KONFLIK SOSIAL KEAGAMAAN ANTARA NU DAN MUHAMMADIYAH : STUDI KASUS DESA NAMPU KECAMATAN GEMARANG KABUPATEN MADIUN.

(1)

KONFLIK SOSIAL KEAGAMAAN ANTARA NU DAN

MUHAMMADIYAH

(Studi Kasus Desa Nampu Kecamatan Gemarang Kabupaten Madiun)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Filsafat

Agama (S.Fil.i) Dalam Bidang Filsafat

Oleh:

Muhamad Firma Afriza

NIM : E01212007

PRODI FILSAFAT AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

2016


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Muhamad Firma Afriza. NIM: E01212007. 2016. “Konflik Sosial Keagamaan Antara NU dan Muhammadiyah” (Studi Kasus di Desa Nampu Kecamatan

Gemarang Kab. Madiun). Skripsi Progam Studi Filsafat Agama Jurusan Pemikiran Islam Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

Kata Kunci: Konflik, Sosial, Agama, NU dan Muhammadiyah

Skripsi adalah hasil penelitian lapangan (field research) yang berjudul

“Konflik Sosisal Keagamaan antara NU dan MUhammadiyah (Studi Kasus di Desa Nampu Kecamatan Gemarang Kab. Madiun)”. Penilitian ini bertujuan agar

pembaca memahami dan mengetahui konflik yang terjadi antara NU dan Muhammadiyah di Desa Nampu, Kecamatan Gemarang Kabupaten Madiun.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata secara lisan maupun tertulis tentangorang-orang dan prilaku yang diamati. Serta menggunakan teori konflik untuk memandang permasalahan yang terjadi di Desa Nampu. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan selama proses penelitian ini adalah observasi, wawancara dan dokumentasi.

Hasil penelitian, diperoleh data bahwa Konflik yang terjadi di Desa Nampu adalah konflik yang berada dibawah pemukaan (Laten). Konflik verbal yang sering muncul dalam kehidupan sehari-hari salah satunya berawal dari perbedaan faham antara NU dan Muhammadiyah yang terjadi di Desa Nampu disebabkan perbedaan faham dan adanya kegiatan warga NU yang berupa tahlil,

dzikir fida’ dan bersih desa di punden, karena warga NU masih sangat tradisional dan berpegang teguh pada ajaran para leluhur yang membuat warga Muhammadiyah mencoba meluruskan bahwa kegiatan tersebut sudah

menyimpang dari syari’at agama Islam. Dari situlah munculnya konflik antara

keduanya hingga merebak kedalam system pemerintahan desa yaitu dengan perebutan kursi kepala desa antara kedua belah pihak. Tetapi dari konflik tersebut menumbuhkan dampak yang positif, yaitu dengan berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan. Dari konflik tersebut pernah ada solusi untuk meredakannya data yang diperoleh dari hasil wawancara dari kedua belah pihak dan pemerintah desa, mempunyai solusi yang sama yaitu mendatangkan pihak penengah, tetapi solusi tersebut masih berupa gagasan dan belum ada tindakan lebih lanjut.

Menurut Karl Mark, konflik yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat yang bersumber dari perbedaan kelas, pemikiran dan pendapat akan menimbulkan sebuah gesekan-gesekan sosial yang berdampak pada sebuah revolusi yang relevan dan lebih baik untuk berkembangnya suatu kelompok masyarakat yang dominan. Karena setiap kehidupan sosial bermasyarakat, masyarakat itu senatiasa berkonflik. Sebab menurut Mark, “Tidak ada sebuah perubahan tanpa adanya konflik”.


(7)

(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii

PERNYATAAN... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN ... BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Penegasan Judul ... 7

C. Rumusan Masalah ... 8

D. Tujuan Penelitian ... 8

E. Manfaat Penelitian ... 8

1. Aspek Teoritis ... 9

2. Aspek Praktis... 9

F. Kerangka Teori ... 9

1. Teori Filsafat Sosial ... 9

2. Kerangka Teori... 11

G. Tinjauan Pustaka ... 17

H. Metode Penelitian ... 19

1. Jenis Penelitian... 19

2. Pendekatan Studi ... 19

3. Sumber Data... 21

4. Teknik Pengumpulan Data ... 22

5. Teknik Analisis Data ... 24


(9)

BAB II PENYAJIAN DATA... 26

A. Deskripsi Umum Objek Penelitian ... 26

1. Sejarah Desa Nampu ... 26

2. Gambaran Umum Desa Nampu ... 28

B. Kondisi Demografi Desa Nampu... 31

1. Jumlah Penduduk Menurut Golongan Umur ... 31

2. Kehidupan Keagamaan Desa Nampu... 32

3. Kondisi Pendidikan Desa Nampu ... 34

4. Kondisi Mata Pencaharian Penduduk Desa Nampu... 36

C. Perekonomian Desa Nampu... 38

D. Sarana dan Prasarana Desa Nampu... 39

E. Kondisi Sosial Budaya Desa Nampu ... 40

BAB III PROSES TERJADINYA KONFLIK ANTARA NU DAN MUHAMMADIYAH DI DESA NAMPU ... 42

A. Faktor-faktor Terjadinya Konflik ... 48

1. Faktor Ekonomi... 48

2. Faktor Kesenjangan Sosial ... 49

3. Faktor Politik... 50

4. Faktor Faham Agama ... 51

BAB IV DAMPAK DAN SOLUSI KONFLIK SOSIAL KEAGAMAAN ANTARA NU DAN MUHAMMADIYAH DI DESA NAMPU . 62 A. Dampak-dampak dari Adanya Konflik ... 62

