PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF (1)
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TIME TOKEN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA DALAM MATERI CAHAYA PADA SISWA KELAS V SD NEGERI 6 PENYARINGAN SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 20152016
Laporan Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Oleh: Susilo Fitri Yatmoko, M.Pd NIP. 19880521 201101 1 010
PEMERINTAH KABUPATEN JEMBRANA UPT. DISDIKPORAPARBUD KECAMATAN MENDOYO SD NEGERI 6 PENYARINGAN TAHUN PELAJARAN 20152016
i
PEMERINTAH KABUPATEN JEMBRANA UPT. DISDIKPORAPARBUD KECAMATAN MENDOYO SD NEGERI 6 PENYARINGAN
Alamat : Banjar Tibu Beleng Tengah, Desa Penyaringan, Kec. Mendoyo
LEMBAR PENGESAHAN PTK Nomor:………………………………..
Judul Penelitian
: “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Time
Token untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA dalam Materi Cahaya pada Siswa Kelas V SD Negeri 6 Penyaringan Semester Genap Tahun Pelajaran 20152016”.
Disusun oleh
a. Nama
: Susilo Fitri Yatmoko, M.Pd
b. NIP
c. PangkatGol
: Penata Muda Tk I, IIIb
d. Jabatan
: Guru Pertama
Anggota Peneliti
: 1 (satu) orang
Lokasi Penelitian
: SD Negeri 6 Penyaringan
Lama Penelitian
: 3 Bulan (April-Juni)
Mengetahui
Jembrana, 30 September 2016
Kepala SD Negeri 6 Penyaringan
Peneliti
Ni Luh Sekarini, S.Pd
Susilo Fitri Yatmoko, M.Pd
NIP.19630922 198404 2 001
NIP. 19880521 201101 1 010
ii
LEMBAR PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama
: Susilo Fitri Yatmoko, M.Pd
Pangkat, Golongan
: Penata Muda Tk. I (IIIb)
: Guru Pertama
Satuan Pendidikan
: SD Negeri 6 Penyaringan
Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa laporan penelitian dengan judul : “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Time Token untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA dalam Materi Cahaya pada Siswa Kelas V SD Negeri 6 Penyaringan Semester Genap Tahun Pelajaran 20152016” yang saya susun untuk Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan, merupakan hasil karya saya sendiri.
Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan laporan yang saya kutip dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.
Apabila di kemudian hari ditemukan seluruh atau sebagian laporan ini bukan hasil karya saya sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku.
Mendoyo, 21 September 2016 Peneliti
Susilo Fitri Yatmoko, M.Pd NIP.19880521 201101 1 010
iii iii
PEMERINTAH KABUPATEN JEMBRANA UPT. DISDIKPORAPARBUD KECAMATAN MENDOYO SD NEGERI 6 PENYARINGAN
Alamat : Banjar Tibu Beleng Tengah, Desa Penyaringan, Kec. Mendoyo
SUARAT KETERANGAN
Nomor : …………………………….
Yang bertanda tangan di bawah ini, Petugas perpustakaan SD Negeri 6 Penyaringan menerangkan dengan sesungguhnya bahwa laporan PTK : Judul
:“Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Time Token
untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA dalam Materi Cahaya pada Siswa Kelas V SD Negeri 6 Penyaringan Semester Genap Tahun Pelajaran 20152016”
Penulis
: Susilo Fitri Yatmoko, M.Pd
NIP
Telah didokumentasikandisimpan di perpustakaan dan telah menjadi milik perpustakaan SD Negeri 6 Penyaringan.
Demikian surat keterangan ini di buat untuk dapat dipergunakan sebagai mana mestinya.
Mengetahui
Jembrana, 30 September 2016
Kepala SD Negeri 6 Penyaringan
Petugas Perpustakaan
Ni Luh Sekarini, S.Pd
Pande Paf Rusdyana, S.Pd
NIP.19630922 198404 2 001
NIP. 19900807 201403 1 005
v
KATA PENGANTAR
Melalui kesempatan yang berbahagia ini, peneliti panjatkan puja dan puji syukur kehadapan Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya, peneliti dapat menyelesaikan laporan penelitian tindakan kelas yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Time Token untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA dalam Materi Cahaya pada Siswa Kelas V SD Negeri 6 Penyaringan Semester Genap Tahun Pelajaran 20152016” dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Peneliti sadari bahwa laporan penelitian ini tidak akan berjalan dengan lancar tanpa bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini peneliti tidak lupa mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Kepala SD Negeri 6 Penyaringan yang telah memberikan ijin kepada peneliti
untuk melakukan penelitian.
2. Rekan Guru-guru dan pegawai SD Negeri 6 Penyaringan yang telah memberikan
bantuan kepada peneliti dalam menyelesaikan penelitian ini.
3. Siswa-siswi kelas V SD Negeri 6 Penyaringan yang telah dengan senang hati
mengikuti proses pembelajaran selama peneliti mengadakan penelitian.
4. Semua pihak yang turut membantu terselesaikannya laporan ini, yang tidak dapat
penulis sebutkan satu per satu.
Peneliti menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari sempurna, baik bentuk maupun isinya. Hal ini disebabkan karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang peneliti miliki, sehubungan dengan hal tersebut dengan segala kerendahan hati peneliti mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan laporan ini. Akhir kata, peneliti berharap semoga laporan penelitian tindakan kelas ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan terutama bagi perkembangan dunia pendidikan .
Mendoyo, September 2016 Peneliti
vi
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TIME TOKEN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA DALAM MATERI CAHAYA PADA SISWA KELAS V SD NEGERI 6 PENYARINGAN SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 20152016
Oleh: Susilo Fitri Yatmoko, M.Pd NIP. 19880521 201101 1 010
Abstrak
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research), Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan hasil belajar siswa dalam pata pelajaran IPA dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe time token. Penelitan ini dilakukan di keas V SD Negeri 6 Penyaringan pada semester genap tahun pelajaran 20152016. Penelitian ini dilatar belakangi oleh masih rendahnya hasil belajar IPA dikelas V Hal ini berdasar observasi pra siklus di ketahui nilai ulangan harian matematika pada pelajaran IPA sebelumnya nilai rata- rata kelas untuk IPA masih rendah yaitu 60.87. Nilai rata-rata ini masih dibawah kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan yaitu 65. Maka dari itu perlu untuk ditingkatkan dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe time token .
