Pengaruh Pemberian Tepung Tempe Kedelai (Glycine Max (L.) Merrill) Selama Masa Prepubertal Terhadap Viabilitas Spermatozoa Mencit Jantan Galur Swiss Webster.

(1)

ABSTRAK

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG TEMPE KEDELAI

(Glycine max (L.) Merrill) SELAMA MASA PREPUBERTALTERHADAP VIABILITAS SPERMATOZOA

MENCIT JANTAN GALUR SWISS WEBSTER

Antonius Budi Santoso, 2007. Pembimbing I: Sylvia Soeng, dr. M.Kes.

Pembimbing II: Sri Utami Sugeng, Dra., M.Kes.

Tempe merupakan makanan tradisional Indonesia yang terbuat dari fermentasi kacang kedelai. Tempe mengandung gizi tinggi, dikenal sebagai makanan murah namun menyehatkan. Salah satu kandungan gizi dalam tempe adalah isoflavon, antara lain genistein dan daidzein, yang bersifat estrogenik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek pemberian tepung tempe kedelai selama masa prepubertal terhadap viabilitas spermatozoa mencit jantan. Dua puluh lima ekor mencit jantan galur Swiss Webster yang berusia lima minggu dibagi menjadi lima kelompok: kelompok I mendapat larutan tepung tempe 14,1% per oral; kelompok II 28,2%; dan kelompok III 56,4%. Kelompok kontrol negatif mendapat aquabidestilata dan kontrol positif mendapat 17 -estradiol. Lama perlakuan masing-masing kelompok adalah dua puluh satu hari. Hasil percobaan menunjukkan penurunan viabilitas spermatozoa mencit jantan yang tidak sebanding dengan peningkatan dosis perlakuan. Data dianalisis dengan ANAVA satu arah dan dilanjutkan dengan tes Tukey HSD. Viabilitas spermatozoa menunjukkan perbedaan yang signifikan antara ketiga kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol negatif (p<0,05), tetapi terdapat perbedaan yang tidak signifikan antara kelompok pertama dan ketiga dengan kelompok kontrol positif (p>0,05) dan perbedaan yang signifikan antara kelompok kedua dengan kontrol positif (p<0,05). Dapat disimpulkan bahwa pemberian tepung tempe kedelai 14,1%, 28,2%, dan 56,4% selama masa prepubertal dapat menurunkan viabilitas spermatozoa mencit jantan galur Swiss Webster.


(2)

ABSTRACT

THE EFFECT OF TEMPEH (Glycine max (L.) Merrill) POWDER TREATMENT DURING PREPUBERTAL PERIOD ON SPERM VIABILITY

OF MALE SWISS WEBSTER MICE Antonius Budi Santoso, 2007. Tutor I: Sylvia Soeng, dr. M.Kes.

Tutor II: Sri Utami Sugeng, Dra., M.Kes.

Tempeh is a well known Indonesia traditional food, which is made from fermented soybean. Tempeh contains high nutrition so it could be said as cheap but healthy food. One of the nutrition in tempeh is isoflavone, genistein and daidzein, which have estrogenic effect. The objective of this study is to investigate the effect of tempeh powder treatment during prepubertal period on sperm viability of male Swiss Webster mice. The study was conducted to 25 five weeks olds male Swiss Webster mice. They were divided into five groups, the first group was treated with 14,1% tempeh powder solution orally; the second group 28,2%; and the third group 56,4%. The negative control group was given the destilled water. The positive control group was treated with 17 -estradiol. All of the groups were treated during twenty one days. The result showed the reduction of sperm viability of male mice as not equivalent to the increasing treatment dose. The data was analyzed with Oneway ANOVA and followed by Tukey HSD test. The sperm viability showed significant differences between the three treated groups and the negative control group (p<0,05), but no significant differences between the first and third groups and the positive control group (p>0,05), and significant differences between the second group and the positive control group (p<0,05). The conclution was 14,1%, 28,2%, and 56,4% tempeh powder can reduced sperm viability male Swiss Webster mice if given during prepubertal period.


