Hubungan antara Psychological Capital dengan Organizational Citizenship Behavior pada Kkaryawan PT. TELKOM H.M Yamin Medan

1

BAB I
PENDAHULUAN
I.A LATAR BELAKANG MASALAH
Pada masa sekarang di era globalisasi banyak perusahaan yang
berkembang pesat dan maju. Semakin berkembangnya suatu perusahaan maka
sumber daya manusia sangat dibutuhkan untuk mewujudkan keberhasilan tujuan
perusahaan. Sumber daya manusia adalah salah satu elemen utama dari
perusahaan yang tidak dapat diabaikan. Seiring dengan perkembangan teknologi
yang semakin canggih, globalisasi akanmenuntut perusahaan untuk senantiasa
dapat melakukan pembenahan, perbaikan dan pembaharuan di berbagai bidang
agar menciptakan sebuah organisasi yang mampu menghadapi persaingan.
Cusway (2002) menyatakan bahwa organisasi yang memiliki sumber daya
manusia yang baik akan menjadikan organisasi mempunyai kekuatan untuk
menghadapi persaingan.
Perusahaan akan menuntut para karyawan untuk menampilkan kinerja
terbaiknya, dan memiliki waktu lebih dalam bekerja untuk meningkatkan
produktivitas. Perusahaan juga akan memberikan berbagai jenis tugas yang harus
dikerjakan baik secara kelompok ataupun individual. Sehingga, perilaku kerja
pada karyawan diharapkan tidak hanya mampu mengerjakan tugas yang telah

ditetapkan sesuai dengan kontrak kerja, tetapi juga mampu untuk mengerjakan
tugas yang tidak ditetapkan dalam kontrak kerja pada perusahaan (extra-role).
Garay (2006) menyatakan bahwa perilaku kewarganegaraan yang baik
ditunjukkan ketika karyawan mau menampilkan perilaku extra-role.

Universitas Sumatera Utara

2

Perilaku extra- role adalah perilaku kerja yang tidak terdapat pada
deskripsi kerja formal karyawan, namun perilaku tersebut sangat dihargai jika
ditampilkan oleh karyawan, karena dapat meningkatkan efektivitas dan
kelangsungan hidup organisasi (Robbins, 2006).Karyawan yang mampu
menampilkan peran kontribusi yang lebih baik dari karyawan yang lain, dan
bersedia membantu menyelesaikan pekerjaanyang lain (Extra-role Behavior )
tidak hanya menguntungkan karyawan lain, tetapi juga menguntungkan bagi
perusahaan (Kmatz dalam Purba & Seniati, 2004).
Keberhasilan perusahaan dapat dilihat berdasarkan bagaimana para
anggota karyawan perusahaan dapat memberikan kontribusi positif terhadap
perencanaan dan pelaksanaan tugas-tugas dalam mencapai tujuan perusahaan.

Perilaku kerja karyawan yang dilakukan secara suka rela di luar deskripsi kerja
yang telah ditetapkan (Extra-role Behavior ) dan dapat meningkatkan kemajuan
organisasi disebut juga dengan Organization Citizenship Behavior (OCB).
Konsep OCB pertama kali diperkenalkan oleh Organ pada tahun 1983 (dalam
Gemmiti, 2007) yang menjelaskan bahwa OCB merupakan perilaku pilihan yang
tidak menjadi bagian dari kewajiban kerja formal seorang karyawan, namun
perilaku tersebut mendukung berfungsinya organisasi secara efektif.Organ (dalam
Elanain, 2007) juga menjelaskan bahwa perilaku OCB merupakan perilaku
karyawan yang melebihi peran yang diwajibkan, yang secara tidak langsung
diakui oleh sistem reward formal.
Menurut Morman dan Blakely (dalam Elanain, 2007) perilaku OCB adalah
perilaku yang dilakukan oleh seorang individu untuk mendukung kepentingan

