Pengaruh Kompetensi Sumber Daya Manusia Dan Budaya Kerja Dalam Mewujudkan Good Governance Di Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Tata kelola kepemerintahan yang baik (Good Governance) merupakan issue yang menonjol dalam pengelolaan administrasi publik saat ini. Tuntutan gencar yang dilakukan oleh masyarakat kepada pemerintah untuk melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan yang baik adalah sejalan dengan meningkatnya tingkat pengetahuan dan pendidikan masyarakat, selain adanya pengaruh globalisasi (Sedarmayanti, 2003:4).

Good governance merupakan prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang universal, karena itu seharusnya diterapkan dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Apalagi setelah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, yang di dalamnya telah diatur secara tegas dan limitatif asas-asas umum penyelenggaraan negara. Good governance merupakan proses penyelenggaraan kekuasaan negara dalam melaksanakan penyediaan public good and service di dalam governance (pemerintahan atau kepemerintahan) sedangkan praktek baiknya disebut “good governance” (kepemerintahan yang baik). Penyediaan public good and service di dalam praktek good governance erat kaitannya dengan pelayanan publik.


(2)

2 Pelayanan publik (public service) merupakan suatu perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat dan abdi negara. Pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan, maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. (Kepmenpan No.25/KEP/M.PAN/02/2004). Pelayanan publik oleh birokrasi publik dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menilik dari fungsi utama pemerintah yang merupakan penyelenggara pelayanan publik, sudah seharusnya pemerintah melakukan perbaikan dalam pelayanan publik tersebut dan tidak menjadikan good governance hanya sebagai sloganistik.

Dewasa ini, kepercayaan masyarakat/publik terhadap kinerja pemerintah atau birokrasi mengalami degradasi yang kian semakin parah oleh akibat dari lemahnya kinerja aparat-aparat pemerintahan/birokrasi. Kepercayaan dan kehidupan masyarakat menjadi semakin sengsara ketika pemerintah/birokrasi yang seharusnya berperan menghadirkan pelayanan prima kepada publik menjadi didominasi dan ditentukan oleh rezim yang berkuasa sehingga menyebabkan kebalikan daripada pelayanan publik menjadi publiklah yang menjadi pelayan bagi birokrasi. Hal ini membuktikan bahwa pelayanan publik yang selama ini dirasakan masyarakat belum bisa memberikan kemudahan dan kesejahteraan bagi masyarakat itu sendiri. Selain itu banyak pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat tidak secara efektif dan efisien, dimana pelayanan yang diberikan cenderung kurang memuaskan dan berbelit-belit.


(3)

3 Setelah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dimana telah mengalami perubahan sebanyak dua kali, yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 dan Undang-Undang No.12 Tahun 2008, telah membawa perubahan besar terhadap bentuk sistem pemerintahan yang sebelumnya menganut sistem sentralisasi (terpusat) menjadi desentralisasi (otonomi daerah). Perubahan sistem ini memberikan dampak besar dalam pelaksanaan administrasi dan manajemen sumber daya manusia sektor publik. Perubahan ini membawa implikasi yang sangat luas bagi pelaksanaan tugas aparatur di daerah. Perubahan yang sangat mendasar adalah kewenangan yang diberikan pemerintah kepada kepala daerah (gubernur, bupati atau walikota) yang sangat besar berkenaan dengan pengelolaan kepegawaian di daerah, mulai dari pengangkatan, promosi dalam jabatan, kenaikan pangkat, hingga kepada pemberhentian pegawai. Kewenangan yang besar tersebut diharapkan akan membantu kelancaran keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah, karena sumber daya manusia aparatur di daerah merupakan ujung tombak dalam implementasi kebijakan otonomi daerah. Sesuai dengan pendapat Thoha dalam Torang (2013:50) yang menyatakan bahwa “manusia (man) adalah salah satu dimensi dalam organisasi yang amat penting, merupakan salah satu faktor dan pendukung organisasi”.