(3)

(4)

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL

LEMBAR PERSETUJUAN SURAT PERNYATAAN

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ...v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR DIAGRAM ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 3

1.3 Maksud dan Tujuan ... 3

1.4 Kegunaan Karya Tulis Ilmiah ... 3

1.5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Penelitian ... 3

1.5.1 Kerangka Pemikiran ... 3

1.5.2 Hipotesis Penelitian ... 4

1.6 Metodologi Penelitian ... 4

1.7 Lokasi dan Waktu ... 5


(6)

2.1.1.2 Tubulus Seminiferus ... 7

2.1.1.2.1 Sel Sertoli ... 7

2.1.1.2.2 Sel Interstisial Leydig ... 8

2.1.1.3 Duktus Ekskretorius ... 8

2.1.1.4 Vesikula Seminalis... 9

2.1.1.5 Kelenjar Prostat ... 9

2.1.1.6 Kelenjar Bulbouretra (Cowper) ... 10

2.1.1.7 Penis ... 10

2.1.2 Spermatogenesis ... 10

2.1.2.1 Tahap-tahap Spermatogenesis ... 11

2.1.2.2 Morfologi spermatozoa ... 13

2.1.3 Mekanisme Hormonal... 15

2.1.3.1 Hormon Testosteron ... 15

2.1.3.2 Hormon Gonadotropin ... 16

2.1.3.3 Hormon Estrogen ... 16

2.1.3.4 Hormon Pertumbuhan (Growth Hormone) ... 17

2.1.3.5 Pengaturan Fungsi Reproduksi oleh Mekanisme Hormonal ... 17

2.2 Kedelai ... 19

2.2.1 Taksonomi Kedelai ... 19

2.2.2 Karakteristik Fisik Kedelai ... 20

2.2.3 Penggunaan ... 21

2.3 Tempe ... 22

2.3.1 Pembuatan Tempe Ideal... 23

2.3.2 Isoflavon ... 26

2.3.3 Fitoestrogen Genistein Tempe ... 27

2.4 Pengaruh Estrogen terhadap Spermatogenesis ... 27

2.4.1 Reseptor Estrogen ... 28

2.4.2 Efek Estrogen secara Sistemik pada Aksis Hipotalamus-Hipofisis-Testis ... 28


(7)

2.4.4 Efek Estrogen pada Kelenjar Aksesoris Jantan... 30

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 32

3.2 Alat dan Bahan... 32

3.2.1 Alat... 32

3.2.2 Bahan ... 33

3.2.3 Hewan Coba... 33

3.3 Metode Penelitian ... 33

3.3.1 Variabel penelitian ... 33

3.3.2 Prosedur Kerja ... 34

3.3.2.1 Pengumpulan Bahan ... 34

3.3.2.2 Penyiapan Tepung Tempe... 34

3.3.2.3 Penyiapan Hewan Coba ... 35

3.3.2.4 Penghitungan Viabilitas Spermatozoa Mencit... 36

3.3.3 Metode Analisis ... 36

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 38

4.2 Pengujian Hipotesis Percobaan... 42

4.3 Pembahasan... 42

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 47

LAMPIRAN I ... 50

LAMPIRAN II ... 52


(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1 Hasil Penghitungan Viabilitas Spermatozoa (%)... 38

Tabel 4.2 Tabel ANAVA Satu Arah Viabilitas Spermatozoa Mencit ... 39

Tabel 4.3 Tabel Multipel Tukey ...40


(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Tabel 2.1 Spermatogenesis ... 12

Tabel 2.2 Spermatogenesis ... 12

Tabel 2.2 Spermiogenesis ... 13

Tabel 2.3 Morfologi spermatozoa...14

Tabel 2.4 Kadar Testosteron dalam Waktu Berbeda ... 16

Tabel 2.5 Mekanisme Hormonal...18

Tabel 2.6 Kedelai ... 20

Tabel 2.7 Tanaman Kedelai...21

Tabel 2.8 Tempe ... 25


(10)

DAFTAR DIAGRAM

Halaman

Tabel 4.1 Rata-rata Viabilitas Spermatozoa Mencit ... 39 Tabel 4.2 Rata-rata Viabilitas Spermatozoa masing-masing Kelompok


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Penghitungan Dosis ... 51 Lampiran 2 Analisis Data ... 53


(12)

LAMPIRAN 1 PENGHITUNGAN DOSIS

Berdasarkan jurnal “Effect of Exposure to Genistein during Pubertal

Development on the Reproductive System of Male Mice”, disebutkan bahwa dalam studi terakhir konsumsi isoflavon total dalam kacang kedelai yang dikonsumsi oleh orang Asia mencapai 1,5 mg/kg/hari genistein; sedangkan pada orang Eropa adalah kurang dari 0,2 mg/kg/hari.

