EFEKTIVITAS TEKNIK EXPRESSIVE WRITING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENGELOLAAN EMOSI SISWA : Penelitian Eksperimen Kuasi terhadap Siswa Kelas XI SMA Pasundan 2 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014.

(1)

EFEKTIVITAS TEKNIK EXPRESSIVE WRITING UNTUK

MENINGKATKAN KEMAMPUAN

PENGELOLAAN EMOSI SISWA

(Penelitian Eksperimen Kuasi terhadap Siswa Kelas XI SMA Pasundan 2 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan

oleh

Anisa Rahmadani 0900853

JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2013

ANISA RAHMADANI 0900853


(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Efektivitas Teknik Expressive Writing untuk Meningkatkan Kemampuan Pengelolaan Emosi Siswa” (Penelitian Eksperimen Kuasi Terhadap Siswa Kelas XI SMA Pasundan 2 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013) beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/sanksi yang dijatuhan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya.

Bandung, Agustus 2013 Yang membuat pernyataan


(3)

EFEKTIVITAS TEKNIK EXPRESSIVE WRITING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENGELOLAAN EMOSI SISWA (Penelitian Eksperimen Kuasi Terhadap Siswa Kelas XI SMA Pasundan 2

Bandung Tahun Ajaran 2013/2014)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH: Pembimbing I

Dr. Ilfiandra, M. Pd NIP. 197211241999031003

Pembimbing II

Dr. Tina Hayati Dahlan, M.Pd., Psi. NIP. 197102191998021001

Mengetahui:

Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Pendidikan Indonesia

Dr. Nandang Rusmana, M. Pd NIP. 196005011986031004


(4)

(5)

ABSTRAK

Anisa Rahmadani. (2013). Efektivitas Teknik Expressive Writing untuk Meningkatkan Kemampuan Pengelolaan Emosi Siswa (Penelitian Eksperimen Kuasi Terhadap Siswa Kelas XI SMA Pasundan 2 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014).

Penelitian bertujuan menguji efektivitas teknik expressive writing untuk meningkatkan kemampuan pengelolaan emosi yang dilakukan kepada siswa kelas XI SMA Pasundan 2 Bandung (N = 4, laki-laki). Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif dengan desain penelitian single subject model A/B. Instrumen yang digunakan mengacu pada indikator pengelolaan emosi Salovey & Mayer. Analisis perhitungan data menggunakan statistika deskriptif untuk melihat kenaikan skor pengelolaan emosi dan analisis baseline A dan B. Hasil penelitian menunjukkan bahwa teknik expressive writing efektif untuk meningkatkan kemampuan pengelolaan emosi.

Kata kunci: emosi, expressive writing, remaja, pengelolaan emosi.

ABSTRACT

This research purpose to examined effectiveness of expressive writing technique to increasing managing emotion ability to SMA Pasundan 2 Bandung student (N = 4 male). This research used quantitative approach with single subject research A/B design. Managing emotion in this context was measured by instrument based Salovey & Mayer’s emotional management ability indicator. This study used descriptive statistical for analyed gain ability managing emotion score and analyzed baseline A and B. Result showed that expressive writing technique was effective for increase managing emtion ability.


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... Error! Bookmark not defined. KATA PENGANTAR ... Error! Bookmark not defined. UCAPAN TERIMA KASIH ... Error! Bookmark not defined. DAFTAR ISI ... v DAFTAR TABEL ... Error! Bookmark not defined. DAFTAR GRAFIK ... Error! Bookmark not defined. DAFTAR GAMBAR ... Error! Bookmark not defined. BAB I PENDAHULUAN ... Error! Bookmark not defined. A. Latar Belakang Penelitian ... Error! Bookmark not defined. B. Identifikasi dan Rumusan Masalah ... Error! Bookmark not defined. C. Tujuan Penelitian ... Error! Bookmark not defined. D. Manfaat Penelitian ... Error! Bookmark not defined. E. Asumsi Penelitian ... Error! Bookmark not defined. F. Struktur Organisasi Skripsi ... Error! Bookmark not defined. BAB II KONSEP PENGELOLAAN EMOSI DAN EXPRESSIVE WRITING ... Error! Bookmark not defined. A. Pengantar... Error! Bookmark not defined. B. Konsep Pengelolaan Emosi... Error! Bookmark not defined. C. Simpulan ... Error! Bookmark not defined. BAB III METODE PENELITIAN... Error! Bookmark not defined. A. Populasi dan Sampel Penelitian ... Error! Bookmark not defined. B. Desain Penelitian ... Error! Bookmark not defined. C. Metode Penelitian ... Error! Bookmark not defined. D. Definisi Operasional ... Error! Bookmark not defined. E. Instrumen Penelitian ... Error! Bookmark not defined. F. Langkah-langkah Penelitian... Error! Bookmark not defined. G. Teknik Analisis Data... Error! Bookmark not defined. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANError! Bookmark not

defined.


(7)

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... Error! Bookmark not defined. C. Keterbatasan Penelitian ... Error! Bookmark not defined. BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI ... Error! Bookmark not defined. A. Simpulan ... Error! Bookmark not defined. B. Rekomendasi ... Error! Bookmark not defined. DAFTAR PUSTAKA ... Error! Bookmark not defined. LAMPIRAN ... Error! Bookmark not defined.


(8)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress (Santrock, 2007 : 200). Pandangan ini menyatakan bahwa remaja merupakan masa pergolakan yang dipenuhi oleh konflik dan perubahan suasana hati. Remaja seringkali mengalami pergolakan emosi yang tinggi, serta diiringi dengan pertumbuhan fisik yang pesat dan pertumbuhan psikis yang bervariasi (Santrock, 2007 :201). Masa remaja juga merupakan masa yang penuh gejolak. Pada masa ini mood (suasana hati) dapat berubah dengan sangat cepat. Hasil penelitian di Chicago oleh Larson pada tahun 1999 menemukan bahwa remaja umumnya mengalami mood swing, dimana remaja memerlukan waktu hanya 45 menit untuk berubah dari mood “senang luar biasa” ke “sedih luar biasa”, sementara orang dewasa memerlukan beberapa jam untuk hal yang sama (Larson & Petraitis, 1999) Reaksi-reaksi dan ekspresi emosional yang masih labil dan belum terkendali pada masa remaja tentunya dapat berdampak pada kehidupan pribadi maupun sosialnya karena emosi memainkan peranan yang penting dalam kehidupan. Salah satu tugas perkembangan remaja menurut Hurlock (1980 : 218) adalah mencapai kemandirian emosional, dimana remaja harus mampu menyalurkan dan mengelola emosinya dengan tepat.

Mengelola emosi bertujuan untuk memperoleh keseimbangan dalam emosi, sehingga perilaku yang dihasilkan akan bersifat adaptif. Pada kenyataannya, terdapat permasalahan klasik di kehidupan sehari-hari terkait dengan emosi, diantaranya adalah kenakalan remaja. Data yang diperoleh Badan Pemasyarakatan Anak (Bapas) kelas II tentang kenakalan remaja menunjukkan selama tahun 2008, secara keseluruhan terdapat 345 perkara, tahun 2009 terdapat 312 perkara, dan tahun 2010 terdapat 309 perkara.

Permasalahan lainnya adalah tawuran. Menurut data Komisi Perlindungan Anak Indonesia tahun 2012, kasus tawuran pelajar di wilayah Jabodetabek mengalami peningkatan dalam tiga tahun terakhir, yaitu dari tahun 2010, hingga


(9)

2012. Pada tahun 2011, terdapat 339 kasus tawuran yang menyebabkan 82 anak meninggal dunia. Sedangkan pada bulan Juni 2012, sudah terjadi 139 tawuran kasus tawuran di wilayah Jakarta. Sebanyak 12 kasus diantaranya menyebabkan kematian. Kasus yang terjadi tersebut memberikan gambaran yang mengkhawatirkan, bukan hanya melonjak 260% dibandingkan periode pada tahun 20120, melainkan juga korban jiwa yang meninggal akibat tawuran naik hingga 100%. Sementara itu jumlah kasus di Bandung menurut data yang didapatkan dari Kasubseksi Bimbingan Kerja Anak Badan Pemasyarakatan Kelas 1, Pengadilan Negeri Bandung rata-rata tiap bulannya menghadapi 30 kasus kriminal yang dilakukan oleh anak yang berusia 14–18 tahun. Kasus-kasus tersebut meliputi pemerasan, pencurian, dan narkotika (Chruch, 2012).

Selain permasalahan di atas, terdapat beberapa kasus yang menarik terkait dengan pengelolaan emosi pada remaja. Seorang siswa SMA di Surabaya diketahui tulang hidungnya retak akibat dipukul dengan helm oleh temannya. Penyebabnya adalah dia tidak sengaja buang angin di kelas, yang menyebabkan temannya tersebut marah, hingga akhirnya temannya tersebut membenturkan helm ke muka korban (Romana, 2012). Kasus lain adalah tawuran antara siswa SMA 25 Bandung dengan siswa SMA Sumatra hingga menghancurkan sebuah angkot, hanya gara-gara saling meledek (Dono, 2011). Sementara itu, pada tahun 2008 Pengadilan Negeri Bandung pernah menangani kasus pembunuhan yang dilakukan pelajar SMA yang membunuh temannya sendiri akibat bertengkar hingga pelaku tersulut emosi (Chruch, 2012).

Permasalahan di atas berkaitan dengan pernyataan Saarni bahwa remaja belum mampu melakukan kontrol emosi secara lebih tepat dan mengekspresikan emosi dengan cara-cara yang diterima masyarakat (Santrock, 2007 : 199). Menurut Goleman, berbagai perilaku ketidakmampuan mengelola emosi merupakan gambaran adanya emosi-emosi yang tidak terkendali, dan mencerminkan meningginya ketidakseimbangan emosi, padahal emosi memainkan peranan penting dalam perilaku individu (Goleman, 2001 :28).

Emosi merupakan suatu perasaan dan pikiran-pikiran khas individu, suatu keadaan biologis dan psikologis serta serangkaian motif untuk bertindak. Apabila


(10)

emosi berhasil dikelola maka individu akan mampu menghibur diri ketika ditimpa kesedihan, dapat melepas kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan bangkit kembali dengan cepat dari perasaan-perasaan negatif tersebut. Sebaliknya, individu yang buruk kemampuannya dalam mengelola emosi akan terus-menerus bertarung melawan perasaan murung atau melarikan diri pada hal-hal yang merugikan diri sendiri. Berpijak pada pernyataan sebelumnya, diperlukan adanya suatu kemampuan dalam mengelola emosi.

Kemampuan mengelola emosi merupakan komponen yang paling tinggi dari kecerdasan emosi. Goleman menyatakan bahwa kecerdasan emosi merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, kemampuan untuk mengendalikan emosi, serta kemampuan untuk mengatur keadaan jiwa. Menurut Caruso & Salovey (2005 : 70) terdapat empat kemampuan yang harus dimiliki agar seseorang dikatakan cerdas emosi, kemampuan tersebut terdiri atas (1) kemampuan untuk mempersepsi dan mengidentifikasi emosi secara akurat (the ability to perceive emotions or identify accurately, (2) kemampuan untuk menggunakan emosi (the ability to use emotions to facilitate thinking and reasoning), (3) kemampuan untuk memahami emosi (the ability to understand emotions), (4) kemampuan untuk mengelola emosi (the ability to manage emotions). Kemampuan yang keempat menurut Caruso & Salovey (2005 : 97) merupakan kemampuan yang paling fundamental dari kecerdasan emosi.

