BENTUK-BENTUK KEPAHLAWANAN PRAJURIT BHAYANGKARA SAAT MEMADAMKAN PEMBERONTAKAN RA KUTI DALAM NOVEL GAJAHMADA KARYA LANGIT KRESNA HARIADI TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia P

  

BENTUK-BENTUK KEPAHLAWANAN PRAJURIT BHAYANGKARA

SAAT MEMADAMKAN PEMBERONTAKAN RA KUTI

DALAM NOVEL GAJAHMADA KARYA LANGIT KRESNA HARIADI

TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA

  

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

Program Studi Sastra Indonesia

  

Oleh

Petrus Seno Wibowo

NIM : 054114010

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

  

JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

  BENTUK-BENTUK KEPAHLAWANAN PRAJURIT BHAYANGKARA SAAT MEMADAMKAN PEMBERONTAKAN RA KUTI DALAM NOVEL GAJAHMADA KARYA LANGIT KRESNA HARIADI TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia Oleh

  Petrus Seno Wibowo NIM : 054114010 PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

  PERSEMBAHAN Skripsi ini Prasasti Bagi jiwa sesawi

  Bagi hati sendiri yang senantiasa menanti sepi di lobang manusiawi Skripsi ini Prasasti Puji kidung mazmur Ilahi Dwiandhesti penguasa nurani

  Dan Nostalgia dalam famili

MOTTO LAUS DEO

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

  

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berudul “Bentuk-bentuk

Kepahlawanan Prajurit Bhayangkara Saat Memadamkan Pemberontakan Ra Kuti

dalam Novel Gajahmada Karya Langit Kresna Hariadi Tinjauan Sosiologi Sastra” ini

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan

dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaiman layaknya karya ilmiah.

  Yogyakarta, 10 September 2011 Penulis, (Petrus Seno Wibowo)

  

Pernyataan Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah

Untuk Kepentingan Akademis

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : NAMA : Petrus Seno Wibowo NIM : 054114010

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul BENTUK-BENTUK

KEPALAWANAN PRAJURIT BHAYANGKARA SAAT MEMADAMKAN

PEMBERONTAKAN RA KUTI DALAM NOVEL GAJAHMADA KARYA

LANGIT KRESNA HARIADI TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA, beserta

perangkat yang diperlukan.

  

Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma

hak menyimpan, mengalihkan dalam bentuk lain, mengelolanya dalam bentuk

pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya di internet

atau media yang lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya

maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya

sebagai penulis.

  Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal 10 Oktober 2011 Yang menyatakan, Petrus Seno Wibowo

  ABSTRAK

Wibowo, Petrus Seno. 2011. Bentuk-bentuk Kepahlawanan Prajurit Bhayangkara

  Saat Memadamkan Pemberontakan Ra Kuti Dalam Novel Gajahmada Karya Langit Kresna Hariadi Tinjauan Sosiologi Sastra. Skripsi Program Studi Sastra Indonesia, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan tokoh dan penokohan para

prajurit Bhayangkara yang berjasa memadamkan pemberontakan Ra Kuti dalam

novel Gajahmada karya Langit Kresna Hariadi. (2) mendeskripsikan bentuk-bentuk

kepahlawanan prajurit Bhayangkara yang berjasa memadamkan pemberontakan Ra

Kuti dalam novel Gajahmada karya Langit Kresna Hariadi. Bentuk kepahlawanan

prajurit Bhayangkara akan dianalisis dan dideskripsikan dengan metode deskriptif

analisis. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

struktural dan sosiologi sastra.

  Para Bhayangkara yang menyertai Gajahmada antara lain Lembu Pulung,

Panjang Sumprit, Jayabaya, Risang Panjer Lawang, Mahisa Kingkin, Pradhabasu,

Lembang Laut, Riung Samudra, Panji Saprang, Mahisa Geneng, Gajah Pradamba,

Singa Parepen, Macan Liwung, dan Gagak Bongol. Tokoh dan penokohan para

prajurit Bhayangkara dianalisis dengan pendekatan struktural.

