HARMONISASI NILAI KOSMOPOLITAN DAN ETNISITAS MELALUI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN PENGARUHNYA TERHADAP NASIONALISME SISWA : Penelitian Cross-Sectional Survey pada Siswa Sekolah Menengah di Kota Cimahi.
HARMONISASI NILAI KOSMOPOLITAN DAN ETNISITAS MELALUI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
PENGARUHNYA TERHADAP NASIONALISME SISWA (Penelitian Cross-Sectional Survey pada Siswa Sekolah Menengah di Kota Cimahi)
DISERTASI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Doktor Ilmu Pendidikan Program Studi Pendidikan
Kewarganegaraan
Oleh:
Lili Halimah
NIM 0808239
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2014
(2)
LILI HALIMAH
HARMONISASI NILAI KOSMOP
HARMONISASI NILAI KOSMOPOLITAN DAN ETNISITAS MELALUI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
PENGARUHNYA TERHADAP NASIONALISME SISWA (Penelitian Cross-Sectional Survey pada Siswa Sekolah Menengah di Kota Cimahi)
Oleh :
LILI HALIMAH
M.Pd/PKn SPs UPI 2006
Sebuah disertasi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Memperoleh gelar Doktor Pendidikan (Dr.)
Pada Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan
© Lili Halimah 2014 Universitas Pendidikan Indonesia
Agustus 2014
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difotocopy atau cara lainnya
tanpa ijin dari penulis
OLITAN DAN MELALUI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAAN PENGARUHNYA TERHADAP NASIONALISME SISWA
(Penelitian Cross-Sectional Survey pada Sekolah Menengah di Kota Cimahi) Disetujui dan Disahkan oleh Panilita Disertasi
(3)
(4)
Disertasi ini telah diuji pada Sidang Tahap II Hari/Tanggal : Senin, 11 Agustus 2014
Tempat : Ruang 104 lantai 5 Gedung SPs UPI
Tim Penguji
Penguji I :
Promotor
Prof. Dr. H. Endang Sumantri M.Ed. NIP. 19410715 1967031001
Penguji II :
Ko Promotor
Prof. Dr. H. Dasim Budimansyah M.Si NIP. 196203161988031003
Penguji III : Anggota
Prof. Dr. Ace Suryadi M.Sc., Ph.D. NIP. 195107251978031001
Penguji IV :
Luar
Freddy Kalidjernih, Ph.D
Penguji V :
Dalam
Prof. Dr. H. Sapriya M.Ed. NIP. 196308201988031001
Pro
Penguji VI :
Dr. M. Solehuddin, M.Pd., M.A. NIP. 196202081986011002
(5)
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul “Harmonisasi Nilai Kosmopolitan dan Etnisitas Melalui Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Pengaruhnya terhadap Nasionalisme Siswa (Penelitian Cross-Sectional Survey pada Siswa Sekolah Menengah di Kota Cimahi)” beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri. Saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan tersebut, saya siap menanggung segala risiko atau sanksi apabila dikemudian hari ditemukan adanya pelanggaran etika keilmuan terhadap keaslian karya saya.
Bandung, Agustus 2014 Yang membuat Pernyataan,
Lili Halimah NIM 0808239
(6)
(7)
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi disertasi.
A. Latar Belakang Penelitian
1. Peran Pendidikan Kewarganegaraan dalam Membangun Nasionalisme Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) sebagai mata pelajaran mempunyai peran dan tanggung jawab dalam mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta terhadap tanah air seperti yang diamanatkan dalam penjelasan Pasal 37 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal tersebut dikarenakan PKn masih memegang peranan yang strategis dalam memupuk jiwa nasionalisme, dan bukan hanya untuk masa sekarang, tetapi secara futuristic bagi kelanjutan pembangunan bangsa (Kartodirdjo, 1993, hlm. 25).
Namun, dewasa ini harus diakui bahwa kesadaran nasionalisme siswa mengalami masalah berat sehingga memerlukan segera pembenahan secara serius dari berbagai pihak bukan hanya lembaga pendidikan tetapi juga pemerintah. Merosotnya nasionalisme di kalangan siswa dan merebaknya disintegrasi nasional akhir-akhir ini merupakan salah satu faktor kegagalan pembenahan sistem pendidikan dan sistem pertahanan keamanan yang berdampak pada persatuan bangsa dan kesatuan negara Indonesia. Hal tersebut juga diperburuk oleh media massa yang menyiarkan fenomena-fenomena yang memperlemah komitmen kebangsaan, yaitu menguatnya etnosentrisme yang mengemuka dalam pelaksanaan desentralisasi (Budimansyah, 2010, hlm. 128), sehingga nasionalisme saat ini terasa kian meredup sinarnya (Kumoro, 2006, hlm. 27).
(8)
Ikhwal lain yang menyebabkan lemahnya nasionalisme siswa adalah krisis multidimensional yang masih melanda bangsa Indonesia. Keadaan tersebut terlihat dari dari rusaknya sendi-sendi bangsa baik berupa krisis konstitusi, kultural, maupun krisis ekonomi (Sepandji, 2005, hlm. 48). Kenyataan tersebut dapat disebabkan gaya hidup global cepat diserap oleh masyarakat akibat majunya arus informasi yang dihasilkan oleh teknologi (Tilaar, 2002, hlm. 1). Kemudian, saat ini disinyalir bahwa nasionalisme bangsa Indonesia rapuh dalam menghadapi gejala-gejala mutakhir berupa solidaritas parochial dan kekuatan eksternal akibat pengaruh globalisasi, baik kekuasaan kolonial, penetrasi transnational dan multinational corporation, maupun lembaga-lembaga internasional lainya (Komalasari, 2007).
Tentu saja kita perlu memahami dan memaknai globalisasi secara arif. Kalau kita menggunakan hanya perspektif komunikasi yang becorak “one-way street” (satu arah) bahkan “imperialisme media”, kita akan cenderung berargumen bahwa bangsa kita hanya “recipien pasif” atau konsumen pasif dari semua informasi global (khususnya dari negara-negara adidaya). Akan tetapi, kalau kita mengambil perspektif “media global”, kita akan menemukan bahwa bangsa Indonesia dapat “memanfaatkan” media itu dengan mengadopsi dan mengadaptasinya. Jadi, tidak semuanya negatif, yang secara otomatis mengikis dan meruntuhkan identitas kultural kita. Sebagai pembanding, bangsa Korea (notabene: Korea Selatan) bukanlah bangsa besar atau negara adidaya. Selama berabad-abad mereka merupakan resipen atau kosumen pelbagai produk Barat. Akan tetapi, dalam lima puluh tahun terakhir, mereka bangkit karena nasionalisme. Nasionalisme mereka tidak sekadar dipandang secara simplisistik sebagai proses pengikisan oleh globalisasi dan nilai-nilai kosmopolitan, tetapi mereka merangkul globalisasi dan kosmopolitanisme dengan melibatkan diri dalam memproduk teknologi global dan memajukan ekonomi kreatif mereka dengan cara merevitalisasi nasionalisme dan budaya lokal mereka.
(9)
Melihat kenyataan demikian yang ditandai oleh pelbagai krisis multidimensional, nasionalisme Indonesia niscaya perlu direvitalisasi. Dalam rangka mengantisipasinya, PKn sebagai bidang studi mempunyai peran yang strategis dengan mengembalikan hakikat jati diri bangsa dengan melakukan perspektif think globally, act locally yang juga merupakan perspektif “globalisasi media” (seperti dijuluki sosiolog Roland Robertson dengan “glocalization”), agar dapat membangun kembali sendi-sendi rasa kebangsaan dan kesarasan berbangsa, dan berupaya menjelaskan bahwa informasi tidak hanya satu arah yakni dari negara produk yang kuat, ke konsumen yang lemah.
Dalam prosesnya, PKn belum berhasil mewujudkan visi dan misinya, karena secara subtansial terdapat beragam persepsi tentang bidang kajian PKn menurut kepentingan pihak tertentu dan trend perkembangan sosial budaya, politik, ideologi bahkan situasi global. (Sapriya, 2003, hlm. 4). Belum terdapat kesamaan pemikiran, adanya trend perkembangan multi-dimensi dan masih adanya transisi pada kehidupan berbangsa dan bernegara pasca-politik dari era orde baru ke era refomasi, hingga saat ini. Perbedaan gagasan dan perspektif tentang bentuk PKn membuat upaya membangun suatu budaya pembelajaran kewarganegaraan-demokratis sulit. Masalah demikian menjadi semakin kompleks ketika kita melihat pelbagai tantangan internal dan eksternal yang dapat mengancam eksitensi Indonesia, terutama antara nasionalisme dan globalisasi, yang akan diuraikan pada bagian selanjutnya.
2. Tantangan Nasionalisme Bagi Bangsa Indonesia di Era Globalisasi
Indonesia sebagai bangsa majemuk, pluralistik, multikultural dan sebutan-sebutan lain yang menggambarkan beragamnya suku, agama dan ras bahkan wilayah, bukan saja menyimpan kekayaan tetapi juga ancaman disintegrasi yang sewaktu-waktu dapat terjadi. Dengan demikian, bangsa Indonesia harus tetap memiliki daya pengikat yang dapat mempererat persatuan dan kesatuan bangsa yang disebut nasionalisme. Substansi
(10)
nasionalisme Indonesia meliputi dua unsur: Pertama; kesadaran mengenai persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang terdiri atas banyak suku, etnik, dan agama. Kedua, kesadaran bersama bangsa Indonesia dalam menghapuskan segala bentuk penjajahan dan penindasan dari bumi Indonesia (Wiriaatmadja, 2003; 23). Kesadaran nasional inilah yang membentuk nation dalam arti politik, yaitu bangsa-negara atau nation state (Ismaun, 1981: 36).
Dalam memasuki era globalisasi ini, mau tidak mau bangsa Indonesia harus mampu berkompetisi di dunia yang cenderung tanpa batas. Hal tersebut dikarenakan globalisasi identik dengan konsep pengurangan kedaulatan sebuah negara, penghilangan batas wilayah sebuah negara, kecanggihan teknologi, penyempitan ruang dunia dan pengembangan transaksi perdagangan berdasarkan kepada pemikiran perdagangan bebas. Keadaan tersebut sejalan dengan pendapat Ohmae (1995, hlm. 4) sebagai berikut :
Taken together, the mobility of these four I’s makes it possible for viable
economic units in any part of the world to pull in whatever is needed for development. They need not look for assistance only to pools of resources close to home. Not need they rely on the formal effort of governments to at track resources from elsewhere and funnel them to the ultimate users. This make the traditional
“middleman” function of nation state-and of their governments-largely unnecessary. Because the global markets for all the It’s work just fine on their own, nation states no longer have to play a market-making role.
Globalisasi bukan saja membawa ideologi yang bersifat global dalam hal ini demokrasi liberal di kalangan penduduk dunia, tetapi juga turut mengancam eksistensi negara bangsa, karena globalisasi pada intinya berimplikasi kepada negara tanpa batas (borderless). Kehidupan yang tanpa batas akan mengurangi kedaulatan sebuah negara. Dalam keadaannya yang sedemikian, globalisasi membawa pengaruh nilai kosmopolitan. Sementara nilai kosmopolitan yang berkembang pada dekade terakhir ini cenderung kepada sebuah kehidupan mendunia tanpa batasan-batasan negara yang mengadopsi tradisi Barat dalam
(11)
menyebarkan paham imperialismenya, terutama bagi negara-negara miskin atau negara berkembang.
