Hubungan antara Psychological Capital dengan Organizational Citizenship Behavior pada Kkaryawan PT. TELKOM H.M Yamin Medan

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.A Organizational Citizenship Behavior (OCB)

II.A.1 Defenisi Organizational Citizenship Behavior (OCB)

Bateman dan Organ pada 1983 adalah tokoh pertama yang menggunakan istilah organizational citzenship behavior (OCB) untuk menggambarkan konsep perilaku tersebut. OCB didefinisikan sebagai perilaku bermanfaat yang dilakukan oleh karyawan terlepas dari ketentuan yang telah dideskripsikan dalam kontrak kerja dengan tujuan untuk membantu orang lain mencapai tujuan organisasi (Bateman & Organ, 1983). Perilaku OCB dapat juga didefinisikan sebagai perilaku individual yang bersifat bebas (discretionary) yang tidak mengharapkan imbalan.Bersifat bebas dan sukarela, karena perilaku tersebut tidak diharuskan dalam persyaratan peran kerjaformal atau deskripsi jabatan yang secara jelas dituntut berdasarkan kontrak kerja dengan perusahaan, melainkan sebagai pilihan personal yang secara keseluruhandapat mendorong keefektifan fungsi-fungsi organisasi (Organ, Podsakoff, & MacKenzie, 2006). Hal itu meliputi bantuan yang diberikankepada teman kerja untuk meringankan beban kerja mereka, membantu rekan kerja di saat jam istirahat dengan sukarela, mau menggunakan waktu kerjanya dengan efektif, tidak datang terlambat, memberikan saran, dan berpartisipasi secara aktif di dalam perusahaan.

Organ (1988) juga mendefinisikan bahwa OCB merupakan perilaku ataupun sikap yang menguntungkan organisasi dan tidak bisa ditumbuhkan melalui basis kewajiban peran formal, meskipun dengan bentuk kontrak atau rekompensasi.


(2)

Berdasarkan definisi di atas dapat ditarik pokok pemikiran bahwa Organizational Citizenship Behavior (OCB) merupakan:

a. Perilaku yang bersifat sukarela berdasarkan pilihan personal, dan bukan merupakan tindakan yang dilakukan secara terpaksa terhadap kewajiban-kewajiban untuk mengedepankan kepentingan organisasi.

b. Perilaku yang terlepas dari ketentuan deskripsi dalam kontrak kerja dan dapat meningkatkan efektifitas organisasi.

c. Perilaku yang tidak berkaitan secara langsung dengan sistem reward yang formal.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Organizational Citizenship Behavior (OCB) adalah suatu tindakan, perilaku ataupun sikap yang ditampilkan oleh individu di luar dari peran formal ataupun deskripsi kerja yang dilakukan secara sukarela, tidak mengharapkan imbalan, dapat memberikan keuntungan bagi organisasi, dan dapat mempengaruhi kinerja organisasi.

II.A.2 Aspek-aspek dalamOrganizational Citizenship Behavior (OCB)

Menurut Organ; Podsakoff; dan Mackenzie (2006) bahwa organizational citizenship behavior terdiri dari beberapa dimensi,yaitu :

a. Altruism

Altruism adalah perilaku yang ditampilkan karyawan untuk membantu rekan kerjanya yang mengalami kesulitan dalam situasi yang sedang dihadapi tanpa mengharapkan imbalan.


(3)

b. Courtesy

Courtesy adalah perilaku menjaga hubungan baik dengan rekan kerjanya agar terhindar dari masalah interpersonal dengan cara memerhatikan dan menghormati orang lain atau membuat langkah-langkah untuk meredakan dan mengurangi suatu permasalahan.

c. Conscientiousness

Perilaku yang menunjukkan sebuah usaha untuk melebihi harapan organisasi. Perilaku sukarela yang ditampilkan, bukan merupakan kewajiban dari seorang karyawan.

d. Sportsmanship

Perilaku yang menekankan pada aspek-aspek positif terhadap keadaan yang kurang ideal dalam organisasi tanpa menyampaikan keberatan, seperti tidak suka protes, tidak suka mengeluh walaupun berada dalam situasi yang kurang nyaman, dan tidak membesar-besarkan masalah yang kecil.