1. Dampak Langsung... 62

2. Dampak Tidak Langsung ... 65

3. Dampak Positif Adanya Konflik ... 66

4. Dampak Negatif Adanya Konflik ... 68

B. Solusi Alternatif untuk Menjembatani Konflik Antara NU dan Muhammadiyah di Desa Nampu ... 72

1. Negosiasi ... 72

2. Mediasi ... 73

3. Konsiliasi... 74

BAB V PENUTUP... 80

A. Kesimpulan ... 80

B. Saran ... 82 DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ...


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagai sebuah kenyataan sejarah, begitu kata Kuntowijioyo, agama dan kebudayaan dapat saling mempengaruhi karena keduanya terdapat nilai dan simbol.1 Agama adalah simbol yang melambangkan nilai-nilai ketaatan kepada Tuhan. Kebudayaan juga mengandung nilai dan simbol supaya manusia bisa hidup di dalamnya. Agama juga sangat memerlukan sistem simbol, dengan kata lain agama memerlukan kebudayaan agama. Tetapi keduanya perlu dibedakan. Agama adalah sesuatu yang final, universal, abadi(parennial)dan tidak mengenal perubahan (absolut). Sedangkan kebudayaan bersifat partikular, relatif dan kontemporer. Agama tanpa kebudayaan memang dapat berkembang sebagai agama pribadi, tetapi tanpa kebudayaan agama hanya sebagai kolektivitas semata tidak akan mendapat tempat.

Islam yang hadir di Indonesia juga tidak bisa dilepaskan dengan tradisi atau budaya yang ada di Indonesia. Sama seperti Islam di Arab saudi, Arabisme dan Islamisme bergumul sedemikian rupa di kawasan Timur Tengah sehingga kadang-kadang orang sulit membedakan mana yang nilai Islam dan mana yang simbol budaya Arab. Nabi Muhammad SAW, tentu saja dengan bimbingan Allah (mawa yanthiqu ‘anil hawa, in hua illawahyu yuha), artinya: “yang diucapkan itu

1 Kuntowijoyo, Muslim Tanpa Masjid, Essai-Essai Agama, Budaya, dan Politik


(11)

2

bukan berasal dari hawa nafsu melainkan wahyu yang diwahyukan”, dengan

cukup cerdik (fathanah) mengetahui sosiologi masyarakat arab pada saat itu. Sehingga beliau dengan serta merta menggunakan tradisi-tradisi arab untuk mengembangkan Islam. Sebagai salah satu contoh misalnya, ketika Nabi SAW hijrah ke Madinah, masyarakat Madinah di sana menyambut dengan iringan gendang dan tetabuhan sambil menyanyikan thala’al-badru ‘alaaina dan seterusnya.

Berbeda dengan agama-agama lain, Islam masuk Indonesia dengan cara begitu elastis. Baik itu yang berhubungan dengan pengenalan simbol-simbol Islami (misalnya bentuk bangunan peribadatan) atau ritus-ritus keagamaan (untuk memahami nilai-nilai Islam). Dapat kita lihat, masjid-masjid pertama yang dibangun di sini bentuknya menyerupai arsitektur lokal-warisan dari Hindu. Sehingga jelas Islam lebih toleran terhadap warna atau corak budaya lokal. Tidak

seperti agama yang lain, misalnya Budha yang masuk “membawa stupa”, atau

bangunan gereja Kristen yang arsitekturnya ala Barat. Dengan demikian, Islam tidak memindahkan simbol-simbol budaya yang ada di Timur Tengah (Arab), tempat lahirnya agama Islam.

Demikian pula untuk memahami nilai-nilai Islam. Para pendakwah Islam kita dahulu, memang lebih luwes dan halus dalam menyampaikan ajaran Islam kepada masyarakat yang heterogen setting nilai budayanya. Mungkin kita masih ingat para wali yang di Jawa dikenal dengan sebutan Wali Songo. Mereka dapat dengan mudah memasukkan Islam karena agama tersebut tidak dibawanya dalam bungkus Arab, melainkan dalam racikan dan kemasan bercita rasa Jawa. Artinya,


(12)

3

masyarakat diberi “bingkisan” yang dibungkus dengan budaya jawa tetapi

berisikan ajaran-ajaran Islam.

Sunan Kalijaga misalnya, ia banyak menciptakan kidung-kidung Jawa bernafaskan Islam sehingga masyarakat jawa bisa menerimanya, misalnya Ilir-ilir, tandure wis semilir. Perimbangannya jelas menyangkut keefektifan memasukkan nilai-nilai Islam dengan harapan mendapat ruang gerak dakwah yang lebih memadai. dakwah Islam di Jawa masa lalu memang lebih banyak ditekankan pada aspek esoteriknya, karena orang jawa mempunyai kecenderungan memasukkan hal-hal ke dalam hati. Apa-apa urusan hati dan banyak hal dianggap sebagai upaya penghalusan rasa dan budi.2

Islam di masa lalu cenderung sufistik sifatnya. Akan tetapi kaitannya dengan ketegangan kreatif antara dakwah Islam dengan budaya lokal, metode dakwah al-Qur’an yang sangat menekankan “hikmah dan mau’idzah hasanah” adalah tegas-tegas menekankan pentingnya “dialog intelektual”, “dialog budaya”, “dialog sosial” yang sejuk dan ramah terhadap kultur dan struktur budaya

setempat. Hal demkian menuntut kesabaran yang prima serta membutuhkan waktu yang cukup lama, karena dakwah ujung-ujungnya adalah merubah kebiasaan cara berfikir(habits of mind)masyarakat.

