KISAH BURUNG ELANG YANG MALANG

KISAH BURUNG ELANG YANG MALANG
Alkisah pada suatu hari seorang peternak menemukan telur burung elang. Dia meletakkan telur burung
elang tersebut dalam kandang ayamnya. Telur itu dierami oleh seekor induk ayam yang ada dikandang.
Kemudian pada akhirnya telur elang tersebut menetas, bersamaan dengan telur-telur ayam lain yang
dierami oleh induk ayam.
Elang kecil tumbuh bersama dengan anak-anak ayam yang menetas bersamaan dengannya. Dia
mengikuti apa yang dikerjakan oleh anak-anak ayam tersebut, sambil mengira bahwa dia juga adalah
seekor ayam. Dia ikut mencakar-cakar tanah untuk mencari cacing dan serangga. Dia menirukan suara
ayam, berkotek-kotek dan bermain bersama-sama anak ayam. Kadang dia mencoba mengepakkan
sayapnya tapi sekedar untuk meloncat tidak berapa jauh, seperti yang biasa dilakukan oleh anak-anak
ayam yang lain. Hari-hari berlalu, tahun berganti sampai akhirnya elang ini cukup tua.
Pada suatu hari dia melihat burung terbang tinggi di atas langit. Burung itu terbang melayang dengan
megah menantang angin yang bertiup kencang, tanpa mengepakkan sayap. Burung elang tersebut
bertanya pada temannya, seekor ayam. “Siapakah itu yang terbang tinggi ?”
Temannya menjawab, dia adalah sang burung Elang, raja dari segala burung. Dia adalah mahluk
angkasa yang bebas terbang menembus awan, kita adalah mahluk biasa yang tempatnya memang
mencari makan di bumi, kita hanyalah ayam. Akhirnya elang ini melanjutkan hidupnya sebagai ayam,
sampai akhir hayatnya. Dia tidak pernah menyadari siapa sejatinya dirinya, selain seekor ayam, karena
itulah yang dia ketahui dan percaya sejak kecil..

Ngomong-ngomong apa sih yang menyebabkan manusia berhasil dan juga gagal padahal seperti yang kita tahu

Allah itu sudah memberikan kelebihan kepada kita selain kekurangan-kekurangan yang kita miliki?.
Banyak orang yang tidak mengetahui bahwa dalam dirinya ada segudang potensi yang harus diledakan agar bisa
menggapai kesuksesan hidup. Ada sebuah cerita menarik untuk disimak berkaitan dengan hal di atas.
Suatu ketika hiduplah sekelompok ayam yang hidup bergembira di hutan. Pada saat itu adalah hari yang
melelahkan bagi induk ayam karena telur-telur yang baru saja di telurkan berserakan di hamparan rumput
dikarenakan oleh ulah seekor tikus yang sering berkeliaran di malam hari. Si induk ayam pun mengumpulkan
telur-telurnya dan sebelum itu baru saja ada seekor induk elang yang juga menelurkan telurnya di tempat itu.
Akhirnya telur si burung elang pun ikut di bawa dan di erami oleh sang induk ayam.
Setelah beberapa hari ia mengerami telurnya, satu per satu dari telur itu menetas termasuk telur si burung
elang. Si induk ayam menyambut keberadaan anak-anak nya dengan bahagia setelah proses penantian
panjangnya yang melelahkan. Anak elang pun turut ikut hidup bersama gerombolan anak ayam lainnya.
Namun ada banyak sekali kesulitan-kesulitan yang dihadapi si anak elang dalam proses hidup dengan anak-anak
ayam lainnya. Saat mereka di panggil oleh induknya, anak ayam lain berlari dengan sangat cepatnya sementara
si anak elang merasa kesulitan berlari seperti kawan-kawannya dan sering tertinggal jauh dari yang lain. Tentu
saja karena kaki elang berbeda dengan kaki ayam. Kaki elang tidak di desain untuk bisa lari dengan cepat
melainkan untuk mencengkeram mangsanya. Disaat mencari makan bersama kawan-kawannya, dia juga merasa
kesulitan mematuk makanan ayam karena paruh burung elang tidak di desain untuk memakan butir-butir padi.
Dan masih banyak kesulitan-kesulitan lain yang dihadapi oleh si anak elang tersebut.
Sampai suatu saat bertanyalah anak elang tersebut kepada induk ayam karena perbedaan-perbedaan yang dia
rasakan dengan kawan-kawannya. “Wahai ibuku, aku merasa banyak sekali kesulitan-kesulitan yang aku alami

