Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Manajerial Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dengan Motivasi Kerja Sebagai Variabel Moderating pada Pemerintah Daerah Kabupaten Karo

11

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori
Bab ini akan menjelaskan tentang partisipasi penyusunan anggaran, kejelasan
sasaran anggaran, kualitas sumber daya manusia, komitmen organisasi, dan
komunikasi yang menjabarkan teori yang melandasi penelitian ini serta hasil
penelitian ilmiah yang berkaitan dan mempengaruhi kinerja manajerial Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD).

2.1.1. Kinerja Manajerial Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)

Kinerja (performance) adalah hasil atau keluaran dari suatu proses. Kinerja
merupakan hasil-hasil fungsi pekerjaan atau kegiatan seseorang atau kelompok
dalam suatu organisasi yang dipengaruhi oleh berbagai faktor untuk mencapai
tujuan organisasi dalam waktu tertentu (Tika, 2006). Kinerja merupakan
kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk melakukan sesuatu kegiatan dan
menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawab dengan hasil seperti yang
diharapkan (Rivai dan Basri, 2005), sementara menurut Supomo (1999)

mendefinisikan kinerja adalah sesuatu yang dicapai, prestasi yang diperlihatkan,
dan kemampuan kerja. Dari uraian tersebut, dalam hubungannya dengan
penyelenggaraan tugas dan peran manajerial SKPD pada pemerintah daerah
secara singkat dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah hasil dari proses pekerjaan
yang dilakukan oleh manajerial SKPD berupa pencapaian prestasi dari instansi
tempat mereka bekerja untuk mencapai tujuan organisasi.

11

Universitas Sumatera Utara

12

Dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah nomor 6 Tahun 2008 tentang Laporan
Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah menyebutkan bahwa kinerja sebagai
keluaran atau hasil dari kegiatan/program yang hendak atau telah dicapai
sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas terukur.
Capaian keluaran serta hasil dari suatu kegiatan atau program merupakan hasil
kerja instansi, sebagai upaya untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah
ditetapkan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi instansi. Dengan kata lain dapat

dijelaskan bahwa kinerja instansi pemerintah adalah seberapa besar capaian dari
kegiatan atas penggunaan anggaran pada setiap instansi pemerintah dalam kurun
waktu tertentu.
Supomo (1999) menyebutkan bahwa

diperlukan tiga jenis dasar kriteria

kinerja yang lazim diketahui untuk dapat menilai kinerja sesorang. Pertama,
kriteria berdasarkan sifat. Kriteria ini memusatkan diri pada karakteristik pribadi
seorang karyawan loyalitas, keandalan, kemampuan berkomunikasi dan
keterampilan memimpin merupakan sifat-sifat yang sering dinilai. Jenis kriteria
ini memusatkan diri pada bagaimana seseorang, bukan pada apa yang dicapai atau
tidak dicapai seseorang dalam pekerjaan. Kedua, kriteria berdasarkan perilaku
terfokus pada bagaimana pekerjaan dilaksanakan. Kriteria semacam ini penting
sekali bagi pekerjaan yang membutuhkan hubungan antar personal. Ketiga,
dengan makin ditekankan produktivitas, kriteria berdasarkan hasil semakin
populer. Kriteria ini berfokus pada apa saja yang telah berhasil dicapai atau
dihasilkan ketimbang bagaimana sesuatu dicapai atau dihasilkan. Kriteria ini
sering dikritik karena meninggalkan aspek-aspek kritis pekerjaan yang penting
seperti kualitas, yang mungkin sulit dikuantifikasi.


Universitas Sumatera Utara

13

Mangkunegara (2002) menyebutkan ada enam karakteristik orang yang
mempunyai kinerja tinggi yakni:
1.
2.
3.
4.

Memiliki tanggung jawab pribadi yang tinggi;
Berani mengambil dan menanggung resiko yang dihadapi;
Memiliki tujuan yang realistis;
Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisasi
tujuannya;
5. Memanfaatkan umpan balik yang konkrit dalam seluruh kegiatan kerja
yang dilakukannya;
6. Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah

diprogramkan.
Untuk menghasilkan pelayanan publik yang lebih baik, pengukuran kinerja
diperlukan untuk menilai akuntabilitas organisasi dan manajerial. Menurut
Mardiasmo (2007) Pengukuran kinerja sektor publik dilakukan untuk memenuhi
tiga maksud yakni yang pertama adalah untuk membantu perbaikan kinerja
pemerintah yang berfokus kepada tujuan dan sasaran program unit kerja, kedua
untuk pengalokasian sumberdaya dan pembuatan keputusan dan ketiga adalah
dimaksudkan untuk mewujudkan pertanggungjawaban publik dan memperbaiki
komunikasi kelembagaan.
Akuntabilitas mencakup kemampuan organisasi dalam pengelolaan keuangan
apakah sudah dibelanjakan secara ekonomis, efisien, dan efektif. Mardiasmo
(2007) menjelaskan bahwa akuntabilitas mensyaratkan bahwa pengambilan
keputusan berprilaku sesuai dengan mandat yang diterimanya. Peningkatan
kinerja manajerial yang berperan sebagai pengguna anggaran/kuasa pengguna
anggaran baik pada dinas, badan serta kantor akan menghasilkan tingkat kinerja
yang berbeda sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki. Semakin baik
pengelolaan keuangan yang dilakukan maka akan semakin tinggi kinerja Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD).

Universitas Sumatera Utara


14

2.1.2. Partisipasi Penyusunan Anggaran
Partisipasi secara umum dapat diartikan sebagai pengikutsertaan atau
pengambil bagian dalam suatu kegiatan. Mardiasmo (2002) mengemukakan
anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai
selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial. Dalam
kaitannya dengan pemerintah daerah, partisipasi dapat diartikan sebagai suatu
proses pengambilan keputusan bersama oleh dua pihak atau lebih dan mengarah
pada seberapa besar tingkat keterlibatan manajerial Satuan Kerja Pemerintah
Daerah (SKPD) dalam penyusunan anggaran daerah serta keterlibatannya dalam
pelaksanaan anggaran untuk mencapai target anggaran tersebut. Chong (2002)
mendefenisikan

partisipasi

anggaran

merupakan


proses

dimana

bawahan/pelaksana anggaran diberikan kesempatan untuk terlibat dan mempunyai
pengaruh dalam penyusunan anggaran.
Nurul dan Ria (2012) mengemukakan bahwa dengan adanya partisipasi
bawahan dalam proses penyusunan anggaran maka bawahan merasa terlibat dan
harus bertanggungjawab dalam pelaksanaan anggaran, sehingga diharapkan
bawahan dapat melaksanakan anggaran lebih efisien dan efektif yang pada
akhirnya

berpengaruh

terhadap

kinerja

manajerialnya.


Tarigan

(2014)

mengemukakan bahwa Partisipasi penyusunan anggaran merupakan pendekatan
yang secara umum dapat mempengaruhi kinerja manajerial. Melibatkan para
menajerial SKPD dalam sistem perencanaan berarti menghargai kebutuhan untuk
sebuah lingkungan kerja yang nyaman dan ramah yang mendukung terlaksananya
komunikasi yang baik karena gagasan mereka akan dihargai dan diterapkan
merupakan kepuasan tersendiri (Bangun, 2009).

Universitas Sumatera Utara

15

Dunk (1993) mengemukakan terdapat dua alasan diperlukan adanya
partisipasi dalam anggaran. Pertama yaitu keterlibatan atau keikutsertaan atasan
dan bawahan dalam penganggaran mendorong pengendalian informasi yang
tidak simetri dan ketidakpastian tugas. Kedua, ketika mereka dilibatkan

dalam proses penyusunan anggaran maka secara psikologi mereka merasa
dihargai sehingga timbul semangat dan motivasi kerja untuk melakukan sesuatu
yang terbaik untuk kepentingan organisasi, sehingga melalui partisipasi anggaran
individu dapat mengurangi tekanan tugas dan mendapatkan kepuasan kerja,
sehingga dapat mengurangi kesenjangan anggaran.

2.1.3. Kejelasan Sasaran Anggaran
Anggaran daerah harus bisa menjadi tolak ukur pencapaian kinerja yang
diharapkan, sehingga perencanaan anggaran daerah harus bisa menggambarkan
sasaran kinerja secara jelas. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
merupakan desain teknis pelaksanaan strategi untuk mencapai tujuan dan juga
sebagai rencana kerja pemerintah daerah. Mardiasmo (2002) menyatakan bahwa
anggaran dengan pendekatan kinerja adalah suatu sistem anggaran yang
mengutamakan kepada upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan
alokasi biaya atau input yang ditetapkan.
Mardiasmo (2002) menyebutkan arti penting anggaran Pemda dapat dilihat
dari aspek sebagai berikut :
1. Anggaran merupakan alat bagi Pemda untuk mengarahkan dan menjamin
kesinambungan pembangunan, serta meningkatkan kualitas hidup
masyarakat.