Universitas Sumatera Utara

3

organisasi meskipun secara tidak langsung dapat mengarah pada keuntungan
individu. Perilaku OCB dapat juga didefinisikan sebagai perilaku individual yang
bersifat bebas (discretionary) yang tidak mengharapkan imbalan. Bersifat bebas

dan sukarela, karena perilaku tersebut tidak diharuskan dalam persyaratan peran
kerja formal atau deskripsi jabatan yang secara jelas dituntut berdasarkan kontrak
kerja dengan perusahaan, melainkan sebagai pilihan personal yang secara
keseluruhan dapat mendorong keefektifan fungsi - fungsi organisasi (Organ,
Podsakoff, & MacKenzie, 2006).
Perilaku OCB dapat muncul karena adanya perasaan individu sebagai
anggota dalam perusahaan dan akan merasa puas apabila dapat melakukan sesuatu
yang lebih pada perusahaan. Namun, tidak semua karyawan mampu untuk
menampilkan perilaku OCB saat mengerjakan pekerjaannya dikarenakan hal
tersebut tidaklah mudah. Meskipun tidak mudah untuk melakukan perilaku OCB,
terkadang ada juga karyawan yang mampu bekerja secara extra-role. Perilaku
OCB yang ditampilkan oleh karyawan tersebut dapat digunakan untuk
mengidentifikasi perilaku karyawan sehingga individu tersebut dapat disebut
sebagai karyawan yang baik. Sementara karyawan yang hanya menyelesaikan
pekerjaan sesuai dengan target yang ditetapkan dalam kontrak kerja bukan berarti
karyawan tersebut dikatakan sebagai karyawan yang tidak baik. Hanya saja,
perilaku OCB cenderung melihat karyawan sebagai anggota organisasi
dibandingkan sebagai seorang individu (Sloat, 1999).
Setiap perusahaan akan mengharapkan karyawannya mampu menampilkan
perilaku OCB, begitu juga dengan perusahaan milik Negara seperti PT.TELKOM.


Universitas Sumatera Utara

4

PT.Telekomunikasi Indonesia adalah penyedia layanan telekomunikasi dan
jaringan terbesar di Indonesia. PT.TELKOM biasanya bertugas dengan
menyediakan layanan InfoComm, telepon tidak bergerak kabel ( fixed wireline)
dan telepon tidak bergerak nirkabel (fixed wireless), layanan telepon seluler, data
dan internet, serta jaringan dan interkoneksi, baik secara langsung maupun
melalui anak perusahaan (www.telkom.co.id, 2015).
Melihat deskripsi tugas-tugas PT. TELKOM tersebut, maka perusahaan ini
juga akan mengharapkan para karyawannya mampu menampilkan perilaku OCB
dalam pekerjaannya. OCB menjadi semakin penting, karena lingkungan
organisasi yang semakin kompetitif sehingga menuntut fleksibilitas dari setiap
karyawan agar mudah menyesuaikan diri dengan tuntutan yang ada serta
perubahan yang cepat, dan pekerjaan yang juga lebih banyak dilakukan dalam tim
daripada secara individual. Rentannya organisasi untuk melakukan downsizing
juga dapat memicu karyawan untuk berbuat lebih banyak untuk perusahaannya
(Motowidlo dalam Landy & Conte, 2004). Menurut Robbins dan Judge (2008),

menyatakan bahwa organisasi yang mempunyai karyawan yang memiliki OCB
yang baik akan memiliki kinerja yang lebih baik dari organisasi lain. Oleh karena
itu, sangat penting bagi perusahaan untuk memilih dan mempertahankan
karyawan yang benar-benar berkualitas.
Bentuk - bentuk perilaku OCB dapat meliputi perilaku seperti berinisiatif
membantu rekan kerja di saat jam istirahat dengan sukarela, mau menggunakan
waktu kerjanya dengan efektif, tidak datang terlambat, memberikan saran, dan
berpartisipasi secara aktif. Menurut Organ; Podsakoff; dan Mackenzie (2006)