dalam hidup dengan kawan-kawanku. Siapakah sebenarnya diriku?” kata si anak elang. Lantas si induk ayam
menjawab, “Kamu adalah seekor anak ayam anakku, cobalah untuk terus berlatih kamu pasti bisa seperti
kawan-kawanmu yang lain”. Si anak elang itu hanya menuruti kata ibunya sambil berpikir bahwa dia pasti bisa.
Suatu ketika datanglah sebuah badai besar tatkala mereka sedang mencari makanan di sekitar padang rumput.
Sang induk ayam segera menyahuti anak-anaknya agar segera bersembunyi di dalam gua dan kebetulan pada
saat itu ada seekor burung elang dengan gagahnya terbang di tengah-tengah badai. Melihat itu si anak elang
berkata kepada induknya, “Wahai ibuku, makhluk apakah yang terbang di tengah badai itu”. Itu burung elang
anakku” kata si induk ayam. “Kenapa kita mesti takut ibuku sementara makhluk itu terbang dengan gagahnya”.
Kata si anak elang. “Kamu hanyalah seekor anak ayam anakku, kamu tidak akan mungkin seperti dia” Si induk
ayam menasihati.
Dari cerita di atas ada beberapa hikmah yang dapat kita ambil.

Pertama, dari sisi induk ayam.
Induk ayam adalah seseorang yang tidak mendukung akan kemampuan anaknya. Dia sering menganggap bahwa
dalam diri anaknya sama seperti dirinya padahal jika ia terus memotivasi anaknya itu dia akan menjadi anak
yang berbeda dan lebih hebat dari anak-anaknya yaitu anak ayam. Dalam dunia nyata juga sering kita temukan
orangtua yang kurang memberikan motivasi pada anaknya, tidak percaya akan kemampuan anaknya dan
akhirnya potensi dan kemampuan yang luar biasa yang dimiliki oleh seorang itu tidak akan keluar sampai
kapanpun karena tidak ada dorongan dari orangtua ataupun orang sekitarnya.


Kedua, dari sisi anak ayam.
Anak elang itu sebenarnya sudah menyadari bahwa sebenarnya ia adalah seeokor elang. Namun sayangnya
tidak ada yang memberitahu bahwa ia adalah seekor elang. Jika saja ia yakin pada keyakinannya bahwa ia
adalah seekor elang, ia pasti akan berhasil menjadi seorang elang. Dalam dunia nyata kita juga sering
menemukan orang yang ragu dengan kemampuannya. Alhasil potensi yang diberikan Tuhan yang seharusnya
menjadi sebuah senjata utnuk menggapai kesuksesannya tidak akan pernah keluar sampai kapanpun.
Semoga bermanfaat.
Salam sukses.

Ini Penyebab Siswa Berprestasi Dan Dapat Lulus SNMPTN - JAKARTA - Siapa bilang sebuah prestasi itu melulu
pencapaian akademik? Prestasi juga bisa kita capai dalam bidang lain.
Ternyata, banyak faktor yang menyebabkan seorang siswa dapat meraih prestasi. Faktor itu terutama berasal
dari internal diri dan keluarga siswa.
Menurut dosen program studi psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Bali, Drs. I Made Rustika,
M.Si, prestasi akademik remaja dipengaruhi lima variabel model teoritis yang saling terkait. Variabel-variabel
tersebut adalah pola asuh autoritatif, intelligence factor g, efikasi diri, kecerdasan emosional, dan prestasi
akademik.

"Faktor pola asuh autoritatif dinilai berperan sebagai faktor stimulus yang sangat menentukan perkembangan
kecerdasan emosional seseorang," kata Made Rustika.