Namun demikian kenyataan menunjukkan bahwa setelah lebih dari satu dasawarsa pelaksanaan otonomi daerah, masih banyak terjadi penyalahgunaan wewenang oleh kepala daerah, diantaranya pengangkatan tenaga honorer yang terkesan asal-asalan (tidak memiliki standar dan kompetensi), pengangkatan calon


(4)

4 pegawai negeri sipil (CPNS) dan promosi jabatan yang banyak terimplikasi ada praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dan pengangkatan jabatan yang tidak memiliki kualifikasi dan kompetensi. Padahal seharusnya penempatan pegawai disesuaikan dengan keahliannya sesuai prinsip the right man on the right job yang merupakan kaidah dan prinsip yang berlaku secara universal. Apabila hal ini terus terjadi, maka akan mengganggu kinerja sumber daya manusia aparatur secara umum, mengganggu sistem karir dan akan menghambat aktivitas pelayanan publik sehingga berimplikasi terhadap penurunan kepercayaan publik kepada pemerintah daerah dan pada gilirannya akan berimbas kepada sulitnya atau gagalnya pelaksanaan otonomi daerah dalam mewujudkan good governance.

Padahal seharusnya good governance digunakan sebagai sebuah kerangka institusional untuk memperkuat otonomi daerah karena secara subtantif desentralisasi dan otonomi daerah bukan hanya masalah pembagian kewenangan antara level pemerintahan, melainkan upaya membawa negara lebih dekat terhadap masyarakat dan good governance adalah basis penyelenggaraan otonomi lokal.

Sejalan dengan pendapat Thoha, Tajuddin (2008) juga menyatakan bahwa “berhasil atau tidaknya pelaksanaan good governance sebagian besar tergantung pada pemerintah daerah (local government) yang terdiri dari unsur-unsur pimpinan daerah, DPRD. Disamping itu terdapat aparatur atau alat perlengkapan daerah lainnya yaitu para pegawai daerah itu sendiri”. Berdasarkan pendapat ahli tersebut diketahui bahwa salah satu unsur penyelenggaraan pemerintahan yang perlu memperoleh perhatian dalam upaya perwujudan tata kelola kepemerintahan


(5)

5 yang baik (good governance) ialah penataan aparatur pemerintah yang meliputi penataan kelembagaan birokrasi pemerintahan, sistem dan penataan manajemen sumber daya pegawai (PNS).

Jika diamati dengan seksama, persoalan yang menjadikan aparatur negara kurang amanah salah satunya disebabkan oleh terabaikannya faktor moral dan etika. Konsentrasi aparatur negara lebih banyak bernuansa materi. Vonita (2010), ‘untuk negara yang lebih baik maka terlebih dahulu membangun peradaban manusia-manusia yang baik, hal ini dapat terwujud dengan membangun individu-individu yang membentuk masyarakat itu sendiri. Sebab individu-individu merupakan pondasi dari masyarakat. Tanpa memperhatikan hal tersebut, peradaban yang baik sesuai dengan tujuan bangsa tidak akan terwujud’.

Fenomena yang terjadi di Indonesia penyebab kurang berhasilnya good governance disebabkan kurangnya perhatian pemerintah terhadap budaya kerja aparat. Budaya kerja adalah sikap dan perilaku individu dan kelompok aparatur negara yang didasari atas nilai-nilai yang diyakini kebenarannya dan telah menjadi sifat serta kebiasaan dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan sehari-hari. Budaya kerja diharapkan bermanfaat bagi pribadi aparat negara maupun unit kerjanya, dimana secara pribadi memberi kesempatan berperan, berprestasi dan aktualisasi diri, dan dalam kelompok bisa meningkatkan kualitas kinerja kelompok. Sasaran yang ingin dicapai dalam penerapan dan pengembangan budaya kerja adalah bertumbuh kembangnya nilai-nilai moral dan budaya kerja produktif aparat negara, meningkatnya persepsi, pola pikir, pola sikap, pola tindak, dan perilaku aparat negara sehingga terhindar dari perbuatan KKN,


(6)

6 meningkatnya kinerja aparat negara, dan terbentuknya citra aparat negara dan kepercayaan masyarakat (trust).