Pengelolaan emosi menjadi hal yang menarik dan mengundang para peneliti untuk mengembangkan dan melihat kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan. Studi yang dilakukan Bastian et al (2005) menemukan bahwa pengelolaan emosi merupakan satu-satunya cabang dari empat cabang kecerdasan emosi yang dapat memprediksi kepuasan hidup (life satisfaction). Penelitian Schutte et al pada tahun 2001 (Hodgson & Wertheim, 2007) menemukan bahwa tingginya skor kecerdasan emosi seseorang berkorelasi dengan keramahan dan wellbeing. Penelitian lain yang dilakukan oleh Mayer et al pada tahun 2004 mengungkapkan bahwa seseorang dengan kemampuan mengelola emosi yang tinggi memiliki kecederungan yang lebih rendah terhadap perilaku kekerasan dan


(11)

bullying. Penelitian tersebut juga mengungkap bahwa seseorang yang memiliki kemampuan mengelola emosi terbukti lebih mampu beradaptasi. Hodgson & Wertheim (2007) menyatakan bahwa :

“those with greater emotion-management skills have also been shown to be more adaptable to stressors such as transgressions (Mayer et al., 2004), more co-operative with better social skills (Schutte et al., 2001) and

more able to resolve interpersonal problems” (Bar-On, Tranel, Denburg, & Bechara, 2003; Rahim & Psenicka, 2002 dalam Hodgson & Wertheim, 2007).

Sebaliknya, individu yang tidak memiliki kemampuan untuk mengelola emosi menurut penelitian Law, Wong, & Song pada tahun 2004 akan mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan seseorang (Hodgson & Wertheim, 2007). Penelitian Mustamsikin (2011) menemukan bahwa kemampuan pengelolaan emosi memberi pengaruh yang signifikan terhadap perilaku agresif siswa. Caruso & Salovey (2005 : 207) menyebutkan bahwa ketidakmampuan seseorang dalam mengelola emosi akan berdampak pada berbagai perilaku yang maladaptif, seperti terjerumus kepada narkotika dan minuman keras, bersikap agresif, serta prokrastinasi atau menunda-nunda pekerjaan.

Dengan melihat berbagai fenomena terkait pengelolaan emosi pada remaja, maka dirasakan penting adanya upaya bimbingan dan konseling yang bersifat pengembangan dan pencegahan, agar siswa memiliki kemampuan pengelolaan emosi yang baik dan tidak terjerumus ke dalam perilaku yang maladaptif. Selain itu, mengacu pada Standar Kompetensi Kemandirian Peserta Didik aspek perkembangan kematangan emosi tataran tindakan, siswa usia remaja harus mampu mengekspresikan perasaan atas dasar pertimbangan kontekstual serta mengekspresikan perasaan dalam cara-cara yang bebas, terbuka dan tidak menimbulkan konflik (DEPDIKNAS, 2008 : 254). Sehingga layanan yang diberikan merupakan upaya bantuan dan bertujuan membantu siswa untuk mengembangkan perilaku efektif untuk mengelola emosinya.

Teknik yang dapat dilakukan untuk mengelola emosi menurut Caruso & Salovey (2005 : 128) diantaranya adalah disentisisasi sistematik, music therapy, dan menulis. Menurut Caruso & Salovey (2005 : 138) disentisisasi sistematik


(12)

dapat membantu untuk tetap terbuka terhadap emosi yang datang, sekaligus tetap tenang dalam menghadapinya. Mendengarkan musik juga dapat membantu pengelolaan emosi, menurut Benenzon (2008) terapi musik dapat memperbaiki dan memelihara keadaan mental fisik dan emosi, karena di dalam musik terdapat vibrasi harmoni yang dapat menyeimbangkan dan menurunkan gelombang kedua belah otak, sehingga mampu memahami kejadian secara lebih baik. Selain kedua teknik di atas, menulis pengalaman emosional juga dapat menjadi teknik untuk mengelola emosi karena memiliki efek yang menguntungkan dan dapat menyehatkan emosi. Menurut Caruso & Salovey (2005 : 136), menulis tentang perasaan dan emosi yang terdalam dapat menyehatkan emosi dan merupakan salah satu cara cara yang dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan pengelolaan emosi.

Dari ketiga teknik tersebut, teknik yang dipilih peneliti untuk meningkatkan kemampuan pengelolaan emosi siswa adalah menulis ekspresif atau expressive writing. Teknik ini dipilih karena menulis merupakan cara yang relatif mudah bagi remaja untuk dapat mengekspresikan dirinya. Remaja dapat kapan saja dan dimana saja melakukan aktivitas menulis. Apabila dalam sesi konseling seorang konselor tidak bisa selalu hadir untuk mendengarkan, maka menulis memiliki kekuatan tersendiri karena kertas dan pensil selalu ada dan dapat digunakan oleh remaja sebagai media untuk mencurahkan emosinya. Menulis juga memiliki kekuatan tersendiri dibandingkan dengan berbicara. Mengutip pernyataan Bolton (2004 : 3) bahwa:

Writing is different from talking, it has a power all of its own. Writing can allow exploration of cognitive, emotional, and spiritual areas otherwise not accessible, and an expression of elements otherwise inexpressible.

Hal ini juga merujuk pada hasil studi Pennebaker & Chung (2007) yang menemukan bahwa menulis memiliki dampak positif terhadap sistem imun seseorang dan bagaimana mereka mampu menghadapi situasi yang sulit. Selain itu, Pennebaker juga mengungkapkan bahwa dengan menulis memberikan manfaat, yaitu dapat menjernihkan pikiran, mengatasi trauma yang menghalangi penyelesaian tugas-tugas penting, dan membantu memecahkan masalah.


(13)

Penelitian Qonitatin, Widyawati & Asih (2011) menemukan bahwa menulis ekspresif terbukti mampu menurunkan depresi ringan pada mahasiswa. Penelitian Fikri (2012) juga mengungkap bahwa menulis pengalaman emosional dapat menurunkan emosi marah pada remaja.

Expressive writing merupakan bagian dari adalah expressive theraphies yang berkembang sejak tahun 1987 oleh Pearson dan Nolan (Pearson & Wilson, 2008 : 2). Expressive therapies berfokus pada emosi dimana konseli menggunakan seni, teknik, dan proyektif. Pada expressive therapies Beck mengemukakan terdapat proses pelepasan emosional yang dicurahkan melalui tulisan, serta mempertinggi proses kognitif terhadap pengalam tersebut. Oleh karenanya, teknik expressive writing ini dipilih untuk meningkatkan pengelolaan emosi pada siswa.

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah

Berbagai fenomena yang banyak terjadi di kalangan remaja saat ini, seperti agresi, tawuran, dan berbagai kenakalan remaja lainnya, disebabkan adanya ketidakmampuan remaja dalam mengelola emosi yang dimilikinya. Emosi memainkan peranan penting dalam setiap perilaku. Studi menunjukkan bahwa individu dengan kemampuan mengelola emosi memiliki kecenderungan yang lebih rendah terhadap kekerasan dan perilaku bullying serta lebih mampu beradaptasi (Mayer et al, 2004), lebih koperatif dan memiliki keterampilan sosial (Schutte et al, 2001), serta lebih mampu menyelesaikan masalah interpersonal (Bar-On, Tranel, Denburg, & Bechara, 2003), sehingga kemampuan pengelolaan emosi perlu dimiliki oleh setiap remaja agar perilaku yang dihasilkan adaptif dan dapat diterima oleh masyarakat.

Menurut Larson (1999) remaja harus dibekali keterampilan untuk memahami dan mengontrol emosi serta menggunakan emosi tersebut dengan cara yang positif. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan pengelolaan emosi adalah dengan teknik menulis ekspresif. Menulis merupakan kegiatan yang mudah dan merupakan bentuk komunikasi manusia sehari-hari. Perkembangan teknologi juga turut mempermudah kegiatan ini, sehingga menulis


(14)

dapat saja dilakukan tidak hanya melalui kertas dan pensil. Menurut Pennebaker & Chung (2007) dengan menulis ekspresif, individu dapat mengekspresikan emosi yang berlebihan (katarsis) dan menurunkan ketegangan, serta meningkatkan kemampuan individu dalam menghadapi masalah. Sehingga fokus dari menulis ekspresif adalah memberikan media pada remaja agar dapat berekspresi secara emosional, mengekspresikan pengalaman reflektif, dan memperluas pemahaman terhadap kondisi emosional yang dihadapinya.

Berdasarkan identifikasi masalah kemampuan pengelolaan emosi dan menulis ekpresif sebagai upaya pengembangan kemampuan tersebut, maka rumusan masalah penelitian adalah “Apakah Teknik Expressive Writing Efektif untuk Meningkatkan Kemampuan Pengelolaan Emosi pada Remaja?”

Pertanyaan penelitian di atas dirinci menjadi pertanyaan-pertanyaan penelitian berikut ini :

1. Bagaimana tingkat kemampuan pengelolaan emosi pada siswa SMA? 2. Bagaimana pelaksanaan proses expressive writing untuk meningkatkan

kemampuan pengelolaan emosi?

3. Apakah teknik expressive writing efektif untuk meningkatkan kemampuan pengelolaan emosi?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah memperoleh gambaran empiris mengenai efektivitas teknik expressive writing untuk meningkatkan kemampuan pengelolaan emosi pada siswa.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin dicapai dari hasil penelitian adalah sebagai berikut :

1. Secara Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memperkaya pengetahuan serta keilmuan bimbingan dan konseling, serta dapat memperkaya keilmuan dalam pengelolaan emosi dan penggunaan expressive therapy untuk konseling.


(15)

2. Secara Praktis a. Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat menjadi pengalaman serta menambah wawasan mengenai pengelolaan emosi.

b. Bagi Konselor

Konselor sekolah dapat menggunakan layanan dasar bagi siswa sebagai upaya preventif untuk mencegah perilaku-perilaku yang maladaptif pada siswa.

E. Asumsi Penelitian

1. Emosi memainkan peranan penting dalam perilaku individu.

2. Pengelolaan emosi merupakan kemampuan yang paling fundamental dari kecerdasan emosi (Caruso & Salovey, 2005 : 57)

3. Ketidakmampuan seseorang dalam mengelola emosi akan berdampak pada berbagai perilaku yang maladaptif (Caruso & Salovey, 2005 : 128)

4. Menulis dapat menjadi salah satu cara untuk mengembangkan kemampuan pengelolaan emosi (Caruso & Salovey, 2005 : 135)

F. Struktur Organisasi Skripsi

Struktur organisasi skripsi ini meliputi BAB I Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang penelitian,identifikasi dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, asumsi penelitian, dan struktur organisasi skripsi. BAB II Kajian Pustaka yang terdiri dari pengantar, batang tubuh, serta simpulan. BAB III Metode Penelitian, yang terdiri dari populasi dan sampel penelitian, desain penelitian, metode penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian, langkah-langkah penelitian, dan teknik analisis data. BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan yang memaparkan hasil penelitian serta pembahasan. BAB V Simpulan dan Rekomendasi.


