PROFESIONALISME GURU DAN HUBUNGANNYA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA DI MTS AL-JAMII

DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA DI MTS AL-JAMII’AH TEGALLEGA CIDOLOG SUKABUMI

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam

Disusun Oleh :

DIAN MAYA SHOFIANA NIM. 104011000051 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2008 M/1429 H

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi berjudul: “Profesionalisme Guru dan Hubungannya dengan Prestasi Belajar Siswa di MTs Al-Jamii’ah Tagallega Cidolog Sukabumi” diajukan kepada Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam ujian munaqasyah pada hari Selasa, 19 Agustus 2008 di hadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pd.I) dalam bidang Pendidikan Agama Islam.

Jakarta, 19 Agustus 2008

Panitia Ujian Munaqasyah,

Tanda Tangan Ketua Panitia (Ketua Jurusan PAI)

Tanggal

Dr. H. Abd. Fattah Wibisono, MA.

___________ NIP : 150236009

Sekretaris (Sekretaris Jurusan PAI)

___________ NIP : 150299477

Drs. Sapiudin Shidiq, M.Ag.

Penguji I

Drs. H. Mawardi Sutedjo

___________ NIP : 150011336

Penguji II

Drs. H. Akyas Azhri

___________ NIP : 150023218

Mengetahui, Dekan,

Prof. Dr. Dede Rosyada, MA. NIP : 150231356

iv

ABSTRAK

DIAN MAYA SHOFIANA, NIM : 104011000051, PROFESIONALISME GURU DAN HUBUNGANNYA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA DI MTS AL-JAMII’AH TEGALLEGA CIDOLOG SUKABUMI

Profesionalisme guru merupakan kondisi, arah, nilai, tujuan dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang yang menjadi mata pencaharian. Profesionalisme guru yang dimaksud dalam skripsi ini adalah guru Fiqih yang profesional. Adapun guru profesional itu sendiri adalah guru yang berkualitas, berkompetensi, dan guru yang dikehendaki untuk mendatangkan prestasi belajar serta mampu mempengaruhi proses belajar mengajar siswa, yang nantinya akan menghasilkan prestasi belajar siswa yang lebih baik. Kompetensi guru yang diteliti meliputi empat kategori. Pertama, kemampuan guru dalam merencanakan program belajar mengajar. Kedua, kemampuan guru dalam menguasai bahan pelajaran.

melaksanakan dan memimpin/mengelola proses belajar mengajar. Dan keempat, kemampuan dalam menilai kemajuan proses belajar mengajar.

Prestasi belajar adalah hasil belajar yang dicapai setelah melalui proses kegiatan belajar mengajar. Prestasi belajar siswa dapat ditunjukkan dalam bentuk nilai yang diberikan guru berupa raport yang merupakan hasil dari beberapa bidang studi yang telah dipelajari oleh peserta didik.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan dua bentuk metode penelitian. Pertama, penulis menggunakan metode penelitian library research, melalui penelitian ini penulis berusaha mengkaji buku-buku serta tulisan ilmiah yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam skripsi ini. Kedua, menggunakan penelitian field research, yaitu penelitian yang dilakukan secara langsung ke MTs Al-Jamii’ah Tegallega Cidolog Sukabumi. Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan yaitu melalui angket yang diberikan kepada peserta didik kelas VII dan

VIII yang dipilih secara acak, kemudian dengan observasi, wawancara dan dengan studi dokumentasi. Setelah data-data tersebut diperoleh, penulis menganalisis data dan melakukan uji hipotesis dengan menggunakan rumus product momen dan menggunakan rumus Koefisien Determinasi untuk mengetahui kontribusi kedua Variabel X dan Y. Selanjutnya penulis menyimpulkan hasil penelitian dalam bentuk analisis interpretasi data.

Setelah penelitian ini dilakukan, penulis memperoleh hasil penelitian bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara profesionalisme guru dalam bidang studi Fiqih dengan prestasi belajar siswa di MTs Al-Jamii’ah Tegallega Cidolog Sukabumi. Kontribusi profesionalisme guru Fiqih terhadap prestasi belajar siswa adalah 50%. Dengan kata lain, prestasi belajar siswa di MTs Al-Jamii’ah Tegallega Cidolog Sukabumi ditentukan atau dipengaruhi oleh tingkat profesionalisme guru sebanyak 50%, dan 50% lagi ditentukan oleh faktor yang lain.

KATA PENGANTAR

Assalaamu’alaikum Wr.Wb. Alhamdulillaahirabbil’aalamin. Puji serta syukur bagi Allah swt. Tuhan semesta alam, yang telah memberikan rahmat, taufiq, dan hidayah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Hanya kepada-Nya kami memohom pertolongan dan kemudahan dalam segala urusan. Allahumma salli ‘ala Muhammad, shalawat serta salam semoga tetap dicurahkan kepada junjungan dan suri tauladan kita nabi Muhammad saw. yang telah membimbing kita pada jalan yang diridhai Allah swt.

Selama penyusunan skripsi dan belajar di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI), penulis banyak mendapatkan dukungan baik moral maupun material dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ketua dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Drs. H. Alisuf Sabri, dosen pembimbing yang selalu membimbing penulis dengan penuh kebijaksanaan dan memberikan arahan-arahan.

4. Bapak Tanenji, MA yang telah membimbing serta memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Ibunda tercinta Ibu Imas Farida dan ayahanda Bapak Sofyan Holid, S.Pd.I yang telah memberikan dukungan moral dan material, do’a dan

senyuman yang menyemangati penulis untuk tabah dalam menghadapi kesulitan-kesulitan selama proses pembuatan skripsi.

6. Adik M. Farhan Kholidi dan M. Afda Fadhlan yang menjadi sumber inspirasi untuk berhasil.

7. A Herik Chandra, terimakasih atas kesediaan untuk selalu menunggu, dan motivasi yang membuat penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih pula atas kasih sayangnya.

8. K.H. Muhsin, K.H. M. Mahmudin kakek sekaligus ketua YASPI Al- Jamii’ah Tegallega Cidolog Sukabumi, semoga Allah memberi

keberkahan dan kesehatan.

