ANALISIS PERBEDAAN KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN SEBELUM DAN SESUDAH AKUISISI YANG DIUKUR DENGAN METODE EVA PADA PT. UNGGUL INDAH CAHYA Tbk.

(1)

ANALISIS PERBEDAAN KINERJA KEUANGAN

PERUSAHAAN SEBELUM DAN SESUDAH AKUISISI YANG

DIUKUR DENGAN METODE EVA PADA

PT. UNGGUL INDAH CAHYA Tbk

 

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Jurusan Akuntansi

Diajukan oleh :

Tabita Mina Sari

0613010124/FE/EA

Kepada

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR


(2)

SKRIPSI

ANALISIS PERBEDAAN KINERJA KEUANGAN

PERUSAHAAN SEBELUM DAN SESUDAH AKUISISI YANG

DIUKUR DENGAN METODE EVA PADA

PT. UNGGUL INDAH CAHYA Tbk

Yang Diajukan

Tabita Mina Sari

0613010124/FE/EA

Disetujui untuk Ujian Lisan oleh :

Pembimbing Utama

Rina Mustika, SE. MMA Tanggal : ………

Mengetahui

Pembantu Dekan I Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Drs. Ec. Saiful Anwar, MSi NIP. 030 194 437


(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Tuhan YME yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan karuniaNya yang tak terhingga sehingga saya berkesempatan menimba ilmu hingga jenjang Perguruan Tinggi. Berkat rahmatNya pula memungkinkan saya untuk menyelesaikan skripsi dengan judul “ANALISIS PERBEDAAN KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN SEBELUM DAN SESUDAH AKUISISI YANG DIUKUR DENGAN METODE EVA PADA PT. UNGGUL INDAH CAHAYA Tbk.”

Sebagaimana diketahui bahwa penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (SE). Walaupun dalam penulisan skripsi ini penulis telah mencurahkan segenap kemampuan yang dimiliki, tetapi penulis yakin tanpa adanya saran dan bantuan maupun dorongan dari beberapa pihak maka skripsi ini tidak akan mungkin dapat tersusun sebagaimana mestinya.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak. Dr. Dhani Ichsanuddin Nur, MM selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Surabaya.

3. Bapak. Drs. Ec. Saiful Anwar, MSi selaku Wakil Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Surabaya

4. Ibu Dr. Sri Trisnaningsih, MSi selaku Ketua Progdi Akuntansi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.


(4)

iv

5. Ibu Rina Mustika, SE. MMA selaku Dosen Pembimbing dan Dosen Wali yang dengan kesabaran dan kerelaan telah membimbing dan memberi petunjuk yang sangat berguna sehingga terselesaikannya skripsi ini.

6. Kedua orang tua yang telah memberikan doa, kasih sayang, dukungan dan bantuannya secara moril maupun materiil yang telah diberikan selama ini sehingga mampu menghantarkan penulis menyelesaikan studinya.

7. Keluarga, Sahabat-sahabat yang telah memberikan semangat dalam menyelesaikan penyusunan skripsi.

8. Para Dosen yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis selama menjadi mahasiswa di Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan didalam penulisan skripsi ini, oleh karenanya penulis senantiasa mengharapkan kritik dan saran bagi perbaikan di masa mendatang. Besar harapan penulis, semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pembaca.

Surabaya, Juni 2010


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul……….……… i

Usulan Penelitian……….………... ii

Kata Pengantar……….….….…. iii

Abstraksi………. v

Daftar Isi……….……..…..…. vi

Daftar Tabel……….………… ix

Daftar Gambar……….….………… x

Daftar Lampiran………..……… xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang………....….. 1

1.2. Rumusan Masalah………...….. 7

1.3. Tujuan Penelitian………... 7

1.4. Manfaat Penelitian……….….….. 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hasil Penelitian Terdahulu………..…... 9

2.2. Landasan Teori……….……. 14

2.2.1. Pengertian kinerja……….…… 14

2.2.1.1. Tujuan Pengukuran Kinerja………...….. 16

2.2.1.2. Alat Pengukur Kinerja Keuangan………...……. 17

2.2.2. Pengertian Akuisisi……….……... 18

2.2.2.1. Motivasi dan Tujuan Melakukan Akuisisi.….… 19

2.2.2.2. Konsep Nilai Akuisisi………..…… 23

2.2.2.3. Motif Akuisisi………..… 25

vi   


(6)

2.2.2.4. Alasan Akuisisi……….. 28

2.2.2.5. Manfaat Akuisisi……… 30

2.2.2.6. Bentuk-Bentuk Akuisisi……….… 32

2.2.2.7. Faktor-faktor Keberhasilan Akuisisi……….…. 35

2.2.3. Pengertian EVA……….…. 36

2.2.3.1.Kelebihan EVA………..…. 38

2.2.3.2. Kelemahan EVA………....… 39

2.2.3.3. Manfaat EVA………..…... 40

2.2.3.4. Langkah-langkah menghitung EVA……..…… 41

2.3. Kerangka Pikir………..………..……. 45

2.3.1. Hubungan Antara Akuisisi dengan Kinerja Keuangan... 45

2.4. Hipotesis Penelitian………. 47

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel…….………. 48

3.2. Teknik Penentuan Sampel……….………….. 49

3.2.1. Populasi……….………….. 49

3.2.2. Sampel………..……… 50

3.3. Teknik Pengumpulan Data………..…….…… 50

3.3.1. Jenis Data……….…...………. 50

3.3.2. Sumber Data………....………. 51

3.3.3. Pengumpulan Data………...……… 51

3.4. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis……… 51

3.4.1. Teknik Analisis Data……… 51

3.4.1.1. Uji Normalitas……….. 52

3.4.2. Uji Hipotesis………... 52

vii   


(7)

viii   

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Objek Penelitian………. 54

4.1.1. Sejarah Pasar Modal di Indonesia……….……… 54

4.1.1.1. Sejarah PT. Bursa efek Indonesia (BEI)……. 57

4.1.2. PT. Unggul Indah Cahaya Tbk…..………...…… 59

4.1.2.1. Visi dan Misi Perusahaan………..……… 60

4.2. Deskripsi Hasil Penelitian……….… 61

4.2.1 Analisis Perhitungan EVA Sebelum dan Sesudah Akuisisi………..………..… 62

4.3. Tehnik Analisis Data……….……….. 67

4.3.1. Uji Normalitas……….……… 67

4.4. Uji Hipotesis……… 68

4.5. Pembahasan………. 69

4.5.1. Perbedaan Hasil Penelitian Sekarang Dengan Penelitian Terdahulu……….….…. 71

4.5.2. Keterbatasan Penelitian………..……… 72

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan……….……….……… 73

5.2. Saran………..……..………. 73 DAFTAR PUSTAKA


(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4 Hasil Perhitungan Biaya Modal Hutang………... 62

Tabel 5 Hasil Perhitungan Biaya Modal Saham………... 63

Tabel 6 Hasil Perhitungan Komposisi Modal Hutang..……….... 64

Tabel 7 Hasil Perhitungan Komposisi Modal Saham.……….. 64

Tabel 8 Hasil Perhitungan Biaya Modal Rata-rata tertimbang (WACC)….. 65

Tabel 9 Hasil Perhitungan EVA (Economic Value Added)..………... 66

Tabel 10 Hasil Uji Normalitas………..………... 68

Tabel 11 Hasil Uji PAIRED SAMPLE t TEST………... 68

Tabel 12 Rangkuman Penelitian Ssekarang Dengan Penelitian Dahulu…… 71


(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1.1 Grafik Tingkat Profitabilitas……….….….. 4 Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir……….….… 46


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Perhitungan EVA (Economic Value Added) Lampiran 2 Input Data EVA (Economic Value Added) Lampiran 3 Hasil Uji Normalitas

Lampiran 4 Hasil Uji PAIRED SAMPLE t TEST


(11)

ANALISIS PERBEDAAN KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN SEBELUM DAN SESUDAH AKUISISI YANG

DIUKUR DENGAN METODE EVA PADA PT. UNGGUL INDAH CAHYA Tbk

Oleh:

TABITA MINA SARI

Abstrak

Akuisisi merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan perusahaan – perusahaan untuk mencapai sasaran strategis dan sasaran financial tertentu. Tujuan utama dari akuisisi adalah sinergi. Sinergi merupakan suatu keadaan yang menggambarkan nilai dari perusahaan yang bergabung lebih besar dari nilai perusahaan yang belum digabung. Judul yang diambil dari penelitian ini adalah “ Analisis Perbedaan Kinerja Keuangan Sebelum dan Sesudah Akuisisi Yang Diukur Dengan Metode Economic Value Added”.

Tehnik pengumpulan data bedasarkan purposive sampling, data yang digunakan adalah data sekunder dengan sampel data sebanyak tiga tahun sebelum akuisisi (tahun 2002 – tahun 2004) dan tiga tahun sesudah akuisisi (tahun 2006 – 2008). Data yang diperoleh diolah dengan metode Economic Value Added, sedangkan uji hipotesis menggunakan uji t.

Hipotesis yang menyatakan “diduga terdapat perbedaan perubahan kinerja keuangan perusahaan sebelum dan sesudah akuisisi yang diukur dengan metode

Economic Value Added (EVA)”, pada PT. UNGGUL INDAH CAHAYA Tbk, telah

teruji dan tidak terbukti perbedaannya hal ini dapat diketahui bahwa nilai thitung -1.373

taraf signifikan 0,303 maka Ho diterima dengan kesimpulan bahwa tidak terdapat perbedaan kinerja keuangan sebelum dan sesudah akuisisi yang diukur dengan metode

Economic Value Added (EVA).

Kata kunci : Akuisisi, Sinergi, Economic Value Added


(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Harapan logis dari setiap perusahaan adalah kontinuitas usaha atau going

concern. Hal ini iuga berarti setiap perusahaan didirikan dengan tujuan untuk

hidup dalam jangka waktu panjang. Dalam usaha menjalankan konsep tersebut bagi kelangsungan hidupnya perusahaan harus mampu bertahan menghadapi tuntutan dan perubahan dalam lingkungan bisnis yang dipilih.

Di dunia saat ini mulai marak akuisisi internal melanda perusahaan - perusahaan publik di negeri ini. Pola ini dianggap sebagai cara untuk memperbaiki kinerja keuangan sekaligus mengamankan investasi. Alasannya dilakukan akuisisi internal adalah karena langsung dapat menghasilkan keuntungan ketimbang harus mendirikan perusahaan baru, disamping itu akuisisi ini juga telah berhasil meningkatkan efesiensi perusahaan, dengan mencakup semua dalam satu manajemen dan jelaslah bahwa tujuan melakukan akuisisi internal itu adalah memperbaiki kinerja keuangan perusahaan. Selain itu menurut Payamta (2004 : 266) alasan perusahaan melakukan Merger dan Akuisisi adalah untuk memperoleh sinergi, strategik opportunities dan meningkatkan efektivitas.


(13)

Pada umumnya tujuan dilakukannya Merger dan Akuisisi adalah mendapatkan sinergi atau nilai tambah. Keputusan untuk Merger dan Akuisisi bukan sekedar menjadikan dua ditambah dua menjadi empat tetapi Merger dan Akuisisi harus menjadikan dua menjadi lima. Nilai tambah yang dimaksud tersebut lebih bersifat jangka panjang dibanding nilai tambah yang hanya bersifat sementara saja. Oleh karena itu, ada tidaknya sinergi suatu Merger dan Akuisisi tidak bisa dilihat beberapa saat setelah Merger dan Akuisisi terjadi, tetapi diperlukan waktu yang relatif panjang. Sinergi yang terjadi sebagai akibat penggabungan usaha biasa berupa turunnya biaya rata – rata per unit karena naiknya skala ekonomi, maupun sinergi keuangan yang berupa kenaikan modal.