(16)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA Pasundan 2 Bandung. Pengambilan sampel pada penelitian menggunakan non-probabilitas. Teknik sampling yang digunakan adalah homogenous sampling, yakni strategi pemilihan sample purposif dengan memilih individu tertentu atas dasar kesamaan karakteristik (Creswell, 2012). Karakteristik dalam penelitian ini adalah siswa laki-laki yang memiliki tingkat kemampuan mengelola emosi rendah. Dari keseluruhan responden yang termasuk ke dalam kategori pengelolaan emosi yang rendah, peneliti memilih responden yang berada pada kategori rendah dan sedang pada setiap aspek kemampuan pengelolaan emosi serta berjenis kelamin laki-laki. Hal ini merujuk pada hasil penelitian Symth (1998) yang menyatakan bahwa laki-laki cenderung mendapatkan manfaat dari menulis dibandingkan perempuan. Berdasarkan hasil sampling, maka subjek penelitian ini berjumlah empat orang.

B. Desain Penelitian

Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif yang memungkinkan dilakukannya pencatatan data penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mendapatkan data numerikal tentang tingkat kemampuan pengelolaan emosi pada siswa dan keefektifan teknik expressive writing untuk meningkatkan kemampuan pengelolaan emosi.

C. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen kuasi dengan subjek tunggal (single subject), yaitu metode yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya akibat dari suatu perlakuan (intervensi) yang diberikan, kemudian mengobservasi pengaruh atau perubahan yang diakibatkan oleh manipulasi secara sengaja dan sistematis.


(17)

Desain single subject hanya melibatkan satu peserta saja, tetapi biasanya juga dapat mencakup beberapa peserta atau subjek penelitian yakni tiga sampai delapan subjek. Setiap subjek berfungsi sebagai kontrol bagi dirinya sendiri. hal ini dapat dilhat dari kinerja subjek sebelum, selama, dan setelah diberi perlakuan. Desain yang digunakan adalah sebagai berikut.

Keterangan :

A : Baseline (kondisi sebelum intervensi) B : kondisi setelah intervensi

D. Definisi Operasional 1.Pengelolaan Emosi

Definisi mengelola emosi pada penelitian ini merujuk pada konsep kecerdasan emosi Salovey & Mayer (1990). Pertimbangan rasional untuk memilih konsep tersebut adalah Salovey & Mayer merupakan pencetus awal kecerdasan emosi, yang konsepnya banyak dirujuk oleh peneliti lain ketimbang konsep lain yang dikembangkan oleh Bar-On pada tahun 1997 atau Goleman pada tahun 1995. Pengelolaan emosi merupakan cabang dari four branch ability model yang paling kompleks. Mengelola emosi merupakan kemampuan untuk mengintegrasikan perasaan dan pikiran serta kemampuan untuk memodifikasi respon emosional diri sendiri dan orang lain (Salovey & Mayer, 1990).

Definisi pengelolaan emosi dalam penelitian ini merupakan kemampuan siswa laki-laki dan perempuan dengan usia 15 – 16 tahun kelas XI SMA Pasundan 2 Bandung, untuk mengatur perasaan yang timbul atas kejadian emosional, baik terhadap diri sendiri maupun orang lain dan melibatkan perasaan tersebut kedalam pikiran agar mampu menghasilkan keputusan dan perilaku yang diterima oleh lingkungannya.

2.Expressive writing

Pennebaker mendeskripsikan expressive writing sebagai “writing one’s deepest thoughts and feelings about trouble”. Pada prosesnya, expressive writing


(18)

mampu mengeksplorasi kognitif, emosional, bahkan spiritual yang biasanya tidak terekspresikan.

Secara operasional, definisi expressive writing yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan upaya pemindahan pikiran dan perasaan yang mendalam mengenai peristiwa yang menimbulkan emosi pada siswa ke dalam bentuk lambang bahasa, melalui tulisan tangan yang bebas dan menggunakan buku harian sebagai media.

E. Instrumen Penelitian 1. Penyusunan Instrumen

Instrumen yang digunakan sebagai alat pengumpulan data dalam penelitian ini berupa angket. Bentuk angket yang digunakan adalah angket berstruktur dengan bentuk jawaban tertutup. Angket bentuk ini merupakan angket yang jawabannya telah tersedia dan responden hanya menjawab setiap pernyataan dengan cara memilih alternatif jawaban yang telah disediakan. Angket dikembangkan berdasarkan cirri-ciri individu yang terampil dan tidak terampil dalam mengelola emosi, yang dikemukakan oleh Caruso & Salovey (2005). Pengumpulan data dilakukan menggunakan angket berupa skala likert yang terdiri dari beberapa pernyataan positif dan pernyataan negatif dengan tiga pilihan jawaban yakni “sesuai”, “kadang sesuai”, dan “tidak sesuai”.

2. Pengembangan Kisi-kisi

Kisi-kisi instrumen untuk mengungkap kemampuan pengelolaan emosi dikembangan dari definisi operasional variabel penelitian. Kisi-kisi dari instrumen disajikan pada Tabel 3.1


(19)

Tabel 3.1

Kisi-kisi Instrumen Pengelolaan Emosi

No Aspek Indikator No Item

+ -

1 Emosi untuk memfokuskan perhatian

1. Siswa mampu

mengarahkan emosi untuk lebih memfokuskan perhatian

1, 2 3, 4

2 Emosi sebagai dasar pengambilan

keputusan

2. Siswa mampu

menggunakan emosi untuk pengambilan keputusan

6, 7, 9 5, 8, 10, 11

3 Emosi sebagai penggerak perilaku adaptif

3. Siswa mampu menggunakan emosi sebagai pendorong perilaku yang dapat diterima lingkungan

13, 14 12, 15, 16, 17, 18, 19

4 Mampu mengelola mood

4. Siswa mampu mengelola mood dan suasana hati

20, 21, 22, 23

24, 25, 26, 27 5 Mampu menghibur,

menenangkan, dan mengatur perasaan orang lain secara tepat

5. Siswa mampu menghibur dan menenangkan orang lain

28, 29 30

6. Siswa mampu mengatur perasaan orang lain

31 32, 33, 34 6 Mampu terbuka

terhadap perasaan sendiri dan orang lain

7. Siswa mampu menerima dan bersikap terbuka terhadap emosi yang datang

35, 36 37, 38, 39

8. Siswa mampu berempati terhadap emosi orang lain

40, 41 42

7 Memiliki kehidupan emosi yang beragam

9. Siswa mampu merasakan beragam emosi pada

43, 44, 45,

46, 47, 48,


(20)

No Aspek Indikator No Item

+ -

setiap peristiwa yang dialaminya

10.Siswa mampu menilai situasi emosional yang dialaminya dari berbagai sudut pandang

49, 50 48, 51

8 Mampu menginspirasi orang lain

11.Siswa mampu

menginspirasi orang lain

52 53

12.Siswa mampu berinteraksi dengan orang lain

54, 55, 56, 57

3. Pedoman Skoring

Butir pernyataan pada alternatif jawaban siswa diberi skor 3, 2, 1. Jika siswa menjawab “Sesuai” diberi skor 3, “kadang sesuai” diberi skor 2, dan “Tidak sesuai” diberi skor 1. Ketentuan pemberian skor kemampuan mengelola emosi siswa terdapat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2

Kategori Pemberian Skor Alternatif Jawaban

Alternatif Jawaban + -

Sesuai 3 1

Kadang Sesuai 2 2

Tidak Sesuai 1 3

4. Uji Validitas

a. Uji Kelayakam Instrumen

Instrumen yang sudah disusun kemudian dilakukan uji kelayakan instrumen melalui penimbangan (judgement) dalam pengembangan alat pengumpul data, yang bertujuan untuk mengetahui tingkat kelayakan instrumen dari aspek kesesuaian dengan landasan teoritis, kesesuaian dengan format dilihat dari sudut ilmu pengukuran, serta ketepatan bahasa yang digunakan, dilihat dari sudut bahasa baku dan subjek yang memberikan respon. Penilaian oleh tiga dosen


(21)

ahli dilakukan dengan memberikan penilaian pada setiap item dengan kualifikasi Memadai (M) dan Tidak Memadai (TM). Item yang diberi nilai M menyatakan bahwa item tersebut bisa digunakan, sedangkan item yang diberi nilai TM menyatakan bahwa item tersebut tidak dapat digunakan atau memerlukan revisi.

Hasil dari penimbangan dosen ahli menyatakan bahwa instrumen kemampuan mengelola emosi siswa layak digunakan untuk pengambilan data, dari segi isi, konstruk, dan bahasa namun diperlukan revisi pada beberapa item pernyataan.

b. Uji Keterbacaan

Uji keterbacaan diakukan pada lima orang siswa kelas XI yang tidak dijadikan sampel. Tujuan uji keterbacaan adalah untuk mengetahui sejauh mana instrumen yang dibuat dapat dipahami dan dimengerti oleh siswa, baik dari penggunaan bahasa dan maksud pernyataan. Hasil dari uji keterbacaan menunjukkan siswa tidak menemui kesulitan dalam memahami pernyataan yang terdapat dalam instrumen.

c. Uji Coba Instrumen

Validitas merupakan tingkat penafsiran kesesuaian hasil yang dimaksudkan instrumen dengan tujuan yang diinginkan oleh suatu instrumen (Creswell, 2012). Uji validitas alat pengumpul data dilakukan untuk mengetahui apakah instrumen yang digunakan dalam penelitian dapat mengukur apa yang akan diukur. Pengujian validitas dilakukan terhadap seluruh butir item pada instrumen yang mengungkap kemampuan pengelolaan emosi siswa.

Pengujian vaiditas butir item dilakukan dengan menghitung koefisien korelasi skor setiap butir item menggunakan rumus spearman correlation dengan bantuan software SPSS 19.0. Hasil pengujian validitas instrumen kemampuan pengelolaan emosi siswa dengan menggunakan spearman correlation, dari 57 item pernyataan yang disusun didapat 41 item yang dinyatakan valid pada tingkat kepercayaan 95%.


(22)

5. Uji Reliabilitas

Pengujian reliabilitas bertujuan untuk melihat kemantapan sebuah instrumen atau mengukur sejauh mana suatu instrumen mampu menghasilkan skor-skor secara konsisten. Sebagai kriteria untuk mengetahui tingkat reliabilitas, digunakan klasifikasi Guilford.

Uji reliabilitas instrumen akemampuan mengelola emosi siswa menggunakan metode Cronbach’s Alpha dengan bantuan SPSS 19.0 didapatkan tingkat reliabilitas sebesar 0,895. Hasil uji reliabilitas terhadap instrumen kemampuan pengelolaan emosi siswa menunjukkan berada pada tingkat derajat keterandalan tinggi, sehingga instrumen kemampuan pengelolaan emosi siswa mampu menghasilkan skor secara konsisten.

F. Langkah-langkah Penelitian

Langkah-langkah penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Pre-test

Kegiatan pre-test ini dilakukan dengan menyebar angket kemampuan pengelolaan emosi pada siswa kelas XI SMA Pasundan 2 Bandung untuk mendapatkan gambaran tingkat kemampuan pengelolaan emosi siswa.

