UPAYA PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA. docx

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengertian etika (etimologi), berasal dari bahasa yunani, yaitu “Ethos”,
yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan (costum). Etika biasanya
berkaitan berat dengan moral yang merupakan istilah dari bahasa latin, yaitu
“Mos” dan dalam bentuk jamaknya “Mores”, yang berarti juga adat kebiasaan
atau cara hidup seseorang dalam melakukan perbuataan yang baik dan
menghindari hal-hal yang buruk. Menurut Maryani dan Ludigdo (2001) “Etika
adalah seperangkat aturan atau norma atau pedoman yang mengatur perilaku
manusia, baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang dianut
oleh sekelompok masyarakat.”
Etika berbicara menurut pandangan islam itu merupakan menjaga lisan dalam
mengomunikasikan sesuatu, karena setiap kata-kata yang diucapkan kita bisa
mendapatkan pahala apabila perkataan itu baik. Ajaran islam amat sangat serius
memperhatikan soal menjaga lisan sehingga Rasulullah Shallallaahu Alaihi
Wasalam bersabda : “Barangsiapa yang memberi jaminan kepadaku (untuk
menjaga) apa yang ada diantara dua janggutnya (lisan) dan apa yang ada
diantara dua kakinya (kemaluannya) maka aku menjamin Surga untuknya.” (HR.
Al-Bukhari).
Hendaknya pembicaraan selalu dalam kebaikan. Seperti dalam Al-Quran, Allah

S.W.T berfirman :        
      
      
      
((An-Nisa :114
114. Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari
orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau mengadakan
perdamaian di antara manusia. dan barangsiapa yang berbuat demikian Karena mencari keredhaan
Allah, Maka kelak kami memberi kepadanya pahala yang besar.

1

Hendaknya pembicaraan dengan suara yang dapat didengar, tidak terlalu keras,
dan tidak pula terlalu rendah, yang jelas dapat dipahami oleh semua orang dan
tidak dibuat-buat atau dipaksa-paksakan.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan sebelumnya, maka
permasalahan yang diajukan dalam makalah ini adalah Bagamaina etika berbicara
menurut pandangan islam ?
1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini tidak lain adalah agar kita dapat mengetahui bagaimanakah
etika berbicara yang baik dan benar menurut pandangan islam
1.3.1 Tujuan teoritis
Dari uraian diatas, peneliti terdorong untuk melaksanakan penelitian sebagai
usaha memperbaiki kualitas berbicara dengan meninjau melalui aspek aspek
berbicara dalam pandangan islam.
1.3.2

Tujuan praktis

Berdasarkan uraian di atas, peneliti mengharapkan agar pembaca mampu
menerapkan etika berbicara menurut pandangan islam dalam kehidupan
bermasyarakat.
1.4 Manfaat Penelitian
Metode-metode diatas diharapkan agar mampu menjadi pedoman pembelajaran
guna meningkatkan keterampilan berbicara.
1.4.1 Manfaat penelitian secara umum
Penelitian ini dilakukan guna untuk menambah ilmu pengetahuan dan agama.
Serta untuk memberikan informasi yang lebih kepada masyarakat mengenai etika
berbicara yang baik menurut pandangan islam.


2

1.4.2

Manfaat penelitian secara khusus

Untuk menambah pengetahuan setiap individu, dan untuk meningkatkan
keterampilan berbicara yang baik dan benar menurut pandangan islam.

3

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
1. Semua perbicaraan harus kebaikan, dalam hadis Nabi Muhammad SAW
disebutkan: “Barangsiapa yang beriman pada ALLAH dan hari akhir maka
hendaklah berkata baik atau lebih baik diam.” (HR Bukhari Muslim)
2. Berbicara harus jelas dan benar, sebagaimana dalam hadis Aisyah ra:
“Bahawasanya perkataan Rasulullah SAW itu selalu jelas sehingga bisa difahami
oleh semua yang mendengar.” (HR Abu Daud)