Subyek dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SD Negeri 6 Penyaringan, Semester genap tahun pelajran 20152016 yang berjumlah 23 siswa. Objek penelitian adalah hasil belajar IPA dalam materi cahaya melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe time token. Pelaksanaan Penelitian ini berlangsung dalam dua siklus selama tiga bulan. Dengan keriteria keberhasilan dalam penelitian apa bila nilai rata-rata kelas minimal 65, dan ketuntasan belajar minimal 85.
Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe time token dapat meningkatkan hasil belajar IPA tentang Cahaya siswa kelas V SD Negeri 6 Penyaringan Semester Genap Tahun Pelajaran 20152016. Kesimpulan tersebut didungkung oleh hasil belajar siswa jika dilihat dari Rerata skor hasil belajar IPA siswa dari prasiklus (sebesar 60.87) ke siklus I (sebesar 69.35), dan Siklus II (sebesar 74.13). dan ketuntasan belajar siswa meningkat berturut-turut dari pra siklus 30.43, siklus I 78.26 dan siklus II 82.61. Jika dibandingkan dengan keriteria keberhasilan pada siklus II sudah memenuhi rata-rata kelas melebihi KKM diatas 65 dan kentuntasan belajar juga lebih dari 80. Maka dapat dikatakan penelitian ini telah berhasil.
Kata kunci: model pembelajaran kooperatif tipe time token, dan hasil belajar IPA
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Jadwal Penelitian.
2. Daftar nama siswa.
3. Nilai prestasi belajar Matematika pra siklus
4. Pemetaan Setandar kompetensi dan kompetensi dasar Matematika
5. Silabus Matematika
6. Daftar hadir siswa siklus I
7. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus I
8. Instrument tes sklus I
9. Rekap nilai prestasi belajar Matematika siklus I 10.Sampel Hasil Tes Belajar Siswa Siklus I 11.Dokumentasi Siklus I 12.Daftar hadir siswa siklus II
13 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus II 14.Instrument tes sklus II
15. Rekap nilai prestasi belajar siklus II
16. Sampel Hasil Tes Belajar Siswa Siklus II
17. Dokumentasi Siklus II 18.Surat izin penelitian
19. Surat keterangan telah melaksanakan penelitian
20. Notulen Seminar PTK
21. Daftar Hadir Peserta Seminar
22. Dokumentasi Seminar PTK
xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam pembangunan nasional, pendidikan diartikan sebagai upaya meningkatkan harkat dan martabat manusia serta dituntut untuk menghasilkan kualitas manusia yang lebih tinggi guna menjamin pelaksanaan dan kelangsungan pembangunan. Pendidikan berkualitas harus dipenuhi melalui peningkatan kualitas dan kesejahteraan pendidik dan tenaga kependidikan lainnya. Pembaharuan kurikulum yang sesuai dengan ilmu pegetahuan dan teknologi tanpa mengesampingkan nilai-nilai luhur sopan santun, etika serta didukung penyediaan sarana dan prasarana yang memadai, karena pendidikan yang dilaksanakan sedini mungkin dan berlangsung seumur hidup menjadi tanggung jawab keluarga, sekolah, masyarakat, dan pemerintah.
Pada era globalisasi seperti sekarang ini, mutu pendidikan menjadi sorotan penting di masyarakat. Pendidikan merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar mampu bersaing sejalan dengan kemajuan IPTEK yang semakin berkembang pesat. IPA merupakan salah satu disiplin ilmu yang mempunyai peranan penting dalam menunjang kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, begitu juga dalam kehidupan manusia. IPA juga merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan. Tujuannya tidak hanya menambah ilmu pengetahuan guna mempersiapkan diri didalam meniti karier terutama dalan menjalankan tugas-tugas sebagai guru SD, tetapi juga berguna untuk Pada era globalisasi seperti sekarang ini, mutu pendidikan menjadi sorotan penting di masyarakat. Pendidikan merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar mampu bersaing sejalan dengan kemajuan IPTEK yang semakin berkembang pesat. IPA merupakan salah satu disiplin ilmu yang mempunyai peranan penting dalam menunjang kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, begitu juga dalam kehidupan manusia. IPA juga merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan. Tujuannya tidak hanya menambah ilmu pengetahuan guna mempersiapkan diri didalam meniti karier terutama dalan menjalankan tugas-tugas sebagai guru SD, tetapi juga berguna untuk
Aisyah, dkk (2008:4) menyatakan tujuan pembelajaran IPA sekolah, khususnya di SD atau MI adalah agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut:
1. memahami konsep IPA, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan
mengaplikasikannya dalam pemecahan masalah,
2. melatih cara berpikir dan bernalar siswa,
3. mengembangkan kemampuan memecahkan masalah,
informasi atau
mengkomunikasikan gagasan, baik secara lisan maupun tulisan, dan
5. memiliki sikap menghargai kegunaan IPA dalam kehidupan.
