Pengaruh Kompetensi Sumber Daya Manusia Dan Budaya Kerja Dalam Mewujudkan Good Governance Di Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara

(1)

SKRIPSI

PENGARUH KOMPETENSI SUMBER DAYA MANUSIA DAN BUDAYA KERJA DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE DI

INSPEKTORAT KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

OLEH

LAILY WASHLIATI NASUTION 110503128

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI DEPARTEMEN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “PENGARUH KOMPETENSI SUMBER DAYA MANUSIA DAN BUDAYA KERJA DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE DI INSPEKTORAT KABUPATEN LABUHANBATU UTARA” adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik guna menyelesaikan akademik pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari perusahaan atau lembaga, atau yang saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat izin dan dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma kaidah dan penulisan etika ilmiah.

Apabila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam skripsi saya, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, 12 Oktober 2015

110503128 Laily Washliati Nasution


(3)

ABSTRAK

PENGARUH KOMPETENSI SUMBER DAYA MANUSIA DAN BUDAYA KERJA DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE DI

INSPEKTORAT KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kompetensi sumber daya manusia dan budaya kerja baik secara parsial maupun simultan berpengaruh dalam mewujudkan good governance di Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara.

Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan kuesioner yang disampaikan kepada 32 orang aparat pemerintahan di Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara. Model analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda yang dilakukan dengan bantuan program komputer SPSS versi 22.0 dengan menggunakan uji kualitas data yang terdiri dari uji validitas dan uji reliabilitas serta menggunakan uji asumsi klasik yang terdiri dari uji normalitas, hesteroskedastisitas, multikolonieritas, dan uji hipotesis yaitu linear berganda, uji koefisien determinasi, uji t dan uji F.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan semua variabel independen mempengaruhi variabel dependen. Pengujian secara parsial memperlihatkan hasil bahwa variabel kompetensi sumber daya manusia berpengaruh dalam mewujudkan good governance di Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara sedangkan variabel budaya kerja tidak berpengaruh dalam mewujudkan good governance.

Kata kunci: Kompetensi Sumber Daya Manusia, Budaya Kerja, Good Governance.


(4)

ABSTRACT

THE EFFECT OF HUMAN RESOURCE COMPETENTION AND BUDAYA KERJA TO IMPLEMENT GOOD GOVERNANCE IN INSPECTORAT OF

NORTH LABUHANBATU

The purpose of this research is to determine the effect of human resource competention and budaya kerja to implement good governance in Inspectorat of North Labuhanbatu.

Data was collected by using questionnaire to the government employee of Inspectorat of North Labuhanbatu. The analysis model used is multiple linear regression were performed with the aid of a computer program SPSS version 22.0 using the data quality test that consisting the validity test and reliability test and classical asumption test which consisting of normality test, hesteroskedastisitas test, and multikolinear test and t test and F test.

.

Simultaneous testing concluded that all the independent variables affect the dependent variable. Partial testing results show that human resource competent significant influence implement good governance in inspectorat of North Labuhanbatu. Meanwhile budaya kerja not significant influence implement good governance in inspectorat of North Labuhanbatu.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wa ta ‘alla atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaian skripsi ini guna memperoleh Sarjana Ekonomi Akuntansi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara. Penulis telah banyak menerima bimbingan, saran, motivasi, dan doa dari berbagai pihak selama penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan, yaitu kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec.Ac., Ak., CA., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Syafruddin Ginting Sugihen, MAFIS., Ak., selaku Ketua Departemen Akuntansi dan bapak Drs. Hotmal Ja’far, MM., Ak selaku Sekretaris Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si., Ak., selaku Ketua Program Studi S-1 Akuntansi dan Ibu Dra. Mutia Ismail, MM., Ak selaku Sekretaris Program Studi S-1 Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai Dosen Penguji saya.

4. Bapak Drs. Mhd. Zainul Bahri Torong, M.Si., Ak., selaku Dosen Pembimbing saya yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, pengarahan, dan perbaikan dalam menyelesaikan skripsi ini


(6)

dan bapak Iskandar Muda, S.E., M.Si., Ak selaku Dosen Pembanding saya, atas segala saran dan masukan yang telah diberikan selama ini. 5. Kedua orang tua penulis, Ayah dan Ibu tercinta, H.Ahmad Rizal

Nasution, SH dan Drs. Fadhillah Bahar Dalimunthe. Abang saya Faizal Amanda Nasution S.STP dan ketiga adik-adik saya, Mhd. Luthfi Amri Nst, Fadlina adriyani Nst dan Arif Abdillah Nst. Terimakasih atas segala curahan kasih sayang, perhatian, doa, dukungan dan pengorbanan selama ini yang telah diberikan.

6. Kepada teman-teman saya terkhusus Dewita Pratiwi, Diah Puji Astika, Siti Uly Mawaddah Simbolon, dan Wiwik Puspa yang banyak terlibat membantu penyelesaian skripsi penulis. Kepada teman sekaligus guru saya, Yunita Deby, terimakasih atas ilmu dan bantuannya selama ini. Kepada rekan terbaik saya Fahmi Marajuang, semoga bisa menyelesaikan sarjana secepatnya. Kepada sahabat-sahabat saya Dwiva, Eki, Joko, Nanda, Pai, Ratih, Rafiq, Walid, Iman, Eza, Arif, Hadi, Nisa, Ongga, Amita , Devi, Novri, Martin serta semua teman-teman FEB USU yang selalu memberikan dorongan nya agar saya tetap semangat dan berjuang untuk menyelesaikan study di Fakultas Ekonomi dan Bisnis USU.

7. Terimakasih banyak kepada setiap orang, baik itu sahabat, teman, rekan, dan setiap pihak yang saya kenal dengan baik dan tidak dapat saya sebutkan namanya satu-persatu. Terimakasih banyak untuk semuanya, saya bersyukur telah dipertemukan dengan kalian semua.


(7)

Saya berharap skripsi ini dapat berguna bagi semua pihak. Saya juga berharap semoga skripsi ini dapat menjadi bahan referensi bagi penelitian selanjutnya dan dapat menambah ilmu bagi yang membaca. Saya menyadari bahwa skripsi ini juga masih banyak terdapat kekurangan. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 12 Oktober 2015


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ... ii

ABSTRACT ... ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 9

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Manfaat Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Good Governance ... 11

2.1.1 Konsep Good Governance dalam pelayanan publik ... 14

2.2 Sumber Daya Manusia ... 18

2.2.1 Pegawai Negeri Sipil ... 19

2.2.2 Pegawai Tidak Tetap ... 21

2.3 Kompetensi Sumber Daya Manusia ... 23

2.4 Budaya Kerja ... 28

2.4.1 Pengertian Budaya ... 28

2.4.2 Pengertian Kerja ... 28

2.4.3 Pengertian Budaya Kerja ... 29

2.4.4 Terbentuknya Budaya Kerja ... 29

2.5 Penelitian Terdahulu ... 30

2.6 Kerangka Konseptual ... 33

2.7 Hipotesis ... 34

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ……….. ... 35

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 35

3.3 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 35

3.3.1 Good Governance ... 36

3.3.2 Kompetensi Sumber Daya Manusia ... 37

3.3.3 Budaya Kerja ... 37

3.4 Populasi dan Sampel Penelitian ... 39


(9)

3.6 Metode Pengumpulan Data ... 40

3.7 Teknik Analisis …. ... 41

3.7.1 Uji Kualitas Data ... 41

3.7.2 Uji Asumsi Klasik ... 42

3.7.3 Uji Hipotesis ... 43

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 46

4.1.1 Gambaran Singkat Objek Penelitian ... 46

4.1.2 Deskripsi Data …...…...………...……...……...…... 47

4.1.3 Statistik Deskriptif... 47

4.1.4 Uji Kualitas Data ... 48

4.1.5 Uji Asumsi Klasik ... 49

4.1.6 Uji Hipotesis ... 54

4.2 Pembahasan ... 58

4.2.1 Pengaruh kompetensi sumber daya manusia dalam mewujudkan good governance ... 58

4.2.2 Pengaruh budaya kerja dalam mewujudkan good governance ... 59

4.2.3 Pengaruh kompetensi sumber daya manusia dan budaya kerja dalam mewujudkan good governance ... 59

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 60

5.2 Keterbatasan ... 60

5.3 Saran ... 61


(10)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

2.1 Review Penelitian Terdahulu ... 32

3.1 Defenisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 38

4.1 Output SPSS Statistik Deskriptif ... 47

4.2 Output Uji Reliabilitas ... 49

4.3 Output Uji Normalitas ……...…...………...………... 50

4.4 Output Uji Multikolinearitas ... 53

4.5 Output Uji Regresi Linear Berganda ... 55

4.6 Output Uji Determinasi ... 56

4.7 Output Uji-t ……... 57


(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

2.1 Kerangka Konseptual ... 33

4.1 Output SPSS Normal P-Plot ... 51

4.2 Output SPSS Grafik Histogram ... 52


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian ………. 66

Lampiran 2 Data Hasil Kuesioner ……… 70

Lampiran 3 Hasil Uji Statistik Deskriptif ……… 73

Lampiran 4 Uji Kualitas Data ……….. 73

Lampiran 5 Uji Asumsi Klasik ………. 77


(13)

ABSTRAK

PENGARUH KOMPETENSI SUMBER DAYA MANUSIA DAN BUDAYA KERJA DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE DI

INSPEKTORAT KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kompetensi sumber daya manusia dan budaya kerja baik secara parsial maupun simultan berpengaruh dalam mewujudkan good governance di Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara.

Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan kuesioner yang disampaikan kepada 32 orang aparat pemerintahan di Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara. Model analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda yang dilakukan dengan bantuan program komputer SPSS versi 22.0 dengan menggunakan uji kualitas data yang terdiri dari uji validitas dan uji reliabilitas serta menggunakan uji asumsi klasik yang terdiri dari uji normalitas, hesteroskedastisitas, multikolonieritas, dan uji hipotesis yaitu linear berganda, uji koefisien determinasi, uji t dan uji F.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan semua variabel independen mempengaruhi variabel dependen. Pengujian secara parsial memperlihatkan hasil bahwa variabel kompetensi sumber daya manusia berpengaruh dalam mewujudkan good governance di Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara sedangkan variabel budaya kerja tidak berpengaruh dalam mewujudkan good governance.

Kata kunci: Kompetensi Sumber Daya Manusia, Budaya Kerja, Good Governance.


(14)

ABSTRACT

THE EFFECT OF HUMAN RESOURCE COMPETENTION AND BUDAYA KERJA TO IMPLEMENT GOOD GOVERNANCE IN INSPECTORAT OF

NORTH LABUHANBATU

The purpose of this research is to determine the effect of human resource competention and budaya kerja to implement good governance in Inspectorat of North Labuhanbatu.