  Gajahmada dan limabelas prajurit Bhayangkara yang berjasa dalam mengatasi

pemberontakan Ra Kuti harus melalui beragam kesulitan hingga melahirkan bentuk

kepahlawanan. Bentuk kepahlawanan yang muncul antara lain (1) penyelamatan

Jayanegara. Tindakan tanggap darurat oleh Gajahmada menjadi awal langkah

penyelamatan Jayanegara. Gajahmada yang mendapat informasi tentang

pemberontakan Ra Kuti segera menyusun langkah-langkah menghadapi

pemberontakan. Lembu Pulung, Panjang Sumprit, Jayabaya, dan Kartika Sinumping

mendapat tugas menyelamatkan Sekar Kedaton keluar dari keraton. Sementara itu

Lembang Laut melacak keberadaan pemberontak sebagai langkah awal menangkal

langkah para pemberontak. Bentuk kepahlawanan yang ke (2) adalah pelarian

Jayanegara. Pelarian Jayanegara keluar dari kotaraja dijalankan dengan siasat

Gajahmada. Bhayangkara yang lain menjadi umpan para penjaga gerbang sedangkan

Jayanegara sendiri dikawal Gajahmada. Langkah ini adalah antisipasi manuver

pemberontak di tubuh Bhayangkara. Dalam pelarian ini, Jayanegara sempat berada

dalam keadaan hampir terbunuh, tetapi kecerdasan dan olah kanuragan para

Bhayangkara berhasil menyelamatkan nyawa Jayanegara, meskipun harus ditukar

dengan nyawa Mahisa Kingkin dan Risang Panjer Lawang yang gugur. Bentuk

Kepahlawanan (3) adalah serangan balik prajurit Bhayangkara. Serangan balik

dipersiapkan oleh Kartika Sinumping. Persiapan awal adalah membuat terowongan

  Bentuk-bentuk kepahlawanan tersebut sekaligus menjadi kesimpulan dalam

penelitian ini. Bentuk kepahlawanan prajurit Bhayangkara menjadi panutan dalam

perkembangan rasa nasionalisme bangsa Indonesia.

                                           

  

ABSTRACT

Wibowo, Petrus Seno. 2011. The Patriotism Figure of Bhayangkara Armies in

  Defeating the Insurrection of Ra Kuti as Seen in Langit Kresna Hariadi’s Gajahmada. A Literary of Sociological Approach. A Thesis. Indonesian Letters Study Program, Indonesian Letters Department, Faculty of Letters, Sanata Dharma University, Yogyakarta.

  This study is aimed to (1) describe the character and characterization of

Bhayangkara armies who had been responsible to conquer Ra Kuti’s mutiny as seen

in Langit Kresna Hariadi’s Gajahmada. (2) describe the patriotism figures of

Bhayangkara armies who had been responsible to conquer Ra Kuti’s mutiny as seen

in Langit Kresna Hariadi’s Gajahmada. The writer chooses descriptive analysis

method as the purpose to analyze and describe the patriotism figures. The writer uses

structural and literary sociological approach in this study.

  The Bhayangkara armies who accompanied Gajahmada were Lembu Pulung,

Panjang Sumprit, Jayabaya, Risang Panjer Lawang, Mahisa Kingkin, Pradhabasu,

Lembang Laut, Riung Samudra, Panji Saprang, Mahisa Geneng, Gajah Pradamba,

Singa Parepen, Macan Liwung, dan Gagak Bongol. The writer applies structural

approach to analyze the character and characterization of Bhayangkara armies.

  Gajahmada and the fifteen Bhayangkara armies who had been responsible for

conquering Ra Kuti’s mutiny had to tackle so many obstacles that revealing

patriotism figures. The exposing patriotism figures are (1) Jayanegara’s redemption.

Gajahmada’s emergency response became the beginning step to redeem Jayanegara.

Gajahmada who got some information about Ra Kuti’s insurrection immediately

arranged the strategies to be up against the redemption. Lembu Pulung, Panjang

Sumprit, Jayabaya, dan Kartika Sinumping were responsible to get Sekar Kedaton out

of the Palace. Meanwhile, Lembang Laut traced the mutineer’s existence as the first

step to handle them. (2) Jayanegara’s refugee. Jayanegara’s refugee to be out of the

palace was organized by Gajahmada’s strategy. The step was such maneuver

anticipation for mutineer in Bhayangkara corpse. In the refugee, Jayanegara had

almost been killed but because of Bhayangkara’s intelligence and martial art, the

armies succeeded to save Jayanegara’s life although it had to be changed to the death

of Mahisa Kingkin and Risang Panjer Lawang. (3) Patriotism Figure. Patriotism

Figure was a counterattack from Bhayangkara armies. It was prepared by Kartika

Sinumping. The beginning preparation was constructing a tunnel that was connected

to Ra Kuti’s room as an assault to him.

  Those patriotism figures become the conclusion of the study. Bhayangkara’s patriotism figures become guidance on the development of Indonesian nationalism.

KATA PENGANTAR

  Mazmur pujian penulis kumandangkan kepada Gusti Kang Murbeng Dumadi

berkat rampungnya skripsi ini. penulis menyelesaikan penelitian ini dengan banyak

kekurangan karena keterbatasan pemulis sebagai manusia. Oleh karena itu, segala

kritik dan masukan penulis harapkan. Penelitian ini tidak terlepas dari susah payah

dan kontribusi banyak pihak. Untuk itu penulis secara rendah hati menghaturkan

ucapan terima kasih kepada :

  1. Bapak Drs. B. Rahmanto, M.Hum selaku pembimbing I. Terima kasih pak,

atas waktu dan sumbang pemikiran yang bapak berikan kepada penulis.

  2. Ibu Susilawati Endah Peni Adji, S.S., M.Hum selaku pembimbing II. Tak cukup penulis ucapkan terima kasih atas kritik dan waktu yang Ibu luangkan.

  3. Bapak Drs. Hery Antono, M.Hum selaku Kepala Program Studi Sastra Indonesia dan pembimbing akademik angkatan 2005. Terima kasih atas perhatian dan kritik cerdas khas Bapak.