Pernyataan Ohmae di atas dikritisi oleh Giddens (2004) bahwa globalisasi tidak pernah sungguh-sunggih mengikis suatu identitas atau kedaulatan politik negara, tetapi lebih pada isu-isu pergerakan manusia, barang dan jasa yang lebih mudah lintas-batas. Negara pasti ada dan batas-batas itu tetap ada serta dapat dipertahankan. Tiga perspektif tentang pengaruh globalisasi, yakni: (1) homogenisasi, yakni proses atau beberapa proses yang digunakan untuk membuat campuran menjadi seragam, (2) divergensi, yakni proses penyebaran dan pemecahan menjadi beberapa keragaman, dan (3) hibridisasi, yakni proses peleburan atau gabungan sehingga menjadi bentuk yang baru. Salah satu fenomena globalisasi yang mengemuka adalah nilai kosmopolitan yang memiliki dampak tertentu terhadap nasionalisme siswa, penulis akan menguraikannnya pada bagian berikut.
3. Nilai kosmopolitan sebagai Fenomena Globalisasi dan Dampaknya pada Nasionalisme Siswa
Bangsa Indonesia pada era globalisasi ini dihadapkan pada kekuatan utama yang dapat menghimpit semangat nasionalisme, yakni nilai kosmopolitan yang beriringan dengan globalisasi. Held (1999) dan Giddens (2004) memiliki kesamaan pemikiran mengenai globalisasi, khususnya untuk Held, dikaitkan dengan ikhwal kosmopolitansime, yakni mereka mengajukan gagasan atas “globalisasi” yang memiliki kecenderungan “negatif”, seperti mendorong konsumerisme, homogenisasi tertentu yang membawa efek negatif pada identitas lokal, menguatkan neo-liberalisme dsb. Hal tersebut disebabkan globalisasi akan dapat mengancam budaya bangsa sehingga budaya kosmopolitan yang dihasilkan oleh globalisasi akan muncul dan dapat mematikan budaya nasional atas suatu bangsa (Tilaar, 2002, hlm. 4) dan dapat mempersempit ruang gerak (Kalidjernih, 2009, hlm. 29). Sementara itu,
(12)
“globalisasi positif” yang diasosiasikan dengan cita-cita nilai kosmopolitan, seperti kesadaran dan upaya-kerja sama dalam skala global dalam mengatasi pelbagai masalah lokal dan nasional, dibangun pelbagai badan dunia untuk kemaslahatan umat manusia yang tidak mungkin diatasi oleh sebuah negara secara individu, tetapi perlu merangkul negara-negara lain. Contoh lain yang berkenaan dengan nilai kosmopolitan adalah degradasi ekologi, seperti ikhwal karbon sebagai akibat pembabatan hutan dan kebakaran lahan. Uni Eropa menyokong dana, pakar dan pengetahuan dalam mengatasi masalah ini. Sementara itu, beberapa negara lain, seperti Indonesia, terlibat meminimalkan degradasi tersebut.
Sejalan dengan dunia yang semakin menglobal (globalizing world) dalam tradisi ilmu sosial nilai kosmopolitan dianggap sebagai oposisi dari nasionalisme (Kalidjernih, 2009, hlm. 1). Atau dengan kata lain, nasionalisme secara ideologinya adalah anti kosmopolitanisme (Jaafar, 2009, hlm. 18 dan 20). Selain itu, kosmopolitanisme sebagai suatu etika politik ideal muncul sebagai suatu proyek kenegaraan dalam bentuk baru yang terbentuk dengan melampaui batas-batas sebuah negara dan pemerintahan transnasional seperti halnya kemunculan dari satu hukum masyarakat global yang kokoh (Nowicka dan Rovisco, 2009, hlm. 1-5). Sehingga nasionalisme dan kosmopolitan dapat dipahami sebagai dua sisi yang saling berkaitan. Apabila nasionalisme menyangkut paham kebangsaan berupa kesetiaan warga negara terhadap negaranya, maka kosmopolitan sebaliknya merujuk kepada kondisi bahwa seseorang merasa adalah bagian keseluruhan secara global sehingga seringkali hilang identitasnya sebagai warga negara suatu bangsa (Mardawani, 2011, hlm. 56).
Dengan demikian, kosmopolitanisme sering dilabelkan pada individu yang bergerak secara fisik dan berada di luar asal mereka serta menghadirkan suatu jenis budaya spesifik, atau orang-orang yang sudah belajar dan merasa nyaman dalam seting budaya yang beragam (Mau, S,
(13)
Mewes, J and Zimmermann, 2008, hlm. 4). Dalam pengertian lain, nilai kosmopolitan merujuk kepada suatu paham atau gagasan bahwa semua manusia, tanpa memandang latar belakangnya adalah anggota dari sebuah komunitas (Kalidjernih, 2009, hlm. 4). Maksudnya, nilai kosmopolitan mengarahkan kepada suatu kehidupan yang “tanpa-batas” (borderless) yang erat kaitannya dengan globalisasi sehingga nilai kosmopolitan dapat juga dianggap sebagai ideologi yang menganggap semua kelompok etnis manusia milik sebuah komunitas tunggal berdasarkan pada moralitas bersama.
Pada tingkatan umum, nilai kosmopolitan dapat diuraikan sebagai suatu orientasi dan suatu kesediaan untuk terlibat dan berinteraksi dengan pihak lain (Mau, S, Mewes, J and Zimmermann, 2008, hlm. 3). Hal tersebut memerlukan suatu keterbukaan yang estetis dan intelektual ke arah pengalaman budaya yang berbeda, suatu pencarian keragaman budaya bukannya keseragaman (Held, 1996, hlm. 103). Bagaimanapun juga, pemahaman konsep tersebut dapat diterapkan dengan maksud sangat berbeda dan pada gejala berbeda berkisar antara perspektif filosofis, etis dan ideologis ke sikap individu, seperti halnya ke agama, kota dan lingkungan pergaulan budaya mereka (Roudometof, 2005, hlm. 116). Nilai kosmopolitan tidak sendiri dalam mempengaruhi nasionalisme. Nilai lain yang juga mengemuka dan menguat adalah nilai etnisitas. Berikut diuraikan mengenai penguatan etnisitas dalam konteks nilai-nilai nasionalisme.
4. Penguatan Etnisitas dalam Konteks Nasionalisme
Pada saat yang sama, secara kontradiktif globalisasi mendorong terjadinya liberalisasi politik, nasionalisme etnis (ethnonationalism) dan tribalisme (tribalism) yang bernyala-nyala yang dapat memunculkan dis-integrasi bangsa. Tetapi, prediksi tersebut tidak terbukti dan sebaliknya, negara Indonesia tetap bertahan hingga kini (Azra, 2004, hlm. 34). Dengan demikian, ancaman terhadap nasionalisme muncul dari
(14)
masyarakat dalam ruang yang lebih sempit, yaitu suatu sifat kedaerahan atau nasionalisme yang sempit berupa kesukuan atau etnisitas. (Supardan, 2004).
Banyak studi yang terkait dengan konflik yang bernuansa etnik dan agama beberapa daerah di Indonesia. Salah satu penyebabnya adalah lemahnya pemahaman dan pemaknaan tentang konsep kehidupan berbangsa dan bernegara. Pendidik dan siswa telah dihadapkan pada kenyataan-kenyataan yang berbeda antara idealisme pembelajaran dan perkembangan di lapangan berkaitan dengan munculnya gejolak identitas dari daerah-daerah yang seakan-akan bertentangan langsung dengan semangat kebangsaan. Keadaan yang lebih memprihatinkan tentu saja terkait konflik bernuansa SARA (suku, agama, ras dan antargolongan) seperti konflik di Ambon, Poso, Palu, Sampit, Sambas, dan beberapa daerah lain. Munculnya ide-ide kedaerahan, otonomi luas, penguatan identitas, federalisme, separatisme maupun konflik SARA di aras lokal tentu saja secara faktual telah menjadi tantangan serius terhadap keberlakuan negara nasional Indonesia.
Kebangkitan nasionalisme kultural dewasa ini, seperti disinggung di atas, dalam sejumlah kasus, tumbuh seiring dengan peningkatan sentimen etnisitas (Azra, 2010, hlm. 1) dan etnisitas merupakan produk ketidakselarasan antara teritori dan bahasa, sebuah proses yang bentuknya bisa beraneka rupa dan dapat disebut dengan etnifikasi (Oommen, 2009, hlm. 31). Pada masa depan konflik bersenjata akan bermotif etnik dan tribalisme akan lebih banyak ketimbang bermotif ekonomi dan politik (Naisbitt, 1994, hlm. 21-25). Penolakan seseorang terhadap tanah airnya akan mengakibatkan denasionalisasi yang memosisikan orang tersebut sebagai etnis (Oommen, 2009, hlm. 30). Kelompok etnis dapat diartikan sebagai keyakinan akan kesamaan dalam hal asal-usul dan nilai.
Usaha pencarian kesetaraan dan identitas antara etnisitas dan nasionalisme dilakukan secara berdampingan dan dapat saling bersaing
(15)
satu sama lain, dan isu terpenting adalah bagaimana bangsa Indonesia dapat mendamaikan antara keduanya dari perspektif-perspektif yang saling bersaing ini basis individu dan kelompok dari komponen kewarganegaraan adalah sebuah tantangan yang akan selalu muncul di dunia kontemporer (Oommen, 2009, hlm. 31-32). Nilai kosmopolitan merupakan konsep metodologis yang membantu ke arah mengalahkan nasionalisme metodologis dan untuk membangun suatu kerangka acuan untuk meneliti konflik sosial yang baru, dinamika dan struktur baru modernitas (Beck, 2002c, hlm. 2; Beck et al., 2002, hlm. 3).
Nilai kosmopolitan dan etnisitas dapat diterapkan secara harmonis dalam membentuk nilai nasionalisme yang diajarkan di sekolah di kota tertentu. Dalam hal ini, berikut diuraikan kondisi Kota Cimahi sebagai kota kosmopolitan sekaligus berbasis etnisitas.
5. Kota Cimahi sebagai Konsep Kota Kosmopolitan dan Berbasis Etnisitas Kota Cimahi merupakan sebuah kota yang potensial untuk membuka diri dengan segala hal. Mantan Walikota Itoc Tochija ketika menjabat dari tahun 2002 s.d. tahun 2012 selama 2 periode mencanangkan Kota Cimahi sebagai Cimahi Cyber City artinya Kota Cimahi siap menjadi pusat pelatihan dan ruang interaksi bagi pengembangan industri kreatif di lingkup Jawa Barat. Konsep cyber city ialah salah satu konsep kota modern berbasis teknologi informasi yang menjelma dalam kehidupan warga, dengan tolok ukurnya akses internet, artinya, warga kota sudah sedemikian mengakrabkan diri dengan internet, tidak lagi terbatas pada kalangan tertentu. Bagi siswa tingkat Sekolah Menengah sedang mengembangkan komunitas Science Club (SC) di setiap jenjang Sekolah Menengah bidang science animasi dan film, robotika, rekayasa software, games, mobile aplikasi dan web design serta industri perakitan laptop yang dilaksanakan oleh salah satu sekolah kejuruan di Cimahi. Di alun-alun Kota Cimahi pun telah terpasang tempat untuk mengakses
(16)
internet secara “gratis” melalui hot-spot area (http://www.cimahikota.go.id).