2. Anggaran diperlukan karena adanya kebutuhan dan keinginan masyarakat
yang tak terbatas dan terus berkembang, sedangkan sumber daya yang ada
terbatas. Anggaran diperlukan karena adanya masalah keterbatasan sumber
daya (scarcity of resources), pilihan (choise), dan trade offs.

Universitas Sumatera Utara

16

Menurut Arifin (2007), kejelasan sasaran anggaran berhubungan dengan
sejauh mana tujuan-tujuan anggaran dinyatakan secara khusus dan jelas serta
dipahami oleh orang-orang yang bertanggungjawab memenuhinya. Dengan
adanya kejelasan sasaran sehinnga nantinya tujuan

yang ingin dicapai oleh

manajer yang lebih tinggi dapat diinformasikan kepada manajer level bawah.
Sasaran anggaran yang jelas akan lebih meningkatkan pencapaian kinerja
manajerial SKPD dalam suatu instansi. Kejelasan sasaran anggaran juga akan
memudahkan manajerial Satuan Kerja Perangkat Daerah untuk menyusun rencana

kerja, sehingga pencapaian kinerja dapat tercapai sesuai dengan tugas pokok dan
fungsi instansi pada pemerintah daerah.

2.1.4

Kualitas Sumber Daya Manusia

Sumarsono (2003) mengemukakan sumber daya manusia adalah manusia
yang mampu bekerja untuk memberikan jasa atau usaha tersebut, sementara
Matindas (2003) menyatakan bahwa sumber daya manusia adalah kesatuan tenaga
manusia yang ada dalam suatu organisasi dan bukan sekedar penjumlahan
karyawan-karyawan yang ada. Menurut Azhar (2007), sumber daya manusia
merupakan pilar peyangga utama sekaligus penggerak roda organisasi dalam
usaha mewujudkan visi dan misi serta tujuan dari organisasi tersebut. Sebagai
kesatuan, sumber daya manusia harus dipandang sebagai suatu sistem dimana
tiap-tiap karyawan merupakan bagian yang saling berkaitan satu dengan lainnya
dan bersama-sama berfungsi untuk mencapai tujuan organisasi. Sumber daya
manusia dapat diartikan sebagai kesatuan tenaga manusia yang bekerja untuk
mencapai tujuan organisasi.


Universitas Sumatera Utara

17

Wansyah, et.al, (2012) mengemukakan bahwa dalam pengelolaan keuangan
daerah yang baik, SKPD harus memiliki sumber daya manusia yang berkualitas,
yang didukung dengan latar belakang pendidikan, sering mengikuti pendidikan
dan pelatihan, dan mempunyai pengalaman di bidang keuangan. Warisno, (2009)
mengemukakan bahwa sumber daya manusia adalah salah satu elemen organisasi
yang sangat penting, sehingga harus dipastikan bahwa pengelolaan sumber daya
manusia dilakukan sebaik mungkin agar mampu memberikan kontribusi secara
optimal dalam upaya pencapaian tujuan organisasi. Selain didukung dengan latar
belakang pendidikan yang sesuai, manajerial Satuan Kerja Perangkat Daerah juga
dituntut untuk memahami pekerjaannya dan siap untuk melakukan perubahan
dalam proses penyusunan laporan keuangan.
2.1.5. Komitmen Organisasi
Zurnali (2010) mendefenisikan komitmen organisasi sebagai perasaan yang
kuat dan erat dari seseorang terhadap tujuan dan nilai suatu organisasi dalam
hubungannya dengan peran mereka terhadap upaya pencapaian tujuan dan nilainilai tersebut. Darma (2005) mendefinisikan komitmen organisasi merupakan tingkat
kekuatan identifikasi individu, dan keterikatan individu kepada organisasi yang
memiliki tiga karakteristik yakni memiliki kepercayaan yang kuat dan menerima
nilai-nilai dan tujuan perusahaan, memiliki kemauan yang kuat untuk berusaha atau
bekerja keras untuk organisasi dan memiliki keinginan untuk tetap menjadi anggota
organisasi. Dengan demikian dapat disimpulkan komitmen organisasi merupakan

ketertarikan individu yang kuat dan erat memihak organisasi serta keinginanya
untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut dengan terus
berusaha dan bekerja keras.