Model pembelajaran yang mampu mewujudkan tujuan pembelajaran IPA ini adalah model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif dapat membantu siswa untuk meningkatkan sikap positif dalam pembelajaran IPA. Siswa dapat bekerja sama dengan anggota kelompok untuk mempelajari materi, menyelesaikan tugas-tugas, persoalan yang disajikan oleh guru, dan memberikan penjelasan di dalam kelompok. Secara individu siswa mampu membangun kepercayaan diri terhadap kemampuannya untuk menyelesaikan masalah-masalah IPA, sehingga akan mengurangi (bahkan menghilangkan) rasa cemas terhadap IPA yang banyak dialami para siswa. Sementara secara sosial, siswa mampu meningkatkan kemampuan berkomunikasi, bertukar pikiran, ide dan gagasan dalam sebuah kelompok diskusi (Ibrahim, 2000). Selain itu hasil penelitian yang dilakukan oleh Slavin (dalam Ibrahim dkk, 2000) pada beberapa mata pelajaran, termasuk IPA, telah membuktikan Model pembelajaran yang mampu mewujudkan tujuan pembelajaran IPA ini adalah model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif dapat membantu siswa untuk meningkatkan sikap positif dalam pembelajaran IPA. Siswa dapat bekerja sama dengan anggota kelompok untuk mempelajari materi, menyelesaikan tugas-tugas, persoalan yang disajikan oleh guru, dan memberikan penjelasan di dalam kelompok. Secara individu siswa mampu membangun kepercayaan diri terhadap kemampuannya untuk menyelesaikan masalah-masalah IPA, sehingga akan mengurangi (bahkan menghilangkan) rasa cemas terhadap IPA yang banyak dialami para siswa. Sementara secara sosial, siswa mampu meningkatkan kemampuan berkomunikasi, bertukar pikiran, ide dan gagasan dalam sebuah kelompok diskusi (Ibrahim, 2000). Selain itu hasil penelitian yang dilakukan oleh Slavin (dalam Ibrahim dkk, 2000) pada beberapa mata pelajaran, termasuk IPA, telah membuktikan
Berdasarkan data yang ada, hasil belajar IPA siswa SD Negeri 6 Penyaringan tergolong rendah walaupun berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan hasil belajar dalam mata pelajaran IPA, seperti melalui penyempurnaan kurikulum, mengadakan penataran bagi staf pengajar, mensuplai buku-buku yang relevan. Namun semua usaha ini belum memberikan hasil yang diharapkan. Hal ini terbukti dari perolehan hasil belajar IPA siswa kelas V, yang belum mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM). Menurut Nurman, Salah satu prinsip penilaian pada kurikulum berbasis kompetensi adalah menggunakan acuan kriteria, yakni menggunakan kriteria tertentu dalam menentukan kelulusan peserta didik. Kriteria paling rendah untuk menyatakan peserta didik mencapai ketuntasan dinamakan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) (Nurman, 2012).
Berpatokan pada Kreteria Ketuntasan Minimal (KKM) ≥ 65 pada mata pelajaran IPA, siswa kelas V pada hasil belajar pra siklus menunjukkan bahwa baru 7 Berpatokan pada Kreteria Ketuntasan Minimal (KKM) ≥ 65 pada mata pelajaran IPA, siswa kelas V pada hasil belajar pra siklus menunjukkan bahwa baru 7
Berdasarkan data diatas ada beberapa faktor yang dapat diidentifikasi sebagai penyebab rendahnya hasil belajar IPA siswa SD adalah proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru IPA di kelas tersebut kurang optimal. Menurut Artini (2011), kurang optimalnya proses pembelajaran yang dilaksanakan bisa bersumber pada metode pembelajaran, tidak menggunakan media dalam pembelajaran, alat evaluasi yang tidak memiliki blue-print, tidak tersedia buku pelajaran yang memenuhi tuntutan kurikulum, paradigma guru yang yang menganut sistem transfer pengetahuan, tidak menganut filosofi konstruktivisme, dan guru yang sering meninggalkan kelas.
Sehubungan dengan penggunaan metode pembelajaran, seorang guru harus jeli (prigel) di dalam memilih metode pembelajaran yang akan diterapkan di kelas.
Menurut Puger (2004: 14), untuk meningkatkan hasil belajar siswa diperlukan strategi dan metode pembelajaran yang dapat mengembangkan penanaman konsep, penalaran, dan memotivasi kegiatan belajar siswa.Salah satu metode pembelajaran yang dapat menumbuhkan pemahaman, penalaran, dan memotivasi kegiatan belajar siswa adalah dengan menggunakan metode belajar kooperatif. Dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif, maka pengungkapan konsep-konsep dalam suatu bidang studi dapat diwujudkan melalui cara-cara yang rasional, komunikatif, edukatif, dan kekeluargaan.
Sesungguhnya dalam pembelajaran kooperatif banyak cara yang dapat dilakukan dalam berdiskusi. Salah satunya adalah menggunakan tipe time token. Tipe time token dapat membantu guru dalam mengelola kelompok belajar, sehingga siswa yang mendominasi percakapan dapat berbagi aktif dengan siswa yang malu bahkan tidak pernah berbicara sama sekali (Ibrahim dkk, 2000). Adapun kelebihan tipe time token adalah adanya peluang pemeratan kesempatan bagi siswa untuk mengemukakan pendapatgagasanjawaban maupun pertanyaan dalam proses pembelajaran dengan menggunakan kupon bicara dalam waktu ± 10-30 detik, tanpa menghalangi aktivitas maupun kreativitas siswa yang memiliki kemampuan lebih. Siswa yang memiliki kemampuan lebih dapat menyampaikan gagasanpendapat maupun memberikan penjelasan pada teman yang kurang mengerti di tengah kelompok. Secara tidak langsung melalui tipe time token siswa belajar untuk bisa mendengarkan dan menghormati pendapat orang lain serta bertanggung jawab pada tugas bersama. Jadi, manfaat proses pembelajaran time token adalah selain siswa berdiskusi sesamanya, siswa juga mempunyai kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam kelompok. Tipe pembelajaran ini diharapkan dapat membantu siswa, khususnya siswa kelas V SD Negeri 6 Penyaringanberbagi aktif serta menumbuhkan komunikasi yang efektif dan kerja sama yang baik di antara anggota kelompok.
Berdasarkan uraian di atas, sangat penting dilakukan penelitian tentang model pembelajaran kooperatif dengan tipe time token dalam proses pembelajaran IPA dengan suatu usulan tindakan yang berjudul ”Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Time Token untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA dalam Materi
Cahaya pada Siswa Kelas V SD Negeri 6 Penyaringan Semester Genap Tahun Pelajaran 20152016”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:Bagaimana model pembelajaran kooperatif tipe time token dapat meningkatkanhasil belajar IPA siswa kelas VSD Negeri 6 PenyaringanSemester Genap Tahun Pelajaran 20152016?