e. Civic Virtue

Perilaku yang mengindikasikan tanggungjawab terhadap kehidupan organisasi dengan berpartisipasi aktif dalam memikirkan kehidupan organisasi untuk meningkatkan kualitas pekerjaaan yang ditekuni. Contoh perilakunya adalah ketika karyawan mau terlibat dalam permasalahan yang ada di organisasi dan tetap up to date dalam perkembangan organisasi, karyawan mampu mengambil inisiatif untuk merekomendasikan bagaimana prosedur-prosedur organisasi dapat diperbaiki dan melindungi sumber-sumber yang


(4)

dimiliki oleh organisasi (Becker & Kernan; Organ, dalam Fournier, 2008). Karyawan yang bertindak secara proaktif untuk mencegah situasi negatif yang dapat mempengaruhi organisasi maka dapat dikatakan menampilkan civic virtue.

f. Cheerleading

Perilaku yang ditampilkan oleh karyawan dengan terlibat untuk mengikutiperayaanprestasi dari rekan kerjanya (rendah hati). Dampaknya yaitu untuk memberikan penguatan positif terhadap kontribusi positif yang ditampilkan karyawan, sehingga pada gilirannya akan membuat kontribusi tersebut lebih mungkin terjadidi masa depan (Organ; Podsakoff; & Mackenzie, 2006).

g. Peacemaking

Karyawan menyadari adanya masalah atau konflik yang akan memunculkan perselisihan antara dua atau lebih partisipan. Seorang peacemaker akan masuk kedalam permasalahan, memberikan kesempatan pada orang yang sedang memiliki masalah untuk berpikir jernih, dan membantu mencari solusi dari permasalahan (Organ; Podsakoff; & Mackenzie, 2006).

Organ; Podsakoff; dan Mackenzie (2006), berpendapat bahwa dimensialtruism, courtesy, cheerleading, dan peacemaking dapat digabung menjadi satu dimensi yaitu dimensi helping behavior, karena berkaitan dengan perilaku menolong orang lain dalam mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada serta menyangkut pekerjaan di organisasi. Oleh karena itu, maka pengukuran


(5)

OCB dapat dilakukan dengan menggunakan empat dimensi saja yaitu helping behavior, conscientiousness, sportsmanship,dan civic virtue.

II.A.3 Faktor- faktor mempengaruhi Organizational Citizenship Behavior

Ada beberapa faktor yang melandasi seorang karyawan melakukan OCB, yaitu : a. Kepuasan Kerja

Seorang karyawan yang merasa puas terhadap pekerjaan serta komitmennya kepada organisasi tempatnya bekerja akan cenderung menunjukkan performa kerja yang lebih baik dibandingkan karyawan yang merasa tidak puas terhadap pekerjaan dan organisasinya. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa ada korelasi yang negatif antara OCB dengan perilaku counterproductive karyawan (Robbins dan Judge, 2007). Karyawan yang merasa puas akan lebih mungkin berbicara positif tentang organisasi, membantu orang lain dan bertindak melebihi harapan yang normal dalam pekerjaan yang membuat karyawan tersebut menjadi bangga dan ingin membalas pengalaman positif mereka (Robbins, 2003). OCB hanya dapat dicapai jika didukung oleh faktor dalam organisasi memungkinkan hal itu, dimana yang paling utama adalah adanya kepuasan kerja yang dirasakan oleh karyawan selama bekerja dalam organisasi.

Dennis Organ (1988) sebagai tokoh penting yang mengemukakan OCB, menyatakan bahwa karyawan yang merasa puas akan membalas kenyamanan bekerja yang dirasakannya kepada organisasi yang telah memperlakukan dirinya dengan baik dan memenuhi kebutuhannya selama


(6)

ini dengan cara melaksanakan tugasnya secara ekstra melebihi standar yang ada. Hal ini ditunjukkan dengan kesediaan karyawan dalam berbagai bentuk perilaku OCB secara sukarela demi kemajuan perusahaannya (George & Jones, 2002).