Wujud dakwah dalam Islam yang demikian tentunya tidak lepas dari latar belakang kebudayaan itu sendiri. Untuk mengetahui latar belakang budaya, kita memerlukan sebuah teori budaya. Menurut Kuntowijoyo dalam magnum opusnya, Paradigma Islam: Interpretasi untuk aksi, sebuah teori budaya akan

2 Purwadi, M. Hum dan Toyoda Kazunori., Babad Tanah Jawi, (Yogyakarta:


(13)

4

memberikan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan berikut: Pertama, apa struktur dari budaya. Kedua, atas dasar apa struktur itu dibangun. Ketiga, bagaimana struktur itu mengalami perubahan. Keempat, bagaimana menerangkan variasi dalam budaya.3 Persoalan pertama dan kedua, akan memberikan penjelasan mengenai hubungan antar simbol dan mendasarinya.

Desa Nampu merupakan desa yang terletak digerbang masuk Kecamatan Gemarang, Kabupaten Madiun. Bersebelahan dengan Desa Sugihwaras Kecamatan Saradan, Kabupaten Madiun, Desa Nampu menjadi pembatas antara Kecamatan Saradan dengan Kecamatan Gemarang Kabupaten Madiun.

Secara geografis Desa Nampu tergolong mempunyai tanah yang subur, hampir 70 persen tanah terdiri atas lahan persawahan, perkebunan dan hutan. Dengan kondisi sumber daya alam seperti itu, masyarakat Desa Nampu mayoritas bermata pencaharian sebagai petani. Desa Nampu terbagi menjadi empat dusun yaitu Dusun Nampu, Dusun Sambiroto, Dusun Petung, dan Dusun Serampang Mojo. Pintu masuk Desa Nampu terletak di Dusun Nampu. Sebagai gerbang masuk utama menuju Desa Nampu, Dusun Nampu dikelilingi bantaran sungai yang juga berfungsi sebagai pembatas antara Desa Nampu dan Desa Sugihwaras. Setiap jarak antara dusun satu dengan dusun lain yang ada di Desa Nampu sangat jauh. Setiap akses jalan menuju dusun lainnya dikelilingi oleh persawahan dan hutan jati.

Adapun untuk kajian penelitian ini difokuskan di Dusun Nampu. Di Dusun Nampu terdapat 377 KK (kepala keluarga). Penghasilan utama warga

3 Kuntowijoyo, Paradigma Islam Interpretasi Untuk Aksi, (Bandung : Mizan,


(14)

5

adalah bercocok tanam dan berternak, sedangkan peternakan yang ada di sana hanyalah sebagai penghasilan sampingan.

Seperti pada umumnya, Dusun Nampu yang merupakan bagian dari pedukuhan Desa Nampu tak dapat terhindar dari sebuah problematika. Problematika yang dialami oleh masyarakat Dusun Nampu adalah kurangnya kesadaran masyarakat dalam membangun interaksi sosial sesama warga dusun, sehingga aktivitas warga bisa dikatakan sangat kurang.

Selain itu, perbedaan ideologi dan faham aliran agama juga menjadi faktor utama problem sosial di Dusun Nampu. Sedangkan seseorang yang dituakan tidak bisa menjadi penengah masalah yang timbul dan menjadikan perpecahan antara satu dengan yang lainnya sesuai dengan faham masing-masing. Tidak dapat dipungkiri, perbedaan ideologi di Dusun Nampu membawa dampak yang sangat luar biasa dari segala aspek baik itu keagamaan, sosial, pendidikan, dan politik. Dualisme yang menjadi ikon perseteruan keyakinan tersebut tak lepas dari isu nusantara yang sudah mendarah daging yaitu Nahdlotul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.

Dengan mendirikan dua masjid sebagai tempat peribadatan dan pusat pengembang ajaran agama Islam di Dusun Nampu, semakin menunjukkan bahwa keduanya berkeinginan menumbuhkembangkan faham masing-masing dan seperti ada tujuan untuk saling berkuasa. Dari jumlah 377 KK di Dusun Nampu dapat dibagi sebagai penganut faham NU berjumlah ±189 dan dari Muhammadiyah sendiri berjumlah ±188 dan dapat dikatakan jamaah keduanya seimbang, data


(15)

6

tersebut didapat dari sebagian perangkat desa dan observasi wawancara terhadap jamaah tahlil Desa Nampu dan pada masyarakat pada umumnya.4

Setiap dusun memiliki rutinitas keagamaan sendiri, yaitu yasinan rutin yang diadakan sekali atau dua kali dalam seminggu. Di Dusun Nampu sendiri diadakan yasinan dua kali dalam seminggu, yaitu pada hari kamis dan minggu. Yasinan dimulai sehabis sholat maghrib sampai selesai. Lokasi yasinan berpindah-pindah tempat setiap kali acara diadakan. Untuk menentukan tempat yasinan berikutnya digunakan sistem undian seperti yang ada pada acara arisan. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk bersilaturahim antar sesama warga dusun dengan harapan agar interaksi sosial di dusun tersebut lebih harmonis lagi.