3. Seimbang dan menjauhi berlarut-larutan, berdasarkan sabda Nabi Muhammad
SAW: “Sesungguhnya orang yang paling aku benci dan paling jauh dariku nanti di
hari Kiamat ialah orang yang banyak bercakap dan berlagak dalam berbicara.”
Maka dikatakan: Wahai Rasulullah kami telah mengetahui erti ats-tsartsarun dan
mutasyaddiqun, lalu apa makna al-mutafayhiqun? Maka jawab nabi SAW:
“Orang-orang yang sombong.” (HR Tirmidzi dan dihasankannya)
4. Menghindari banyak berbicara, kerana khuatir membosankan yang mendengar,
sebagaimana dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Wa’il:
“Adalah Ibnu Mas’ud ra senantiasa mengajari kami pada setiap hari Khamis,
maka berkata seorang lelaki: Wahai Abu Abdurrahman (gelaran Ibnu Mas’ud)
seandainya anda mahu mengajari kami setiap hari? Maka jawab Ibnu Mas’ud :
Sesungguhnya tidak ada yang menghalangiku memenuhi keinginanmu, hanya aku
khuatir membosankan kalian, kerana akupun pernah meminta yang demikian pada
Rasulullah SAW dan beliau menjawab khuatir membosankan kami” (HR
Muttafaq ‘alaih)
5. Mengulangi kata-kata yang penting jika dibutuhkan, dari Anas ra bahwa adalah
Nabi Muhammad SAW jika berbicara maka baginda mengulanginya 3 kali
sehingga semua yang mendengarkannya menjadi faham, dan apabila baginda
mendatangi rumah seseorang maka baginda pun mengucapkan salam 3 kali. (HR
Bukhari)

6. Menghindari mengucapkan yang bathil, berdasarkan hadis Nabi Muhammad
SAW: “Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan satu kata yang diredhai
ALLAH SWT yang ia tidak mengira yang akan mendapatkan demikian sehingga
dicatat oleh ALLAH SWT keredhaan-NYA bagi orang tersebut sampai nanti hari
4

Kiamat. Dan seorang lelaki mengucapkan satu kata yang dimurkai ALLAH SWT
yang tidak dikiranya akan demikian, maka ALLAH SWT mencatatnya yang
demikian itu sampai hari Kiamat.” (HR Tirmidzi dan ia berkata hadis hasan
shahih; juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah)
7. Menjauhi perdebatan sengit, berdasarkan hadis Nabi Muhammad SAW:
“Tidaklah sesat suatu kaum setelah mendapatkan hidayah untuk mereka,
melainkan karena terlalu banyak berdebat.” (HR Ahmad dan Tirmidzi) dan dalam
hadis lain disebutkan sabda Nabi Muhammad SAW: “Aku jamin rumah di dasar
syurga bagi yang menghindari berdebat sekalipun ia benar, dan aku jamin rumah
di tengah syurga bagi yang menghindari dusta walaupun dalam bercanda, dan aku
jamin rumah di puncak syurga bagi yang baik akhlaqnya.” (HR Abu Daud)
8. Menjauhi kata-kata keji, mencela, melaknat, berdasarkan hadis Nabi
Muhammad SAW: “Bukanlah seorang mukmin jika suka mencela, melaknat dan
berkata-kata keji.” (HR Tirmidzi dengan sanad shahih)

9. Menghindari banyak bercanda(bergurau), berdasarkan hadis Nabi Muhammad
SAW: “Sesungguhnya seburuk-buruk orang disisi ALLAH SWT di hari Kiamat
kelak ialah orang yang suka membuat manusia tertawa.” (HR Bukhari)
10. Menghindari menceritakan aib orang dan saling memanggil dengan gelaran
yang buruk, berdasarkan ayat al-quran, Al-Hujjurat:11, juga dalam hadis Nabi
Muhammad SAW: “Jika seorang menceritakan suatu hal padamu lalu ia pergi,
maka ceritanya itu menjadi amanah bagimu untuk menjaganya.” (HR Abu Daud
dan Tirmidzi dan ia menghasankannya)
11. Menghindari dusta, berdasarkan hadis Nabi Muhammad SAW:
“Tanda-tanda munafik itu ada tiga, jika ia bicara berdusta, jika ia berjanji
mengingkari dan jika diberi amanah ia khianat.” (HR Bukhari)
12. Menghindari ghibah (mengutuk) dan mengadu domba, berdasarkan hadis Nabi
Muhammad SAW:
“Janganlah kalian saling mendengki, dan janganlah kalian saling membenci, dan
janganlah kalian saling berkata-kata keji, dan janganlah kalian saling
menghindari, dan janganlah kalian saling meng-ghibbah satu dengan yang lain,
dan jadilah hamba-hamba ALLAH yang bersaudara.” (HR Muttafaq ‘alaih)