Kadar genistein pada tempe mentah = 277 g/g protein

Kadar protein tempe mentah = 17 g/100g tempe

Dalam 100 gram tempe mentah ada 17 gram protein, dan = 277 g/g x 17 g = 4709 g

Atau dalam 1 gram tempe mentah ada :

= (4709 : 100) g = 47,09 g genistein

Setelah melalui serangkaian penghitungan, didapatkan dosis untuk mencit adalah :

Dosis III : 8,48 g tepung tempe / 15 ml aquabidestilata = 56,4 %

Dosis II : 5 g dosis III / 5 ml aquabidestilata = 28,2 %

Dosis I : 2,5 g dosis III / 7,5 ml aquabidestilata = 14,1 %

Maka,

Dalam 1 gram dosis III mengandung 0,361 gram tempe; atau 0,361 g x 47,09 g genistein = 16,999 g genistein

Dalam 1 gram dosis II mengandung 0,1805 gram tempe; atau 0,1805 g x 47,09 g genistein = 8,450 g genistein

Dalam 1 gram dosis I mengandung 0,09025 gram tempe; atau 0,09025 g x 47,09 g genistein = 4,250 g genistein


(13)

51

Setelah dikonversikan ke dalam dosis manusia, didapatkan dosis dengan kandungan genistein :

Dosis I :

4,250 g genistein x 287,9 (faktor konversi) = 1223,575 g genistein = 1,224 mg genistein

Atau : 1223,575 g genistein : 47,09 g genistein = 25,984 gram tempe

Dosis II :

8,450 g genistein x 287,9 (faktor konversi) = 2432,755 g genistein = 2,433 mg genistein

Atau : 2432,755 g genistein : 47,09 g genistein = 51,662 gram tempe

Dosis III :

16,999 g genistein x 287,9 (faktor konversi) = 4894,0121 g genistein = 4,894 mg genistein


(14)

52

LAMPIRAN 2 ANALISIS DATA

Oneway

Descriptives Viabilitas Spermatozoa (%)

6 59.3333 4.67618 1.90904 54.4260 64.2407 51.00 63.00 6 21.5000 9.46044 3.86221 11.5719 31.4281 8.00 35.00 6 31.6667 5.07609 2.07230 26.3396 36.9937 24.50 38.00 6 15.8333 8.42417 3.43915 6.9927 24.6740 5.00 28.00 6 14.5000 4.97996 2.03306 9.2739 19.7261 7.00 21.00 30 28.5667 17.96680 3.28027 21.8578 35.2756 5.00 63.00 kontrol negatif

(aquabidestilata) dosis 14,1% dosis 28,2% dosis 56,4% kontrol positif (17 beta-estradiol) Total

N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval for

Mean

Minimum Maximum

Test of Homogeneity of Variances

Viabilitas Spermatozoa (%)

.978 4 25 .437

Levene

Statistic df1 df2 Sig.

ANOVA

Viabilitas Spermatozoa (%)

8196.867 4 2049.217 43.993 .000 1164.500 25 46.580

9361.367 29 Between Groups

Within Groups Total

Sum of


(15)

53

Post Hoc Tests

Multiple Comparisons Dependent Variable: Viabilitas Spermatozoa (%)

Tukey HSD

37.83333* 3.94039 .000 26.2609 49.4057 27.66667* 3.94039 .000 16.0943 39.2391 43.50000* 3.94039 .000 31.9276 55.0724 44.83333* 3.94039 .000 33.2609 56.4057 -37.83333* 3.94039 .000 -49.4057 -26.2609 -10.16667 3.94039 .105 -21.7391 1.4057 5.66667 3.94039 .610 -5.9057 17.2391 7.00000 3.94039 .409 -4.5724 18.5724 -27.66667* 3.94039 .000 -39.2391 -16.0943 10.16667 3.94039 .105 -1.4057 21.7391 15.83333* 3.94039 .004 4.2609 27.4057 17.16667* 3.94039 .002 5.5943 28.7391 -43.50000* 3.94039 .000 -55.0724 -31.9276 -5.66667 3.94039 .610 -17.2391 5.9057 -15.83333* 3.94039 .004 -27.4057 -4.2609 1.33333 3.94039 .997 -10.2391 12.9057 -44.83333* 3.94039 .000 -56.4057 -33.2609 -7.00000 3.94039 .409 -18.5724 4.5724 -17.16667* 3.94039 .002 -28.7391 -5.5943 -1.33333 3.94039 .997 -12.9057 10.2391 (J) Kelompok Perlakuan

dosis 14,1% dosis 28,2% dosis 56,4% kontrol positif (17 beta-estradiol) kontrol negatif (aquabidestilata) dosis 28,2% dosis 56,4% kontrol positif (17 beta-estradiol) kontrol negatif (aquabidestilata) dosis 14,1% dosis 56,4% kontrol positif (17 beta-estradiol) kontrol negatif (aquabidestilata) dosis 14,1% dosis 28,2% kontrol positif (17 beta-estradiol) kontrol negatif (aquabidestilata) dosis 14,1% dosis 28,2% dosis 56,4% (I) Kelompok Perlakuan

kontrol negatif (aquabidestilata)

dosis 14,1%

dosis 28,2%

dosis 56,4%

kontrol positif (17 beta-estradiol)

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval

The mean difference is significant at the .05 level. *.