2. Treatmen (Perlakuan)

Pemberian treatment dengan menggunakan teknik expressive writing dilakukan terhadap siswa yang memiliki kemampuan pengelolaan emosi dalam kategori rendah. Berdasarkan hasil pre-test. Komponen rancangan intervensi dengan menggunakan teknik expressive writing adalah sebagai berikut.

a. Rasional

Fase remaja dalam pandangan klasik dikenal dengan istilah storm and drung. Selain itu, peneliti menyebut masa remaja dengan istilah fall from grace Disebut demikian karena menurut penelitian menggambarkan masa remaja mengalami penurunan yang drastis dari kebahagiaan yang dirasakan pada masa anak-anak. Hal ini erat kaitannyya dengan fluktuasi emosi yang remaja rasakan. Fase remaja merupakan tahap dengan emosi yang paling ekstrim dibandingkan


(23)

masa kanak-kanak atau dewasa, dimana remaja memerlukan waktu hanya 45 menit untuk berubah dari mood “senang luar biasa” ke “sedih luar biasa”, sementara orang dewasa memerlukan beberapa jam untuk hal yang sama (Larson & Petraitis, 1999)

Hasil penelitian lainnya menemukan bahwa remaja cenderung mengekspresikan emosi mereka dengan menangis atau berteriak. Dengan sedikit atau tanpa provokasi sama sekali, remaja dapat menjadi sangat marah kepada orangtuanya atau memproyeksikan perasaan-perasaan mereka yang tidak menyenangkan kepada orang lain (Santrock, 2007). Santrock memaparkan bahwa banyak remaja yang belum mampu mengelola emosi secara efektif. Sebagai akibatnya, remaja rentan mengalami depresi dan kemarahan yang akan memicu berbagai masalah, seperti penyalahgunaan obat, kenakalan atau gangguan makan.

Kegagalan dalam mengelola emosi ternyata berdampak pada aspek kehidupan siswa. penelitian Law, Wong, & Song pada tahun 2004 menyatakan individu yang tidak mampu mengelola emosi akan mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan seseorang (Hudgson & Wertheim, 2007). Penelitian Mustamsikin (2011) menemukan bahwa kemampuan pengelolaan emosi memberi pengaruh yang signifikan terhadap perilaku agresif siswa. Caruso & Salovey (2005) menyebutkan bahwa ketidakmampuan seseorang dalam mengelola emosi akan berdampak pada berbagai perilaku yang maladaptif, seperti terjerumus kepada narkotika dan minuman keras, bersikap agresif, serta prokrastinasi

Berdasarkan pengumpulan data awal terhadap siswa kelas XI SMA Pasundan 2 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014 diperoleh gambaran umum sebanyak 16,2% siswa mmiliki kemampuan pengelolaan emosi yang berada pada kategori rendah, sebanyak 70,2% memiliki kemampuan pengelolaan emosi yang berada pada kategori sedang, dan sebanyak 13,5% siswa memiliki kemampuan pengelolaan emosi dalam kategori tinggi.

Dari data di atas, ditemukan sebanyak 24 orang siswa yang memiliki kemampuan pengelolaan emosi dalam kategori rendah. Gambaran kemampuan pengelolaan emosi dari siswa yang teridentifikasi berada dalam kategori rendah memiliki kemampuan yang kurang untuk : (1) menggunakan emosi untuk


(24)

memfokuskan perhatian, (2) melibatkan emosi sebagai dasar pengambilan keputusan, (3) menggunakan emosi sebagai penggerak perilaku adaptif, (4) mengelola mood, (5) menghibur, menenangkan, dan mengatur perasaan orang lain secara tepat, (6) bersikap terbuka terhadap perasaan sendiri dan orang lain, (7) memiliki kehidupan emosi yang beragam, dan (8) mampu menginspirasi orang lain.

Berdasarkan hasil wawancara pada guru BK serta hasil observasi yang dilakukan di SMA Pasundan 2 Bandung, peneliti menemukan fenomena yang berkaitan dengan pengelolaan emosi siswa. kasus pertama yakni siswa kelas XI IPS 3 berkelahi dengan siswa XI IPS 1 karena saling meledek. Selain itu, dari hasil observasi peneliti menemukan banyak siswa yang berkata-kata kasar kepada temannya, kemudian memukul, dan menendang temannya ketika dijahili. Peneliti juga menemukan kasus siswa yang terjebak dalam minum-minuman keras dan narkotika sebagai bentuk pelampiasan frustasi yang dirasakannya karena tidak dibelikan motor oleh orangtuanya.

Fenomena kegagalan pengelolaan emosi yang ditemukan pada siswa di SMA Pasundan 2 Bandung tersebut menjadi urgensi diperlukannya suatu program untuk meningkatkan kemampuan pengelolaan emosi pada siswa. Merujuk pada tujuan Standar Kompetensi Kemandirian Peserta Didik, peserta didik usia remaja pada tataran tindakan harus memiliki kemampuan untuk mengekspresikan perasaan atas dasar pertimbangan kontekstual dan mampu mengekspresikan perasaan dalam cara-cara yang bebas, terbuka, serta tidak menimbulkan konflik (DEPDIKNAS, 2008). Oleh sebab itu, disusunlah program intervensi sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan pengelolaan emosi siswa.

Program intervensi ini menggunakan teknik expressive Writing, yang dilakukan dalam setting konseling individual. Expressive writing merupakan proses menulis yang melibatkan perasaan alamiah atau emosi yang sebenarnya dan mengubahnya menjadi bahasa yang tertulis. Jenis menulis ini memberikan keuntungan bagi pengembangan emosi dan sejalan dengan tujuan pengelolaan emosi yakni mengintegrasikan pikiran dan perasaan yang akan mendorong pada perilaku yang adaptif dan keputusan yang efektif (Caruso & Salovey, 2005).


(25)

Teknik ini bersifat self-help serta sesuai dengan azas bimbingan dan konseling, yakni memandirikan siswa. oleh karenanya, teknik ini dapat menjadi salah satu teknik yang tepat sebagai upaya pengembangan untuk meningkatkan kemampuan pengelolaan emosi siswa.

b. Tujuan Intervensi

Secara umum tujuan intervensi expressive writing adalah untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mengatur respon terhadap situasi emosional, baik pada dirinya sendiri maupun orang lain. Secara khusus tujuan intervensi adalah :

1. Meningkatkan kemampuan siswa untuk menerima emosi yang datang. 2. Meningkatkan kemampuan pengendalian emosi yang berlebihan.

3. Meningkatkan kemampuan siswa untuk menjadikan emosi sebagai sumber inspirasi dan perilaku adaptif.

4. Meningkatkan kemampuan pemahaman emosi yang dirasakan.

5. Meningkatkan kemampuan untuk mengintegrasikan perasaan kedalam pikiran.

c. Asumsi Dasar

Asumsi pelaksanaan intervensi ini adalah :

1. Ketidakmampuan seseorang dalam mengelola emosi akan berdampak pada berbagai perilaku yang maladaptif (Caruso & Salovey, 2005)

2. Menulis dapat menjadi salah satu cara untuk mengembangkan kemampuan pengelolaan emosi (Caruso & Salovey, 2005 : 135)

3. ET system as a whole bridges both chatartic and cognitive approaches (Pearson, 2003 : 3)

4. Pada teknik Expressive writing terdapat proses penyingkapan emosi, yakni proses yang melibatkan perasaan alamiah atau emosi yang sebenarnya dan mengubahnua menjadi bahasa yang tertulis (Pennebaker & Chung, 2007). Hal ini sejalan dengan tujuan pengelolaan emosi yakni mengintegrasikan pikiran dan perasaan yang akan mendorong pada perilaku yang adaptif dan keputusan yang efektif.


(26)

d. Sasaran Intervensi

Intervensi dilakukan terhadap empat orang siswa laki-laki yang berada dalam ketegori sedang dan rendah pada setiap aspek pengelolaan emosi dari 24 siswa yang teridentifikasi memiliki skor kemampuan pengelolaan emosi yang rendah. Pertimbangan memilih siswa laki adalah menurut Smyth (1998) laki-laki lebih mendapatkan manfaat dari menulis dibandingkan perempuan. Adapun keempat subjek intervensi adalah :

1. SDC yang memiliki skor rendah pada aspek : (1) emosi untuk memfokuskan perhatian,(2) mampu mengelola mood, (3) mampu terbuka terhadap perasaan diri sendiri dan orang lain, dan (4) mampu menginspirasi orang lain.

2. BL yang memiliki skor rendah pada aspek : (1) emosi untuk memfokuskan perhatian, (2) emosi sebagai penggerak perilaku adaptif, dan (3) mampu mengelola mood

3. AN yang memiliki skor rendah pada aspek : (1) emosi untuk memfokuskan perhatian dan (2) emosi sebagai dasar pengambilan keputusan,

4. BA yang memiliki skor rendah pada aspek : (1) emosi untuk memfokuskan perhatian, dan (2) mampu mengelola mood.

e. Prosedur Pelaksanaan

Prosedur intervensi Expressive writing untuk meningkatkan kemampuan pengelolaan emosi siswa merujuk pada Pearson & Wilson (2001 : 5) adalah sebagai berikut :

1. Joining and rapport-building atau membangun hubungan yang positif dengan konseli agar konseli terlibat dalam sesi intervensi. Konselor menjelaskan maksud dan tujuan dari intervensi yang akan diikuti konseli. 2. Developing Self-awareness atau membangun kesadaran diri konseli.

Konselor melakukan wawancara dengan konseli dan meminta konseli untuk menuliskan pengalaman hidup ketika berada dalam kondisi


(27)

emosional untuk menggali bentuk perilaku konseli yang mengindikasikan ketidakmampuan dalam mengelola emosi.

3. Focusing on emotional processes. Fokus tahap ini adalah proses pelepasan emosi. Konseli diberi media berupa jurnal harian dan pemberian topik dan instruksi. Topik untuk awal sesi intervensi bisa berupa hal-hal yang ringan, seperti kegiatan sehari-hari. Setelah konseli mulai terbiasa menulis, topik-topik tersebut dapat diperluas untuk menggali emosi dan perasaan konseli yang terdalam. Semakin sedikit instruksi yang diberikan, semakin sukses intervensi yang dilakukan, karena pemberian topik akan membatasi konseli untuk menulis topik atau peristiwa tertentu.

4. Integration. Tahapan ini berupa refleksi pada setiap akhir sesi menulis untuk mengintegrasikan nilai informasi emosi yang konseli peroleh dari tulisannya ke dalam perilaku konseli. Indikator tahapan ini merujuk pada kemampuan pengelolaan emosi Salovey & Mayer.

5. Reflection on self-care refleksi untuk mengetahui pengaruh dan perubahan yang dirasakan konseli setelah intervensi selesai

6. Possible post-session homework. Konseli diharuskan untuk menulis selama 15 menit di rumah sebagai bentuk homework dengan topik yang dibebaskan dan tulisan tersebut akan dievaluasi pada pertemuan berikutnya.