Data was collected by using questionnaire to the government employee of Inspectorat of North Labuhanbatu. The analysis model used is multiple linear regression were performed with the aid of a computer program SPSS version 22.0 using the data quality test that consisting the validity test and reliability test and classical asumption test which consisting of normality test, hesteroskedastisitas test, and multikolinear test and t test and F test.

.

Simultaneous testing concluded that all the independent variables affect the dependent variable. Partial testing results show that human resource competent significant influence implement good governance in inspectorat of North Labuhanbatu. Meanwhile budaya kerja not significant influence implement good governance in inspectorat of North Labuhanbatu.


(15)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

Tata kelola kepemerintahan yang baik (Good Governance) merupakan issue yang menonjol dalam pengelolaan administrasi publik saat ini. Tuntutan gencar yang dilakukan oleh masyarakat kepada pemerintah untuk melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan yang baik adalah sejalan dengan meningkatnya tingkat pengetahuan dan pendidikan masyarakat, selain adanya pengaruh globalisasi (Sedarmayanti, 2003:4).

Good governance merupakan prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang universal, karena itu seharusnya diterapkan dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Apalagi setelah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, yang di dalamnya telah diatur secara tegas dan limitatif asas-asas umum penyelenggaraan negara. Good governance merupakan proses penyelenggaraan kekuasaan negara dalam melaksanakan penyediaan public good and service di dalam governance (pemerintahan atau kepemerintahan) sedangkan praktek baiknya disebut “good governance” (kepemerintahan yang baik). Penyediaan public good and service di dalam praktek good governance erat kaitannya dengan pelayanan publik.


(16)

Pelayanan publik (public service) merupakan suatu perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat dan abdi negara. Pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan, maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. (Kepmenpan No.25/KEP/M.PAN/02/2004). Pelayanan publik oleh birokrasi publik dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menilik dari fungsi utama pemerintah yang merupakan penyelenggara pelayanan publik, sudah seharusnya pemerintah melakukan perbaikan dalam pelayanan publik tersebut dan tidak menjadikan good governance hanya sebagai sloganistik.

Dewasa ini, kepercayaan masyarakat/publik terhadap kinerja pemerintah atau birokrasi mengalami degradasi yang kian semakin parah oleh akibat dari lemahnya kinerja aparat-aparat pemerintahan/birokrasi. Kepercayaan dan kehidupan masyarakat menjadi semakin sengsara ketika pemerintah/birokrasi yang seharusnya berperan menghadirkan pelayanan prima kepada publik menjadi didominasi dan ditentukan oleh rezim yang berkuasa sehingga menyebabkan kebalikan daripada pelayanan publik menjadi publiklah yang menjadi pelayan bagi birokrasi. Hal ini membuktikan bahwa pelayanan publik yang selama ini dirasakan masyarakat belum bisa memberikan kemudahan dan kesejahteraan bagi masyarakat itu sendiri. Selain itu banyak pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat tidak secara efektif dan efisien, dimana pelayanan yang diberikan cenderung kurang memuaskan dan berbelit-belit.


(17)

Setelah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dimana telah mengalami perubahan sebanyak dua kali, yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 dan Undang-Undang No.12 Tahun 2008, telah membawa perubahan besar terhadap bentuk sistem pemerintahan yang sebelumnya menganut sistem sentralisasi (terpusat) menjadi desentralisasi (otonomi daerah). Perubahan sistem ini memberikan dampak besar dalam pelaksanaan administrasi dan manajemen sumber daya manusia sektor publik. Perubahan ini membawa implikasi yang sangat luas bagi pelaksanaan tugas aparatur di daerah. Perubahan yang sangat mendasar adalah kewenangan yang diberikan pemerintah kepada kepala daerah (gubernur, bupati atau walikota) yang sangat besar berkenaan dengan pengelolaan kepegawaian di daerah, mulai dari pengangkatan, promosi dalam jabatan, kenaikan pangkat, hingga kepada pemberhentian pegawai. Kewenangan yang besar tersebut diharapkan akan membantu kelancaran keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah, karena sumber daya manusia aparatur di daerah merupakan ujung tombak dalam implementasi kebijakan otonomi daerah. Sesuai dengan pendapat Thoha dalam Torang (2013:50) yang menyatakan bahwa “manusia (man) adalah salah satu dimensi dalam organisasi yang amat penting, merupakan salah satu faktor dan pendukung organisasi”.

Namun demikian kenyataan menunjukkan bahwa setelah lebih dari satu dasawarsa pelaksanaan otonomi daerah, masih banyak terjadi penyalahgunaan wewenang oleh kepala daerah, diantaranya pengangkatan tenaga honorer yang terkesan asal-asalan (tidak memiliki standar dan kompetensi), pengangkatan calon


(18)

pegawai negeri sipil (CPNS) dan promosi jabatan yang banyak terimplikasi ada praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dan pengangkatan jabatan yang tidak memiliki kualifikasi dan kompetensi. Padahal seharusnya penempatan pegawai disesuaikan dengan keahliannya sesuai prinsip the right man on the right job yang merupakan kaidah dan prinsip yang berlaku secara universal. Apabila hal ini terus terjadi, maka akan mengganggu kinerja sumber daya manusia aparatur secara umum, mengganggu sistem karir dan akan menghambat aktivitas pelayanan publik sehingga berimplikasi terhadap penurunan kepercayaan publik kepada pemerintah daerah dan pada gilirannya akan berimbas kepada sulitnya atau gagalnya pelaksanaan otonomi daerah dalam mewujudkan good governance.

Padahal seharusnya good governance digunakan sebagai sebuah kerangka institusional untuk memperkuat otonomi daerah karena secara subtantif desentralisasi dan otonomi daerah bukan hanya masalah pembagian kewenangan antara level pemerintahan, melainkan upaya membawa negara lebih dekat terhadap masyarakat dan good governance adalah basis penyelenggaraan otonomi lokal.

Sejalan dengan pendapat Thoha, Tajuddin (2008) juga menyatakan bahwa “berhasil atau tidaknya pelaksanaan good governance sebagian besar tergantung pada pemerintah daerah (local government) yang terdiri dari unsur-unsur pimpinan daerah, DPRD. Disamping itu terdapat aparatur atau alat perlengkapan daerah lainnya yaitu para pegawai daerah itu sendiri”. Berdasarkan pendapat ahli tersebut diketahui bahwa salah satu unsur penyelenggaraan pemerintahan yang perlu memperoleh perhatian dalam upaya perwujudan tata kelola kepemerintahan


(19)

yang baik (good governance) ialah penataan aparatur pemerintah yang meliputi penataan kelembagaan birokrasi pemerintahan, sistem dan penataan manajemen sumber daya pegawai (PNS).

Jika diamati dengan seksama, persoalan yang menjadikan aparatur negara kurang amanah salah satunya disebabkan oleh terabaikannya faktor moral dan etika. Konsentrasi aparatur negara lebih banyak bernuansa materi. Vonita (2010), ‘untuk negara yang lebih baik maka terlebih dahulu membangun peradaban manusia-manusia yang baik, hal ini dapat terwujud dengan membangun individu-individu yang membentuk masyarakat itu sendiri. Sebab individu-individu merupakan pondasi dari masyarakat. Tanpa memperhatikan hal tersebut, peradaban yang baik sesuai dengan tujuan bangsa tidak akan terwujud’.

Fenomena yang terjadi di Indonesia penyebab kurang berhasilnya good governance disebabkan kurangnya perhatian pemerintah terhadap budaya kerja aparat. Budaya kerja adalah sikap dan perilaku individu dan kelompok aparatur negara yang didasari atas nilai-nilai yang diyakini kebenarannya dan telah menjadi sifat serta kebiasaan dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan sehari-hari. Budaya kerja diharapkan bermanfaat bagi pribadi aparat negara maupun unit kerjanya, dimana secara pribadi memberi kesempatan berperan, berprestasi dan aktualisasi diri, dan dalam kelompok bisa meningkatkan kualitas kinerja kelompok. Sasaran yang ingin dicapai dalam penerapan dan pengembangan budaya kerja adalah bertumbuh kembangnya nilai-nilai moral dan budaya kerja produktif aparat negara, meningkatnya persepsi, pola pikir, pola sikap, pola tindak, dan perilaku aparat negara sehingga terhindar dari perbuatan KKN,


(20)

meningkatnya kinerja aparat negara, dan terbentuknya citra aparat negara dan kepercayaan masyarakat (trust).

Agar penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih terwujud, maka pengawasan sebagai instrumen dalam manajemen organisasi pemerintahan harus berjalan dan terlaksana secara optimal. Optimalisasi pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah selain mewujudkan cita-cita otonomi daerah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, juga mencegah terjadinya penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang. Guna mencegah terjadinya penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang dalam penyelenggaraan pemerintahan, maka di setiap institusi pemerintah dibentuk lembaga pengawasan internal pemerintah yang secara khusus melaksanakan fungsi pengawasan. Lembaga pengawasan internal pemerintah adalah lembaga yang dibentuk dan secara inheren merupakan bagian dari sistem pemerintahan yang memiliki tugas pokok dan fungsi dibidang pengawasan. Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilakukan oleh Inspektorat. Pengawasan sebagai suatu proses merupakan rangkaian tidak terputus, salah satu unsur manajemen pemerintah yang penting untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik, efektif, efisien, terarah dan terkoordinasi. Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah merupakan amanat dari ketentuan Bab XII, Pasal 218 Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa

1. Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh Pemerintah meliputi :

a. Pengawasan atas pelaksanaan urusan pemerintah di daerah.


(21)

2. Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh aparat pengawas intern Pemerintah sesuai peraturan perundang-undangan.

Guna mewujudkan pemerintahan yang baik lembaga pengawasan selayaknya memainkan peran aktifnya dalam menghadapi tuntutan perkembangan dan pencapaian sasaran pembangunan sesuai dengan aspirasi reformasi, peranan aparatur negara dan tuntutan masyarakat. Sesuai dengan tuntutan masyarakat terhadap kinerja aparatur pemerintah dalam penyelenggaraan kepemerintahan yang baik (good governance), maka perlu dilakukan upaya perbaikan secara terus-menerus terhadap hal-hal yang berkaitan dengan masalah ketidakekonomisan, ketidakefisienan dan ketidakefektifan dalam praktek manajemen publik baik dimasa lalu maupun yang berpotensi timbul di masa yang akan datang.