Universitas Sumatera Utara

5

menjelaskan

bahwa

terdapat

dimensi-dimensi


dalam

OCB,

yaitu:

conscientiousness, altruism, civic virtue , sportsmanship, courtesy, cheerleading ,

dan peacemaking. Organ dkk (2006) juga berpendapat bahwa dimensi altruism,
courtesy, cheerleading, dan peacemaking dapat digabung menjadi satu dimensi

yaitu dimensi helping behavior karena berkaitan dengan perilaku menolong orang
lain dalam mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada serta menyangkut
pekerjaan di organisasi. Sehingga dimensi OCB terdiri atasempat dimensi saja
yaitu; helping behavior , conscientiousness, sportsmanship, dan civic virtue.
Menurut Organ; Podsakoff; dan Mackenzie (2006) faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku Organizational Citizenship Behavior adalah kepuasan
kerja, keadilan, motivasi instrinsik, gaya kepemimpinan, budaya dan iklim
organisasi, jenis kelamin, masa kerja, dan keterlibatan terhadap dukungan

organisasi. Podsakoff (dalam Garay, 2006) mengemukakan bahwa seseorang yang
menampilkan perilaku OCB dapat dilihat berdasarkan pada empat faktor, yaitu;
karakteristik

individual,

karakteristik

tugas/pekerjaan,

karakteristik

organisasional, dan perilaku pemimpin. Karakteristik individu merupakan salah
satu faktor yang dapat mempengaruhi seseorang dalam menampilkan perilaku
kerja untuk memunculkan perilaku OCB.Menurut Ivancevich dkk (2007),
karakteristik individu dapat meliputi faktor kepribadian, kemampuan dan
keterampilan, persepsi ataupun sikap yang dimiliki oleh karyawan tersebut.
Bolino dan Turnley (2003)menyatakan bahwa ada hubungan signifikan
antara perilaku OCB dengan individu yang merasa bahwa apabila organisasi


Universitas Sumatera Utara

6

menghargai peran kontribusi yang telah diberikan oleh karyawan dan
memperhatikan kesejahteraan karyawannya, maka dapat menyebabkan seorang
karyawan memberikan balasan kepada perusahaan dengan menampilkan perilaku
extra-role pada pekerjaannya. Demikian juga dengan PT. TELKOM Medan yang

beralamat di Jl. Prof. H.M.Yamin No:13 yang memiliki karyawan tetap sebanyak
103 orang. Cakupan tugas yang telah diberikan perusahaan melalui Sasaran Kerja
Individu (SKI) baik pada tugas yang memiliki kadar ringan ataupun berat
membuat para karyawan

PT.TELKOM diharapkan dapat memunculkan

kebutuhan akan karyawan dengan kinerja yang optimal, termasuk kebutuhan
untuk menampilkan perilaku OCB. Hal ini terlihat dari komunikasi peneliti
dengan seorang HR yang bekerja di perusahaan:
“Sistem kerja karyawan disini cenderung mengarah pada team

work.Untuk melaksanakan tugas yang bersifat pelayanan dan penjualan
baik barang atau jasa pasti dapat memicu terjadinya konflik.Masalah
yang dapat terjadi seperti keluhan dari pelanggan ataupun sesama
anggota kelompok mengenai tugas mereka dan juga beberapa karyawan
yang masih datang terlambat.Jadi, bila ada karyawan yang menampilkan
perilaku OCB, itu akan membuat perusahaan ini jadi lebih
baik.”(Komunikasi personal, 25 Mei 2015)
Organizational Citizenship Behavior (OCB) merupakan istilah yang dapat

digunakan untuk mengidentifikasikan perilaku karyawan sehingga dapat disebut
sebagai “anggota atau karyawan yang baik”. Perilaku tersebut cenderung melihat
seorang karyawan sebagai makhluk sosial dibandingkan sebagai makhluk individu
yang mementingkan diri sendiri (Aldag & Resckhe dalam Sofyandi, 2007).