Tabel 3.3

Rancangan Program Intervensi Expressive Writing untuk Meningkatkan Kemampuan Pengelolaan Emosi Siswa

Nama Sesi Tahapan Intervensi

Konseling Tujuan Media

Sesi 1 Pengenalan (1 x

pertemuan) 45 menit

Joining and rapport building

Mengenalkan garis besar intervensi, pelaksanaan sesi intervensi, serta manfaat yang dapat konseli peroleh dari sesi intervensi yang diikuti, serta membangun hubungan positif dengan konseli

Pedoman wawancara, Handout PPT tentang Emosi


(28)

Nama Sesi Tahapan Intervensi

Konseling Tujuan Media

Sesi 2 (1 x pertemuan) 45 menit Developing Self Awareness

Membangun kesadaran diri konseli terkait ketidakmampuan dalam mengelola emosi serta membantu konseli untuk bersikap terbuka terhadap emosi yang datang Jurnal harian Sesi 3 (1 x pertemuan) 45 menit

Focusing on emotional processes dan

Integration

Meningkatkan kemampuan konseli untuk bersikap terbuka dan menerima emosi negatif.

Jurnal harian, lembar refleksi Sesi 4 (1 x pertemuan) 45 menit

Konseli mampu memahami emosi yang dirasakan Jurnal harian, lembar refleksi Sesi 5 (1 x pertemuan) 45 menit

konseli mampu menggunakan emosi yang dirasakannya sebagai pendorong untuk berperilaku adaptif Jurnal harian, lembar refleksi Sesi 6 (1x pertemuan) 45 menit Meningkatkan kemampuan konseli untuk mengendalikan emosi yang berlebihan

Jurnal harian, lembar refleksi Sesi 7 (1 x pertemuan) 45 menit Meningkatkan kemampuan konseli untuk menjadikan emosi yang dirasakan sebagai sumber inspirasi Jurnal harian, lembar refleksi Sesi 8 (1 x pertemuan) 45 menit

Reflection on self-care dan Possible post-session homework

Meningkatkan kemampuan konseli untuk mengintegrasikan perasaan ke dalam pikiran serta konseli memiliki komitmen untuk terus menulis sebagai upaya

self-Jurnal harian, lembar refleksi, lembar


(29)

Nama Sesi Tahapan Intervensi

Konseling Tujuan Media

help evaluasi

konseling

Review dan Post-test (1 x pertemuan) 30 menit

Review dan Post- test 1. Konseli dapat menyimpulkan pelajaran dan manfaat yang diperoleh dari seluruh sesi intervensi konseling yang telah dilaksanakan. 2. Konseli memahami tujuan

post test

Lembar kesan dan pelajaran, instrumen kemampuan pengelolaan emosi

f. Sesi Intervensi

Pelaksanaan intervensi ini dilakukan selama delapan sesi. Penentuan jumlah sesi ini merujuk pada penelitian Pennebaker. Pada setiap sesinya memiliki fokus yang berbeda dan mengacu pada kemampuan yang akan dikembangkan, meliputi : (1) meningkatkan kemampuan siswa untuk menerima emosi yang datang, (2) meningkatkan kemampuan pengendalian emosi yang berlebihan, (3) meningkatkan kemampuan siswa untuk menjadikan emosi sebagai sumber inspirasi dan perilaku adaptif, (4) meningkatkan kemampuan pemahaman emosi yang dirasakan, dan (5) meningkatkan kemampuan untuk mengintegrasikan perasaan kedalam pikiran

Setiap sesi berdurasi 45 menit. Penentuan jadwal intervensi berdasarkan kesepakatan antara konselor dan konseli. Pada setiap sesi, instruksi yang diberikan sama, namun dengan topik yang berbeda. Instruksi yang diberikan adalah sebagai berikut :

“Selama dua minggu kedepan, saya ingin anda menulis tentang emosi dan pikiran yang terdalam, mengenai pengalaman yang paling menyedihkan dalam hidup anda. Biarkan anda benar-benar mengeksplorasi perasaan dan pikiran anda tentang hal tersebut. Anda juga dapat mengaitkan tulisan ini dengan


(30)

pengalaman masa kecil, hubungan dengan orangtua, atau orang yang pernah anda cintai. Bagaimana pengalaman ini berhubungan dengan ingin menjadi siapa anda, siapa anda di masa lalu, dan siapa anda sekarang.

Mungkin anda tidak memiliki pengalaman traumatis, tetapi kita semua pasti pernah memiliki konflik dalam hidup. anda dapat menuliskan tentang konflik tersebut juga. Anda dapat menulis tentang masalah yang sama setiap harinya, atau berbeda. Apapun yang anda pilih untuk dituliskan, hal yang penting adalah tuliskan perasaan dan pikiran anda yang terdalam. Semua tulisan akan menjadi rahasia. jangan hiraukan penggunaan ejaan, tata bahasa atau struktur kalimat, bahkan jika anda ingin mengumpat,anda boleh menuliskannya. Satu-satunya aturan adalah teruslah menulis sampai waktu habis”.

Setelah sesi menulis selesai, konselor memberikan sesi refleksi bagi siswa berupa lembar kerja siswa serta wawancara yang mengacu pada aspek kemampuan yang akan dikembangkan.

Sesi ke-1

Sesi pertama ini merupakan pembuka dan pengenalan dari intervensi Expressive Writing. Tujuan dari sesi ini adalah build positive rapport atau membangun hubungan yang positif dengan konseli, serta mengenalkan intervensi kepada konseli dan kemampuan apa yang akan konseli peroleh. Konselor melakukan wawancara kepada konseli untuk mengeksplorasi pengalaman emosional konseli. Selanjutnya konselor meminta konseli untuk menuliskan perasaan yang dirasakan saat itu. Konselor mengintruksikan konseli untuk menulis selama enam menit tanpa henti. Setelah sesi menulis selesai, konselor mengadakan refleksi untuk mengetahui bagaimana apa yang konseli rasakan setelah sesi menulis selesai.

Sesi ke-2

Sesi kedua ini bertujuan untuk membangun kesadaran diri konseli terkait dengan bentuk perilaku pengelolaan emosi yang konseli lakukan serta melatih siswa terbuka terhadap emosi yang dirasakannya.

Pada sesi ini konselor mempersilakan konseli untuk menuliskan pengalaman emosional yang sudah konseli paparkan pada sesi pertama, namun


(31)

tidak menutup kemungkinan jika konseli ingin menuliskan pengalaman yang lain. Sesi ini merupakan awal bagi konseli untuk menulis pengalaman emosional yang pernah dirasakan konseli. Setelah sesi menulis selesai, pada sesi kedua ini refleksi yang dilakukan konselor berfokus pada perasaan konseli ketika menuliskan kembali pengalaman emosional yang pernah konseli rasakan.

Sesi ke-3

Sesi ketiga ini bertujuan untuk melatih siswa terbuka terhadap segala emosi yang dirasakan dan memasuki tahapan emotional processes yang dilakukan saat sesi menulis dan tahap integration yang dilakukan saat refleksi setelah sesi menulis selesai. Sesi ketiga difokuskan untuk terbuka terhadap emosi-emosi negatif, seperti sedih, marah, kecewa, dan jijik, serta perasaan tidak menyenangkan yang mungkin ditekan dan konseli menolak untuk merasakannya.

Pada sesi ini, konselor mengajak konseli untuk mengeksplorasi pengalaman terburuk dalam hidup konseli yang pernah konseli rasakan. Konselor mulai menginstruksikan konseli untuk menulis dengan kalimat “hal terburuk yang pernah terjadi dalam hidupku…”

Setelah sesi menulis selesai, konselor melakukan refleksi yang mengarah pada upaya untuk meningkatkan kemampuan tidak melakukan represi terhadap emosi dan perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan. Lembar kerja yang diberikan yakni konseli diminta untuk mengidentifikasi emosi apa saja yang terdapat dalam tulisan.

Sesi ke-4

Sesi keempat ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman siswa atas emosi yang dirasakannya. Pada sesi keempat, konselor meminta konseli untuk menuliskan daftar berisi 50 hal yang dapat membuat konseli marah, senang, sedih, atau takut.

Fokus refleksi pada sesi keempat adalah meningkatkan pemahaman konseli akan emosi yang dituliskan. Lembar kerja yang diberikan adalah konseli mengidentifikasi emosi yang terdapat dalam tulisannya, kemudian menjelaskan kejadian yang membuat emosi timbul, serta penilaian terhadap kejadian tersebut.


(32)

Sesi ke-5

Fokus intervensi pada sesi kelima ini adalah bertujuan meningkatkan kemampuan konseli untuk menggunakan emosi yang sedang dirasakannya untuk semakin fokus pada keputusan atau perilaku yang dapat menyelesaikan masalah dan memperbaiki diri konseli. Konselor meminta konseli untuk membuat keputusan apa yang timbul ketika dalam situasi yang menyedihkan atau memalukan.

Sesi ke-6

Sesi keenam ini bertujuan melatih siswa untuk mengendalikan emosi yang berlebihan dan menyalurkannya lewat tulisan. Konseli diminta untuk menulis surat yang dapat ditujukan baik kepada dirinya sendiri maupun orang lain yang pernah berhubungan dengan situasi emosional yang dirasakan konseli.

Fokus refleksi pada sesi ini adalah melatih konseli untuk dapat menyalurkan bentuk emosi negatif yang berlebihan baik itu kepada dirinya maupun orang lain melalui sebuah tulisan kemudian mengetahui bagaimana bila hal tersebut konseli lakukan di dunia nyata. Selain itu, konselor bersama dengan konseli mengevaluasi keefektifan tindakan-tindakan yang konseli lakukan ketika sedang berada dalam situasi emosional, apakah menyelesaikan masalah atau tidak.

Sesi ke-7

Sesi ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk menjadikan emosi sebagai sumber inspirasi dan perilaku adaptif. Pada sesi ini, konselor meminta konseli untuk menuliskan kembali pengalaman emosional yang menyedihkan atau menyakitkan, serta dampak yang ditimbulkan dari kejadian emosional tersebut terhadap konseli. Setelah itu, konselor meminta konseli jika pengalaman emosional itu dilihat dari sudut pandang orang lain yang juga terlibat dalam kejadian tersebut, sehingga terdapat dua sudut pandang pada tulisan di sesi keenam ini.

Fokus refleksi pada sesi ini adalah meningkatkan kemampuan konseli untuk mengidentifikasi bahwa pada setiap pengalaman emosional yang dialami konseli, terdapat makna yang dapat konseli jadikan pelajaran dan inspirasi. Selain itu, sesi ini juga berfokus pada upaya peningkatan empati terhadap emosi yang


(33)

dirasakan oleh orang lain. Konseli diajak menganalisis dari tulisannya sendiri untuk membuat keputusan ketika berada dalam situasi emosional dan bagaimana hal itu akan berdampak kepada emosi orang lain.

Sesi ke-8

Sesi kedelapan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan mengintegrasikan perasaan kedalam pikiran. kemampuan ini merupakan kemampuan yang paling komprehensif, dimana siswa memiliki kemampuan untuk menyadari emosi yang dirasakan oleh dirinya sendiri dan emosi yang dirasakan oleh orang lain kemudian mengintegrasikanya dengan pikiran. Setelah siswa menuliskan pengalaman emosionalnya,

Fokus intervensi pada sesi terakhir ini, setelah sesi menulis selesai, konselor meminta konseli untuk mengisi lembar kerja yang terdiri dari tiga kolom. Kolom pertama, konseli diminta menuliskan keputusan-keputusan yang diambilnya atas dasar emosi yang sedang dirasakannya. Kolom kedua, konseli diminta untuk menganalisis emosi yang dirasakan. Setelah selesai, konselor meminta konseli untuk menyimpulkan apa yang sebaiknya dilakukan ketika menghadapi situasi emosional yang tidak menyenangkan.

g. Indikator Keberhasilan

Evaluasi keberhasilan intervensi untuk meningkatkan kemampuan pengelolaan emosi siswa dilakukan pada setiap sesi intervensi dan setelah seluruh program intervensi selesai dilaksanakan. Konseli yang berhasil mengikuti kegiatan intervensi adalah konseli yang mampu mengeksplorasi dan menuliskan perasaan dan pikiran yang terdalam tentang pengalaman emosional konseli serta mampu mendapatkan informasi dari emosi yang dirasakannya. Evaluasi dari keseluruhan tulisan juga dilakukan dengan melihat peningkatan emosi positif yang konseli tulis dalam jurnal hariannya.