Universitas Sumatera Utara

18

Yuwono (2005) menyebutkan terdapat tiga komponen yang mempengaruhi
komitmen organisasi sehingga pegawai memilih untuk tetap atau meninggalkan
organisasi berdasarkan norma yang dia miliki yaitu:
1. Komitmen afektif (affective commitment). Kunci dari komitmen ini adalah
want to. Individu merasakan adanya kesesuaian antara nilai pribadinya dan

nilai-nilai organisasi. Hal ini berkaitan dengan keinginan untuk terikat pada
organisasi. Individu menetap dalam organisasi karena keinginannya sendiri.
2. Komitmen kontinuan (continuance commitment). Kunci dari komitmen ini
adalah kebutuhan untuk bertahan (need to) yaitu komitmen yang didasarkan
akan kebutuhan rasional. Komitmen ini terbentuk atas dasar untung rugi,
dipertimbangkan atas apa yang harus dikorbankan bila menetap pada
organisasi. Komitmen ini lebih mendasarkan keterikatannya pada cost benefit
analysis.

3. Komitmen Normative (normative commitment), komitmen yang didasarkan
pada norma yang ada dalam diri karyawan, berisi keyakinan individu akan
tanggung jawab terhadap organisasi. Dia merasa harus bertahan karena
loyalitas. Kunci dari komitmen ini adalah kewajiban untuk bertahan dalam
organisasi (ough to). Tipe komitmen ini lebih dikarenakan nilai-nilai moral
yang dimiliki karyawan secara pribadi.
Manajerial SKPD dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya pada
instansi Pemerintah Daerah senantiasa dituntut untuk memiliki loyalitas yang
tinggi, serta bersedia melakukan berbagai usaha menuju keberhasilan instansi.
Loyalitas yang tinggi yang didasari dengan tanggung jawab kepada instansi akan
memberi dampak yang positif terhadap kinerjanya.

Universitas Sumatera Utara

19

2.1.6. Komunikasi
Komunikasi merupakan suatu proses penyampaian informasi dari satu pihak
ke pihak lain. Komunikasi adalah proses dimana seseorang atau beberapa orang,
kelompok atau organisasi menciptakan dan menggunakan informasi agar
terhubung dengan orang lain dan lingkungan. Komunikasi berasal dari bahasa
latin yaitu communis, yang berarti

sama. Arep dan Tanjung (2004)

mendefinisikan komunikasi adalah informasi yang mengalir secara bebas dari atas
ke bawah atau sebaliknya, sementara Herlambang (2014) mendefenisikan
komunikasi sebagai suatu proses penyampaian dan penerimaan berita atau
informasi dari seseorang ke orang lain.
Mangkuprawira dan Hubeis (2007) mengemukakan bahwa peran komunikasi
sangat penting, dimana tidak ada seorangpun dalam keseharian tugasnya tanpa
berkomunikasi, baik itu masalah pekerjaan, maupun masalah diluar pekerjaan,
baik itu melalui jalur vertikal (atasan-bawahan), maupun jalur horizontal (kolega
setingkat). Herlambang (2014) mengemukakan bahwa komunikasi sangat penting
dalam rangka meningkatkan kelancaran pekerjaan di sebuah organisasi,
pentingnya komunikasi dalam organisasi adalah sebagai berikut:
1. Menimbulkan rasa kesetiakawanan dan loyalitas, antara
a. Para bawahan dengan atasan atau pimpinan
b. Bawahan dengan bawahan
c. Atasan dengan atasan
d. Pegawai dengan kantor atau organisasi yang bersangkutan.
2. Meningkatkan kegairahan bekerja para pegawai.
3. Meningkatkan moral dan disiplin yang tinggi para pegawai.
4. Dengan mengadakan komunikasi semua jajara pimpinan dapat mengetahui
keadaan bidang pekerjaan yang menjadi tugasnya, sehingga akan
berlangsung pengendalian operasional yang efektif dan efisien.
5. Dengan komunikasi semua pegawai dapat mengetahui kebijaksanaan,
peraturan-peraturan, ketentuan yang telah diterapkan oleh pimpinan.
6. Dengan komunikasi, semua informasi, keterangan-keterangan yang
dibutuhkan oleh para pegawai dapat dengan cepat diperoleh.