Berdasarkan sejarah singkat proses berdirinya Desa Nampu diatas yang diambil dari sumber cerita masyarakat setempat, dapat diketahui gambaran besar aktifitas masyarakat Desa Nampu. Agama Islam sebagai landasan kerohanian dan budaya kejawen sebagai aktifitas jasmani. Percampuran ideologi Islam dan kejawen tersebut telah menghasilkan sebuah kegiatan-kegiatan masyarakat yang jika ditinjau dari segi keagamaan saat ini masuk dalam golongan faham NU.

Masuknya Muhammadiyah di Dusun Nampu membawa perubahan dalam skala besar, baik dari struktural maupun kultural. Kondisi Dusun Nampu yang awalnya damai, rukun, tenggang rasa dan gotong royong berubah menjadi sebuah ajang pertikaian. Konflik antar penganut faham menjadi perihal yang krusial ditengah-tengah masyarakat dusun. Ketidakstabilan interaksi sosial antara satu individu dengan individu lainnya menjadikan aktifitas masyarakat Dusun

4 Wawancara dengan Bapak Shokib, Jumlah dan kegiatan masyarakat Desa


(16)

7

Nampu terbelah. Mereka para penganut faham berusaha mengembangkan aliran masing-masing

B. Penegasan Judul

Demi menghindari dari kesalahpahaman arti dari judul penelitian ini, maka perlu sekiranya untuk memperjelas maksud dan pengertian dari judul tersebut.

Konflik : Benturan kepentingan, persaingan, percecokan, ketegangan, perbedaan pendapat, persaingan atau pertentangan didalam cerita rekaan atau drama (pertentangan antar dua tokoh, dan sebagainya).5

Sosial : Merupakan suatu istilah tentang masyarakat dan kemasyarakatan.6

Keagamaan : Segenap kepercayaan terhadap Tuhan (Dewa atau sebagainya) serta ajaran kebaktian dan kewajiban yang berkaitan dengan kepercayaan itu atau sifat-sifatnya yang terdapat dalam agama.7 NU : Nahdlotul Ulama (NU) adalah organisasi sosial keagamaan

yang berhaluan Ahlusunnah Wal Jama’ah yang didirikan pada

tanggal 31 Januari 1926 (16 Rajab 1334 H) oleh KH. Hasyim

5Qanita Alya, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT Indah Jaya Adi Pratama

Anggota IKAPI, 2011), hal 368

6Ibid, hal. 22

7WJS Poerwadaminta,Kamus Umum Bahasa Indonesia,(Jakarta: Balai Pustaka,


(17)

8

Asy’ari beserta tokoh ulama tradisional dan usahawan Jawa

Timur.8

Muhammadiyah : Muhammadiyah adalah organisasi yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan putra seorang khatib masjid sultani pada tanggal 18 November 1912 (8 Dzulhijjah 1330 H).

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses terjadinya konflik faham antara NU dan Muhammadiyah di Dusun Nampu?

2. Bagaimana dampak sosial keagamaan di Dusun Nampu dari konflik tersebut? 3. Bagaimana solusi alternatif untuk menjembatani konflik di Dusun Nampu? D. Tujuan Penelitian

1. Untuk mendeskripsikan terjadinya konflik antara NU dan Muhammadiyah. 2. Untuk mendeskripsikanbagaimana dampak sosial keagamaan di Dusun

Nampu akibat adanya konflik tersebut.

3. Untuk mendeskripsikan solusi apa yang dapat mereda terjadinya konflik faham NU dan Muhammadiyah di Dusun Nampu.

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini dapat diklasifikasikan menjadi dua aspek, secara teoritis dan aspek praktis, sebagaimana berikut :

1. Aspek Teoritis

8Prof. Dr. Simuh,Islam dan Pergumulan Budaya Jawa,(Jakarta: Toraja, 2003),


(18)

9

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam menambah wawasan wacana keilmuan serta memberikan pemahaman yang komperehensif. Dan sebagai bahan pertimbangan bagi masyarakat, lembaga dalam memandang masalh harmoni sosial keagamaan, sehingga tercipta harmoni sosial keagamaan yang baik sesama umat beragama.

2. Aspek Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memotivasi seseorang dalam memahami perbedaan faham keagamaan dan menjadikannya suatu gambaran agar menjadi insan yang lebih baik dan menumbuhkembangkan rasa saling menghormati dalam beragama meskipun berbeda pandangan. Penelitian ini juga bisa diharapkan bermanfaat bagi peneliti lainnya yaitu sebagai referensi atas penelitiannya dalam sebuah karya ilmiah, baik nantinya dipublikasikan seperti buku, skripsi dan tesis.

F. Kerangka Teori

1. Teori filsafat sosial

Filsafat sosial adalah cabang dari filsafat yang mempelajari dan memahami persoalan sosial kemasyarakatan secara kritis, radikal dan komperhensif. Kemudian sosiologi sendiri secara etimologi kata sosiologi berasal dari bahasa latin yang terdiri dari kata “Socius” yang berarti teman dan “Logos" yang berarti berkata atau teman bicara.Jadi sosiologi artinya berbicara tentang manusia yang berteman atau bermasyarakat.9Filsafat sosial dan sosiologi sangatlah berkaitan karena sosiologi sendiri mempunyai sebuah

9 Abdul Syani,Sosiologi dan Perubahan Masyarakat (Lampung:Pustaka Jaya, 1995),


(19)