Lembar evaluasi diberikan setelah siswa mengikuti setiap sesi kegiatan. Lembar evaluasi ini yang digunakan dalam mengukur sejauh mana keefektifan proses konseling. Salah satu sumber evaluasi ini adalah analisis terhadap homework, analisis homework dijadikan ukuran apakah konseli sudah terbiasa


(34)

untuk menulis di rumah serta peningkatan pendalaman emosi dan emosi negatif yang konseli tulis dalam homeworknya.

Evaluasi keseluruhan sesi intervensi berbentuk post-test yang bertujuan untuk mengetahui keefektifan penggunakan teknik Expressive writing untuk meningkatkan kemampuan pengelolaan emosi siswa.

3. Post-test

Pelaksanaan post-test dilakukan setelah melaksanakan proses treatment. Pelaksanaan post-test ini dilakukan dengan mengisi angket yang sama dengan pre-test, dan bertujuan untuk melihat perubahan perilaku siswa setelah diberikan treatment.

G. Teknik Analisis Data

Penelitian ini memiliki tiga pertanyaan penelitian. Secara berurutan, masing-masing pertanyaan penelitian dijawab dengan cara sebagai berikut.

1. Pertanyaan penelitian satu mengenai gambaran tingkat kemampuan pengelolaan emosi siswa kelas XI SMA Pasundan 2 Bandung dijawab dengan : 1) menghitung jumlah skor tiap siswa, 2) menghitung rata-rata skor tiap siswa, 3) menghitung simpangan baku dari keseluruhan skor siswa, 4) mengubah skor mentah menjadi skor baku (Z) dengan rumus sebagai berikut :

Z =

X = Skor total Xbar = skor rata-rata S = Simpangan baku

Setelah diperoleh jumlah skor baku, data dikelompokkan ke dalam tiga kategori yakni rendah, sedang, dan tinggi mengacu pada kategorisasi pada tabel 3.4 berikut.


(35)

Tabel 3.4

Kategorisasi Kemampuan Pengelolaan Emosi Siswa

Skor Kategori

Z < -1 Rendah

-1 > Z > 1 Sedang

Z > 1 Tinggi

2. Pertanyaan penelitian kedua mengenai pelaksanaan teknik expressive writing untuk meningkatkan kemampuan pengelolaan emosi siswa. Peneliti merancang program intervensi berdasarkan hasil pre-test.

3. Pertanyaan penelitian ketiga mengenai efektivitas teknik expressive writing

dirumuskan ke dalam hipotesis “teknik expressive writing efektif untuk

meningkatkan kemampuan pengelolaan emosi siswa”. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menganalisis grafik peningkatan rerata serta dinamika perubahan tiap subjek intervensi.


(36)

BAB V

SIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Simpulan

Kemampuan mengelola emosi merupakan satu-satunya cabang dari empat cabang kecerdasan emosi yang dapat memprediksi kepuasan hidup seseorang. Hal ini berarti urgensi kemampuan mengelola emosi perlu dimiliki oleh setiap individu, khususnya remaja yang sedang berada dalam fase pergolakan emosi yang tinggi. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan pengelolaan emosi adalah dengan expressive writing, karena siswa dapat mencurahkan seluruh emosi yang dirasakannya dengan cara yang adaptif. Melalui teknik ini siswa dapat mengeksplorasi perasaan dan pemikiran yang terdalam kedalam sebuah tulisan yang dapat memberikan informasi kepada siswa untuk dapat menghadapi situasi emosional secara lebih baik. Penggunaan teknik ini terbukti efektif untuk meningkatkan kemampuan pengelolaan emosi siswa. Hal ini ditandai oleh peningkatan skor kemampuan pengelolaan emosi pada konseli yang mengikuti intervensi konseling expressive writing.

B. Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian, direkomendasikan hal-hal sebagai berikut. Konselor dapat menerapkan teknik ini sebagai upaya kuratif maupun preventif agar siswa memiliki media serta keterampilan untuk mencurahkan luapan emosi yang dirasakannya.

Pada penelitian ini yang menjadi subjek intervensi semua berjenis kelamin pria. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat menguji apakah terdapat perbedaan efektivitas expressive writing apabila subjek intervensi didasarkan pada gender. Selain itu, bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat menguji keefektifan expressive writing dalam jumlah responden yang lebih besar atau dalam setting kelompok.


(37)

DAFTAR PUSTAKA

Alyssa. (2013). Classic Psychology Experiments : James Pennebaker’s

Expressive Writing Paradigm. Tersedia :

http://www.psychologyinaction.org/classic-psychology-experiments-james-pennebakers-expressive-writing-paradigm.

Atkins, S.S., & Williams, L.D. (2007). Sourcebook in expressive arts therapy. Boone, NC : Parkway.

Bar-On, R., Tranel, D., Denburg, N. L., & Bechara, A. (2003). “Exploring the

neurological substrate of emotional and social intelligence”. Brain, 126, 1790-1800.

Bastian, V.A., Burns, N. R, & Nettelbeck, T. (2005). “Emotional Intelligence

Predicts life skills, but not as well as personality and cognitive abilities”.

Personality and Individual Differences. Vol. 39, 1135 – 1145.

Baumeister, Roy F, C.Nathan DeWall, Kathleen D Vohs & Liqing Zhang. (2007).

“How Emotion Shapes Behavior : Feedback, Anticipation, and Reflection, Rather than Direct Causation”. Personality and Social Psychology Review. Baumeister, Roy F, C.Nathan DeWall, Kathlees D. Vohs & Jessica L. Alquist.

(2007). “Does Emotion Cause Behavior – Apart from Making People Do

Stupid, Destructive Things?”. Journal on Behavior in Social Psychological Theory : Oxford University Press

Baumeister, Roy F. (2001). “Ego Depletion, the Executive Function, and Self

Control : An Energy Model of the Self in Personality”. Personality in the Workplace. American Psychological Association.

Benenzon, Rolando O. (2008). “Music Therapy and Manual : contribution to the

knowledge of non-verbal contexts”. Journal of Health. Vol 07, 151 – 172. Bolton, Gillie, Stephanie Howlett, Colin Lago & Jeannie K Wright. (2004).

Writing Cures : An Introductory Handbook of Writing in Counselling and Therapy. New York : Brunner-Routledge.

Brackett, Marc A & Peter Salovey. (2006). “Measuring emotional intelligence

with the Mayr-Salovey-Caruso Emotional Intelligence Test (MSCEIT)”. Psicotherma. Vol 18, 34 – 41.

Brackett, Marc A, Susan E. Rivers & Peter Salovey. (2011). “Emotional

Intelligence : Implication for Personal, Social, Academic, and Workplace


(38)

Caruso, David R & Peter Salovey. (2005). The Emotionally Intelligent Manager – How To Develop And Use The Four Key Emotional Skills Of Leadership. San Fransisco : Josey Bass.

Chaplin, J.P. (2006). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Church. (2012). Kemiskinan Adalah Akar Kejahatan Anak. [Online]. Tersedia :

Http://Www.Republika.Co.Id/Berita/Nasional/Umum/12/04/27/M34ymy-Kpai-Kemiskinan-Adalah-Akar-Kejahatan-Anak. Diakses 2 Desember

2012.

Creswell, John W. (2009). Research Design : Qualitative, Quantitative and Mixed Methods Approaches. California : Sage Publication Inc

Creswell, John W. (2012). Educational Research : Planning, Conducting, And Evaluating Quantitative And Qualitative Research Fouth Edition. Boston : Pearson Education, Inc

Damasio, Antonio. (1994). Descrates’ Error – Emotion, Reason, And The Human Brain. Penguin Group (Usa), Inc.

de Sausa, Ronald. (2003). Stanford Encyclopedia of Phylosophi. Tersedia :

http://plato.stanford.edu/entries/emotion/.

DeVito, Joseph A. (2009). Human Communication – The Basic Course. New York : Pearson.

Dono. (2011). Tawuran Siswa Sma 25 Bandung Vs Sma Sumatra, Satu Angkot

Hancur. [Online]. Tersedia :

Http://Poskota.Co.Id/Kriminal/2011/09/21/Tawuran-Siswa-Sma-25-Bandung-Vs-Sma-Sumatra-Satu-Angkot-Hancur. Diakses : 2 Desember

2012.

Ekman, Paul. (1992). “An Argument for Basic Emotion”. Journal of National Institute of Mental Health. Vol.6 No.169-200.

Evers, Catharine, F. Marijn Stok & Denise T.D de Ridder. (2010). “Feeding Your Feelings : Emotion Regulation Strategies and Emotional Eating”. Journal of Personal Social Psychological. Sage Publication. Vol. 36 pp.792-804.

Fikri, Harry Theozard. (2012). “Pengaruh Menulis Pengalaman Emosional dalam

Terapi Ekspresif Terhadap Emosi Marah Pada Remaja”. Jurnal

Humanitas. Vol.9, No.2


(39)

Hendricks, C. B. (2001). “A study of the use of musik therapy techniques in a

group for the treatment of adolescent depression”. Dissertation Abstracts International, 62(2-A).

Hudgson, Lisa K & Eleanor H. Wertheim. (2007). “Does Good Emotion Management Aid Forgiving? Multiple Dimensions of Emotion

Management and Forgiveness of Self and Other”. Jurnal of Social and Persona Relationship. Vol. 24, 931

Huebner, Bryce, Susan Dwyer & Marc Hauser. (2008). “The Role of Emotion in

Moral Psychologi”. Article in Press. No.734.

Hurlock, Elizabeth B. (1980). Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga.

Kacewicz, Ewa, Richard B. Slatcher & James W. Pennebaker. (2001). Expressive writing : An Alternative to Traditional Methods. Handbook of Low-Cost Interventions to Promote Physical and Mental Health : Theory, Research and Practice.

Keltner, Dacher & Jonathan Haidt. (1999). “Social Function of Emotions at Four Levels of Analysis”. Journal Cognition and Emotion : Psychology Press Ltd. Vol. 13 (5), pp. 505-521.

Klein, Kitty & Adriel Boals. (2001). “Expressive writing Can Increase Working Memory Capacity”. Journal of Experimental Psychology. Vol.130, No.3, 520-533

Larson, Reed & Claudia Lampman-Petraitis. (1999). “Daily Emotion States as

Reported by Children and Adolescents”. Journal of Child Development. Vol.60, 1250 – 1290.

Leopre, Stephen J & Melanie A. Greenberg. (2002). “Mending Broken Hearts :

Effects of Expressive Writing on Mood, Cognitive Processing, Social

Adjustment and Health Following a Relationship Breakup”. Journal Psychology and Health. Vol. 17, No.5 pp.547 – 560

Locke, Edwin A. (2005). “Why emotional intelligence is an invalid concept”.