b. Keadilan

Karyawan harus merasa diperlakukan secara adil oleh organisasi baru tempat ia akan menunjukkan perilaku OCB. Hal ini termasuk juga bahwa karyawan dapat merasakan prosedur kerja dan hasil kerja yang diperolehnya adalah sesuatu yang adil. Sejumlah studi juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara keadilan dengan OCB. Di dalam iklim organisasi yang positif, karyawan akan merasa lebih ingin melakukan pekerjaannya melebihi apa yang telah disyaratkna dalam job description dan akan selalu mendukung tujuan organisasi jika karyawan diperlakukan oleh para atasan dengan sportif dan dengan penuh kesadaran serta percaya bahwa karyawan diperlakukan secara adil oleh perusahaannya (Luthans, 2006).

c. Motivasi Intrinsik

OCB muncul sebagai perwujudan dari motivasi intrinsik yang ada dalam diri seseorang, misalnya kepribadian dan suasana hati (mood), minat tertentu. Kepribadian mempunyai pengaruh terhadap timbulnya organizational citizenship behavior secara individual maupun kelompok. George dan Brief (dalam Rachmawati, 2000) menjelaskan bahwa kemauan seseorang untuk membantu orang lain juga dapat dipengaruhi oleh mood.


(7)

Motivasi dapat didefinisikan sebagai suatu kecenderungan untuk beraktivitas, mulai dari dorongan dalam diri (drive) dan diakhiri dengan penyesuaian diri. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri karyawan yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi maupun tujuan kerja.

Dengan demikian, motivasi dapat di artikan sebagai suatu kondisi yang mendorong atau menjadikan sebab seseorang melakukan suatu perbuatan/kegiatan, yang berlangsung secara sadar. Robbins (2001) mengatakan bahwa teori kebutuhan McClelland terfokus pada tiga kebutuhan yaitu :

1. Kebutuhan akan prestasi, merupakan dorongan untuk mengungguli, berprestasi sehubungan dengan seperangkat standar, bergulat untuk sukses.

2. Kebutuhan akan kekuasaan, merupakan kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku dalam suatu cara yang orang-orang itu (tanpa dipaksa) tidak akan berperilaku demikian.

3. Kebutuhan akan afiliasi, merupakan hasrat untuk hubungan antar pribadi yang ramah dan akrab.

d. Gaya Kepemimpinan

Dukungan dan gaya kepemimpinan atasan sangat mempengaruhi munculnya OCB pada karyawan, hal ini dapat dipahami melalui proses modeling ataupun vicarious learning yang dilakukan oleh atasan yang kemudian menginspirasi para karyawan untuk melakukan juga OCB,


(8)

sehingga atasan dapat menjadi agen model OCB. Namun hal ini harus didukung juga dengan kualitas interaksi yang baik antara atasan dan bawahannya. Dengan begitu, atasan akan berpandangan positif terhadap bawahan, sebaliknya bawahan pun akan merasa bahwa atasan memberikan dukungan dan motivasi sehingga karyawan akan menunjukkan rasa hormat dan berusaha berbuat lebih bagi organisasinya (Graham dalam Gibson, 2003).

e. Budaya dan Iklim Organisasi

Iklim organisasi didefinisikan sebagai pendapat karyawan terhadap keseluruhan lingkungan sosial dalam perusahaannya yang dianggap mampu memberikan suasana mendukung bagi karyawan dalam melakukan pekerjaannya. Istilah ini juga digunakan untuk menggambarkan bagaimana sejumlah subsistem dalam organisasi berinteraksi dengan anggota organisasi serta lingkungan eksternalnya. Menurut Organ; Podsakoff; dan Mackenzie (2006) terdapat bukti-bukti kuat yang mengemukakan bahwa budaya organisasi merupakan suatu kondisi yang dapat memunculkan organizational citizenship behavior di kalangan karyawan.

f. Jenis Kelamin

Studi terbaru menunjukkan bahwa ada pengaruh jenis kelamin terhadap kinerja OCB. Perilaku kerja seperti menolong orang lain, bersahabat dan bekerja sama lebih menonjol dilakukan oleh wanita daripada pria. Oleh karena itu, perilaku OCB lebih menonjol dilakukan oleh wanita dibandingkan pria, karena mereka merasa bahwa OCB


(9)

merupakan bagian dari kewajiban pekerjaan dan bukanlah suatu tugas ekstranya (Lovell dalam Luthans, 2006).