Banyak cara yang dilakukan oleh perusahaan agar dapat memenangkan persaingan, salah satunya adalah melalui pengembangan usaha dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Pengembangan usaha melalui pemilihan beberapa macam bisnis inti maupun konsentrasi pada satu atau dua bisnis biasanya dilakukan dengan alasan untuk memperoleh keuntungan melalui sinergi yaitu peningkatan kinerja dari gabungan dua perusahaan melebihi jika dua perusahaan itu bekerja sendiri – sendiri. Pengembangan usaha tersebut dapat dilakukan dengan cara mengembangkan atau membangun sendiri masing – masing bisnis maupun dengan cara mengambil alih (akuisisi) perusahaan lain.

Pada penelitian Isnani dan Iswati, meneliti pengaruh merger terhadap kinerja keuangann: analisis economic value added (EVA) pada Bank Lippo yang dilakukan pada tahun 1987 – 1991.


(14)

Hasil penelitian menunjukkan kinerja keuangan Bank Lippo sesudah merger ternyata kurang baik dibandingkan dengan sebelum merger, ini bisa dilihat dari nilai EVA yang negatif, namun penurunan pada tahun 1991 semakin mengecil, sehingga ada harapan pada tahun – tahun berikutnya Bank Lippo dapat meningkatkan kinerjanya, memiliki EVA positif (Majalah Ekonomi, 2001 : 198).

Di Indonesia karena didorong semakin besarnya pasar modal transaksi merger dan akuisisi semakin banyak dilakukan. Pada bulan juli 1995, PT. Indofood sukses makmur yaitu produsen mie instant telah mengakuisisi saham PT. Bogasari dengan nilai Rp. 1,86 triliun. Kasus ini merupakan kasus internal yang terjadi dalam grup salim, alasan Indofood mengakuisisi Bogasari adalah agar pasokan terigu bagi Indofood tetap terjaga. Mungkin alasan tersebut dianggap sebagai monopoli para pemegang saham mayoritas yaitu untuk mendapat uang sebanyak-banyaknya demi kepentingan sendiri. Selain mengakuisisi Bogasari PT. Indofood juga melakukan akuisisi terhadap PT. Asia Food yaitu perusahaan bahan makanan. PT. Indofood mengakuisisi PT. Asia Food disebabkan karena adanya persaingan sejenis, persaingan tersebut muncul dari PT. Wings Food yang meluncurkan produknya mie sedap. Sejak hadirnya mie sedap para petinggi Indofood tidak dapat tidur dengan nyenyak, mereka dituntut untuk memperbaiki kinerja perusahaaannya agar tidak kalah bersaing dengan mie sedap, karena mie sedap merupakan produk yang relatif baru mampu menggait pangsa pasr mie instant sebesar 15% - 20%, padahal Indofood sang pemimpin pasar adalah


(15)

penguasa yang sangat dominan dan bertahan selama puluhan tahun diposisinya (Swasembada, 2006).

Dalam melakukan akuisisi terhadap perusahaan lain, maka yang perlu diperhatikan adalah dengan adanya akuisisi tersebut perusahaan – perusahaan akuisitor mendapatkan keuntungan, begitu juga halnya dengan perusahaan yang diakuisisi. PT. Unggul Indah Cahya Tbk merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang Kimia telah melakukan akuisisi terhadap PT. Wiranusa Grahatama (WG) yang dilakukan pada tahun 2005.

Grafik 1.1. Tingkat Profitabilitas

Sumber : Data diolah dari BEI laporan keuangan tahun 2002 - 2008

Alasan PT. Unggul Indah Cahya Tbk mengakuisisi PT. Wiranusa Grahatama (WG) adalah ingin memperoleh memperoleh laba yang tinggi dari sebelumnya. Laba dari PT. Unggul Indah Cahya Tbk sebelum mengakuisisi PT. Wiranusa Grahatama (WG) adalah $ 17.505.401 tetapi setelah PT. Unggul Indah Cahya Tbk melakukan akuisisi, laba yang diperoleh justru turun $. 1.249.838,


(16)

hal ini memang bukan hasil yang diinginkan oleh PT. Unggul Indah Cahya Tbk tetapi mungkin ini adalah masa adaptasi dimana perusahaan tersebut melakukan akuisisi (laporan keuangan Unggul Indah Cahya Tbk).

Akuisisi pada umumnya menyangkut jumlah pengeluaran modal yang relatif besar. Modal suatu perusahaan dibiayai melalui hutang dan modal sendiri. Hal ini berarti investasi akan mempertaruhkan kepentingan dan harapan pemegang saham dan kreditur. Meskipun akuisisi mempertaruhkan kepentingan dengan tujuan mencapai sinergi pada kenyataanya tidak semua akuisisi berdampak positif baik bagi pengakuisisi maupun perusahaan yang diakuisisi. Kemungkinan yang terjadi adalah hilangnya uang pemegang saham pengakuisisi karena akuisisi tidak dapat mengembalikan biaya modal yang dikeluarkan. Bagi perusahaan yang diakuisisi, kerugian mungkin timbul karena akuisisi tidak meningkatkan kinerja perusahaan.

Pengambilan keputusan akuisisi daripada alternatif lainnya (misalnya membangun sendiri) tentunya akan melewati pertimbangan yang matang dan keputusan akuisisi pasti mengandung harapan untuk saling menguntungkan dalam arti akan terjadi peningkatan kinerja setelah diakuisisi. Karenanya kinerja perusahaan perlu dinilai untuk mengetahui peningkatan atau kemunduran yang telah terjadi. Untuk selanjutnya dapat menjadi masukan bagi pengambilan keputusan yang dipandang perlu. Oleh karena itu diperlukan alat untuk mengukur kinerja perusahaan, terutama yang mempertimbangkan harapan pemegang saham kreditur.


(17)

Menurut Agnes Sawir (2005 : 48), EVA (Economic Value Added) adalah salah satu cara untuk menilai kinerja keuangan. EVA merupakan indikator tentang adanya penambahan nilai dari suatu investasi. EVA yang positif menunjukkan bahwa manajemen perusahaan berhasil meningkatkan nilai perusahaan bagi pemilik perusahaan sesuai dengan tujuan manajemen keuangan memaksimumkan nilai perusahaan.

Pengukuran kinerja perusahaan dengan menggunakan Economic Value

Added (EVA) ini menyajikan suatu ukuran yang tepat untuk menjalankan stockholders satisfaction concepts yakni memperhatikan kepentingan dalam

memperoleh laba, suatu perusahaan harus secara adil mempertimbangkan harapan setiap Capital Providers yaitu kreditur dan pemegang saham.

EVA positif menunjukkan tingkat kompensasi yang lebih tinggi dari tingkat biaya modal. Ini menunjukan bahwa manajemen telah berhasil menciptakan peningkatan kekayaan (create value) bagi perusahaan atau pemilik modal. Kondisi EVA negative menunjukkan keadaan yang sebaliknya.

Menurut Mardhatillah (2007 : 63), Economic Value Added saat ini telah diterima sebagai suatu pendekatan untuk menghitung kinerja keuangan suatu perusahan. EVA juga sangat berkaitan dengan kemampuan perusahaan dalam menciptakan kesejahteraan shareholder. Karena itu nilai EVA suatu perusahaan atau banyak perusahaan dapat dianggap sebagai perusahaan atau banyak perusahaan dapat dianggap sebagai informasi keuangan yang penting bagi investor maupun calon investor pasar modal.


(18)

Value Added (EVA) selain sebagai alat ukur performance sebuah

perusahaan, EVA juga dapat digunakan sebagai basis atau dasar didalam pemberian bonus bagi karyawan – karyawan yang ada pada divisi dan yang memiliki tingkat nilai EVA yang positif (Nilawati, 2004 : 151). EVA mencoba untuk mengukur tambahan nilai yang dihasilkan oleh sebuah firma dengan mengambil ke dalam Account Cost of Capital.

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka peneliti mengambil judul “Analisis Perbedaan Kinerja Keuangan Perusahaan Sebelum dan Sesudah Akuisisi Yang Diukur Dengan Metode EVA Pada PT. Unggul Indah Cahya Tbk”.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dibuat rumusan masalah “Apakah Terdapat Perbedaan Kinerja Keuangan PT. Unggul Indah Cahya Tbk Sebelum dan Sesudah Akuisisi yang Diukur dengan Metode EVA’’.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah membuktikan secara empiris Adanya Perbedaan Perubahan Kinerja Keuangan PT. Unggul Indah Cahya Tbk Sebelum dan Sesudah Akuisisi yang Diukur dengan Metode EVA.


(19)

8 1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Bagi Peneliti

Memperoleh gambaran mengenai masalah yang dihadapi perusahaan dan menambah pengetahuan mengenai konsep EVA.

2. Bagi Perusahaan

a. Mengukur perubahan kinerja keuangan perusahaan dengan metode EVA.

b. Memberikan masukan sebagai bahan pertimbangan yang dapat digunakan untuk menentukan langkah dan strategi perusahaan selanjutnya.

3. Bagi Pihak Lain

Berguna untuk referensi bagi pihak – pihak yang ingin mengenal lebih dalam tentang pengukuran kinerja keuangan perusahaan dengan menggunakan analisis EVA.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hasil Penelitian Terdahulu

Bagian ini berisi fakta atau temuan serta penelitian yang telah dilakukan peneliti terlebih dahulu yang berhubungan dengan permasalahan dalam

penelitian ini.

1. SETIAWAN (2004)

Judul : Analisis Pengaruh Merger dan Akuisisi terhadap Kinerja Perusahaan Publik di Indonesia.

Permasalahan : 1. Apakah praktik Merger dan Akuisisi berpengaruh pada kondisi internal perusahaan yang diukur berdasarkan data akun (rasio keuangan) ?

2. Apakah ada perbedaan return saham setelah terjadi Merger dan Akuisisi ?

Hipotesis : H1 : Dari pengujian 10 rasio keuangan hanya 3 rasio yang

berbeda signifikan yaitu Total Assets Turnover, ROI dan ROE. Berbeda karena mengalami penurunan setelah melakukan Merger dan Akuisisi dan juga menunjukkan indikasi kinerja perusahaan mengalami penurunan sesudah Merger dan Akuisisi.


(21)

H2 : Melalui pengujian ternyata return saham yang

diamati sesudah kejadian Merger dan Akuisisi berbeda dengan return saham perusahaan tersebut untuk periode sebelumnya.

Kesimpulan : 1. Melalui pengujian terhadap semua rasio keuangan tidak berbeda secara signifikan, jadi kinerja perusahaan manufaktur setelah melakukan Merger dan Akuisisi ternyata tidak mengalami perbaikan dibandingkan dengan sebelum melakukan Merger dan Akuisisi.

2. Hasil pengujian terhadap rasio keuangan diperlukan dengan hasil pengujian terhadap abnormal return perusahaan yang melakukan Merger dan Akuisisi, Abnormal return sesudah pengumuman Merger dan Akuisisi justru (-) negative, sedangkan sebelum pengumuman Merger dan Akuisisi abnormal retur (+) positif artinya kinerja perusahaan dari sisi kinerja saham justru mengalami penurunan setelah pengumuman Merger dan Akuisisi.


(22)

2. HUDAYATI (1997)

Judul : MERGER dan AKUISISI

Berbagai Permasalahan dan Kemungkinan Penyalahgunaannya

Permasalahan : Adakah permasalahan setelah terjadinya Merger dan Akuisisi?

Hipotesis : Setelah terjadinya Merger dan Akuisisi atau penggabungan usaha banyak permasalahan yang terjadi yang salah satunya pencatatan atas perolehan aktiva.

