswa untuk menyampaikan permasalahan yang dialaminya dalam memahami materi pelajaran. Guru sering mengalami kesulitan dalam menangani masalah ini. Tapi, melalui penerapan model pembelajaran snowball throwing ini, siswa dapat menyampaikan pertanyaan atau permasalahannya dalam bentuk tertulis yang nantinya akan didiskusikan bersama. Dengan demikian, siswa dapat mengungkapkan kesulitan-kesulitan yang dialaminya dalam memahami materi pelajaran. Manfaat lain yang dapat diperoleh yaitu dengan model

30

Aris Shoimin, 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013,


(33)

26

pembelajaran snowball throwing guru dapat melatih kesiapan siswa dalam menanggapi dan menyelesaikan masalah.

3. Prosedur Pembelajaran dengan Snowball Throwing

Pelaksanaan model pembelajaran snowball throwing adalah sebagai berikut:31

FASE TINGKAH LAKU GURU

Fase 1

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

- Menyampaikan seluruh tujuan dalam pembelajaran dan memotivasi siswa. Fase 2

Menyajikan informasi

- Menyajikan informasi

tentang materi

pembelajaran siswa. Fase 3

Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar

- Memberikan informasi kepada siswa tentang prosedur pelaksanaan pembelajaran snowball throwing.

- Membagi siswa ke dalam kelompok-kelompok

belajar yang terdiri dari 7 orang siswa.

Fase 4

Membimbing kelompok bekerja dan belajar

- Memanggil ketua

kelompok dan menjelaskan materi serta pembagian tugas kelompok.

- Meminta ketua kelompok kembali ke kelompok masing-masing untuk mendiskusikan tugas yang diberikan guru dengan anggota kelompok.

- Memberikan selembar kertas kepada setiap kelompok dan meminta kelompok tersebut menulis

31


(34)

27

pertanyaan sesuai dengan materi yang dijelaskan guru.

- Meminta setiap kelompok untuk menggulung dan melemparkan pertanyaan yang telah ditulis pada kertas kepada kelompok lain.

- Meminta setiap kelompok menuliskan jawaban atas

pertanyaan yang

didapatkan dari kelompok lain pada kertas kerja tersebut.

Fase 5 Evaluasi

- Guru meminta setiap

kelompok untuk

membacakan jawaban atas pertanyaan yang diterima dari kelompok lain.

Fase 6

Memberikan penilaian / penghargaan

- Memberikan penilaian terhadap hasil kerja kelompok.

4. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Snowball Throwing Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran snowball throwing

dalam Diyan Tunggal Safitri (2011) sebagai berikut:32 a. Kelebihan Model Pembelajaran Snowball Throwing

1) Melatih kesiapan siswa dalam merumuskan pertanyaan dengan bersumber pada materi yang diajarkan serta saling memberikan pengetahuan.

32


(35)

28

2) Siswa lebih memahami dan mengerti secara mendalam tentang materi pelajaran yang dipelajari. Hal ini disebabkan karena siswa mendapat penjelasan dari teman sebaya yang secara khusus disiapkan oleh guru serta mengerahkan penglihatan, pendengaran, menulis dan berbicara mengenai materi yang didiskusikan dalam kelompok.

3) Dapat membangkitkan keberanian siswa dalam mengemukakan pertanyaan kepada teman lain maupun guru.

4) Melatih siswa menjawab pertanyaan yang diajukan oleh temannya dengan baik.

5) Merangsang siswa mengemukakan pertanyaan sesuai dengan topik yang sedang dibicarakan dalam pelajaran tersebut.

6) Dapat mengurangi rasa takut siswa dalam bertanya kepada teman maupun guru.

7) Siswa akan lebih mengerti makna kerjasama dalam menemukan pemecahan suatu masalah.

8) Siswa akan memahami makna tanggung jawab.

9) Siswa akan lebih bisa menerima keragaman atau heterogenitas suku, sosial, budaya, bakat dan intelegensi.

10)Siswa akan termotivasi untuk meningkatkan kemampuannya. b. Kekurangan Model Pembelajaran Snowball Throwing


(36)

29

1) Terciptanya suasana kelas yang kurang kondusif. 2) Adanya siswa yang bergantung pada siswa lain.

B. Tinjauan Tentang Peningkatan Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam 1. Pengertian Peningkatan Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam

a. Pengertian Peningkatan Hasil Belajar

Banyak orang beranggapan bahwa yang dimaksud belajar adalah mencari ilmu atau menuntut ilmu. Ada juga yang lebih khusus menjelaskan bahwa belajar adalah menyerap pengetahuan.33

Berikut ini merupakan pemaparan dari beberapa perspektif para ahli tentang pengertian belajar:34

1) Dalam The Guidance of Learning Activities W.H. Burton (1984) mengemukakan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku pada diri individu karena adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungannya sehingga mereka lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya.35

2) Ernest R. Hilgard dalam Introduction to Psychology

mendefinisikan belajar sebagai suatu proses perubahan kegiatan, reaksi terhadap lingkungan.36

33

Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), h. 98.

34

Eveline Siregar dan Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), h. 4.

35

William H. Burton, The Guidance of Learning Activities, (New York: Appleton Century Crofts, 1962), h. 75.

36

Ernest R. Hilgard, Introduction to Psychology, (New York: Harcourt Brace and World Inc., 1962), h. 15.