10

metode observasi dan berusaha menerangkan sebab-sebab suatu gejala sosial yang konkrit dari keadaan yang lebih luas. Maka sosiologi tetap berada di bidang kejadian yang dapat di observasi. Sedangkan secara terminologi maka sosiologi mengandung pengertian-pengertian sebagai berikut:

a. Sosiologi adalah suatu disiplin ilmu yang luas dan mencakup berbagai hal,dan ada banyak jenis sosiologi yang mempelejari sesuatu yang berbeda dengan tujuan yang berbeda-beda.10

b. Sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari masyarakat sebagai keseluruhan,yakni hubungan antara manusia dengan manusia, manusia dengan kelompok, kelompok dengan kelompok, baik formil maupun non formil, baik statis maupun dinamis.11

Kemudian dalam metode filsafat sosial menempuh keebalikan jalan observasi sosiologi. Sosiologi bermaksud untuk mencapai pengetahuan yang selalu bertambah ekstra tentang data positif. Karena filsafat sosial adalah ontology dari segala sesuatu yang bersifat sosial, artinya inti sari dari kehidupan sosial itu dikembalikan ke pokok ada manusia.12

Agar dapat memahami fenomena-fenomena yang terjadi di masyarakat, pendekatan fisafat sosial dan sosiologis adalah pendekatan yang paling tepat untuk dapat memahami pola-pola dan gerak-gerik yang terjadi dalam sebuah masyarakat. Berawal dari penyelidikan dan pemahaman yang

10Stepen K Sanderson,Terj,Hotman M.Siahaan,Sosiologi Makro: Sebuah Pendekatan Terhadap Realitas Sosial,Edisi Kedua.(Jakarta:Raja Grapindo Persada, 1995), 2

11Mayor Polak,Sosiologi Suatu Buku Pengantar Ringkas,Ikhtiar Baru Van Hoeve,cet-12

(Jakarta: Balai Pustaka, 1991),hal. 7

12Ahmad Baso, NU Studies: Pergolakan Pemikiran antara Fundamentalisme Islam dan Foundamentalisme non-liberal,(Jakarta: Erlangga, 2006), hal. 269.


(20)

11

mendalam dari struktur-struktur yang terdapat pada masyarakat tertentu, maka dapat dilihat bahwa pendekatan filsafat sosial dan sosiologis punya signifikansi dan kontribusi yang besar dalam menjawab fenomena-fenomena yang terjadi dalam sebuah masyarakat.

2. Kerangka teori

Setiap peneliti selalu menggunakan kerangka teori sebagai dasar karya ilmiahnya, tanpa teori karya tersebut tidak bisa menjadi bahan kajian yang layak dalam dunia pendidikan. Teori menurut Kerlinger adalah seperangkat konsep, definisi dan proposisi yang berfungsi untuk melihat fenomena secara sistematik, sehingga dapat berguna untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena yang terjadi.13

Teori adalah suatu prinsip umum yang mengaitkan aspek-aspek suatu realitas.14Sedangkan fungsi teori adalah menerangkan, meramalkan dan menemukan fakta-fakta secara sistematis.

Konflik menurut Mark adalah suatu realitas kehidupan sosial masyarakat dimana setiap perkembangan suatu wilayah atau kelompok diperlukan adanya konflik untuk menuju perubahan. Karena tidak ada perubahan tanpa adanya konflik.

Teori konflik adalah salah satu prespektif dalam ilmu sosiologi yang memandang masyarakat sebagai satu sistem yang terdiri dari bagian atau komponen yang mempunyai kepentingan berbeda-beda dimana komponen

13Sugiono,Memahami Penelitian Kualitatif,(Bandung: Alfabeta, 2005), hal. 41.

14Onong Uchjana Effendy,Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi,(Bandung: Citra Aditya


(21)

12

yang satu berusaha menaklukkan kepentingan yang lain guna untuk memenuhi kepentingannya atau memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya.15

Sedangkan konflik sosial adalah suatu proses sosial antara perorangan atau kelompok masyarakat tertentu, akibat adanya perbedaan faham dan kepentingan yang sangat mendasar, sehingga menimbulkan adanya semacam gesekan pemisah yang mengganjal interaksi sosial diantara mereka yang bertikai satu sama lain.Upaya untuk menghilangkan ganjalan tersebut dilakukan oleh masing-masing pihak melalui cara-cara yang tidak wajar, tidak konstitusional sehingga menimbulkan adanya semacam pertikaian kearah bentuk fisik dan kepentingan yang saling menjatuhkan.

Teori konflik muncul sebagai bentuk reaksi atas tumbuhkembangnya teori fungsionalisme struktural yang telah dianggap kurang memperhatikan fenomena sebuah konflik yang terjadi dikalangan masyarakat dan perlu untuk mendapatkan sebuah perhatian. Pemikiran yang paling berpengaruh atau menjadi dasar dari teori konflik ini adalah pemikiran Karl Mark dan pada tahun 1950-an, teori konflik yang semakin mulai merebak.16

Teori ini ditujukan untuk menganalisis asal mula suatu kejadian terjadinya sebuah pelanggaran, peraturan, atau segala sesuatu prilaku yang menyimpang. Konflik disini menitikberatkan pada sifat pluralistik dari masyarakat, dan ketidakseimbangan peraturan kekuasaan yang terjadi antara

15 Elly M. Setiadi. Usman Kolip, Pengantar Sosiologi, Pemahaman Faktadan Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hal. 364.

16 Bernard Raho, Teori Sosiologi Modern, (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007),


(22)

13

berbagai kelompok. Karena kekuasaan yang dimiliki kelompok-kelompok elit maka kelompok-kelompok itu memiliki prioritas untuk menciptakan kekuasaan, peraturan dan hukum yang bersifat untuk kepentingan pribadi.