Kesimpulan : Penggabungan usaha atau Merger dan Akuisisi memberikan dampak yang besar yaitu pencatatan atas perolehan aktiva, kewajiban dan ekuitas (modal). Masalah ini sangat penting karena besarnya perolehan aktiva yang dicatat akan mempengaruhi laporan keuangan yang dihasilkan dan untuk akuisisi akan mempengaruhi laporan konsulidasi.

3. KUSUMA dan AYU UDIANA SARI (2003)

Judul : Manajemen Laba OLeh Perusahaan Pengakuisisi Sebelum Marger dan Akuisisi di Indonesia.

Permasalahan : Adakah praktek manajemen laba oleh perusahaan sebelum Merger dan Akuisisi ?

Hipotesis : Menurut pengujian terhadap operating earning’s, total

accrual dan operating cash flow tidak menunjukkan adanya


(23)

manajemen laba secara keseluruhan hasil pengujian dengan menggunakan model James terhadap manajemen laba sebelum merger dan akuisisi memberikan bukti yang lemah. Kesimpulan : Dengan pengujian pada periode 3 (tiga) tahun sebelum

marger dan akuisisi terhadap perubahan operating earning’s,

total accrual dan operating cash flow tidak memberikan bukti

adanya manajemen laba sebelum Merger dan Akuisisi. 4. Nilawati (2004)

Judul : Analisis ROI dan EVA terhadap Return on shares LQ 45 di Bursa Efek Jakarta.

Permasalahan : 1. Apakah ROI berpengaruh pada Return On Shares ?

2. Apakah EVA berpengaruh pada Return On Shares?

Hipotesis : H1 : Melalui pengujian – pengujian yang telah ilakukan didapatkan hasil bahwa tidak terjadi korelasi yangtinggi diantara variable independent sehingga ROI tidak cocok untuk dipakai dalam Return On

Shares.

H2 : EVA juga tidak berpengaruh pada Return Saham karena tidak terbentuknya pola tertentu yang jelas (garis atau bergelombang).


(24)

Kesimpulan : Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, ternyata ROI dan EVA tidak memiliki pengaruh terhadap Return Saham.

5. Taufik Hidayat (2006)

Judul : Perbandingan Pengaruh EVA dan Pengukuran Kinerja Lainnya Terhadap Imbal Saham di Indonesia.

Permasalahan : 1. Apakah EVA mengungguli kinerja lainnya dalam menjelaskan imbal saham?

2. Apakah EVA mengungguli kinerja lain dalam menjelaskan imbal saham dengan analisa Incremental Information

Content?

Hipotesis : H1 : Dari hasil pengujian dihasilkan EVA bukanlah yang

paling unggul dalam menjelaskan imbal saham. H2 : Dengan pengujian yang dilakukan nilai Incremental R2

dapat dilihat bahwa EBEI dan CFO memiliki nilai

Incremental yang lebih rendah dibandingkan EVA dan

RI sehingga dihasilkan bahwa EBEI dan CFO lebih dapat dijelaskan variasi pada imbal hasil saham dibandingkan EVA dan RI.

Kesimpulan : 1. EVA bukanlah yang paling unggul dapat dilihat dari EBEI dan lebih dapat menjelaskan variasi pada imbalan hasil saham dibandingkan EVA, CFO, dan RI.


(25)

2. Melalui tabel Incremental Information content disimpulkan bahwa EBEI dan CFO lebih dapat menjelaskan daripada EVA dan RI.

2.2. Landasan Teori 2.2.1. Pengertian Kinerja

Setiap organisasi (termasuk perusahaan) akan selalu dihadapkan pada permasalahan menyangkut kinerja. Kinerja sangat penting artinya bagi setiap organisasi, sehingga hampir semua organisasi menggunakan kinerja untuk mengukur kemampuan, keberhasilan dan kegagalan mereka didalam mengelola sunber daya agar tercapai tujuan secara efektif dan efesien.

Pengertian kinerja perusahaan menurut Helfert (1997 : 67) mengemukakan sebagai berikut :

Kinerja perusahaan adalah hasil dari semua keputusan manajemen yang dilakukan secara terus menerus. Oleh karena itu untuk menilai kinerja perusahaan perlu mengaitkannya dengan kinerja keuangan kumulatif dan ekonomi dari keputusan – keputusan itu. Analisis kinerja keuangan ini didasarkan pada data keuangan yang dipublikasikan, seperti dengan prinsip – prinsip akuntansi yang lazim digunakan.


(26)

Informasi mengenai kinerja perusahaan sangat dibutuhkan oleh banyak pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan karena informasi tersebut diperlukan untuk dapat melakukan evaluasi terhadap kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kas, setara kas dan kepastian dari hasil tersebut.

Menurut Prastowo (2005 : 54 - 55) pihak yang berkepentingan dengan informasi perusahaan adalah:

1. Para pemegang saham (investor)

Untuk pengambil keputusan apakah tetap mempertahankan atau menjual saham, apakah manajemen yang sekarang harus diganti atau dipertahankan dan apakah perusahaan setuju untuk menerbitkan atau memperoleh pinjaman baru.

2. Para kreditor

Untuk menilai apakah laba yang diperoleh akan mampu digunakan untuk membayar beban bunga dan apakah perusahaan mempunyai prospek dalam memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo.

3. Para manajer

Untuk menilai apakah perusahaan mempunyai kemampuan untuk membayar deviden, apakah cukup tersedia dana untuk pengembangan usaha serta apakah ada kemungkinan keberhasilan perusahaan di masa yang akan datang.

4. Analis kredit

Untuk dapat mengevaluasi resiko kredit.


(27)

5. Analis Sekuritas

Sebagai dasar penentuan nilai sekuritas.

2.2.1.1. Tujuan Pengukuran Kinerja

Menurut Munawir (1995 : 31), tujuan dari kinerja keuangan perusahaan adalah:

1. Untuk mengetahui tingkat likuiditas yaitu menunjukkan kemampuan suatu perusahaaan memenuhi kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi, atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan pada saat ditagih.

2. Untuk mengetahui tingkat solvabilitas yaitu menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban apabila perusahaan tersebut dilikuidasi, baik kewajiban keuangan jangka pendek maupun jangka panjang.

3. Untuk mengetahui tingkat rentabilitas yaitu menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu.

4. Untuk mengetahui tingkat stabilitas usaha yaitu menunjukkan kemampuan perusahaan melakukan usahanya dengan stabil, yang diukur dengan mempertimbangkan kemampuan perusahaan untuk membayar beban bunga atas hutang – hutangnya dan akhirnya membayar kembali hutang – hutang tersebut tepat pada waktunya, serta kemampuan perusahaan untuk


(28)

membayar deviden secara teratur kepada para pemegang saham tanpa mengalami hambatan atau krisis keuangan.

2.2.1.2. Alat Pengukur Kinerja Keuangan

Pengukuran kinerja merupakan komponen utama dalam sistem pengendalian manajemen. Pengukuran kinerja biasanya dikembangkan pada badan usaha terderentralisasi. Hasil dari pengukuran kinerja akan mengontrol kinerja orang – orang dalam badan usaha karna dasar untuk menentukan penghargaan yang akan diperoleh.

Menurut Hansen dan Mowen (1995 : 769 - 778) terdapat 3 (tiga) alternatif dari alat pengukur kinerja :

1. Return On Investment (ROI). 2. Residual Income.

3. Economic Value Added.

Menurut Hansen dan Mowen (1995 : 829) Economic Value Added dapat dihitung dengan rumus :

EVA = laba operasi setelah pajak – (rata – rata tertimbang biaya modal X total modal yang digunakan).

Economic Value Added adalah laba operasi setelah pajak dikurangi

total biaya modal tahunan. Hal ini tentu berbeda dengan Residual Income yang menginginkan minimum expected rate of return. ROI, Residual Income dan

Economic Value Added adalah alat pengukur kinerja keuangan, namun


(29)

disadari bahwa fokus hanya pada hal – hal yang bersifat keuangan dan tidak akan memberi penjelasan secara keseluruhan akan suatu badan usaha untuk itu juga dikembangkan dan digunakan alat pengukur kinerja non-keuangan yang meliputi : pangsa pasar, kepuasan pelanggan dan rasio perputaran karyawan.

2.2.2. Pengertian Akuisisi

Akuisisi adalah pengambilalihan kepemilikan atau pengendalian atas saham atau asset suatu perusahaan oleh perusahaan lain, dan dalam peristiwa ini baik perusahaan pengambilalih atau yang diambil alih tetap eksis sebagai badan hukum yang terpisah.

Akuisisi adalah suatu penggabungan usaha dimana satu perusahaan, yaitu pengakuisisi memperoleh kendali atas aktiva neto dan operasi perusahaan yang diakuisisi (Hudayati, 1997 : 185). Akuisisi ini dilakukan dengan memiliki sebagian besar (lebih dari 50%) saham perusahaan lain. Jika dalam merger dan konsulidasi perusahaan yang bergabung secara hukum sudah bubar tetapi dalam akuisisi kedua perusahaan yang bergabung secara hukum tetap berdiri.

Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas mendefenisikan akuisisi sebagai berikut:

“Akuisisi adalah suatu penggabungan usaha dimana salah satu perusahaan,

yaitu pengakuisisi (acquirer) memperoleh kendali atas aktiva neto dan operasi


(30)

perusahaan yang diakuisisi (acquiree), dengan memberikan aktiva tertentu, mengakui suatu kewajiban, atau mengeluarkan saham’’.

Pengertian akuisisi menurut PSAK no. 22 (2004 : 22.3) paragraf 8 adalah “ Akuisisi adalah suatu penggabungan usaha dimana salah satu perusahaan yaitu pengakuisisi (acquirer) memperoleh kendali atas aktiva neto dan opersi perusahaan yang diakuisisi, dengan memberikan aktiva tertentu mengakui suatu kewajiban, dan mengeluarkan saham”.

Dalam hal ini tentunya jika perusahaan yang akan diambil alih berbentuk PT dan kadangkala cara tersebut diikuti dengan adanya suatu perubahan atau penggantian pimpinan perusahaan.

2.2.2.1. Motivasi dan Tujuan Melakukan Akuisisi

Alasan yang sering dikemukakan mengapa perusahaan tergabung dengan perusahaan lain adalah lebih cepat daripada membangun usaha dari awal, selain itu masih terdapat sejumlah motif sebagai pendorong dilakukannya akuisisi.

Menurut Weston (1992 : 374 – 378), mengemukakan adanya teori yang dianggap telah mendorong terjadinya akuisisi antara lain:

1. Efesiensi Theory

Teori ini menyatakan bahwa masalah aktivitas akuisisi diartikan sebagai usaha meningkatkan prestasi kinerja dari manajemen atau upaya mencapai suatu bentuk sinergi. Istilah sinergi muncul untuk menggambarkan aktifitas


(31)

merger dan akuisisi pada akhir tahun 1960, yang sering digambarkan bahwa dua ditambah dua sama dengan empat.

Adapun bentuk – bentuk dari Efesiensi Theory: a. Sinergi Operasi (operating synergy)

Teori ini menyatakan bahwa dengan akuisisi perusahaan akan mendapatkan peningkatan operasi sehingga mencapai skala ekonomis yang lebih baik.

b. Sinergi keuangan (financial synergy)

Teori ini menyatakan bahwa dengan akuisisi aliran kas dari dua perusahaan tidak berkaitan secara ketat kemungkinan valid akan rendah, hal ini berarti bahwa nilai sekarang dari banyak kevailidan dapat menjadi rendah.

2. Permasalahan Organisasi a. Agency theori

Teori ini menyatakan bahwa keadaan paar bagi manajer tidak dapat memecahkan masalah organisasi, maka pasar untuk perusahaan atau manajer akan memainkan peranan, jadi teori ini bisa dikaitkan bahwa aktivitas merger adalah suatu, metode untuk penyelesaian permasalahan organisasi.

b. Managerial teori


(32)

Teori ini menyatakan bahwa menentukan suatu tarif penting investasi yang terlalu rendah dalam menganalisis kemungkinan diadakannya manajer.