(37)

30

3) H.C. Witherington dalam Educational Psycology menjelaskan pengertian belajar sebagai suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi berupa kecakapan, sikap, kebiasaan kepribadian atau suatu pengertian.37 4) Gage Berlinger mendefinisikan belajar sebagai suatu proses di

mana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat dari pengalaman.38

5) Harold Spears mengemukakan pengertian belajar dalam perspektifnya yang lebih detail. Menurut Spears learning is to observe, to read, to imitate, to try something them selves, to listen, to follow direction (Belajar adalah mengamati, membaca, meniru, mencoba sesuatu pada dirinya sendiri, mendengar dan mengikuti aturan.

6) Singer (1968) mendefinisikan belajar sebagai perubahan perilaku yang relatif tetap yang disebabkan praktik atau pengalaman yang sampai dalam situasi tertentu.

7) Gagne (1977) pernah mengemukakan perspektifnya tentang belajar. Salah satu definisi belajar yang cukup sederhana namun mudah diingat adalah yang dikemukakan oleh Gagne: “Learning is

relatively permanent change in behavior that result from past

37

H.C. Witherington, Educational Psychology, (California: Ginn, 1952), h. 188.

38

Gage Berlinger, Educational Psychology, (Chicago: Rand McNally Collage Publishing Company, 1975), h. 5.


(38)

31

experience or purposeful instruction”.39

Belajar adalah suatu perubahan perilaku yang relatif menetap yang dihasilkan dari pengalaman masa lalu ataupun dari pembelajaran yang bertujuan/direncanakan. Pengalaman diperoleh individu dalam interaksinya dengan lingkungan, baik yang tidak direncanakan maupun yang direncanakan, sehingga menghasilkan perubahan yang bersifat relatif menetap.

Belajar adalah sebuah proses yang kompleks yang di dalamnya terkandung beberapa aspek. Aspek-aspek tersebut adalah:40

1) Bertambahnya jumlah pengetahuan,

2) Adanya kemampuan mengingat dan mereproduksi, 3) Ada penerapan pengetahuan,

4) Menyimpulkan makna,

5) Menafsirkan dan mengaitkannya dengan realitas, dan 6) Adanya perubahan sebagai pribadi

Belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan. Artinya, tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan, maupun sikap; bahkan meliputi segenap aspek organisme atau pribadi. Kegiatan belajar mengajar seperti mengorganisasi pengalaman belajar,

39

Robert M. Gagne, The Conditons of Learning, (New York : Holt, Rinehart and Winston, 1977), h. 45.

40


(39)

32

mengelola kegiatan belajar mengajar, menilai proses dan hasil belajar, kesemuanya termasuk dalam cakupan tanggung jawab guru.41

Dari berbagai perspektif pengertian belajar sebagaimana dijelaskan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu aktivitas mental (psikis) yang berlangsung dalam interaksi dengan lingkungannya yang menghasilkan perubahan yang bersifat relatif konstan.

Sebagian kalangan mempertanyakan, jika belajar ada korelasinya dengan perubahan, lalu apakah semua jenis perubahan adalah hasil belajar? Jawabnya tentu saja tidak semua perubahan tingkah laku dapat kita sebut belajar.

Seseorang dikatakan telah belajar kalau sudah terdapat perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tersebut terjadi sebagai akibat dari interaksi dengan lingkungannya, tidak karena pertumbuhan fisik atau kedewasaan, tidak karena kelelahan, penyakit atau pengaruh obat-obatan. Kecuali itu, perubahan tersebut haruslah bersifat relatif permanen, tahan lama dan menetap, tidak berlangsung sesaat saja.

Dalam kegiatan belajar mengajar, anak adalah sebagai subjek dan sebagai objek dari kegiatan pengajaran. Karena itu, inti proses

41

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), h. 10.


(40)

33

pengajaran tidak lain adalah kegiatan belajar anak didik dalam mencapai suatu tujuan pengajaran. Tujuan pengajaran tentu saja akan dapat tercapai jika anak didik berusaha secara aktif untuk mencapainya. Keaktifan anak didik di sini tidak hanya dituntut dari segi fisik, tetapi juga dari segi kejiwaan. Bila hanya fisik anak yang aktif, maka kemungkinan besar tujuan pembelajaran tidak tercapai. Ini sama halnya anak didik tidak belajar, karena anak didik tidak merasakan perubahan di dalam dirinya. Belajar pada hakikatnya

adalah “perubahan” yang terjadi dalam diri seseorang setelah

berakhirnya melakukan aktivitas belajar. Walaupun pada kenyataannya tidak semua perubahan termasuk kategori belajar. Misalnya perubahan fisik, mabuk, gila, dan sebagainya.42

Belajar memiliki ciri-ciri sebagai berikut:43

1) Adanya kemampuan baru atau perubahan. Perubahan tingkah laku tersebut bersifat pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotor), maupun nilai dan sikap (afektif).

2) Perubahan itu tidak berlangsung sesaat saja, melainkan menetap atau dapat disimpan.

3) Perubahan itu tidak begitu saja, melainkan harus dengan usaha. Perubahan terjadi akibat interaksi dengan lingkungan.

42

Ibid, h. 44.

43


(41)

34

4) Perubahan tidak semata-mata disebabkan oleh pertumbuhan fisik atau kedewasaan, tidak karena kelelahan, penyakit atau pengaruh obat-obatan.

Secara umum, hasil belajar dapat diartikan sebagai suatu hasil yang dicapai setelah melakukan proses belajar. Jika diartikan menurut kosakatanya, yaitu hasil dan belajar, maka dapat dipahami suatu pengertian hasil belajar ialah suatu hasil yang dicapai setelah melakukan aktivitas yang membawa pada perubahan individu atau suatu hasil yang dicapai setelah melakukan aktivitas belajar.