Perubahan yang terjadi terus menerus juga menuntut peningkatan kompetensi aparat pengawas internal. Pengetahuan dan ketrampilan minimal yang dibutuhkan dari pengawas intern juga mengalami perubahan. Jika dahulu aparat lebih didominasi oleh ilmu akuntansi dan auditing, saat ini pengawas intern membutuhkan berbagai jenis disiplin ilmu untuk mendukungnya (Warta Pengawasan, 2012:9)

Kabupaten Labuhanbatu Utara merupakan kabupaten hasil pemekaran Kabupaten Labuhanbatu. Pembentukan Kabupaten ini sendiri didasarkan pada Undang-Undang No.23 Tahun 2008 tanggal 21 Juli 2008. Sebagai kabupaten baru, peneliti tertarik untuk melihat sejauhmana peran Inspektorat Kabupaten dalam melakukan pengawasan demi mewujudkan good governance.

Penelitian Syamsir (2014) mencoba menganalisis hubungan peran inspektorat daerah sebagai lembaga pengawas daerah dan budaya organisasi terhadap penerapan good governance yang mengatakan bahwa inspektorat tidak berpengaruh terhadap penerapan good governance di pemerintahan Kota


(22)

Bukittinggi, sedangkan budaya organisasi memiliki pengaruh langsung terhadap penerapan good governance.

Amelia et al. (2012) dalam penelitiannya menyatakan bahwa good governance berpengaruh terhadap kinerja pemerintah daerah di Kabupaten Pelalawan sedangkan budaya kerja organisasi tidak berpengaruh terhadap kinerja pemerintah.

Berdasarkan latar belakang diatas, penelitian ingin melihat pengaruh budaya kerja dalam mewujudkan good governance. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada (1) objek penelitian, yaitu Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam penelitian ini adalah Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara dan (2) penambahan variabel penelitian, yaitu kompetensi sumber daya manusia.

Dari uraian diatas dan berdasarkan hasil dari penelitian terdahulu, maka penulis melakukan penelitian ini dengan judul: “PENGARUH KOMPETENSI SUMBER DAYA MANUSIA DAN BUDAYA KERJA DALAM

MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE DI INSPEKTORAT


(23)

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang sudah dipaparkan, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian terfokus pada :

1. Apakah kompetensi sumber daya manusia berpengaruh dalam

mewujudkan Good Governance di Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara?

2. Apakah budaya kerja berpengaruh dalam mewujudkan Good Governance di Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara ?

3. Apakah kompetensi sumber daya manusia dan budaya kerja berpengaruh dalam mewujudkan Good Governance di Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara ?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan beberapa masalah yang yang telah diuraikan diatas, maka tujuan dari penelitian ini dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Untuk menguji apakah kompetensi sumber daya manusia berpengaruh dalam mewujudkan Good Governance di Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara

2. Untuk menguji apakah budaya kerja organisasi berpengaruh dalam mewujudkan Good Governance di Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara

3. Untuk menguji apakah kompetensi sumber daya manusia dan budaya kerja berpengaruh dalam mewujudkan Good Governance di Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara


(24)

1.4. Manfaat Penelitian

Dengan dilakukannya penelitian mengenai pengaruh kompetensi sumber daya manusia dan budaya kerja organisasi dalam mewujudkan Good Governance, maka terdapat manfaat bagi berbagai pihak. Adapun manfaat tersebut adalah :

1. Bagi peneliti, penelitian ini berguna untuk menambah wawasan,

pengetahuan dan pemahaman mengenai penerapan good governance berkaitan dengan kompetensi sumber daya manusia dan budaya kerja. 2. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dapat memperkaya hasil penelitian

dan sebagai bahan referensi dalam melakukan penelitian yang ingin mengkaji masalah yang sama di masa yang akan datang.

3. Bagi Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara, diharapkan dapat

memberikan sumbangan pemikiran kepada aparat pemerintahan sebagai tambahan informasi dan bahan kajian dalam memahami fungsi, peran, tugas dan tanggung jawab dalam mewujudkan good governance.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Good Governance

Istilah governance pertama kali dipergunakan pada abad ke-14 di Perancis. Pada waktu itu, istilah governance diartikan sebagai seat of government (kursi pemerintah). Governance menjadi populer tatkala World Bank mempergunakan istilah governance untuk memperkanalkan pendekatan baru dalam melaksanakan proses pembangunan. Jika mengacu pada program World Bank dan United Nation Development Program (UNDP), orientasi pembangunan sektor publik adalah untuk menciptakan good governance. Pengertian good governance sering diartikan sebagai kepemerintahan yang baik. World Bank (1989) dalam Fajonyomi (2013) mendefenisikan governance sebagai ‘the exercise of political power to manage a nation’s affairs”. Sedangkan United Nation Development Program (UNDP) dalam Fajonyomi (2013) mendefenisikan governance sebagai ‘the exercise of economic, political and administrative authority to manage a country’s affair at all levels’. Dalam hal ini, World Bank lebih menekankan pada cara pemerintah mengelola sumber daya sosial dan ekonomi untuk kepentingan pembangunan masyarakat, sedangkan UNDP lebih menekankan pada aspek politik, ekonomi, dan administratif dalam pengelolaan negara.

Peraturan Pemetintah Nomor 101 tahun 2000 merumuskan arti good governance sebagai “keperintahan yang mengemban akan dan menerapkan prinsip-prinsip profesionalitas, akuntabilitas, transparansi, pelayanan prima,


(26)

demokrasi, efisiensi, efektifitas, supremasi hukum dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat”.

Kunci utama memahami good governance yaitu pemahaman atas prinsip-prinsip didalamnya. Baik-buruknya pemerintahan bisa dinilai bila ia telah bersinggungan dengan semua unsur prinsip-prinsip good governance. Prinsip-prinsip good governance menurut United Nation Development Program (UNDP, 1997) dalam Mardiasmo (2004:24) memberikan beberapa karaktertik pelaksanaan good governance, meliputi :

1. Partisipasi (Partisipation)

Keterlibatan masyarakat dalam pembuatan keputusan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui lembaga perwakilan yang dapat menyalurkan aspirasinya. Partisipasi tersebut dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif.

2. Aturan Hukun (Rule of Law)

Kerangka aturan hukum dan perundang-undangan harus berkeadilan, ditegakkan dan dipatuhi secara utuh tanpa pandang bulu.

3. Transparansi (Transparancy)

Transparansi harus dibangun atas dasar kebebasan memperoleh informasi. Informasi yang berkaitan dengan kepentingan publik secara langsung dapat diperoleh oleh mereka yang membutuhkan.

4. Daya Tangkap (Responsiveness)

Lembaga-lembaga publik harus cepat tanggap dalam melayani stakeholder.

5. Berorientasi Konsensus (Consensus Orientation)

Berorientasi pada kepentingan masyarakat yang lebih luas. 6. Berkeadilan (Equity)

Pemerintah yang baik akan memberikan kesempatan yang sama terhadap masyarakatnya dalam upaya mereka untuk meningkatkan kualitas hidupnya.

7. Efektif dan Efisiensi (Effectiveness and Efficiency)

Pengelolaan sumber daya publik dilakukan secara berdaya guna (efisien) dan berhasil guna (efektif).

8. Akuntabilitas (Accountability)

Pertanggungjawaban kepada publik atas setiap aktivitas yang dilakukan. 9. Visi Strategis (Strategic Vision)

Penyelenggaraan pemerintahan dan masyarakat harus memiliki visi jauh ke depan.


(27)

Sejalan dengan UNDP, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 dinyatakan bahwa prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik terdiri dari:

1. Profesionalitas, meningkatkan kemampuan dan moral penyelenggara pemerintah agar mampu member pelayanan yang mudah, cepat, tepat dengan biaya yang terjangkau.

2. Akuntabilitas, meningkatkan akuntabilitas para pengambil keputusan dalam segala bidang yang menyangkut kepentingan masyarakat.

3. Transparansi, menciptakan kepercayaan timbale balik antara

pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan didalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai.

4. Pelayanan prima, penyelenggaraan pelayanan publik yang mencakup prosedur yang baik, kejelasan tariff, kepastian waktu, kemudian akses, kelengkapan sarana dan prasarana serta pelayanan yang ramah dan disiplin.

5. Demokrasi dan pertisipasi, mendorong setiap warga untuk

mempergunakan hak dalam menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan keputusan, yang menyangkut kepentingan masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung.

6. Efisiensi dan efektifitas, menjamin terselenggaranya pelayanan kepada masyarakat dengan menggunakan sumber daya yang tersedia secara optimal dan bertanggungjawab.

7. Supremasi hukum dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat,

mewujudkan adanya penegakkan hukum yang adil bagi semua pihak tanpa pengecualian, menjunjung tinggi HAM dan memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. (Ramadhan, 2015: 708)

Tajuddin (2008) menyatakan bahwa ada 5 (lima) faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi good governance yaitu:

1. Faktor Manusia Pelaksana (Man)

Berhasil atau tidaknya pelaksanaan good governance sebagian besar tergantung pada pemerintah daerah (local government) yang terdiri dari unsur pemerintah daerah, DPRD. Disamping itu terdapat aparatur atau alat perlengkapan daerah lainnya yaitu para pegawai daerah itu sendiri

2. Faktor Partisipasi Masyarakat (Public Participation)

Masyarakat di daerah baik sebagai sistem maupun sebagai individu merupakan bagian integral yang sangat penting dalam sistem pemerintah daerah.

3. Faktor Keuangan Daerah (Funding or Budgeting)

Salah satu kriteria penting untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya adalah kemampuan self supporting dalam bidang keuangan. Dengan kata lain


(28)

faktor keuangan merupakan faktor esensial dalam mengukur tingkat pencapaian good governance. Ini berarti bahwa penerapan dan

pencapaian good governance di daerah/lokal membutuhkan

dana/finansial.

4. Faktor Peralatan (tools)

Dalam pengertian ini peralatan adalah setiap benda atau alat yang dipergunakan untuk memperlancar dan mempermudah pekerjaan gerak dan aktivitas pemerintah dalam upaya pencapaian dan perwujudan good governance.

5. Faktor Organisasi dan Manajemen (Organization and Managament) Faktor ini meliputi POAC (Planning, Organizing, Actuating, and Controlling)/ POSCORB (Planning, Organizing, Staffing, Coodinating). Agar pencapaian good governance dapat terwujud maka diperlukan adanya organisasi dan manajemen yang baik pula.