Karyawan yang baik adalah karyawan yang akan menampilkan OCB saat bekerja,
bersedia melakukan segala sesuatu dengan baik yang tidak selalu digerakkan oleh
hal -hal yang menguntungkan bagi dirinya. Untuk menampilkan perilaku OCB,

Universitas Sumatera Utara


7

hal ini dapat dilihat dari adanya kekuatan niat dalam diri seorang individu untuk
menampilkan perilaku OCB tersebut. Snyder dkk (1994) menyatakan bahwa
kekuatan niat merupakan harapan untuk berpikir akan situasi yang memungkinkan
seseorang

untuk

menyusun

tujuan

yang

realistis,

menantang

ataupun


memprediksi, yang kemudian mencapai ketujuannya melalui adanya kemauan,
energi dan persepsi pengendalian internal. Kekuatan niat ini termasuk salah satu
aspek dalam psychological capital yakni Efficacy. Avey dkk (2008) menyatakan
bahwa salah satu hal yang bisa menjadi prediktor munculnya perilaku OCB
adalah Psychological Capital (Psy Cap).
Psychological capital adalah suatu kondisi psikologis yang positif pada

individu

melalui

adanya

karakteristik

efficacy,

hope,

optimism

dan

resiliency(Luthans, 2007). Psychological capital penting bagi seorang karyawan,

karena seorang karyawan dalam menjalankan peranannya tentunya tidak akan
pernah lepas dari masalah individual yang dapat berakibat negatif terhadap
profesinya. Masalah individual yang dapat terjadi meliputi masalah dengan
pekerjaan, keluarga, teman, atau sebagainya yang terkadang hal tersebut terbawa
pada saat seseorang bekerja dan berdampak negatif dalam pekerjaan. Oleh karena
itu, akan lebih baik bila seorang karyawan memiliki aspek-aspek pada
psychological capital tersebut agar nantinya dapat membantu dan memudahkan

karyawan dalam mengatur dirinya pada saat bekerja, sehingga tujuan yang
diinginkan dalam pekerjaan dapat tercapai dan dapat menampilkan perilaku
organizational citizenship behavior saat bekerja.

Universitas Sumatera Utara

8

Penelitian - penelitian mengenai Organizational Citizenship Behavior
(OCB) telah menunjukkan bahwa perilaku OCB mampu memberikan dampak
positif bagi organisasi. Studi yang telah dilakukan terhadap 26 cabang bank di
Taiwan menunjukkan bahwa perilaku OCB mampu meningkatkan kepuasan
pelanggan (Yen & Niehoff, 2004). Penelitian yang lain juga telah dilakukan oleh
Nielsen dkk (2009) pada 38 sampel independen menunjukkan hasil bahwa
perilaku OCB memiliki korelasi yang positif dengan kinerja seseorang.
Penelitian mengenai hubungan antara psychological capital dengan OCB
telah dilakukan beberapa kali di beberapa negara seperti Cina, India, Amerika
Serikat menunjukkan hasil yang berbeda-beda.Penelitian di Cina yang dilakukan
oleh Lifeng (2007) menunjukkan hasil bahwa perilaku OCB berkorelasi dengan
psychological capital . Norman dkk (2010) melakukan penelitian pada 199

karyawan dari organisasi di Amerika Serikat menunjukkan bahwa karyawan
dengan psychological capital tertinggi paling mungkin untuk terlibat dalam OCB
dan paling tidak mungkin untuk terlibat dalam perilaku penyimpangan. Penelitian
yang berbeda dilakukan oleh Shahnawaz dan Jafri di India (2009) yang telah
menunjukkan hasil bahwa psychological capital secara keseluruhan tidak dapat
memprediksi komitmen organisasi dan OCB pada dua jenis organisasi (publik dan
swasta).
Perbedaan hasil penelitian mengenai hubungan psychological capital
dengan OCB yang dilakukan pada negara yang berbeda dipengaruhi oleh
perbedaan

budaya

di

setiap

negara.Budaya

pada

suatu

negara

dapat

mempengaruhi kondisi yang berhubungan dengan OCB.Robbins (2003)