g. Masa Kerja

Karyawan yang telah lama bekerja di suatu organisasi akanmemiliki keterikatan yang lebih mendalam, baik dengan organisasi maupun dengan rekan kerjanya sehingga individu memiliki orientasi kolektif dalam bekerja. Dengan kata lain, mereka akan lebih mengutamakan kepentingan bersama dibanding ambisi pribadinya sehingga mereka lebih cenderung bersedia menolong rekan kerjanya dan berbuat lebih terhadap pencapaian organisasi (Konovsky & Pugh, dalam Ivancevich & Matteson, 2002).

h. Persepsi terhadap dukungan organisasional

Karyawan yang mempersikan bahwa mereka didukung oleh organisasiakan memberikan timbal balikterhadap organisasi dengan memunculkan perilaku organizational citizenship (Shore & Wayne, 1993).

II.A.4Manfaat Organizational Citizenship Behavior terhadap Organisasi Melalui sejumlah riset, OCB diyakini dan terbukti dapat memberikan manfaat yang besar terhadap organisasi, diantaranya adalah berikut ini, yaitu (Organ ,dkk, 2006) :

a. OCB dapat meningkatkan produktivitas rekan kerja b. OCB juga mampu meningkatkan produktivitas manajer


(10)

c. OCB dapat menghemat sumber daya yang dimiliki manajemen dan organisasi secara keseluruhan

d. OCB menjadi sarana yang efektif untuk mengkordinasi kegiatan tim kerja secara efektif

e. OCB meningkatkan kemampuan organisasi untuk merekrut dan mempertahankan karyawan dengan kualitas performa yang baik

f. OCB dapat mempertahankan stabilitas kinerja organisasi

g. OCB membantu kemampuan organisasi untuk bertahan dan beradaptasi dengan perubahan lingkungan.

II.B Psychological Capital

II.B.1Defenisi Psychological Capital

Luthans dkk (2007) menyatakan Psychological capital adalah:

“Individual’s positive psychological state of development and is characterized by: (1) having confidence (self-efficacy) to take on and put in the necessary effort to succeed at challenging tasks, (2) persevering toward goals and when necessary, redirecting paths to goals (hope) in order to succeed, (3) making a positive attribution (optimism) about succeeding now and in the future, and (4) when baset by problems and adversity, sustaining and bouncing back and even beyond (resiliency) to attain success.”

Arti dari defenisi tersebut adalah suatu kondisi psikologis yang positif pada individu melalui adanya karakteristik sebagai berikut:

1. Memiliki kepercayaan diri (self-efficacy)untuk mengerjakan suatu tugas yang menantang dan memberikan usaha yang maksimal agar bisa sukses dalam mengerjakannya.


(11)

2. Berusaha keras untuk mencapai tujuan dan jika dibutuhkan, individu tersebut akan mengarahkan arah pergerakkannya ke arah tujuan tersebut agar bisa mencapai kesuksesan (hope).

3. Memiliki atribusi yang positif (optimism) akan kesuksesan sekarang dan di masa depan.

4. Ketika mendapatkan masalah, individu tersebut akan mampu bertahan dan berusaha lebih baik lagi (resiliency) agar bisa mencapai kesuksesan.

II.B.2 Aspek-aspek dalamPsychological Capital

a. Efficacy

Efficacy adalah suatu keyakinan atau kepercayaan diri seseorang mengenai kemampuannya dalam mengerahkan motivasi, sumber-sumber kognisi dan melakukan sejumlah tindakan yang dibutuhkan untuk mencapai keberhasilan dalam melaksanankan tugas pada konteks tertentu (Luthans dkk, 2007).

b. Hope

Menurut C. Rich Synder dkk (1991), hopeadalah keadaan psikologis positis yang didasarkan pada kesadaran yang saling mempengaruhi antara agency (energi untuk mencapai tujuan) dan path ways (perencanaan untuk mencapai tujuan). Dengan kata lain, hopemerupakan suatu kognitif atau proses berpikir dimana individu mampu menyusun kenyataan dengan tujuan dan harapan yang menarik atau menantang dan pada akhirnya mendapatkannya dengan cara determinasi self-directed, energi, dan persepsi kontrol internal (Luthans, 2007).