Ketika mengikuti ujian terbuka Program Doktor Ilmu Psikologi di Universitas Gadjah Mada (UGM), Made Rustika
menjabarkan, seorang anak dapat menjadi individu yang mampu merasakan perasaan orang lain jika mendapat
pengasuhan dengan menegakkan aturan secara konsisten yang disertai kasih sayang.
Anak tersebut, kata Made Rustika, akan dapat mengendalikan emosi secara terarah. Selain itu, dia juga memiliki
motivasi berjuang untuk mencapai hasil yang lebih baik.
Dalam disertasi berjudul "Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Akademik Pada Remaja", Made Rustika
menjelaskan, pola autoritatif juga memengaruhi pengembangan efikasi diri meski secara tidak langsung.
Kecerdasan emosionallah yang memengaruhi pengembangan efikasi diri. Secara sederhana, efikasi diri diartikan
sebagai pengetahuan tentang diri sendiri.
"Kemampuan mengenai gejolak emosi dan mengendalikan emosi mendorong terbentuk dan berkembangnya
kepercayaan diri mampu menyelesaikan masalah (efikasi diri tinggi). Sedangkan faktor inteligensi g
memengaruhi pencapaian prestasi akademik, namun tidak menentukan taraf efikasi diri," imbuh Made Rustika,
seperti disitat dari laman UGM, Rabu (29/1/2014).
Dia menuturkan, banyak subyek penelitiannya memiliki taraf efikasi diri tinggi, namun taraf inteligensinya tidak
tinggi. Dengan kata lain, kecerdasan emosional tidak berpengaruh terhadap prestasi akademik. (rfa)

Kisah tentang Anak Supir Angkot yang Jadi
Direktur di New York

Pagi ini, di

tengah awan mendung yang terus menggelayut, di sela tetesan hujan yang membasahi daun-daun
pepohonan, saya ingin mengajak Anda semua untuk berkelana : menengok sepotong kisah perjalanan
anak supir angkot yang kemudian menjadi direktur sebuah perusahaan global di New York.
Inilah sebuah pengembaraan anak muda miskin dari sebuah desa kecil di tanah air, yang kemudian
meretas karir sebagi top executive di jantung kota dunia, dalam keriuhan kota Manhattan yang
berbinar-binar.
Inilah sebuah kisah tentang kegigihan, tentang impian yang tak sempat terucap, dan juga tentang makna
ketekunan merajut nasib hidup.
Baiklah, silakan diseruput dulu kopi hangatnya. Gerimis yang merintis, secangkir kopi hangat, dan
sajian dari blog yang renyah ini, adalah kombinasi indah untuk memulai Senin pagi.
Kisah ini berawal dari anak muda bernama Iwan Setyawan. Ia lahir di tahun 1974 dari desa udik di
pinggiran kota Malang. Ayahnya hanya sopir angkot, dengan penghasilan yang amat pas-pasan. Ibunya
hanya ibu rumah tangga biasa, yang tak kenal letih membesarkan dan mendidik anak-anaknya dengan
penuh kesederhanaan.
Iwan menghabiskan masa kecil dan remajanya dalam hidup yang serba muram : lantai rumahnya
hanyalah tanah tanpa tembok, ia harus berjualan makanan saat remaja demi menyambung biaya
sekolahnya; dan ibu-nya berkali-kali menggadaikan apa yang ia punya hingga tandas. Semua demi
menyambung hidup, demi membiayai pendidikan anak-anaknya.
Ia lalu menebus lelakon hidup yang muram itu dengan ketekunan belajar yang luar biasa : tak kenal
letih ia belajar ditemani lampu petromaks yang kian redup. Ia meretas prestasi yang mengesankan saat

SMA, hingga ia mendapat PMDK untuk kuliah di jurusan Statistik, IPB Bogor. Dari sinilah, pelanpelan tirai hidup yang lebih terang disibak.
Selulus dari IPB, ia diterima bekerja di Nielsen Company, Jakarta : sebuah perusahaan riset pemasaran
global yang ternama. Lantaran prestasi kerjanya yang mencorong, ia kemudian di-tugaskan untuk
bekerja di kantor pusat Nielsen di New York. Selama 10 tahun ia berkelana di Manhattan, hingga
mendudukup posisi Director, Client Management Nielsen Global Co.

Ada tiga serpihan pelajaran yang bisa di-ringkus dari kisah anak muda ini
(yang kemudian ia tuliskan dalam novel realisme yang memukau berjudul 9 Summers 10 Autumns :
Dari Kota Ap

Hendra: Kerja Keras yang Membuahkan
Prestasi
1. hanif
2. Download as PDF
3. Lihat foto berita ini

BANDUNG, itb.ac.id - Setelah menyabet Ganesha Prize di level ITB, Hendra
(Teknik Kimia 2008) berhak melaju ke tingkat nasional mewakili ITB di ajang pemilihan Mahasiswa
Berprestasi Nasional. Pada tingkat nasional tersebut, dia berhasil meraih prestasi yang cukup
membanggakan, yaitu Juara III Mahasiswa Berprestasi Tingkat Nasional 2012.