5


13. Berhati-hati dan adil dalam memuji, berdasarkan hadis Nabi Muhammad SAW
dari Abdurrahman bin Abi Bakrah dari bapanya berkata: Ada seorang yang
memuji orang lain di depan orang tersebut, maka berkata Nabi SAW: “Celaka
kamu, kamu telah mencelakakan saudaramu! Kamu telah mencelakakan
saudaramu!” (dua kali), lalu kata baginda SAW: “Jika ada seseorang ingin memuji
orang lain di depannya maka katakanlah: Cukuplah si fulan, semoga ALLAH
mencukupkannya, kami tidak mensucikan seorangpun di sisi ALLAH, lalu
barulah katakan sesuai kenyataannya.” (HR Muttafaq ‘alaih dan ini adalah lafzh
Muslim) dan dari Mujahid dari Abu Ma’mar berkata: Berdiri seseorang memuji
seorang pejabat di depan Miqdad bin Aswad secara berlebih-lebihan, maka
Miqdad mengambil pasir dan menaburkannya di wajah orang itu, lalu berkata:
Nabi Muhammad SAW memerintahkan kami untuk menaburkan pasir di wajah
orang yang gemar memuji. (HR Muslim)
14.

Anjuran bicara yang baik dan menampakkan wajah berseri saat

bertemu orang lain. (QS. Al Hijr 88).

6


BAB III
PEMBAHASAN
Manusia adalah makhluk sosial, itu berarti, manusia tidak dapat hidup sendiri.
Manusia membutuhkan orang lain untuk mempertahankan kelangsungan
hidupnya. Sebagai makhluk sosial, tentu manusia tidak akan pernah lepas dari
interaksi sosial. Karena mustahil suatu kehidupan dapat berjalan tanpa adanya
suatu interaksi sosial. Itu semua merupakan fitrah manusia sebagai makhluk
sosial. Interaksi sosial sendiri adalah hubungan timbal balik antara individu
dengan individu atau individu dengan kelompok atau bisa juga kelompok dengan
kelompok, disebabkan oleh suatu kebutuhan dan hubungan tersebut dapat
mempengaruhi satu sama lain.
Bentuk dari interaksi sosial sangat beragam, yang paling mudah dan paling sering
dilakukan adalah berbicara. Menurut pakar komunikasi, 70% dari waktu bangun
manusia digunakan untuk berbicara. Berbicara bukan hanya mengeluarkan
suara/bunyi, tapi berbicara merupakan salah satu bentuk interaksi yang bertujuan
untuk bertukar pikiran, ide, gagasan, atau untuk menyampaikan suatu pesan
tertentu. Berbicara yang baik adalah yang efektif, sesuai etika, dan tidak
menimbulkan interpretasi ganda antara kedua belah pihak.
Islam, sebagai agama yang sempurna, telah mengatur semua hal yang berkaitan

dengan kehidupan sosial manusia. Mulai dari hal yang kecil seperti etika makan,
minum, atau berpakaian termasuk etika berbicara, sampai hal yang besar seperti
bermuamalah antar sesama umat, dll
Seperti firman Allah swt dalam “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan
kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu disisi Allah ialah orang
yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Mengenal.” (QS. Al Hujurat [49]:13). Allah menciptakan manusia dengan
berbagai perbedaan, perbedaan suku, bangsa, ras, warna kulit, karakter, dan watak
dimaksudkan agar terjalin interaksi diantara mereka.
Karena berbicara merupakan bentuk interaksi yang paling mudah dan paling
sering dilakukan, tidak sedikit orang yang melakukannya tanpa memperhatikan
7

etika dan pada akhirnya banyak yang celaka atau tersandung masalah karenanya.
Berbicara tanpa etika juga dapat menyebabkan perpecahan dan permusuhan.
Islam telah mengingatkan umatnya agar hati-hati dan memperhatikan etika dalam
berbicara. Adapun berbicara yang dianjurkan oleh islam seperti berikut :
1. Berbicara hanya untuk kebaikan (ma’ruf)