(12)

c. Optimism

Optimism merupakanmodel pemikiran dimana individu mengatribusikan kejadian positif ke dalam diri sendiri, bersifat permanent, danpenyebabnya bersifat pervasive, dan di lain hal menginterpretasikan kejadiannegatif kepada aspek eksternal, bersifat sementara atau temporer, dan merupakanfaktor yang disebabkan oleh situasi tertentu (Martin Seligman dalam Luthans, Youssef & Avolio, 2007).

d. Resiliency

Ketabahan didefinisikan sebagai kapasitas psikologis seseorang yang bersifat positif, dengan menghindarkan diri dari ketidakbaikan, ketidakpastian, konflik, kegagalan, sehingga dapat menciptakan perubahan positif, kemajuan dan peningkatan tanggung jawab (Luthans, 2006).

II.C Hubungan Psychological Capital dengan Organizational Citizenship Behavior

Organizational Citizenship Behavior (OCB) merupakan perilaku atau sikap individu yang bersifat bebas (discretionary) yang tidak mengharapkan imbalan. Bersifat bebas dan sukarela, karena perilaku tersebut tidak diharuskan dalam persyaratan peran kerjaformal atau deskripsi jabatan berdasarkan kontrak kerja dengan perusahaan, melainkan sebagai pilihan personal yang secara keseluruhandapat mendorong keefektifan fungsi-fungsi organisasi (Organ, Podsakoff, & MacKenzie, 2006).Para pakar organisasi telah menyatakan bahwa perilaku OCB sangat penting bagi sebuah perusahaan untuk mencapai tujuan keberhasilan organisasi. Pada dasarnya perusahaan tidak akan dapat


(13)

mengantisipasi seluruh perilaku karyawan dalam organisasi jika hanya mengandalkan deskripsi kerja yang dinyatakan secara formal oleh perusahaan (George,1990). Sehingga perusahaan akan mengharapkan para karyawan mampu bekerja secara extra-role pada pekerjaannya agar perusahaan semakin berkembang. Perilaku extra-roleini disebut juga sebagai organizational citizenship behavior.

Menurut Organ; Podsakoff; dan Mackenzie (2006) terdapat dimensi-dimensi dalam organizational citizenship behavior,yaitu:conscientiousness (perilaku yang sering mendengarkan kata hatisendiri dan melakukan usaha melebihi harapan perusahaan), altruism (perilaku menolong orang lain), civic virtue (perilaku berpartisipasi aktif dalam perusahaan/adanya tanggungjawab keanggotaan), sportsmanship (perilaku tidak suka protes dan mengeluh), courtesy (perilaku menghormati orang lain), cheerleading (rendah hati), peacemaking (perilaku mencari solusi dalam masalah perusahaan). Di dalam dimensi tersebut, dapat disimpulkan bahwa karyawan yang melakukan OCB akan berkerja tanpa ada paksaan, memiliki tanggungjawab, giat dalam setiap aktifitas pekerjaan dan memiliki kesadaran sebagai anggota untuk menyelesaikan pekerjaannya.

Perilaku OCB dapat muncul karena adanya perasaan individu sebagai anggota dalam perusahaan dan akan merasa puas apabila dapat melakukan sesuatu yang lebih pada perusahaan. Namun, tidak semua karyawan mampu untuk menampilkan perilaku OCB saat mengerjakan pekerjaannya dikarenakan hal tersebut tidaklah mudah.Menurut Organ; Podsakoff; dan Mackenzie (2006), faktor-faktor yang dapat mempengaruhi seseorang dalam menampilkan perilaku


(14)

Organizational Citizenship Behavior adalah kepuasan kerja, keadilan, motivasi instrinsik, gaya kepemimpinan, budaya dan iklim organisasi, jenis kelamin, masa kerja, dan keterlibatan terhadap dukungan organisasi.Podsakoff (dalam Garay, 2006) menyatakan bahwa seseorang yang menampilkan perilaku OCB dapat dilihat berdasarkan pada empat faktor, yaitu; karakteristik individual, karakteristik tugas/pekerjaan, karakteristik organisasional, dan perilaku pemimpin.Karakteristik individu merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi seseorang dalam menampilkan perilaku kerja untuk memunculkan perilaku OCB.Menurut Ivancevich dkk (2007), karakteristik individu dapat meliputi faktor kepribadian, kemampuan dan keterampilan, persepsi ataupun sikap yang dimiliki oleh karyawan tersebut.