Namun ketika berbicara mengenai pengertian hasil belajar, maka tidak terlepas dari pengertian prestasi belajar. Hasil belajar sering disebut juga prestasi belajar. Prestasi belajar merupakan taraf keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu.44

Menurut Nana Sudjana, hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Oleh karena itu dalam penilaian hasil belajar, peranan tujuan instruksional yang berisi rumusan kemampuan dan tingkah laku yang diinginkan dikuasai oleh siswa menjadi unsur penting sebagai dasar dan acuan

44

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1997), h. 141.


(42)

35

penilaian.45 Ditinjau dari pengertian prestasi belajar dengan hasil belajar terdapat keterkaitan, yaitu bahwa prestasi belajar merupakan taraf keberhasilan siswa.

Untuk menyatakan bahwa suatu proses belajar mengajar tentang suatu bahan pengajaran dikatakan berhasil apabila tujuan instruksional khusus tersebut dicapai. Dan untuk mengetahui tercapai tidaknya Tujuan Instruksional Khusus (TIK), guru perlu mengadakan tes formatif setelah selesai mengajarkan satuan bahasan kepada siswa. Penilaian formatif ini mengetahui seberapa besar siswa telah menguasai TIK yang ingin dicapai.46

b. Pengertian Pendidikan Agama Islam

Di kalangan masyarakat Indonesia akhir-akhir ini, istilah

“pendidikan” mendapatkan arti yang sangat luas. Kata-kata pendidikan, pengajaran, bimbingan dan pelatihan, sebagai istilah-istilah teknis tidak lagi dibeda-bedakan oleh masyarakat kita, tetapi ketiga-tiganya lebur menjadi satu pengertian baru tentang pendidikan. Di dalam Undang-Undang Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional, pasal 1 misalnya, dijelaskan bahwa “pendidikan adalah

usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

45

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Belajar Mengajar, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1989), h. 4.

46


(43)

36

potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara”. Dari sini dapat dipahami bahwa dalam kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau pelatihan terkandung makna pendidikan.47

Pengertian Pendidikan Agama Islam menurut para ahli yaitu:48 1) Menurut Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama Islam adalah suatu

usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami kandungan ajaran Islam secara menyeluruh, menghayati makna tujuan, yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan hidup.49

2) Tayar Yusuf mengartikan Pendidikan Agama Islam sebagai usaha sadar generasi tua untuk mengalihkan pengalaman, pengetahuan, kecakapan, dan keterampilan kepada generasi muda agar kelak menjadi manusia muslim, bertakwa kepada Allah SWT, berbudi pekerti luhur, dan berkepribadian yang memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran agama Islam dalam kehidupannya.50

47

Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002), h. 37.

48

Abdul Majid, Belajar, h. 12.

49

Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008) h. 86.

50

Tayar Yusuf, Ilmu Praktek Mengajar (Metodik Khusus Pengajaran Agama),


(44)

37

3) Menurut A. Tafsir, Pendidikan Agama Islam adalah bimbingan yang diberikan seseorang kepada seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam.51

4) Azizy mengemukakan bahwa esensi pendidikan, yaitu adanya proses transfer nilai, pengetahuan, dan keterampilan dari generasi tua kepada generasi muda agar generasi muda mampu hidup.52 Oleh karena itu, ketika kita menyebut pendidikan Islam, maka akan mencakup dua hal, (a) mendidik siswa untuk berperilaku sesuai dengan nilai-nilai atau akhlak Islam; (b) mendidik siswa-siswi untuk mempelajari materi ajaran Islam---subjek berupa pengetahuan tentang ajaran Islam.

Mata pelajaran Pendidikan Agama Islam itu secara keseluruhannya terliput dalam lingkup Al-Quran dan Al-Hadis, keimanan, akhlak, fiqih/ibadah, dan sejarah, sekaligus menggambarkan bahwa ruang lingkup Pendidikan Agama Islam mencakup perwujudan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan hubungan manusia dengan Allah SWT, diri sendiri, sesama manusia, makhluk lainnya maupun lingkungannya (hablun minallah wa hablun minannas).

51

Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1996), h. 134.

52

Azizy, Pendidikan Untuk Membangun Etika Sosial, (Jakarta: Aneka Ilmu, 2002), h. 5.


(45)

38

Dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Agama Islam merupakan usaha sadar yang dilakukan pendidik dalam mempersiapkan peserta didik untuk meyakini, memahami, dan mengamalkan ajaran Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau pelatihan yang telah direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

c. Pengertian Peningkatan Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam Dari pengertian peningkatan hasil belajar dan pengertian pendidikan agama Islam yang telah diuraikan, maka dapat dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan peningkatan hasil belajar pendidikan agama Islam adalah suatu hasil yang dicapai setelah melakukan proses pembelajaran pendidikan agama Islam.

2. Kriteria Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam

Hasil belajar berkaitan dengan pencapaian dalam memperoleh kemampuan sesuai dengan tujuan khusus yang direncanakan. Dengan demikian, tugas utama guru dalam kegiatan ini adalah merancang instrumen yang dapat mengumpulkan data tentang keberhasilan siswa mencapai tujuan pembelajaran. Berdasarkan data tersebut guru dapat mengembangkan dan memperbaiki program pembelajaran. Sedangkan, tugas seorang desainer dalam menentukan hasil belajar selain menentukan instrumen juga perlu merancang cara menggunakan instrumen beserta


(46)

39

kriteria keberhasilannya. Hal ini perlu dilakukan, sebab dengan kriteria yang jelas dapat ditentukan apa yang harus dilakukan siswa dalam mempelajari isi atau bahan pelajaran.53

Sukses dalam mengajar hendaknya dinilai berdasarkan hasil-hasil yang mantap atau tahan lama dan yang dapat dipergunakan oleh si pelajar dalam hidupnya.54

Di samping itu mengajar dilakukan dengan sukses apabila anak-anak dapat menggunakan apa yang dipelajarinya dengan bebas serta penuh kepercayaan dalam berbagai situasi dalam hidupnya, misalnya menggunakan suatu magnet untuk mencari sekrup yang lepas di dalam mesin.