2.1.1. Konsep Good Governance Dalam Pelayanan Publik

Pelayanan publik di Indonesia seringkali dicirikan oleh inefisiensi yang tinggi, prosedur yang berbelit-belit, serta tidak adanya kepastian waktu dan biaya yang diperlukan dalam penyelenggaraan layanan. Lebih dari itu, penyelenggaraan pelayanan publik masih sangat dipengaruhi oleh subjektivitas, baik yang dimiliki oleh penyelenggaraan atau para pengguna dalam konteks ini upaya pengembangan pelayanan publik dengan memperhatikan prinsip-prinsip good governance menjadi sangat penting. Prinsip-prinsip dimaksud adalah:

1. Transparansi/Keterbukaan (Transparency)

Transparansi dalam pelayanan memiliki peran kritis dalam pengembangan praktik governance karena sebagian besar permasalahan dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintah dan pelayanan bersumber dari rendahnya transparansi. Ketidakpastian pelayanan, praktik suap, dan terlalu besarnya biaya transaksi dalam kegiatan pemerintahan dan pelayanan bersumber dari tidak adanya transparansi. Widodo (2002: 276) menyatakan “keterbukaan


(29)

mengandung arti prosedur/tata cara persyaratan, waktu penyelesaian, rincian waktu/tariff serta hal-hal lain yang berkaitan dengan proses pelayanan wajib diinformasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan dipahami oleh masyarakat baik diminta maupun tidak diminta”.

2. Akuntabilitas (Accountability) Pelayanan Publik

Penyelenggaraan pelayanan publik harus dapat dipertanggungjawabkan, baik kepada publik maupun kepada atasan/pimpinan unit pelayanan instansi pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Akuntabilitas dalam negara demokrasi (Lenvine, 1990: 188) dari aspek akuntabilitas menunjukkan seberapa besar proses penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan kepentingan stakeholders dan norma-norma yang berkembang dalam masyarakat”. Pertanggungjawaban pelayanan publik meliputi akuntabilitas kinerja pelayanan publik, akuntabilitas biaya pelayanan publik, dan akuntabilitas produk pelayanan publik (Ratminto dan Winarsih, 2006: 216-219).

3. Responsivitas (Responsiveness) Pelayanan Publik

Merupakan daya tanggap penyedia layanan terhadap harapan, keinginan, aspirasi maupun tuntutan pengguna layanan. Responsivitas diartikan juga sebagai kerelaan untuk menolong pengguna layanan dan menyelenggarakan pelayanan publik secara ikhlas (Zeithaml et al., 1990: 26).

Strategi yang dapat diterapkan untuk meningkatkan responsivitas pelayanan publik adalah melalui pelembagaan citizen charter atau kontrak pelayanan. Citizen charter adalah suatu pendekatan dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan menempatkan pengguna layanan sebagai perhatian. Dalam hal ini, kebutuhan dan kepentingan


(30)

pengguna layanan harus menjadi pertimbangan utama dalam keseluruhan proses penyelengaraan layanan (Subarsono, 2008: 135-171).

4. Keadilan (Fairness) Yang Merata

A level playing field (perlakuan yang adil/perlakuan kesetaraan). Ini berlaku bagi pemerintah kepada masyarakat dalam pelayanan publik, perusahaan kepada pelanggan dan sebagainya.

Kriteria keadilan yang merata mengandung arti cakupan/jangkauan pelayanan harus diusahakan seluas mungkin dengan distribusi yang merata dan diberlakukan secara adil bagi seluruh lapisan masyarakat (Widodo, 2002: 276).

Hubungan antara pemerintah sebagai pelayanan publik dan mereka yang menggunakan layanan tersebut secara historis lebih tepat didefinisikan sebagai hubungan antara pemerintah dengan warga negara daripada hubungan antara pemberi layanan dan customer. Walsh (1994: 69) dalam Laing (2003:433) mengatakan sebagai berikut: ‘the fundamental relationship between citizen and government is not one of simple exchange but one mutual commitment, and public services are not simply a reciprocation on taxes’. Dapat diartikan sebagai hubungan fundamental antara warga negara dan pemerintah bukanlah suatu pertukaran yang sederhana akan tetapi lebih merupakan komitmen bersama, dan pelayanan publik bukanlah semata-mata bentuk resiprokal dari pajak. Karena hubungan antara pemerintah dan warga negara yang dilayani memiliki landasan fundamental yang ditandai oleh adanya komitmen bersama antara pihak yang memerintah dan pihak yang diperintah untuk membangun suatu negara, maka salah satu hal penting yang harus menjadi indikator untuk mengukur keberhasilan pelayanan publik adalah


(31)

equality (persamaan). Dengan demikian, setiap warga negara harus mempunyai akses yang sama untuk memperoleh pelayanan publik yang mereka butuhkan.

5. Efesiensi dan Efektivitas (Efficiency & Effectiveness)

Savas (1987: 115) ada tiga kriteria fundamental dalam pelayanan publik yaitu efesiensi, efektivitas dan keadilan (equity). Untuk meningkat efisiensi dan efektivitas pelayanan publik, serta prospek pelayanan publik di masa datang mengisyaratkan perlu dilakukan reformasi mendasar terutama dalam kinerjanya.

Beberapa alternatif yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pelayanan yang efisien, efektif dan ekonomis (Arif, 2008: 22). antara lain:

a. melakukan reformasi internal dari aparat/birokrasi tentang tugas yang diembannya. Persepsi selama ini ia dibutuhkan rakyat atau publik harus dirubah bahwa dialah yang membutuhkan rakyat.

b. Peningkatan suasana kompetensi dengan sesame aparat dalam

memberikan layanan. Dengan kompetensi output layanan menjadi lebih baik namun tidak menambah biaya.

c. Mendeskripsikan dan mempublikasikan secara jelas-tegas, kriteria efisien dan efektif suatu kegiatan layanan publik. Efisien atau efektif tidaknya aktivitas layanan publik menjadi indikasi kinerja dan jenjang karies aparat yang bersangkutan.

d. Adanya otonomi, demokratisasi serta keterlibatan aparat dalam merumuskan suatu kebijakan.

e. Peningkatan moralitas aparat, ini berangkutan dengan kesadaran masing-masing aparat/birokrasi sebagai aktor pelayanan publik.

6. Partisipasi (Participation) dalam pelayanan publik

Pada pelayanan publik, prinsip partisipasi dalam upaya mewujudkan good governance, sejalan dengan pandangan baru yang berkembang di dalam upaya meningkatkan pelayanan publik dengan cara melihat masyarakat tidak hanya sebagai pelanggan (customer) melainkan sebagai warga negara yang memiliki negara dan sekaligus pemerintahan yang ada di dalamnya (owner). Pergeseran pandangan ini mengisyaratkan bahwa masyarakat sejak awal harus dilibatkan dalam merumuskan berbagai hal yang menyangkut pelayanan publik, misalnya mengenai jenis pelayanan yang mereka butuhkan, cara terbaik untuk


(32)

menyelenggarakan pelayanan publik, mekanisme untuk mengawasi proses pelayanan dan yang tak kalah pentingnya adalah mekanisme untuk mengevaluasi pelayanan (Purwanto, 2008: 190).

Pentingnya partisipasi publik dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik juga memperoleh momentum yang tepat seiring dengan munculnya era otonomi daerah di Indonesia yang memberikan keleluasaan lebih besar kepada daerah untuk merancang dan menentukan sendiri jenis pelayanan yang paling dibutuhkan oleh masyarakat. “Kewenangan yang dimiliki daerah tersebut tentunya dapat mendatangkan manfaat besar bagi masyarakat apabila pemerintah daerah mampu membangun demokrasi pada kepuasannya (Darodjat, 2015: 90)”.

Berdasarkan Undang – Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) tingkat lokal (local level democracy), melalui peningkatan partisipasi publik dengan melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan yang menyangkut pelayanan publik, pemerintah daerah akan memperoleh berbagai keuntungan.

2.2. Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia adalah kemampuan terpadu dari daya pikir dan daya fisik yang dimiliki individu, perilaku dan sifatnya ditentukan oleh keturunan dan lingkungannya, sedangkan prestasi kerjanya dimotivasi oleh keinginan untuk memenuhi kepuasannya (Darodjat, 2015:90).

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) menggantikan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1974 tentang


(33)

Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang – Undang Nomor 43 Tahun 1999, pegawai Aparatur Sipil Negara terdiri atas: Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Namun sehubungan dengan belum diberlakukannya UU ASN maka penelitian ini masih berpedoman terhadap Undang – Undang Nomor 43 Tahun 1999. Di dalam Undang – Undang Nomor 43 Tahun 1999 pasal 2 ayat (3) dinyatakan bahwa di samping Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pejabat yang berwenang dapat mengangkat pegawai tidak tetap.

2.2.1. Pegawai Negeri Sipil

Undang – Undang No. 43 Tahun 1999, pada bab 1 pasal 1 tentang Ketentuan Umum menyatakan bahwa yang dimaksud dengan pegawai negeri adalah setiap warga negara republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang – undangan yang berlaku.

Berdasarkan pada pengertian sebagaimana tersebut di atas, maka untuk dapat disebut sebagai pegawai negeri harus memenuhi beberapa unsur yaitu:

1. Warga negara Republik Indonesia

Warga negara Indonesia sebagaimana dinyatakan pada pasal 2 Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan adalah orang-orang Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.


(34)

2. Memenuhi syarat yang telah ditentukan undang-undang

Syarat yang harus dipenuhi oleh setiap calon pegawai negeri menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 11 tahun 2002 adalah:

a. Warga negara Indonesia

b. Berusia serendah-rendahnya 18 (delapan belas) tahun dan setinggi-tingginya 35 (tiga puluh lima) tahun

c. Tidak pernah dihukum penjara atau kurungan berdasarkan keputusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, karena melakukan suatu tindak pidana kejahatan

d. Tidak pernah diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil atau tidak dengan hormat sebagai pegawai swasta

e. Tidak berkedudukan sebagai calon/pegawai negeri

f. Mempunyai pendidikan, kecakapan, keahlian dan ketrampilan yang diperlukan

g. Berkelakuan baik

h. Sehat jasmani dan rohani

i. Bersedia ditempatkan di seluruh wilayah negara Republik Indonesia atau negara lain yang ditentukan oleh pemerintah dan;

j. Syarat lain yang ditentukan dalam persyaratan jabatan 3. Diangkat oleh pejabat yang berwenang

Pejabat yang berwenang adalah pejabat yang mempunyai kewenangan mengangkat, menempatkan, memindahkan dan memberhentikan pegawai negeri berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku

4. Diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya

Jabatan negeri adalah jabatan dalam bidang eksekutif yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang – undangan, termasuk di dalamnya jabatan dalam kesekretariatan lembaga tertinggi atau tinggi negara, dan kepaniteraan pengadilan, sedangkan yang dimaksudkan dengan tugas negara adalah tugas yang dibebankan oleh pejabat yang berwenang kepada pegawai negeri tersebut.