3. Kekuatan Pasar

Akuisisi timbul sebagai upaya meningkatkan pangsa pasar perusahaan yang bergabung, namun dengan meningkatkan pangsa pasar belum tentu menyebabkan perusahaan mencapai skala ekonomisnya yang pasti dengan semakin besarnya ukuran perusahaan akan menghasilkan yang lebih besar dipasar.

4. Perpajakan (Taxes)

Salah satu motif akuisisi adalah untuk meminimumkan pajak yang harus dibayar. Banyak perusahaan yang “profitable” dan mempunyai kelebihan untuk mengakuisisi perusahaan yang kurang “profitable” guna mengurangi pajak.

Menurut Lukas (2003 : 435 – 436) beberapa alasan perusahaan melakukan akuisisi adalah:

1. Sinergi

Sinergi adalah kondisi dimana nilai dari suatu kesatuan lebih besar daripada hasil penjumlahan dari unsur – unsur pembentukan kesatuan tersebut atau dengan kata lain kondisi dimana nilai dari hasil suatu penggabungan lebih besar daripada nilai masing – masing perusahaan.


(33)

2. Pertimbangan Pajak

Perusahaan yang memiliki laba besar atau sehingga harus membayar pajak yang besar pula dapat mengambil alih perusahaan lain yang memiliki penghasilan sebelum pajak yang negatif (rugi). Tujuannya adalah untuk segera memanfaatkan kerugian untuk mengurangi pajak penghasilan.

3. Pembelian Aktiva Dibawah Biaya penggantian

Adakalanya perusahaan diambil alih karena nilai penggantian (Replacement Value) atas aktivanya jauh lebih tinggi daripada nilai perusahaan itu sendiri, atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa perusahaan dapat diambil alih untuk perusahaan lain karena nilai aktiva lebih murah daripada biaya penggantiannya.

4. Diversifikasi

Manajer seringkali berpendapat bahwa diversifikasi akan membantu menstabilkan laba perusahaan sehingga mengurangi resiko perusahaan. Dan hal ini sering pula dipergunakan sebagai alasan untuk pengambilalihan. Jika investor mengkhawatirkan kondisi perekonomian maka investor dapat melakukan diversifikasi melalui pembelian saham perusahaan lain. Sedangkan bagi pemilik dari perusahaan keluarga, mungkin tidak bisa menjual saham perusahaan untuk melakukan diveersifikasi karena dapat memperkecil kepemilikan.


(34)

Tujuan dari akuisisi adalah perusahaan pengakuisisi berharap mendapat laba tinggi dan stabil, sehingga menarik bagi perusahaan target. Selain itu laba yang ditunjukkan diharapkan dapat mendorong naiknya harga saham, sehingga dapat mengurangi biaya pembelian perusahaan target (Kusuma dan Ayu Udiana Sari, 2003 : 23).

Surtojo (1992) dalam Payamta (2004 : 269) menggolongkan motivasi untuk melakukan Merger dan Akuisisi menjadi dua kelompok, yaitu:

1. Motivasi Ekonomis. Perusahaan target mempunyai keunggulan kompetitif, yang diharapkan akan menghasilkan sinergi setelah digabung. Dalam jangka panjang sinergi tersebut akan mampu meningkatkan volume penjualan dan keuntungan perusahaan.

2. Motivasi Non Ekonmis. Misalnya karena perusahaan sudah lemah secara modal dan ketermapilan manajemen; keinginan menjadi kelompok yang terbesar di dunia, meskipun ada kemungkinan penggabungan usaha yang dilakukan tersebut tidak menguntungkan; karena diambil alih pihak lain.

2.2.2.2. Konsep Nilai Akusisi

Konsep nilai ini biasanya digunakan untuk melihat variabel – variabel yang berkaitan dengan nilai perusahaan. Menurut Moin (2004: 48 – 51) nilai – nilai tersebut terdiri dari :


(35)

a. Nilai Intrinsik.

Nilai intrinsik merupakan nilai dasar atau nilai senyatanya dari perusahaan ketika perusahaan belum diakuisisi atau ketika masih berdiri secara terpisah dibawah manajemen laba.

b. Nilai Pasar.

Bagi perusahaan yang mencatatkan sahamnya di pasar modal, nilai ini dicerminkan oleh harga pasar saham, sedangkan bagi perusahaannya yang go public nilaai pasar bisa ditaksir dari harga pasar aset – aset yang dimiliki.

c. Nilai atau Harga Beli

Harga beli adalah harga yang diantisipasi oleh pengakuisisi yaitu sebesar harga yang diminta oleh pemegang saham target. Harga beli bisa terbentuk dari hasil negoisasi antara pengakuisisi dengan pemegang saham target.

d. Nilai sinergi.

Sinergi adalah nilai yang dihasilkan sebagai efek dari penggabungan perusahaan diatas penjumlahan nilai masing – masing perusahaan seandainya tidak bergabung.

e. Nilai GAP.

Nilai GAP atau nilai kesenjangan adalah perbedaan ntara nilai intrinsik dengan harga beli. Semakin tinggi nilai GAP berarti besar premium yang dibayarkan kepada pemegang saham target.


(36)

f. Nilai Premium Akuisisi.

Semakin besar premium berarti semakin berat bagi pengakuisisi untuk menutup premium tersebut. Implikasinya adalah sinergi yang tercipta harus lebih bear dari premium agar bisa menghasilkan NPV

(Net Present Value).

2.2.2.3 Motif Akuisisi

Motif akuisisi adalah alasan yang melatarbelakangi mengapa sebuah perusahaan melakukan merger dan akuisisi. Menurut Moin (2004 : 53 – 61) motif akuisisi adalah sebagai berikut:

1. Motif Ekonomi

Tujuan dari motif ekonomi adalah untuk mencapai peningkatan nialai (nilai creation) bagi perusahaan dan bagi pemegang saham. Motif ekonomi terdiri dari:

a. Motif Strategis

Motif strategis juga termasuk motif ekonomi ketika aktivitas merger dan akuisisi diarahkan untuk mencapai strategis perusahaan agar memberikan keunggulan kompetitif dalam industri.


(37)

b. Motif Politis

Motif politis sering dilakukan pemerintah untuk memaksa perusahaan baik BUMN atau swasta untuk melakukan merger dan akuisisi.

c. Motif Perpajakan

Apabila perusahaan memiliki kelebihan kas dan tidak ada kesempatan investasi internal yang layak secara ekonomis, maka perusahaan bisa melakukan akuisisi sebagai cara penghindaran pajak.

2. Motif Sinergi

Sinergi dihasilkan melalui aktivitas secara simultan dari dua kekuatan atau lebih elemen – elemen perusahaan yang bergabung sedemikian rupa sehingga gabungan aktivitas tersebut menghaslkan efek yang lebih besar dibandingkan dengan penjumlahan aktivitas- aktivitas perusahaan jika mereka berkerja sendiri – sendiri.

Berikut bentuk – bentuk sinergi: a. Sinergi Operasi (Operating System)

Terjadi ketika perusahaan hasil kombinasi mampu mencapai efesiensi biaya.

b. Sinergi Finansial (Financial Synergy)

Dihasilkan ketika perusahaan hasil merger dan akuisisi memiliki struktur modal yang kuat dan mampu mengakses


(38)

sumber – sumber dana dari luar secara lebih mudah dan murah sedemikian rupa sehingga biaya modal perusahaan semakin menurun.

c. Sinergi Manajerial

Dihasilkan ketika terjadi transfer kapabilitas manajerial dan

skill dari perusahaan yang sama ke perusahaan lain atu ketika

secara bersama – sama mampu memanfaatkan kapasitas know –

how yang mereka miiliki.

d. Sinergi Teknologi

Sinergi ini bisa dicapai dengan memadukan keunggulan teknik sehingga mereka saling memetik manfaat.

e. Sinergi Pemasaran

Perusahaan yang melakukan merger akan memperoleh manfaat dari semakin luas dan terbukanya pemasaran produk, bertmabahnya lini produk yang dipasarkan, dan semakin bayaknya konsumen yang bias dijangkau.

3. Motif Diversifikasi

Diversifikasi adalah strategi pemberagaman bisnis yang didilakukan mealuli merger dan akuisisi. Diversifikasi dimaksudkan untuk mendukung aktifitas bisnis dan operasi perusahaan untuk mengamankan posisi bersaing.


(39)

4. Motif Non-Ekonomi

Merger dan akuisisi tidak selalu dilakukan berdasarkan pada pertimbangan ekonomi, tetapi dapat didasarkan pada pertimbangan – pertinmbangan lain seperti prestasi atau ambisi. Motif non-ekonomi ini berasal dari kepentingan personal baik dari manajemen perusahaan maupun dari pemilik perusahaan.

2.2.2.4. Alasan Akuisisi

Terdapat beberapa alasan sehingga perusahaan mengambil keputusaan untuk melakukan penganbilalihan. Menurut Beams dan Jusuf (1998 : 2 - 3) alasan yang mendasari pemilihan untuk mengadakan pengambilalihan adalah: 1. Manfaat biaya (cost advantage). Perusahaan akan medapatkan fasilitas

yang lebih murah melalui pengambilalihan, daripada membangun fasilitas itu sendiri.

2. Resiko lebih rendah (lower risk). Membeli lini produk dan pasar yang telah didirikan biasanya lebih kecil resikonya dibandingkan dengan mengembangkan produk baru dan pasarnya.

3. Penundaan operasi lebih sedikit (fewer operating delays). Fasilitas – fasilitas pabrik yang diperoleh melalui penggabungan usaha dapat diharapkan untuk segera beroperasi. Sedangkan apabila membangun fasilitas perusahaan yang baru akan menimbulkan masalah yang baru juga. Misalnya, perlunya iizin pemerintah.


(40)

4. Mencegah pengambilalihan (avidance of takeovers). Perusahaan yang bergabung seringkali berusaha menghindari adanya pengambilalihan oleh pihak lain

5. akuisisi harta tidak berwujud (acquisition of takeovers). Penggabungan usaha melibatkan penggabungan sumber daya tidak berwujud. Akuisisi atas hak paten, hak atas mineral, database pelanggan, atau keahlian manajemen mungkin menjadi faktor utama yang memotivasi suatu penggabungan usaha.

6. Alasan – alasan lain. Selain untuk perluasan, perusahaan – perushaan mungkin memilih pengambilalihan untuk mendapatkan keuntungan dalam hal keuntungan pajak, ataupun karena alasan pribadi.

Secara lebih khusus diklasifikasikan alasan – alasan yang mendasri terjadinya akuisisi, yaitu:

Alasan pembeli untuk mengakuisisi perusahan lain: 1. Untuk tujuan diversifikasi produk.

2. Untuk meningkatkan kemampuan teknologi dalam penelitian dan penggabungan.

3. Untuk memanfaatkan kelebihan kapasitas. Alasan perusahaan yang diakuisisi :

1. Kegagalan perusahaan dalam mengembangkan regenerasi manajemen di masa yang akan datang.

2. Karena perusahaan membutuhkan sumber – sumber pembiayaan baru.


(41)

3. Karena manajemen ingin berhenti.

4. Karena manajemen membutuhkan pengakuisisi untuk mengantisipasi pajak yang tinggi.

Sedangkan menurut Ravenscraft dan Schere (1989) dalam Payamta (2004 : 268), alasan perusahaan melakukan akuisisi:

1. Mengganti manajer yang tidak efesien.

2. Untuk mencapai skala ekonomis dalam produksi, distribusi dan pembiayaan.

3. Untuk menarik kekuatan monopoli.

4. Untuk memanfaatkan kesempatan pengurangan pajak. 5. Untuk membangun kerajaan bisnis.

2.2.2.5. Manfaat Akuisisi

Moin (2003 : 13) mencatat beberapa manfaat akuisisi berikut ini:

1. Memperoleh kemudahan dana atau pembiayaan karena kreditor lebih percaya dengan perusahaan yang telah berdiri dan mapan.