C. Tujuan Penelitian Perbaikan Pembelajaran
Berkaitan dengan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikanpenerapan model Pembelajaran Kooperatif tipe time tokendalam meningkatkan hasil belajarIPA siswa kelas VSD Negeri 6 PenyaringanSemester Genap Tahun Ajaran 2015 2016.
D. Manfaat Penelitian Perbaikan Pembelajaran
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoretik
a. Dapat menambah informasi, khususnya bagi guru IPASD dalam ranah model
pembelajaran kooperatiftipe time token . Hal ini berperan sebagai variasi di dalam mengimplementasikan materi ajar di kelas.
b. Sebagai bahan informasi, khususnya bagi guru IPASD agar memberikan latihan menggunakan media asli yang tepat dalam menyampaikan pokok bahasan, sehingga siswa mempunyai kemampuan berpikir konkret yang baik.
c. Dapat dijadikan dasar pijakan untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan
ruang lingkup yang lebih khusus dalam usaha mendapatkan hasil penelitian yang betul-betul representatif dan akurat.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Siswa
Dengan adanya temuan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe time token dapat meningkatkan pemahaman konsep IPAsehingga hasil belajar siswa dapat memenuhi standar KKM yang telah ditentukan dan dapat melatih keterampilan kooperatif siswa.Dengan demikian siswa akan memperoleh gambaran bahwa belajar agama dapat lebih mudah dipahami dengan bekerjasama dalam kelompok. Selain itu pula,melalui model pembelajaran ini, siswa dapat mengikuti proses belajar mengajar yang lebih efektif dan tidak membosankan.
b. Bagi Guru
Penelitian ini berusaha mengungkap beberapa usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan prestasi belajar dan pemahaman konsep IPA khususnya pada materi sifat operasi hitung bilangan. Apabila ternyata terungkap bahwa strategi pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe time token dapat meningkatkan pemahaman konsep IPA(prestasi) dan ketrampilan kooperatif siswa, maka informasi ini akan merupakan masukan yang berharga bagi para guru IPAdalam memilih pendekatan pembelajaran yang tepat sesuai dengan situasi kondisi di sekolah, dan materi yang diajarkan serta diharapkan dapat memiliki pedoman baru tentang pembelajaran dan membina proses belajar mengajar yang lebih efektif, efesien serta dapat memberikan kontribusi yang positif untuk meningkatkan prestasi belajar Penelitian ini berusaha mengungkap beberapa usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan prestasi belajar dan pemahaman konsep IPA khususnya pada materi sifat operasi hitung bilangan. Apabila ternyata terungkap bahwa strategi pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe time token dapat meningkatkan pemahaman konsep IPA(prestasi) dan ketrampilan kooperatif siswa, maka informasi ini akan merupakan masukan yang berharga bagi para guru IPAdalam memilih pendekatan pembelajaran yang tepat sesuai dengan situasi kondisi di sekolah, dan materi yang diajarkan serta diharapkan dapat memiliki pedoman baru tentang pembelajaran dan membina proses belajar mengajar yang lebih efektif, efesien serta dapat memberikan kontribusi yang positif untuk meningkatkan prestasi belajar
Temuan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe time token dapat meningkatkan pemahaman konsep IPAdan meningkatkan keterampilan kooperatif siswa, dapat memberikan masukan kepada sekolah untuk memasukan model pembelajaran ini sebagai salah satu model pembelajaran IPAyang dapat dipilih. Dan tidak hanya terbatas pada mata pelajaran IPAsaja, jika memungkinkan untuk dapat pula digunakan pada mata pelajaran yang lain, sesuai dengan karakteristik mata pelajarannya.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Time Token
Model pembelajaran kelompok yang akhir-akhir ini menjadi perhatian dan dianjurkan oleh para ahli pendidikan untuk digunakan adalah model pembelajaran kooperatif. Sehubungan dengan pernyataan tersebut Slavin (dalam Sanjaya, 2009) mengemukakan dua alasan penggunaan pembelajaran kooperatif. Pertama, beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa sekaligus dapat meningkatkan kemampuan hubungan sosial, menumbuhkan sikap menerima kekurangan diri dan orang lain, serta dapat meningkatkan harga diri. Kedua, pembelajaran kooperatif dapat merealisasikan kebutuhan siswa dalam belajar berpikir, memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dengan keterampilan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Murda (dalam Astawan, 2010) bahwa ”pembelajaran kooperatif sangat cocok diterapkan tidak hanya untuk meningkatkan prestasi akademik tetapi juga untuk mengembangkan budi pekerti”.
Sehubungan dengan prestasi akademik siswa, Slavin (dalam Ibrahim dkk, 2000) telah menelaah penelitian dan melaporkan 45 penelitian yang dilakukannya antara tahun 1972 sampai 1986 untuk menyelidiki pengaruh pembelajaran kooperatif terhadap hasil belajar. Studi ini dilakukan pada semua tingkat kelas dan meliputi bidang studi bahasa, geografi, ilmu sosial, sains, IPA, bahasa Inggris sebagai bahasa kedua, membaca, dan menulis. Dari 45 laporan tersebut, 37 diantaranya Sehubungan dengan prestasi akademik siswa, Slavin (dalam Ibrahim dkk, 2000) telah menelaah penelitian dan melaporkan 45 penelitian yang dilakukannya antara tahun 1972 sampai 1986 untuk menyelidiki pengaruh pembelajaran kooperatif terhadap hasil belajar. Studi ini dilakukan pada semua tingkat kelas dan meliputi bidang studi bahasa, geografi, ilmu sosial, sains, IPA, bahasa Inggris sebagai bahasa kedua, membaca, dan menulis. Dari 45 laporan tersebut, 37 diantaranya
Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dimana siswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil untuk menyelesaikan suatu permasalahan dalam pembelajaran. Pada model pembelajaran kooperatif, pembelajaran lebih terpusat pada siswa. Selama pembelajaran berlangsung, siswa bekerja sama dengan anggota kelompok untuk mempelajari materi dan menyelesaikan tugas-tugas, serta memberikan penjelasan pada kelompok.