9. Bapak Anwar Jahid, S.Ag, Kepala MTs Al-Jamii’ah Tegallega Cidolog Sukabumi.

10. Semua dewan guru dan siswa/siswi MTs Al-Jamii’ah Tegallega Cidolog Sukabumi yang telah membantu penulis dalam proses pembuatan skripsi.

11. Teman-teman kelas B PAI yang menjadi partner selama proses perkuliahan.

12. H. Darajat Sudrajat, almarhumah mamah Ruyi, teh Weni dan Wuri.

13. Drs. Opik Taufik dan Ibu Eni Rustini, yang telah memfasilitasi penulis selama proses skripsi.

14. Fathurrahman Azis, Asep Amarullah, yang telah perlindungan kepada penulis di awal sampai akhir studi di UIN.

Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, setiap saran dan kritik konstruktif selalu disambut dengan tangan terbuka. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat.

Wassalaamu’alaikum Wr.Wb.

Jakarta, 15 Juli 2008 Penulis,

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Prestasi belajar merupakan hasil belajar yang dicapai setelah melalui proses kegiatan belajar mengajar. Prestasi belajar dapat ditunjukkan melalui nilai yang diberikan oleh seorang guru dari jumlah bidang studi yang telah dipelajari oleh peserta didik. Setiap kegiatan pembelajaran tentunya selalu mengharapkan akan mengahasilkan pembelajaran yang maksimal. Dalam proses pencapaiannya, prestasi belajar sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satu faktor utama yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan pembelajaran adalah keberadaan guru. Mengingat keberadaan guru dalam proses kegiatan belajar mengajar sangat berpengaruh, maka sudah semestinya kualitas guru harus diperhatikan.

Sebagaimana telah dikemukakan di atas, bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan, aspek utama yang ditentukan adalah kualitas guru. Untuk itu, upaya awal yang dilakukan dalam peningkatan mutu pendidikan adalah kualitas guru. Kualifikasi pendidikan guru sesuai dengan prasyarat minimal yang ditentukan oleh syarat-syarat seorang guru yang profesional.

Guru profesional yang dimaksud adalah guru yang berkualitas, berkompetensi, dan guru yang dikehendaki untuk mendatangkan prestasi belajar serta mampu mempengaruhi proses belajar mengajar siswa yang nantinya akan menghasilkan prastasi belajar siswa yang baik.

Kamal Muhammad ‘Isa mengemukakan: “bahwa guru atau pendidik adalah pemimpin sejati, pembimbing dan pengarah yang bijaksana, pencetak

para tokoh dan pemimpin ummat”. 1 Adapun pengertian guru menurut Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, yakni

sebagaimana tercantum dalam Bab I Ketentuan Umum pasal 1 ayat (1) sebagai

1 Kamal Muhammad ‘Isa, Manajemen Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Fikahati Anesta, 1994), Cet. Ke-1, h. 64.

berikut: “guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi

peserta didik pada pendidikan dasar dan menengah”. 2 Selanjutnya Moh Uzer Usman dalam bukunya Menjadi Guru Profesional mendefinisikan bahwa:

“ guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan

fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal”. 3 Pendapat lain dikemukakan oleh Asrorun Ni’am Sholeh dalam buku

yang berjudul Membangun Profesionalitas Guru, mengungkapkan bahwa: dalam proses pendidikan, guru tidak hanya menjalankan fungsi alih ilmu pengetahuan (transfer of knowledge), tapi juga berfungsi untuk menanamkan nilai (values) serta membangun karakter (character building) peserta didik secara berkelanjutan. Dalam terminologi Islam, guru diistilahkan dengan murabby , satu akar kata dengan rabb yang berarti Tuhan. Jadi, fungsi dan peran guru dalam sistem pendidikan merupakan salah satu manifestasi dari sifat ketuhanan. Demikian mulianya posisi guru, sampai-sampai Tuhan, dalam pengertian sebagai rabb mengidentifikasi diri-Nya sebagai rabbul’alamin “ Sang Maha Guru”, “Guru seluruh jagad raya”. Untuk itu, kewajiban pertama yang dibebankan setiap hamba sebagai murid “Sang Maha Guru” adalah belajar, mencari ilmu pengetahuan. Setelah itu, setiap orang yang telah mempunyai ilmu pengetahuan memiliki kewajiban untuk mengajarkannya kepada orang lain. Dengan demikian, profesi mengajar adalah sebuah kewajiban yang merupakan manifestasi dari ibadah. Sebagai konsekuensinya, barang siapa yang menyembunyikan sebuah pengetahuan maka ia telah

melangkahkan kaki menuju jurang api neraka. 4

Menanggapi apa yang telah dikemukakan oleh Asrorun Ni’am Shaleh, penulis memahami bahwa profesi mengajar adalah suatu pekerjaan yang memiliki nilai kemuliaan dan ibadah. Mengajar adalah suatu kewajiban bagi setiap orang yang memiliki pengetahuan. Selanjutnya, mengingat mengajar adalah suatu kawajiban bagi setiap orang yang memiliki pengetahuan, maka

2 Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, (Bandung: Citra Umbara, 2006), h. 2-3. 3 M. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), Cet. Ke-20, h. 15.

4 Asrorun Ni’am Sholeh, Membangun Profesionalitas Guru Analisis Kronologis atas Lahirnya UU Guru dan Dosen , (Jakarta: eLSAS, 2006), Cet. Ke-1, h. 3.

sudah sepantasnya bagi orang yang tidak menyampaikan ilmu pengetahuannya maka akan berakibat dosa bagi dirinya.