Ini berarti, seorang muslim harus menjaga lisannya ketika berbicara. Tidak
berbicara yang bathil, dusta, menggunjing atau ghibah, mengadu domba, atau
melontarkan ucapan yang kotor, sebab kata-kata mempunyai dampak yang sangat
luar biasa. Kita dapat berkaca pada keberhasilan da’wah Rasulullah SAW berkat
kata-katanya yang sungguh mengajak kepada kebaikan dan mengugah hati,
sehingga menarik orang-orang saat itu untuk masuk islam. Dan juga berdasarkan
potongan hadits nabi “sebaik-baik manusia itu yang bermanfaat bagi orang lain”.
2. Berbicara yang baik, benar, berkualitas, dan tidak mendebat
Sebagaimana hadits Nabi SAW “ Barangsiapa beriman kepadaku, Allah, dan hari
akhir, maka hendaknya ia berkata yang baik atau diam” {HR Bukhari Muslim].
Berkata yang baik harus disertai dengan kerendahan hati, kepada yang tua
menghormati tanpa sombong, kepada yang lebih muda tawadhu tanpa merasa
terhina.
Integritas seseorang salah satunya dapat dilihat dari perkataannya yang benar.
Berbicara yang benar juga merupakan salah satu kunci keberhasilan da’wah
Rasulullah SAW. Selain itu, kualitas dari perkataan seseorang juga mencerminkan
tingkat ilmu yang dimiliki orang tersebut.
Berkata benar juga harus diterapkan saat bercanda atau bersenda gurau. Kita tidak
boleh menambah-nambahkan suatu cerita hanya untuk membuat orang lain
tertawa. Hal ini berdasarkan hadits nabi “ Celakalah orang yang berbicara lalu

berdusta untuk membuat orang lain tertawa. Celakalah dia, celakalah dia!” [HR
Abu Daud]
Selain dianjurkan untuk berbicara yang benar, baik, berkualitas, Islam juga
menganjurkan untuk menghindari perdebatan. Perdebatan merupakan kelanjutan
dari perselisihan atau pertikaian. Perdebatan juga bisa terjadi saat seseorang
mendapat kritik dari orang lain. Seseorang yang cenderung sensitif terhadap
kritikan, akan menganggap dirinya diserang sehingga berdebat untuk membela

8

dirinya, dan orang yang seperti itu akan mudah tersulut emosinya. Sensitif
terhadap kritik juga merupakan salah satu penyebab komunikasi tidak berjalan
dengan lancar. Pada orang yang seperti itu, pembicaraan yang sedikit saja
menyinggung kesalahan-kesalahannya, akan dianggapnya sebagai kritikan.
Padahal mungkin saja lawan bicaranya tidak bermaksud untuk mengkritisi. Ini
bisa menyebabkan kedua belah pihak tidak dapat mendiskusikan dengan baik
penyelesaian terhadap hal-hal yang sedang mereka hadapi.
Di era demokrasi seperti saat ini, perdebatan adalah hal yang lumrah. Pada
sebagian kasus, perdebatan yang bertujuan untuk menyampaikan suatu kebenaran
atau argumentasi tertentu memang dibenarkan. Tapi perdebatan yang tidak
penting, hanya berdasarkan kepada ego masing-masing pihak, pendapat dan
keilmuannya ingin diakui, hanya akan menimbulkan perpecahan semata dan tidak
ada manfaatnya. Sebagaimana potongan hadits nabi “ Saya adalah penjamin di
rumah disekeliling surga, bagi orang yang meninggalkan perdebatan meskipun dia
benar”.
Selain itu, pengertian dari berbicara yang benar adalah yang tidak menggunjing
atau ghibah, dusta, dan adu domba. 3 hal tersebut dapat menimbulkan perpecahan
diantara manuasia. Kita juga tidak boleh membicarakan semua yang didengar,
sebab yang didengar itu belum tentu semuanya benar dan bisa menjadi dosa.
3. Berbicara lemah lembut, seperlunya, dan tidak memaksakan.
Intonasi dan retorika atau gaya bahasa dalam berbicara juga perlu diperhatikan.
Intonasi dan retorika yang tidak tepat akan menimbulkan kesalahpahaman bagi
lawan bicara dan bisa menyulut emosi. Bahkan, dalam menegur sekalipun,
berbicara harus tetap lembut agar yang ditegur menerima teguran yang diberikan.
Berbicara juga harus seperlunya, agar tidak mendekati kepada dusta dan ghibah
juga jangan memaksakan, artinya kita jangan berpura-pura mengerti suatu
persoalan yang bukan kapasitas kita. Jika diteruskan, pembicaraan yang seperti itu
bisa menimbulkan dusta, atau salah persepsi.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
9