(35)

5. Digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku

Berdasarkan PP No. 7 Tahun 1977 tentang gaji PNS, penghasilan sah yang diterima seorang PNS terdiri dari gaji pokok, kenaikan gaji berkala, kenaikan gaji istimewa, tunjangan serta honorarium.

2.2.2. Pegawai Tidak Tetap

Berdasarkan Perubahan Undang – Undang Pokok – Pokok Kepegawaian (PUUPPK) Pasal 2 ayat (3), dimana rumusan pasal ini menegaskan bahwa disamping Pegawai Negeri, pejabat yang berwenang dapat mengangkat pegawai tidak tetap. Penjelasan dari pasal ini menegaskan bahwa pegawai tidak tetap adalah pegawai yang diangkat untuk jangka waktu tertentu guna melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan yang bersifat teknis professional dan administrasi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan organisasi.

Namun, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, setelah disahkannya Undang – Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN), istilah pegawai tidak tetap atau pegawai honor sudah tidak berlaku lagi dan berganti menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja yang selanjutnya disingkat PPPK. Berdasarkan UU ASN PPPK adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan. PPPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b Undang – Undang ASN merupakan Pegawai ASN yang diangkat sebagai pegawai dengan perjanjian kerja oleh Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai dengan kebutuhan


(36)

Instansi Pemerintah dan ketentuan Undang-Undang. Pengadaan PPPK harus dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu:

1. Perencanaan pengadaan PPPK 2. Pengumuman lowongan PPPK 3. Pelamaran

4. Seleksi

5. Pengumuman hasil seleksi 6. Pengangkatan menjadi PPPK

Proses penerimaan PPPK hampir sama dengan proses pengadaan CPNS dari kalangan umum. Setiap tahapan proses rekrutmen dilakukan dengan penilaian objektif berdasarkan kompetensi, kualifikasi, kebutuhan Instansi Pemerintah dan persyaratan lain yang dibutuhkan dalam jabatan. Persyaratan untuk menjadi seorang PPPK adalah yang bersangkutan harus memiliki masa kerja sebagai honorer dan memenuhi persyaratan sesuai dengan perundangan yang berlaku. Persyaratan untuk menjadi PPPK pada umumnya adalah hampir sama dengan persyaratan untuk menjadi PNS, yang menjadi perbedaan mencolok diantara keduanya adalah dari segi umur dimana seorang pelamar PPPK bisa berumur lebih dari 35 tahun sedangkan umur dari seorang CPNS dibatasi sampai dengan umur 35 tahun.


(37)

2.3. Kompetensi Sumber Daya Manusia

Kompetensi sumber daya manusia mencakup kapasitasnya, yaitu kemampuan seseorang atau individu, suatu organisasi (kelembagaan), atau suatu sistem untuk melaksanakan fungsi-fungsi atau kewenangannya untuk mencapai tujuannya secara efektif dan efisien. Kapasitas harus dilihat sebagai kemampuan untuk mencapai kinerja, untuk menghasilkan keluaran-keluaran (outputs) dan hasil-hasil (outcomes).

Tjiptoherijanto (2001) dalam Winidyaningrum, Celviana dan Rachmawati. (2010) menyatakan ‘untuk menilai kapasitas dan kompetensi sumber daya manusia dalam melaksanakan suatu fungsi, dapat dilihat dari level of responsibility dan kompetensi sumberdaya tersebut’. Tanggung jawab dapat dilihat dari atau tertuang dalam deskripsi jabatan. Deskripsi jabatan merupakan dasar untuk melaksanakan tugas dengan baik. Tanpa adanya deskripsi jabatan yang jelas, sumberdaya tersebut tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Sedangkan kompetensi dapat dilihat dari latar belakang pendidikan, pelatihan-pelatihan yang pernah diikuti, dan dari keterampilan yang dinyatakan dalam pelaksanaan tugas.

‘Kompetensi merupakan suatu karakteristik dari seseorang yang memiliki keterampilan (skill), pengetahuan (knowledge), dan kemampuan (ability) untuk melaksanakan suatu pekerjaan’ (Hevesi, 2005) dalam Winidyaningrum, Celviana dan Rachmawati (2010). Menurut beberapa pakar, kompetensi adalah karakteristik yang mendasari seseorang mencapai kinerja yang tinggi dalam pekerjaannya. Pegawai yang tidak mempunyai pengetahuan yang cukup akan


(38)

bekerja tersendat-sendat dan juga mengakibatkan pemborosan bahan, waktu, dan tenaga. Dunnetts (2004: 110) menyatakan ‘skill adalah kapasitas yang dibutuhkan untuk melaksanakan suatu rangkaian tugas yang berkembang dari hasil pelatihan dan pengalaman’. Blanchard & Thacker (2004), ‘skill seseorang tercermin dari seberapa baik seseorang dalam melaksanakan suatu kegiatan yang spesifik seperti mengoperasikan suatu peralatan, berkomunikasi efektif, atau mengimplementasikan suatu strategi bisnis’.

Dharma (2005: 47) menyatakan “kemampuan identik dengan kompetensi yang dimiliki yang mengacu kepada dimensi prilaku dari sebuah peran perilaku yang diperlukan seseorang untuk dapat melaksanakan pekerjaannya secara memuaskan”. Berikut ini terdapat beberapa daftar kompetensi dalam manajemen kinerja menurut Amstrong (2005: 59) yaitu :

1. Pengetahuan kerja dan professional 2. Kesadaran organisasi/konsumen 3. Komunikasi

4. Keahlian interpersonal 5. Kerjasama tim

6. Inisiatif

7. Keahlian Analitis 8. Produktifitas 9. Kualitas

10. Manajemen/pengawas 11. Kepemimpinan

Kompetensi didefinisikan (Mitrani et al, 1992 ; Spencer and spencer, 1993) dalam Dharma (2005: 109) sebagai ‘an underlying characteristic’s of an individual which is causally related to criterionreferenced effektive and or superior performance in a job or situasion’. Atau karakteristik yang mendasari seseorang dan berkaitan dengan efektifitas kinerja individu dalam pekerjaannya.


(39)

Ada 3 kata penting untuk dipahami dari pengertian ini (1) Underlying characteristics mengandung arti kompetensi adalah bagian kepribadian yang mendalam dan melekat kepada seseorang serta perilaku yang dapat diprediksi pada berbagai keadaan dan tugas pekerjaan. (2) Causally Related berarti kompetensi adalah suatu yang menyebabkan atau memprediksi perilaku dan kinerja. (3) Criterionreferenced mengandung makna bahwa kompetensi sebenarnya memprediksi siapa yang berkinerja baik dan kurang baik, diukur dari criteria atau standar yang digunakan. Maka dapat disimpulkan bahwa kompetentsi seorang individu merupakan sesuatu yang melekat dalam dirinya yang dapat digunakan untuk memprediksi tingkat kinerjanya. Sesuatu yang dimaksud bisa menyangkut motif, konsep diri, sifat, pengetahuan maupun kemampuan/keahlian.

Spencer and Spencer (1993), Mitrani et al. (1992) menyatakan terdapat 5 (lima) karakteristik kompetensi, yaitu: (1) Knowledge (2) Skill (3) Motives (4) Traits (5) Self-Concept.

(1) Knowledge adalah pengetahuan yang dimiliki seseorang untuk bidang

tertentu. Pengetahuan merupakan kompetensi yang kompleks karena sampai saat ini tes pengetahuan tetap tidak bisa mengukur pengetahuan dan keahlian seperti apa yang seharusnya dilakukan dalam pekerjaan. Tes pengetahuan mengukur kemampuan peserta tes untuk memilih jawaban yang benar tetapi tidak bisa melihat apakah seseorang dapat melakukan pekerjaan berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya.


(40)

(2) Skill adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu tugas tertentu baik secara pisik maupun mental.

(3) Motives adalah drive, direct and select behavior ti ward certain actions or goals and away from other. Seseorang memiliki motif berprestasi secara konsisten mengembangkan tujuan-tujuan yang memberikan tantangan pada dirinya dan bertanggungjawab penuh untuk mencapai tujuan tersebut serta mengharapkan feed back untuk memperbaiki dirinya.

(4) Traits adalah watak yang membuat orang untuk berprilaku atau

bagaimana seseorang merespon sesuatu dengan cara tertentu. (5) Self-concept adalah sikap dan nilai-nilai yang dimiliki seseorang.

Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor : 43/Kep/2001 Tanggal 20 Juli 2001 ada beberapa standar Kompetensi yang ditentukan yang harus dimiliki oleh jenjang Jabatan Struktural Eselon III dan IV sebagai berikut :

Standar Kompetensi Umum Jabatan Struktural Eselon III :

1. Mampu memahami dan mewujudkan kepemerintahan yang baik

(good governance) dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab organisasinya.

2. Mampu memberikan pelayanan-pelayanan yang baik terhadap

kepentingan publik sesuai dengan tugas dan tanggung jawab unit organisasinya.

3. Mampu berkomunikasi dalam bahasa Inggris.

4. Mampu melakukan pengorganisasian dalam rangka pelaksanaan

tugas dan tanggung jawab unit organisasinya.

5. Mampu melakukan pendelegasian wewenang terhadap bawahannya.

6. Mampu mengatur/mendayagunakan sumberdaya-sumberdaya untuk

mendukung kelancaran pelaksanaan tugas unit organisasi.

7. Mampu membangun jaringan kerja/melakukan kerjasama dengan instansi-instansi terkait dalam organisasi maupun di luar organisasi untuk meningkatkan kinerja unit organisasinya.


(41)

8. Mampu melakukan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi dalam unit organisasinya

9. Mampu menumbuh-kembangkan inovasi, kreasi dan motivasi

pegawai untuk mengoptimalkan kinerja unit organisasinya.

10. Mampu menetapkan kegiatan-kegiatan yang tepat dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam unit organisasinya.

11. Mampu mendayagunakan teknologi informasi yang berkembang

dalam menunjang kelancaran pelaksanaan tugas.

12. Mampu menetapkan kegiatan-kegiatan pengawasan dan

pengendalian dalam unit organisasinya.

13. Mampu memberikan akuntabilitas kinerja unit organisasinya.

14. Mampu melakukan evaluasi kinerja unit organisasinya/unit

organisasi dibawahnya dan menetapkan tindak lanjut yang diperlukan.

15. Mampu memberikan masukan-masukan tentang

perbaikan/pengembangan program kepada pejabat atasannya tentang kebijakankebijakan maupun pelaksanaannya

Standar Kompetensi Umum Jabatan Struktural Eselon IV :

1. Mampu memahami dan mewujudkan kepemerintahan yang baik

(good governance) dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab organisasinya.