Berdasarkan sejarahnya Kota Cimahi lebih lekat dengan kota militer. Hal tersebut disebabkan banyak pusat pendidikan latihan ketentaraan yang dibangun Belanda pada masa penjajahan di kota ini (Kompas, 9 Oktober 2009). Hidup di kota militer yang terbiasa kaku kemungkinan dapat menjadi salah satu penyebab banyaknya resistensi yang ditemui dalam proses rebranding Cimahi sebagai kota kreatif. Bahkan sering terjadi suatu kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesejahteraan masyarakat harus dicapai dengan mengorbankan identitas dan kepribadian bangsanya (Suryadi dan Budimansyah, 2009, hlm. 127).
Berdasarkan hasil penelitian, konsumsi media massa ternyata memberikan kontribusi terbesar secara signifikan baik untuk tingkat modernitas maupun pemanfaatan TI. Sebagian generasi muda 65,3% menggunakan IT sebatas untuk memenuhi kebutuhan personal terutama untuk komunikasi dan hiburan yang berorientasi pada gaya hidup. Dalam tingkat modernitas, sebagian besar generasi muda 71,5% berada pada tingkat modern adaptif dalam arti gaya hidup mengikuti perkembangan zaman dengan sikap kritis yang sedang, namun sikap mereka cukup toleran (Dalyono, 2010). Tidak menutup kemungkinan dimana sejak internet menjadi media yang paling diminati oleh masyarakat dunia, akan banyak kasus-kasus yang muncul. Mulai dari caci maki hanya karena emosi sesaat pada individu maupun institusi, pemuatan foto-foto pribadi yang seharusnya tidak layak untuk disiarkan sampai “perang kata-kata” yang tidak pantas. Padahal ketika untuk pertama kalinya internet diperkenalkan, pemrakarsanya tidak pernah menduga bahwa dampaknya nanti di kemudian hari akan sedemikian dahsyatnya (Setiawan, 2009, hlm. 10).
Beragam akses terhadap informasi dan hiburan dari berbagai penjuru dunia dapat dilakukan melalui satu pintu saja, menembus batas
(17)
dimensi kehidupan penggunanya, waktu, dan bahkan ruang sehingga internet dapat diakses oleh siapapun, kapanpun dan dimanapun. Hanya dengan fasilitas search engine situs pencari informasi maka pengguna internet dapat menemukan banyak sekali alternatif dan pilihan informasi yang diperlukannya. “Warga pun mengakses Informasi Lewat RT/RW-net” (Pikiran Rakyat, 1 Februari 2010). Salah satu kelemahan internet yang paling nyata dan merusak adalah item-item asusila yang tak bermoral dengan mudah dapat diakses di jaringan internet. Jaringan pertemanan pun dipergunakan untuk memesan sekaligus menjual ganja (Setiawan, 2009, hlm. 10). Tidak sedikit siswa menghabiskan harinya di warung internet sekedar untuk chatting atau main game online. Di sebuah kota di Jawa Barat pernah ditemukan kasus banyaknya siswa yang ketagihan games on line. Para siswa menjadi lupa waktu, bahkan sampai memakai uang bayaran sekolah untuk membayar sewa games on line (http://www.wonosari.com). Bagi kalangan remaja Indonesia khususnya remaja dari mulai tingkat SMP dan SMA, internet sudah tentu bukanlah hal asing lagi. Berdasarkan hasil survai yang diadakan oleh Spire Research & Consulting bekerja sama dengan Majalah (Marketing, 2008 dalam http://marketing.co.id) mengenai trend dan kesukaan remaja Indonesia terhadap berbagai jenis kategori media, ditemukan bahwa para remaja sudah mengerti dan menggunakan internet dalam kegiatan sehari-hari.
Di Kota Cimahi, indikasi yang menunjukkan tingginya minat di kalangan remaja dalam menggunakan internet adalah fenomena menjamurnya warung internet. Siswa banyak mengunjunginya baik sendiri maupun berkelompok seusai pulang sekolah ataupun di hari liburan. Di beberapa Sekolah Menengah terlihat sejumlah siswa mendatangi laboratorium komputer untuk menggunakan internet secara “gratis”. Bagi siswa yang membawa laptop tidak sedikit yang memanfaatkan waktu istirahat untuk duduk-duduk sebentar sambil menyalakan laptopnya di lorong-lorong sekolah atau perpustakaan
(18)
sekolahnya yang memang sudah terpasang hotspot area. Sebagian lagi mengakses internet melalui telefon seluler atau handphone. Hal ini merupakan tantangan yang harus dihadapi oleh kota-kota yang mengalami pertumbuhan cepat seperti Kota Cimahi dalam menyusun kebijakan dan program pendidikan yang mampu menghasilkan manusia-manusia cakap dan memiliki karakter yang didukung oleh penguatan dalam pewarisan budaya dan identitas bangsanya.
Di Kota Cimahi terdapat lembaga pendidikan formal tingkat Sekolah Menengah baik swasta maupun negeri sebanyak 46 sekolah yang tersebar di tiga kecamatan yakni Cimahi Tengah, Cimahi Utara, dan Cimahi Selatan. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh penulis, pendidik PKn berinisial MT ketika melakukan studi pendahuluan di SMA Negeri 1 di Kota Cimahi, bahwa “mengajarkan nasionalisme pada anak didik merupakan hal yang tidak mudah, materi nasionalisme hanya ada pada Kelas X semester 1 standar kompetensi 1 yakni memahami hakekat Bangsa dan NKRI dengan alokasi waktu 8 x 45 menit”. Bahkan pendidik PKn berinisial AJ di SMA Pasundan 2 Cimahi bahwa “melihat fenomena yang sedang marak dewasa ini terutama pada kaum generasi muda, saya sebagai pendidik merasa prihatin yang amat sangat, bagaimana jadinya jika tidak segera diatasi oleh para pembuat kebijakan kurikulum PKn, pengaruh globalisasi sangat cepat meresap di kalangan generasi muda terlebih pada hal-hal yang sifatnya negatif dan juga konflik yang ditimbulkan daerah atau suku atau SARA yang membingungkan, sebagai pendidik PKn saya mempunyai tugas berat untuk menyelamatkan generasi muda dari kehancuran”. Menurut pendidik PKn di SMK Tut Wuri Handayani Kota Cimahi yang berinisial SR, “materi Nasionalisme hanya ada pada kelas X semester 1, materi Globalisasi hanya ada pada kelas XII semester 2 sedangkan materi kesukuan ada pada kelas XI semester 2 saja.
Apabila mendengar pengakukan para pendidik PKn di atas, peneliti merasa tergugah untuk mengetahui seberapa besarkan siswa
(19)
Sekolah Menengah di Kota Cimahi pada khususnya memahami konsep nilai kosmopolitan, etnisitas dan pembelajaran PKn untuk menghasilkan nasionalisme siswa yang diharapkan oleh bangsa Indonesia. Karena melalui pembelajaran PKn di sekolah diharapkan dapat mengembangkan tiga fungsi pokok, yakni Pertama, mengembangkan kecerdasan warga negara (civic intelligence). Kedua, membina tanggung jawab warga negara (civic responsibility). Ketiga, mendorong partisipasi warga negara (civic participation) (Winataputra, 2001, hlm. 1).
Hasil penelitian menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara faktor pendidik, lingkungan, dan siswa dengan nasionalisme di kalangan pelajar SMA (suatu studi tentang peran pembelajaran PKn untuk menumbuhkan nasionalisme), yakni sikap tersebut dapat tumbuh dan berkembang dengan baik jika faktor pendidik (metode, materi, evaluasi dan penilaian), lingkungan sekolah, fasilitas sekolah, suasana belajar pendidik, kurikulum, administrasi) demografis siswa serta kemampuan siswa ditata dan dibina dengan baik (Sundari, 2009). Berkaitan dengan hal tersebut, melalui ujung tombaknya PKn sebagai salah satu mata pelajaran di persekolahan yang dipandang perlu untuk dapat menyesuaikan diri dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat yang tengah berubah di era global. Berbagai tuntutan diharapkan menjadikan siswa sebagai seseorang yang sanggup menerapkan hasil pembelajaran dengan seutuhnya, guna pembangunan mental bangsa dan karakter bangsa.
Maka dari itu penulis tertarik untuk meneliti siswa pada Sekolah Menengah Kota Cimahi sehubungan dengan nasionalisme siswa yang kian menghawatirkan sebagai dampak nilai kosmopolitan yang lahir dari fenomena globalisasi dan disisi lain dengan etnisitas yang menguat. Dari uraian di atas, maka penulis terdorong untuk meneliti masalah yang berkaitan dengan Harmonisasi Nilai Kosmopolitan dan Etnisitas Melalui Pembelajaran Pkn Pengaruhnya Terhadap Nasionalisme Siswa (Penelitian Cross-Sectional Survey pada Siswa Sekolah Menengah di Kota Cimahi)
(20)
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disusun di atas, penulis dapat menarik beberapa permasalahanantara lain :
1. Melalui observasi langsung bahwa pengembangan nasionalisme siswa masih banyak yang harus dibenahi secara serius baik dari pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Konflik berbasis kepada SARA, separatism dan tribalisme masih mewarnai rakyat Indonesia sehingga berdampak pada perkembangan psikologis siswa terutama di kota Cimahi
2. Survey yang dilakukan kepada siswa pada Sekolah Menengah di Kota Cimahi yang beraneka ragam suku, budaya, dan agama karena sejarahnya kota Cimahi merupakan kota militer yang menjadi kota kosmopolitan dan berbasis pada etnisitas, disatu sisi hal ini berdampak pada pengembangan nasionalisme 3. Nasionalisme siswa harus dikembangkan kembali sejalan dengan nilai
kosmopolitan yang beriringan dengan globalisasi yang berdampak positif dan negatif terhadap pola pikir, gaya hidup siswa dan etnisitas yang menguat serta melemah sehingga juga berdampak pada pengembangan nasionalisme. Nilai kosmopolitan dan etnisitas yang seimbang sehingga berpengaruh pada pengembangan nasionalisme di kalangan siswa melalui pembelajaran PKn yang handal sepertinya menjadi penangkal yang efektif dan efisien.
C. Rumusan Masalah
Bertolak dari identifikasi masalah di atas, peneliti merumuskan suatu masalah pokok: Seberapa kuat proses harmonisasi nilai kosmopolitan dan etnisitas terjadi melalui pembelajaran PKn dan bagaimana pengaruhnya terhadap nasionalisme Siswa pada Sekolah Menengah di Kota Cimahi?
Agar penelitian ini lebih terarah dan memudahkan dalam penganalisaan terhadap hasil penelitian, maka masalah pokok tersebut dijabarkan dalam sub-sub masalah sebagai berikut:
(21)
a. Bagaimanakah gambaran nilai kosmopolitan, etnisitas, pembelajaran PKn, dan nasionalisme Siswa pada Sekolah Menengah di Kota Cimahi?
b. Bagaimana pengaruh nilai kosmopolitan dan etnisitas terhadap pembelajaran PKn pada Siswa Sekolah Menengah di Kota Cimahi?
1) Bagaimana pengaruh nilai kosmopolitan terhadap pembelajaran PKn pada pada Siswa Sekolah Menengah di Kota Cimahi?