Selanjutnya Asrorunni’am Sholeh mengatakan bahwa di sisi lain, profesi mengajar merupakan kewajiban tersebut, hanya dibebankan kepada setiap orang yang berpengetahuan. Dengan kata lain, profesi mengajar harus didasarkan pada adanya kompetensi dengan kualifikasi akademik tertentu. Mengajar, bagi seseorang yang tidak mempunyai kompetensi profesional untuk itu justru akan berbuah dosa. Kemudian, “apabila sesuatu dilakukan oleh sesuatu yang bukan ahlinya, maka tunggulah suatu kehancurannya”. Penggalan hadits Rasulullah saw. ini seolah memberikan warning bagi guru

yang tidak memenuhi kompetensi profesionalnya. 5 Dari penjelasan yang dikemukakan Asrorunni’am Sholeh, penulis

dapat menyimpulkan bahwa profesi mengajar merupakan kewajiban yang hanya dibebankan kepada orang yang berpengetahuan. Dengan demikian, profesi mengajar harus didasarkan pada adanya kompetensi dan kualifikasi tertentu bagi setiap orang yang hendak mengajar.

Menurut Asrorunni’am Sholeh, secara konseptual, deskripsi dua kondisi di atas memberikan dua hal prinsip dalam konteks membicarakan mengenai profesi guru dan dosen. Pertama, adanya semangat keterpanggilan jiwa, pengabdian dan ibadah. Profesi pendidik merupakan profesi yang mempunyai kekhusususan dalam membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dan memerlukan keahlian, idealisme, kearifan dan keteladanan melalui waktu yang panjang. Kedua, adanya prinsip profesionalitas, keharusan adanya kompetensi dan kualifikasi akademik yang dibutuhkan, serta adanya penghargaan terhadap profesi yang diemban. Maka prinsip idealisme dan keterpanggilan jiwa serta prinsip profesionalitas harus mendasari setiap perjuangan untuk mengangkat harkat dan martabat guru dan dosen. Dengan demikian profesi guru dan dosen merupakan profesi tertutup yang harus sejalan dengan prinsip-prinsip idealisme dan profesionalitas secara

5 Asrorun Ni’am Sholeh, Membangun Profesionalitas Guru Analisis Kronologis atas Lahirnya UU Guru dan Dosen , (Jakarta: eLSAS, 2006), h. 4.

berimbang. Jangan sampai akibat pada perjuangan dan penonjolan aspek profesionalisme berakibat penciptaan gaya hidup materialisme dan

pragmatisme 6 yang menafikan idealisme dan keterpanggilan jiwa.

Secara konseptual, unjuk kerja guru menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan Johson, sebagaimana yang dikutip oleh Martinis Yamin mencakup tiga aspek, yaitu; (a) kemampuan profesional, (b) kemampuan

sosial, dan (c) kemampuan personal (pribadi). 7 Menyadari akan pentingnya profesionalisme dalam pendidikan, maka

Ahmad Tafsir mendefinisikan bahwa profesionalisme adalah paham yang mengajarkan bahwa setiap pekerjaan harus dilakukan oleh orang yang

profesional. 8 Akan tetapi melihat realita yang ada, keberadaan guru profesional

sangat jauh dari apa yang dicita-citakan. Menjamurnya sekolah-sekolah yang rendah mutunya memberikan suatu isyarat bahwa guru profesional hanyalah sebuah wacana yang belum terrealisasi secara merata dalam seluruh pendidikan yang ada di Indonesia. Hal itu menimbulkan suatu keprihatinan yang tidak hanya datang dari kalangan akademisi, akan tetapi orang awam sekalipun ikut mengomentari ketidakberesan pendidikan dan tenaga pengajar yang ada. Kenyataan tersebut menggugah kalangan akademisi, sehingga mereka membuat perumusan untuk meningkatkan kualifikasi guru melalui pemberdayaan dan peningkatan profesionalisme guru dari pelatihan sampai dengan intruksi agar guru memiliki kualifikasi pendidikan minimal Strata 1 (S1).

Yang menjadi permasalahan baru adalah, guru hanya memahami intruksi tersebut hanya sebagai formalitas untuk memenuhi tuntutan

6 Asrorun Ni’am Sholeh, Membangun Profesionalitas Guru Analisis Kronologis atas Lahirnya UU Guru dan Dosen , (Jakarta: eLSAS, 2006), h. 4-5. 7 Martinis Yamin, Profesionalisasi Guru dan Implementasi KTSP, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2007), Cet. Ke-2, h. 4.

8 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), Cet. 6,

h. 107.

kebutuhan yang sifatnya administratif. Sehingga kompetensi guru profesional dalam hal inti tidak menjadi prioritas utama. Dengan pemahaman tersebut, kontribusi untuk siswa menjadi kurang terperhatikan bahkan terabaikan.

Masalah lain yang ditemukan penulis adalah, minimnya tenaga pengajar dalam suatu lembaga pendidikan juga memberikan celah seorang guru untuk mengajar yang tidak sesuai dengan keahliannya. Sehingga yang menjadi imbasnya adalah siswa sebagai anak didik tidak mendapatkan hasil pembelajaran yang maksimal. Padahal siswa ini adalah sasaran pendidikan yang dibentuk melalui bimbingan, keteladanan, bantuan, latihan, pengetahuan yang maksimal, kecakapan, keterampilan, nilai, sikap yang baik dari seorang guru. Maka hanya dengan seorang guru profesional hal tersebut dapat terwujud secara utuh, sehingga akan menciptakan kondisi yang menimbulkan kesadaran dan keseriusan dalam proses kegiatan belajar mengajar. Dengan demikian, apa yang disampaikan seorang guru akan berpengaruh terhadap hasil pembelajaran. Sebaliknya, jika hal di atas tidak terealisasi dengan baik, maka akan berakibat ketidak puasan siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar.

Tidak kompetennya seorang guru dalam penyampaian bahan ajar secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap hasil dari pembelajaran. Karena proses pembelajaran tidak hanya dapat tercapai dengan keberanian, melainkan faktor utamanya adalah kompetensi yang ada dalam pribadi seorang guru. Keterbatasan pengetahuan guru dalam penyampaian materi baik dalam hal metode ataupun penunjang pokok pembelajaran lainnya akan berpengaruh terhadap pembelajaran.