Agar penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih terwujud, maka pengawasan sebagai instrumen dalam manajemen organisasi pemerintahan harus berjalan dan terlaksana secara optimal. Optimalisasi pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah selain mewujudkan cita-cita otonomi daerah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, juga mencegah terjadinya penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang. Guna mencegah terjadinya penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang dalam penyelenggaraan pemerintahan, maka di setiap institusi pemerintah dibentuk lembaga pengawasan internal pemerintah yang secara khusus melaksanakan fungsi pengawasan. Lembaga pengawasan internal pemerintah adalah lembaga yang dibentuk dan secara inheren merupakan bagian dari sistem pemerintahan yang memiliki tugas pokok dan fungsi dibidang pengawasan. Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilakukan oleh Inspektorat. Pengawasan sebagai suatu proses merupakan rangkaian tidak terputus, salah satu unsur manajemen pemerintah yang penting untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik, efektif, efisien, terarah dan terkoordinasi. Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah merupakan amanat dari ketentuan Bab XII, Pasal 218 Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa

1. Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh Pemerintah meliputi :

a. Pengawasan atas pelaksanaan urusan pemerintah di daerah.


(7)

7 2. Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh aparat pengawas intern Pemerintah sesuai peraturan perundang-undangan.

Guna mewujudkan pemerintahan yang baik lembaga pengawasan selayaknya memainkan peran aktifnya dalam menghadapi tuntutan perkembangan dan pencapaian sasaran pembangunan sesuai dengan aspirasi reformasi, peranan aparatur negara dan tuntutan masyarakat. Sesuai dengan tuntutan masyarakat terhadap kinerja aparatur pemerintah dalam penyelenggaraan kepemerintahan yang baik (good governance), maka perlu dilakukan upaya perbaikan secara terus-menerus terhadap hal-hal yang berkaitan dengan masalah ketidakekonomisan, ketidakefisienan dan ketidakefektifan dalam praktek manajemen publik baik dimasa lalu maupun yang berpotensi timbul di masa yang akan datang.

Perubahan yang terjadi terus menerus juga menuntut peningkatan kompetensi aparat pengawas internal. Pengetahuan dan ketrampilan minimal yang dibutuhkan dari pengawas intern juga mengalami perubahan. Jika dahulu aparat lebih didominasi oleh ilmu akuntansi dan auditing, saat ini pengawas intern membutuhkan berbagai jenis disiplin ilmu untuk mendukungnya (Warta Pengawasan, 2012:9)

Kabupaten Labuhanbatu Utara merupakan kabupaten hasil pemekaran Kabupaten Labuhanbatu. Pembentukan Kabupaten ini sendiri didasarkan pada Undang-Undang No.23 Tahun 2008 tanggal 21 Juli 2008. Sebagai kabupaten baru, peneliti tertarik untuk melihat sejauhmana peran Inspektorat Kabupaten dalam melakukan pengawasan demi mewujudkan good governance.

Penelitian Syamsir (2014) mencoba menganalisis hubungan peran inspektorat daerah sebagai lembaga pengawas daerah dan budaya organisasi terhadap penerapan good governance yang mengatakan bahwa inspektorat tidak berpengaruh terhadap penerapan good governance di pemerintahan Kota


(8)

8 Bukittinggi, sedangkan budaya organisasi memiliki pengaruh langsung terhadap penerapan good governance.

Amelia et al. (2012) dalam penelitiannya menyatakan bahwa good governance berpengaruh terhadap kinerja pemerintah daerah di Kabupaten Pelalawan sedangkan budaya kerja organisasi tidak berpengaruh terhadap kinerja pemerintah.

Berdasarkan latar belakang diatas, penelitian ingin melihat pengaruh budaya kerja dalam mewujudkan good governance. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada (1) objek penelitian, yaitu Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam penelitian ini adalah Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara dan (2) penambahan variabel penelitian, yaitu kompetensi sumber daya manusia.