2. Mampu memberikan pelayanan prima terhadap publik sesuai dengan tugas dantanggung jawab unit organisasinya.

3. Mampu melaksanakan pengorganisasian dalam rangka pelaksanaan tugas dan tanggung jawab unit organisasinya.

4. Mampu mengatur/mendayagunakan sumberdaya-sumberdaya untuk

mendukung kelancaran pelaksanaan tugas unit organisasi.

5. Mampu mengambil keputusan yang tepat sesuai dengan kewenangan dan prosedur yang berlaku di unit kerjanya.

6. Mampu membangun jaringan kerja/melakukan kerjasama dengan

unit-unit terkait baik dalam organisasi maupun di luar organisasi untuk meningkatkan kinerja unit organisasinya.

7. Mampu melakukan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi dalam unit organisasinya.

8. Mampu menumbuh-kembangkan inovasi, kreasi dan motivasi

pegawai untuk mengoptimalkan kinerja unit organisasinya.

9. Mampu melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam unit organisasinya.

10. Mampu melaksanakan kegiatan-kegiatan pengawasan dan

pengendalian dalam unit organisasinya.

11. Mampu memberikan akuntabilitas kinerja unit organisasinya.

12. Mampu melakukan evaluasi kinerja unit organisasi dan para bawahannya dan menetapkan tindak lanjut yang diperlukan.


(42)

13. Mampu memberikan masukan-masukan tentang perbaikan-perbaikan/ pengembangan-pengembangan kegiatan-kegiatan kepada pejabat diatasnya

2.4. Budaya Kerja

2.4.1. Pengertian Budaya

Poespowardojo (dalam Tanjung et al. 2002: 32), budaya secara harfian berasal dari Bahasa Latin, yaitu colore yang memiliki arti mengerjakan tanah, mengolah, memelihara ladang. Selanjutnya, budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.

Koentjaraningrat (1984), budaya adalah keseluruhan sistem gagasan tindak dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan cara belajar.

Jadi sederhananya, bahwa budaya adalah kristalisasi nilai-nilai dan tata cara hidup yang dianut suatu komunitas atau kelompok. Budaya tiap komunitas tumbuh dan berkembang secara unik karena perbedaan pola hidup komunitas. Dalam praktik yang lebih sempit budaya juga menunjukkan pola kerja yang terdapat pada suatu komunitas (Tanjung et al. 2002:33)

2.4.2. Pengertian Kerja

Pada hakikatnya bekerja merupakan bentuk atau cara manusia untuk mengaktualisasikan dirinya. “Bekerja merupakan bentuk nyata dari nilai-nilai, keyakinan-keyakinan yang dianutnya dan dapat menjadi motivasi untuk melahirkan karya yang bermutu dalam pencapaian suatu tujuan (Kepmenpan No.25/KEP/M.PAN/04/2004)”.


(43)

2.4.3. Pengertian Budaya Kerja

Budaya aparatur negara dapat dikenali wujudnya dalam bentuk nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, institusi atau sistem kerja, serta sikap dan perilaku SDM aparatur yang melaksanakannya (Kepmenpan Nomor: 25/KEP/M.PAN/04/2002). Sehingga budaya kerja aparatur negara dalam keputusan tersebut diartikan sebagai sikap dan perilaku individu dan kelompok aparatur negara yang didasari atas nilai-nilai yang diyakini kebenarannya dan telah menjadi sifat serta kebiasaan dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan sehari-hari. Budaya kerja aparatur negara diharapkan akan bermanfaat bagi pribadi aparatur negara maupun unit kerjanya, dimana secara pribadi member kesempatan berperan, berprestasi dan aktualisasi diri, sedangkan dalam kelompok dapat meningkatkan kualitas kinerja bersama. Nilai-nilai, perilaku, dan falsafah yang dianut setiap orang mempunyai arti proses yang panjang yang terus menerus disempurnakan sesuai dengan tuntutan dan kemampuan sumber daya manusia itu sendiri sesuai dengan prinsip pedoman yang diakui. Sehingga budaya kerja dapat diartikan sebagai cara pandang yang menumbuhkan keyakinan atas dasar nilai-nilai yang diyakini pegawai untuk mewujudkan prestasi kerja terbaik.

2.4.4. Terbentuknya Budaya Kerja

Budaya kerja terbentuk begitu satuan kerja atau organisasi berdiri. Sithi Amnuai dalam Ndraha (2003) menjelaskan “being developed as they learn to cope with problems of external adaption and internal integration” artinya pembentukan budaya kerja terjadi tatkala lingkungan kerja atau organisasi


(44)

belajar menghadapi masalah, baik yang menyangkut perubahan-perubahan eksternal maupun internal yang menyangkut persatuan dan keutuhan organisasi. Diperlukan waktu yang cukup lama untuk membentuk budaya kerja. Pembentukan budaya kerja diawali oleh para pendiri (founders) atau pimpinan paling atas (top management) atau pejabat yang ditunjuk dimana besarnya pengaruh yang dimilikinya akan menemukan suatu cata tersendiri yang dijalankan dalam satuan kerja yang dipimpinnya.

Budaya kerja dibangun dan dipertahankan yang ditunjukkan dari filsafat pendiri atau pimpinannya. Tindakan pimpinan akan sangat berpengaruh terhadap perilaku bawahannya untuk dapat diterima di lingkungan tempat kerjanya. Namun secara perlahan nilai-nilai tersebut dengan sendirinya akan terseleksi untuk melakukan penyesuaian terhadap perubahan yang pada akhirnya akan muncul budaya kerja yang diinginkan.

Di Indonesia terdapat perilaku dan sikap budaya yang tercermin dari perilaku dan norma-norma kehidupan sehari-hari , hal ini tidak terlepas dari akar budaya yang dianut masyarakat atau bangsa yang bersangkutan.

2.5. Penelitian Terdahulu

Toni Syamsir (2014) meneliti pengaruh peran inspektorat daerah dan budaya organisasi terhadap penerapan good governance pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Penelitiannya dilakukan di Kota Bukittingggi. Penelitian ini tergolong penelitian kausatif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh SKPD kota Bukittinggi. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode total sampling, dan diperoleh 32 sampel di seluruh SKPD. Jenis data yang


(45)

digunakan adalah data subyek, dan sumber data yang digunakan adalah data primer. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan menggunakan kuesioner. Analisis yang digunakan adalah analisis regresi berganda. Hasil pengujian menunjukkan bahwa :

1) peran inspektorat daerah tidak berpengaruh dan negatif terhadap penerapan good governance, dimana t hitung > t tabel yaitu -0,439 < 2,0017 (sig 0,663> 0,05) yang berarti H1 ditolak.

2) Budaya organisasi berpengaruh signifikan positif terhadap penerapan good governance, dimana t hitung > t tabel yaitu 4,852 > 2,20017 (sig 0,000 < 0,05) yang berarti H2 diterima.

Dalam penelitian ini disarankan : (1) pemerintah menetapkan indikator kinerja agar kinerja pemerintah lebih mudah untuk diukur oleh auditor dan penerapan good governance dapat tercapai, (2) peningkatan peran budaya organisasi dalam pelayanan terhadap masyarakat dan (3) penelitian selanjutnya dapat menambahakan variabel-variabel lain yang berpengaruh terhadap penerapan good governance.

Eka Nurmala Sari (2012), melakukan penelitian mengenai pengaruh budaya organisasi terhadap efektivitas penerapan akuntansi sektor publik serta dampaknya terhadap good governance. Penelitian dilakukan pada Satuan Kerja Perangkat Daerah di Kota Medan dengan menggunakan metode sensus. Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan angket kuesioner dan browsing di Website Pemerintahan Kota Medan. Analisis data dan pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan Path Analysis (Analisis Jalur).


(46)

Tabel 2.1

Review Penelitian Terdahulu

No Peneliti Variabel Penelitian Hasil Penelitian 1. Toni Syamsir

(2014)

Variabel Independen : Peran Inspektorat Daerah, Budaya Organisasi Daerah

Variable Dependen : Good Governance

Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran

inspektorat daerah tidak berpengaruh terhadap

penerapan good

governance. Tetapi budaya

organisasi daerah berpengaruh terhadap

penerapan good

governance. Semakin baik budaya organisasi daerah maka akan sebaik juga penerapan good governance

2. Eka Nurmala

Sari (2012)

Variabel Independen : Budaya organisasi

Variabel Dependen : Akuntansi sektor publik, good governance

Hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya

organisasi berpengaruh signifikan terhadap Efektivitas Penerapan Akuntansi Sektor Publik. Selain itu budaya organisasi juga berpengaruh signifikan terhadap Good Governance. Besaran pengaruh yang diberikan termasuk ke dalam kategori rendah. Hal ini menunjukkan bahwa budaya organisasi kurang mampu memberikan kontribusi dalam

meningkatkan good

governance sehingga belum mencapai tingkat maksimal yang diharapkan.

Efektifitas Penerapan Akuntansi Sektor Publik berpengaruh signifikan terhadap Good Governance


(47)

2.6. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual adalah suatu hubungan atau kaitan yang mencerminkan hubungan antara variabel satu dengan variabel lainnya dari penelitian yang sedang diteliti. Pada penelitian ini akan dianalisis hubungan antara kompetensi sumber daya manusia dan budaya kerja dalam mewujudkan good governance di Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara. Kerangka konseptual penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

H1 H2

H3 Gambar 2.1 Kerangka konseptual

Good governance merupakan proses yang baik dalam penyelenggaraan kekuasaan negara dalam melaksanakan penyediaan public good and service di dalam governance (kepemerintahan). Pelayanan publik merupakan tugas dan tanggungjawab aparatur negara sebagai abdi masyarakat. Agar penyelenggaraan good governance berhasil tentu dibutuhkan sumber daya manusia yang kompeten. Kompetensi sumber daya manusia didefenisikan sebagai karakteristik yang mendasari seseorang dan berkaitan dengan efektifitas kinerja individu dalam pekerjaannya. Dalam menciptakan sumber daya manusia yang kompeten tentu

Kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM)

(X1) Good Governance

(Y) Budaya Kerja Organisasi


(48)

diperlukan lingkungan kerja yang mendukung, dalam hal ini lingkungan kerja dapat kerja diartikan sebagai budaya kerja. Budaya kerja adalah cara kerja sehari-hari yang bermutu dan selalu mendasari nilai-nilai yang penuh makna, sehingga menjadi motivasi, memberi inspirasi untuk senantiasa bekerja lebih baik dan memuaskan bagi masyarakat yang dilayani.

2.7. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian (Sugiyono, 2007:51). Dari kerangka konseptual, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian ini sebagai berikut:

1. Kompetensi sumber daya manusia berpengaruh dalam mewujudkan Good

Governance di Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara.