Karakteristik individu yang meliputi faktor kepribadian seseorang, memungkinkan hal tesebut tidak terlepas dari adanya kekuatan niat yang ada dalam diri seorang individu untuk menampilkan perilaku OCB.Snyder dkk (1994) menyatakan bahwa kekuatan niat merupakan harapan untuk berpikir akan situasi yang memungkinkan seseorang menyusun tujuan yang realistis, menantang ataupunmemprediksi, yang kemudian mencapai ketujuannya melalui adanya kemauan, energi dan persepsi pengendalian internal. Kekuatan niat ini merupakan salah satu aspek dalam psychological capital yakni Efficacy. Aveydkk (2008) menyatakan bahwa salah satu hal yang bisa menjadi prediktor munculnya perilaku OCB adalah Psychological Capital.


(15)

Psychological capital adalah suatu kondisi psikologis yang positif pada individu melalui adanya karakteristik efficacy, hope, optimism dan resiliency(Luthans, 2007). Penelitian di Cina yang dilakukan oleh Lifeng (2007) menunjukkan hasil bahwa perilaku OCB berkorelasi dengan psychological capital. Dari penelitian-penelitian yang dilakukan oleh peneliti tersebut menyatakan bahwa potensi yang ada di dalam diri seseorang juga sangat penting untuk mendorong seorang karyawan menampilkan perilaku OCB. Dengan demikian Psychological capital lebih berorientasi pada keberhasilan tujuan seseorang untuk mengerahkan motivasi dirinya agar menemukan berbagai jalan mencapai kesuksesan, sementara OCB diklasifikasikan sebagai perilaku maupun tindakan positif yang ditampilkan oleh seseorang didalam organisasi, sehingga ada kemungkinan bahwa psychological capital secara positif berhubungan dengan OCB.

Dari uraian diatas dapat dilihat bahwa psychological capital dengan organizational citizenship behavior memiliki kolerasi yang positif. Artinya, orang-orang yang memiliki tingkat psychological capital yang tinggi kemungkinan akan senantiasa menampilkan perilaku OCB.

II.D Hipotesis

Berdasarkan uraian di atas, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalahterdapat hubungan positif antara psychological capital dengan organizational citizenship behavior pada karyawan PT.TELKOM H.M. Yamin Medan. Bila semakin tinggi tingkat psychological capital yang dimilki seorang karyawan, maka akan semakin tinggi pula tingkat OCB pada karyawan tersebut.


(1)

c. OCB dapat menghemat sumber daya yang dimiliki manajemen dan organisasi secara keseluruhan

d. OCB menjadi sarana yang efektif untuk mengkordinasi kegiatan tim kerja secara efektif

e. OCB meningkatkan kemampuan organisasi untuk merekrut dan mempertahankan karyawan dengan kualitas performa yang baik

f. OCB dapat mempertahankan stabilitas kinerja organisasi

g. OCB membantu kemampuan organisasi untuk bertahan dan beradaptasi dengan perubahan lingkungan.

II.B Psychological Capital

II.B.1Defenisi Psychological Capital

Luthans dkk (2007) menyatakan Psychological capital adalah:

“Individual’s positive psychological state of development and is characterized by: (1) having confidence (self-efficacy) to take on and put in the necessary effort to succeed at challenging tasks, (2) persevering toward goals and when necessary, redirecting paths to goals (hope) in order to succeed, (3) making a positive attribution (optimism) about succeeding now and in the future, and (4) when baset by problems and adversity, sustaining and bouncing back and even beyond (resiliency) to attain success.”

Arti dari defenisi tersebut adalah suatu kondisi psikologis yang positif pada individu melalui adanya karakteristik sebagai berikut:

1. Memiliki kepercayaan diri (self-efficacy)untuk mengerjakan suatu tugas yang menantang dan memberikan usaha yang maksimal agar bisa sukses dalam mengerjakannya.