Hal ini sesuai dengan pendapat Santyasa (dalam Astawan, 2010) yang menyatakan bahwa ”pembelajaran kooperatif adalah suatu strategi pembelajaran atau strategi pembelajaran yang terstruktur dan sistematis, di mana kelompok-kelompok kecil bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama”. Simpulan mengenai model pembelajaran kooperatif adalah ”kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengkontruksi konsep, menyelesaikan persoalan, atau inkuiri” (Suyatno, 2009:51).
Berdasarkan pendapat para ahli yang telah diuraikan dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran di mana dalam kegiatan belajar siswa dibagi dalam kelompok diskusi untuk membahas bersama Berdasarkan pendapat para ahli yang telah diuraikan dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran di mana dalam kegiatan belajar siswa dibagi dalam kelompok diskusi untuk membahas bersama
Pendekatan struktural merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang pertama kali dikembangkan Spencer Kagen, dkk. Pada pendekatan ini lebih memberikan penekanan pada penggunaan struktur tertentu yang dirancang untuk mempengaruhi pola intraksi siswa (Ibrahim dkk, 2000). Jadi struktural itu lebih mengarah kepada interaksi dan kerja sama dalam kelompok.
Setiap tindakan yang dilakukan pasti memiliki tujuan yang ingin dicapai, begitu pula penerapan model pembelajaran kooperatif. Arends (dalam Ibrahim dkk, 2000: 7) menyatakan ”model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yaitu: hasil akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial”.
Ketiga tujuan pembelajaran kooperatif menurut Arends dapat dijelaskan sebagai berikut.
1) Hasil Belajar Akademik
Selain mencakup tujuan sosial, pembelajaran kooperatif juga bertujuan untuk meningkatkan kerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Menurut para ahli pembelajaran kooperatif yang bertujuan untuk memberikan penghargaan kelompok telah dapat meningkatkan penilaian siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar.
2) Penerimaan terhadap Perbedaan Individu
Efek penting yang kedua dari model pembelajaran kooperatif ialah penerimaan yang luas terhadap orang yang berbeda ras, budaya, kelas sosial, Efek penting yang kedua dari model pembelajaran kooperatif ialah penerimaan yang luas terhadap orang yang berbeda ras, budaya, kelas sosial,
3) Pengembangan keterampilan sosial
Tujuan yang ketiga dari pembelajaran kooperatif adalah megajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan bekerja sama inilah yang disebut dengan keterampilan kooperatif Dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran koopertif selain meningkatkan hasil belajar juga menumbuhkembangkan keterampilan sosial siswa untuk dapat saling menghargai dan bekerja sama dengan orang lain.
Dalam model pembelajaran kooperatif terdapat enam langkah utama di dalam pelaksanaan pelajaran, seperti yang ditunjukkan pada tabel berikut. Tabel 2.1 Enam Langkah Model Pembelajaran Kooperatif
Fase
Tingkah Laku Guru
Fase-1
Guru menyampaikan semua tujuan yang ingin
Menyampaikan tujuan dan dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi memotivasi siswa
siswa belajar.
Fase-2
Guru menyajikan informasi kepada siswa
Menyajikan informasi
dengan jalan demonstrasi, ceramah, tanya jawab atau lewat bahan bacaan.
Fase-3
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana
Mengorganisasikan
caranya membentuk kelompok belajar dan
siswa ke dalam
setiap kelompok belajar dan membantu setiap
kelompok kooperatiftim-tim kelompok agar melakukan transisi secara belajar
belajar pada saat mereka mengerjakan tugas
kelompok bekerja dan belajar mereka. Fase-5
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi
Evaluasi atau mengujikan yang telah dipelajari atau masing-masing berbagai materi
kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
Fase-6
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik
Memberi penghargaan atau upaya maupun hasil belajar individu maupun pengakuan
kelompok.
(Sumber : Ibrahim dkk, 2000: 10)
Pembelajaran kooperatif dengan pendekatan struktural tersusun atas kelompok yang terdiri dari dua, tiga, empat, sampai enam orang dengan kemampuan dan latar belakang berbeda. Struktur yang dikembangkan ini lebih menghendaki siswa bekerja saling membantu dalam kelompok kecil dan penghargaan yang diberikan secara kooperatif. Ada dua macam pengembangan dalam pendekatan struktural yaitu untuk meningkatkan perolehan isi akademik dan untuk mengajarkan keterampilan sosial dan keterampilan kelompok. Model active learning dan time token merupakan dua contoh struktur yang dikembangkan untuk mengajarkan keterampilan sosial (Ibrahim dkk, 2000).Time token sangat tepat untuk pembelajaran struktur yang dapat digunakan untuk mengajarkan dan menjamin peran serta yang seimbang antara anggota kelompok.
Menurut Sugihharto (2011) tipe time token merupakan
salah satu pendekatan struktural dalam pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan meningkatkan perolehan hasil akademik. Model pembelajaran time token digunakan untuk mengembangkan keterampilan sosial agar siswa tidak mendominasi pembicaraan atau diam sama sekali (Suyatno, 2009).