Melihat wacana di atas, sangat terlihat bahwa profesionalisme guru dapat berpengaruh terhadap prestasi belajar. Atas dasar wacana yang ada di lapangan, maka penulis ingin membuktikan apakah persepsi yang ada di kalangan masyarakat mengenai masalah profesionalisme guru itu benar atau sebaliknya, dengan melakukan suatu penelitian.

Berdasarkan dugaan penulis, pada umumnya kondisi sekolah yang ada masih terdapat guru yang belum profesional. Kompetensi guru yang ada di Berdasarkan dugaan penulis, pada umumnya kondisi sekolah yang ada masih terdapat guru yang belum profesional. Kompetensi guru yang ada di

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan membahasnya dalam bentuk skripsi yang berjudul “PROFESIONALISME GURU DAN HUBUNGANNYA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA DI MTS AL-JAMII’AH TEGALLEGA CIDOLOG SUKABUMI”

Alasan penulis mengambil judul skripsi ini adalah: Pertama, penulis sangat tertarik dengan pembahasan yang berkaitan dengan masalah profesionalisme guru. Karena penulis berpendapat bahwa profesionalisme guru dalam pendidikan sangat berpengaruh terhadap proses kegiatan belajar mengajar. Kedua, penulis berpendapat bahwa kegagalan pendidikan di Indonesia salah satu penyebabnya adalah tingkat profesionalisme guru yang kurang baik. Untuk itu, penulis ingin mengetahui pembenaran asumsi tersebut melalui penelitian langsung ke MTs Al-Jamii’ah Tegallega Cidolog Sukabumi. Ketiga, berawal dari suatu kasus yang ada di wilayah Suakabumi yang berkaitan dengan adanya intruksi pemerintah dalam penyetaraan standar kualififikasi tenaga pendidik minimal S1. Penulis melihat, intruksi tersebut ditanggapi tenaga pendidik hanya sebagai pemenuhan administratif yang tanpa memperhatikan peningkatan mutu atau tingkat profesionalisme dalam proses belajar mengajar. Dengan demikian, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian apakah tenaga pengajar MTs Al-Jamii’ah termasuk guru yang mementingkan tingkat profesionalitas ataukah tidak. Keempat, adanya tenaga pengajar yang mengajar tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya akan berdampak terhadap kualitas pendidikan. Penulis ingin mengetahui apakah tenaga pengajar di MTs Al-Jamii’ah Tegallega Cidolog Sukabumi mengalami masalah yang sama ataukah tidak. Untuk itu peneulis memilih MTs Al-Jamii’ah Tegallega Cidolog Sukabumi, sebagai tempat untuk menguji Alasan penulis mengambil judul skripsi ini adalah: Pertama, penulis sangat tertarik dengan pembahasan yang berkaitan dengan masalah profesionalisme guru. Karena penulis berpendapat bahwa profesionalisme guru dalam pendidikan sangat berpengaruh terhadap proses kegiatan belajar mengajar. Kedua, penulis berpendapat bahwa kegagalan pendidikan di Indonesia salah satu penyebabnya adalah tingkat profesionalisme guru yang kurang baik. Untuk itu, penulis ingin mengetahui pembenaran asumsi tersebut melalui penelitian langsung ke MTs Al-Jamii’ah Tegallega Cidolog Sukabumi. Ketiga, berawal dari suatu kasus yang ada di wilayah Suakabumi yang berkaitan dengan adanya intruksi pemerintah dalam penyetaraan standar kualififikasi tenaga pendidik minimal S1. Penulis melihat, intruksi tersebut ditanggapi tenaga pendidik hanya sebagai pemenuhan administratif yang tanpa memperhatikan peningkatan mutu atau tingkat profesionalisme dalam proses belajar mengajar. Dengan demikian, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian apakah tenaga pengajar MTs Al-Jamii’ah termasuk guru yang mementingkan tingkat profesionalitas ataukah tidak. Keempat, adanya tenaga pengajar yang mengajar tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya akan berdampak terhadap kualitas pendidikan. Penulis ingin mengetahui apakah tenaga pengajar di MTs Al-Jamii’ah Tegallega Cidolog Sukabumi mengalami masalah yang sama ataukah tidak. Untuk itu peneulis memilih MTs Al-Jamii’ah Tegallega Cidolog Sukabumi, sebagai tempat untuk menguji

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Agar masalah dalam penelitian ini lebih fokus dan tidak menyimpang dari apa yang ingin diteliti, maka penulis membatasi penelitian ini pada permasalahan sebagai berikut:

a. Secara garis besar, permasalahan yang menyangkut dengan profesionalisme guru sangat kompleks sekali. Adapun pada skripsi ini, profesionalisme guru yang dimaksud adalah profesionalisme guru Islam yang lebih spesifiknya guru Fiqih yang profesional, yaitu guru yang memiliki kompetensi, guru yang berkualitas yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa. Kompetensi guru yang akan diteliti dalam skripsi ini dibatasi ke dalam empat kategori, yakni; merencanakan program belajar mengajar, menguasai bahan pelajaran, melaksanakan dan memimpin atau mengelola proses belajar mengajar, serta menilai kemajuan proses belajar mengajar.

b. Sedangkan prestasi belajar yang dimaksud dalam skripsi ini adalah kemampuan siswa yang diperoleh dari penilaian aspek kognitif, afektif dan psikomotorik yang dapat dilihat dari hasil belajar siswa berupa nilai raport dalam bidang studi Fiqih.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah yang akan diteliti adalah:

a. Bagaimana profesionalisme guru Fiqih di MTs Al-Jamii’ah Tegallega Cidolog Sukabumi?

b. Bagaimana prestasi belajar siswa dalam bidang studi Fiqih di MTs Al- Jamii’ah Tegallega Cidolog Sukabumi? b. Bagaimana prestasi belajar siswa dalam bidang studi Fiqih di MTs Al- Jamii’ah Tegallega Cidolog Sukabumi?