Biasanya hasil mengajar merupakan kata-kata yang dihafal segera hilang. Hasil belajar serupa itu tidak meresap ke dalam pribadi anak, tidak membentuk perkembangan mental anak. Guru yang memberi hasil-hasil yang demikian tidak mengajar dengan sukses.

Ada pula hasil mengajar yang tahan lama, yakni jika hasil-hasil meresap ke dalam pribadi anak, jika bahan pelajaran dipahami benar-benar, jika apa yang dipelajari itu sungguh-sungguh mengandung arti bagi hidup anak itu. Hasil-hasil yang demikian itu dapat disebut autentik.

53

Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 13.

54


(47)

40

Dewasa ini, dengan sistem kelulusan diukur dari keberhasilan siswa dapat menjawab soal-soal tes seperti yang disajikan dalam soal Ujian Negara, maka kriteria terhadap hasil belajar menjadi tren bagi guru-guru kita. Upaya guru-guru di dalam kelas mengutamakan agar siswa dapat menjawab setiap pertanyaan secara tepat dan cepat, sehingga apa yang dilakukan guru-guru kita cenderung untuk mengabaikan proses pembelajaran sebagai proses yang mengandung unsur-unsur edukatif. Dengan demikian strategi-strategi pembelajaran yang berorientasi pada proses belajar seperti CTL, problem solving, inkuiri, dan lain sebagainya menjadi tidak bermakna. Guru-guru di sekolah yang berperan sebagai

manager of teaching berupaya dengan sekuat tenaga agar siswa mampu menjawab soal-soal yang diprediksi akan keluar dalam ujian secara cepat dan tepat.

Kemudian apa makna dari semua ini? Ya, maknanya adalah kita telah mempersempit pengertian kompetensi sebagai perpaduan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik yang dapat diimplementasikan pada cara bertindak sehari-hari menjadi kemampuan menjawab soal-soal ujian dalam mata pelajaran yang diujikan. Manakala kita menetapkan kriteria keberhasilan pendidikan diukur dari hasil belajar seperti itu, maka kita perlu konsisten dan tidak malu-malu mengatakan bahwa tujuan pendidikan kita yang paling utama adalah penguasaan materi pelajaran


(48)

41

bukan pembentukan sikap mandiri yang kreatif, berakhlak mulia, dan memiliki tanggung jawab. Dengan demikian, kita perlu melatih dan membekali guru-guru kita dengan berbagai strategi yang dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menguasai materi pelajaran sebanyak-banyaknya.55

Jadi, dapat dipahami hasil dari kegiatan belajar menyangkut 3 aspek, yaitu: kognitif, afektif, dan psikomotor.

a. Kognitif

Kawasan kognitif adalah kawasan yang membahas tujuan pembelajaran berkenaan dengan proses mental yang berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke tingkat yang lebih tinggi yakni evaluasi. Kawasan kognitif ini terdiri dari 6 tingkatan yang secara hierarkis berurut dari yang paling rendah (pengetahuan) sampai ke yang paling tinggi (evaluasi) yaitu:56

1) Tingkat Pengetahuan (Knowledge)

2) Tingkat Pemahaman (Comprehension)

3) Tingkat Penerapan (Application)

4) Tingkat Analisis (Analysis)

5) Tingkat Sintesis (Synthesis)

6) Tingkat Evaluasi (Evaluation)

55

Wina Sanjaya, Perencanaan, h. 15.

56

Hamzah B. Uno dan Nurdin Mohamad, Belajar dengan Pendekatan PAILKEM,


(49)

42

Sebagaimana 6 tingkatan diatas, dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Tingkat Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan di sini diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam menghafal, mengingat kembali atau mengulang kembali pengetahuan yang pernah diterimanya.

2) Tingkat Pemahaman (Comprehension)

Pemahaman di sini diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam mengartikan, menafsirkan, menerjemahkan atau menyatakan sesuatu dengan caranya sendiri tentang pengetahuan yang pernah diterimanya.

3) Tingkat Penerapan (Application)

Penerapan sebagai kemampuan seseorang dalam menggunakan pengetahuan dalam memecahkan berbagai masalah yang timbul dalam kehidupan sehari-hari.

4) Tingkat Analisis (Analysis)

Kemampuan menganalisis unsur-unsur, hubungan, prinsip-prinsip pengorganisasian.

5) Tingkat Sintesis (Synthesis)

Sintesis di sini diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam mengaitkan dan menyatukan berbagai elemen dan unsur


(50)

43

pengetahuan yang ada sehingga terbentuk pola baru yang lebih menyeluruh.

6) Tingkat Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam membuat perkiraan atau keputusan yang tepat berdasarkan kriteria atau pengetahuan yang dimilikinya.

b. Afektif

Hasil belajar afektif tidak dapat dilihat bahkan diukur seperti halnya dalam bidang kognitif. Guru tak dapat langsung mengetahui apa yang bergejolak dalam hati anak, apa yang dirasakannya atau dipercayainya.