Homogeneous Subsets

Viabilitas Spermatozoa (%) Tukey HSD a

6 14.5000

6 15.8333

6 21.5000 21.5000

6 31.6667

6 59.3333

.409 .105 1.000

Kelompok Perlakuan kontrol positif (17 beta-estradiol) dosis 56,4% dosis 14,1% dosis 28,2% kontrol negatif (aquabidestilata) Sig.

N 1 2 3


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu hasil bumi yang sangat dikenal di Indonesia. Kedelai yang dibudidayakan terdiri dari dua spesies, yaitu, kedelai putih(Glycine max), yang memiliki biji dengan warna kuning, agak putih, atau hijau, dan kedelai hitam (Glycine soja) yang berbiji hitam. Kedelai putih merupakan tanaman asli daerah subtropik di Asia seperti Tiongkok dan Jepang Selatan, sementara kedelai hitam merupakan tanaman asli daerah tropis di Asia Tenggara (Wikipedia, 2006).

Sejak dulu masyarakat telah mengetahui bahwa kedelai termasuk golongan kacang-kacangan dengan kandungan gizi tinggi sehingga banyak orang memanfaatkannya dalam menu makanan sehari-hari. Kedelai merupakan salah satu tanaman yang murah, mudah diperoleh, dan dapat diolah menjadi berbagai produk yang bercita-rasa dan bergizi tinggi. Protein, vitamin, mineral, dan isoflavon yang terkandung di dalamnya telah banyak diketahui memiliki efek yang positif bagi kesehatan tubuh dan menjadikan kedelai sebagai sumber protein nabati utama di Indonesia.

Kedelai dan produk olahannya umum dijumpai di pasar-pasar dan masyarakat pun mengonsumsinya secara luas. Masyarakat Asia, terutama Asia Timur, mengonsumsi lebih banyak dibandingkan masyarakat Barat. Macam-macam makanan produk olahan kedelai adalah tahu, tempe, kecap, dan susu kedelai. Kedelai pun dapat diolah menjadi minyak yang dapat dibuat menjadi sabun, plastik, kosmetik, resin, tinta, krayon, dan pelarut (Wikipedia, 2006).

Beberapa penelitian untuk mengetahui pengaruh kedelai terhadap kesuburan pria telah dilakukan, antara lain oleh Fraser, peneliti dari King College, Inggris,


(17)

2

yang mengemukakan bahwa kandungan isoflavon kedelai dapat mempengaruhi sel sperma yang sudah berada di tubuh wanita ketika sedang membuahi sel telur (www.hanyawanita.com, 2006).

Peneliti lain mengemukakan bahwa konsumsi kedelai yang berlebihan selama masa pertumbuhan dan perkembangan sistem reproduksi pria diketahui dapat mempengaruhi kesuburan saat memasuki masa pubertas. Konsumsi kedelai yang berlebihan dapat mengganggu kualitas sperma (Bulir, 2005). Hal ini berkaitan dengan aktivitas estrogenik dari salah satu kandungan isoflavon yang terdapat pada kedelai sehingga pertumbuhan dan perkembangan sistem reproduksi pria dapat terganggu. Penelitian yang dilakukan oleh Anderson di Rumah Sakit Royal Victoria, Belfast, menyatakan bahwa kandungan estrogen pada kedelai menduduki persentase tertinggi dibandingkan dengan makanan yang lain. Seorang anak laki-laki yang banyak mengonsumsi kedelai selama masa pertumbuhan, terutama sejak dalam kandungan hingga menjelang pubertas, dapat mengalami penurunan kualitas sperma dan gangguan pembentukan sistem reproduksi sehingga dapat dijumpai beberapa kelainan, seperti undescensus testiculorum dan kanker testis (BBC, 2006).

Lewis, Direktur Kedokteran Reproduksi di Universitas Queen di Belfast, Irlandia, menyatakan ada hubungan negatif antara jumlah kedelai yang dimakan oleh pria dan kualitas spermanya (BBC, 2006). Sharpe, dari Universitas Edinburg, Skotlandia, mengatakan bahwa selama ini tradisi konsumsi kedelai di Asia lebih tinggi, namun tidak terdapat pemberitaan signifikan mengenai pengaruhnya terhadap kesuburan pria (www.hanyawanita.com, 2006).

Berdasarkan uraian di atas, penyusun tertarik untuk mengetahui efek konsumsi kedelai yang kemungkinan memiliki dampak kurang baik, khususnya terhadap sistem reproduksi hewan coba mencit jantan.


(18)

3

1.2Identifikasi Masalah

Apakah pemberian tepung tempe kedelai (Glycine max (L.) Merrill) per oral selama masa prepubertal dapat menurunkan viabilitas spermatozoa mencit jantan galur Swiss Webster.