Dari uraian diatas dan berdasarkan hasil dari penelitian terdahulu, maka penulis melakukan penelitian ini dengan judul: “PENGARUH KOMPETENSI SUMBER DAYA MANUSIA DAN BUDAYA KERJA DALAM

MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE DI INSPEKTORAT


(9)

9 1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang sudah dipaparkan, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian terfokus pada :

1. Apakah kompetensi sumber daya manusia berpengaruh dalam

mewujudkan Good Governance di Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara?

2. Apakah budaya kerja berpengaruh dalam mewujudkan Good Governance

di Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara ?

3. Apakah kompetensi sumber daya manusia dan budaya kerja berpengaruh dalam mewujudkan Good Governance di Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara ?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan beberapa masalah yang yang telah diuraikan diatas, maka tujuan dari penelitian ini dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Untuk menguji apakah kompetensi sumber daya manusia berpengaruh

dalam mewujudkan Good Governance di Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara

2. Untuk menguji apakah budaya kerja organisasi berpengaruh dalam

mewujudkan Good Governance di Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara

3. Untuk menguji apakah kompetensi sumber daya manusia dan budaya kerja berpengaruh dalam mewujudkan Good Governance di Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara


(10)

10 1.4. Manfaat Penelitian

Dengan dilakukannya penelitian mengenai pengaruh kompetensi sumber daya manusia dan budaya kerja organisasi dalam mewujudkan Good Governance, maka terdapat manfaat bagi berbagai pihak. Adapun manfaat tersebut adalah :

1. Bagi peneliti, penelitian ini berguna untuk menambah wawasan,

pengetahuan dan pemahaman mengenai penerapan good governance berkaitan dengan kompetensi sumber daya manusia dan budaya kerja. 2. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dapat memperkaya hasil penelitian

dan sebagai bahan referensi dalam melakukan penelitian yang ingin mengkaji masalah yang sama di masa yang akan datang.

3. Bagi Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara, diharapkan dapat

memberikan sumbangan pemikiran kepada aparat pemerintahan sebagai tambahan informasi dan bahan kajian dalam memahami fungsi, peran, tugas dan tanggung jawab dalam mewujudkan good governance.


(1)

5 yang baik (good governance) ialah penataan aparatur pemerintah yang meliputi penataan kelembagaan birokrasi pemerintahan, sistem dan penataan manajemen sumber daya pegawai (PNS).

Jika diamati dengan seksama, persoalan yang menjadikan aparatur negara kurang amanah salah satunya disebabkan oleh terabaikannya faktor moral dan etika. Konsentrasi aparatur negara lebih banyak bernuansa materi. Vonita (2010), ‘untuk negara yang lebih baik maka terlebih dahulu membangun peradaban manusia-manusia yang baik, hal ini dapat terwujud dengan membangun individu-individu yang membentuk masyarakat itu sendiri. Sebab individu-individu merupakan pondasi dari masyarakat. Tanpa memperhatikan hal tersebut, peradaban yang baik sesuai dengan tujuan bangsa tidak akan terwujud’.

Fenomena yang terjadi di Indonesia penyebab kurang berhasilnya good governance disebabkan kurangnya perhatian pemerintah terhadap budaya kerja aparat. Budaya kerja adalah sikap dan perilaku individu dan kelompok aparatur negara yang didasari atas nilai-nilai yang diyakini kebenarannya dan telah menjadi sifat serta kebiasaan dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan sehari-hari. Budaya kerja diharapkan bermanfaat bagi pribadi aparat negara maupun unit kerjanya, dimana secara pribadi memberi kesempatan berperan, berprestasi dan aktualisasi diri, dan dalam kelompok bisa meningkatkan kualitas kinerja kelompok. Sasaran yang ingin dicapai dalam penerapan dan pengembangan budaya kerja adalah bertumbuh kembangnya nilai-nilai moral dan budaya kerja produktif aparat negara, meningkatnya persepsi, pola pikir, pola sikap, pola tindak, dan perilaku aparat negara sehingga terhindar dari perbuatan KKN,


(2)

6 meningkatnya kinerja aparat negara, dan terbentuknya citra aparat negara dan kepercayaan masyarakat (trust).