Yang dapat diketahui hanya ucapan verbal serta kelakuan non-verbal seperti ekspresi pada wajah, gerak gerik tubuh sebagai indikator apa yang terkandung dalam hati siswa. Namun kelakuan yang tampak, baik verbal maupun non-verbal dapat menyesatkan. Tafsiran guru berbeda sekali dengan kenyataan. Di dalam kelas murid dengan patuh menerima nasihat guru (karena takut kepada guru), akan tetapi di luar kelas murid itu berbuat lain sekali dengan apa yang dijanjikannya (karena takut dicemoohkan temannya). Itu sebabnya mencapai tujuan afektif jauh lebih pelik daripada mencapai tujuan kognitif.


(51)

44

Ranah afektif seperti yang dikembangkan oleh Krathwohl, Bloom, dan Masia, dalam garis besarnya sebagai berikut:57

1) Menerima (Memperhatikan) 2) Merespons

3) Menghargai 4) Organisasi

5) Karakteristik Suatu Nilai atau Perangkat Nilai-nilai Kelima garis besar tersebut dijelaskan sebagai berikut: 1) Menerima (Memperhatikan)

Menaruh perhatian, ada kepekaan terhadap adanya kondisi, gejala, keadaan, atau masalah tertentu.

2) Merespons

Memberi reaksi terhadap suatu gejala (dan sebagainya) secara terbuka, melakukan sesuatu sebagai respons terhadap gejala itu. 3) Menghargai

Memberi penilaian atau kepercayaan kepada suatu gejala yang cukup konsisten.

4) Organisasi

Mengembangkan nilai-nilai sebagai suatu sistem, termasuk hubungan antar-nilai dan tingkat prioritas nilai-nilai itu.

5) Karakteristik Suatu Nilai atau Perangkat Nilai-nilai

57


(52)

45

Mengadakan sintesis dan internalisasi sistem nilai-nilai dengan cara yang cukup selaras dan mendalam sehingga individu bertindak konsisten dengan nilai-nilai, keyakinan atau cita-cita yang merupakan falsafah dan pandangan hidupnya.

c. Psikomotor

Simson (1966) menyebutkan bahwa domain psikomotor meliputi enam domain mulai dari tingkat yang paling rendah, yaitu persepsi sampai pada tingkat keterampilan tertinggi, yaitu penyesuaian dan keaslian, meskipun demikian Simson masih mempertanyakan satu tingkat terakhir, yaitu penyesuaian dan keaslian. Oleh karena itu, Simson belum memasukkan secara sistematik dalam klasifikasinya. Secara lengkap domain psikomotor adalah:58

1) Persepsi 2) Kesiapan

3) Gerakan Terbimbing 4) Gerakan Terbiasa

5) Gerakan yang Kompleks 6) Penyesuaian dan Keaslian

Domain-domain psikomotor diatas, dapat dijelaska sebagai berikut:

1) Persepsi

58


(53)

46

Persepsi berkenaan dengan penggunaan indera dalam melakukan kegiatan. Seperti mengenal kerusakan mesin dari suaranya yang sumbang atau menghubungkan suara musik dengan tarian tertentu. 2) Kesiapan

Kesiapan perilaku atau kesiapan untuk kegiatan atau pengalaman tertentu. Termasuk di dalamnya mental set (kesiapan mental),

physical set (kesiapan fisik) atau emotional set (kesiapan emosi perasaan) untuk melakukan suatu tindakan.

3) Gerakan Terbimbing

Gerakan terbimbing adalah gerakan yang berada pada tingkat mengikuti suatu model dan ia lakukan dengan cara meniru model tersebut dengan cara mencoba sampai dapat menguasai benar gerakan itu.

4) Gerakan Terbiasa

Gerakan terbiasa adalah berkenaan dengan penampilan respons yang sudah dipelajari dan sudah menjadi kebiasaan, sehingga gerakan yang ditampilkan menunjukkan suatu kemahiran. Seperti menulis halus, menari atau mengatur/atau menata laboratorium. 5) Gerakan yang Kompleks

Gerakan yang kompleks adalah suatu gerakan yang berada pada tingkat keterampilan yang tinggi. Ia dapat menampilkan suatu


(54)

47

tindakan motorik yang mnuntut pola tertentu dengan tingkat kecermatan dan atau keluwesan serta efisiensi yang tinggi.

6) Penyesuaian dan Keaslian

Pada tingkat ini individu sudah berada pada tingkat yang terampil sehingga ia sudah dapat menyesuaikan tindakannya untuk situasi-situasi yang menuntut persyaratan tertentu. Individu sudah dapat mengembangkan tindakan atau keterampilan baru untuk memecahkan masalah-masalah tertentu.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam

Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni faktor dari lingkungan dan faktor yang datang dari diri siswa terutama kemampuan yang dimilikinya. Faktor kemampuan siswa besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai. Seperti dikemukakan oleh Clark bahwa hasil belajar siswa di sekolah 70% dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan.59

Disamping faktor kemampuan yang dimiliki siswa, juga ada faktor lain, seperti motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial, ekonomi, dan faktor fisik dan psikis. Faktor tersebut banyak menarik perhatian para ahli pendidikan untuk diteliti,

59


(55)

48

seberapa jauh kontribusi / sumbangan yang diberikan oleh faktor tersebut terhadap hasil belajar siswa. Adanya pengaruh dari dalam diri siswa, merupakan hal yang logis dan wajar, sebab hakikat perbuatan belajar adalah perubahan tingkah laku individu yang diniati dan disadarinya. Siswa harus merasakan adanya sesuatu kebutuhan untuk belajar dan berprestasi. Ia harus berusaha mengerahkan segala upaya untuk mencapainya.