(2)

2. Berusaha keras untuk mencapai tujuan dan jika dibutuhkan, individu tersebut akan mengarahkan arah pergerakkannya ke arah tujuan tersebut agar bisa mencapai kesuksesan (hope).

3. Memiliki atribusi yang positif (optimism) akan kesuksesan sekarang dan di masa depan.

4. Ketika mendapatkan masalah, individu tersebut akan mampu bertahan dan berusaha lebih baik lagi (resiliency) agar bisa mencapai kesuksesan.

II.B.2 Aspek-aspek dalamPsychological Capital

a. Efficacy

Efficacy adalah suatu keyakinan atau kepercayaan diri seseorang mengenai kemampuannya dalam mengerahkan motivasi, sumber-sumber kognisi dan melakukan sejumlah tindakan yang dibutuhkan untuk mencapai keberhasilan dalam melaksanankan tugas pada konteks tertentu (Luthans dkk, 2007).

b. Hope

Menurut C. Rich Synder dkk (1991), hopeadalah keadaan psikologis positis yang didasarkan pada kesadaran yang saling mempengaruhi antara agency (energi untuk mencapai tujuan) dan path ways (perencanaan untuk mencapai tujuan). Dengan kata lain, hopemerupakan suatu kognitif atau proses berpikir dimana individu mampu menyusun kenyataan dengan tujuan dan harapan yang menarik atau menantang dan pada akhirnya mendapatkannya dengan cara determinasi self-directed, energi, dan persepsi kontrol internal (Luthans, 2007).


(3)

c. Optimism

Optimism merupakanmodel pemikiran dimana individu mengatribusikan kejadian positif ke dalam diri sendiri, bersifat permanent, danpenyebabnya bersifat pervasive, dan di lain hal menginterpretasikan kejadiannegatif kepada aspek eksternal, bersifat sementara atau temporer, dan merupakanfaktor yang disebabkan oleh situasi tertentu (Martin Seligman dalam Luthans, Youssef & Avolio, 2007).

d. Resiliency

Ketabahan didefinisikan sebagai kapasitas psikologis seseorang yang bersifat positif, dengan menghindarkan diri dari ketidakbaikan, ketidakpastian, konflik, kegagalan, sehingga dapat menciptakan perubahan positif, kemajuan dan peningkatan tanggung jawab (Luthans, 2006).

II.C Hubungan Psychological Capital dengan Organizational Citizenship Behavior

Organizational Citizenship Behavior (OCB) merupakan perilaku atau sikap individu yang bersifat bebas (discretionary) yang tidak mengharapkan imbalan. Bersifat bebas dan sukarela, karena perilaku tersebut tidak diharuskan dalam persyaratan peran kerjaformal atau deskripsi jabatan berdasarkan kontrak kerja dengan perusahaan, melainkan sebagai pilihan personal yang secara keseluruhandapat mendorong keefektifan fungsi-fungsi organisasi (Organ, Podsakoff, & MacKenzie, 2006).Para pakar organisasi telah menyatakan bahwa perilaku OCB sangat penting bagi sebuah perusahaan untuk mencapai tujuan keberhasilan organisasi. Pada dasarnya perusahaan tidak akan dapat


(4)

mengantisipasi seluruh perilaku karyawan dalam organisasi jika hanya mengandalkan deskripsi kerja yang dinyatakan secara formal oleh perusahaan (George,1990). Sehingga perusahaan akan mengharapkan para karyawan mampu bekerja secara extra-role pada pekerjaannya agar perusahaan semakin berkembang. Perilaku extra-roleini disebut juga sebagai organizational citizenship behavior.

Menurut Organ; Podsakoff; dan Mackenzie (2006) terdapat dimensi-dimensi dalam organizational citizenship behavior,yaitu:conscientiousness (perilaku yang sering mendengarkan kata hatisendiri dan melakukan usaha melebihi harapan perusahaan), altruism (perilaku menolong orang lain), civic virtue (perilaku berpartisipasi aktif dalam perusahaan/adanya tanggungjawab keanggotaan), sportsmanship (perilaku tidak suka protes dan mengeluh), courtesy (perilaku menghormati orang lain), cheerleading (rendah hati), peacemaking (perilaku mencari solusi dalam masalah perusahaan). Di dalam dimensi tersebut, dapat disimpulkan bahwa karyawan yang melakukan OCB akan berkerja tanpa ada paksaan, memiliki tanggungjawab, giat dalam setiap aktifitas pekerjaan dan memiliki kesadaran sebagai anggota untuk menyelesaikan pekerjaannya.