Journal of Organizational Behavior. Vol. 26 pp 425 – 431.

Lopes, Paulo N, Marc A. Brackett, John B. Nezlek, Astrid Schutz, Ina Sellin &

Peter Salovey. (2004). “Emotional Intelligence and Social Interaction”.

Journal of Society for Personality and Social Psychology. Vol 30 No 8

Lopes, Paulo N, Jose M. Mestre, Rocio Guil, Janet Pickard Kremenitzer & Peter


(40)

Emotions in Adaption to School : Social Behavior and Misconduct in the

Classroom”. American Educational Research. Vol.49 pp 710-742.

Malchiodi, Cathy A. (2005). Expressive Therapies : history, theory, and practice. Guilford Publication : New York

Maratos A, Gold C, Wang X & Crawford M. (2009). Music therapy for depression (review). The Cochrane Collaboration, John Wiley & Sons, Ltd.

Marquez, Paloma Gil-Olarte, Raquel Palomera Martin & Marc A. Brackett.

(2006). “Relating Emotional Intelligence to Social Competence ad

Academic Achievement in High School Student”. Psicotherna. Vol.18 pp

118-123

Mayer, John D, Peter Salovey & David R. Caruso. (2004). “Emotional Intelligence : Theory, Findings, and Implications”. Journal of Psychology Inquiry. Vol. 15. No.3, 197 – 215

Mayer, John D, Peter Salovey & David Caruso. (2008). “Emotional Intelligence –

New Ability or Eclectic Traits”. Journal of American Psychologist. Vol 63. No.6, 503-517.

Mischel, Walter, Ebbe B. Ebbesen & Antonette Raskoff Zeiff. (1972). “Cognitive and Attentional Mechanisms in Delay of Gratification”. Journal of Personality and Social Psychology. Vol.21 No.2, 204-218.

Montello, L. M., & Coons, E. E. (1998). “Effect Of Active Versus Passive Group

Musik Therapy On Preadolescents With Emotional, Learning, And

Behavioral Disorders”. Journal of Musik Therapy, 35, 49–67.

Monks. F.J & Siti Rahayu Haditono. (2006). Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Mustamsikin, Sunni F. (2011). Hubungan Antara Kemampuan Pengelolaan Emosi dengan Perilaku Agresif Siswa. Skripsi Sarjana pada PPB FIP UPI Bandung : Tidak Diterbitkan.

Oatley, Keith & Jennifer Jenkins, (1996). Understanding Emotion. Oxford : Blackwell Publisher Ltd.

O’Donohue, William T & Jane E. Fisher. (2009). General Principles and Empirically Supported Techniques of Cognitive Behavior Therapy. New Jersey : John Wiley & Sons, Inc.


(41)

Pearson, Mark. (2003). “Guidance Officer and Counsellor Perspectives on Using Expressive Therapies to Support Students”. Australian Journal of Guidance & Counselling. 13(2), 205-224.

Pearson, M & Wilson H. (2008). “Using Expressive Counselling Tools to Enhace Emotional Literacy, Emotional Wellbeing and Resilience : Improving

Therapeutic Outcomes with Expressive Therapies”. Journal of Counselling, Psychoteraphy, and Health. 4(1),1-19.

____________________, (2008). Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Departemen Pendidikan Nasional.

Pennebaker, J.W. (2004). “Theories, Therapies, and Taxpayers : On the Complexities of the Expressive Writing”. Journal of Clinical Psychology. American Psychology Association. Vol.11 No.2.

Pennebaker, J.W & Chung, C.K. (2007). Expressive writing : Connections to Physical and Mental Health. Oxford Handbook of Health Psychology. NewYork : Oxford University Press.

Pennebaker, J.W, Hughes, C. F & O’Heeron, R.C. (1987). “The psychophysiology of confession : linking inhibitory and psychosomatic

processes”. Journal of Personality & Social Psychology. Vol. 52, 781 – 793. Prayitno & Erman Anti. (2004). Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta :

Rineka Cipta.

Purtcle, Jonathan. (2012). Writing Your Way to Healts, Stress-Free. Tersedia :

http://www.philly.com/philly/blogs/public_health/Writing-your-way-to-health-stress-free.html. Diakses : 14 Agustus 2013.

Qonitatin, Novi., Widyawati, Sri & Gusti Yuli Asih. (2011). “Pengaruh Katarsis

dalam Menulis Ekspresif sebagai Intervensi Depresi Ringan Pada

Mahasiswa”. Jurnal Psikologi UNDIP. Vol.9, No 1.

Qualter, Pamela, Katrhyn J. Gardner & Helen E. Whiteley. (2007). “Emotional Intelligence : Review : Research and Educational Implications”. Journal Compilation.

Richards, Jane M & James J. Gross. (2000). Emotion Regulation and Memory : Cognitive Costs of Keeping One’s Cool. Journal of Personality and Social Psychology. Vol.79. No.3, 410-424.


(42)

Rivers, Susan E., Brackett, Marc A., & Salovey, P. (2008). “Measuring Emotional Intelligence as a Mental Ability in Adults and Children”. The SAGE Handbook of Personality Theory and Assessment. Vol.2, iii

Rivers, Susan E, Marc A. Brackett, Nicole A. Katulak & Peter Salovey. (2007).

“Regulating Anger and Sadness : An Exploration of Discrete Emotions in Emotion Regulation”. Journal of Happiness Studies. Vol. 8, 393 – 42. Rivers, S.E., Brackett, M.A., Reyes, M.R., Mayer, J.D., Caruso., & Salovey, P.

(2012). “Measuring emotional intelligence in early adolescence with the

MSCEIT-YV : Psychometric propeties and relationship with academic performance and psychosocialo functioning”. Journal of Psychoeducational Assessment. Vol. 30(4), 344-366.

Salovey, Peter & John D. Mayer. (1990). “Emotional Intelligence”. Journal of University of New Hampshire. Baywood Publishing Co., Inc.

Santrock, John W. (2007). Remaja. Jakarta : Erlangga.

Scherer, Klaus R. (2005). “What Are Emotions? And How Can They Measured?”.

Journal of Social Science Information SAGE Publication. Vol.44 No.4, 695

– 729

Schutte, N.S., Malaouff, J.M., Bobik, C., Coston, T., Greeson, C., Jedlicka, C., Rhodes, E, & Wendorf, G. (2001). “Emotional intelligence and

interpersonal relations”. Journal of Social Psychology, 141, 523 – 536. Seou, Myeong-Gu & Lisa Feldman Barret. (2007). “Being emotional during

decision making –good or bad? An empirical investigation”. Acad Manage. 50(4) 932 – 940.

Shalif, Ilan & Isaac L. (1987). Theoritical Consideration On Emotion. [Online}. Tersedia : http://members.tripod.com/~alternativ_psy/who-win.htm. Diakses : 28 Januari 2013.

Smyth, J.M. (1998). “Written Emotional expression : effect sizes outcome types and moderating variables”. Journal of Consulting and Clinical Psychology. Vol. 66, 174 – 184.

Spera, Stefanie P., Drake B. M., Eric D. B., James W P. (1994). “Expressive Writing and Coping With Job Loss”. Academy of Management Journal. Vol. 37, No. 3, 772 – 773.

Steinberg, L., & Levine, A. (1997). You and your adolescent : a parent’s guide for ages 10 to 20. New York : HarperPerennial.


(1)

Caruso, David R & Peter Salovey. (2005). The Emotionally Intelligent Manager –

How To Develop And Use The Four Key Emotional Skills Of Leadership.

San Fransisco : Josey Bass.

Chaplin, J.P. (2006). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Church. (2012). Kemiskinan Adalah Akar Kejahatan Anak. [Online]. Tersedia : Http://Www.Republika.Co.Id/Berita/Nasional/Umum/12/04/27/M34ymy-Kpai-Kemiskinan-Adalah-Akar-Kejahatan-Anak. Diakses 2 Desember 2012.

Creswell, John W. (2009). Research Design : Qualitative, Quantitative and Mixed

Methods Approaches. California : Sage Publication Inc

Creswell, John W. (2012). Educational Research : Planning, Conducting, And

Evaluating Quantitative And Qualitative Research Fouth Edition. Boston :

Pearson Education, Inc

Damasio, Antonio. (1994). Descrates’ Error – Emotion, Reason, And The Human Brain. Penguin Group (Usa), Inc.

de Sausa, Ronald. (2003). Stanford Encyclopedia of Phylosophi. Tersedia : http://plato.stanford.edu/entries/emotion/.

DeVito, Joseph A. (2009). Human Communication – The Basic Course. New

York : Pearson.

Dono. (2011). Tawuran Siswa Sma 25 Bandung Vs Sma Sumatra, Satu Angkot

Hancur. [Online]. Tersedia :

Http://Poskota.Co.Id/Kriminal/2011/09/21/Tawuran-Siswa-Sma-25-Bandung-Vs-Sma-Sumatra-Satu-Angkot-Hancur. Diakses : 2 Desember 2012.

Ekman, Paul. (1992). “An Argument for Basic Emotion”. Journal of National Institute of Mental Health. Vol.6 No.169-200.

Evers, Catharine, F. Marijn Stok & Denise T.D de Ridder. (2010). “Feeding Your Feelings : Emotion Regulation Strategies and Emotional Eating”. Journal of Personal Social Psychological. Sage Publication. Vol. 36 pp.792-804. Fikri, Harry Theozard. (2012). “Pengaruh Menulis Pengalaman Emosional dalam

Terapi Ekspresif Terhadap Emosi Marah Pada Remaja”. Jurnal Humanitas. Vol.9, No.2


(2)

Hendricks, C. B. (2001). “A study of the use of musik therapy techniques in a

group for the treatment of adolescent depression”. Dissertation Abstracts International, 62(2-A).

Hudgson, Lisa K & Eleanor H. Wertheim. (2007). “Does Good Emotion Management Aid Forgiving? Multiple Dimensions of Emotion

Management and Forgiveness of Self and Other”. Jurnal of Social and Persona Relationship. Vol. 24, 931

Huebner, Bryce, Susan Dwyer & Marc Hauser. (2008). “The Role of Emotion in

Moral Psychologi”. Article in Press. No.734.

Hurlock, Elizabeth B. (1980). Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan

Sepanjang Rentang Kehidupan. Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga.

Kacewicz, Ewa, Richard B. Slatcher & James W. Pennebaker. (2001). Expressive

writing : An Alternative to Traditional Methods. Handbook of Low-Cost

Interventions to Promote Physical and Mental Health : Theory, Research and Practice.

Keltner, Dacher & Jonathan Haidt. (1999). “Social Function of Emotions at Four Levels of Analysis”. Journal Cognition and Emotion : Psychology Press

Ltd. Vol. 13 (5), pp. 505-521.

Klein, Kitty & Adriel Boals. (2001). “Expressive writing Can Increase Working Memory Capacity”. Journal of Experimental Psychology. Vol.130, No.3,

520-533

Larson, Reed & Claudia Lampman-Petraitis. (1999). “Daily Emotion States as

Reported by Children and Adolescents”. Journal of Child Development.

Vol.60, 1250 – 1290.