2) Bagaimana pengaruh nilai etnisitas terhadap pembelajaran PKn pada Siswa Sekolah Menengah di Kota Cimahi?
c. Bagaimana pengaruh nilai kosmopolitan dan etnisitas secara langsung dan melalui pembelajaran PKn terhadap nasionalisme Siswa pada Sekolah Menengah di Kota Cimahi?
1) Bagaimana pengaruh nilai kosmopolitan secara langsung dan melalui pembelajaran PKn terhadap nasionalisme Siswa pada Sekolah Menengah di Kota Cimahi?
2) Bagaimana pengaruh nilai etnisitas secara langsung dan melalui pembelajaran PKn terhadap nasionalisme Siswa pada Sekolah Menengah di Kota Cimahi?
3) Bagaimana pengaruh langsung pembelajaran PKn terhadap nasionalisme Siswa pada Sekolah Menengah di Kota Cimahi?
D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengukur besaran harmonisasi nilai kosmopolitan dan etnisitas melalui pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan pengaruhnya terhadap nasionalisme siswa (penelitian cross-sectional survey pada Siswa Sekolah Menengah di Kota Cimahi)
2. Tujuan Khusus
(22)
a. Untuk mengetahui gambaran nilai kosmopolitan, etnisitas, pembelajaran PKn, dan nasionalisme siswa pada Sekolah Menengah di Kota Cimahi.
b. Untuk mengetahui pengaruh nilai kosmopolitan dan etnisitas terhadap pembelajaran PKn pada Siswa Sekolah Menengah di Kota Cimahi.
c. Untuk mengetahui pengaruh nilai kosmopolitan dan etnisitas secara langsung dan melalui pembelajaran PKn terhadap nasionalisme Siswa pada Sekolah Menengah di Kota Cimahi.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat baik secara keilmuan (teoretik) maupun secara empirik (praktis). Secara teoretik, penelitian ini akan menggali dan mengungkapkan tantangan nilai kosmopolitan dan etnisitas melalui pembelajaran PKn yang akan menghasilkan kerangka dasar secara konseptual tentang pembinaan nasionalisme siswa.
Dari temuan tersebut diharapkan dapat memberikan manfaat praktis sebagaimana yang diuraikan berikut:
1. Pada akademisi atau komunitas akademik, khususnya dalam bidang PKn sebagai bahan kontribusi bagi pengembangan nasionalisme siswa.
2. Pada pengembang kurikulum PKn terutama tingkat menengah untuk selanjutnya sebagai dasar pertimbangan di tingkat Pendidikan Tinggi.
3. Pada pengambil kebijakan, khususnya yang terkait dengan program pembinaan kerangka nasionalisme siswa dalam menghadapi tantangan nilai kosmopolitan dan etnisitas.
F. Struktur Organisasi
Disertasi ini terdiri dari lima bab yakni sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan. Menguraikan kerangka pemikiran yang berkaitan dengan latar belakang masalah; PKn dan perannya dalam membangun nasionalisme, tantangan nasionalisme di era reformasi, nilai kosmopolitan sebagai fenomena globalisasi, penguatan etnisitas sebagai
(23)
ancaman nasionalisme, Kota Cimahi sebagai konsep Kota Kosmopolitan dan berbasis etnisitas; identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian.
BAB II Tinjauan Pustaka, Kerangka Pemikiran, dan Hipotesis Penelitian. Menguraikan substansi mengenai Pendidikan Kewarganegaraan, nilai kosmopolitan, etnisitas dan nasionalisme, serta hubungan PKn dengan nasionalisme, etnisitas, dan nilai kosmopolitan. Dalam bab ini pula diuraikan hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan disertasi ini, serta dijelaskan mengenai kerangka pikir dan hipotesis penelitian.
BAB III Metode Penelitian. Menguraikan tentang lokasi dan objek penelitian, pendekatan dan metode penelitian, definisi operasional, strategi dan pengembangan instrumen, proses pengembangan instrumen, teknik pengumpulan data, dan analisa data.
BAB IV menguraikan Hasil Penelitian dan Pembahasan. Merupakan deskripsi dari temuan penelitian di lapangan, pengujian hipotesis, pembahasan hasil penelitian.
BAB V merupakan bab penutup yang teridiri atas simpulan umum, simpulan khusus, dan rekomendasi.
(24)
1
BAB III
METODE PENELITIAN
Pada bagian ini disajikan metode penelitian yang digunakan meliputi: lokasi dan objek penelitian, pendekatan dan metode penelitian, definisi operasional, instrumen dan teknik pengumpulan data, proses pengembangan instrumen, teknik pengumpulan data, analisis data, prosedur penelitian, serta variabel dan kisi-kisi instrumen penelitian.
A. Lokasi dan Objek Penelitian 1. Lokasi Penelitian
Lokasi yang menjadi tempat penelitian ini yaitu Kota Cimahi yang tersebar dalam wilayah Cimahi Tengah, Utara, dan Selatan. Objek penelitian dan sekaligus unit analisis dalam penelitian ini yaitu nasionalisme yang ditentukan oleh nilai kosmopolitan dan nilai etnisitas sebagai variabel bebas (dependen), serta pembelajaran PKn dan nasionalisme siswa sebagai variabel terikat (independen).
2. Populasi dan Sampel Penelitian
Jumlah populasi Sekolah Menengah Kota Cimahi sebesar 20.702 siswa. Adapun rinciannya sebagai berikut:
Tabel 3.1
Populasi Siswa Sekolah Menengah Kota Cimahi
No Sekolah Jumlah Sekolah Jumlah Siswa
1. SMA Negeri 6 5.172
2. SMA Swasta 10 2.403
3. MAS 7 438
4. MAN 1 428
5. SMK Negeri 3 2.770
6. SMK Swasta 19 9.491
Jumlah 46 20.702
(25)
2
Dalam menentukan jumlah ukuran sampel minimal yang dianggap dapat merepresentatifkan, peneliti menggunakan tabel sampel Krejcie dan Morgan sebagai berikut:
Tabel 3.2
Tabel sampel Krejcie dan Morgan
Populasi Sampel Populasi Sampel Populasi Sampel
5 5 220 140 1200 291
10 10 230 144 1300 297
15 14 240 148 1400 302
20 19 250 152 1500 306
25 24 260 155 1600 310
30 28 270 159 1700 313
35 32 280 162 1800 317
40 36 290 165 1900 320
45 40 300 169 2000 322
50 44 320 175 2200 327
55 48 340 181 2400 331
60 52 360 186 2600 335
65 56 380 191 2800 338
70 59 400 192 3000 341
75 63 420 196 3500 346
80 66 440 201 4000 351
85 70 460 205 4500 354
90 73 480 210 5000 357
95 76 484 214 6000 361
100 80 500 217 7000 364
110 86 550 226 8000 367
120 92 600 234 9000 368
130 97 650 242 10000 370
140 103 700 248 15000 375
150 108 750 254 20000 377
160 113 800 260 30000 379
170 118 850 265 40000 380
180 123 900 269 50000 381
190 127 950 274 75000 382
200 132 1000 278 100000 382
210 136 1100 285 1000000 384
Sumber : Singarimbun dan Effendi, 2008
Dengan merujuk pada tabel sampel di atas, jumlah populasi 20.702 siswa berada pada kisaran 20000 sampel pada tabel berjumlah 377. Dengan demikian, jumlah sampel 421 siswa yang disebarkan cukup
(26)
3
mewakili populasi. Langkah-langkah pengambilan sampel adalah sebagai berikut:
a. Memilih sekolah pada seluruh Sekolah Menengah Atas di Kota Cimahi secara acak (Random sampling) dengan lokasi tersebar dalam wilayah penelitian, dan dapat dilihat pada gambar sebagai berikut:
Gambar 3.1
Wilayah Kota Cimahi
b. Menentuan kelas yang akan di teliti. Pada setiap sekolah tersebut diambil kelas XI secara acak dengan mengunakan sistem random. Setiap kelas akan mendapat kesempatan yang sama untuk menjadi sampel
Adapun jumlah sampel siswa pada Sekolah Menengah Kota Cimahi bisa dilihat dalam tabel 3.3 sebagai berikut :
(27)
4
Tabel 3.3
Sampel Siswa Sekolah Menengah Kota Cimahi
No Sekolah Populasi Sampel Jumlah Siswa
1. SMA Negeri 6 2 94
2. SMA Swasta 10 2 80
3. MAN 1 1 41
4. MAS 7 2 80
5. SMK Negeri 3 1 46
6. SMK Swasta 19 2 80
Jumlah 46 10 421
Sumber Data: Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat (2012)
3. Sumber Informasi
Untuk mendapatkan informasi yang memadai sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian, dipilih sejumlah sumber informasi sebagai berikut:
a. Sumber kepustakaan mengenai nilai kosmopolitan, etnisitas, pembelajaran PKn dan nasionalisme. Selain itu juga diunduh bahan-bahan yang mendukung disertasi dari berbagai situs
b. Sumber dokumen tentang sekolah dan siswa dari Dinas Pendidikan Jawa Barat.
B. Pendekatan dan Metode Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif untuk menguji teori tertentu dengan cara meneliti hubungan antar variable (Creswell, 2010, hlm. 4). Dalam desain ini, peneliti melakukan pencatatan dan penganalisaan data hasil penelitian menggunakan perhitungan statistik dan metode penelitian yang akan digunakan adalah metode penelitian Cross- Sectional Survey. Adapun Cross- Sectional Survey adalah suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara
(28)
5
pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach). Artinya, tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek pada saat pemeriksaan. Hal ini tidak berarti bahwa semua subjek penelitian diamati pada waktu yang sama. Desain ini dapat mengetahui dengan jelas mana yang jadi pemajan dan outcome, serta jelas kaitannya hubungan sebab akibatnya (Notoatmodjo, 2002, hal. 20).
Penggunaan crosssectional dalam penelitian ini dilatarbelakangi karena peneliti hanya mengobservasi fenomena nasionalisme pada siswa di Kota Cimahi pada satu titik waktu tertentu secara bersamaan sehingga mampu menjelaskan hubungan nilai kosmopolitan, etnistitas, pembelajaran PKn dengan nasionalisme pada populasi yang diteliti. Selain itu, penelitian ini dapat menguji keberlakuan suatu model atau rumusan hipotesis serta tingkat perbedaan di antara kelompok sampling pada satu titik waktu tertentu (Nurdini, 2006: hlm. 52-58). Kekuatan penelitian crosssectional menurut Sayogo (2009) adalah memungkinkan penggunaan populasi yang lebih besar, relatif murah dan hasilnya cepat dapat diperoleh. Populasi dalam penelitian ini adalah sebesar 20.702 dengan sampel 400 yang tersebar pada Sekolah Menengah di tiga wilayah Kota Cimahi, dan angket dapat dengan cepat disebar secara bersamaan dan diterima kembali oleh peneliti dalam rentang waktu kurang dari satu minggu. Kelebihan lain dari penggunaan penelitian ini adalah dapat dipakai untuk meneliti banyak variabel sekaligus (nilai kosmopolitan, etnisitas, pembelajaran PKn, dan nasionalisme) dan jika penelitian ini sudah selesai, maka dapat digunakan sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya yang bersifat lebih konklusif, dan membangun hipotesis dari hasil analisis.