Gelaran pemilihan Mahasiswa Berprestasi Nasional merupakan ajang tahunan Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI yang diselenggarakan untuk memilih
mahasiswa terbaik diantara mahasiswa berprestasi di Perguruan Tinggi Negeri di seluruh Indonesia.
Setelah melalui seleksi yang cukup panjang dan memakan waktu lama, Hendra terpilih menjadi juara di
ajang prestisius tersebut. Di balik prestasinya itu, banyak yang tidak menyangka bahwa Hendra adalah
seorang penjual donat.

Kepada Kantor Berita USDI ITB, Hendra menceritakan kesehariannya menjadi
tukang donat hingga manis pahit kehidupannya. Hendra yang biasa menjajakan donat kepada temanteman di kampusnya, memproduksi sendiri donat-donat jualannya tersebut. Karena profesi
sampingannya itu, teman-teman Hendra menjulukinya "Mas-Mas Tukang Donat". Hendra yang bercitacita memiliki usaha donat ini sama sekali tidak malu melakoni pekerjaannya itu.
"Kalau ada becandaan dari teman-teman ke saya, pasti nyinggung-nyinggung soal donat,
hahaha.Teman-teman saya ada juga yang bilang 'tukang donat jadi mapres' hahaha," ucap Hendra
sembari tertawa. Pengalaman menjual donat ini dinobatkannya menjadi pengalaman yang paling
menarik selama empat tahun kuliah di ITB.
Ketika ditanya pengalaman paling manis selama hidupnya, cerita Hendra pun tidak jauh dari donat.
"Laptop yang saya gunakan sampai sekarang adalah laptop yang saya beli pada tahun 2010 dari hasil
berjualan donat. Saya menjual puluhan ribu donat hingga akhirnya saya bisa menabung cukup uang
untuk membeli laptop yang berharga Rp5.500.000 ketika itu," kata Hendra. Dengan keuntungan
Rp500,00 per buah harapan Hendra memiliki laptop pun tercapai.
Orangtua Jadi Inspirasi Terbesar

Kedua orang tua menjadi inspirasi terbesarnya meraih segudang prestasi. Orang tuanya yang sangat
mementingkan pendidikan sempat dibuat sulit oleh pria penggemar olahraga basket ini. Hendra
menuturkan bahwa saat SMA prestasinya jelek sehingga tidak bisa mendapatkan beasiswa untuk kuliah
di jurusan Teknik Informatika di salah satu perguruan tinggi swasta.

Bila tidak mendapatkan beasiswa, biaya selangit harus ditebusnya agar lolos ke
perguruan tinggi itu. "Untuk membayar biaya itu, orang tua saya sampai rela menjual mas kawinnya.
Tapi saya tidak tega waktu itu maka saya putuskan saya harus diterima di universitas lain dan mendapat
beasiswa di universitas itu dan akhirnya saya berhasil. Universitas itu adalah ITB," ujar 'Si Tukang
Donat' kelahiran Jambi, 15 September 1990.

Hendra yang baru-baru ini diterima di program International Mobility dari salah satu perusahaan jasa
migas internasional ini memiliki cara tersendiri untuk menumbuhkan semangat berprestasi. Membaca
biografi orang sukses menjadi hobi tersendiri bagi Hendra. "Menurut saya untuk punya semangat
berprestasi, kita harus banyak membaca biografi dari orang-orang yang sudah berprestasi," ungkap
Hendra.
Pria yang terinspirasi oleh kisah hidup Betti Alisjahbana dan Chairul Tanjung ini juga berpesan untuk
memikirkan orang-orang disekitar yang telah banyak berkorban untuk kita agar bisa maju bersama.
"Dalam upaya saya untuk berprestasi dan menjadi yang terbaik, saya tidak pernah bergerak sendiri,
saya selalu berusaha mengajak orang lain di sekitar saya. Saya tidak ingin maju sendiri, saya ingin

maju bersama mereka," ujar Hendra.