Pembelajaran time token memberi kesempatan yang sama pada siswa untuk menjawab pertanyaan atau mengungkapkan pendapatidegagasan. Pengertian time token dapat dijelaskan sebagaisuatu kegiatan khusus yang dilakukan oleh seorang guru dalam pembelajaran koooperatif untuk dapat membantu membagikan peran serta lebih merata pada setiap siswa dengan menggunakan kupon berbicara untuk waktu yang telah ditentukan, dengan nilai 10 atau 15 detik (Ibrahim, 2000). Tentunya Pembelajaran time token memberi kesempatan yang sama pada siswa untuk menjawab pertanyaan atau mengungkapkan pendapatidegagasan. Pengertian time token dapat dijelaskan sebagaisuatu kegiatan khusus yang dilakukan oleh seorang guru dalam pembelajaran koooperatif untuk dapat membantu membagikan peran serta lebih merata pada setiap siswa dengan menggunakan kupon berbicara untuk waktu yang telah ditentukan, dengan nilai 10 atau 15 detik (Ibrahim, 2000). Tentunya
langkah-langkah pembelajaran time token: “(a) kondisikan kelas untuk melaksanakan diskusi (cooperative learningCL), (b) tiap siswa diberi kupon berbicara dengan waktu ±30 detik. Tiap siswa diberi sejumlah nilai sesuai waktu yang digunakan, (c) bila telah selesai berbicara kupon yang dipegang siswa diserahkan, setiap berbicara satu kupon, (d) siswa yang telah habis kuponnya tak boleh bicara lagi, yang masih pegang kupon harus bicara sampai kuponnya habis, (e) dan seterusnya. Pendapat yang tidak jauh berbeda mengenai langkah pembelajaran time token
dikemukakan oleh Suyatno (2009:76), “langkahnya adalah kondisikan kelas untuk melaksanakan diskusi. Tiap siswa diberi kupon bahan pembicaraan (1 menit), siswa berbicara (pidato-tidak membaca) berdasarkan bahan pada kupon, setelah selesai, kupon dikembalikan”.
Secara sederhana Riyatno (2010:277) menjelaskan, “model ini menggunakan kartu. Langkah-langkanya sebagai berikut: (a) semua siswa diberi ‘kartu bicara’, (b) di dalam kelompok siswa yang sudah menyampaikan pendapat harus menyerahkan satu kartunya, (c) demikian seterusnya sampai siswa yang sudah habis kartunya tidak berhak bicara lagi”
Adapun Tata Cara Pelaksanaan Time token menurut Ibrahim, dkk (2000) secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut:
(a) tiap siswa diberikan kupon berbicara dengan nilai 10 atau 15 detik waktu bicara (dapat disesuaikan), (c) seorang siswa memonitor interaksi dan meminta pembicara untuk menyerahkan satu kupon apabila ia telah menghabiskan waktu yang ditetapkan di kupon itu, dan (d) apabila seorang siswa telah menghabiskan kuponnya, siswa tersebut tidak dapat berbicara lagi, agar siswa yang masih memegang kupon dapat ikut berbicara dalam diskusi tersebut. Berdasarkan pendapat para ahli dapat disimpulkan ciri khusus dari model
pembelajaran kooperatif tipe time token terlihat pada pelaksanaan pembelajaran, dengan memberikan kupon bicara pada setiap siswa dengan waktu ±10 atau 15 detik. Apabila siswa telah menghabiskan kuponnya, siswa itu tidak dapat berbicara lagi. Hal ini menghendaki siswa yang masih memegang kupon untuk ikut berbicara dalam diskusi. Cara ini menjamin keterlibatan semua siswa yang ada di kelas.
Rumusan tahap pelaksanaan pembelajaran time token yang dapat membedakannya dengan model pembelajaran lainnya dapat dijelaskan melalui tabel berikut. Tabel 2.2 Sintaks Model Pembelajaran Time token
Tahap
Aktivitas yang dilakukan
Tahap 1
Guru menjelaskan tujuan pembelajaranKD kepada
Menjelaskan tujuan
siswa
pembelajaranKD
Guru menjelaskan kegiatan belajar yang akan dilalui
siswa
Tahap 2
Guru membentuk kelompok belajar, masing-masing
Membentuk
kelompok terdiri dari 2-6 orang
kelompok
Tahap 3
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan
Menyajikan
demonstrasi , ceramah, tanya jawab atau melalui bahan
Guru membagikan sejumlah kupon berbicara dengan
Pembagian kupon waktu ± 10 atau 15 detik hingga 30 detik per kupon
bicara
pada tiap siswa.
Tahap 5
Guru mengkondisikan kelas untuk melakukan diskusi
Diskusi kelompok
Tahap 6
Kupon sudah dapat digunakan sebelum kegiatan
Penggunaan kupon
diskusi dimulai untuk merespon pertanyaan dari
bicara
guru.
Guru meminta siswa menyerahkan kupon terlebih
dahulu sebelum berbicara atau memberi komentar. Setiap tampil berbicara siswa menyerahkan satu kupon.
Siswa dapat tampil lagi setelah bergiliran dengan
siswa lainnya.
Siswa yang telah habis kuponnya tak boleh bicara
lagi. Siswa yang masih memegang kupon harus bicara sampai semua kuponnya habis. Demikian seterusnya hingga semua anak berbicara.
Jika semua kupon habis, sedangkan tugas belum
selesai, kelompok boleh mengambil kesepakatan untuk membagi kupon lagi dan mengulangi prosedurnya kembali
Tahap 7
Guru memberi sejumlah nilai sesuai dengan waktu yang
Penilaian
digunakan dan jumlah indikator yang muncul melalui penggunaan kupon
Tahap 8
Guru memberikan penghargaan atau pengakuan
Memberi
terhadapm upaya maupun hasil belajar siswa baik secara
penghargaan atau
individu maupun kelompok
pengakuan (Sumber : Sintaks Pembelajaran Time token Arends yang telah dimodifikasi sesuai
dengan keperluan).
2. Media Dalam Pembelajaran.
Peranan Media dalam proses pembelajaran tidak perlu diragukan lagi karena dengan penggunaan media pembelajaran yang tepat, proses transformasi pengetahuan dapat berjalan dengan cepat.Dalam kontek pembelajaran media dapat diartikan segala sesuatu yang dapat mermbantu jalannya proses pembelajaran, sehingga tujuan pembelajaran tercapai secara optimal. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Arsyad (2007) yang mengatakan,media dalam proses pembelajaran cenderung diartikan sebagai alat, grafis,photografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal Peranan Media dalam proses pembelajaran tidak perlu diragukan lagi karena dengan penggunaan media pembelajaran yang tepat, proses transformasi pengetahuan dapat berjalan dengan cepat.Dalam kontek pembelajaran media dapat diartikan segala sesuatu yang dapat mermbantu jalannya proses pembelajaran, sehingga tujuan pembelajaran tercapai secara optimal. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Arsyad (2007) yang mengatakan,media dalam proses pembelajaran cenderung diartikan sebagai alat, grafis,photografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal
Laria. (2008) mengatakan media pembelajaran adalah semua alat bantu atau benda yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajarsumber ( guru ) maupun sumber lain kepada penerima (siswa ). Disisi lain media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan, dapat merangsang pikiran, perasaan dan kemampuan peserta didik sehingga dapat mendorong terciptanya prosesdan hasil belajar pada diri peserta didik.( Sudrajat,2008 : 15 ).