C. Definisi Operasional 1. Nilai Kosmopolitan
(29)
6
Kosmopolitanisme merupakan suatu paham atau gagasan bahwa semua manusia, tanpa memandang latar belakangnya adalah anggota dari sebuah komunitas (Kalidjernih, 2009, hlm. 4). Adapun yang dimaksud dengan nilai kosmopolitan yaitu hal ihwal yang berharga dari konsep nilai kosmopolitan bagi kemajuan bangsa Indonesia yang mencakup indikator kosmopolitanisme moral, kosmopolitanisme politik, dan kosmopolitanisme budaya (Delanty dalam Nowicka dan Rovisco, 2009, hlm. 7). Indikator tersebut diukur dengan menggunakan Skala Sikap Likert. (Data ada dalam Lampiran 1)
2. Etnisitas
Etnisitas merupakan alat yang digunakan orang untuk mencari kesatuan psikologis yang seringkali didasarkan pada kesamaan umum, yaitu kesamaan daerah baik secara nyata maupun fiktif, yang juga mencakup tribalisme, separatisme, dan nasionalisme etnik. Indikator dalam penelitian ini yaitu kategori etnis, jaringan etnis, asosiasi etnis dan masyarakat etnis. Indikator tersebut diukur dengan menggunakan Skala Sikap Likert. (Data ada dalam Lampiran 1)
3. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Dalam paradigma baru, PKn (civic education) merupakan salah satu bidang kajian yang mengemban misi nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia melalui koridor value-based education dengan kerangka sistemik memuat dimensi-dimensi kognitif (civic knowledge), afektif (civic disposition), dan psikomotorik (civic skillss) (Budimansyah, 2008, hlm. 108), yang menjadi indikator dalam penelitian ini adalah kognitif (civic knowledge) diukur dengan menggunakan uji tes berupa Pilihan Ganda, afektif (civic disposition) diukur menggunakan Skala Sikap Likert’s dengan skala Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Ragu-ragu (Rr), Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS) dan psikomotorik (civic skillss) diukur menggunakan Skala Sikap Habbits and Attitude (SSHA) dengan skala Selalu (S), Sering (Sr), Kadang-kadang (K), Pernah (P), dan Tidak Pernah (TP). (Data ada dalam Lampiran 1)
(30)
7
Nasionalisme merupakan suatu faham kesetiaan tertinggi individu yang diserahkan kepada negara kebangsaan, artinya suatu perasaan akan suatu ikatan bagi setiap individu dengan negara dan penguasa resmi negaranya (Kohn, 1984, hlm. 11). Dalam penelitian ini indikator dari nasionalisme yaitu Rasa Kebangsaan, Paham Kebangsaan, dan Semangat Kebangsaan. Indikator tersebut diukur dengan menggunakan Skala Sikap Likert. (Data ada dalam Lampiran 1)
D. Strategi dan Pengembangan Instrumen 1. Strategi
Instrumen pengukuran yang kredibel harus memenuhi syarat validitas dan reliabilitas. Suatu instrumen memenuhi syarat validitas apabila dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Sementara reliabilitas menunjuk pada konsistensi, akurasi, dan stabilitas nilai hasil skala pengukuran. Berdasarkan hal tesebut, strategi pengembangan instrumen dilakukan melalui prosedur sebagai berikut:
a. Melakukan analisis deduktif, untuk memenuhi validitas isi (content validity) dengan mengembangkan kisi-kisi instrumen dari definisi operasional variabel dengan tujuan untuk mengukur variabel nilai komopolitanisme, variabel etnisitas, dan variabel Pembelajaran PKn dengan menyebarkan kuesioner, dan tes uji kompetensi, serta wawancara dan observasi untuk memperkuat dan memperkaya analisis hasil penelitian.
b. Melakukan analisis induktif, mengumpulkan data terlebih melalui penyebaran instrumen uji coba yang kemudian dilakukan analisis dengan teknik korelasi product moment dari Pearson. Angket yang disebarkan kepada 50 siswa di SMA Puragabaya Kota Bandung. Dalam ujicoba, yang dikembalikan dan memenuhi syarat untuk dianalisis adalah sejumlah 37 angket. Hal tersebut dilaksanakan untuk melakukan pengujian validitas yaitu menguji tingkat keandalan atau kesahihan suatu alat ukur. Validitas dilakukan melalui internal atau konstruk (construct validity).
(31)
8
c. Bersamaan dengan langkah kedua, melalui data angket hasil uji coba dan teknik analisis yang sama dilakukan pengujian validitas eksternal atau kriteria (criteria validity). Validitas eksternal menyangkut tingkatan skala instrumen yang mampu memprediksi variabel yang dirancang sebagai kriteria. Item dinyatakan valid apabila koefisien signifikansi pada tabel correlations< taraf kepercayaan yang ditetapkan sebesar 0,05. (ρ value< 0,05). Jika sebaliknya yang terjadi, yaitu ρ value> 0,05, maka item dinyatakan tidak valid.
d. Melakukan pengujian reliabilitas instrumen untuk mengukur sejauh mana suatu pengukuran dapat dipercaya dan skor hasil pengukuran terbebas dari kekeliruan ukur (measurement error) dan dilakukan pada waktu yang berbeda terhadap responden, sehingga instrumen penelitian dianggap dapat dipercaya, handal, dan ajeg. Pengujian dilakukan dengan rumus Alpha Cronbach. Jika koefisien korelasi (ρ value) hasil perhitungan ≥ 0,7, maka instrumen dinyatakan reliabel.
2. Instrumen
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Angket: pengumpulan data berupa daftar pernyataan secara tertulis kepada responden untuk mendapatkan informasi mengenai nilai kosmopolitan, etnisitas, pembelajaran PKn dan nasionalisme.
b. Pedoman Observasi: pengamatan langsung di lokasi penelitian guna memperoleh data yang terkait dengan nilai kosmopolitan, etnisitas, pembelajaran PKn dan nasionalisme.
c. Pedoman Wawancara: peneliti terjun langsung ke lapangan untuk menggali pemikiran dan pengalaman terkait secara selektif melalui interaksi dialogis antara peneliti dengan nara sumber.
E. Proses Pengembangan Instrumen 1. Variabel Penelitian
Variabel didefinsikan sebagai karakteristik atau atribut seorang individu atau suatu organisasi yang dapat diukur atau diobservasi
(32)
9
(Creswell, 2010, hlm. 76) dan/atau simbol atau lambang yang padanya kita lekatkan bilangan atau nilai (Kerlinger, 2003:49). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah Nilai kosmopolitan dan Etnisitas. Sementara Pendidikan Kewarganegaraan menjadi variabel antara, sedangkan variabel terikat adalah Nasionalisme Siswa. Kedudukan dan keterkaitan antara variabel bebas dan variabel terikat dapat digambarkan, dibawah ini.
Gambar 3.2
Model Kontribusi Nilai kosmopolitan dan Etnisitas melalui Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan terhadap Nasionalisme
Siswa
2. Uji Validitas
Instrumen penelitian yang layak harus valid, artinya dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukur. Pengujian tersebut dilakukan untuk mendapatkan, validitas konstruk (construct validity) dan validitas isi (content validity). Untuk menguji validitas isi, digunakan pendapat ahli (judment experts) dan untuk validitas konstruk melalui uji
Nilai kosmop
olitan
Etnisitas
Pendidikan Kewarga
negaraa
Nasionalisme Sisw
(33)
10 2 1 2 r n r t
coba instrumen. yaitu dengan mengkorelasikan antara skor item instrumen dengan rumus Pearson Product Moment dengan rumus di bawah ini:
Dimana:
r hitung : Koefisien korelasi ∑Xi : Jumlah skor item ∑Yi : Jumlah skor total n : Jumlah responden
Selanjutnya nilai thitung dibandingkan dengan ttabel. bila thitung lebih besar dari ttabel, berarti perbedaan itu signifikan, sehingga instrumen dinyatakan valid. Rumus thitung yang dimaksud adalah:
Dalam kegiatan penelitian ini, uji coba instrumen dilakukan terhadap 37 responden. Untuk mengetahui apakah pertanyaan dan pernyataan pada kuesioner valid atau tidak adalah dengan cara membandingkan nilai t hitung dengan nilai ttabel, untuk n-2 dan signifikansi α sebesar 5%. Jika korelasi tiap faktor tersebut positif dan besarnya di atas t tabel maka item pertanyaan tersebut dikatakan memiliki validitas konstruksi yang baik. Nilai t tabel dua sisi adalah sebesar 1,690. Hasil uji validitas terhadap variabel yang diteliti dapat dilihat pada lampiran.
Hasil uji validitas menunjukkan bahwa terdapat 2 butir pertanyaan yang tidak valid untuk variabel Nilai kosmopolitan, dari terdapat 3 butir pertanyaan yang tidak valid untuk variabel Etnisitas, terdapat 2 butir pertanyaan yang tidak valid pada variabel Pembelajaan PKn dan seluruh butir soal pada variabel Nasionalisme dinyatakan valid. Dari hasil analisa dapat diperoleh beberapa kesimpulan sementara, yakni:
a. Masih terdapat siswa yang tidak memahami beberapa konsep yang berhubungan dengan variabel nilai kosmopolitan, siswa lebih banyak menjawab tidak punya pendapat.
2 2 2 2 ) ( )( X n Y Y X n Y X XY n r
(34)
11
b. Masih ada siswa yang tidak memahami beberapa konsep yang berhubungan dengan variabel etnisitas, siswa lebih banyak menjawab tidak punya pendapat. c. Masih banyak siswa yang tidak memahami pertanyaan uji kompetensi dalam
kuesioner terutama berkenaan dengan variabel Pembelajaran PKn, sehingga siswa menjawab pertanyaan asal-asalan.
d. Siswa secara umum memahami soal secara keseluruhan sehingga akan tetapi masih harus diperbaiki pada bagian soal yang tidak valid dengan lebih menyederhanakan lagi beberapa konsep dan istilah sehingga bisa dipahami oleh responden.
3. Uji Reliabilitas
Pengujian reliabilitas instrumen ditujukan untuk mendapatkan tingkat kepercayaan dari suatu pengukuran atau reliable artinya apabila instrumen digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama, akan menghasilkan data yang sama dikarenakan reliabilitas adalah instrumen yang dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena sudah dianggap baik. Instrumen yang baik tidak akan bersifat tendensius dengan mengarahkan responden untuk memilih jawaban tertentu. Pengujian reliabilitas dapat dilakukan secara eksternal (stability, dan equivalent atau keduanya) dan secara internal (analisis konsistensi butir-butir yang ada pada instrumen).
Uji reliabilitas menggunakan SPSS Statistik 20 dan diperoleh hasil pada tabel berikut:
Tabel 3.4
Uji Reliabilitas
Variabel Cronbach’s Alpha r tabel Keterangan
Kosmpolitanisme 0,659 0,334 Reliabel
Etnisitas 0,848 0,334 Reliabel
Pembelajaran PKn 0,661 0,334 Reliabel
Nasionalisme Siswa 0,986 0,334 Reliabel
(35)
12
Untuk mengetahui apakah pertanyaan atau pernyataan pada kuesioner reliable atau tidak adalah dengan cara membandingkan nilai
Conbrach’s Alpha dengan nilai r tabel (product moment), untuk n-2 dan signifikansi α sebesar 5%. Jika nilai Cronbach’s Alpha lebih besar dari nilai tabel r product moment maka variabel tersebut reliable. Nilai r tabel dua sisi adalah sebesar 0.334.