Universitas Sumatera Utara

20

Dalam menjalankan organisasi di pemerintah daerah dibutuhkan komunikasi
yang baik pada setiap jenjang jabatan di Satuan Kerja Perangkat Daerah untuk
menyusun dan merumuskan dan kemudian melaksanakan dengan baik program
kerja yang telah ditetapkan. Komunikasi yang baik dan lancar antara Pengguna
Anggaran dan dengan bawahannya atau sebaliknya sangat dibutuhkan dalam
organisasi termasuk menyamakan persepsi sehingga tujuan organisasi dapat
tercapai pada setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah.
2.1.7. Motivasi Kerja
Motivasi berasal dari kata Latin “movere” yang artinya dorongan atau
menggerakkan. Motivasi membahas tentang bagaimana caranya mengarahkan
daya dan potensi bawahan, agar mau bekerja sama secara produktif berhasil
mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan. Arep dan Tanjung,
(2002) mendefenisikan motivasi adalah sesuatu yang pokok, yang menjadi
dorongan seseorang untuk bekerja. Herlambang (2014) mendefenisikan motivasi
merupakan dorongan (ide, emosi atau kebutuhan fisik) yang menyebabkan
seseorang mengambil suatu tindakan. Motivasi itu timbul tidak saja karena ada
unsur didalam dirinya, tetapi juga karena adanya stimulus dari luar. Seberapa pun
tingkat kemampuan yang dimiliki oleh seseorang pasti butuh motivasi
(Mangkuprawira dan Hubeis, 2007).
Soejitno (2002) menjelaskan bahwa motivasi kerja berasal dari dua arah,
yaitu motivasi dari luar dan motivasi dari dalam. Motivasi dari luar berarti bahwa
munculnya motivasi sangat dipengaruhi hal-hal yang datangnya dari luar diri
seseorang, sedangkan motivasi dalam diri yaitu dorongan melakukan sesuatu
karena kesadaran diri, seperti melakukan kerja dengan ikhlas.

Universitas Sumatera Utara

21

Menurut Suwatno (2001), adapun alat-alat motivasi yang dapat diberikan
kepada pegawai sesuai dengan kinerjanya, adalah sebagai berikut :
1.

Material Incentive adalah alat motivasi yang diberikan kepada pegawai yang

bersifat material, sebagai imbalan prestasi yang diberikannya, seperti upah,
barang-barang dan hal sejenisnya.
2.

Non-Material Incentive adalah alat motivasi yang berbentuk non materi,

seperti penempatan kerja yang tepat, latihan yang sistematis, promosi yang
objektif, pekerjaan yang terjamin dan hal sejenisnya.
Wirawan (2013) mengemukakan ada berbagai teori mengenai motivasi kerja.
Diantaranya Maslow dengan lima level kebutuhan, Herzberg dengan teori dua
faktornya dan teori motivasi harapan. Hal yang sama intrinsik dari teori-teori
tersebut adalah bahwa motivasi kerja dapat dibangkitkan dengan berbagai cara
yang berbeda. Cara tersebut bisa berupa pemberian hadiah, peningkatan upah,
promosi, rasa pencapaian, apresiasi, dan sebagainya. Semua faktor-faktor motivasi
ini dapat dikelompokkan menjadi faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.
Dari urain tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa salah satu cara untuk
menggerakkan manajerial SKPD adalah dengan memberikan motivasi. Motivasi
diharapkan mampu menjadi perangsang bagi manajerial agar bekerja lebih baik
lagi. Pimpinan dari setiap organisasi dirasa perlu memotivasi bawahannya dengan
mengetahui kebutuhan dasar para bawahan.
Alasan dipilihnya motivasi kerja sebagai variabel moderating karena dengan
dimilikinya motivasi yang cukup tinggi diharapkan kalangan manajerial di Satuan
Kerja Perangkat Daerah mempunyai keseriusan yang cukup tinggi ketika
berpartisipasi dalam pencapaian tujuan organisasi.

Universitas Sumatera Utara

22

2.1. Tinjauan Peneliti Terdahulu
Berbagai penelitian telah dilakukan dalam menganalisis faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap kinerja antara lain oleh Brownell dan Mc.Innes, 2005 yang
melakukan penelitian

tentang Budgetary Participation,

Motivation,

and

Managerial Performance. Hasil penelitiannya membuktikan bahwa secara

langsung partisipasi anggaran memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap
kinerja manajerial.
Penelitian Bangun (2009) meneliti tentang Pengaruh Partisipasi dalam
Penyusunan Anggaran, Kejelasan Sasaran Anggaran, dan Struktur Desentralisasi
terhadap Kinerja Manajerial SKPD dengan Pengawasan Internal sebagai variabel
pemoderasi (Studi Kasus Pada Pemerintah Kabupaten Deli Serdang). Hasil
penelitiannya menyatakan bahwa secara simultan partisipasi dalam penyusunan
anggaran, kejelasan sasaran anggaran, dan struktur desentralisasi mempunyai
pengaruh terhadap kinerja manajerial SKPD. Secara parsial partisipasi dalam
penyusunan anggaran dan struktur desentralisasi berpengaruh cukup signifikan,
sedangkan kejelasan sasaran anggaran tidak berpengaruh terhadap kinerja
manajerial SKPD
Selanjutnya hasil penelitian Mulyanto dan Widayati (2007) berjudul
Pengaruh Kepemimpinan dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Dengan
Kepuasan Kerja Sebagai Variabel Moderating (Studi Kasus di Dinas Pertanian
Tanaman Pangan, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Karanganyar ). Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa motivasi mempunyai pengaruh yang positip
dan signifikan bahkan paling dominan terhadap kinerja pegawai Dinas Pertanian
Tanaman Pangan, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Karanganyar,