Prespektif sosiologi yang memandang masyarakat sebagai satu sistem yang terdiri dari bagian atau komponen yang mempunyai kepentingan, kebutuhan yang berbeda-beda dimana komponen yang satu berusaha menaklukkan kepentingan yang lain guna memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Menurut pandangan ahli sosiologi, masyarakat yang baik ialah masyarakat yang hidup dalam situasi konfliktual. Konflik sosial yang terjadi dijadikan sebagai kekuatan sosial utama dari perkembangan masyarakat yang ingin maju ke tahap-tahap yang lebih sempurna. Menurut teori konflik sosial elemen sosial memiliki kepentingan dan pandangan yang berbeda. Ketidaksamaan kepentingan dan pandangan tersebut yang memicu munculnya konflik sosial yang berujung saling menakhlukan, mengalahkan, melenyapkan diantara elemen lainnya.

Konflik adalah sebuah fenomena sosial yang terjadi disetiap lapisan atau elemen masyarakat. Fenomena ini merupakan gejala sosial yang selalu hadir dalam kehidupan sosial, sehingga konflik bersifat inhern yang artinya konflik akan senatiasa ada dalam setiap ruang dan waktu, dimana saja dan kapan saja, tidak bisa terpisahkan dari elemen masyarakat. Dalam memahami tentang konflik sosial tidak bisa lepas dari teori konflik Karl Mark, dikarenakan menurut Karl Mark, pertentangan antara segmen-segmen masyarakat memiliki aset-aset yang bernilai. Bentuk dari konflik sosial itu


(23)

14

bermacam-macam, yaitu konflik antara individu, kelompok, atau bangsa. Potensi-potensi konflik sering kali terjadi dalam bidang perekonomian, dan memperlihatkan bahwasannya perjuangan atau konflik juga terjadi dalam distribusi status dan kekuasaan politik.

Munculnya sebuah konflik diakibatkan adanya perbedaan dan keberagamaan kepentingan. Maka dapat diambil sebuah analisa yang mana terdapat di negara Indonesia yang tak luput dari konflik sosial. dalam sebuah ajaran atau keberagaman agama, memunculkan sebuah kelompok-kelompok yang satu sama lain saling bersinggungan. Konflik dari setiap tindakan-tindakan yang terjadi dan konflik tersebut terbagi secara horisontal dan vertikal. Konflik horisontal adalah konflik yang dimana berkembang antara anggota kelompok, seperti konflik yang terjadi antara NU dan Muhammadiyah. Sedangkan konflik vertikal adalah konflik yang terjadi antara masyarakat dan juga negara atau pemerintahan. Pada umumnya konflik-konflik ini muncul akibat ketidakpuasan masyarakat dengan kinerja pemerintahan, yang terjadi diakhir-akhir ini.

Terdapat banyak konflik yang terjadi dikehidupan masyarakat, dari hal-hal yang bersifat sederhana. Dan mengakibatkan kerusuhan, dendam sosial, dan ketidakrukunan antar umat beragama.


(24)

15

1. Masyarakat sebagai arena yang didalamnnya terdapat berbagai bentuk pertentangan.

2. Negara dipandang sebagai pihak yang terlibat aktif dalam pertentangan dan berpihak kepada kekuatan yang dominan.

3. Paksaan (corcion) dalam wujud hukum dipandang sebagai faktor utama untuk memlihara, melindungi lembaga-lembaga sosial.

4. Negara dan hukum dilihat sebagai alat penindasan yang digunakan oleh kelas yang berkuasa (kapitalis) demi kepentingan pribadi.

5. Kelas-kelas dianggap sebagai kelompok-kelompok sosial yang mempunyai kepentingan sendiri yang bertentangan antara satu dengan yang lain, sehingga konflik tak terelakan lagi.

Segi-segi pemikiran Karl Mark bertitikberat pada usaha untuk membuka sebuah kedok sistem masyarakat, pola kepercayaan, dan bentuk kesadaran dan ideologi yang mencerminkan dan memperkuat kepentingan kelas yang berkuasa. Meskipun dalam pandangannya, tidak seluruhnya kepentingan ditentukan oleh struktur kelas, ekonomi, kekuasaan, tetapi hal tersebut sangat mempengaruhi dan dipaksa oleh struktur tersebut. Pentingnya sebuah kondisi materil yang terdapat dalam struktur masyarakat, membatasi pengaruh budaya terhadap kesadaran individu.

Beberapa segi kenyataan sosial yang Mark tekankan, yang tidak dapat diabaikan oleh teori apapun yaitu pengakuan adanya struktur kelas dalam masyarakat, kepentingan ekonomi yang saling bertentangan diantara orang-orang dala kelas yang berbeda, pengaruh besar yang berdampak pada


(25)

16

kelas ekonomi terhadap gaya hidup seseorang serta bentuk kesadaran dan berbagai konflik kelas yang muncul menimbulkan perubahan struktur sosial yang mana hal tersebut merupakan sesuatu yang sangat penting.

Penyebab terjadinya konflik menurut Mark sejarah kehidupan masyarakat ditentukan oleh sebuah materi atau benda yang berbentuk alat produksi, dan alat produksi ini untuk mengusai kehidupan masyarakat. Alat produksi adalah setiap alat yang dihasilkan akan menghasilkan komoditas dan komoditas tersebut dibutuhkan masyarakat secara suka rela. Bagi Mark fakta terpenting adalah materi ekonomi karena konflik ini bisa terjadi ketika faktor ekonomi dijadikan sebagai penguasaan terhadap alat produksi.