  4. Bapak Dr. I. Praptomo Baryadi, M. Hum selaku Dekan Fakultas Sastra.

  Terima kasih atas bimbingan Bapak selama perkuliahan yang penulis nikmati.

  5. Dosen-dosen di Prodi Sastra Indonesia. Bu Tjandra, Pak Ari, Pak Yapi, dan Pak Santoso.

  6. Segenap keluarga besar Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Staf Sekretariat Prodi Sastra Indonesia dan Perpustakaan Sanata Dharma yang selama ini bersusah payah mendukung penulis.

  

7. Kedua orangtua yang selama ini cukup kewalahan mengikuti kegilaan penulis.

  8. Mbak Dessy. Kakak seperjuangan. Jangan lelah memperjuangkan ide.

  9. Mas Prim di Sanggar Buku Srigunting. Terima kasih banyak atas penggambaran Bhayangkara yang dramatis.

  10. Mas Alvez di Galang Press. Surat sakti dalam perjalanan.

  

11. Mas Yudhistira, editor andalan Intan Pariwara. Folktale ini skripsi lho Mas.

  12. Bapak Langit Kresna Hariadi, penulis novel GAJAHMADA. Terima kasih

banyak atas korespondensi dan masukan selama penulisan berlangsung.

  13. Teman-teman penyumbang ide dan pasukan cuci gudang. Doan, Emak, Dista Unyu, Tri Uyye, dan Mas Icak.

  14. Corey Taylor. Terima kasih atas teriakan-teriakan lantang tentang arti manusia.

  15. Dwiandhesti, penguasa relung hati. Terima kasih untuk hari-hari penuh gairah ide dan nuansa British.

  16. Berjuta ungkapan sembah terima kasih kepada manusia-manusia pengisi jalan setapak penulis. Prasasti ini untuk kalian.

  Penulis berharap, penelitian ini dapat mendapat tempat di dalam proses

tumbuh dan berkembangnya sastra Indonesia. Kesalahan penulisan, baik yang

disengaja dan tidak disengaja, tidak terlepas dari kekurangan penulis. Mohon maaf.

Selamat berpetualang.

  Penulis

  

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL……………………………………………………….. i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……………………………. ii

HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………… iii

PERSEMBAHAN…………………………………………………………. iv

HALAMAN MOTTO……………………………………………………... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA…………………….. vi

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH…………. vii

ABSTRAK…………………………………………………………………… viii

ABSTRACT…………………………………………………………………. x

KATA PENGANTAR………………………………………………………. xi

DAFTAR ISI………………………………………………………………… xiii

DAFTAR TABEL…………………………………………………………... xvii

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………

  1 1.1 Latar Belakang…………………………………………………………….

  1 1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………….....

  5 1.3 Tujuan Penelitian…………………………………………………………..

  6

1.4 Manfaat Penelitian…………………………………………………………

  6 1.5 Tinjauan Pustaka…………………………………………………………..

  6

  1.6 Landasan Teori…………………………………………………………….

  38 2.9 Gajah Pradamba…………………………………………………………..

  48 2.16 Panji Saprang………………………………………………………........

  2.15 Singa Parepen……………………………………………………………

  46

  2.14 Risang Panjer Lawang……………………………………………………

  44

  43 2.13 Mahisa Kingkin………………………………………………………….

  42 2.12 Riung Samudra………………………………………………………….

  2.11 Gajah Geneng……………………………………………………………

  40

  39 2.10 Macan Liwung…………………………………………………………..

  37 2.8 Kartika Sinumping………………………………………………………..

  7

  37 2.7 Jayabaya…………………………………………………………………..

  36 2.6 Panjang Sumprit………………………………………………………….

  34 2.5 Lembu Pulung…………………………………………………………….

  31 2.4 Pradhabasu………………………………………………………………..

  24 2.3 Lembang Laut…………………………………………………………….

  16 2.2 Gagak Bongol…………………………………………………………….

  14 2.1 Gajahmada………………………………………………………………..

  13 BAB II TOKOH DAN PENOKOHAN PRAJURIT BHAYANGKARA YANG BERJASA MEMADAMKAN PEMBERONTAKAN RA KUTI….

  11 1.8 Sistematika Penyajian……………………………………………………..

  1.7 Metode Penelitian…………………………………………………………

  49

BAB III BENTUK-BENTUK KEPAHLAWANAN PRAJURIT BHAYANGKARA SAAT MEMADAMKAN PEMBERONTAKAN RA KUTI DALAM NOVEL GAJAHMADA KARYA LANGIT KRESNA HARIADI…

  54

3.1 Penyelamatan Jayanegara……………………………………………………

  56

  3.1.1 Tindakan Tanggap Darurat oleh Gajahmada……………………………… 56

  3.1.2 Bentuk Kepahlawanan Bhayangkara Lembu Pulung, Panjang Sumprit, Jayabaya, dan Kartika Sinumping Saat Menyelamatkan Sekar Kedaton… 63 3.1.3 Lembang Laut Melacak Keberadaan Pemberontak……………………….