Universitas Sumatera Utara

23

kepemimpinan mempunyai pengaruh positip dan signifikan terhadap kinerja
pegawai Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Perkebunan dan Kehutanan
Kabupaten Karanganyar dan kepuasan kerja mempunyai pengaruh negatip dan
signifikan terhadap kinerja di Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Perkebunan dan
Kehutanan Kabupaten Karanganyar.
Adrianto (2008) melakukan penelitian tentang Analisis Pengaruh Partisipasi
Penyusunan Anggaran Penganggaran terhadap Kinerja Manajerial dengan
Kepuasan Kerja, Job Relevant Information dan Kepuasan Kerja Sebagai Variabel
Moderating. Hasil penelitiannya menunjukkan menunjukkan bahwa partisipasi
penyusunan anggaran secara positif mempengaruhi kinerja manajerial.
Penelitian

Maria

Hehanusa

(2010)

berjudul

Pengaruh

Partisipasi

Penganggaran terhadap Kinerja Aparat: Integrasi Variabel Intervening dan
Variabel Moderating pada Pemerintah Kota Ambon dan Pemerintah Kota
Semarang. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa Job Relevant Information
merupakan variabel intervening yang dapat mempengaruhi hubungan antara
partisipasi penganggaran dan kinerja aparat. Selain itu, kepuasan kerja juga
terbukti dapat digunakan sebagai variabel intervening yang dapat mempengaruhi
hubungan partisipasi penganggaran dan kinerja aparat.
Selanjutnya hasil penelitian Nurkemala (2011) berjudul Pengaruh Partisipasi
Anggaran Terhadap Kinerja Aparat Pemerintah Daerah , Budaya dan Komitmen
Organisasi sebagai Variabel Moderating Pada Pemerintah Daerah Kabupaten
Serdang Bedagai. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa Partisipasi dalam
penyusunan anggaran berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja aparat
pemerintah daerah di Kabupaten Serdang Bedagai. Adanya pengaruh positif

Universitas Sumatera Utara

24

tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat partisipasi dalam penyusunan
anggaran maka akan semakin meningkatkan kinerja aparat pemerintah daerah.

Komitmen organisasi merupakan variabel moderating yang dapat mempengaruhi
hubungan antara partisipasi anggaran terhadap kinerja aparat Pemerintah Daerah
Kabupaten Serdang Bedagai
Penelitian yang dilakukan oleh Pratama (2011)

tentang pengaruh

perencanaan dan partisipasi anggaran terhadap kinerja manajerial pada SKPD
Kabupaten Langkat dengan pengawasan anggaran sebagai variabel moderating,
menyimpulkan bahwa Perencanaan Anggaran dan Partisipasi Anggaran, secara
bersama-sama dan simultan serentak berpengaruh signifikan terhadap Kinerja
Manajerial di pemerintahan Kabupaten Langkat.
Lubis (2012) melakukan penelitian tentang Analisis Faktor-Faktor yang
mempengaruhi Kinerja Pegawai dengan Motivasi Sebagai Variabel Moderating
Di Lingkungan Dinas Penataan Ruang dan Pemukiman Provinsi Sumatera Utara.
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa Komunikasi berpengaruh positif
terhadap motivasi kerja pegawai dan kinerja pegawai.
Siregar (2012) melakukan penelitian tentang Pengaruh Kualitas Sumber Daya
Manusia , Komitmen Organisasi, dan Motivasi Kerja dengan Tindakan Supervisi
sebagai Variabel Moderating Terhadap Kinerja Auditor Pada Inspektorat Provinsi
Sumatera Utara. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa secara simultan
menunjukkan bahwa variabel Kualitas Sumber Daya Manusia, Komitmen
Organisasi dan Motivasi Kerja berpengaruh terhadap Kinerja Auditor di
Inspektorat Provinsi Sumatera Utara. Variabel Kualitas Sumber Daya Manusia
berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Auditor

Universitas Sumatera Utara

25

Secara ringkas, tinjauan penelitian terdahulu dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Tinjauan Peneliti Terdahulu
No.
1

2

Nama
Peneliti
Brownell,
P dan M.
Mc Innes
(2005)

Mulyanto
dan
Widayati
(2007)

Judul Penelitian

Variabel

Hasil Penelitian

Budgetary
Participation,
Motivation, and
Managerial
Performance

Dependen :
 Manajerial
Performance
Independen :
 Budgetary
Participation
 Motivation
Sambungan

Pengaruh
Kepemimpinan
Dan
Motivasi
Kerja
Terhadap
Kinerja
Pegawai
Dengan
Kepuasan
Kerja
Sebagai
Variabel
Moderating
(Studi
Kasus
Di
Dinas
Pertanian
Tanaman
Pangan,
Perkebunan
Dan
Kehutanan
Kabupaten
Karanganyar).