Leopre, Stephen J & Melanie A. Greenberg. (2002). “Mending Broken Hearts :

Effects of Expressive Writing on Mood, Cognitive Processing, Social

Adjustment and Health Following a Relationship Breakup”. Journal Psychology and Health. Vol. 17, No.5 pp.547 – 560

Locke, Edwin A. (2005). “Why emotional intelligence is an invalid concept”. Journal of Organizational Behavior. Vol. 26 pp 425 – 431.

Lopes, Paulo N, Marc A. Brackett, John B. Nezlek, Astrid Schutz, Ina Sellin &

Peter Salovey. (2004). “Emotional Intelligence and Social Interaction”. Journal of Society for Personality and Social Psychology. Vol 30 No 8


(3)

Emotions in Adaption to School : Social Behavior and Misconduct in the

Classroom”. American Educational Research. Vol.49 pp 710-742.

Malchiodi, Cathy A. (2005). Expressive Therapies : history, theory, and practice. Guilford Publication : New York

Maratos A, Gold C, Wang X & Crawford M. (2009). Music therapy for

depression (review). The Cochrane Collaboration, John Wiley & Sons,

Ltd.

Marquez, Paloma Gil-Olarte, Raquel Palomera Martin & Marc A. Brackett.

(2006). “Relating Emotional Intelligence to Social Competence ad Academic Achievement in High School Student”. Psicotherna. Vol.18 pp

118-123

Mayer, John D, Peter Salovey & David R. Caruso. (2004). “Emotional Intelligence : Theory, Findings, and Implications”. Journal of Psychology

Inquiry. Vol. 15. No.3, 197 – 215

Mayer, John D, Peter Salovey & David Caruso. (2008). “Emotional Intelligence –

New Ability or Eclectic Traits”. Journal of American Psychologist. Vol 63.

No.6, 503-517.

Mischel, Walter, Ebbe B. Ebbesen & Antonette Raskoff Zeiff. (1972). “Cognitive and Attentional Mechanisms in Delay of Gratification”. Journal of Personality and Social Psychology. Vol.21 No.2, 204-218.

Montello, L. M., & Coons, E. E. (1998). “Effect Of Active Versus Passive Group

Musik Therapy On Preadolescents With Emotional, Learning, And

Behavioral Disorders”. Journal of Musik Therapy, 35, 49–67.

Monks. F.J & Siti Rahayu Haditono. (2006). Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Mustamsikin, Sunni F. (2011). Hubungan Antara Kemampuan Pengelolaan

Emosi dengan Perilaku Agresif Siswa. Skripsi Sarjana pada PPB FIP UPI

Bandung : Tidak Diterbitkan.

Oatley, Keith & Jennifer Jenkins, (1996). Understanding Emotion. Oxford : Blackwell Publisher Ltd.

O’Donohue, William T & Jane E. Fisher. (2009). General Principles and Empirically Supported Techniques of Cognitive Behavior Therapy. New


(4)

Pearson, Mark. (2003). “Guidance Officer and Counsellor Perspectives on Using Expressive Therapies to Support Students”. Australian Journal of Guidance & Counselling. 13(2), 205-224.

Pearson, M & Wilson H. (2008). “Using Expressive Counselling Tools to Enhace Emotional Literacy, Emotional Wellbeing and Resilience : Improving

Therapeutic Outcomes with Expressive Therapies”. Journal of Counselling, Psychoteraphy, and Health. 4(1),1-19.

____________________, (2008). Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal.

Departemen Pendidikan Nasional.

Pennebaker, J.W. (2004). “Theories, Therapies, and Taxpayers : On the Complexities of the Expressive Writing”. Journal of Clinical Psychology. American Psychology Association. Vol.11 No.2.

Pennebaker, J.W & Chung, C.K. (2007). Expressive writing : Connections to

Physical and Mental Health. Oxford Handbook of Health Psychology.

NewYork : Oxford University Press.

Pennebaker, J.W, Hughes, C. F & O’Heeron, R.C. (1987). “The psychophysiology of confession : linking inhibitory and psychosomatic

processes”. Journal of Personality & Social Psychology. Vol. 52, 781 – 793. Prayitno & Erman Anti. (2004). Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta :

Rineka Cipta.

Purtcle, Jonathan. (2012). Writing Your Way to Healts, Stress-Free. Tersedia : http://www.philly.com/philly/blogs/public_health/Writing-your-way-to-health-stress-free.html. Diakses : 14 Agustus 2013.

Qonitatin, Novi., Widyawati, Sri & Gusti Yuli Asih. (2011). “Pengaruh Katarsis

dalam Menulis Ekspresif sebagai Intervensi Depresi Ringan Pada

Mahasiswa”. Jurnal Psikologi UNDIP. Vol.9, No 1.

Qualter, Pamela, Katrhyn J. Gardner & Helen E. Whiteley. (2007). “Emotional Intelligence : Review : Research and Educational Implications”. Journal Compilation.

Richards, Jane M & James J. Gross. (2000). Emotion Regulation and Memory : Cognitive Costs of Keeping One’s Cool. Journal of Personality and Social Psychology. Vol.79. No.3, 410-424.


(5)

Rivers, Susan E., Brackett, Marc A., & Salovey, P. (2008). “Measuring Emotional Intelligence as a Mental Ability in Adults and Children”. The SAGE Handbook of Personality Theory and Assessment. Vol.2, iii

Rivers, Susan E, Marc A. Brackett, Nicole A. Katulak & Peter Salovey. (2007).

“Regulating Anger and Sadness : An Exploration of Discrete Emotions in Emotion Regulation”. Journal of Happiness Studies. Vol. 8, 393 – 42.

Rivers, S.E., Brackett, M.A., Reyes, M.R., Mayer, J.D., Caruso., & Salovey, P.

(2012). “Measuring emotional intelligence in early adolescence with the

MSCEIT-YV : Psychometric propeties and relationship with academic performance and psychosocialo functioning”. Journal of Psychoeducational Assessment. Vol. 30(4), 344-366.

Salovey, Peter & John D. Mayer. (1990). “Emotional Intelligence”. Journal of University of New Hampshire. Baywood Publishing Co., Inc.

Santrock, John W. (2007). Remaja. Jakarta : Erlangga.

Scherer, Klaus R. (2005). “What Are Emotions? And How Can They Measured?”. Journal of Social Science Information SAGE Publication. Vol.44 No.4, 695 – 729

Schutte, N.S., Malaouff, J.M., Bobik, C., Coston, T., Greeson, C., Jedlicka, C., Rhodes, E, & Wendorf, G. (2001). “Emotional intelligence and

interpersonal relations”. Journal of Social Psychology, 141, 523 – 536. Seou, Myeong-Gu & Lisa Feldman Barret. (2007). “Being emotional during

decision making –good or bad? An empirical investigation”. Acad Manage.

50(4) 932 – 940.

Shalif, Ilan & Isaac L. (1987). Theoritical Consideration On Emotion. [Online}. Tersedia : http://members.tripod.com/~alternativ_psy/who-win.htm. Diakses : 28 Januari 2013.

Smyth, J.M. (1998). “Written Emotional expression : effect sizes outcome types and moderating variables”. Journal of Consulting and Clinical Psychology.

Vol. 66, 174 – 184.

Spera, Stefanie P., Drake B. M., Eric D. B., James W P. (1994). “Expressive Writing and Coping With Job Loss”. Academy of Management Journal.

Vol. 37, No. 3, 772 – 773.

Steinberg, L., & Levine, A. (1997). You and your adolescent : a parent’s guide


(6)

Sternberg, R. (2000). Models of Emotional Intelligence. Handbook of Intelligence. UK : Cambridge University.

Strongman, K.T. (2003). Psychology of Emotion. England : British Library.

Stough, Con, Donald H. Saklofske, James D.A. Parker. (2010). Assessing

Emotional Intelligence : Theory, Research and Applications. New York :

Springer.

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Pendidikan : Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif, dan R&D. Bandung : Alfabeta.

Sunanto, Juang., Koju T., Hideo N. (2006). Penelitian Dengan Subyek Tunggal. Bandung : UPI Press.

Taganing, Ni Made. (2009). “Memaafkan : Kaitannya dengan Empati dan Pengelolaan Emosi”. Proceeding PESAT. Vol 3 Oktober 2009.

Romana, Tari. (2012). Akibat Tak Sengaja Buang Angin Di Kelas, Tulang Hidung

Anak Remaja Retak. [Online]. Tersedia :

Http://Kesehatan.Kompasiana.Com/Ibu-Dan-Anak/2012/09/29/Akibat-Tak-Sengaja-Buang-Angin-Di-Kelas-Tulang-Hidung-Anak-Remaja-Retak/. Diakses : 2 Desember 2012.

Thayer, Robert E. (2001). Calm Energy : How People Regulate Mood With Food

and Exercise. Oxford University.

Tice, D.M, Bratslavsky, E & Baumeister, R.F. (2001). “Emotional Distress

Regulation Takes Precedence Over Impulse Control : If You Feel Bad, Do

It!”. Journal of Personality and Social Psychology. Vol.80, 53-67.

White, Suzanne Degges & Nancy L. Davis. (2011). Integrating the Expressive


Dokumen yang terkait

Implementasi Data Mining Untuk Menentukan Kelas Bimbingan Belajar pada Siswa Kelas XII di SMA Pasundan 2 Bandung

0 6 1

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION (GI) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA MATERI PEMBELAJARAN KEANEKARAGAMAN HAYATI (Studi Kuasi Eksperimen Pada Siswa Kelas X SMA N 1 Natar Tahun Pelajaran 2011/2012)

0 19 58

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN THINKING ALOUD PAIR PROBLEM SOLVING DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN ANALISIS MATEMATIS SISWA (Kasus: Eksperimen pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 5 Metro Tahun Pelajaran 2011/2012)

1 9 58

PENGARUH PENGGUNAAN TEHNIK PENCATATAN MIND MAPPING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA MATERI POKOK SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA (Studi Eksperimen pada Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 2 Metro Semester Genap Tahun Ajaran 2012/2013)

0 13 61

PENGARUH KETERAMPILAN PROSES SAINS TERHADAP PENGUASAAN KONSEP GERAK SISWA (Studi Eksperimen pada Siswa Kelas XI MIPA Semester Ganjil SMA Muhammadiyah 2 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2014/2015)

0 8 57

EFEKTIVITAS MEDIA AUDIO VISUAL MELALUI MODEL TPS TERHADAP PENGUASAAN KONSEP SISWA DAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA PADA MATERI SISTEM PENCERNAAN (Studi Eksperimen Pada Siswa Kelas XI SMA N 1 Natar Lampung Selatan Tahun Ajaran 2012/2013)

0 6 46

EFEKTIVITAS MODEL PROBLEM BASED LEARNING DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 7 Bandarlampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2014/2015)

1 14 60

PENGARUH ACTIVE LEARNING UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI PENGELOLAAN LINGKUGAN (Studi Kuasi Eksperimen pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Talangpadang Semester Genap Tahun Pelajaran 2014/2015)

0 8 56

PENGARUH ACTIVE LEARNING UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI PEMANASAN GLOBAL (Studi Kuasi Eksperimen Pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Negeri 1 Pagelaran Tahun Pelajaran 2014/2015)

0 3 53

TEKNIK MENULIS-TOTAL GAYA SAVI UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMPRODUKSI TEKS EKSPLANASI PADA SISWA KELAS XI SMK

0 0 10