2. Budaya kerja organisasi berpengaruh dalam mewujudkan Good Governance di Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara

3. Kompetensi sumber daya manusia dan budaya kerja organisasi berpengaruh dalam mewujudkan Good Governance di Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara


(49)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Berdasarkan pada judul penelitian dan permasalahan, maka jenis penelitian ini ialah penelitian kausalitas yaitu penelitian yang disusun untuk meneliti kemungkinan adanya hubungan sebab-akibat antarvariabel. Penelitian ini diarahkan untuk memberikan bukti empiris dan mengetahui sejauhmana pengaruh variabel Kompetensi Sumber Daya Manusia dan Budaya Kerja mempengaruhi variabel Good Governance di Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara.

3.2. Tempat dan waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kantor Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara. Penelitian ini berlangsung Januari-Mei 2015.

3.3. Defenisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Variabel penelitian terdiri dari variabel dependen (dependent variable) dan 2 variabel independen (independent variable). Variabel independen adalah variabel yang dapat mempengaruhi perubahan dalam variabel dependen dan mempunyai pengaruh positif ataupun negatif bagi variabel dependen nantinya. Dalam penelitian ini Variabel dependen yang digunakan adalah Good Governance (Y), sedangkan variabel independen adalah kompetensi sumber daya manusia (X1), dan budaya kerja organisasi (X2).

Untuk memberikan gambaran yang jelas dan memudahkan pelaksanaan penelitian ini, maka perlu diberikan definisi operasional variabel yang akan diteliti


(50)

sebagai dasar dalam menyusun kuesioner penelitian, definisi operasional dapat dijelaskan sebagai berikut :

3.3.1 Good Governance.

Good Governance merupakan mekanisme institusi negara dalam melayani kepentingan publik. Pengukuran good governance dalam penelitian ini dilihat dari sejauh mana pemerintah daerah melaksanakan prinsip-prisip good governance berdasarkan United Nation Development Program (UNDP, 1997) yaitu, mendorong adanya partisipasi pengguna jasa, berpegang teguh pada aturan hukum, transparan, responsif terhadap perubahan, berorientasi pada konsensus, mempertimbangkan rasa keadilan bagi seluruh pengguna jasa, efektif dan efesiensi, akuntabilitas dan memiliki visi jauh ke depan. Kuesioner dalam penelitian ini diambil dari penelitian Toni Syamsir (2014) dimana dalam penelitian tersebut juga menggunakan good governance sebagai variabel Y dan menggunakan prinsip-prisip good governance berdasarkan United Nation Development Program sebagai indikator pengukurannya. Skala pengukuran yang digunakan untuk variabel ini adalah skala Likert 1 sampai dengan 5. Skala Likert adalah skala yang dapat digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atas suatu objek atau fenomena tertentu. Bentuk jawaban skala Likert terdiri dari ; Sangat Setuju (SS) dengan nilai 5, Setuju (S) dengan nilai 4, Ragu-Ragu (RR) dengan nilai 3, Tidak Setuju (TS) dengan nilai 2 dan Sangat Tidak Setuju (STS) dengan nilai 1.


(51)

3.3.2. Kompetensi Sumber Daya Manusia

Kompetensi merupakan suatu karakteristik dari seseorang yang memiliki keterampilan (skill), pengetahuan (knowledge), dan kemampuan (ability) untuk melaksanakan suatu pekerjaan (Hevesi, 2014). Kuesioner dalam penelitian ini diambil dari penelitian Siti Syarah Pulungan (2012) dimana dalam penelitian tersebut juga menggunakan kompetensi sumber daya manusia sebagai variabel X. Indikator yang digunakan adalah pengetahuan aparat, keahlian dan sikap aparat. Skala pengukuran yang digunakan untuk variabel ini adalah skala Likert 1 sampai dengan 5. Skala Likert adalah skala yang dapat digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atas suatu objek atau fenomena tertentu. Bentuk jawaban skala Likert terdiri dari ; Sangat Setuju (SS) dengan nilai 5, Setuju (S) dengan nilai 4, Ragu-Ragu (RR) dengan nilai 3, Tidak Setuju (TS) dengan nilai 2 dan Sangat Tidak Setuju (STS) dengan nilai 1.

3.3.3. Budaya Kerja

Budaya aparatur negara dapat dikenali wujudnya dalam bentuk nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, institusi atau sistem kerja, serta sikap dan perilaku SDM aparatur yang melaksanakannya. Kuesioner dalam penelitian ini diambil dari penelitian Nursyahfitri (2010) dimana dalam penelitian tersebut juga menggunakan budaya kerja sebagai variabel X1. Indikator pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini yaitu berdasarkan kedisiplinan, tanggungjawab, proaktif dan pengembangan aparat. Skala pengukuran yang digunakan untuk variabel ini adalah skala Likert 1 sampai dengan 5. Skala


(52)

Likert adalah skala yang dapat digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atas suatu objek atau fenomena tertentu. Bentuk jawaban skala Likert terdiri dari ; Sangat Setuju (SS) dengan nilai 5, Setuju (S) dengan nilai 4, Ragu-Ragu (RR) dengan nilai 3, Tidak Setuju (TS) dengan nilai 2 dan Sangat Tidak Setuju (STS) dengan nilai 1.

Tabel 3.1.

Defenisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Variabel Defenisi

Operasional

Indikator Skala

Variabel Dependen Good Governance (Y) Good Governance merupakan mekanisme institusi negara dalam melayani kepentingan publik

1. Adanya partisipasi masyaratkat

2. Berpegang teguh

pada aturan hukum 3. Transparan

4. Responsif terhadap perubahan

5. Berorientasi pada kepentingan

masyarakat 6. Berkeadilan

7. Efektif dan

efesiensi 8. Akuntabilitas 9. Memiliki visi jauh

ke depan

Likert

Variabel Defenisi

Operasional

Indikator Skala Variabel Independen Kompe-tensi Sumber Daya Manusia Karakteristik dari seseorang yang memiliki keterampilan (skill), pengetahuan (knowledge), dan kemampuan (ability) untuk melaksanakan suatu pekerjaan 1. Pengetahuan 2. Keahlian 3. Sikap Likert


(53)

Budaya Kerja

Budaya aparatur negara dapat dikenali wujudnya dalam bentuk nilai-nilai yang terkandung di dalamnya,

institusi atau sistem kerja, serta sikap dan perilaku SDM aparatur yang

melaksanakannya

1. Kedisiplinan 2. Tanggungjawab, 3. Proaktif

4. Pengembangan aparat

Likert

3.4. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah sekelompok elemen dan unsur yang dapat berbentuk manusia atau individu, binatang, tumbuh-tumbuhan, lembaga atau institusi, kelompok, dokumen, kejadian, sesuatu hal, gejala atau berbentuk konsep yang menjadi objek penelitian (Soewadji, 2012: 129). Populasi dalam penelitian ini adalah pegawai di Kantor Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara yang terdiri dari 32 pegawai orang yaitu 26 orang Pegawai Negeri Sipil dan 6 orang Pegawai Tidak Tetap. Sedangkan sampel adalah bagian populasi yang digunakan untuk memperkirakan karakteristik populasi. Adapun jumlah sampel yang digunakan peneliti pada penelitian ini adalah seluruh populasi. Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan seluruh populasi dinamakan dengan metode sensus. Metode sensus digunakan jika elemen populasi relatif sedikit dan bersifat heterogen. Peneliti mengambil sampel penelitian dari keseluruhan populasi dikarenakan populasinya kecil dan masing-masing elemen bersifat heterogen satu dengan yang lainnya.


(54)

3.5. Jenis Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya. Pada penelitian ini data primer didapat dari pengisian kuesioner oleh pegawai yang bekerja di Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara. “Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh melalui media perantara sifatnya saling melengkapi (Sekaran, 2011). Data sekunder berupa sumber pustaka pendukung penelitian yang diperoleh dari literatur yang relevan dengan permasalahan penelitian. Sumber data penelitian ini diperoleh langsung dari responden yang telah ditentukan untuk diteliti, melalui sumber asli atau tanpa melalui perantara dengan menggunakan metode survey yaitu menggunakan kuesioner.

3.6. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data primer yang digunakan adalah dengan penelitian lapangan (field research) dengan teknik pengambilan data melalui kuesioner. Langkah yang diambil untuk mengantisipasi rendahnya tingkat respon (respon rate) adalah dengan cara mengantar langsung kuesioner tersebut dan juga menghubungi kembali responden memastikan bahwa kuesioner yang diantar telah diisi oleh responden, setelah itu dikumpulkan kembali dengan menjemputnya langsung.


(55)

3.7. Teknik Analisis

Analisis data dalam penelitian ini terdiri dari uji kualitas data, uji asumsi klasik, dan uji hipotesis yang dianalisis menggunakan bantuan program Statistical Product and Service Solutions.

3.7.1. Uji Kualitas Data Uji Validitas

Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner tersebut mampu mengungkap sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut (Ghozali, 2012:52). Pengukuran validitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode analisis Corected Item-Total Correlation. Teknik uji validitas dengan Corected Item-Total Correlation dilakukan dengan cara mengkorelasikan masing-masing skor item dengan skor total dan melakukan koreksi terhadap nilai koefisien korelasi yang overestimasi. Kemudian pengujian signifikansi dilakukan dengan kriteria r tabel pada tingkat signifikansi 0,05. Jika nilai positif r hitung ≥ r tabel (α; n-2) maka item dapat

dinyatakan valid. Uji Reliabilitas

Suatu kuisioner dapat dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap penyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu (Ghozali, 2012:47). Sedangkan, untuk mengukur reliabilitas digunakan statistik Croanbach Alpha (α). Suatu variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Croanbach Alpha>r tabel.


(56)

3.7.2. Uji Asumsi Klasik Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah populasi data berdistribusi normal atau tidak (Priyatno, 2008: 28). Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan metode One Sample Kolmogorov-Smirnov dengan kriteria, yaitu jika nilai signifikansi atau probabilitas <0,05 maka distribusi data tidak memenuhi asumsi normal. Sedangkan, jika nilai signifikansi atau probabilitas > 0,05 maka distribusi data memenuhi asumsi normal.

Uji Multikolinieritas

Uji multikolinieritas bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antara variabel independen dengan cara melihat nilai Variance Inflation Factors (VIF) dan nilai tolerance. Pedoman model regresi yang terbebas dari gejala multiko adalah nilai tolerance yang lebih kecil dari 0,1 atau VIF yang lebih besar dari nilai 10.

Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui ada tidaknya penyimpangan asumsi klasik heteroskedastisitas yaitu adanya ketidaksamaan varian dari residual dari satu pengamatan kepengamatan lainnya. Heteroskedastisitas ditandai dengan adanya pola tertentu pada grafik scatterplot. Pengambilan keputusan untuk melihat ada tidaknya penyimpangan asumsi klasik heteroskedastisitas, yaitu jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk suatu pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar dan kemudian menyempit) maka terjadi heteroskedastisitas. Sedangkan, jika


(57)

tidak ada pola yang jelas, seperti titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

3.7.3. Uji Hipotesis

Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi linier berganda, uji koefisien determinasi, uji pengaruh parsial (uji-t) dan uji pengaruh simultan (uji F).

Analisis Regresi Linier Berganda

Teknik analisis ini digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel independen kompetensi sumber daya manusia dan budaya kerja organisasi terhadap variabel dependen good governance. Hasil analisis dinyatakan dalam bentuk persamaan regresi linier berganda, yaitu:

Y = α + β1 X1 + β2 X2 + e Dimana

Y = Good governance

α = Konstanta,

β1 dan β2 = Koefisien regresi dari X1, dan X2, dengan

X1 = Kompetensi sumber daya manusia

X2 = Budaya kerja organisasi

e = error

Uji Koefisien Determinasi (R2)

Uji Koefisien determinasi (R2) pada regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui persentase sumbangan pengaruh variabel independen (X1) yaitu kompetensi sumber daya manusia dan (X2) budaya kerja organisasi


(58)

terhadap variabel dependen (Y) yaitu good governance. Nilai R2 terletak antara 0 (nol) dan 1 (satu), jika R2 semakin mendekati 1, maka semakin besar variasi dalam dependen variabel yang dapat dijelaskan oleh variasi dalam independen variabel, ini berarti semakin tepat garis regresi tersebut untuk mewakili hasil observasi yang sebenarnya. Santoso (2001) menyatakan bahwa “untuk regresi dengan lebih dari dua variabel bebas digunakan Adjusted R2 sebagai koefisien determinasi”. Besarnya Koefisien Determinasi (KD) dihitung dengan cara:

KD = R2 x 100%.

Uji Pengaruh Parsial (Uji-t)

Pengujian ini bertujuan untuk menguji pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Jika t hitung ≥ t tabel dan tingkat signifikansi (α) ≤ 0,05 maka H0 ditolak dan Ha diterima. Artinya, variabel bebas yang diuji mempengaruhi variabel terikat secara signifikan. Jika sebaliknya, t hitung< t tabel dan tingkat signifikansi (α) > 0,05 maka H0 diterima dan Ha ditolak. Artinya, variabel bebas yang diuji tidak mempengaruhi variabel terikat.

Uji Pengaruh Simultan (Uji F)

Pengujian hipotesis untuk mengetahui pengaruh secara simultan antara variabel bebas dengan variabel terikat dalam penelitian ini menggunakan Uji F (Uji Simultan). Jika F hitung ≥ F tabel dan tingkat signifikansi (α) ≤ 0,05 maka H0 ditolak dan Ha diterima. Artinya, secara simultan variabel - variabel bebas berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat. Sedangkan jika F hitung < F tabel dan tingkat signifikansi (α) > 0,05 maka H0 diterima dan Ha ditolak.


(59)

Artinya, secara simultan variabel-variabel bebas tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat.


(1)

P4 Pearson Correlation ,531* * ,645 * * ,663 *

* 1 ,667** ,469** ,361* ,486** ,124 ,743**

Sig. (2-tailed) ,002 ,000 ,000 ,000 ,007 ,042 ,005 ,499 ,000

N 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32

P5 Pearson

Correlation ,427

* ,537* * ,737

* * ,667

*

* 1 ,657** ,512** ,423* ,348 ,809**

Sig. (2-tailed) ,015 ,002 ,000 ,000 ,000 ,003 ,016 ,051 ,000

N 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32

P6 Pearson

Correlation ,487* * ,450* * ,646* * ,469* * ,657 ** 1 ,462 ** ,501 ** ,535

** ,784**

Sig. (2-tailed) ,005 ,010 ,000 ,007 ,000 ,008 ,004 ,002 ,000

N 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32

P7 Pearson

Correlation ,306 ,232 ,521*

* ,361*

,512

**

,462

** 1 ,282 ,329 ,637**

Sig. (2-tailed) ,089 ,202 ,002 ,042 ,003 ,008 ,118 ,066 ,000

N 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32

P8 Pearson

Correlation

,511*

* ,620 *

* ,350* ,486 *

* ,423* ,501** ,282 1 ,468** ,683**

Sig. (2-tailed) ,003 ,000 ,049 ,005 ,016 ,004 ,118 ,007 ,000

N 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32

P9 Pearson

Correlation ,447

*

,302 ,535

*

* ,124 ,348

,535

** ,329

,468

** 1 ,608**

Sig. (2-tailed) ,010 ,093 ,002 ,499 ,051 ,002 ,066 ,007 ,000

N 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32

Kompe-tensi SDM Pearson Correlation ,759* * ,751* * ,842* * ,743* * ,809 ** ,784 ** ,637 ** ,683 ** ,608 ** 1

Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000

N 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

c. Variabel Independen: BudayaKerja

Correlations

P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9

Budaya Kerja


(2)

N 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32

P3 Pearson

Correlation ,224 ,821*

* 1 ,717 *

* ,000

-,082 ,187 ,301 ,000 ,654

**

Sig. (2-tailed)

,218 ,000 ,000 1,00

0 ,657 ,306 ,094 1,00

0 ,000

N 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32

P4 Pearson

Correlation ,388

* ,764* * ,717

*

* 1 ,273 ,137 ,261 ,234 ,236 ,778**

Sig. (2-tailed) ,028 ,000 ,000 ,130 ,456 ,150 ,198 ,193 ,000

N 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32

P5 Pearson

Correlation

,515*

* ,199 ,000 ,273 1 ,201 ,552** ,152 ,517** ,536**

Sig. (2-tailed) ,003 ,276 1,000 ,130 ,269 ,001 ,407 ,002 ,002

N 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32

P6 Pearson

Correlation ,229 ,094 -,082 ,137 ,201 1 ,382

*

-,020

,700

** ,412*

Sig. (2-tailed) ,208 ,608 ,657 ,456 ,269 ,031 ,911 ,000 ,019

N 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32

P7 Pearson

Correlation

,483*

* ,372* ,187 ,261 ,552** ,382* 1 ,399* ,473** ,675**

Sig. (2-tailed) ,005 ,036 ,306 ,150 ,001 ,031 ,024 ,006 ,000

N 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32

P8 Pearson

Correlation ,445

*

,312 ,301 ,234 ,152 -,020

,399

* 1 ,248 ,493**

Sig. (2-tailed) ,011 ,082 ,094 ,198 ,407 ,911 ,024 ,171 ,004

N 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32

P9 Pearson

Correlation

,578*

* ,279 ,000 ,236

,517

**

,700

**

,473

** ,248 1 ,640**

Sig. (2-tailed) ,001 ,122 1,000 ,193 ,002 ,000 ,006 ,171 ,000

N 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32

Buda-ya Kerja Pearson Correlation ,665* * ,795* * ,654* * ,778* * ,536 ** ,412 * ,675 ** ,493 ** ,640 ** 1

Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000 ,002 ,019 ,000 ,004 ,000

N 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).


(3)

Uji Reliabilitas (Cronbach’s Alpha > 0,70) a. Variabel Dependen: Good Governance

Reliability Statistics Cronbach's

Alpha N of Items

,901 8

b. Variabel Independen: Kompetensi SDM Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items

,890 9

c. Variabel Independen: BudayaKerja Reliability Statistics Cronbach's

Alpha N of Items

,813 9

Lampiran 5 Uji Asumsi Klasik

Hasil Uji Kolmogorov-smirnov

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Predicted Value

N 32

Normal Parametersa,b Mean 33,3750000

Std.

Deviation 3,59298448

Most Extreme Differences Absolute ,111


(4)

(5)

Uji Multikolinearitas Coefficientsa

Model

Collinearity Statistics

Tolerance VIF

1 (Constant)

Kompetensi SDM ,980 1,020

BudayaKerja ,980 1,020

a. Dependent Variable: Good Governance

Uji Heteroskedastisitas

Lampiran 6 Uji Hipotesis

Uji Regresi Linear Berganda

Coefficientsa

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients


(6)

Uji Koefisien Determinasi

Model Summaryb

Model R

R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Change Statistics R Square

Change F

Change df1 df2

Sig. F Change

1 ,869a ,756 ,739 2,112 ,756 44,877 2 29 ,000

a. Predictors: (Constant), BudayaKerja, Kompetensi SDM b. Dependent Variable: Good Governance

Uji F

ANOVAa

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

1 Regression 400,196 2 200,098 44,877 ,000b

Residual 129,304 29 4,459

Total 529,500 31

a. Dependent Variable: Good Governance


Dokumen yang terkait

Analisis Pengaruh Budaya Organisasi Dan Kompetensi Sumber Daya Manusia Terhadap Kinerja Pegawai Pada Kantor Bank Indonesia Medan

3 48 181

Pengaruh Kompetensi Sumber Daya Manusia Terhadap Kinerja Karyawan di PT.PP. London Sumatra Tbk Medan

12 57 103

PENGARUH KOMPETENSI SUMBER DAYA MANUSIA, PENERAPAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN, DAN GOOD GOVERNANCE Pengaruh Kompetensi Sumber Daya Manusia, Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan, dan Good Governance Terhadap Kualitas Laporan Keuangan (Studi Kasu

0 6 15

PENGARUH KOMPETENSI SUMBER DAYA MANUSIA, PENERAPAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN, DAN GOOD GOVERNANCE Pengaruh Kompetensi Sumber Daya Manusia, Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan, dan Good Governance Terhadap Kualitas Laporan Keuangan (Studi Kasu

0 4 18

Pengaruh Kompetensi Sumber Daya Manusia Dan Budaya Kerja Dalam Mewujudkan Good Governance Di Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara

0 1 12

Pengaruh Kompetensi Sumber Daya Manusia Dan Budaya Kerja Dalam Mewujudkan Good Governance Di Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara

0 0 2

Pengaruh Kompetensi Sumber Daya Manusia Dan Budaya Kerja Dalam Mewujudkan Good Governance Di Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara

0 0 10

Pengaruh Kompetensi Sumber Daya Manusia Dan Budaya Kerja Dalam Mewujudkan Good Governance Di Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara

0 1 24

Pengaruh Kompetensi Sumber Daya Manusia Dan Budaya Kerja Dalam Mewujudkan Good Governance Di Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara

0 1 4

Pengaruh Kompetensi Sumber Daya Manusia Dan Budaya Kerja Dalam Mewujudkan Good Governance Di Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara

0 0 15