  64

  3.1.4 Jalannya Peperangan Antara Temenggung Banyak Sora dengan Temenggung Pujut Luntar................................................................................................

  66

  3.1.5 Gajahmada dan Bhayangkara Mengungsikan Jayanegara…………………. 70 3.2 Pelarian Jayanegara………………………………………………………….

  72 3.2.1 Siasat Gajahmada Mengecoh Pasukan Pengejar…………………………..

  72

  3.2.2 Gajahmada Menyelamatkan Jayanegara Keluar dari Kotaraja……………. 75

  3.2.3 Gagak Bongol Memimpin Para Bhayangkara Kembali ke Kotaraja……… 77

  3.2.4 Lembang Laut dan Gagak Bongol Menyelamatkan Mapatih Arya Tadah dari Penjara……………………………………………………………………. 80

  3.2.5 Bhayangkara Menunjukkan Rasa Kemanusiaan…………………………..

  82

  3.2.6 Gajahmada Selamatkan Jayanegara Saat Terkepung di Ladang Jagung Kabuyutan Mojoagung……………………………………………………

  85

  3.2.7 Bhayangkara dengan Berani Menyerang Pasukan Pemberontakan di Ladang

Jagung Kabuyutan Mojoagung……………………………………………

90 3.2.8 Siasat Gajahmada Mengecoh Mata-mata Ra Kuti………………………..

  93 3.3 Serangan Balik Prajurit Bhayangkara……………………………………….

  93 3.3.1 Kartika Sinumping Persiapkan Serangan Balik…………………………..

  94

  

3.3.2 Pradhabasu dan Gajahmada Membongkar Penyamaran Mata-mata Ra Kuti 95

  

3.3.3 Kartika Sinumping Bergerilya……………………………………………. 101

  

3.3.4 Serangan Balik Bhayangkara…………………………………………….. 105

BAB IV PENUTUP………………………………………………………… 110

4.1 Kesimpulan……………………………………………………………… 110

  

4.2 Saran…………………………………………………………………….. 115

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….. 116

BIOGRAFI PENULIS……………………………………………………... 118

  DAFTAR TABEL TABEL KESIMPULAN TOKOH DAN PENOKOHAN PRAJURIT

  50 BHAYANGKARA

TABEL KESIMPULAN BENTUK-BENTUK KEPAHLAWANAN 108

PRAJURIT BHAYANGKARA SAAT MEMADAMKAN PEMBERONTAKAN RA KUTI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Sastra pada dasarnya adalah hasil cipta karya manusia yang memaparkan tentang hidup dan kehidupannya (Damono, 1987 : 1). Dalam usaha memaparkan dan menggambarkan kehidupan manusia, seringkali karya sastra menggunakan simbol-simbol atau penggambaran akan sesuatu sehingga pesan yang ingin disampaikan menjadi kabur.

  Manusia dalam lingkup ini disebut pengarang. Lahirnya karya sastra adalah buah dari pengarang. Pengarang sebagai anggota masyarakat menggambarkan karya sastranya sedemikian rupa serupa dengan masyarakat. Dengan kata lain, masyarakat mempengaruhi karya sastra.

  Di dalam masyarakat, seringkali terjadi kejadian-kejadian yang menjadi lahan inspirasi bagi penulis. Kejadian-kejadian tersebut terjadi dalam berbagai bentuk, misalnya tragedi, perubahan kondisi politik, konflik sosial masyarakat hingga konflik negara seperti makar atau pemberontakan.

  Salah satu karya sastra yang menggambarkan konflik negara adalah novel

  

Gajahmada karya Langit Kresna Hariadi selanjutnya disebut LKH. Novel ini

  bercerita tentang kerajaan Majapahit yang merupakan kerajaan terbesar di Nusantara. Dalam perjalanan sejarahnya, kerajaan Majapahit mengalami berbagai macam pergolakan dalam bentuk pemberontakan. Salah satunya yang paling berdarah adalah pemberontakan para Dharmaputra Winehsuka yang dipimpin Ra Kuti.

  Pemberontakan Ra Kuti didasari rasa tidak puas terhadap Lembu Anabrang yang mendapat penghargaan lebih tinggi dari Jayanegara. Penghargaan tersebut didapat setelah Ra Kuti dan Lembu Anabrang bahu-membahu menumpas pemberontakan Sorandaka. Ra Kuti yang merasa lebih berjasa merasa kecewa hingga akhirnya ia memutuskan mengangkat senjata untuk menggulingkan Jayanegara.

  Dalam usaha pemberontakannya, Ra Kuti dan para Dharmaputra Winehsuka merangkul Temenggung Pujut Luntar, pimpinan pasukan Jala Rananggana karena tidak mempunyai pasukan. Temenggung Pujut Luntar adalah seorang temenggung yang tamak dan sombong sehingga Ra Kuti tanpa kesulitan membujuk Temenggung Pujut Luntar untuk memberontak. Sikap tersebut diperjelas dengan perkataan Gajahmada sebagai berikut.