C. Metode Pembahasan

1. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan dua bentuk metode penelitian. Yang pertama dengan metode penelitian library research, melalui penelitian kepustakaan ini penulis berusaha mengkaji buku-buku serta tulisan ilmiah yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam skripsi ini. Kedua dengan metode penelitian lapangan (Field Research), yaitu penelitian yang dilakukan secara langsung ke obyeknya melalui teknik angket, yaitu serangkaian pertanyaan yang harus dijawab oleh responden. Adapun pendekatan penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini adalah pendekatan analisis korelasional, yaitu menguji hubungan antara profesionalisme guru Fiqih dengan prestasi belajar siswa (nilai raport) bidang studi Fiqih.

2. Metode Penulisan

Metode penulisan yang menjadi rujukan dalam penelitian ini adalah buku Pedoman Skripsi Tim penyusun Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007 dan Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Suharsimi Arikunto, Rineka Cipta Jakarta 2002 Cet. Ke-12.

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai adalah:

a. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat profesionalisme guru dalam bidang studi Fiqih yang ada di sekolah MTs Al-Jamii’ah Tegallega.

b. Untuk memperoleh gambaran tentang prestasi belajar siswa MTs Al- Jamii’ah Tegallega dam bidang studi Fiqih.

c. Untuk mengetahui hubungan antara profesionalisme guru dalam proses pembelajaran dengan prestasi belajar siswa dalam bidang studi Fiqih. Adapun manfaat yang hendak dicapai dari hasil penelitian ini :

a. Penelitian ini berguna untuk kepala sekolah untuk meningkatkan profesionalisme dan kinerjan guru.

b. Penelitian ini juga bermanfaat dalam rangka memperbaiki kegiatan pembelajaran sekolah yang bersangkutan.

c. Melalui penelitian ini diharapkan guru mampu meningkatkan kualitas personal dan profesional sebagai pendidik.

d. Bagi lembaga (instansi) yang terkait, diharapkan dapat menjadi bahan acuan dalam meningkatkan kaderisasi pendidik baik untuk saat ini maupun untuk yang akan datang.

e. Bagi penulis, dapat menambah wawasan dan mendapat informasi baru mengenai pengetahuan tentang profesionalisme yang harus dimiliki seorang guru. Sehingga dengan demikian, dapat memberikan masukan dan pembekalan untuk proses kedepan.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab. Setiap bab dirinci ke dalam beberapa sub bab sebagai berikut: BAB I

Pendahuluan terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, metode pembahasan yang terdiri dari metode penelitian dan metode penulisan, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II Berisi pembahasan tentang teori profesionalisme guru dan prestasi belajar, yang di dalamnya memuat pengertian profesionalisme guru, perlunya guru profesional, aspek-aspek kompetensi guru profesional, kriteria guru sebagai profesi, kriteria guru profesional dan indikator guru yang profesional. Kemudian pengertian prestasi belajar, jenis-jenis prestasi bealajar, faktor-faktor yang BAB II Berisi pembahasan tentang teori profesionalisme guru dan prestasi belajar, yang di dalamnya memuat pengertian profesionalisme guru, perlunya guru profesional, aspek-aspek kompetensi guru profesional, kriteria guru sebagai profesi, kriteria guru profesional dan indikator guru yang profesional. Kemudian pengertian prestasi belajar, jenis-jenis prestasi bealajar, faktor-faktor yang

BAB III Dalam bab ini dikemukakan metode penelitian, memuat tempat dan waktu penelitian, variabel penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.

BAB IV Hasil penelitian terdiri dari kondisi sekolah serta gambaran umum kondisi guru MTs Al-Jamii’ah Tegallega Cidolog Sukabumi dengan membahas jumlah guru, latar belakang pendidikan, dan tugas-tugasnya.

data meliputi profesionalisme guru Fiqih, prestasi belajar siswa dalam bidang studi Fiqih, dan hubungan antara profesionalisme guru Fiqih dengan prestasi belajar siswa di MTs Al-Jamii’ah Tegallega Cidolog Sukabumi, dan yang terakhir adalah analisis interpretasi data.

Selanjutnya

deskripsi

BAB V Penutup terdiri dari kesimpulan dan saran.

BAB II PEMBAHASAN PROFESIONALISME GURU DAN HUBUNGANNYA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA

A. Profesionalisme Guru

1. Pengertian Profesionalisme Guru Istilah profesionalisme berasal dari profession. Dalam Kamus

Inggris Indonesia, “profession berarti pekerjaan”. 1 Arifin dalam buku Kapita Selekta Pendidikan mengemukakan bahwa profession mengandung

arti yang sama dengan kata occupation atau pekerjaan yang memerlukan keahlian yang diperoleh melalui pendidikan atau latihan khusus. 2

Dalam buku yang ditulis oleh Kunandar yang berjudul Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan disebutkan pula bahwa profesionalisme berasal dari kata profesi yang artinya suatu bidang pekerjaan yang ingin atau akan ditekuni oleh seseorang. Profesi juga diartikan sebagai suatu jabatan atau pekerjaan tertentu yang mensyaratkan pengetahuan dan keterampilan khusus yang diperoleh dari pendidikan akademis yang intensif. Jadi, profesi adalah

1 John M. Echols dan Hassan Shadili, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia, 1996), Cet. Ke-23, h. 449.

2 Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum), (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), Cet. Ke- 3, h. 105.

suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian tertentu. 3 Menurut Martinis Yamin profesi mempunyai pengertian seseorang

yang menekuni pekerjaan berdasarkan keahlian, kemampuan, teknik, dan prosedur berlandaskan intelektualitas. 4 Jasin Muhammad yang dikutip

oleh Yunus Namsa, beliu menjelaskan bahwa profesi adalah “suatu lapangan pekerjaan yang dalam melakukan tugasnya memerlukan teknik dan prosedur ilmiah, memiliki dedikasi serta cara menyikapi lapangan pekerjaan yng berorientasi pada pelayanan yang ahli”. Pengertian profesi ini tersirat makna bahwa di dalam suatu pekerjaan profesional diperlukan teknik serta prosedur yang bertumpu pada landasan intelektual yang

mengacu pada pelayanan yang ahli. 5 Berdasarkan definisi di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa

profesi adalah suatu pekerjaan atau keahlian yang mensyaratkan kompetensi intelektualitas, sikap dan keterampilan tertentu yang diperolah melalui proses pendidikan secara akademis.