Perilaku OCB dapat muncul karena adanya perasaan individu sebagai anggota dalam perusahaan dan akan merasa puas apabila dapat melakukan sesuatu yang lebih pada perusahaan. Namun, tidak semua karyawan mampu untuk menampilkan perilaku OCB saat mengerjakan pekerjaannya dikarenakan hal tersebut tidaklah mudah.Menurut Organ; Podsakoff; dan Mackenzie (2006), faktor-faktor yang dapat mempengaruhi seseorang dalam menampilkan perilaku


(5)

Organizational Citizenship Behavior adalah kepuasan kerja, keadilan, motivasi instrinsik, gaya kepemimpinan, budaya dan iklim organisasi, jenis kelamin, masa kerja, dan keterlibatan terhadap dukungan organisasi.Podsakoff (dalam Garay, 2006) menyatakan bahwa seseorang yang menampilkan perilaku OCB dapat dilihat berdasarkan pada empat faktor, yaitu; karakteristik individual, karakteristik tugas/pekerjaan, karakteristik organisasional, dan perilaku pemimpin.Karakteristik individu merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi seseorang dalam menampilkan perilaku kerja untuk memunculkan perilaku OCB.Menurut Ivancevich dkk (2007), karakteristik individu dapat meliputi faktor kepribadian, kemampuan dan keterampilan, persepsi ataupun sikap yang dimiliki oleh karyawan tersebut.

Karakteristik individu yang meliputi faktor kepribadian seseorang, memungkinkan hal tesebut tidak terlepas dari adanya kekuatan niat yang ada dalam diri seorang individu untuk menampilkan perilaku OCB.Snyder dkk (1994) menyatakan bahwa kekuatan niat merupakan harapan untuk berpikir akan situasi yang memungkinkan seseorang menyusun tujuan yang realistis, menantang ataupunmemprediksi, yang kemudian mencapai ketujuannya melalui adanya kemauan, energi dan persepsi pengendalian internal. Kekuatan niat ini merupakan salah satu aspek dalam psychological capital yakni Efficacy. Aveydkk (2008) menyatakan bahwa salah satu hal yang bisa menjadi prediktor munculnya perilaku OCB adalah Psychological Capital.


(6)

Psychological capital adalah suatu kondisi psikologis yang positif pada individu melalui adanya karakteristik efficacy, hope, optimism dan resiliency(Luthans, 2007). Penelitian di Cina yang dilakukan oleh Lifeng (2007) menunjukkan hasil bahwa perilaku OCB berkorelasi dengan psychological capital. Dari penelitian-penelitian yang dilakukan oleh peneliti tersebut menyatakan bahwa potensi yang ada di dalam diri seseorang juga sangat penting untuk mendorong seorang karyawan menampilkan perilaku OCB. Dengan demikian Psychological capital lebih berorientasi pada keberhasilan tujuan seseorang untuk mengerahkan motivasi dirinya agar menemukan berbagai jalan mencapai kesuksesan, sementara OCB diklasifikasikan sebagai perilaku maupun tindakan positif yang ditampilkan oleh seseorang didalam organisasi, sehingga ada kemungkinan bahwa psychological capital secara positif berhubungan dengan OCB.

Dari uraian diatas dapat dilihat bahwa psychological capital dengan organizational citizenship behavior memiliki kolerasi yang positif. Artinya, orang-orang yang memiliki tingkat psychological capital yang tinggi kemungkinan akan senantiasa menampilkan perilaku OCB.

II.D Hipotesis

Berdasarkan uraian di atas, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalahterdapat hubungan positif antara psychological capital dengan organizational citizenship behavior pada karyawan PT.TELKOM H.M. Yamin Medan. Bila semakin tinggi tingkat psychological capital yang dimilki seorang karyawan, maka akan semakin tinggi pula tingkat OCB pada karyawan tersebut.