  (1) “Kini aku mendapat gambaran. Para Dharmaputra Winehsuka yang mendalangi rencana pemberontakan itu. Para Rakrian Winehsuka mengajak Temenggung Pujut Luntar. Dengan janji-janji tertentu, mungkin jabatan yang tinggi, Rakrian Temenggung Pujut Luntar bersedia bergabung….” (Gajahmada, 2004 : 42).

  Upaya pemberontakan akan dilaksanakan pada saat pagi hari menjelang atau waktu subuh, saat sebagain besar orang sedang lelap tertidur. Rencana tersebut sungguh rencana yang cerdik dengan kemungkinan berhasil cukup tinggi, mengingat kewaspadaan manusia akan turun saat pagi menjelang. Namun, ada beberapa orang yang mampu membaca tanda-tanda alam, yang dengan kemampuannya tersebut dapat memperkirakan hal buruk yang akan terjadi.

  Orang-orang tersebut antara lain Ki Dipo Rumi dan Wongso Banar. Kedua orang tua tersebut adalah kawula Majapahit yang telah melewati berbagai kejadian sepanjang usianya, sehingga pengalamannya menjadikan mereka peka akan tanda-tanda alam. Perhatikan kutipan berikut.

  (2) Ki Dipo Rumi dan Wongso Banar rupanya memiliki perbendaharaan pengetahuan yang langka yang tidak dimiliki orang pada umumnya.

  Bahwa kemunculan bintang kemukus merupakan isyarat yang tidak baik, hal itu sudah diketahui orang banyak. Namun, bahwa munculnya kabut dengan angin deras tak berhujan, hanya orang tertentu yang menandai kejadian aneh seperti itu. Apalagi sehari sebelumnya ketika langit terlihat bersih, tampak bintang kemukus dengan ekornya yang memanjang gemerlapan.” (Gajahmada, 2004 : 9).

  Bahkan gejala alam yang dibaca kedua orang tua tersebut sebagai pertanda buruk diperjelas oleh kata-kata Ki Wongso Banar.

  (3) “Apa yang terjadi ini seperti pengualangan atas apa yang pernah terjadi pada masa silam. Sehari menjelang perang besar yang terjadi antara tumapel di bawah kendali Ken Arok melawan Kediri di bawah Kertajaya, terjadi keganjilan seperti ini. Kabut tebal dan badai melintas di malam saat langit sedang berhias kemukus, seolah menjadi pertanda khusus akan adanya perang yang meminta banyak korban.” (Gajahmada, 2004 : 9)

  Selain Ki Dipo Rumi dan Ki Wongso Banar, ternyata ada lagi seorang tua yang merasakan keganjilan. Mapatih Arya Tadah orangnya. Setelah mengamati tanda-tanda alam, sampailah Mapatih Tadah pada kesimpulan. kehidupan serta mumpuni dalam membaca tanda-tanda alam, tidak bisa menutupi rasa cemasnya. Arya Tadah menjadi tambah gelisah oleh kenangan terhadap tanda-tanda yang muncul di saat terjadi peristiwa-peristiwa besar. Malam menjelang kematian Ken Dedes misalnya, badai dan kabut tebal bahkan menyapu seluruh negeri. Ribuan bahkan jutaan ekor kunang-kunang beterbangan menjadikan suasana bertambah keruh, membingungkan, dan mengundang cemas siapa pun. Esok harinya, semua orang menemukan jawabannya ketika prajurit berkuda membacakan wara-wara di pasar-pasar dan di tempat- tempat ramai…” (Gajahmada, 2004 : 13)

  Berkat ketajaman kewaspadaan Mapatih Arya Tadah, pihak kerajaan dapat mempersiapkan pengamanan untuk raja dan para kerabat keraton. Kegelisahan Mapatih Arya Tadah dibagikan kepada Gajahmada, seorang bekel prajurit yang meskipun masih muda telah dipercaya memimpin sebuah pasukan. Pasukan yang kecil, terdiri dari tidak lebih dari 20 prajurit, tetapi mempunyai kelebihan dalam bidang olah kanuragan, olah pikir dan dedikasi dibanding prajurit-prajurit lain di Majapahit. Pasukan tersebut disebut Bhayangkara.

  (4) Pasukan Bhayangkara adalah pasukan pengawal istana, lapis terakhir yang menjadi tameng hidup bagi raja serta segenap keluarganya. Itu sebabnya, prajurit Bhayangkara disaring dari prajurit pilihan dan digembleng secara khusus. Secara pribadi masing-masing anggota pasukan khusus memiliki kemampuan yang mendebarkan karena daya tahannya dalam menghadapi keadaan sesulit apa pun yang amat tinggi. Apalagi, perannya sebagai pasukan sandi, tidak ada beteng serapat apa pun yang tidak bisa ditembusnya. Patih Tadah yang memiliki gagasan untuk membentuk pasukan itu telah mensyaratkan kemampuan beladiri yang tinggi bagi mereka yang ingin menjadi bagian dari pasukan itu. Itu sebabnya, setiap anggota pasukan khusus berlatar belakang kemampuan olah kanuragan beragam. (Gajahmada, 2004 : 15).