Dengan demikian, Kunandar mengemukakan profesi guru adalah keahlian dan kewenangan khusus dalam bidang pendidikan, pengajaran, dan pelatihan yang ditekuni untuk menjadi mata pencaharian dalam memenuhi kebutuhan hidup yang bersangkutan. Guru sebagai profesi berarti guru sebagai pekerjaan yang mensyaratkan kompetensi (keahlian dan kewenangan) dalam pendidikan dan pembelajaran agar dapat melaksanakan pekerjaan tersebut secara efektif dan efisien serta berhasil

guna. 6

3 Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru , (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007),

Cet. Ke-1, h. 45. 4 Martinis Yamin, Profesionalisasi Guru dan Implementasi KTSP, h. 3.

5 M.Yunus Namsa, Kiprah Baru Profesi Guru Indonesia Wawasan Metodologi Pengajaran Agama Islam , h. 29.

6 Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru , h. 46.

Adapun mengenai kata “Profesional”, Uzer Usman memberikan suatu kesimpulan bahwa suatu pekerjaan yang bersifat profesional memerlukan beberapa bidang ilmu yang secara sengaja harus dipelajari dan kemudian diaplikasikan bagi kepentingan umum. Kata “prifesional” itu sendiri berasal dari kata sifat yang berarti pencaharian dan sebagai kata benda yang berarti orang yang mempunyai keahlian seperti guru, dokter, hakim, dan sebagainya. Dengan kata lain, pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain. Dengan bertitik tolak pada pengertian ini, maka pengertian guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai

guru dengan kemampuan yang maksimal. 7

H.A.R. Tilaar menjelaskan pula bahwa seorang profesional menjalankan pekerjaannya sesuai dengan tuntutan profesi atau dengan kata lain memiliki kemampuan dan sikap sesuai dengan tuntutan profesinya. Seorang profesional menjalankan kegiatannya berdasarkan profesionalisme, dan bukan secara amatiran. Profesionalisme bertentangan dengan amatirisme.

akan terus-menerus meningkatkan mutu karyanya secara sadar, melalui pendidikan dan

Seorang

profesional

pelatihan. 8 Adapun mengenai pengertian profesionalisme itu sendiri adalah,

suatu pandangan bahwa suatu keahlian tertentu diperlukan dalam pekerjaan tertentu yang mana keahlian itu hanya diperoleh melalui

pendidikan khusus atau latihan khusus. 9 Profesionalisme guru merupakan kondisi, arah, nilai, tujuan dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan

dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang yang menjadi mata pencaharian. Sementara itu, guru yang profesional adalah guru yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan

7 M. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, h. 14-15. 8 H.A.R. Tilaar, Membenahi Pendidikan Nasional, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002),

Cet. Ke-1, h. 86. 9 Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum), (Jakarta: BUMI AKSARA,

1995), Cet. Ke- 3, h. 105.

untuk melakukan tugas pendidikan dan pengajaran. Dengan kata lain, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal. Guru yang profesional adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki pengalaman yang kaya di

bidangnya. 10 Sedangkan Oemar Hamalik mengemukakan bahwa guru profesional merupakan orang yang telah menempuh program pendidikan

guru dan memiliki tingkat master serta telah mendapat ijazah negara dan telah berpengalaman dalam mengajar pada kelas-kelas besar. 11

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa, profesi adalah suatu jabatan, profesional adalah kemampuan atau keahlian dalam memegang suatu jabatan tertantu, sedangkan profesionalisme adalah jiwa dari suatu profesi dan profesional. Dengan demikian, profesionalisme guru dalam penelitian ini adalah profesionalisme guru dalam bidang studi Fiqih, yaitu seorang guru yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang studi Fiqih serta telah berpengalaman dalam mengajar Fiqih sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru Fiqih dengan kemampuan yang maksimal serta memiliki kompetensi sesuai dengan kriteria guru profesional, dan profesinya itu telah menjadi sumber mata pencaharian.

2. Dalil Guru Profesional

3. Perlunya Guru Profesional Dalam pendidikan, guru adalah seorang pendidik, pembimbing, pelatih, dan pemimpin yang dapat menciptakan iklim belajar yang menarik, memberi rasa aman, nyaman dan kondusif dalam kelas.

10 Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru , h. 46-47.

11 Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006), Cet. Ke-4, h. 27.

Keberadaannya di tengah-tengah siswa dapat mencairkan suasana kebekuan, kekakuan, dan kejenuhan belajar yang terasa berat diterima oleh para siswa. Kondisi seperti itu tentunya memerlukan keterampilan dari seorang guru, dan tidak semua mampu melakukannya. Menyadari hal itu, maka penulis menganggap bahwa keberadaan guru profesional sangat diperlukan.

Guru yang profesional merupakan faktor penentu proses pendidikan yang bermutu. Untuk dapat menjadi profesional, mereka harus mampu menemukan jati diri dan mengaktualkan diri. Pemberian prioritas yang sangat rendah pada pembangunan pendidikan selama beberapa puluh tahun terakhir telah berdampak buruk yang sangat luas bagi kehidupan

berbangsa dan bernegara. 12 Mengomentari mengenai adanya keterpurukan dalam pendidikan

saat ini, penulis sangat menganggap penting akan perlunya keberadaan guru profesioanal. Untuk itu, guru diharapkan tidak hanya sebatas menjalankan profesinya, tetapi guru harus memiliki keterpanggilan untuk melaksanakan tugasnya dengan melakukan perbaikan kualitas pelayanan terhadap anak didik baik dari segi intelektual maupun kompetensi lainnya yang akan menunjang perbaikan dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar serta mampu mendatangkan prestasi belajar yang baik.