2. Memperoleh sistem operasional dan administratif yang mapan.

3. Mengurangi resiko kegagalan bisnis karena tidak harus mencari konsumen yang baru.

4. Memperoleh infrastuktur untuk mencapai partumbuhan yang lebih cepat.


(42)

Sedangkan menurut Payamta (2004 : 268) manfaat akuisisi adalah sebagai berikut :

1. Komplementaris.

Pengabungan dua perusahaan sejenis atau lebih secara horizontal dapat menimbulkan sinergi dalam berbagia bentuk, misalnya: perluasan produk, transfer teknologi, sumber daya manusia yang tangguh, dan sebagainya.

2. Polling kekuatan

Perusahaan – perusahaan yang terlampau kecil untuk mempunyai fungsi – fungsi penting perusahaannya, misalnya fungsi research and development, akan lebih efektif jika bergabung dengan perusahaan lain yang telah memiliki fungsi tersebut.

3. Mengurangi Persaingan

Penggabunagn usaha diantar perusahaan sejenis akan mengakibatkan adanya pemusatan pengendalian, sehingga dapat mengurangi pesaing. 4. Menyelamatkan Perusahaan dari Kebangkrutan.

Bagi perusahaan yang kesulitan likuiditas dan tersedak oleh kreditur, keputusan merger dan akuiasis dengan perusahaan yang kuat akan menyelamatan dari kebangjkjrutan.


(43)

2.2.2.6. Bentuk – Bentuk Akuisisi

Bentuk akuisisi berdasarkan objek yang diakuisisi yang diuraikan oleh Moin (2004 : 42 - 43) yaitu:

1. Akuisisi Saham

Perusahaan didirikan atas saham – saham, maka akuisisi terjadi ketika pemilik saham menjual saham – saham mereka kepada pembeli atau pengakuisisi. Pada peristiwa ini, pengakuisisi tidak harus meminta persetujuan dari pihak manajemen target, tetapi ada kalanya pembelian saham tersebut dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan negoisasi dan penawaran dengan pihak mnajemen atau dewan direksi perusahaan target. Jika manajemen perusahaan target setuju, maka mereka akan menginformasikannya kepada pemegang saham. Jika pemegang sahma juga setuju atas tawaran yang diajukan oleh manajemen tersebut maka

“deal” akan segera terwujud. Selanjutnya perusahaan diakuisisi akan

menjadi perusahaan anak. 2. Akuisisi Aset

Apabila perusahaan bermaksud memiliki perusahaan lain maka ia dapat membeli sebagian atau seluruh aktiva atau asset perusahaan lain. Akuisisi asset dilakukakan apabila pihak pengakuisisi tidak ingin terbebani hutang yang ditanggung oleh perusahan target. Namun demikian kalau proporsi asset yang dibeli melebihi batas tertentu


(44)

sebagaimana diatur dalam peraturan pemerintah, maka pembeli harus ikut menanggung kewajiban hutang perusahaan target.

Akuisisi sebagai salah satu bentuk kombinasi bisnis, dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu : Akuisisi Finansial dan Akuisisi Strategis (Marcel Go, 1992 : 22 – 24). Pemilihan dari kedua jenis akuisisi ini adalah sangat penting karena dapat memberikan gambaran yang jelas tentang latar belakang dan tujuan akuisisi.

1. Akuisisi Finansial (Financial Acquisition)

Merupakan suatu tindakan terhadap beberapa perusahaan tertentu yang dilaksanakan dnegan tujuan untuk mencapai keuntungan financial. Kecenderuangannya adalah usaha membeli perusahaan target dengan harga semurah mungkin untuk menjual kembali dengan harga jual yang lebih tinggi. Namun demikian apabila transaksi tersebut dilaksanakan antar perusahaan yang berada dalam satu grup bisnis atau kepemilikan yang sama, harga yang dibeli dapat menjadi lebih mahal maupun lebih murah, tergantung pada kepentingan dan keuntungan yang akan diperoleh pemilik mayoritas bersangkutan. Motif utama akuisisi ini adalah untuk mendapat keuntungan financial sebesar – besarnya.

2. Akuisisi Startegis (Strategic Acquisition)

Merupakan suatu akuisisi yang dilaksanakan dengan tujuan untuk menciptakan sinergi dengan didasarkan pada pertimbangan – pertimbangan jangka panjang. Sinergi ini tidak hanya berupa sinergi

financial, tetapi juga sinergi produksi, sinergi distribusi, sinergi


(45)

pengembangan teknologi dan gabungan dari sinergi – sinergi tersebut. Latar belakang pengambilan keputusan untuk akuisisi startegis ini adalah pertimbangan akan faktor efesiensi dan kemudahan daripada memulai dari awal untuk membangun perusahaan baru.

Bosemen dan Phatak (1992 : 11) mengklasifikasikan akuisisi ke dalam beberapa tipe::

1. Akuisisi Vertikal

Akusisi vertikal adalah akuisisi terhadap berbagai macam kelompok aktivitas mulai dari bahan mentah sampai menjadi bahan produk akhir. 2. Akuisisi Horisotal

Akuisisi ini terjadi melaui penggabungan usaha – usaha yang menghasilkan produk atau jasa yang sama dan berada dalam bisnis yang sama.

3. Akuisisi Konsentris

Akuisisi konsentris melibatkan penggabungan badan usaha yang saling memiliki ancama umum seperti teknologi, pemasaran, dan saluran distribusi. Sebagai contoh dari akuisisi jenis ini adalah pengagabungan badan usaha yang bergerak dalam bisnis soft drink dan bisnis bir yang biasanya memiliki ancaman dalam bidang pemasaran dan saluran distribusi. Karena miripnya akuisisi jenis ini dan akuisisi horizontal, dalam buku – buku lain biasanya akuisisi ini tidak pernah diklasifikasikan secara terpisah.


(46)

4. Akuisisi Konglomerasi

Akuisisi konglomersi merupakan penggabungan usaha dari badan usaha yang tidak berada dalam bisnis yang berhubungan. Salah satu contoh akuisisi ini adalah akuisisi PT. Indocement yang bergerak dalam bisnis semen terhadap beberapa badan usaha yang bergerak dalam bidang makanan dan properti, yang jelas tidak memiliki hubungan apa – apa terhadap bisnis semennya.

2.2.2.7. Faktor – faktor Keberhasilan Akuisisi

Membuat suatu akuisisi berhasil adalah bukan suatu usaha yang cukup mudah. Karena akuisisi keberhasilan, maka badan usaha berhasil menciptakan

value (value creation). Menurut Moin (2003 : 312 – 313), hasil penelitian

konsultan Coopers and Lybrand dengan menginterview eksekutif senior di 100 perusahaan papan atas Inggris dihasilkan penyebab keberhasilan akuisisi yaitu: 1. Rencana integrasi pasca – akuisisi secra detail dan kecepatan

implementasi.

2. Kejelasan tujuan akuisisi. 3. Kesesuaian budaya.

4. Kerjasama yang bagus dari perusahaan target.

5. Pengetahuan yang bagus dan mendalam terhadap target dan industrinya.


(47)

2.2.3. Pengertian EVA (Economic Value Added)

Metode EVA pertama kali dicetuskan oleh G. Bennet Steward dn Joel M. Stern seorang analisis keuangan dari perusahaan konsultan Stern Steward and Co. pada tahun 1993.

EVA adalah indikator internal yang mengukur kekayaan pemegang saham yang diciptakan oleh perusahaan dalam jangka waktu tertentu. EVA juga mengukur modal untuk diciptakan nilai tambah dimana nilai ekonomis tercipta hanya jika perusahaan menghasilkan tingkat pengembalian (return) modal yang melebihi biya modal.

EVA juga dikenal sebagainpengukuran total faktor kinerja karena EVA telah memasukkan semua unsur yang ada dalam laporan laba rugi dan neraca. EVA memadukan ukuran misalnya earning atau earning growth – dan ROIC (return on invested capital) menjadi satu nilai tunggal dimana biasanya perusahaan hanya memfokuskan diri di salah satunya.

Secra ringkas EVA dapat dihitung dengan rumus sederhana menurut Mardhatillah (2007 : 63) :

EVA = NOPAT – Capital Carge

NOPAT adalah penjumlahan dari laba usaha, penghasilan bunga, beban atau penghasilan pajak, tax shield atas beban bunga, bagian atas laba atau ruugi bersih perusahaan asosiasi, laba atua rugi penjualan aktiva tetap dan investasi saham.


(48)

Capital charge merupakan bagian yang paling spesifik dari EVA. Capital charge merupakan hasil perkalian WACC dengan invested capital.

Nilainya akan menunjukkan seberapa besar opportunity cost capital yang telah disuntikkan kreditor meupun pemgang saham.

Tehnik pengukuran Economic value Added dilandasi pada konsep bahwa dalam pengukuran laba suatu perusahaan harus adil, mempertimbangkan harapan setiap penyandang dana. Harapan para penyandang dana dinyatakan dalam ukuran tertimbang biaya modal dari struktur modal yang ada.

EVA juga bisa dipakai sebagai tolak ukur apakah dalam suatu tahun anggaran tertentu karyawan dan manajer berhak mendapatkan bonus atau tidak. Dengan demikian konsep ini sesuai untuk menilai kinerja operasional perusahaan dan sekaligus menjawab keinginan para manajer dalam menyajikan suatu ukuran yang secara adil mempertimbangkan harapan – harapan kreditur dan pemegang saham, sehingga ukuran ini sangat membantu dalam pertimbangan keputusan manajemen strategis.

Menurut Hansen dan Mowen (1995 : 775), gambaran kunci dari EVA adalah EVA menekankan pada laba operasi setelah pajak dan total biaya modal yang sebenarnya. Ukuran – ukuran pengembalian (return) yang lain menggunakan nilai buku akuntansi dimana tidak menunjukkan total biaya modal yang sebenarnya.


(49)

2.2.3.1. Kelebihan EVA (Economic Value Added)

Menurut Sidharta Utama (1997 : 12 – 13), analisis Economic Value Added (EVA) memiliki beberapa kelebihan yaitu:

1. EVA sangat bermanfaat sebagai penilai kinerja dimana fokus penilaian pada value creation, sehingga perhatian manajemen sesuai dengan kepentingan pemegang saham. Mereka akan berfikir dan bertindak seperti halnya pemegang saham, yaitu memiliki investasi yang memaksimumkan tingkat pengembalian dan meminimumkan cost of capital, sehingga nilai badan usaha dapat dimaksimumkan.

2. EVA menyebabkan badan usaha lebih memperhatikan kebijaksanaan struktur modalnya, karena EVA secara eksplisit memperhitungkan cost of

equity dan mengakui bahwa karena resiko yang dihadapi pemilik ekuitas

lebih tinggi maka cost of equity lebih tinggi dari cost of debt. Hal ini akan mengubah anggapan bahwa modal adalah murah, sehingga tidak perlu dikompensasi dengan tingkat pengembalian yang lebih tinggi, karena tidak diperhitungkan dalam laporan laba rugi. Dengan memasukkan cost of

equity, akan memaksa badan – badan usaha selalu berhati – hati dalam

menentukan kebijaksanaan struktur modalnya.

3. EVA dapat digunakan untuk mengidentifikasikan kegiatan atau proyek yang memberikan tingkat pengembalian yang lebih tinggi daripada cost of

capitalnya. Kegiatan atau proyek memberikan nilai sekarang dari total

EVA yang positif menunjukkan bahwa proyek tersebut menciptakan nilai


(50)

dan dengan demikian sebaiknya diambil. Demikian pula sebaiknya dengan EVA, para manajer harus selalu dibandingkan tingkat pengembalian proyek dengan cost of capitalnya yang mencerminkan tingkat resiko proyek tersebut.