Berdasarkan alat produksi, Mark membagi perkembangan masyarakat terjadi lima tahap17:

Tahap I:Masyarakat Agraris I Primitif. Dalam masyarakat agraris alat produksi berupa tanah. Masyarakat seperti ini penindasan akan terjadi antara pemilik alat produksi pemilik tanah dengan penggarap tanah.

Tahap II: Masyarakat Budak. Dalam masyarakat seperti budak sebagai alat produksi akan tetapi dia tidak memiliki alat produksi. Penindasan terjadi antara majikan dan budak.

Tahap III: Masyarakat feodal, ditentukan oleh kepemilikan tanah

17George Ritzer and Douglass J. Goodman,Teori Sosiologi Modern, (Jakarta : Kencana,


(26)

17

Tahap IV: Masyarakat Borjuis, alat produksi sebagai industri. Konflik terjadi antara kelas borjuis dan buruh. Perjuangan kelas adalah perjuangan kelas Borjuis dan kelas Proletar.

Tahap V: Masyarakat komunis. Masyarakat ini kelas proletar akan menang

G. Tinjauan Pustaka

Kami perlu melakukan beberapa kajian pustaka dalam penelitian ini agar tidak terjadi penulisan ulang sehingga pembahasan yang dilakukan tidak sama dengan yang lain. Terdapat buku, jurnal, skripsi atau sejenisnya yang pernah ditulis oleh beberapa orang yang menuliskan hal yang serupa tapi berbeda dengan penelitian yang penulis ambil, diantaranya adalah:

Pada tahun 2013, skripsi karya Khumairotul Ana, Jurusan Sosiologi Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Sunan Ampel Surabaya, menulis skripsinya tentang “Konflik antar aliran keagamaan: studi kasus konflik antara NU dan Muhammadiyah dalam mengadakan ritual Nyadran di Desa Sugio, Kecamatan Sugio, Kabupaten Lamongan”. Dalam skripsi tersebut dijelaskan ada suatu tradisi yang diyakini dan masih dijaga sampai sekarang, dan tradisi tersebut dilaksanakan setiap setahun sekali. Dari tradisi tersebutlah yang menimbulkan konflik antar aliran agama, yaitu aliran NU dan Muhammadiyah. Pihak dari NU masih menjaga dan melestarikan budaya tersebut dari nenek moyang mereka, sedangkan dari Muhammadiyah memandang tradisi tersebut bertentangan dengan syariat Islam, bahwa Islam tidak pernah mengajarkan hal tersebut dan dianggap


(27)

18

Pada tahun 2008, skripsi karya Shoddiq Raharjo, Jurusan Sejarah Kebudayaan Islam Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, menulis skripsinya berjudul “Konflik Antara NU dan Muhammadiyah (1960-2002): Studi Kasus di Wonokromo Pleret Bantul Yogyakarta”. Dalam skripsi tersebut dijelaskan tentang bagaimana munculnya konflik antara NU dan Muhammadiyah. Masyarakat desa tersebut dahulunya mayoritas beraliran NU. Setelah datangnya aliran baru yang disebut faham Muhammadiyah, masyarakat yang awalnya adalah masyarakat homogen, kemudian menjadi masyarakat yang heterogen sehingga menjadi kategori NU dan Muhammadiyah bahkan sempat terjadi konflik berupa celaan. Konflik verbal yang sering muncul dalam kehidupan sehari-hari lama kelamaan menjadikan muculnya bentrok fisik. Namun konflik tersebut dapat diselesaikan dengan adanya pihak penengah yang mendamaikannya. Setelah konflik tersebut lahirlah norma baru dimana sesuai kesepakatan bersama masyarakat setempat membangun Masjid At-Taqwa, dimana masjid tersebut tidak diperkenankan membawa bendera organisasi masyarakat sendiri-sendiri. Dalam struktur di dalam masjid tersebut telah diatur

mulai dari pengurus ta’mir dibuat berimbang antara NU dan Muhammadiyah, dan hari raya juga mengikuti pemerintah, tidak mengikuti salah satu aliran agama tersebut.

Pada penelitian ini penulis menggunakan prespektif sosiologi bahwa dalam kehidupan bermasyarakat tidak ada kerukunan yang hakiki tanpa adanya sebuah konflik di tengah masyarakat.


(28)

19

Penulis melakukan penelitian ini bertujuan agar masyarakat bisa lebih mengetahui dan menghargai sesama umat beragama dalam hal apapun. Terlebih Indonesia dikenal sebagai bangsa yang damai dan keramahannya dalam bermasyarakat.

H. Metode Penelitian

Metode penelitian ini meliputi:

1. Jenis penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian lapangan (Field Research) yang bersifat kualitatif. Pada dasarnya penelitian ini adalah diskriptif kualitatif, sebagai upaya dalam memberikan gambaran secara komperhensif tentang adanya konflik keagamaan antara faham NU dan Muhammadiyah yang terjadi di Dusun Nampu, Kecamatan Gemarang, Kabupaten Madiun.

2. Pendekatan penelitian

Sedangkan dalam melaksanakan penelitian skripsi ini penulis mengunakan jenis penelitian kualitatif dengan metode diskriptif kualitatif.