  Dari kutipan (4), dapat dibayangkan kemampuan para prajurit Bhayangkara yang kelak dengan sigap, menyelamatkan raja dan pada akhirnya penggulingan Ra Kuti merupakan tindakan luar biasa yang dikategorikan sebagai tindakan kepahlawanan.

  Sepak terjang prajurit Bhayangkara saat memadamkan pemberontakan Ra Kuti tertuang dalam novel Gajahmada karya Langit Kresna Hariadi membangkitkan ketertarikan peneliti untuk meneliti. Ketertarikan tersebut timbul karena dalam literatur yang peneliti temukan tidak menceritakan dengan jelas sepak terjang prajurit Bhayangkara sewaktu pemberontakan Ra Kuti pecah. Ada beberapa literatur yang peneliti temukan, antara lain novel Gajahmada :

  

Menangkis Pemberontakan Ra Kuti karya Gamal Komandoko, novel Gajahmada

: Pahlawan Persatuan Nusantara karya Muhammad Yamin dan Sejarah Raja-

raja Jawa karya Purwadi. Beberapa literatur tersebut tidak menceritakan sepak

terjang prajurit Bhayangkara secara jelas, namun fokus kepada tokoh Gajahmada.

  Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pahlawan mengandung dua pengertian pokok. Pokok pertama, yaitu orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran. Pokok kedua adalah pejuang yang gagah berani. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kepahlawanan adalah perihal sifat kepahlawanan seperti keberanian, keperkasaan, kerelaan berkorban, dan kesatria (2005 : 811). Arti kata kepahlawanan itulah yang menjadi dasar ketertarikan peneliti untuk mengkaji lebih mendalam.

  Bentuk kepahlawanan tercermin lewat tokoh dan penokohan. Unsur intrinsik tokoh dan penokohan para prajurit Bhayangkara merupakan gambaran dasar bentuk-bentuk kepahlawanan yang dimiliki oleh manusia.

  Bentuk kepahlawanan yang ditunjukkan oleh para prajurit Bhayangkara lahir karena keadaan sosial yang mereka hadapi saat pemberontakan Ra Kuti pecah. Berdasarkan fakta-fakta tersebut, peneliti akan menggunakan kajian sosiologi sastra. Selain itu, karya sastra yang demikian juga menunjukkan hubungan yang erat dengan masyarakat sehingga sangat tepat jika menggunakan kajian tersebut.

  1.2 Rumusan Masalah

  Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

  1.2.1 Bagaimanakah deskripsi tokoh dan penokohan para prajurit Bhayangkara yang berjasa memadamkan pemberontakan Ra Kuti dalam novel

  Gajahmada karya Langit Kresna Hariadi?

  1.2.2 Bagaimanakah deskripsi bentuk kepahlawanan prajurit Bhayangkara yang berjasa memadamkan pemberontakan Ra Kuti dalam novel Gajahmada karya Langit Kresna Hariadi?

  1.3 Tujuan Penelitian

  Tujuan penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut :

  1.3.1 Mendeskripsikan tokoh dan penokohan para prajurit Bhayangkara yang berjasa memadamkan pemberontakan Ra Kuti dalam novel Gajahmada karya Langit Kresna Hariadi.

  1.3.2 Mendeskripsikan bentuk kepahlawanan prajurit Bhayangkara yang berjasa memadamkan pemberontakan Ra Kuti dalam novel Gajahmada karya

  1.4 Manfaat Penelitian

  Manfaat hasil penelitian ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu manfaat praktis dan manfaat teoretis. Manfaat teoretis penelitian ini adalah sebagai contoh penerapan teori sosiologi sastra dalam menganalisis sebuah novel. Manfaat praktis yang muncul dari hasil penelitian ini adalah memberikan sumbangan usaha pengkajian novel yang ditinjau dari sudut pandang sosiologi sastra dan menjadi inspirasi bagi masyarakat tentang bentuk-bentuk kepahlawanan manusia.

  1.5 Tinjauan Pustaka

  Bahtiar dalam MegaBlog (2006) membahas novel Gajahmada karya Langit Kresna Hariadi. Bahasan yang berjudul “Misteri di Balik Pemberontakan Ra Kuti” lebih banyak bercerita tentang Ra Kuti dan kelemahan pemberontakannya. Bahtiar juga menambahkan bahwa Gajahmada dan para Bhayangkara berhasil menumpas pemberontakan Ra Kuti tanpa ada penjelasan lebih lanjut.

  Yulian dalam blog nya “Jay adalah Yulian” (2005) membahas novel

  

Gajahmada karya Langit Kresna Hariadi dengan judul Langit Kresna Hariadi :

Gajahmada . Yulian berpendapat bahwa membaca cerita novel Gajahmada ini

  seperti melanjutkan cerita Tutur Tinular karya S.H. Mintarja. Yulian banyak menyinggung soal kosakata militer dalam novel tersebut tanpa ada penjelasan tentang para Bhayangkara yang berjasa menumpas pemberontakan Ra Kuti.