Menyadari akan peran guru dalam pendidikan, Muhibbin Syah dalam bukunya Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru mengemukakan bahwa guru dalam pendidikan modern seperti sekarang bukan hanya sekedar pengajar melainkan harus menjadi direktur belajar. Artinya, setiap guru diharapkan untuk pandai-pandai mengarahkan kegiatan belajar siswa agar mencapai keberhasilan belajar (kinerja akademik) sebagaimana telah ditetapkan dalam sasaran kegiatan pelaksanaan belajar mengajar. Sebagai konsekuensinya tugas dan tanggung jawabnya menjadi lebih kompleks. Perluasan tugas dan tanggung jawab tersebut membawa konsekuensi timbulnya fungsi-fungsi khusus yang menjdi bagian integral dalam kompetensi profesionalisme keguruan yang disandang para guru. Menanggapi kondisi tersebut,

12 Asrorun Ni’am Sholeh, Membangun Profesionalitas Guru, (Jakarta: Elsas, 2006), Cet. Ke- 1, h. 9.

Muhibbin Syah mengutip pendapat Gagne bahwa setiap guru berfungsi sebagai:

a. Designer of intruction (perancang pengajaran)

b. Manager of intruction (pengelola pengajaran)

c. Evaluator of student learning (penilai prestasi belajar siswa). 13 Dalam sebuah situs yang membahas mengenai profesionalisme

dunia pendidikan, Suciptoardi memaparkan bahwa guru diharapkan melaksanakan tugas kependidikan yang tidak semua orang dapat melakukannya, artinya hanya mereka yang memang khusus telah bersekolah untuk menjadi guru, yang dapat menjadi guru profesional. Tidak dapat dinaifkan bahwa memang tidak mudah merumuskan dan menggambarkan profil seorang guru profesional. Suciptoardi menegaskan bahwa guru itu adalah sebuah profesi. Sebagai profesi, memang diperlukan berbagai syarat, dan syarat itu tidak sebegitu sukar dipahami, dan dipenuhi, kalau saja setiap orang guru memahami dengan benar apa yang harus dilakukan, mengapa ia harus melakukannya dan menyadari bagaimama ia dapat melakukannya dengan sebaik-baiknya, kemudian ia melakukannya sesuai dengan pertimbangan yang terbaik. Dengan berbuat demikian, ia telah berada di dalam arus proses untuk menjadi seorang

profesional, yang menjadi semakin profesional. 14

Menanggapi kembali mengenai perlunya seorang guru yang profesional, penulis berpendapat bahwa guru profesional dalam suatu lembaga pendidikan diharapkan akan memberikan perbaikan kualitas pendidikan yang akan berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Dengan perbaikan kualitas pendidikan dan peningkatan prestasi belajar, maka diharapkan tujuan pendidikan nasional akan terwujud dengan baik. Dengan demikian, keberadaan guru profesional selain untuk

13 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), Cet. Ke-13, h.250.

14 http://Suciptoardi.wordpress.com/2007/12/29/profesionalisme-dunia- pendidikan-oleh -Winarno-Surakhmad/2008/05/12/.

mempengaruhi proses belajar mengajar, guru profesional juga diharapkan mampu memberikan mutu pendidikan yang baik sehingga mampu menghasilkan siswa yang berprestasi. Untuk mewujudkan itu, perlu dipersiapkan sedini mungkin melalui lembaga atau sistem pendidikan guru yang memang juga bersifat profesional dan memeliki kualitas pendidikan dan cara pandang yang maju.

4. Aspek-aspek Kompetensi Guru Profesional Dalam pembahasan profesionalisme guru ini, selain membahas mengenai pengertian profesionalisme guru, terlebih dahulu penulis akan menjelaskan mengenai kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru yang profesional. Karena seorang guru yang profesional tentunya harus memiliki kompetensi profesional. Dalam buku yang ditulis oleh E. Mulyasa, Kompetensi yang harus dimiliki seorang guru itu mencakup empat aspek sebagai berikut:

a. Kompetensi Pedagogik. Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir

a dikemukakan bahwa kompetensi pedagogik adalah kemapuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk

mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. 15

b. Kompetensi Kepribadian. Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir

b, dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan

berakhlak mulia. 16

15 E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (PT. Remaja Rosda Karya: Bandung, 2008), Cet. Ke-3, h.75.

16 E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, h. 117.

c. Kompetensi Profesioanal. Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir

c dikemukakan bahwa yang dimaksud kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing pesrta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional

Pendidikan 17

d. Kompetensi Sosial. Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir

d dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserte didik,

dan masyarakat sekitar. 18 Alisuf Sabri dalam jurnal Mimbar Agama dan Budaya mengutip

pernyataan Mitzel yang mengemukakan bahwa seorang guru dikatakan efektif dalam mengajar apabila ia memiliki potensi atau kemampuan untuk mendatangkan hasil belajar pada murid-muridnya. Untuk mengatur efektif tidaknya seorang guru, Mitzel menganjurkan cara penilaian dengan

3 kriteria, yaitu: presage, process dan product. Dengan demikian seorang guru dapat dikatakan sebagai guru yang effektif apabila ia dari segi: presage , ia memiliki “personality attributes” dan “teacher knowledge” yang diperlukan bagi pelaksanaan kegiatan mengajar yang mampu mendatangkan hasil belajar kepada murid. Dari segi process, ia mampu menjalankan (mengelola dan melaksanakan) kegiatan belajar-mengajar yang dapat mendatangkan hasil belajar kepada murid. Dari segi product ia dapat mendatangkan hasil belajar yang dikehendaki oleh masing-masing muridnya.

Dengan penjelasan di atas berarti latar belakang pendidikan atau ijazah sekolah guru yang dijadikan standar unsur presage, sedangkan ijazah selain pendidikan guru berarti nilainya di bawah standar.

Berdasarkan pemahaman dari uraian-uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa mutu guru dapat diramalkan dengan tiga kriteria yaitu: presage, process dan product yang unsur-unsurnya sebagai berikut:

17 E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, h. 135. 18 E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, h. 173.