Dari tabel 3.4 diuraikan bahwa variabel Nilai kosmopolitan, Etnisitas, Pembelajaran PKn, dan Nasionalisme dinyatakan reliabel karena memiliki nilai Conbrach’s Alpha diatas r tabel. Dengan demikian variabel Nilai kosmopolitan, Etnisitas, Pembelajaran PKn, dan Nasionalisme bersifat reliabel sehingga instrumen penelitian berupa kuesioner tersebut dapat digunakan lebih dari satukali oleh responden yang sama, atau kuesioner memiliki keajegan atau reliabilitas atau alat ukur tersebut mempunyai hasil yang konsisten apabila digunakan berkali-kali pada waktu yang berbeda.
F. Teknik Pengumpulan Data
Untuk dapat menerapkan keseluruhan dimensi dari pendekatan tersebut, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut: a. Penyebaran kuesioner untuk mendapatkan informasi kepada responden pada
Sekolah Menengah kota Cimahi.
b. Observasi dan pengamatan secara langsung untuk mengetahui perilaku, keseharian dan keadaan lingkungan mereka khususnya terkait nilai atau nasionalisme.
c. Wawancara mendalam (In-depth interview) untuk menggali pemikiran dan pengalaman terkait secara selektif melalui interaksi dialogis antara peneliti dengan nara sumber.
a. Studi dokumentasi, untuk mempelajari sumber-sumber audio visual, dan sumber-sumber tertulis seperti buku teks, hasil penelitian berupa tesis, disertasi yang relevan dengan penelitian, makalah, dan journal, website dengan
(36)
13
harapan penulis memperoleh ungkapan pemikiran dan pernyataan sikap dari para pakar, praktisi dalam bidang disertasi ini.
G. Analisis Data 1. Pengolahan Data
Nilai yang mencerminkan kondisi aktual setiap variabel didasarkan pada nilai skor rata-rata dan tingkat variansinya, sedangkan kriteria untuk mengukur tinggi-rendahnya hubungan dan pengaruh variabel dependen terhadap variabel independen sebagai berikut:
Tabel 3.5
Kriteria Pengukuran Hubungan dan Pengaruh
Korelasi (R) Kategori Pengaruh
(R-Square)
Kategori
0,000 - 0,199 Sangat Lemah 0,000 - 0,039 Sangat Rendah
0,200 - 0,399 Lemah 0,040 - 0,159 Rendah
0,400 - 0,599 Cukup Kuat 0,160 - 0,359 Cukup Tinggi
0,600 - 0,799 Kuat 0,360 - 0,639 Tinggi
0,800 - 1,000 Sangat Kuat 0,640 - 1,000 Sangat Tinggi
Sumber: Toharuddin (2012: 136)
2. Penggunaan Statistik Parametrik
Analisis data dilakukan dengan menggunakan statistik parametrik berupa data interval atau rasio. Untuk beberapa variabel menggunakan data ordinal, sehingga diperlukan pengubahan skala ordinal menjadi skala interval dengan menggunakan Method of Succesive Interval (MSI). Syarat berikutnya, data harus memenuhi persyaratan normalitas dan homogenitas karena jumlah sampel lebih dari 400 responden dengan penarikan sampel secara acak sederhana dan berasal dari populasi yang homogen.
(37)
14
3. Uji Deskriptif
Gambaran mengenai masing-masing variabel dapat dilakukan dengan analisis deskriptif dengan cara menggambarkan data yang telah terkumpul untuk membuat generalisasi hasil penelitian termasuk teknik analisis data statistik deskriptif yakni melalui tabel, grafik, diagram, persentase, frekuensi, dan perhitungan mean. Penafsiran data melalui uji kecenderungan didasarkan kepada means masing-masing variabel yang dibandingkan dengan parameter tertentu.
4. Uji Korelasi
Uji hipotesis hubungan antarvariabel penelitian dilakukan melalui uji korelasi zero order atau bivariat dan korelasi parsial dengan teknik analisis Pearson Correlations.
(38)
BAB V
SIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Simpulan Umum
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh simpulan bahwa pembelajaran PKn pada Sekolah Menengah di Kota Cimahi mampu mengharmonisasikan nilai kosmopolitan dengan etnisitas sehingga berpengaruh positif terhadap nasionalisme siswa. Bukti-bukti empirik simpulan ini dapat diuraikan sebagai berikut.
1. Nilai kosmopolitan yang dipahami siswa adalah termasuk pada kategori tinggi. Nilai ini membentuk sikap kosmopolitan para siswa yang meliputi dimensi moral, politik, dan budaya. Dimensi Moral meliputi:kemanusiaan, kebangsaan, kekerabatan, dan keagamaan. Dimensi Politik meliputi: toleransi, keadilan, dan tanggung jawab. Dimensi Budaya meliputi: gaya hidup, keanekaragaman, perilaku, dan kesamaan global
2. Nilai etnisitas yang dipahami siswa berada pada kategori tinggi. Nilai ini membentuk sikap etnisitas para siswa yang meliputi dimensi masyarakat, kesukuan, dan jaringan. Dimensi Kesukuan meliputi: adat-istiadat, kesamaan leluhur, bahasa, kesenian, agama, pakaian tradisional, dan politik lokal. Dimensi Jaringan meliputi: asal-usul daerah, dan upacara adat. Dimensi Organisasi meliputi: paguyuban. Dimensi Masyarakat meliputi: ras, agama, dan asal usul bangsa.
3. Secara konseptual terjadi pertentangan antara nilai kosmopolitan dengan nilai etnisitas, keduanya berada pada kutub yang tarik-menarik, dimana nilai kosmopolitan menarik ke ranah global, sedangkan nilai etnisitas menarik ke ranah suku. Dalam situasi demikian pembelajaran PKn berhasil mengharmonisasikan kedua nilai tersebut, yakni dengan mekanisme sebagai berikut: (a) Visi dan misi PKn diletakan dalam koridor pendidikan nilai (values eduation) dimana nilai terintegrasi (embeded) dalam materi, proses, dan penilaian; (b) disain pembelajaran PKn diarahkan pada konteks pembinan kecakapan hidup (life skills) untuk mencintai tanah air dan bangsa Indonesia; (c) Kelas PKn didisain sebagai laboratorium pembinaan nasionalisme
(39)
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 sehingga menjadi miniatur kehidupan bermasyarakat dan bernegara bangsa; (d) Penilaian PKn meliputi upaya memperbaiki program pembelajaran, menilai kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa; dan memperoleh balikan (feed back) untuk penyempurnan kurikulum.
4. Proses harmonisasi nilai kosmopolitan dan etnisitas melalui pembelajaran PKn berpengaruh signifikan terhadap pembentukan nasionalisme siswa pada Sekolah Menengah di Kota Cimahi. Bukti-bukti empirik hal tersebut adalah sebagai berikut: (a) Berdasarkan uji hipotesis menunjukkan bahwa nilai kosmopolitan, etnisitas, dan pembelajaran PKn secara simultan memiliki pengaruh yang tinggi terhadap pembinaan nasionalisme siswa. Artinya, bahwa secara langsung pengaruh pembelajaran PKn terhadap nasionalisme siswa lebih besar dibandingkan dengan pengaruh langsung nilai kosmopolitan dan etnisitas terhadap nasionalisme siswa. Hasil penelitian ini memberikan beberapa informasi yakni: pertama, nilai kosmopolitan dan etnisitas yang diharmonisasikan dalam pembelajaran PKn memberikan pengaruh yang berarti terhadap pembinaan nasionalisme siswa. Kedua, untuk membina nasionalisme siswa perlu juga dilakukan secara kolektif melalui pemberian motivasi dan bimbingan secara bersama-sama antara guru, sekolah dan orang tua. Ketiga, PKn memiliki posisi yang strategis dalam memperkuat nasionalisme siswa terutama dalam menyaring unsur nilai kosmopolitan dan etnisitas yang dapat memperlemah nasionalisme Indonesia.Keempat, pembelajaran PKn memiliki posisi yang strategis dalam mengangkat nilai-nilai kosmopolitan dan etnisitas yang dapat memperkuat nasionalisme siswa.
B. Simpulan Khusus
1. Sikap kosmopolitansiswa berada pada kategori tinggi, yang ditandai oleh adanya pemahaman atau gagasan bahwa semua manusia, tanpa memandang latar belakangnya adalah anggota dari sebuah komunitas tertentu.
2. Sikap etnisitas siswa berada pada kategori tinggi, dimana mereka telah memahami etnisitas sebagai cara untuk mencari kesatuan psikologis yang
(40)
seringkali didasarkan pada kesamaan umum, yaitu kesamaan daerah secara konkret maupun abstrak.
3. Pembelajaran PKn belum secara merata mengembangkan dimensi pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), kebajikan kewarganegaraan (civic disposition), dan kecakapan kewarganegaraan (civic skill), namun telah mampu mengharmonisasikan nilai kosmopolitanisme dan etnisitas.
4. Terjadinya harmonisasi nilai kosmopolitan dan etnisitas melalui pembelajaran PKn berpegaruh terhadap pengembangan nasionalisme siswa.
5. Nasionalisme siswa berada pada katagori tinggi, yang menunjukkan tingginya ikatan bagi setiap siswa dengan negara dan penguasa resmi negaranya.
C. Rekomendasi
Berdasarkan kesimpulan penelitian direkomendasikan sejumlah hal sebagai berikut.
1. Nilai kosmopolitan dan etnisitas akan menjadi faktor yang sangat menentukan dalam mengembangkan nasionalisme siswa pada Sekolah Menengah di Kota Cimahi ketika dalam pelaksanaannya dilakukan melalui pembelajaran PKn yang bermutu, serta turut andil rasa, paham, dan semangat kebangsaan siswa. Oleh karena itu direkomendasikan kepada Guru PKn untuk memahami secara lebih memadai mengenai kosmopolitanisme, globalisasi, etnisitas, dan nasionalisme, agar guru dan siswa dapat membahas serta berdialog dengan secara “proporsional”, ketika perubahan sosial begitu hebat, dengan ditandainya kemajuan teknologi digital (New Media), seperti telepon selular, internet, Ipad, dsb.
2. Pandangan etnisitas siswa pada Sekolah Menengah di Kota Cimahi disatu sisi memperkuat nasionalisme, namun juga menunjukan lemahnya nasionalisme sebagai akibat menguatnya etnisitas, dan terdapat beberapa pandangan siswa yang memperlihatkan memudarnya etnistias sebagai akibat menguatnya globalisasi. Oleh karena itu direkomendasikan kepada pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Nasional sebaiknya meninjau kembali kurikulum Sekolah Menengah bidang studi PKn yaitu dengan memperbanyak materi
(41)
etnistas dan nilai kosmopolitan sehingga kerangka nasionalisme Indonesia berkembang dengan sempurna. Kepada para pengambil kebijakan dalam bidang pendidikan, terutama para pengembang kurikulum direkomendasikan untuk memperhatikan realitas yang ada pada masyarakat berkaitan dengan pembinaan semangat nasionalisme Indonesia.
3. Terdapat beberapa fakta mengenai Civic Skills siswa yang menujukkan adanya masalah dalam proses pembelajaran PKn pada Sekolah Menengah di Kota Cimahi. Permasalahan tersebut menunjukan bahwa pembelajaran PKn saat ini masih disampaikan terlalu teoritis dan kurang melatih kemampuan berpikir kritis siswa. Oleh karena itu direkomendasikan kepada guru PKn agar di sekolah mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa yang dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan kontekstual, yaitu mengaitkan materi PKn dengan isu-isu aktual dan kontemporer Indonesia dan dunia. Kepada guru PKn di lapangan diharapkan dapat mengembangkan pembelajaran yang mengemas materi yang relevan dengan dinamika kehidupan masyarakat Indonesia. Hal tersebut diperlukan agar unsur etnisitas dan nilai kosmopolitan yang ada pada diri siswa tidak melunturkan semangat nasionalismenya.