Dependen:
 Kepuasan Kerja
 Kinerja Pegawai

3

Adrianto
(2008)

Analisis
Pengaruh
Partisipasi Penyusunan
Anggaran
Penganggaran terhadap
Kinerja
Manajerial
dengan
Kepuasan
Kerja, Job Relevant
Information
dan
Kepuasan
Kerja
Sebagai
Variabel
Moderating

4

Andarias
Bangun,
2009

Pengaruh
Partisipasi
dalam
penyusunan
anggaran,
kejelasan
sasaran anggaran, dan
struktur desentralisasi
terhadap
kinerja
manajerial
SKPD
dengan
Pengawasan
Internal
sebagai
variabel
Pemoderasi
(Studi Kasus Pada
Pemerintah Kabupaten
Deli Serdang)

Independen:
 Kepemimpinan
 Motivasi Kerja
 Kepuasan Kerja

Dependen :
Partisipasi Penyusunan
Anggaran
Independen:
Kinerja Manajerial
Moderating:
 Kepuasan kerja,
 Job relevant
information
Motivasi Kerja

-

-

-

-

Dependen :
Kinerja Manajerial
SKPD (Y)
Independen :
Partsisipasi dalam
Penyusunan
Anggaran (X1)
Kejelasan Sasaran
Anggaran (X2)
Struktur
Desentralisasi (X3)
Moderating :
Pengawasan
Internal (Z)

Partisipasi anggaran
memiliki
pengaruh
positif dan signifikan
terhadap
kinerja
manajerial.
Sebaliknya motivasi
kerja
berkorelasi
negatif
dengan
kinerja manajerial.
Motivasi mempunyai
pengaruh
yang
positip dan signifikan
bahkan
paling
dominan
terhadap
kinerja
pegawai
Dinas
Pertanian
Tanaman
Pangan,
Perkebunan
dan
Kehutanan
Kabupaten
Karanganyar,

Partisipasi
penyusunan anggaran
secara
positif
mempengaruhi
kinerja manajerial.
Motivasi kerja bisa
berperan
sebagai
variabel moderating
terhadap
pengaruh
partisipasi
penyusunan anggaran
dan
kinerja
manajerial
Secara
parsial
partisipasi
dalam
penyusunan
anggaran
dan
struktur
desentralisasi
berpengaruh cukup
signifikan,
sedangkan kejelasan
sasaran
anggaran
tidak
berpengaruh
terhadap
kinerja
manajerial SKPD

Universitas Sumatera Utara

26

5.

6.

7.

8.

Hermining
sih (2009)

Maria
Hehanusa
(2010)

Nurkemala
(2011)

Danna
Yusta
Pratama
(2011)

Pengaruh
Partisipasi
dalam Penganggaran
dan Peran Managerial
Pengelola
Keuangan
Daerah
terhadap
Kinerja
Pemerintah
Daerah (Studi Empiris
pada
Pemerintah
Kabupaten Demak)

Pengaruh
Partisipasi
Penganggaran terhadap
Kinerja
Aparat
:
Integrasi
Variabel
Intervening
dan
Variabel Moderating
pada Pemerintah Kota
Amnon danPemerintah
Kota Semarang

Pengaruh
Partisipasi
Anggaran
Terhadap
Kinerja
Aparat
Pemerintah Daerah ,
Budaya dan Komitmen
Organisasi
sebagai
Variabel Moderating
Pada
Pemerintah
Daerah
Kabupaten
Serdang Bedagai

Pengaruh Perencanaan
dan
Partisipasi
Anggaran
Terhadap
Kinerja
Manajerial
pada SKPD Kabupaten
Langkat
dengan
Pengawasan Anggaran
sebagai
Variabel
Moderating

Dependen :
 Kinerja
Pemerintah
Daerah
Independen :
 Partisipasi
dalam
Penganggaran
 Peran
Manajerial
Pengelola
Keuangan
Dependen :
 Kinerja Aparat
Independen :
 Partisipasi
Penganggaran
Integrasi Variabel
Intervening dan Variabel
Moderating:
 Kepuasan Kerja
 Job Relevant
Information
Dependen:

 Kinerja Aparat
Pemerintah
Daerah (Y)
Independen :
 Partisipasi
Penyusunan
Anggaran (X1)
 Budaya
Organisasi (X2)
 Komitmen
Organisasi(X3)

Dependen:
 Kinerja
Manajeriaal (Y)
Independen :
 Perencanaan
Anggaran (X1)
 Partisipasi
Anggaran (X2)
 Pengawasan
Anggaran(Z)

Partisipasi
dalam
penganggaran
dan
peran
manajerial
pengelola keuangan
daerah berpengaruh
positif
signifikannterhadap
kinerja
pemerintah
daerah.

Kepuasan Kerja juga
terbukti
dapat
digunakan
sebagai
variabel intervening
yang
dapat
mempengaruhi
hubungan partisipasi
penganggaran
dan
kinerja aparat.

Komitmen organisasi
merupakan variabel
moderating
yang
dapat mempengaruhi
hubungan
antara
partisipasi anggaran
terhadap
kinerja
aparat
Pemerintah
Daerah
Kabupaten
Serdang Bedagai
Partisipasi
dalam
penyusunan anggaran
berpengaruh secara
signifikan terhadap
kinerja
aparat
pemerintah daerah di
Kabupaten Serdang
Bedagai. .
Perencanaan
anggaran (X1) dan
partisipasi anggaran
(X2), secara bersamasama atau serentak
berpengaruh
signifikan terhadap
kinerja manajerial di
pemerintahan
Kabupaten Langkat.

Universitas Sumatera Utara

27

9

Putri
Kemala
Dewi
Lubis
(2012)

10

Enda Mora
Siregar
(2012)

Analisis Faktor-Faktor
yang
mempengaruhi
Kinerja
Pegawai
dengan
Motivasi
Sebagai
Variabel
Moderating
Di
Lingkungan
Dinas
Penataan Ruang dan
Pemukiman Provinsi
Sumatera Utara
Pengaruh
Kualitas
Sumber Daya Manusia
,
Komitmen
Organisasi,
dan
Motivasi Kerja dengan
Tindakan
Supervisi
sebagai
Variabel
Moderating Terhadap
Kinerja Auditor Pada
Inspektorat
Provinsi
Sumatera Utara

Dependen:
 Kinerja Pegawai
Independen :
 Kepemimpinan
 Komunikasi
 Iklim
Organisasi
 Disiplin Kerja
 Motivasi Kerja

Komunikasi
mempunyai pengaruh
yang positif terhadap
motivasi
kerja
pegawai dan kinerja
pegawai.

Dependen:
 Kinerja Auditor
Independen :
 Kualitas
Sumber Daya
Manusia (X1)
 Komitmen
Organisasi (X2)
 Motivasi
Kerja(X3)
 Tindakan
Supervisi (X4)

secara
simultan
menunjukkan bahwa
variabel
Kualitas
Sumber
Daya
Manusia, Komitmen
Organisasi
dan
Motivasi
Kerja
berpengaruh terhadap
Kinerja Auditor di
Inspektorat Provinsi
Sumatera Utara.
Variabel
Kualitas
Sumber
Daya
Manusia berpengaruh
signifikan terhadap
Kinerja Auditor

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Dengan Motivasi Kerja Sebagai Variabel Moderating di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Asahan

3 65 110

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH (SKPD) PADA PEMERINTAH KABUPATEN LABUHANBATU.

0 2 28

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Manajerial Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dengan Motivasi Kerja Sebagai Variabel Moderating pada Pemerintah Daerah Kabupaten Karo

0 0 16

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Manajerial Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dengan Motivasi Kerja Sebagai Variabel Moderating pada Pemerintah Daerah Kabupaten Karo

0 0 2

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Manajerial Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dengan Motivasi Kerja Sebagai Variabel Moderating pada Pemerintah Daerah Kabupaten Karo

0 0 10

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Manajerial Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dengan Motivasi Kerja Sebagai Variabel Moderating pada Pemerintah Daerah Kabupaten Karo

0 0 5

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Manajerial Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dengan Motivasi Kerja Sebagai Variabel Moderating pada Pemerintah Daerah Kabupaten Karo

0 0 27

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Samosir dengan Pengawasan Inspektorat sebagai Variabel Moderating

0 0 16

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Samosir dengan Pengawasan Inspektorat sebagai Variabel Moderating

0 0 2

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH (SKPD) DENGAN MOTIVASI KERJA SEBAGAI VARIABEL MODERATING DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN TESIS

0 0 15