Agar penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih terwujud, maka pengawasan sebagai instrumen dalam manajemen organisasi pemerintahan harus berjalan dan terlaksana secara optimal. Optimalisasi pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah selain mewujudkan cita-cita otonomi daerah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, juga mencegah terjadinya penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang. Guna mencegah terjadinya penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang dalam penyelenggaraan pemerintahan, maka di setiap institusi pemerintah dibentuk lembaga pengawasan internal pemerintah yang secara khusus melaksanakan fungsi pengawasan. Lembaga pengawasan internal pemerintah adalah lembaga yang dibentuk dan secara inheren merupakan bagian dari sistem pemerintahan yang memiliki tugas pokok dan fungsi dibidang pengawasan. Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilakukan oleh Inspektorat. Pengawasan sebagai suatu proses merupakan rangkaian tidak terputus, salah satu unsur manajemen pemerintah yang penting untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik, efektif, efisien, terarah dan terkoordinasi. Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah merupakan amanat dari ketentuan Bab XII, Pasal 218 Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa

1. Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh Pemerintah meliputi :

a. Pengawasan atas pelaksanaan urusan pemerintah di daerah.


(3)

7 2. Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh aparat pengawas intern Pemerintah sesuai peraturan perundang-undangan.

Guna mewujudkan pemerintahan yang baik lembaga pengawasan selayaknya memainkan peran aktifnya dalam menghadapi tuntutan perkembangan dan pencapaian sasaran pembangunan sesuai dengan aspirasi reformasi, peranan aparatur negara dan tuntutan masyarakat. Sesuai dengan tuntutan masyarakat terhadap kinerja aparatur pemerintah dalam penyelenggaraan kepemerintahan yang baik (good governance), maka perlu dilakukan upaya perbaikan secara terus-menerus terhadap hal-hal yang berkaitan dengan masalah ketidakekonomisan, ketidakefisienan dan ketidakefektifan dalam praktek manajemen publik baik dimasa lalu maupun yang berpotensi timbul di masa yang akan datang.

Perubahan yang terjadi terus menerus juga menuntut peningkatan kompetensi aparat pengawas internal. Pengetahuan dan ketrampilan minimal yang dibutuhkan dari pengawas intern juga mengalami perubahan. Jika dahulu aparat lebih didominasi oleh ilmu akuntansi dan auditing, saat ini pengawas intern membutuhkan berbagai jenis disiplin ilmu untuk mendukungnya (Warta Pengawasan, 2012:9)

Kabupaten Labuhanbatu Utara merupakan kabupaten hasil pemekaran Kabupaten Labuhanbatu. Pembentukan Kabupaten ini sendiri didasarkan pada Undang-Undang No.23 Tahun 2008 tanggal 21 Juli 2008. Sebagai kabupaten baru, peneliti tertarik untuk melihat sejauhmana peran Inspektorat Kabupaten dalam melakukan pengawasan demi mewujudkan good governance.

Penelitian Syamsir (2014) mencoba menganalisis hubungan peran inspektorat daerah sebagai lembaga pengawas daerah dan budaya organisasi terhadap penerapan good governance yang mengatakan bahwa inspektorat tidak berpengaruh terhadap penerapan good governance di pemerintahan Kota


(4)

8 Bukittinggi, sedangkan budaya organisasi memiliki pengaruh langsung terhadap penerapan good governance.

Amelia et al. (2012) dalam penelitiannya menyatakan bahwa good governance berpengaruh terhadap kinerja pemerintah daerah di Kabupaten Pelalawan sedangkan budaya kerja organisasi tidak berpengaruh terhadap kinerja pemerintah.

Berdasarkan latar belakang diatas, penelitian ingin melihat pengaruh budaya kerja dalam mewujudkan good governance. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada (1) objek penelitian, yaitu Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam penelitian ini adalah Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara dan (2) penambahan variabel penelitian, yaitu kompetensi sumber daya manusia.