4. Kepada pemerintah pusat maupun daerah direkomondasikan agar lebih memberdayakan para guru PKn pada untuk meningkatkan kemampuan proses belajar mengajar di kelas dan meningkatkan program khusus terutama bagi guru-guru yang berada di daerah perbatasan dengan menyediakan sarana dan prasarana yang maksimal dalam upaya pembinaan semangat nasionalisme siswa.
5. Hasil penelitian ini diharapkan dijadikan rujukan pada peneliti ke depan khususnya bidang Pendidikan Kewarganegaraan untuk mengembangkan Nilai Kosmopolitan, Etnisitas, dan Nasionalisme dengan lokasi yang lebih luas dan subjek penelitian yang berbeda.
(42)
1
DAFTAR PUSTAKA Sumber Referensi :
Abdullah, T. (2001). Nasionalisme & Sejarah. Bandung: Satya Historika.
Abdullah, T. (1999) “Nasionalisme Indonesia: Dari Asal-usul ke Prospek Masa Depan” dalam Sejarah , 8, Jakarta: MSI dan Arsip Nasional RI.
Al-Muchtar, S. ( 2004 ). Pengembangan Berpikir dan Nilai Dalam IPS. Bandung: Gelar Pustaka Mandiri.
Anderson, B . (1991). Imagined Communities: Reflections on the Origin and Spread of Nationalism. London: Verso,
Anderson, B. (1983). Imagined Communities (Komunitas-komunitas Terbayang). Yogyakarta: Kerjasama Insist dan Pustaka Pelajar.
Bachtiar, W.H. (2001). “Integrasi Nasional Indonesia” dalam Indra J. Piliang, Edy Prasetyono, Hadi Soesastro, Merumuskan Kembali Kebangsaan Indonesia, Jakarta: Centre for Strategic and International Studies
Bauman, Z. (1998). Globalization: The Human Consequences, New York: Columbia University Press.
Barber, B (1992). “Mc Word Power versus The Forces of Jihad and unity versus Diversity”.
Beck, U. (2002). The Kosmopolitan Society and its Enemies. London. Sage Publication
Beiner, R. (1995). Theorizing Citizenship. New York: state university of New York Press
Benhabib. S. (2004). The Right of Other, Alien, Resident, and Citizenship. Cambrige: Cambridge University
Berger, P.L, dan Luckmann, T. (1990). Tafsir Sosial atas Kenyataan. Jakarta: LP3ES
Blum, A. L. (2001) Antirasisme, Multikulturalisme, dan Komunitas Antar Ras, Tiga Nilai yang Bersifat Mendidk Bagi Sebuah Masyarakat Multikultural, dalam Larry May, dan Shari Colins-Chobanian, Etika Terapan: Sebuah Pendekatan Multikultura, Terjemahan: Sinta Carolina dan Dadang Rusbiantoro, Yogyakarta: Tiara Wacana.
Branson, M.S. (1999). The Role of Civic Education. Calabasas: CCE. \
Brubaker, Loveman and Stamatov. 1994. Ethnicity as cognition, University of California, Los Angeles; University of Wisconsin-Madison;Yale University
Brown, D. (2000) Contemporary Nationalism: Civic, Ethnocultural and Multicultural Politics, London: Routledge.
Brzezinski, Z. (1990). Kegagalan Besar: Muncul dan Runtuhnya Komunisme dalam Abad ke dua Puluh. Bandung: Rosda Karya
Budimansyah, D. dan Suryadi, K. (2008). “PKN dan Masyarakat Multikultural”. Bandung: Pascasarjana UPI
Budimansyah, D. (2010). Penguatan Pendidikan kewarganegaraan untuk Membangun Karakter Bangsa. Bandung: Widya Aksara.
Cahyono, I. (Eds). (2008). Menjinakan Metakuasa Glonal: Suara Indonesia untuk Globalisasi yang Lebih Adil. Jakarta: LP3ES
(43)
2
Cast ells, M. ( 1996). The Ri se of t he Network Soci et y . Ma,ssachussetts: Blackwell Publishers Ltd.
Center for Indonesia Civic Education/CICED. (1999). Democratic Citizens in a Civic Society: Report of the Conference on Civic Education for Civic Society. Bandung: CICED.
Clifford Geertz, The Interpretation of Cultures, Basic Book, Inc, New York, 1973, hal 259
Creswell, J. W. (2010). Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed (Edisi Ketiga ed.). (A. Fawaid, Trans.) Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Cogan, J.J. and Derricott, R (eds). (1998). Citizenship for The 21st Century: An
International Perspective on Education. London: Kogan Page Coser. (1985) The Function of Social Conflict, Glencoe, III,: Free Press
Darmawan, C. (2008). Me-Refleksi Ke-Indonesiaan: Refleksi 100 Tahun Kebangkitan Nasional.
Depdiknas. (2003). Mata Pelajaran Kewarganegaraan, Jakarta: Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Sekolah Menengah Umum Depdiknas.
Dhakidae, D. (2002). Memahami Rasa Kebangsaan dan Menyimak Bangsa sebagai Komunitas-Komunitas Terbayang. Yogyakarta: Kerjasama Insist dan Pustaka Pelajar.
Diamond, L dan Plattner, M.F. (1994). Nationalism, Ethnic Conflict,and Democracy. Diterjemahkan oleh: Somardi, Bandung: ITB Press.
Dimond, S.E. (1953). Schools and the Development of Good Citizens: The Final Report of the Citizenship Study . Detroit: Wayne University Press. Djahiri, H.A.K. (1990). Menulusuri Dunia Afektif; Lab.PPKN UPI
E.J, H. (1990). Hobsbawm E.J. (1990) Nasionalisme Menjelang Abad XXI, Penerjemah: Hajartian Silawati, Yogyakarta: Tiara Wacana. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Ebenstein, W Dkk. (1994). Isme-Isme Dewasa Ini. Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama
Ekadjati, E. (2009). Kebudayaan Sunda: Suatu Pendekatan Sejarah. Jakarta: Pustaka Jaya
Eriksen, T.H. (1993). Ethnicity and Nationalism: Anthropological Perspectives. London: Pluto Press
Fakih, M. (2009). Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Fraenkel, Jack, R. (1977) Helping Students Think and Value. Strategies for Teaching the Social Studies, Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall,Inc
Fukuyama, F. (1992). The End of History and the Last Man. New York: The Free Press,
Garna, J, K. dan Kartawinata, AM. (1999) Persatuan dan Kesatuan Bangsa: Suatu Renungan Pembentukan Indonesia Merdeka Ke Arah Kebudayaan Kebangsaan, Bandung Primaco Akademika
(1)
Sepandji, H. K. (2005). Keluhuran Hati Budi Nurani Sunda dalam Kepemimpinan Administrasi Indonesia. Bandung: universal.
Simatupang, M. (2002). Budaya Indonesia yang Supraetnis.Jakarta: Sinar Sinanti.
Simbolon, P. T (2000) “Indonesia Memasuki Milenium Ketiga”, dalam 1000 Tahun Nusantara, Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.
Sidhunata, (2000) ”Demitologi Persatuan Nasional” dalam 1000 Tahun Nusantara, Jakarta: Penerbit Kompas
Singarimbun, M., Effendi, S, (2008). Metode Penelitian Survai, PT. Pustaka LP3ES Indonesia, Jakarta.
Sjamsuddin, Nazzaruddin . Dinamika Sistem Politik Indonesia, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1993,
Smith, D. A . (1983). Theories of Nationalism. New York: New York University Press
Smith, D, A . (1979). Nationalism. New York: Harves and Meir Publisher
Soekanto, S. (1969). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Yayasan penerbit Universitas Indonesia.
Somantri, M. N. (2001) . Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung: PT Rosdakarya.
Somantri, M. N. (1976). Metode Pengajaran Civics. Bandung: IKIP Bandung. Sugiya, A. (2002) ”Sejuta Lebih Pengungsi” dalam Indonesia dalam Krisis
1997-2002, Jakarta: Penerbit Kompas.
Sugiyono. (2009) Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Afabeta. Sanjaya W. (2007) Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Sunarto S. S, A.(1998). Masyarakat Indonesia Memasuki Abad Ke Dua Puluh Satu. Jakarta: Dirjendikti Depdikbud.Sukardi. (2007). Metodologi Penelitian Pendidikan, Media Grafika, Jakarta
Supardan, D. (2008). Pengantar Ilmu Sosial. Jakarta: Bumi Aksara
Suparlan, P, (1999)., Hubungan Antar Suku Bangsa, (bahan kuliah Hubungan Antar Suku Bangsa)
Suryadi, A dan Budimansyah, D. (2009). Paradigma Pembangunan Pendidikan Nasional Konsep, Teori dan Aplikasi dalam Analisis Kebijakan Publik,Bandung : Widya Aksara Press.
Suryalaga, H. (2009). Kasundaan Rawayan Jati. Bandung: Yayasan Nur Hidayah. Suryalaga, H. (2010). Filsafat Sunda Sekilas Interpretasi Foklor Sunda. Bandung:
Yayasn Nur Hidayah.
Szerszynski, B. and Urry, J. (2002). The Kosmopolitan Culture. Published by Blackwell Publishing, 108 Cowley Road, Oxford
Taringan, C. 2000. Kamus Biologi. M2S: Bandung
Tilaar, H.A.R., (2002). Perubahan Sosial dan Pendidikan.Jakarta: Grasindo, Tilaar, H.A.R., (2003). Etika Keilmuan: Pengembangannya dalam Dunia
Akademik di Indonesia (makalah), dipresentasikan dalam Semiloka Etika Kehidupan Berbangsa, oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Hotel Mega Anggrek Jl. Arjuna Selatan No.4, Palmerah, Jakarta Barat pada 16-18 .
(2)
Toffler, A. (1980) The Third Wave: London: Hazell Watson & Viney Ltd.
Wahab. A. A. (2008). Metode dan Model-model Mengajar IPS. Bandung: Alfabeta.
Wahab. A. A & Sapriya. (2008). Teori dan Landasan Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung: UPI Press.
Ward, Barbara, (1983). Lima Pokok Pikiran yang Mengubah Dunia. Jakarta: Pustaka Jaya
Wardani, I. G. A. K. (2006). Perspektif Pendidikan SD. Universitas Terbuka. Jakarta:Universitas Terbuka.
Wijeyesinghe, Griffin, Love, (1997). Rascism Curricullum Design. New York: Routledge
Winataputera, U. dan Budimansyah, D. (2007). Civic Education: Konteks, Landasan, Bahan Ajarm dan Kultur Kelas. Bandung: Pascasarjana UPI Winataputera. (2004). Pendidikan Kewarganegaraan dalam Perspektif
Pencerdasan Kehidupan Bangsa. Disampaikan pada Temu Sambut Pendidik Besar FKIP UT. Jakarta: FKIP UT.
Winataputera, U. (2012), Pendidikan Kewaganegaraan dalam Perspektif Pendidikan untuk Mencerdaskan Kehidupan Bangsa (Gagasan, Instrumentasi, dan Praksis). Bandung: Widya Aksara Press
William. M. Held, D. (1996) Models of Democracy, Cambridge: Polity Press. Wiriaatmadja, R. (2002). Pendidikan Sejarah, Sikap kebangsaan, identitas
nasional, sejarah lokal, masyarakat multikulktural. Historia Utama Press: Bandung.