  Atik Fauziah pernah meneliti novel Gajahmada karya Langit Kresna

  

Langit Kresna Hariadi Terhadap Kakawin Gajahmada Gubahan Ida Cokorda

Ngurah. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan sistem penokohan

  Gajahmada sebagai pahlawan atau protagonis dalam novel Gajahmada dan

  

Gajahmada: Bergelut dalam Kemelut Takhta dan Angkara karya Langit Kresna

  Hariadi (2) mengungkapkan bagaimana novel Gajahmada dan Gajahmada:

  

Bergelut dalam Kemelut Takhta dan Angkara karya Langit Kresna Hariadi dapat

  disebut sebagai novel seri (3) Menjelaskan hubungan intertekstualitas novel

  

Gajahmada dan Gajahmada: Bergelut dalam Kemelut Takhta dan Angkara karya

  Langit Kresna Hariadi terhadap Kakawin Gajahmada gubahan Ida Cokorda Ngurah.

1.6 Landasan Teori

  Landasan teori adalah kerangka dasar pemikiran yang akan dipakai untuk memecahkan permasalahan yang akan diteliti. Adapaun teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu struktural dan sosiologi sastra. Teori struktural untuk mengkaji tokoh dan penokohan, sedangkan teori sosiologi sastra untuk mengkaji bentuk-bentuk kepahlawanan yang ditunjukkan para prajurit Bhayangkara dalam usaha memadamkan pemberontakan Ra Kuti. Bentuk-bentuk kepahlawanan tersebut tampak dalam kehidupan sosial masyarakat. Oleh karena itu, pemakaian teori Sosiologi Sastra sangat tepat.

  1.6.1 Teori Struktural Teori struktural merupakan sebuah pendekatan yang mengkaji unsur-unsur karya sastra juga memiliki keotonomiannya, sehingga tidak perlu dikaitkan dengan hal-hal di luar karya sastra itu. Berdasarkan keotonomiannya itu, maka ada sebuah hubungan timbal balik, saling menentukan, saling mempengaruhi antar unsur (intrinsik) sehingga membentuk suatu kesatuan yang utuh. Unsur intrinsik tersebut meliputi tema, alur, latar, tokoh dan penokohan, dan gaya.

  Analisis struktural dapat berupa kajian yang menyangkut relasi unsur- unsur dalam mikroteks, satu keseluruhan wacana, dan relasi intertekstual (Hartoko & Rahmanto, 1986:136). Analisis unsur-unsur mikroteks itu misalnya berupa analisis kata-kata dalam kalimat, atau kalimat-kalimat dalam alinea atau konteks wacana yang lebih besar. Namun, ia dapat juga berupa analisis mikroteks tokoh dan penokohan saja dalam analisis struktural sebuah karya sastra (Nurgiyantoro, 1994:38).

  Mikroteks yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah mikroteks tokoh penokohan. Penelitian ini hanya membahas mikroteks tokoh dan penokohan karena bentuk-bentuk kepahlawanan prajurit Bhayangkara dipengaruhi oleh unsur tokoh dan penokohan masing-masih prajurit.

  1.6.2 Tokoh dan Penokohan Tokoh adalah para pelaku yang terdapat dalam sebuah fiksi (Wiyatmi, 2006 : 30). Menurut keterlibatannya dalam cerita, tokoh dibedakan menjadi tokoh utama dan tokoh tambahan. Wiyatmi menyebutkan tokoh utama jika memiliki 3 kriteria, yaitu paling terlibat dengan makna atau tema, paling banyak berhubungan dengan tokoh lain, dan paling banyak memerlukan waktu penceritaan. Tokoh tambahan adalah tokoh yang sedikit muncul dan kurang penting dalam perkembangan alur cerita (Nurgiyantoro, 2002 : 176,177).

  Penokohan menunjukkan pada bentuk dan sikap tokoh yang ditafsirkan oleh pembaca (Nurgiyantoro, 2002 : 165). Penokohan bisa berarti watak dan karakter dari seorang tokoh. Nurgiyantoro menambahkan, penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita ( Nurgiyantoro, 2002 : 165).

  1.6.3 Teori Sosiologi Sastra Soemanto dalam Taum (1997 : 48) mengungkapkan bahwa sastra juga dibentuk oleh masyarakatnya, sastra berada dalam jaringa sistem dan nilai dalam masyarakatnya, maka ada hubungan saling terkait antara sastra dengan masyarakat atau yang disebut Sosiologi Sastra.

  Menurut Semi, Sosiologi Sastra merupakan suatu telaah sosial serta tentang proses sosialnya (1989 : 52). Karya sastra berangkat dari kenyataan sosiologis masyarakat. Kenyataan yang ada bukan merupakan kenyataan yang objektif tetapi kenyataan yang telah ditafsirkan, kenyataan sebagai konstruksi sosial (Ratna : 2003)

  Menurut Damono, untuk mengkaji karya sastra berdasarkan Sosiologi Sastra, perlu menghubungkan pengalaman tokoh-tokoh ciptaan pengarang itu dengan keadaan sejarah yang merupakan asal usulnya (1978 : 9). George Lukacs menggunakan istilah “cermin” dalam keseluruhan karyanya. Novel tidak hanya mencerminkan realitas tetapi juga sebagai refleksi realitas yang lebih luas dan lengkap. Dapat diartikan juga bahwa karya sastra dianggap sebagai proses yang hidup (Taum, 1997 : 50,51).