Sungguhpun demikian hasil yang dapat diraih masih juga bergantung dari lingkungan. Artinya, ada faktor-faktor yang berada di luar dirinya yang dapat menentukan atau mempengaruhi hasil belajar yang dicapai. Salah satu lingkungan belajar yang paling dominan mempengaruhi hasil belajar di sekolah, ialah kualitas pengajaran. Yang dimaksud dengan kualitas pengajaran ialah tinggi rendahnya atau efektif tidaknya proses belajar mengajar dalam mencapai tujuan pengajaran. Hasil belajar pada hakikatnya tersirat dalam tujuan pengajaran. Oleh sebab itu hasil belajar siswa di sekolah dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan kualitas pengajaran. Pendapat ini sejalan dengan teori belajar di sekolah

(Theory Of School Learning) dari Blomm yang mengatakan ada tiga variabel utama dalam teori belajar di sekolah, yakni karakteristik individu, kualitas pengajaran dan hasil belajar siswa. Sedangkan Caroll berpendapat bahwa hasil belajar siswa dipengaruhi oleh lima faktor, yakni, (a) bakat


(56)

49

pelajar, (b) waktu yang tersedia untuk belajar, (c) waktu yang diperlukan siswa untuk menjelaskan pelajaran, (d) kualitas pengajaran, dan (e) kemampuan individu. Empat faktor yang tersebut diatas (a, b, c, e) berkenaan dengan kemampuan individu dan faktor (d) adalah faktor diluar individu (lingkungan).

Kedua faktor diatas (kemampuan siswa dan kualitas pengajaran) mempunyai hubungan berbanding lurus dengan hasil belajar siswa. Artinya, makin tinggi kemampuan siswa dan kualitas pengajaran, makin tinggi pula hasil belajar siswa.

Menurut teori Gestalt, belajar merupakan suatu proses perkembangan. Artinya bahwa secara kodrati jiwa raga anak mengalami perkembangan. Perkembangan sendiri memerlukan sesuatu, baik yang berasal dari diri siswa sendiri maupun pengaruh dari lingkungannya. Berdasarkan teori ini hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua hal, siswa itu sendiri dan lingkungannya. Pertama, siswa; dalam arti kemampuan berpikir atau tingkah laku intelektual, motivasi, minat, dan kesiapan siswa, baik jasmani maupun rohani. Kedua, lingkungan; yaitu sarana dan prasarana, kompetensi guru, kreativitas guru, sumber-sumber belajar, metode serta dukungan lingkungan dan keluarga.


(57)

50

Sudjana mengatakan bahwa hasil belajar yang dicapai oleh siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu:60

a. Faktor Intern (faktor dalam diri siswa) 1) Kecerdasan Anak

Kemampuan inteligensi seseorang sangat mempengaruhi terhadap cepat dan lambatnya penerimaan informasi serta terpecahkan atau tidaknya suatu permasalahan. Kecerdasan siswa sangat membantu pengajar untuk menentukan apakah siswa itu mampu mengikuti pelajaran yang diberikan dan untuk meramalkan keberhasilan siswa setelah mengikuti pelajaran yang diberikan meskipun tidak akan terlepas dari faktor lainnya.

Kemampuan inteligensi merupakan potensi dasar bagi pencapaian hasil belajar yang dibawa sejak lahir. Alfred Binnet membagi inteligensi ke dalam tiga aspek kemampuan, yaitu:

direction, adaptation, dan criticism. Pertama, direction, artinya kemampuan untuk memusatkan kepada suatu masalah yang dipecahkan. Kedua, adaptation, artinya kemampuan untuk mengadakan adaptasi terhadap suatu masalah yang dihadapinya secara fleksibel di dalam menghadapi masalah. Ketiga, criticism,

60


(58)

51

artinya kemampuan untuk mengadakan kritik, baik terhadap masalah yang dihadapi maupun terhadap dirinya sendiri.61

2) Kesiapan atau Kematangan

Kesiapan atau readiness menurut Jamies Drever adalah:

Preparedness to respond or react. Kesiapan adalah kesediaan untuk memberi response atau bereaksi. Sedangkan kematangan adalah suatu tingkat/fase dalam pertumbuhan seseorang, di mana alat-alat tubuhnya sudah siap untuk melaksanakan kecakapan baru. Kesiapan atau kematangan adalah tingkat perkembangan di mana individu atau organ-organ sudah berfungsi sebagaimana mestinya. Dalam proses belajar, kematangan atau kesiapan ini sangat menentukan keberhasilan dalam belajar tersebut. Oleh karena itu, setiap upaya belajar akan lebih berhasil jika dilakukan bersamaan dengan tingkat kematangan individu, karena kematangan ini erat hubungannya dengan masalah minat dan kebutuhan anak.62

3) Bakat

Bakat atau aptitude menurut Hilgard adalah: “the capacity to

learn”. Dengan perkataan lain bakat adalah kemampuan untuk belajar. Kemampuan itu baru akan terealisasi menjadi kecakapan yang nyata sesudah belajar atau berlatih. Orang yang berbakat

61

Ibid, h. 15.