Young, I M. (1990) Justice and the Politics of Differnce, New Jersey: Pricenton University Press.
Zed, M. (2007),”Ingatan Kolektif Lokal dan Keprihatinan Nasional”, dalam, Agus Mulyana & Restu Gunawan, Ed. (2007), Sejarah Lokal Penulisan dan Pembelajaran di Sekolah, Bandung : Salamina Press, hlm. 45-64. Sumber Tesis dan Disertasi :
Anggraeni, L. (2009). “Kajian Tentang PKN Berbasis Multikultural Dalam Menumbuhkan Nasionalisme: Studi Kasus Di SMA Santo Aloysius Bandung”. Tesis Magister pada Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.
Dalyono, Teguh. (2010) “Kontribusi Media Massa Terhadap Pemanfaatan
Teknologi Informasi dan Tingkat Modernitas Generasi Muda”. Disertasi
prodi PIPS Sekolah Pascasarjana, UPI.
Erari, F S. (2009). “Pembelajaran PKN Dalam Pembentukan Nasionalisme Siswa: Study Deskriftif Kualitatif Pada Siswa SMA N 1 Serui Kabupaten Yapen
Waropen Provinsi Papua”. Tesis Magister pada Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung
Mardawani (2010). “Pembinaan Semangat Nasionalisme Indonesia Dalam Menghadapi Tantangan Nilai kosmopolitan dan Etnisitas Melalui Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (Studi Kasus Pada SMP Negeri 1 Entikong, Wilayah Perbatasan Indonesia-Malaysia)”. Tesis. UPI.
(3)
Samsuri. (2010). “Transformasi gagasan Civil Society Melalui Reformasi PKn di Indonesia (Studi Pengembangan Kebijakan PKn Pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah Di Era Reformasi)”. Desertasi. UPI.
Sundari. (2009). “Hubungan Antara Faktor Pendidik, Lingkungan, Dan Siswa Dengan Nasionalisme di Kalangan Pelajar SMA (suatu studi tentang peran pembelajaran PKn untuk menumbuhkan pembelajaran PKn untuk menumbuhkan nasionalisme)”. Disertasi. Prodi PIPS, UPI.
Supardan, D. (2004). ”Pembelajaran Sejarah Berbasis Pendekatan Multikultural dan Perpektif Sejarah Lokal, Nasional, Global Untuk Integrasi Bangsa. (Studi Kuasi Eksperimental Terhadap Siswa SMU di Kota Bandung)”. Desertasi Doktoral Sekolah Pascasajana UPI
Winataputera, U. (2001). ”Jatidiri Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Sistemik Pendidikan Demokrasi: Suatu Kajian Konseptual Dalam Konteks Pendidikan IPS”. Disertasi PPS UPI
Sumber Jurnal Nasional dan Internasional;
Azra, A. (2004). “Identitas dan Krisis Budaya: Membangun Multikulturalisme
Indonesia”. Jurnal Online. Tahun 2007.
Appiah, K.A. (2007). Kosmopolitanism: Ethics in World of Strangers. New York: Norton. 340-341
Archibugi, D. and D. Held (eds) (1995) Kosmopolitan democracy: an agenda for a New World Order, Oxford: Blackwell.
Archibugi, D. (2004). Kosmopolitan democracy and its Critics: A review. Oxford: Blackwell. 438-473
Adam, A W. (2001) “Ancaman Disintegrasi di Depan Mata”, dalam Kompas, 16 Agustus 2001.
Allen, J. (1960). “The Role of Ninth Grade Civics in Citizenship Education”. The High School Journal. 44,(3),106-111.
Azra, A. (2004). “Identitas dan Krisis Budaya: Membangun Multikulturalisme
Indonesia”. Jurnal Online. Tahun 2007.
Beck, U. and N. Sznaider (2006) „Unpacking kosmopolitanism for the social
sciences: a research agenda‟, The British Journal of Sociology, 57, 1–23.
17-44
Bowden, B. (2003). “Nationalism and Kosmopolitanism: Irreconcilable Differences or Possible Bedfellows”. International of National Identities Australian National University, Canberra, Australia.Tahun 2003, Vol. 5, No. 3. 235-249
Budimansyah, D. (2008). “Revitalisasi Pembelajaran PKn melalui Praktik Belajar Kewarganegaraan (Project Citizen”, Acta civicus, Vol 1 No. 2, April 2008, 179-198.
Chandler, D. (2009). Critiquing Liberal Kosmopolitanism? The Limits of the Biopolitical Approach. International Political Sociology (2009) 3, 53–70
Delanty, G. (2006). The Kosmopolitan imagination:Critical Kosmopolitanism and Social Theori. The British journal of Sociology 2006 Volume 57 Issue,125-47
(4)
Diamond dan McDonald (1997). Global Village. Jurnal univeritas paramadina Volume 1
Isiksal, Husein. (2002). “Two Perspektivf on the relationship of Ethinicity to Nationalism: Comparing Gelldner and Smith”. Turkish Journal of international Relations. Vol 1 No. 1.
Harvey. (2000). Kosmopolitanism and The Banality of Geographical Evils. 1-29 Komalasari, K (2007). “Nasionalisme Di Era Otonomi Daerah”. ACTA CIVICUS,
Tahun 2007, Vol 1, No. 8, Jurnal Jurusan PKN-FPIPS Universitas Pendidikan Indonesia. 553-562
Linklater, Andrew (1998). Kewarganegaraan Kosmopolitan. Studies, Vol. 2, No. 1, 1998 1362-1025/98/010023-19 © 1999 Carfax Publishing Ltd Nodia, “Nationalism and Democracy”, dalam Journal of Democracy, Vol. 3,
No.4, 1992, h. 14-15
Nurdini, Allis. (2006). Cross-Sectional vs Longitudinal :Pilihan Rancangan waktu dalam Penelitian Perumahan Pemukiman. Dimensi Teknik Arsitektur Vol. 34 No. 1 Juli 2006; 52-58
Nussbaum, M. (1994) „Patriotism and kosmopolitanism‟, Boston Review, 195, 3– 34.
Purwanto, Iwan. (2007). “Paradigma Ekonomi Global”. Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, Tahun 2007, Edisi XV. No. 29. Bandung: Forum Komunikasi FPIPS/FIIS-JPIPS Universitas/STKIP se-Indonesia
Roudometof, V. (2005) „Transnationalism, kosmopolitanism and globalization‟, Current Sociology, 53, 113–35.
Setiawan, D. (2009). “Paradigma Pendidikan Kewarganegaraan Bervisi Global
dengan Paradigma Humanistik”. ACTA CIVICUS, Tahun 2009, Vol 2, No. 2, Jurnal Jurusan PKN-FPIPS Universitas Pendidikan Indonesia.
Supardan, D. (1997) ”Menguak Makna Kebangkitan Nasional”, Artikel Harian Umum Pikiran rakyat, Bandung, 1997.
Suparlan, P. (2001). “Kesetaraan Warga dan Hak Budaya Komuniti dalam Masyarakat Majemuk Indonesia”. Jurnal Antropologi Indonesia 66, 2001
Supardan, D. (2008). “Peluang Pendidikan dan Hubungan Antaretnik: Perspektif
Pendidikan Kritis Poskolonialis”. Jurnal ACTA CIVICUS, Tahun 2008, Vol 2, No. 1, Jurusan PKN Universitas Pendidikan Indonesia.
Wahab, AA. (2001). “Implementasi dan Arah Perkembangan PKN (Civic
Education) di Indonesia”. ACTA CIVICUS, Tahun 2001 Edisi 1. Jurnal Ilmu Politik, Hukum dan Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Sumber Internet :
Kumoro, B. (2006). “Nasionalisme Indonesia Setelah 61 Tahun Merdeka”. [Online]. Tersedia:http://www.kompas.co.id/kompas cetak/0608/16/opini/2886194.htm. Nasionalisme Indonesia Setelah 61 Tahun Merdeka.[Diakses pada: 4 Agustus 2009].
Mulyana, A. (2012). ”Pendekatan Historiografi dalam Memahami Buku Teks
Pelajaran sejarah” [Online].
(5)
608081991031-AGUS_MULYANA/Makalah_Dekonstruksi.pdf [Diakses pada: 29 Oktober 2012]
Qomariyah, L. (2007). “Nasionalisme dan Globalisasi” [Online]. Tersedia: http ://www.wawasandigital.com/index.php?option=com_content&task=view& id=7559&Itemid=62. Nasionalisme dan Globalisasi. [Diakses pada: 22 Oktober 2009].
Latif, Y. (2004). “Melampaui Nilai kosmopolitan Politik” [Online]. Tersedia: Http://www. asmakmalaikat.com/go/artikel/filsafat/Fil45.htm. [Diakses pada: 25 Agustus 2009].
Masofa. (2009). ”Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran PKN” [Online]. Tersedia: http://massofa.wordpress.com/2009/11/02/pengembangan-kurikulum-dan pembelajaran-PKN/. (Diakses pada: 21 Mei 2010).
Surat Kabar:
Asih, E. (2010). “ Warga pun Mengakses Informasi Lewat “RT/RW-net”. Pikiran Rakyat (1 Februari 2010).
Finesso, G.M. (2009). “ Industri Kreatif Cimahi : Misi memasyaratkan kreativitas warga‟‟. Kompas (9 Oktober 2009).
Gani, R. (2010). “ Menghadapi Media di Era Informasi‟. Pikiran Rakyat ( 4 Maret 2010).
Pambudi. (2009). “Mengawal Perkembangan Media Sosial‟‟. Pikiran Rakyat (24 Desember 2009).
Pambudi. (2009). “ Penggalangan Opini Melalui Jejaring Sosial”. Pikiran Rakyat (24 Desember 2009).
Yamani, Z. (2009). “ Media Massa vs Internet‟. Pikiran Rakyat (24 Desember 2009).
Sumber Makalah :
Azra, A. (2007). “Keragaman Indonesia: Pancasila dan Multikulturalisme”. Makalah disampaikan pada Semiloka Nasional: Keragaman Suku, Agama, Ras, Gender sebagai Modal Sosial untuk Demokrasi dan Masyarakat Madani: Resiko, Tantangan dan Peluang. Yogyakarta, 13 Agustus 2007. Kalidjernih, Freddy K. (2009). “Nilai kosmopolitan: Implikasi Terhadap
Kewarganegaraan”. Makalah pada Seminar Nasional Visi Kebangsaan 2025. Prodi PKn SPs Uviversitas Pendidikan Indonesia.
Wahab, Abdul A. (2009). ”Memantapkan Kembali Jati diri Bangsa Dalam Rangka Penguatan Dasar-Dasar Pendidikan Kewarganegaraan Indonesia. Makalah pada Seminar Internasional. PKn.UPI Bandung.
Sumber Undang-Undang dan Pedoman :
Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP) Tahun 2006
Naskah Akademik Kurikulum 2013. Jakarta: Puskurbuk Balitbang Kemdikbud Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Jakarta: Sinar Grafika.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Jakarta: Sinar Grafika.
(6)
Pedoman pelatihan implementasi kurikulum 2013 Diterbitkan oleh: Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, tahun 2013
Permendikbud No. 69 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum SMA/MA