1.3Maksud dan Tujuan

Maksud penelitian ini adalah mengetahui pengaruh tepung tempe kedelai (Glycine max (L.) Merrill) terhadap kesuburan.

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui efek kandungan fitoestrogen tepung tempe kedelai (Glycine max (L.) Merrill) terhadap viabilitas spermatozoa mencit jantan galur Swiss Webster.

1.4Kegunaan Karya Tulis Ilmiah

Kegunaan akademis karya tulis ini adalah diharapkan dapat membuka cakrawala pengetahuan bidang biologi dasar mengenai pengaruh fitoestrogen yang terdapat pada tepung tempe kedelai terhadap viabilitas spermatozoa mencit jantan.

Kegunaan praktis karya tulis ini adalah diharapkan dapat memberi jawaban atas pengaruh konsumsi tepung tempe kedelai selama masa prepubertal terhadap kesuburan.

1.5Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Penelitian

1.5.1 Kerangka Pemikiran

Hewan coba mencit jantan memiliki siklus reproduksi yang matang pada saat usia 8 minggu.Selama masa gestasi, laktasi, dan menjelang pubertas, organ-organ reproduksi mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Pemberian estrogen dari


(19)

4

luar dapat memberi efek sistemik dan lokal. Estrogen merupakan hormon steroid yang dapat mempengaruhi aktivitas spermatogenesis melalui efek balik negatif terhadap sintesis hormon gonadotropin oleh hipofisis. Reseptor estrogen terdapat pada organ reproduksi pria dengan variasinya selama masa fetal, prepubertal, dan pubertal. Pemberian estrogen yang berlebihan akan mengakibatkan gangguan perkembangan struktur dan fungsi organ reproduksi pria sehingga terjadi pembentukan sperma dengan kualitas kurang baik.

Farnsworth et al. pada tahun 1975 menyatakan bahwa kedelai mengandung isoflavon yang terutama terdiri dari genistein dan daidzein. Genistein memiliki struktur yang mirip dengan diethyilstilbestrol (DES) (Westonaprice, 2006). Kedua zat isoflavon ini dapat bersifat estrogenik dan antiestrogenik. Pada saat kadar hormon estrogen dalam tubuh rendah, maka genistein dan daidzein berfungsi sebagai estrogen. Sebaliknya, pada saat kadar hormon estrogen dalam tubuh tinggi, kedua zat ini akan berfungsi antiestrogenik (Head, 2001).

Secara fisiologis dan hormonal, organ reproduksi pria, yaitu testis, selama masa prepubertal belum begitu matang. Sel-sel Leydig belum sempurna dalam perkembangannya sehingga sedikit sekali hormon testosteron yang dihasilkan. Pemberian estrogen dari lingkungan dalam jumlah besar pada masa prepubertal dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan selanjutnya dan mengganggu pula proses spermatogenesis.

1.5.2 Hipotesis Penelitian

Pemberian tepung tempe kedelai (Glycine max (L.) Merrill) selama masa prepubertal dapat menurunkan viabilitas spermatozoa mencit jantan galur Swiss Webster.


(20)

5

komparatif. Data yang diukur adalah viabilitas spermatozoa dalam satuan persen. Analisis data menggunakan uji analisis varians (ANAVA) satu arah dilanjutkan uji beda rata-rata Tukey HSD dengan = 0,05.

1.7Lokasi dan Waktu

Penelitian dilakukan di Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha Bandung, mulai dari Februari 2006 sampai dengan Desember 2006.


(21)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Pemberian tepung tempe kedelai (Glycine max (L) Merr) pada dosis 14,1%,

28,2%, dan 56,4% secara per oral selama masa prepubertal dapat menurunkan viabilitas spermatozoa mencit jantan.

5.2 Saran

1. Perlu penelitian lebih lanjut untuk membandingkan efek pemberian tepung

tempe kedelai hasil olahan Puslitbang Gizi dan Makanan Depkes Bogor dengan tepung tempe kedelai yang beredar secara luas di masyarakat Indonesia yang dikonsumsi selama masa prepubertal terhadap kesuburan mencit jantan.

2. Perlu penelitian lebih lanjut untuk membandingkan efek pemberian tepung

tempe kedelai yang dikonsumsi selama masa prepubertal terhadap tempe kedelai yang dikonsumsi selama masa pubertal terhadap kesuburan mencit jantan.

3. Perlu penelitian secara kimiawi untuk mengetahui kadar kandungan

isoflavon genistein dan daidzein dalam tempe kedelai yang dikonsumsi secara luas oleh masyarakat.

4. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai kemungkinan penurunan kesuburan

pada pria yang banyak mengonsumsi tempe kedelai selama masa prepubertal.