1. Kriteria presage (tanda-tanda kemampuan profesi keguruan) yang terdiri dari unsur sebagai berikut:

a. Latar belakang pre-service dan in-service guru.

b. Pengalaman mengajar guru.

c. Penguasaan pengetahuan keguruan.

d. Pengabdian guru dalam mengajar.

2. Kriteria process (kemampuan guru dalam mengelola dan melaksanakan proses belajar mengajar) terdiri dari:

a. Kemampuan guru dalam merumuskan Rancangan Proses Pembelajaran (RPP).

b. Kemampuan guru dalam melaksanakan (praktik) mengajar di dalam kelas.

c. Kemampuan guru dalam mengelola kelas.

3. Kriteria product (hasil belajar yang dicapai murid-murid) yang terdiri dari hasil-hasil belajar murid dari bidang studi yang diajarkan oleh guru tersebut. Dalam prakteknya meramalkan mutu seorang guru di sekolah atau di madrasah tentunya harus didasarkan kepada effektifitas mengajar guru tersebut sesuai dengan tuntutan kurikulum sekarang yang berlaku, dimana guru dituntut kemampuannya untuk merumuskan dan mengintegrasikan tujuan, bahan, metode, media dan evaluasi pengajaran secara tepat dalam mendisain dan mengelola proses belajar mengajar, disamping itu guru juga harus mampu melaksanakan atau membimbing terjadinya kualitas proses belajar yang akan dialami oleh

murid-muridnya. 19

Kemudian dalam buku yang ditulis oleh Martinis Yamin, secara konseptual, unjuk kerja guru menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan Johnson mencakup tiga aspek, yaitu; (a) kemampuan profesional, (b) kemampuan sosial, dan (c) kemampuan personal (pribadi). Kemudian ketiga aspek ini dijabarkan menjadi:

a. Kemampuan profesional mencakup:

1) Penguasaan materi pelajaran yang terdiri atas penguasaan bahan yang harus diajarkan, dan konsep-konsep dasar keilmuan dari bahan yang diajarkannya itu.

2) Penguasaan dan penghayatan atas landasan dan wawasan kependidikan dan keguruan.

19 Alisuf Sabri, Mimbar Agama dan Budaya, (Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat IAIN, 1992, Cet. Ke-1, h. 16-18.

3) Penguasaan

kependidikan, keguruan dan pembelajaran siswa.

proses-proses

b. Kemampuan sosial mencakup kemampuan untuk menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu membawa tugasnya sebagai guru.

c. Kemampuan personal (pribadi) mencakup:

1) Penampilan sikap yang positif terhadap keseluruhan tugasnya sebagai guru, dan terhadap keseluruhan situasi pendidikan beserta unsur-unsurnya.

2) Pemahaman, penghayatan, dan penampilan nilai-nilai seyogianya dianut oleh seseorang guru.

3) Penampilan upaya untuk menjadikan dirinya sebagai panutan dan teladan bagi para siswanya. 20

Ahmad Sabri dalam buku yang ditulis oleh Yunus Namsa mengemukakan pula bahwa untuk mampu melaksanakan tugas mengajar dengan baik, guru harus memiliki kemampuan profesional, yaitu terpenuhinya 10 kompetensi guru, yang meliputi:

a. Menguasai bahan meliputi:

1) Menguasai bahan bidang studi dalam kurikulum sekolah;

2) Menguasai bahn pengayaan/penunjang bidang studi;

b. Mengelola program belajar mengajar, meliputi :

1) Merumuskan tujuan intsruksional;

2) Mengenal dan dapat menggunakan prosedur instruksional yang tepat;

3) Melaksanakan program belajar mengajar;

4) Mengenal kemampuan anak didik;

c. Mengelola kelas, meliputi:

1) Mengatur tata ruang kelas untuk pelajaran;

2) Menciptakan iklim belajar mengajar yang serasi;

d. Menggunakan media atau sumber, meliputi:

1) Mengenal, memilih dan menggunakan media;

2) Membuat alat bantu pelajaran yang sederhana;

3) Menggunakan perpustakaan dalam proses belajar mengajar;

4) Menggunakan micro teaching untuk unit program pengenalan lapangan;

e. Menguasai landasan-landasan pendidikan.

f. Mengelola interaksi-interaksi belajar mengajar.

20 Martinis Yamin, Profesionalisasi Guru dan Implementasi KTSP, h. 4-5.

g. Menilai prestasi siswa untuk kepentingan pelajaran.

h. Mengenal fungsi layanan dan program bimbingan dan penyuluhan:

a. Mengenal fungsi dan layanan program bimbingan dan penyuluhan;

b. Menyelenggarakan layanan bimbingan dan penyuluhan;

i. Mengenal dan menyelengarakan administrasi sekolah; j. Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil penelitian

pendidikan guna keperluan pengajaran. 21

pendidikan guru yang diselenggarakan oleh Proyek Pengembangan Pendidikan Guru (P3G), telah dirumuskan sejumlah kemampuan dasar seorang calon guru lulusan sistem multistrata sebagai berikut:

a. Menguasai bahan yakni menguasai bahan bidang studi dalam kurikulum-kurikulum sekolah, menguasai bahan pengayaan/penunjang bidang studi.

b. Mengelola program belajar mengajar yakni merumuskan tujuan instruksional, mengenal dan bisa memakai metode mengajar, memilih materi dan prosedur instruksional yang tepat, melaksanakan program belajar dan mengajar, mengenal kemampuan anak didik,, menyesuaikan rencana dengan situasi kelas, melaksanakan dan merencanakan pengajaran remedial, serta mengevaluasi hasil belajar.

c. Mengelola kelas yakni mengatur tata ruang kelas dalam rangka CBSA, dan menciptakan iklim belajar yang efektif.

d. Menggunakan media yakni memilih dan menggunakan media, mebuat alat-alat bantu pelajaran sederhana, menggunakan dan mengelola laboratorium, mengembangkan laboratorium, serta menggunakan perpustakaan dalam proses belajar mengajar.

e. Menguasai landasan-landasan kependidikan.