Menurut Mardhatillah (2007 : 64), analisis Economic Value Added (EVA) memiliki keunggulan dibanding ukuran kinerja konveksional karena alasan “EVA bukan saja metode pengukuran kinerja keuangan, namun juga

merupakan kerangka kerja manajemen keuangan yang komprehensif dan mencakup berbagai fungsi”.

EVA dinilai mampu memainkan peran sebagai suatu sistem insentif kompensasi yang dapat mengarahkan perusahaan dalam mencapai tujuan hakikinya, yaitu menciptakan nilai untuk pemegang saham.

EVA juga bisa dipakai untuk mentransformasikan budaya perusahaan, sehingga semua elemen didalam organisasi menjadi lebih peka dan sadar untuk menciptakan nilai bagi perusahaan.

2.2.3.2. Kelemahan EVA (Economic Value Added)

Kelebihan maupun kekurangan adalah sesuatu yang wajar, apalagi mengingtkan tidak ada yang sempurna didunia ini. EVA sebagai alat ukur tentu saja tidak lepas dari keadaan tersebut.


(51)

Menurt Sidharta Utama (1997 : 13) beberapa kelemahan EVA antara lain:

a. EVA hanya menggambarkan penciptaan nilai pada suatu tahun tertentu. Padahal nilai suatu badan usaha adalah merupakan akumulasi EVA selama umur badan usaha.

Dengan demikian, bisa saja suatu badan usaha mempunyai EVA positif pada tahun yang berlaku, tapi nilai badan usaha tersebut rendah karena EVA di masa datangnya negatif.

b. Meskipun secara konseptual EVA lebih unggul daripada pengukur tradisional akuntansi, namun secara praktis belum tentu EVA dapat diterapkan dengan mudah. Proses perhitungan EVA memerlukan estimasi atas cost of equity, dan estimasi ini, terutama untuk badan usaha yang belum go public sulit untuk dilakukan dengan tepat karena keterbatasan data.

2.2.3.3. Manfaat EVA (Economic Value Added)

Manfaat yang diperoleh dengan menggunakan Economic Value

Added (EVA) dalam mengukur kinerja perusahaan antara lain:

1. EVA merupakan suatu ukuran kinerja perusahaan yang dapat berdiri sendiri tanpa perlu ukuran lain berupa perbandingan dengan menggunkaan perusahaan sejenis atau menganalisis kecenderungan (trend).


(52)

2. Hasil perhitungan EVA juga mendorong pengalokasian dan perusahaan untuk investasi dengan biaya modal yang rendah.

Menurut Agnes Sawir (2005 : 48 – 49), EVA juga dapat ditingkatkan dengan cara :

1. Memperoleh lebih banyak laba tanpa menggunakan lebih banyak modal.

2. Memperoleh pengembalian (return) yang lebih tinggi daripada biaya modal atas investasi baru.

2.2.3.4. Langkah – langkah Menghitung EVA (Economic Value Added)

EVA atau NITAMI (Nilai Tambah Ekonomis) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut Hansen dan Mowen (1995 : 829).

EVA = Net Operating Profit After Tax (NOPAT) – (WACC X Cost of Capital).

Net Operating Profit After Tax (NOPAT) merupakan laba operasi setelah

pajak.

WACC adalah rata – rata tertimbang biaya modal.

Cost Of Capital (biaya modal) merupakan tingkat pengembalian investasi minimum untuk mendapatkan required rate of return [tingkat pengembalian yang diharapkan oleh investor (kreditur dan pemegang saham)].

Menurut Lukas (2003:115-121) terdapat beberapa komponen utama struktur modal yang diperlukan untuk mencari nilai cost of capital yaitu :

a. Cost Of Debt


(53)

b. Cost of Prefered Stock c. Cost of Common Stock

Perhitungan secara terinci disajikan sebagai berikut : 1. Menghitung Cost of Debt (Kdt)

Cost Of Debt = Kdt = Kd (1-T)

Keterangan : Kdt = biaya hutang

Kd = tingkat bunga pinjaman

T = pajak atas pendapat

Karena beban bunga mengurangi besarnya pendapat kena pajak, maka biaya bunga (Cost Of Debt) dikoreksi dengan faktor koreksi (1-T) dimana T adalah tingkat pajak yang dikenakan atas penghasilan.

Jika perusahaan memiliki beberapa paket surat hutang dengan beban bunga beragam, maka cara yang tepat adalah dengan menghitung rata – rata tingkat bunga tertinggi dan terendah. Jika perusahaan memiliki hutang dalam mata uang asing, sebelumnya dihitung dahulu tingkat bunga efektif yang terkandung dalam pinjaman tersebut. Hal ini karena kemungkinan terjadi apresiasi atau depresiasi mata uang asing terhadap rupiah sehingga tingkat bunga efektif mungkin lebih kecil atau lebih besar dari tingkat bunga yang sudah ditetapkan.


(54)

Rumus untuk mencari tingkat bunga efektif dari hutang dalam mata uang asing (Madura,1992:393) adalah :

Ki = (1 + Ka) (1 + e ) - 1

Keterangan : Ki = tingkat bunga efektif

Ka = tingkat bunga tetap dalam pinjaman

e = apresiasi atau depresiasi mata uang asing terhadap rupiah

2. Menghitung Cost Of Prefered Stock (Kps)

Cost Of Prefered Stock = Kps = Dps

Pn

Keterangan :Kps = biaya saham preferen

Dps = deviden saham preferen

Pn = harga saham preferen bersih yang diterima perusahaan

penerbit (setelah dikurangi biaya peluncur saham) 3. Menghitung Cost Of Common Stock (ks)

Cost of Common Stock = D1 + g

P0(1-F)

Keterangan: ks = biaya saham biasa

D1 =deviden yang diharapan untuk tahun ini

Po = harga jual saham

F = Flotation cost

g = tingkat pertumbuhan pasar


(55)

4. Struktur Modal (Total Capital Employed =TCE)

Struktur modal merupakan jumlah modal yang diinvestasikan, struktur modal diperoleh dengan menjumlahakan rata – rata hutang dengan rata – rata moal sendiri, ukurannya dinyatakan dalam rupiah.

5. Biaya Modal Rata – rata (Weighted Average Cost of capital = WACC) WACC = WdKd(1-T) +Wp.Kp + Ws (Ks atau Ke)

Keterangan : WACC = biaya modal rata – rata tertimbang Wd = persentase hutang dari modal

Wp = persentase sahm perferen adri modal

Kd = biaya hutang

Kp = biaya saham preferen

Ks = biaya saham biasa

T = pajak (dalam persentase)

Setelah menghitung WACC, hasil perhitungan tersebut dikalikan dengan jumlah modal yang digunakan untuk mendapat nilai Cost

of Capital dalam bentuk rupiah dan selanjutnya EVA dihitung dengan

memasukkan nilai nilai yang sudah diketahui yaitu Net Operating profit

After Tax (NOPAT) dan nilai Cost of Capital kedalam rumus EVA.


(56)

2.3. Kerangka Pikir

2.3.1. Hubungan Antara Akuisisi dengan Kinerja Keuangan

Akusisi adalah bentuk pengambilalihan kepemilikan perusahaan oleh pihak pengakuisisi sehingga akan mengakibatkan berpindahnya kendali atas perusahaan yang diambilalih. Biasanya perusahaan perngakuisisi adalah perusahaan yang lebih besar dibandingkan perusahaan yang diakuisisi. Dan perusahaan pengakuisisi ini memiliki kekuasaan untuk mengatur kebijakan keuangan dan operasi perusahaan, dengan adanya pengendalian ini maka perusahaan pengakuisisi akan mendapatkan manfaat dari perusahaaan yang di akuisisi (Moin, 2004 : 8)

Menurut Moin (2004 : 51) dalam peristiwa akuisisi ada tidanya perbaiki kinerja setelah akuisisi diukur melalui laporan keuangan sebelum dan sesudah peristiwa akuisisi dan akuisisi diharapkan dapat menciptakan nilai tambah bagi perusahaan. Kehadiran nilai tambah merupakan indikasi ada tidaknya pertumbuhan perusahaan salah satunya dilihat dari kinerja perusahaan dari peristiwa akuisisi.


(57)

Dari penjelasan disamping dapat dibuat gambar kerangka berfikir : Gambar 2.1

Bagan Kerangka berfikir

Laporan Keuangan

PT. UNGGUL INDAH CAHYA Tbk

.

Sesudah Akuisisi Sebelum Akuisisi

Analisis EVA

Dibandingkan kinerja sebelum dan sesudah akuisisi dengan uji beda dua rata-rata

berpasangan (paired sample t test)


(58)

47 2.4 Hipotesis

Berdasarkan rumus masalah yang ada, maka peneliti mengemukakan suatu hipotesis sebagai berikut : “Diduga terdapat ada perbedaan perubahan kinerja keuangan sebelum dan sesudah akuisisi yang diukur dengan metode


(59)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Definisi operasional dan pengukuran variabel berisi pernyataan tentang pengoperasionalan atau pendefinisian konsep – konsep penelitian menjadi variabel – variabel penelitian termasuk penetapan cara dan satuan pengukuran variabel didasarkan atau dapat bersumber dari teori yang ada, hasil penelitian terdahulu, maupun pengalaman empiris serta fakta yang ada.yang telah dibuat.

Adapun definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Variabel Independen (X)

a Eva sebelum akuisisi (µ1)

Dimana perusahaan belum melakukan akuisisi, yang dinyatakan dalam nilai rupiah, diukur dengan mencari EVA perusahaan sebelum akuisisi melalui data keuangan (neraca dan laporan laba rugi) perusahaan yang besangkutan.

Menurut Isnani (2001 : 202) Economic Value Added dapat dirumuskan sebagai berikut:

EVA = Net Operating After Tax – Cost Of Capital

b Eva sesudah akuisisi (µ2)

Dimana perusahaan telah melakukan akuisisi, yang dinyatakan dalam nilai rupiah, diukur dengan mencari nilai EVA


(60)

perusahaan sesudah akuisisi melalui data keuangan (neraca dan lapoan laba rugi) perusahaan yang bersangkutan.

Menurut Isnani (2001 : 202) Economic Value Added dapat dirumuskan sebagai berikut:

EVA = Net Operating After Tax – Cost Of Capital.

2. Variabel Dependen (Y)

Variabel Dependen (variabel terikat) adalah tipe variabel yang dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel independen atau variabel yang diduga sebagai akibat dari variabel independen. Dalam penelitian ini variabel dependen adalah Kinerja Keuangan.

Menurut Helfert (1997 : 67) Kinerja Keuangan adalah hasil dari semua keputusan manajemen yang dilakukan secara terus menerus.

3.2. Teknik penentuan Sampel 3.2.1. Populasi

Populasi adalah sekelompok subyek atau obyek yang memiliki ciri – ciri tertentu atau karakteristik tertentu yang berbeda dengan kelompok subyek atau obyek yang lain, kelompok tersebut akan dikenai generalisasi dari hasil penelitian (Sumarsono, 2004 : 44).

Populasi penelitian ini adalah laporan keuangan PT Unggul Indah Cahya Tbk yang terdaftar di BEI selama 6 (enam) tahun.


(61)

3.2.2. Sampel

Sampel adalah bagian dari sebuah populasi yang mempunyai ciri dan karakteristik yang sama dengan populasi tersebut, karena itu sampel harus representative dari sebuah populasi (Sumarsono, 2004 : 44 - 45).

Sampel yang digunakan adalah sebagian dari populasi yaitu laporan keuangan PT. Unggul Indah Cahya Tbk sebelum akuisisi (2002, 2003, dan 2004) dan tiga tahun setelah akuisisi (2006, 2007, dan 2008).

Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling yang merupakan teknik penentuan sampel yang ditunjukkan untuk tujuan tertentu saja dimana semua atau sebagian elemen didalam kelompok populasi diikutsertakan dalam sampel.

Alasan mengapa dipilih tahun 2002 – 2008 sebagai sampel: 1. Laporan keuangan tersebut adalah laporan keuangan auditan. 2. Tahun 2002 – 2004 adalah laporan keuangan sebelum akuisisi. 3. Tahun 2005 Cut Off.

4. Tahun 2006 – 2008 adalah laporan keuangan sesudah akuisisi.

3.3. Teknik Pengumpulan Data 3.3.1. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder dalam bentuk laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan – perusahaan tersebut yang terdapat di Bursa Efek Indonesia.


(62)

3.3.2. Sumber Data

Sumber data yang dipakai dalam penelitian ini berasal dari perpustakaan Bursa Efek Indonesia.

3.3.3. Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data prosedur yang dilakukan adalah : 1. Studi Pustaka

Dengan menduplikasikan catatan, buku – buku, dokumen dan lain – lain yang berhubungan dengan penelitian ini untuk memahami permasalahan yang diteliti dan alternatif analisis dan penyelesaiannya.

2. Survey Lapangan

Survey lapangan dilakukan di perpustakaan Bursa Efek Surabaya dimana perusahaan – perusahaan yang diteliti tersebut telah terdaftar.

3.4. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis 3.4.1. Teknik Analisis Data

Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis

Economic Value Added (EVA) dalam menilai kinerja suatu perusahaan sebelum akuisisi dan sesudah akuisisi, setelah diketahui nilai EVAnya maka dapat dilakukan uji analisis berupa Uji Beda Dua Rata- rata Sampel Berpasangan


(63)

karena observasi dilakukan dua kali terhadap subyek yang sama (Djarwanto, 2001:144).

3.4.1.1. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah suatu data mengikuti sebaran normal atau tidak. Untuk mengetahui apakah data tersebut mengikuti sebatan normal dapat dilakukan dengan berbagai metode diantaranya adalah metode Kolmogorov-Smirnov (sumarsono, 2004 : 43)

Pedoman dalam pengambilan keputusan apakah sebuah distribusi data mengikuti distribusi normal adalah (Sumarsono, 2004 : 43)

1. Jika nilai signifikan (nilai probabilitas) lebih kecil dari 5 % maka distribusi adalah tidak normal

2. Jika nilai signifikan (nilai probabilitas) lebih besar dari 5 % maka distribusi adalah normal.

3.4.2. Uji Hipotesis

Untuk pengujian hipotesis digunakan uji t (t test) dengan prosedur sebagai berikut:

a. Menentukan formula Hodan Ha

Ho :

µ

1 =

µ

2

Tidak ada perbedaan perubahan kinerja keuangan perusahaan sebelum dan sesudah akuisisi yang diukur dengan metode EVA.


(64)

Ha:

µ

1

µ

2 Ada perbedaan perubahan kinerja keuangan perusahaan sebelum dan sesudah akuisisi yang diukur dengan metode EVA.

b. Dalam penelitian ini digunakan tingkat signifikan 0,05 dengan derajat kebebasan n – 1.

c. Statistik uji t yang digunakan menurut Djarwanto (2001 : 135) adalah t =

đ

Sd

n

Keterangan:

đ = rata – rata dari harga – harga d (beda harga yang berpasangan) Sd = standard deviasi dari harga – harga d

n = banyaknya pasangan

Standard deviasi dari beda menurut Djarwanto (2001 : 136), dapat dicari dengan menggunakan rumus :

Sd = ∑ d2 - (∑d)2 / n

n-1 Keterangan:

Sd = standard deviasi dari harga – harga d

d = rata – rata dari harga – harga d (beda harga yang berpasangan) n = jumlah sampel yang dianalisis.


(65)

(66)

54

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Objek Penelitian

4.1.1. Sejarah Pasar Modal di Indonesia

Secara historis pasar modal telah hadir jauh sebelum Indonesia merdeka. Pasar modal atau bursa efek telah hadir sejak jaman kolonial Belanda dan tepatnya pada tahun 1912 di Batavia. Pasar modal pada saat ini didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk kepentingan pemerintah kolonial VOC. Meskipun pasar modal telah ada sejak tahun 1912, perkembangan dan pertumbuhan pasar modal tidak berjalan seperti yang diharapkan, bahkan pada beberapa periode kegiatan pasar modal mengalami kevakuman. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti perang dunia ke I bank ke II, perpindahan kekuasaan dari pemerintah kolonial kepada pemerintah Republik Indonesia, dan berbagai kondisi yang menyebabkan operasi bursa efek tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya.

Pemerintah Republik Indonesia mengaktifkan kembali pasar modal pada tahun 1977, dan beberapa tahun kemudian pasar modal mengalami pertumbuhan seiring dengan berbagai insentif dan regulasi yang dikeluarkan pemerintah.


(67)

55

Secara singkat tonggak perkembangan pasar modal di Indonesia dapat dilihat sebagai berikut:

a. 14 Desember 1912 : bursa efek di Indonesia dibentuk di Batavia oleh pemerintah Hindia Belanda.

b. Tahun 1914 – 1918 : bursa efek di Batavia ditutup selama perang dunia I. c. Tahun1925 – 1942 : bursa efek di Jakarta dibuka kembali bersama dengan

bursa efek di Semarang dan Surabaya.

d. Awal tahun 1939 : karena isu politik (perang dunia II) bursa efek di Semarang dan Surabaya ditutup.

e. Tahun1942 – 1952 : bursa efek di Jakarta ditutup kembali selama perang dunia II.

f. Tahun 1952 : bursa efek di Jakarta diaktifkan kembali dengan UU darurat pasar modal 1952, yang dikeluarkan oleh Menteri Kehakiman (Lukman Wiradinata) dan Menteri Keuangan (Prof. DR. Sumitro Djojohadikusumo). Instrument yang diperdagangkan : obligasi pemerintah RI (1950).

g. Tahun 1956 : program nasionalisasi perusahaan Belanda. Bursa efek semakin tidak aktif.

h. Tahun 1956 – 1977 : perdagangan di bursa efek vakum.

i. 10 agustus 1977 : bursa efek diresmikan kembali oleh Presiden Soeharto. BEJ dijalankan dibawah BAPEPAM (BAdan pelaksana Pasar Modal). Tanggal 10 Agustus diperingati sebagai HUT pasar modal. Pengaktifan


(68)

56

kembali pasar modal ini juga ditandai dengan go public PT. Semen Cibinong sebagai emiten pertama.

j. Tahun 1977 – 1987 : perdagangan di bursa efek sangat lesu. Jumlah emiten hingga 1987 baru mencapai 24. Masyarakat lebih memilih instrument perbankan dibandingkan instrument pasar modal.

k. Tahun 1987 : ditandai dengan hadirnya Paket Desember 1987 (PAKDES 87) yang memberikan kemudahan bagi perusahaaan untuk melakukan penawaran umum dan investor asing menanamkan modal di Indonesia. l. Tahun 1988 – 1990 : paket deregulasi di bidang di bidang perbankan dan

pasar modal diluncurkan. Pintu BEJ terbuka untuk asing. Aktivitas bursa terlihat meningkat.

m. 02 juni 1988 : Bursa Paralel Indonesia (BPI) mulai beroperasi dan dikelola oleh Persatuan Perdagangan Uang dan Efek (PPUE), sedangkan organisasinya terdiri dari broker dan dealer.

n. Desember 1988 : pemerintah mengeluarkan Paket Desember 88 (PAKDES 88) yang memberikan kemudahan perusahaan untuk go public dan beberapa kebijakan lain yang positif bagi pertumbuhan pasar modal.

o. 16 juni 1989 : Bursa Efek Surabaya (BES) mulai beroperasi dan dikelola oleh perseroan terbatas milik swasta yaitu PT. Bursa Efek Surabaya.

p. 13 juli 1992 : swastanisasi BEJ. BAPEPAM berubah menjadi badan pengawas pasar modal. Tanggal ini diperingati sebagai HUT BEJ.


(69)

57

q. 22 mei 1995 : sistem otomasi perdagangan di BEJ dilaksanakan dengan sistem komputer JATS (Jakarta Automated Trading System).

r. 10 november 1995 : pemerintah mengeluarkan Undang – Undang No. 8 Tahun 1995 tentang pasar modal. Undang – Undang ini mulai diberlakukan mulai januari 1996.

s. Tahun 1995 : Bursa Paralel Indonesia merger dengan Bursa Efek Surabaya.

t. Tahun 2000 : sistem perdagangan tanpa wakat (scripless trading) mulai diaplikasikan di Pasar modal Indonesia.

u. Tahun 2002 : BEJ mulai mengaplikasikan system perdagangan jarak jauh (remote trading).

v. Tahun 2007 : penggabungan Bursa Efek Surabaya (BES) ke Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan berubah nama menjadi Bursa Efek Indonesia.

4.1.1.1. Sejarah PT. Bursa Efek Indonesia (BEI)

Penggabungan PT. Bursa Efek Surabaya (BES) ke dalam PT Bursa Efek Jakarta (BEJ) yang kemudian menjadi PT. Bursa Efek Indonesia (BEI), telah efektif mulai tanggal 30 November 2007. Bursa hasil merger tersebut telah memulai operasional pertamanya pada tanggal 3 Desember 2007. Bursa saat ini memfasilitasi perdagangan modal, surat hutang, dan perdagangan derivatif.


(70)

58

Dengan penggabungan, kapitalisasi pasar Bursa Efek Indonesia meningkat menjadi Rp. 2,538 triliun yang terdiri dari Rp. 1,982 triliun Surat Utang Negara (SUN). hadirnya bursa efek tunggal ini diharapkan akan meningkatkan efesiensi industri pasar modal di Indonesia dan menambah daya tarik masyarakat untuk berinvestasi.

Sinergi merger ini diharapkan akan semakin meningkatkan pertumbuhan pasar modal kita, baik dalam kapasitas pasar, jumlah emiten, dan jumlah investor baik lokal maupun asing. Harapan kedepan pasar modal Indonesia akan menjadi salah satu pilar utama pertumbuhan ekonomi nasional.

Bursa Efek Indonesia sangat memahami peran Surabaya sebagai salah satu basis utama penggerak perekonomian di wilayah Indonesia Timur. BEI kemudian melalui Sentra Informasi dan Edukasi (SIE) di Surabaya akan semakin meningkat kegiatan sosialisasinya mengenai pasar modal sebagai alternatif investasi bagi masyarakat umum, dan alternatif pendanaan bagi perusahaan. Harapan BEI, sosialisasi tersebut akan menyumbang peningkatan jumlah investor dan perusahaan tercatat (emiten) baik dari Jawa Timur maupun dari wilayah sekitarnya. Bagi daerah sendiri, peningkatan pelaksanaan Good Corporate Governance di perusahaan dan sebagainya.

Dengan mempertimbangkan pertumbuhan industri pasar modal Indonesia beberapa tahun terakhir yang sedemikian pesat, Bursa Efek Indonesia (BEI) berencana melakukan pemutakhiran sistem Jakarta


(71)

59

terakhir, dengan sistem baru yang akan mampu menangani semua produk finansial (saham, obligasi dan derivatif) dalam satu platform.

4.1.2. PT. Unggul Indah Cahaya,Tbk

PT Unggul Indah Cahaya Tbk (Perusahaan) didirikan dalam rangka Undang-undang Penanaman Modal Asing No.1, tahun 1967 berdasarkan akta Notaris Budiarti Karnadi SH No.12, tanggal 7 Februari 1983.