62


(59)

52

mengetik, misalnya akan lebih cepat dapat mengetik dengan lancar dibandingkan dengan orang lain yang kurang/ tidak berbakat di bidang itu.63

Dari uraian di atas jelaslah bahwa bakat itu mempengaruhi belajar. Jika bahan pelajaran yang dipelajari siswa sesuai dengan bakatnya, maka hasil belajarnya lebih baik karena ia senang belajar dan pastilah selanjutnya ia akan lebih giat lagi dalam belajarnya itu. Adalah penting untuk mengetahui bakat siswa dan menempatkan siswa belajar di sekolah yang sesuai dengan bakatnya.

4) Kemauan Belajar

Salah satu tugas guru yang kerap sukar dilaksanakan ialah membuat anak menjadi mau belajar atau menjadi giat untuk belajar. Keengganan siswa untuk belajar mungkin disebabkan karena ia belum mengerti bahwa belajar sangat penting untuk kehidupannya kelak. Kemauan belajar yang tinggi disertai dengan rasa tanggung jawab yang besar tentunya berpengaruh positif terhadap hasil belajar yang diraihnya. Karena kemauan belajar menjadi salah satu penentu dalam mencapai keberhasilan belajar.64 5) Minat

63

Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003), h. 57.

64


(60)

53

Hilgard memberi rumusan tentang minat adalah sebagai berikut: “Interest is persisting tendency to pay attention to and

enjoy some activity or content”.

Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminati seseorang, diperhatikan terus-menerus yang disertai dengan rasa senang. Jadi berbeda dengan perhatian, karena perhatian sifatnya sementara (tidak dalam waktu yang lama) dan belum tentu diikuti dengan perasaan senang, sedangkan minat selalu diikuti dengan perasaan senang dan dari situ diperoleh kepuasan.

Minat besar pengaruhnya terhadap belajar, karena bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa, siswa tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya, karena tidak ada daya tarik baginya. Ia segan untuk belajar, ia tidak memperoleh kepuasan dari pelajaran itu. Bahan pelajaran yang menarik minat siswa, lebih mudah dipelajari dan disimpan, karena minat menambah kegiatan belajar.65

Jika terdapat siswa yang kurang berminat terhadap belajar, dapatlah diusahakan agar ia mempunyai minat yang lebih besar dengan cara menjelaskan hal-hal yang menarik dan berguna bagi

65


(1)

124

diperoleh Fhitung sebesar 0,018 dengan signifikansi 0,005, sedangkan nilai

Ftabel dengan taraf signifikansi 5% diperoleh Ftabel 3,98. Perbandingan

antara keduanya menghasilkan Fhitung < Ftabel atau 0,018 < 3,98. Dengan

demikian penguji menunjukkan menolak Ha.

Maka dapat disimpulkan bahwa Ho diterima dan Ha ditolak. Hal ini

menunjukkan bahwa hipotesis yang berbunyi “pengaruh signifikansi

penggunaan model pembelajaran snowball throwing terhadap peningkatan hasil belajar PAI siswa di SMP Negeri 13 Surabaya ditolak, artinya dengan adanya penggunaan model pembelajaran snowball throwing tidak mampu memberikan dampak yang signifikan dalam meningkatkan hasil belajar PAI Siswa di SMP Negeri 13 Surabaya.

B. Saran

Melihat hasil penelitian di atas, dapat diberikan beberapa saran yang diharapkan akan menjadi bahan pertimbangan bagi SMP Negeri 13 Surabaya di dalam upaya meningkatkan belajar PAI siswa, yaitu:

1. Bagi kepala sekolah diharapkan agar selalu memberikan perhatian kepada siswa dalam semua kegiatan pelajaran, khususnya pada pelajaran PAI dengan memberikan fasilitas yang baik berupa sarana dan media untuk meningkatkan kualitas pendidikan.

2. Bagi guru SMP Negeri 13 Surabaya khususnya pada pelajaran PAI, diharapkan agar terus berupaya menjadi guru yang lebih profesional yakni


(2)

125

dengan meningkatkan kualitas mengajar di kelas. Guru dapat menggunakan berbagai media dan metode pembelajaran yang sesuai dengan materi yang akan disampaikan.

3. Bagi siswa, diharapkan selalu mengamalkan hasil PAI yang didapat, karena Pendidikan Agama Islam bukan hanya dapat menjadi bekal ketika di dunia tetapi juga di akhirat.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Sulaiman. 1995. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Agama RI, Departemen. 2010. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung: Diponegoro. Amirman, Ine dan Zainal Arifin. 1993. Penelitian dan Statistik Pendidikan, Cet.

Ke-1.Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, Suharsimi. 1992. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Azizy. 2002. Pendidikan Untuk Membangun Etika Sosial. Jakarta: Aneka Ilmu.

B. Uno, Hamzah dan Nurdin Mohamad. 2011. Belajar dengan Pendekatan

PAILKEM. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Berlinger, Gage. 1975. Educational Psychology. Chicago: Rand McNally Collage Publishing Company.

Bungin, Burhan. 2005. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Kencana.

Dahlan, M. Djawad. 1984. Model-model Mengajar. Bandung: CV. Diponegoro.

Dalyono, M. 1997. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Daradjat, Zakiah. 2008. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. Depdikbud. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. 1997. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Ghoni, M. Djunaidi dan Fauzan Almanshur. Metodologi Penelitian Pendekatan Kuantitatif. Malang: UIN Malang Press.

H. Burton, William. 1962. The Guidance of Learning Activities. New York: Appleton Century Crofts.


(4)

Hadi, Sutrisno. 1991. Metodologi Research Jilid 1. Yogyakarta:Andi Offset.

. Metodologi Research. Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM.

Ismail. 2008. Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM. Semarang: Rosail Media Group.