3. Hasil Belajar
Hamalik (2001) menyatakan belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Tentu dalam suatu proses belajar terdapat hasil yang dicapai, di bawah ini dijelaskan pengertian, faktor-faktor yang mempengaruhi dan ciri-ciri hasil belajar.
Hasil belajar merupakan perubahan perilaku atau tingkah laku seseorang yang belajar akan berubah atau bertambah perilakunnya, baik yang berupa pengetahuan, keterampilan motorik, atau penguasaan nilai–nilai (sikap). Perubahan perilaku sebagai hasil belajar ialah perubahan yang dihasilkan dari pengalaman(interaksi dengan lingkungan), dimana proses mental dan emosional terjadi.
Bloom dalam Sudjana (1990 : 22), secara garis besar membagi hasil belajar menjadi tiga aspek, yakni aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotorik. Aspek kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual, yaitu pengetahuan atau Bloom dalam Sudjana (1990 : 22), secara garis besar membagi hasil belajar menjadi tiga aspek, yakni aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotorik. Aspek kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual, yaitu pengetahuan atau
Nurkancana dan Sunartana (1990:11) “Hasil belajar adalah sesuatu yang dicapai seseorang dalam kegiatan belajar selama kurun waktu tertentu yang dinyatakan dalam bentuk angka atau nilai”.
Berdasarkan penjelasan dari para pakar pendidikan di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan kemampuan aktual yang dapat diukur dan berwujud penguasaan ilmu pengetahuan, sikap, keterampilan dan nilai yang dicapai oleh siswa sebagai hasil belajar.Hasil belajar mata pelajaran IPA yaitu hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah mengalami proses interaksi mata pelajaran IPA. Dalam kaitannya dengan penelitian ini tentunya hasil belajar mata pelajaran IPA yang dimaksud yaitu hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah penerapan metode demonstrasi melalui media alat peraga dalam proses pembelajaran materipelajaran yang akan diteliti dalam mata pelajaran IPa.
Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat penting dalam setiap pendidikan, ini berarti berhasil atau tidak pendidikan tergantung dari proses belajar yang dialami siswa. Sebagai suatu proses tentu ada yang diproses masukan atau input. Untuk menghasilkan suatu out put yang Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat penting dalam setiap pendidikan, ini berarti berhasil atau tidak pendidikan tergantung dari proses belajar yang dialami siswa. Sebagai suatu proses tentu ada yang diproses masukan atau input. Untuk menghasilkan suatu out put yang
Suryabrata (1995:249) menyatakan bahwa "faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat digolongkan menjadi dua yaitu: faktor luar dan faktor dalam diri siswa". Sedangkan Rusyan (1993:2) "menyatakan bahwa ada tiga faktor yang mempengaruhi hasil belajar yaitu: 1) faktor kesiapan, yaitu kapasitas baik fisik maupun mental untuk melakukan sesuatu, 2) motivasi, yaitu dorongan dari diri sendiri untuk melakukan sesuatu, 3) tujuan yang ingin dicapai".
Setelah siswa memperoleh pengetahuan, pengalaman di sekolah dalam proses pembelajaran, maka akan terjadi perubahan tingkah laku baik pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotor yang merupakan ciri-ciri hasil belajar yang diperoleh siswa. Dengan perubahan tingkah laku yang dimiliki siswa setelah belajar maka dapat dikatakan bahwa hasil belajar tersebut memiliki ciri-ciri tertentu. Mengenai ciri-ciri hasil belajar akan diuraikan sebagai berikut.
Ciri-ciri hasil belajar mengandung tiga hal yaitu: pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotor). Hasil belajar kognitif merupakan keinginan intelektual yang diperoleh siswa melalui kegiatan belajar dengan ciri-ciri sebagai berikut: pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sistesis, dan evaluasi. Hasil belajar afektif adalah perubahan sikap atau kecenderungan yang dialami siswa sebagai hasil belajar dari kegiatan sebagai berikut: adanya penerimaan atau perhatian, adanya respon atau tanggapan dan penghargaan. Hasil belajar psikomotor merupakan perubahan tingkah laku atau keterampilan yang dialami siswa dengan ciri-ciri: keberanian menampilkan minat dan kebutuhannya, keberanian Ciri-ciri hasil belajar mengandung tiga hal yaitu: pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotor). Hasil belajar kognitif merupakan keinginan intelektual yang diperoleh siswa melalui kegiatan belajar dengan ciri-ciri sebagai berikut: pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sistesis, dan evaluasi. Hasil belajar afektif adalah perubahan sikap atau kecenderungan yang dialami siswa sebagai hasil belajar dari kegiatan sebagai berikut: adanya penerimaan atau perhatian, adanya respon atau tanggapan dan penghargaan. Hasil belajar psikomotor merupakan perubahan tingkah laku atau keterampilan yang dialami siswa dengan ciri-ciri: keberanian menampilkan minat dan kebutuhannya, keberanian
Ahmadi (dalam Muliana, 2010:20) menyatakan bahwa ciri-ciri hasil belajar berupa kemampuan-kemampuan yang mencakup tiga hal yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Yang tergolong pada ranah kognitif meliputi: pengetahuan, pemahaman, penerapan, dan analisis. Ranah afektif meliputi: perhatian menerima, respon, dan penghargaan. Kemudian ranah psikomotor meliputi: keberanian dan kemampuan berpendapat, kreatif, dan melakukan hal-hal tanpa tekanan orang lain.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri hasil belajar adalah: 1) Adanya perubahan baik pada ranah kognitif, afektif, dan psikomotor pada siswa yang belajar. 2) Adanya perubahan pada seseorang yang belajar akibat adanya usaha. Seseorang akan mengalami perubahan dari belum mampu menjadi mampu atau dari belum tahu menjadi tahu. Kemampuan tersebut berlaku relatif lama sehingga siswa mampu memecahkan masalah yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari.