Perusahaan merupakan produsen tunggal Alkylbenzene (AB), salah satu bahan baku utama deterjen. Saat ini, PT Unggul Indah Cahaya Tbk, dapat dikatakan sebagai perusahaan dengan kapasitas produksi terpasang terbesar dalam satu lokasi dikawasan Asia Pasifik.

Produksi utama dari Perusahaan adalah memproduksi 2 (dua) jenis AB, yaitu Linear Alkylbenzene (LAB) dan BranchedAlkylbenzene (BAB). Perusahaan juga memproduksi Heavy Alkylate (HA) dan Light Alkylate (LA) sebagai produk sampingannya. Dalam menjalankan usahanya, Perusahaan didukung oleh teknologi yang diperoleh melalui perjanjian lisensi dari UOP LLC, Amerika Serikat.

Untuk lebih memperkuat posisinya dikawasan Asia Pasifik, Perusahaan melakukan investasi pada beberapa perusahaan yang bergerak dalam bidang industri sejenis diIndonesia, Vietnam, Singapura, Australia dan Selandia Baru . Di tahun 2006 , Perusahaan mengakuisisi 40% saham kepemilikan di Fang Cheng Tian-Mu Chemical Co, Ltd. sebuah perusahaan yang bergerak dalam


(72)

60

memproduksi Phosphoric Acid di China. Kemampuan Perusahaan menciptakan produk-produk berkualitas tinggi serta memberikan pelayanan terbaik bagi para pelanggannya, telah mendapatkan pengakuan dari dunia internasional.

Terbukti dari diperolehnya sertifikasi standar mutu internasional ISO 9001:2000 sejak 2003. ISO 14001:1996 juga diperoleh pada tahun 2004 sebagai pengakuan internasional atas usaha Perusahaan yang berkesinambungan dalam melestarikan lingkungan. Kedua sertifikasi tersebut diperoleh dari lembaga akreditasi Internasional, SGS Systems & Services

Certification, yang berada di Amerika Serikat, Inggris dan Australia atau

Selandia Baru

Saat ini perusahaan berkedudukan di Jakarta, sedangkan pabriknya berlokasi di Merak, km 117,5 Desa Gerem, Kecamatan Pulomerak, Kabupaten Serang, Propinsi Banten. Kantor Pusat Perusahaan beralamat di Berkantor Pusat di Wisma UIC Lantai 2, Jl. Jend. Gatot Subroto Kav. 6-7, Jakarta12930.

4.1.2.1. Visi dan Misi Perusahaan a. Visi Perusahaan

Memasuki dan melayani pasar regional melalui produk yang berkualitas dan menciptakan kerjasama jangka panjang dengan para pelanggan, sehingga dapat meningkatkan nilai investasi bagi para pemegang saham.


(73)

61

b. Misi Perusahaan

Turut serta mensukseskan program pembangunan sosial dan ekonomi Indonesia melalui penyediaan Alkylbenzene bagi pasar dalam negeri, menambah keseimbangan positif dalam perdagangan, mendukung aktivitas pembangunan industri hilir dan menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat sekitar.

4.2. Deskripsi Hasil Penelitian

Pada tahun 2005 PT. Unggul Indah Cahaya Tbk melakukan akuisisi dengan PT. Wiranusa Grahatama (WG) sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang pengembangan kompleks gedung perkantoran dan apartemen yang berlokasi di kawasan pusat bisnis Jakarta.

Hasil penelitian akan dijelaskan sesuai dengan hasil perhitungan dari variabel – yariabel perhitungan EVA, yaitu Biaya Hutang, Biaya Modal Saham, Struktur Modal, Biaya Modal Rata – rata Tertimbang (WACC), dan EVA. Kemudian dilanjutkan dengan membandingkan hasil penelitian EVA untuk tahun – tahun yang diamati.


(74)

62

4.2.1. Analisis Perhitungan Economic Value Added sebelum dan sesudah akuisisi Langkah – langkah dalam menghitung Economic Value Added adalah sebagai berikut:

a. Menghitung Biaya modal Hutang (Kt)

Biaya hutang merupakan dana yang dikeluarkan oleh perusahaan sebagai akibat penggunaan dana yang berasal dari pinjaman baik jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam menghitung biaya modal hutang (Kt), data yang diperlukan meliputi beban bunga, hutang jangka panjang dan pendek dan tingkat pajak perusahaan.

Rumus : Kdt =Kd (1-t)……….………..… (Lukas, 2003 : 116) Adapun hasil perhitungan biaya modal hutang sebelum dan sesudah akuisisi untuk PT. Unggul Indah Cahaya Tbk adalah:

Tabel 4 : Hasil Perhitungan Biaya Modal Hutang Sebelum Akuisisi Sesudah akuisisi

2002 2003 2004 2006 2007 2008 Biaya

modal hutang

- 2,37 % 3,72 % 0,56% 5,54 % 3,60 % Sumber: Lampiran diolah

Berdasarkan Tabel 4 diatas menunjukkan Modal Saham tertinggi terjadi pada tahun 2007 sebesar 3,60% dan Modal Saham terendah pada tahun 2006 sebesar 0,56%. Tinggi rendahnya biaya hutang menunjukkan seberapa besar tingkat keuntungan yang diharapkan investor atau seberapa besar beban hutang yang harus ditanggung perusahaan.


(1)

saham.

4. Tabita mina sari (2010) PT. UNGGUL INDAH CAHAYA Tbk. Akusisi dan kinerja keuangan

bahwa tidak terjadi perbedaan yang signifikan pada nilai Economic

Value Added pada saat

sebel ak

um dan sesudah uisisi.

Sumber :

Perbedaan penelitian sekarang dengan penelitian terdahulu terletak pada variabel, objek dan waktu penelitian. Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Economic Value Added (EVA) sebelum dan sesudah akuisisi dan Economic Value Added (EVA) sesudah akuisisi, dan variable terikatnya adalah Kinerja Keuangan Perusahaan.

Berdasarkan perbedaan dan persamaaan tersebut hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi peneliti yang akan datang, agar memperluas jangkauan populasi yaitu perusahaan yang melakukan akuisisi serta memperpanjang periode pengamatan.

4.5.2. Keterbatasan penelitian

Terdapat berbagai macam keterbatasan – keterbatasan pada penelitian ini, keterbatasan tersebut antara lain:

1. Periode pengamatan atau event windows dari penelitian ini adalah tiga tahun sebelum akuisisi dan tiga tahun sesudah akuisisi.

2. Akuisisi diukur dengan metode EVA. Peneliti


(2)

74

3. Sampel yang digunakan pada penelitian ini hanya menggunakan satu perusahaan saja yang melakukan akuisisi pada tahun 2005


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Hasil penelitian dan pegujian hipotesis yang dilakukan diperoleh kesimpulan Hipotesis yang menyatakan “Diduga terdapat ada perbedaan perubahan kinerja keuangan sebelum dan sesudah akuisisi yang diukur dengan metode Economic

Value Added ( EVA)”, pada PT. UNGGUL INDAH CAHAYA Tbk. tidak

teruji kebenarannya.

5.2. Saran

Adapun saran yang diambil dari penelitian ini:

1. Bagi perusahaan hendaknya menambah nilai dalam perusahaan dengan meningkatkan efesiensi operasional, memisahkan value added activities dari non value activities dan membatasi investasi di project yang kurang menguntungkan diharapkan manajemen dapat menggunakan modalnya secara lebih baik untuk investasi di project yang menambah nilai dan tingkat pertumbuhan perusahaan.


(4)

74

2. Pada perusahaan-perusahaan yang go public maupun yang belum, sebaiknya lebih meningkatkan nilai Economic Value Added dalam penggunaannya sebagai alat pengukur kinerja perusahaan. Peningkatan

Economic Value added bisa dilakukan dengan cara meningkatkan nilai

laba bersih (NOPAT) atau dengan cara mengurangi nilai capital charger. 3. Penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan metode Economic Value

Added (EVA) hendakya memperluas periode pengamatan dan

memperhatikan aspek – aspek non ekonomis yang mungkin berpengaaru terhadap kinerja perusahaan, sehingga dapat peroleh gambaran yang lebih lengkap mengenai kinerja perusahaan.


(5)

Atmaja, Lukas, 2003. Manajemen Keuangan. Edisi Revisi. Yogyakarta : Andi. Beams, Floyd A dan Amir Abadi Jusuf, 1998. Akuntansi Keuangan Lanjutan

di Indonesia. Jakarta : Salemba Empat.

Brigham, Eugene F. dan Joel F. Houston, 2006, Dasar-dasar Manajemen

Keuangan. Edisi 10 Jilid 1, penerbit Erlangga, Jakarta.

Hansen, Don R. and Maryanne M. Mowen, 1995. Cost Management :

Accounting and Control. South-Western : Colage Publishing.

Helfert, Erich A., 1997. Teknik Analisis Keuangan (Petunjuk Praktis Untuk

Mengelola dan Mengukur Kinerja Keuangan Perusahaan). Edisi

Kedelapan. Jakarta : Erlangga.

Ikatan Akuntan Indonesia, 2004, Standar Akuntansi Keuangan Tanggal 1

April 2004. Jakarta : Salemba Empat.

Moin, 2004, Merger, Akuisisi dan Divestasi, Edisi Kedua, Penerbit Ekonomi, Yogyakarta.

Munawir, 1983, Analisa Laporan Keuangan, Edisi Revisi, Penerbit Liberty, Yogyakarta.

Prastowo, Dwi., dan Rifka Julianty. 2005. Analisis Laporan Keuangan Konsep

dan Aplikasi. Edisi Kdua. Cetakan Pertama. Yogyakarta : UPP

AMP YKPN.

Ps, Djarwanto, 1996, Mengenal Uji Statistik Dalam Penelitian, Edisi 1, Penerbit BPFE, Yogyakarta

Sawir, Agnes, 2005. Analisis Kinerja keuangan dan Perencanaan Keuangan

Perusahaan. Gramedia : Jakarta.

Sumarsono, 2004. Metode Penelitian Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Weston, J Fred and Copeland Thomas E. 1992. Manajemen Keuangan. Edisi Kedelapan (revisi). Jilid 2. Binarupa Aksara : Jakarta.


(6)

Jurnal:

Hidayat, Taufik, “Perbandingan Pengaruh EVA dan Pengukuran Kinerja Lainnya Terhadap Imbal Hasil Saham di Indonesia”, Jurnal

Akuntansi dan Keuangan Indonesia, hal. 55 – 75.

Hudayati, Ataina, “Merger dan Akuisisi”, JAAI, hal. 184 – 200.

Kusuma, Hadri dan Wigiya Ayu Udiaa Sari, “ Manajemen Laba oleh Perusahaan Pengakuisisi Sebelum merger dan Akuisisi di Indonesia”, JAAI, hal. 21 – 36.

Mardhatillah, Rizki “ Hubungan Economic Value Added (EVA) dengan Return Saham”, Jurnal Riset Ekonomi dan Akuntansi, hal. 64.

Nilawati, “Analisis ROI dan EVA Terhadap Return On Shares LQ-45 di Bursa Efek Jakarta”, Jurnal Bisnis dan Manajemen, hal. 151 – 166. Nuraini, Eka, “Pengaruh Pengumuman Merjer dan Akuisisi Terhadap Return

Saham Perusahaan target Di Bursa Efek Jakarta”, Jurnal Riset

Akuntansi, Manajemen dan Ekonomi, hal 153-167.

Payamta, “Analisis Pengaruh Merger dan Akuisisi Terhadap Kinerja Perusahaan Publik di Indonesia”, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, hal. 261 - 282.

Pradhono, “Pengaruh Economic Value Added, Residual Income, Earning’s dan Arus Kas Operasi Terhadap Return Yang Di Terima Oleh Pemegang Saham”, Jurnal Ekonomi Akuntansi, hal 153-167.

Majalah:

Isnani, Nurul “Pengaruh Merger Terhadap Kinerja Keuangan : Analisis