Joni, T. Raka. 1980. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: P3G.

Joyce, Bruce dan Marsha Weil. 1986. Model of Teaching. New Jersey: Prentice Hall Inc.,.

M. Gagne, Robert. 1977. The Conditons of Learning. New York : Holt, Rinehart and Winston.

Majid, Abdul. 2012. Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Mardalis. 1995. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi Aksara.

Margono. 1997. Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Maufur, Hasan Fauzi. 2009. Sejuta Jurus Mengajar dan Mengasyikkan. Semarang: PT. Sindua Press.

Media, Team. 2005. Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional. Surabaya: Media Centre.

MKDP Kurikulum dan Pembelajaran, Tim Pengembang. 2011. Kurikulum dan

Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Press.

Muhaimin. 2002. Paradigma Pendidikan Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Mukhtar. 2003. Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Jakarta: CV Misaka Galiza.

Mulyadi, Mohammad. 2012. Penelitian Kuantitatif & Penelitian Kualitatif Serta Praktek Kombinasinya Dalam Penelitian Sosial. Jakarta: Publica Institut.

Mursell. 1995. Mengajar dengan Sukses. Jakarta: Bumi Aksara.


(5)

Narbuko, Chalid & Abu Ahmad. 1997. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Nasution, S. 1995. Kurikulum dan Pengajaran. Jakarta: Bumi Aksara. . 1996. Metode Research. Jakarta: Bumi Aksara.

Nazir, Moh. 2009. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Pendidikan Nasional, Menteri. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Poerwadarminta, W.J.S. 1991. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Cet. Ke-12. Jakarta: Balai Pustaka.

R. Hilgard, Ernest. 1962. Introduction to Psychology. New York: Harcourt Brace and World Inc.,.

Ridwan dan Sunarto. 2009. Pengantar Statistika; Untuk Penelitian Pendidikan, Sosial, Ekonomi, Komunikasi dan Bisnis. Bandung: Alfabeta.

Salaiman, Wahid. 2004. Analisis Regresi Menggunakan SPSS (Contoh Kasus dan Pemecahannya). Yogyakarta: Andi.

Sandjaja & Albertus Heriyanto. 2011. Panduan Penelitian edisi revisi. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.

Sangadji, Etta Mamang & Sopiah. 2010. Metodologi Penelitian - Pendekatan Praktis dalam Penelitian. Yogyakarta: ANDI.

Sanjaya, Wina. 2005. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis

Kompetensi. Jakarta: Kencana.

. 2008. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Kencana.

Setiawan, Benni. 2008. Agenda Pendidikan Nasional: Analisis Pendidikan Nasional. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Shoimin, Aris. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.


(6)

Siregar, Eveline dan Hartini Nara. 2011. Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor: Ghalia Indonesia.

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Soemanto, Wasty. 1990. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta, 1990). Subagyo, Joko. 2004. MetodePenelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Sudjana, Nana. 1989. Penilaian Hasil Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

. 1989. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Sudjono, Anas. 1992. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: Rajawali Press. Suprijono, Agus. 2013. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Suryabrata, Sumadi. 1998. Metodologi Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Susanto, Ahmad. 2014. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Kencana.

Syah, Muhibbin. 1997. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Tafsir, Ahmad. 1996. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

W. Jonhson, David. 1999. Learning Together and Alone. Boston University of Minnesota.

Witherington, H.C. 1952. Educational Psychology. California: Ginn.

Yusuf, Tayar. 1986. Ilmu Praktek Mengajar (Metodik Khusus Pengajaran Agama). Bandung: al-Ma’arif.


Dokumen yang terkait

Penerapan metode snowball throwing dalam peningkatan keterampilan berbicara siswa kelas III MI Pembangunan UIN Jakarta

2 10 164

Pengaruh model cooperative learning tipe snowball throwing terhadap hasil belajar matematika siswa

0 34 169

Penggunaan Model Pembelajaran Snowball Throwing Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar IPS Pada Siswa Kelas VIII-4 Di SMP PGRI 1 Ciputat

1 4 249

Peningkatan hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball 0hrowing pada siswa kelas III MI Hidayatul Athfal Depok

0 10 0

Upaya Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Pai Mupaya Meningkatan Motivasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran PAI Materi Kisah Nabi Adam As Dan Nabi Muhammad Saw Melalui Metode Snowball Throwing Di Kelas Iv Sdn Jatiwaringin Iv Bekasi

1 7 106

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN SNOWBALL THROWING TERHADAP HASIL BELAJAR PENGAWETAN BAHAN NABATI SISWA KELAS X SMA NEGERI 20 MEDAN.

0 4 22

PERBANDINGAN PENGGUNAAN PEMBELAJARAN SNOWBALLING DAN SNOWBALL THROWING TERHADAP HASIL BELAJAR Perbandingan Penggunaan Pembelajaran Snowballing Dan Snowball Throwing Terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Banyudono Boyolali Tahun Pel

0 1 15

PERBANDINGAN PENGGUNAAN PEMBELAJARAN SNOWBALLING DAN SNOWBALL THROWING TERHADAP HASIL BELAJAR Perbandingan Penggunaan Pembelajaran Snowballing Dan Snowball Throwing Terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Banyudono Boyolali Tahun Pel

0 1 11

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL SNOWBALL THROWING TERHADAP HASIL BELAJAR PKn KELAS V DI SEKOLAH DASAR

0 0 13

PENGARUH MODEL SNOWBALL THROWING TERHADAP HASIL BELAJAR IPS DI SD

0 0 9