5. Konsumsi makanan harus dilakukan secara cukup sesuai panduan gizi


(22)

DAFTAR PUSTAKA

Adisarwanto. 2005. Kedelai. Jakarta: Penebar Swadaya. h. 6, 9-15, 85, 89-90, 96-8.

Anonymous. http://www.hanyawanita.com/_sex/article.php?article_id=4249, 20 Mei 2006.

Anonymous. Mandul akibat tahu dan tempe. Bulir. Edisi 31. September 2005. h. 20.

Arsiniati M. Brata-Arbai. 1997. Cholesterol lowering effect of tempe. In: Jonathan Agranoff. ed. The complete handbook of tempe. Jakarta: the Indonesia Tempe Foundation. p. 54.

BBC. Soya ‘link’ to male infertility.

http://news.bbc.co.uk/2/hi/uk_news/northern_ireland/3513607.stm, 10 Juni 2006

Eroschenko V. P. 2003. Atlas histologi di fiore dengan korelasi fungsional. Edisi 9. Jakarta: EGC. h. 279, 280.

Guyton A.C., Hall. J.E. 1997. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC. h. 1265-9, 1274-5.

Head K. A. 2001. Isoflavones and other soy constituents in human health and disease. www.thorne.com/media.soyIsoflavones.pdf, 10 Juni 2006.

Hermana, Mien Karmini. 1997. The development of tempe technology. In: Jonathan Agranoff. ed. The complete handbook of tempe. Jakarta: the Indonesia Tempe Foundation. p. 89-90.

Lee B.J., Jung E. Y., Yun Y. W., Kang J. K., Baek I. J., Yon J. M. et al. 2004. Effect of exposure to genistein during pubertal development on the reproductive system of male mice. www.jstage.jst.go.jp./article/jrd/50/4/399/-pdf, 23 Mei 2006.

Leeson C. R., Leeson T. S., Paparo A. A. 1996. Buku ajar histologi. Jakarta: EGC. h. 520-3.


(23)

48

Mary Astuti. 1997. History of the development of tempe. In: Jonathan Agranoff. ed. The complete handbook of tempe. Jakarta: the Indonesia Tempe Foundation. p. 6, 8.

Mary Astuti. 1997. Iron availability of tempe and its uses in iron deficiency anemia. In: Jonathan Agranoff. ed. The complete handbook of tempe. Jakarta: the Indonesia Tempe Foundation. p. 43-4.

Mien Karmini. 1997. Tempe and infection. In: Jonathan Agranoff. ed. The complete handbook of tempe. Jakarta: the Indonesia Tempe Foundation. p. 48-9.

Molina P. E. 2004. Endocrine physiology. USA: The McGraw-Hill Companies. p. 181-203.

Nilson S., Makela S., Treuter E., Tujague M., Thomsen J., Andersson G. et al.

2001. Mechanisme of estrogen action.

http://physrev.physiology.org/cgi/content/full/81/4.1535, 7 November 2006.

O’Donnell L. Robertson K. M., Jones M. E., Simpson E. R. 2001. Estrogen and spermatogenesis. http://edrv.endojournals.org/cgi/content/full/22/3/289, 28 Oktober 2006.

Sammy S. M., Fielden M. R., Chou K., Zacharewskil T. R. 2002. Effects of gestational and lactational exposure to genistein on sperm quality and

testicular gene expression in mice.

http://www.bch.msu.edu/~zacharet/publications/sot2002/samy1.htm, 20

Oktober 2006.

Setchell K. D. R., Cassidy A. 1999. Dietary isoflavones: biological effects and relevance to human health. http://jn.nutrition.org/cgi/content/full/129/3/758S.

11 Juni 2006.

Snell R. 1998. Perineum. Dalam: Jonathan Oswari. ed. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi 3. Jakarta: EGC. h. 44-5, 93.


(24)

49

Suyanto Pawiroharsono. 1997. Microbiological aspects of tempe. In: Jonathan Agranoff. ed. The complete handbook of tempe. Jakarta: the Indonesia Tempe Foundation. p. 101-7.

Suyanto Pawiroharsono. 2001. Prospek dan manfaat isoflavon untuk kesehatan. http://www.tempo.co.id/medika/arsip/042001/pus-2.htm. 10 Juni 2006.

Suryo. 2001. Genetika manusia. Yogyakarta: Gadjah Mada Universty Press. h. 64. Syaifuddin. 2001. Fungsi sistem tubuh manusia. Jakarta: Widya Medika. h. 267,

269, 270, 272-3.

Weston A Price Foundation. 2003. Dangers of dietary isoflavones at levels above

those found in traditional diets.

http://www.westonaprice.org/soy/dangersisoflavones.html, 11 Juni 2006.

Wikipedia. 2006. Soybean. http://en.wikipedia.org/wiki/Soybean, 12 Juni 2006.