Dari pembahasan diatas dapat saya simpulkan, hendaknya kita menjaga
setiap perkataan yang dilontarkan. Selain untuk terciptanya komunikasi yang
efektif, tidak menghadirkan interpretasi ganda dan kesalahpahaman, berbicara
dengan etika yang baik juga dapat meningkatkan keharmonisan hubungan antar
umat, sehingga tercipta kerukunan. Bayangkan, jika semua orang di dunia ini
menjaga etika dalam berbicaranya, mungkin tidak akan terjadi tawuran antar
pelajar, antar kampung, antar suku, bahkan antar Negara.

4.2 Saran-saran
Bagi guru bahasa dan sastra Indonesia, hasil penelitian ini dapat digunakan
sebagai suatu alternatif cara dalam melaksanakan pembelajaran berbicara yang
efektif menurut pandangan islam.

10

DAFTAR PUSTAKA
http://rizkykhusnah.wordpress.com/macam-macam-adab/adab-berbicara-dalamislam/
Stephen R Covey, 7 Habits of highly effective people
Mohammad Fauzil Adhim, Disebabkan oleh Cinta, Kupercayakan Rumahku
Padamu (bab komunikasi)
http://syamsuhilal.blogspot.com/2012/12/etika-pergaulan-dalam-islam.html
http://www.alqoimkaltim.com/?p=7071
http://seputarmuslimah.blogspot.com/2008/02/etika-berbicara.html
http://trimudilah.blogspot.com/2010/07/etika-berbicara-menurut-islam.html
http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/hikmah/10/07/26/126635etika-berbicara-menurut-islam
http://ismaildelia.blogspot.com/2013/01/etika-berbicara-menurut-islam.html
http://moabalhuzallba.blogspot.com/2013/04/etika-berbicara-dalam-islam.html
An-nawawi, Imam, Abu Zakariya Yahya bin Syaraf. 2005. Terjemah Riyadhus
Shalihin jilid 1. Jakarta : Bening Publishing.

11

Dokumen yang terkait

PENERAPAN METODE SIX SIGMA UNTUK PENINGKATAN KUALITAS PRODUK PAKAIAN JADI (Study Kasus di UD Hardi, Ternate)

24 208 2

KEBIJAKAN BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN DAERAH (BAPEDALDA) KOTA JAMBI DALAM UPAYA PENERTIBAN PEMBUANGAN LIMBAH PABRIK KARET

110 657 2

INTENSIFIKASI PEMUNGUTAN PAJAK HOTEL SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH ( DI KABUPATEN BANYUWANGI

16 118 18

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DITINJAU DARI PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI

6 77 70

UPAYA PENINGKATAN PROSES DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI PENGGUNAAN ALAT PERAGA PADA MATA PELAJARAN IPA DI KELAS IV (EMPAT) SDN 3 TEGALSARI KECAMATAN GADINGREJO KABUPATEN PRINGSEWU TAHUN PELAJARAN 2011/2012

23 110 52

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA SISWA KELAS VI SD NEGERI 1 SINAR MULYA KECAMATAN BANYUMAS KAB. PRINGSEWU

43 182 68

PENINGKATAN HASIL BELAJAR TEMA MAKANANKU SEHAT DAN BERGIZI MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK-PAIR-SHARE PADA SISWA KELAS IV SDN 2 LABUHAN RATU BANDAR LAMPUNG

3 72 62

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA MATERI LUAS BANGUN DATAR MENGGUNAKAN METODE DISCOVERY DI KELAS VB SD NEGERI 5 SUMBEREJO KECAMATAN KEMILING BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2012/2013

7 63 30

EFEKTIVITAS MODEL LEARNING CYCLE 6E PADA MATERI KOLOID DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGELOMPOKKAN DAN MENGKOMUNIKASIKAN

2 37 45

PENINGKATAN KESTABILAN ENZIM LIPASE DARI Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 DENGAN AMOBILISASI MENGGUNAKAN BENTONIT

3 96 80