  1.6.4 Pahlawan dan Kepahlawanan Dalam bahasa Indonesia, kata pahlawan berasal dari bahasa Sansekerta,

  

phala yang artinya buah. Pahlawan berarti orang yang sangat gagah berani

  pejuang yang gagah berani atau terkemuka. Pahlawan ialah tokoh sejarah yang karena banyak hal yang telah dilakukan untuk kebahagiaan dan kesejahteraan manusia dan karena memiliki bentuk yang menonjol, meskipun sudah meninggal masih tetap diingat dan dimuliakan (Poerbatjaraka, 1976 : 695).

  Pengertian pahlawan berkembang dari masa ke masa. Menurut Kooiman (1931 : 3) arti pahlawan berkembang menjadi beberapa pengertian, antara lain.

  Pertama, pahlawan adalah pendiri suatu agama atau suatu negara. Kedua, orang yang sangat sempurna, karena memiliki bentuk luhur seperti berani, kuat, pemurah, penuh keterampilan dan setia. Ketiga, pemimpin perang yang gugur dalam peperangan. Keempat, tokoh utama dalam karya sastra.

  Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pahlawan mengandung dua pengertian pokok. Pokok pertama, yaitu orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran. Pokok kedua adalah pejuang yang gagah berani. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kepahlawanan adalah perihal sifat kepahlawanan seperti keberanian, keperkasaan, kerelaan berkorban, dan kesatria (2005 : 811).

  Dalam menganalisis bentuk-bentuk kepahlawanan prajurit Bhayangkara, Kumbakarna sebagai tolok ukur penentuan bentuk kepahlawanan. Menurut Sri Mangkunegaran IV dalam Kamajaya (1984 : 55), cerminan dari watak seorang Kumbakarna yaitu pertama, jujur dan adil. Kedua, menjunjung tinggi negara.

  Ketiga, cinta tanah air.

  Watak pertama yang diungkapkan oleh Sri Mangkunegaran adalah jujur dan adil. Watak ini berkaitan dengan tindakan untuk melawan perbuatan jahat yang melanggar hak dan kebahagiaan orang lain. Watak kedua adalah menjunjung tinggi negara, berkaitan dengan tindakan untuk melawan segala bentuk tekanan dan penjajahan terhadap tanah air. Watak ketiga adalah cinta tanah air, berkaitan dengan keyakinan untuk berkorban jiwa dan raga demi keutuhan negara.

1.7 Metode Penelitian

  Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap, yaitu pengumpulan data, analisis data, dan penyajian hasil analisis data. Pelaksanan pada setiap tahap menggunakan teknik dan metode tertentu.

  1.7.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini akan menganalisis bentuk-bentuk kepahlawanan para prajurit

  Bhayangkara dalam novel Gajahmada karya LKH. Penelitian ini berbentuk penelitian pustaka karena berobjek pada sebuah teks sastra, yaitu novel.

  Pengumpulan data akan dilakukan dengan metode simak dan teknik catat.

  Metode simak adalah metode yang digunakan untuk memperoleh data dengan menyimak penggunaan bahasa (Sudaryanto, 1988:2) Data bersumber dari pencatatan pada kartu data yang segera dilakukan dengan klasifikasi (Sudaryanto, 1988:5). Hal yang dicatat adalah data-data yang diperoleh setelah dilakukan metode simak. Pencatatan dilakukan di atas media kertas dengan ukuran dan kualitas apapun, asalkan sesuai dengan satuan lingual yang menjadi objek sasarannya. Sesuai dalam arti mampu memuat, memudahkan pembacaan dan menjamin keawetan (Sudaryanto, 1988:6).

  Berikut data novel secara rinci :

  a. Judul Buku : Gajahmada

  b. Pengarang : Langit kresna Hariadi

  c. Penerbit : Tiga Serangkai

  d. Tahun Terbit : Cetakan Pertama 2004

  e. Tebal Buku : 582 halaman

Dokumen yang terkait

PROSES PERJUANGAN KELAS DALAM NOVEL KABUT DAN MIMPI KARYA BUDI SARDJONO SUATU TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Sastra Program Studi Sastra Indonesia

1 3 102

GAYA HIDUP POSMODERN TOKOH-TOKOH DALAM NOVEL MATA MATAHARI KARYA ANA MARYAM SEBUAH TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia

0 0 108

Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Program Studi Sastra Indonesia

0 0 97

KONFLIK SOSIAL DALAM NOVEL ORANG-ORANG MALIOBORO KARYA EKO SUSANTO PENDEKATAN SOSIOLOGI SASTRA SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra S-1 Program Studi Sastra Indonesia

0 0 99

SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Program Studi Sastra Indonesia

0 0 153

Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia

0 0 129

Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Program Studi Ilmu Sejarah

0 0 103

Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia

0 0 91

Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia

0 0 180

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia

0 3 83