Willms J. L., Schneiderman H., Algranati P. S. 2003. Anton Cahyana Widjaja, Vivi Sadikin, Melfiawati Setio. ed. Diagnosis fisik, evaluasi diagnosis dan fungsi di bangsal. Jakarta: EGC. h. 435.


(1)

Universitas Kristen Maranatha 4

luar dapat memberi efek sistemik dan lokal. Estrogen merupakan hormon steroid yang dapat mempengaruhi aktivitas spermatogenesis melalui efek balik negatif terhadap sintesis hormon gonadotropin oleh hipofisis. Reseptor estrogen terdapat pada organ reproduksi pria dengan variasinya selama masa fetal, prepubertal, dan pubertal. Pemberian estrogen yang berlebihan akan mengakibatkan gangguan perkembangan struktur dan fungsi organ reproduksi pria sehingga terjadi pembentukan sperma dengan kualitas kurang baik.

Farnsworth et al. pada tahun 1975 menyatakan bahwa kedelai mengandung isoflavon yang terutama terdiri dari genistein dan daidzein. Genistein memiliki struktur yang mirip dengan diethyilstilbestrol (DES) (Westonaprice, 2006). Kedua zat isoflavon ini dapat bersifat estrogenik dan antiestrogenik. Pada saat kadar hormon estrogen dalam tubuh rendah, maka genistein dan daidzein berfungsi sebagai estrogen. Sebaliknya, pada saat kadar hormon estrogen dalam tubuh tinggi, kedua zat ini akan berfungsi antiestrogenik (Head, 2001).

Secara fisiologis dan hormonal, organ reproduksi pria, yaitu testis, selama masa prepubertal belum begitu matang. Sel-sel Leydig belum sempurna dalam perkembangannya sehingga sedikit sekali hormon testosteron yang dihasilkan. Pemberian estrogen dari lingkungan dalam jumlah besar pada masa prepubertal dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan selanjutnya dan mengganggu pula proses spermatogenesis.

1.5.2 Hipotesis Penelitian

Pemberian tepung tempe kedelai (Glycine max (L.) Merrill) selama masa prepubertal dapat menurunkan viabilitas spermatozoa mencit jantan galur Swiss Webster.

1.6Metodologi Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium yang bersifat longitudinal prospektif dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang bersifat


(2)

Universitas Kristen Maranatha komparatif. Data yang diukur adalah viabilitas spermatozoa dalam satuan persen. Analisis data menggunakan uji analisis varians (ANAVA) satu arah dilanjutkan uji beda rata-rata Tukey HSD dengan = 0,05.

1.7Lokasi dan Waktu

Penelitian dilakukan di Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha Bandung, mulai dari Februari 2006 sampai dengan Desember 2006.


(3)

46 Universitas Kristen Maranatha BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Pemberian tepung tempe kedelai (Glycine max (L) Merr) pada dosis 14,1%, 28,2%, dan 56,4% secara per oral selama masa prepubertal dapat menurunkan viabilitas spermatozoa mencit jantan.

5.2 Saran

1. Perlu penelitian lebih lanjut untuk membandingkan efek pemberian tepung tempe kedelai hasil olahan Puslitbang Gizi dan Makanan Depkes Bogor dengan tepung tempe kedelai yang beredar secara luas di masyarakat Indonesia yang dikonsumsi selama masa prepubertal terhadap kesuburan mencit jantan.

2. Perlu penelitian lebih lanjut untuk membandingkan efek pemberian tepung tempe kedelai yang dikonsumsi selama masa prepubertal terhadap tempe kedelai yang dikonsumsi selama masa pubertal terhadap kesuburan mencit jantan.

3. Perlu penelitian secara kimiawi untuk mengetahui kadar kandungan isoflavon genistein dan daidzein dalam tempe kedelai yang dikonsumsi secara luas oleh masyarakat.

4. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai kemungkinan penurunan kesuburan pada pria yang banyak mengonsumsi tempe kedelai selama masa prepubertal.

5. Konsumsi makanan harus dilakukan secara cukup sesuai panduan gizi nutrisi, hendaknya jangan terlalu sedikit maupun berlebih, termasuk di dalamnya adalah tempe kedelai.


(4)

47 Universitas Kristen Maranatha Adisarwanto. 2005. Kedelai. Jakarta: Penebar Swadaya. h. 6, 9-15, 85, 89-90,

96-8.

Anonymous. http://www.hanyawanita.com/_sex/article.php?article_id=4249, 20 Mei 2006.

Anonymous. Mandul akibat tahu dan tempe. Bulir. Edisi 31. September 2005. h. 20.

Arsiniati M. Brata-Arbai. 1997. Cholesterol lowering effect of tempe. In: Jonathan Agranoff. ed. The complete handbook of tempe. Jakarta: the Indonesia Tempe Foundation. p. 54.