Universitas Sumatera Utara

9

mengemukakan budaya organisasi merupakan sistem makna bersama terhadap
nilai-nilai yang dianut bersama dan dihargai oleh organisasi, yang berfungsi
menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dengan organisasi
lainnya, menciptakan rasa identitas bagi para anggota organisasi, mempermudah
timbulnya komitmen terhadap organisasi, meningkatkan sistem sosial, serta
menciptakan mekanisme yang memandu maupun membentuk sikap dan perilaku
para anggota organisasi. Melalui karakteristik tersebut budaya memiliki dampak
yang kuat terhadap perilaku karyawan yang diikuti dengan efektivitas organisasi
yang akan memudahkan manajer dalam memahami organisasi, tidak hanya untuk
perumusan kebijakan dan prosedur, tetapi juga untuk memahami perilaku manusia
dan pemanfaatan sumber daya manusia dengan cara yang terbaik (Khan et al,
2011). Oleh karena itu, perusahaan perlu membangun budaya organisasi yang
kuat bersama dengan karyawan, karena faktor ini memiliki pengaruh untuk
memunculkan perilaku positif antara karyawan, salah satunya adalah perilaku
untuk menampilkan OCB.
Francisca dkk (2013) telah melakukan penelitian pada 72 karyawan PT.
PLN (Persero) Distribusi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta
menunjukkan bahwa karyawan PT. PLN cenderung memiliki OCB yang tinggi.
Tingginya OCB pada karyawanPT.PLN (Persero) Distribusi Jawa Tengah dan
Daerah Istimewa Yogyakarta dikarenakan oleh tingginya

psychological

capital.Sehingga hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif

antara psychological capital dengan OCB.

Universitas Sumatera Utara

10

Dari uraian diatas dapat dilihat bahwa Psychological Capital dengan
Organizational Citizenship Behavior kemungkinan memiliki kolerasi. Sehingga

pada penelitian ini, peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan antara
Psychological Capital dengan Organizational Citizenship Behavior (OCB) pada

karyawan PT.TELKOM H.M Yamin Medan.
I.B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan, maka peneliti
membuat rumusan masalah yaitu”Apakah ada hubungan antara psychological
capital dengan organizational citizenship behavior pada karyawan

PT.TELKOM H.M. Yamin Medan?”
I.C. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :


Tingkatorganizational citizenship behavior karyawan PT.TELKOM H.M
Yamin Medan




Tingkat psychological capital PT.TELKOM H.M Yamin Medan
Mengetahui dan menjelaskan hubungan antara psychological capital
dengan organizational citizenship behavior pada karyawan PT.TELKOM
H.M Yamin Medan.

Universitas Sumatera Utara

11

I.D. MANFAAT PENELITIAN
I.D.1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi bagi peneliti
selanjutnya yang ingin meneliti mengenai variable Psychological Capital dan
Organizational Citizenship Behavior .

I.D.2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi mengenai tingkat
Psychological Capital dan OCB yang ditampilkan oleh karyawan PT.TELKOM

H.M Yamin Medan.
I.E. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
Bab I

: Pendahuluan
Berisikan latar belakang masalah yang hendak dibahas, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika
penulisan.

Bab II

: Landasan Teori
Berisikan mengenai tinjauan kritis yang menjadi acuan dalam
pembahasan permasalahan, landasan teori yang mendasari tiap-tiap
variabel, hubungan antar variabel dan pembentukan hipotesa
(hipotesis penelitian).

Universitas Sumatera Utara

12

Bab III

: Metode Penelitian
Berisikan mengenai metode-metode dasar dalam penelitian yaitu
metode penelitian yang digunakan, identifikasi variabel, definisi
operasional variabel, populasi dan sampel penelitian, alat ukur
yang digunakan, metode pengambilan data dan metode analisis
data.

BAB IV

: Analisis Data dan Pembahasan
Berisikan mengenai analisis data dan pembahasan yang berisikan
gambaran

umum

subjek

penelitian,

hasil

penelitian,

dan

pembahasan hasil penelitian yang merupakan perbandingan
hipotesis dengan teori-teori atau hasil penelitian terdahulu.
BAB V

: Kesimpulan dan Saran
Berisikan mengenai kesimpulan dan saran dari peneliti. Bab ini
akan membahas mengenai kesimpulan hasil penelitian dan saran
yang diberikan, baik untuk penyempurnaan penelitian ini,
penelitian yang berhubungan dengan variabel yang diteliti di masa
mendatang, serta saran untuk organisasi.

Universitas Sumatera Utara