4. Pengertian Penilaian Hasil Belajar
Salah satu indikator keberhasilan penilaian siswa dalam mengikuti proses pembelajaran adalah tinggi atau rendahnya nilai yang diperoleh siswa untuk mata pelajaran tersebut. Umumnya alat ukur yang paling sering digunakan guru untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menguasai materi pelajaran adalah berupa tes.Berkenaan dengan penilaian hasil belajar Suprayekti, dkk. ( 2008 : 4.43 ) mengatakan penilaian hasil belajar tidak semata-mata diperoleh dari siswa mengerjakan tes akhir, atau tes hasil belajaryang berbentuk uraian terbatas atau objektif saja, namun hasil belajar siswa dinilai melalui berbagai cara dan Salah satu indikator keberhasilan penilaian siswa dalam mengikuti proses pembelajaran adalah tinggi atau rendahnya nilai yang diperoleh siswa untuk mata pelajaran tersebut. Umumnya alat ukur yang paling sering digunakan guru untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menguasai materi pelajaran adalah berupa tes.Berkenaan dengan penilaian hasil belajar Suprayekti, dkk. ( 2008 : 4.43 ) mengatakan penilaian hasil belajar tidak semata-mata diperoleh dari siswa mengerjakan tes akhir, atau tes hasil belajaryang berbentuk uraian terbatas atau objektif saja, namun hasil belajar siswa dinilai melalui berbagai cara dan
Sementara itu Kemp dalam Ibrahim (2000) menilai hasil belajar merupakan unsur terakhir dari keempat unsur penting dalam proses perancangan pengajaran yang meliputi siswa, tujuan,metode,dan evaluasi.Sebagai salah satu tindak lanjut dari pelaksanaan evaluasi adalah menetukan daya serap siswa terhadap materi pembelajaran yang telah disampaikan oleh guru,hal ini berguna sebagai perbaikan pengajaran yang akan dilaksanakan kemudian. Dengan diketahuinya daya serap siswa terhadap materi pembelajaran, memudahkan guru untuk mengetahui apakah tujuan pembelajaran telah tercapai sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran.
Menurut Suherman ( 1993 – 243 ) daya serap adalah sebagai cerminan penguasaan siswa terhadap bahan pelajaran yang telah dipelajarinya atau materi tes yang disajikan. Daya serap untuk setiap pokok bahasan atau sub pokok bahasan dalam satu bidang studi dinamakan daya serap studi atau daya serap khusus, sedangkan daya serap yang berkenaan dengan seluruh bidang studi dalam satu kelas tertentu dinamakan daya serap umum.
Seorang siswa dikatakan tuntas belajar apabila ia telah mencapai daya serap
60 atau nilai rata-rata 60 disebut daya serap perseorangan. Suatu kelas disebut tuntas belajar apabila kelas tersebut telah mencapai nilai 80 , yang telah mencapai daya serap 60 disebut daya serap klasikal. ( Anonim,1994 : 30 ). Menurut Kartono ( 1985 : 1 ) faktor yang menyebabkan rendahnya daya serap siswa digolongkan dalam dua macam yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi 60 atau nilai rata-rata 60 disebut daya serap perseorangan. Suatu kelas disebut tuntas belajar apabila kelas tersebut telah mencapai nilai 80 , yang telah mencapai daya serap 60 disebut daya serap klasikal. ( Anonim,1994 : 30 ). Menurut Kartono ( 1985 : 1 ) faktor yang menyebabkan rendahnya daya serap siswa digolongkan dalam dua macam yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi
5. Materi IPA SD Kelas 5 Semester 2 : Cahaya dan Sifat-Sifatnya
Cahaya adalah energi berbentuk gelombang elekromagnetik yang kasat mata dengan panjang gelombang sekitar 380–750 mm.Pada bidang fisika, cahaya adalah radiasi elektromagnetik, baik dengan panjang gelombang kasat mata maupun yang tidak.Cahaya adalah paket partikel yang disebut foton. Kedua definisi di atas adalah sifat yang ditunjukkan cahaya secara bersamaan sehingga disebut "dualisme gelombang-partikel". Paket cahaya yang disebut spektrum kemudian dipersepsikan secara visual oleh indera penglihatan sebagai warna. Bidang studi cahaya dikenal dengan sebutan optika, merupakan area riset yang penting pada fisika modern. Studi mengenai cahaya dimulai dengan munculnya era optika klasik yang mempelajari besaran optik seperti: intensitas, frekuensi atau panjang gelombang, polarisasi dan fasa cahaya. Sifat-sifat cahaya dan interaksinya terhadap sekitar dilakukan dengan pendekatan paraksial geometris seperti refleksi dan refraksi, dan pendekatan sifat optik fisisnya yaitu: interferensi, difraksi, dispersi, polarisasi. Masing-masing studi optika klasik ini disebut dengan optika geometris dan optika fisis. Pada puncak optika klasik, cahaya didefinisikan sebagai gelombang elektromagnetik dan memicu serangkaian penemuan dan pemikiran, sejak tahun 1838 oleh Michael Faraday dengan penemuan sinar katoda, tahun 1859 dengan teori radiasi massa hitam oleh Gustav Kirchhoff, tahun 1877 Ludwig Boltzmann mengatakan bahwa status energi sistem fisik dapat menjadi diskrit, teori kuantum sebagai model dari teori radiasi massa hitam oleh Max Planck pada tahun 1899 dengan hipotesa bahwa energi yang