BBC. Soya ‘link’ to male infertility.

http://news.bbc.co.uk/2/hi/uk_news/northern_ireland/3513607.stm, 10 Juni 2006

Eroschenko V. P. 2003. Atlas histologi di fiore dengan korelasi fungsional. Edisi 9. Jakarta: EGC. h. 279, 280.

Guyton A.C., Hall. J.E. 1997. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC. h. 1265-9, 1274-5.

Head K. A. 2001. Isoflavones and other soy constituents in human health and disease. www.thorne.com/media.soyIsoflavones.pdf, 10 Juni 2006.

Hermana, Mien Karmini. 1997. The development of tempe technology. In: Jonathan Agranoff. ed. The complete handbook of tempe. Jakarta: the Indonesia Tempe Foundation. p. 89-90.

Lee B.J., Jung E. Y., Yun Y. W., Kang J. K., Baek I. J., Yon J. M. et al. 2004. Effect of exposure to genistein during pubertal development on the reproductive system of male mice. www.jstage.jst.go.jp./article/jrd/50/4/399/-pdf, 23 Mei 2006.

Leeson C. R., Leeson T. S., Paparo A. A. 1996. Buku ajar histologi. Jakarta: EGC. h. 520-3.


(5)

Universitas Kristen Maranatha 48

Mary Astuti. 1997. History of the development of tempe. In: Jonathan Agranoff. ed. The complete handbook of tempe. Jakarta: the Indonesia Tempe Foundation. p. 6, 8.

Mary Astuti. 1997. Iron availability of tempe and its uses in iron deficiency anemia. In: Jonathan Agranoff. ed. The complete handbook of tempe. Jakarta: the Indonesia Tempe Foundation. p. 43-4.

Mien Karmini. 1997. Tempe and infection. In: Jonathan Agranoff. ed. The complete handbook of tempe. Jakarta: the Indonesia Tempe Foundation. p. 48-9.

Molina P. E. 2004. Endocrine physiology. USA: The McGraw-Hill Companies. p. 181-203.

Nilson S., Makela S., Treuter E., Tujague M., Thomsen J., Andersson G. et al.

2001. Mechanisme of estrogen action.

http://physrev.physiology.org/cgi/content/full/81/4.1535, 7 November 2006.

O’Donnell L. Robertson K. M., Jones M. E., Simpson E. R. 2001. Estrogen and spermatogenesis. http://edrv.endojournals.org/cgi/content/full/22/3/289, 28 Oktober 2006.

Sammy S. M., Fielden M. R., Chou K., Zacharewskil T. R. 2002. Effects of gestational and lactational exposure to genistein on sperm quality and

testicular gene expression in mice.

http://www.bch.msu.edu/~zacharet/publications/sot2002/samy1.htm, 20

Oktober 2006.

Setchell K. D. R., Cassidy A. 1999. Dietary isoflavones: biological effects and relevance to human health. http://jn.nutrition.org/cgi/content/full/129/3/758S.

11 Juni 2006.

Snell R. 1998. Perineum. Dalam: Jonathan Oswari. ed. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi 3. Jakarta: EGC. h. 44-5, 93.

Sudigbia. 1997. Tempe in the management of infant diarrhea in indonesia. In: Jonathan Agranoff. ed. The complete handbook of tempe. Jakarta: the Indonesia Tempe Foundation. p. 35.


(6)

Universitas Kristen Maranatha Suyanto Pawiroharsono. 1997. Microbiological aspects of tempe. In: Jonathan

Agranoff. ed. The complete handbook of tempe. Jakarta: the Indonesia Tempe Foundation. p. 101-7.

Suyanto Pawiroharsono. 2001. Prospek dan manfaat isoflavon untuk kesehatan. http://www.tempo.co.id/medika/arsip/042001/pus-2.htm. 10 Juni 2006.

Suryo. 2001. Genetika manusia. Yogyakarta: Gadjah Mada Universty Press. h. 64. Syaifuddin. 2001. Fungsi sistem tubuh manusia. Jakarta: Widya Medika. h. 267,

269, 270, 272-3.

Weston A Price Foundation. 2003. Dangers of dietary isoflavones at levels above

those found in traditional diets.

http://www.westonaprice.org/soy/dangersisoflavones.html, 11 Juni 2006.

Wikipedia. 2006. Soybean. http://en.wikipedia.org/wiki/Soybean, 12 Juni 2006.

Willms J. L., Schneiderman H., Algranati P. S. 2003. Anton Cahyana Widjaja, Vivi Sadikin, Melfiawati Setio. ed. Diagnosis fisik, evaluasi diagnosis dan fungsi di bangsal. Jakarta: EGC. h. 435.