Dari uraian diatas dan berdasarkan hasil dari penelitian terdahulu, maka penulis melakukan penelitian ini dengan judul: “PENGARUH KOMPETENSI SUMBER DAYA MANUSIA DAN BUDAYA KERJA DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE DI INSPEKTORAT KABUPATEN LABUHANBATU UTARA”.


(5)

9 1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang sudah dipaparkan, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian terfokus pada :

1. Apakah kompetensi sumber daya manusia berpengaruh dalam mewujudkan Good Governance di Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara?

2. Apakah budaya kerja berpengaruh dalam mewujudkan Good Governance di Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara ?

3. Apakah kompetensi sumber daya manusia dan budaya kerja berpengaruh dalam mewujudkan Good Governance di Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara ?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan beberapa masalah yang yang telah diuraikan diatas, maka tujuan dari penelitian ini dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Untuk menguji apakah kompetensi sumber daya manusia berpengaruh dalam mewujudkan Good Governance di Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara

2. Untuk menguji apakah budaya kerja organisasi berpengaruh dalam mewujudkan Good Governance di Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara

3. Untuk menguji apakah kompetensi sumber daya manusia dan budaya kerja berpengaruh dalam mewujudkan Good Governance di Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara


(6)

10 1.4. Manfaat Penelitian

Dengan dilakukannya penelitian mengenai pengaruh kompetensi sumber daya manusia dan budaya kerja organisasi dalam mewujudkan Good Governance, maka terdapat manfaat bagi berbagai pihak. Adapun manfaat tersebut adalah :

1. Bagi peneliti, penelitian ini berguna untuk menambah wawasan, pengetahuan dan pemahaman mengenai penerapan good governance berkaitan dengan kompetensi sumber daya manusia dan budaya kerja. 2. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dapat memperkaya hasil penelitian

dan sebagai bahan referensi dalam melakukan penelitian yang ingin mengkaji masalah yang sama di masa yang akan datang.

3. Bagi Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara, diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada aparat pemerintahan sebagai tambahan informasi dan bahan kajian dalam memahami fungsi, peran, tugas dan tanggung jawab dalam mewujudkan good governance.


Dokumen yang terkait

Analisis Pengaruh Budaya Organisasi Dan Kompetensi Sumber Daya Manusia Terhadap Kinerja Pegawai Pada Kantor Bank Indonesia Medan

3 48 181

Pengaruh Kompetensi Sumber Daya Manusia Terhadap Kinerja Karyawan di PT.PP. London Sumatra Tbk Medan

12 57 103

Pengaruh Kompetensi Sumber Daya Manusia Dan Budaya Kerja Dalam Mewujudkan Good Governance Di Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara

4 57 94

PENGARUH KOMPETENSI SUMBER DAYA MANUSIA, PENERAPAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN, DAN GOOD GOVERNANCE Pengaruh Kompetensi Sumber Daya Manusia, Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan, dan Good Governance Terhadap Kualitas Laporan Keuangan (Studi Kasu

0 6 15

PENGARUH KOMPETENSI SUMBER DAYA MANUSIA, PENERAPAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN, DAN GOOD GOVERNANCE Pengaruh Kompetensi Sumber Daya Manusia, Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan, dan Good Governance Terhadap Kualitas Laporan Keuangan (Studi Kasu

0 4 18

Pengaruh Kompetensi Sumber Daya Manusia Dan Budaya Kerja Dalam Mewujudkan Good Governance Di Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara

0 1 12

Pengaruh Kompetensi Sumber Daya Manusia Dan Budaya Kerja Dalam Mewujudkan Good Governance Di Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara

0 0 2

Pengaruh Kompetensi Sumber Daya Manusia Dan Budaya Kerja Dalam Mewujudkan Good Governance Di Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara

0 1 24

Pengaruh Kompetensi Sumber Daya Manusia Dan Budaya Kerja Dalam Mewujudkan Good Governance Di Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara

0 1 4

Pengaruh Kompetensi Sumber Daya Manusia Dan Budaya Kerja Dalam Mewujudkan Good Governance Di Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara

0 0 15