Alasan penulis memilih metode dekriptif kualitatif adalah:

a. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui deskripsi atau gambaran mengenai kondisi sosial keagamaan di Dusun Nampu.

b. Untuk memperoleh data akurat, peneliti merasa perlu untuk terjun langsung ke lapangan dan memposisikan dirinya sebagai instrument penelitian, sebagai salah satu ciri penelitian kualitatif.

Menurut Lexy J. Moleong yang mengutip pendapat Bagdan danTaylor bahwa penelitian kualitatif adalah prosedur yang menghasilkan


(29)

20

data diskriptif berupa kata–kata tertulis atau tulisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Sedangkan menurut Kurt dan Miller mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada penelitian manusia dan wawasannya sendiri serta berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasan dan istilahnya.18

Sedangkan yang dimaksud dengan penelitian jenis deskriptif adalah pendekatan penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan keadaan. Dalam pendekatan ini peneliti hanya ingin mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan suatu penelitian deskriptif sehingga dalam penelitiannya tidak perlu merumuskan hipotesis.19

Dengan demikian penelitian kualitatif yang menggunakan pendekatan deskriptif adalah penelitian yang berdasarkan atas pandangan sosial. Lokasi penelitian dilakukan di Dusun Nampu. Secara Geografis desa ini terletak di kelurahan Nampu, Kecamatan Gemarang, Kabupaten Madiun.

Sebagai usaha untuk memperoleh kevalidan data dalam penelitian ini maka digunakanlah sumber data.

Tabel 1.1Proses Penelitian

No Bentuk Kegiatan Waktu

1 Pra-Studi lapangan 25 Februari 2016 2 Studi Lapangan 19 Maret-10 april 2016

3 Pembuatan Laporan 20 Mei 2016

18 Lexy J. moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya 2001),hal. 3


(30)

21

3. Sumber data

Penulis mengklarifikasikan sumber data dalam penulisan ini menjadi dua, sebagai berikut:

a. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari lokasi penelitian, melalui wawancara kepada masyarakat, tokoh agama dan perangkat desa setempat sehingga dapat memperoleh data yang valid pada objek yang diteliti yaitu berlokasi di Desa Nampu, diantaranya:

1) Tokoh masyarakat NU dan masyarakat NU sendiri yang ada di Desa Nampu baik laki-laki atau perempuan.

2) Tokoh masyarakat Muhammadiyah dan masyarakat Muhammadiyah di Desa Nampu baik laki-laki atau perempuan.

3) Perangkat desa dan sesepuh Desa Nampu, Kecamatan Gemarang, Kabupaten Madiun.

Tabel 1.2Daftar Nama Informan Golongan NU Desa Nampu

No Nama Golongan NU

1 Wagiman Tokoh Masyarakat 2 Yanti Masyarakat Awam 3 Endang Masyarakat Awam

4 Yadi Mayarakat Awam

Tabel 1.3Daftar Nama Informan Golongan Muhammadiyah Desa Nampu

No Nama Golongan Muhammadiyah 1 Thamrin Tokoh Masyarakat 2 Bashori Masyarakat Awam

3 Resti Masyarakat Awam


(31)

22

Tabel 1.4Daftar Nama Informan Perangkat Desa Nampu

No Nama Jabatan

1 Bibit Restiani Kepala Desa 2 Yatmoko Sekertaris Desa

3 Bashori Kasun

4 Sokhib Kaur Keagamaan

Sumber Data: Profil Kelurahan Desa Nampu tahun 2015

b. Data sekunder adalah data-data dari kepustakaan yang diperoleh dari literatur buku, jurnal, majalah maupun sumber lain yang dapat menunjang referensi dalam pembahasan atau penelitian ini.

4. Teknik pengumpulan data

a. Metode observasi

Metode observasi adalah sebuah teknik pengumpulan data yang mengharuskan peniliti untuk turun ke lapangan dengan cara mengamati hal-hal yang berkaitan dengan ruang, tempat, pelaku, kegiatan, waktu, dan peristiwa.20Mencari informasi lokasi penelitian yang melitputisettingtempat, lokasi kegiatan di Desa Nampu

b. Metode wawancara

Metode wawancara (interview) adalah metode dalam rangka mengumpulkan data-data yang diperlukan maka peneliti menggunakan teknik wawancara.Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti untuk mendapatkan keterangan lisan melalui bercakap-cakap dan berhadapan muka dengan satu orang atau lebih yang dapat memberikan

20 M. Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur,Metodologi Penelitian Kualitatif,


(32)

23

keterangan pada peneliti.21 Narasumber dari wawancara yang akan diteliti adalah seperti tokoh agama, perangkat desa, warga nampu setempat dan masyarakat yang bersangkutan.

c. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu, bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seorang. Dokumentasi yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan(life historis),cerita, biografi, peraturan, kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar misalnya foto, gambar hidup, sketsa dan lain-lain. Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif.22

5. Teknik analisis data

a. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif yaitu mendeskrepsikan mengenai “Konflik Sosial Keagamaan NU dan Muhamadiyah di Dusun Nampu” dan berusaha

menggambarkan masalah yang akan dibahas agar memperoleh kesimpulan dari data yang telah diteliti.

b. Analisis Kefilsafatan

Analisis kefilsafatan yaitu menganalisis teori konflik Karl Mark yang mendasari alam pikiran, kemudian mengkaji secara menyeluruh dan

21 Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, (Jakarta: Bumi

Aksara, 1995), hal. 64

22http://rayendar.blogspot.com/2015/06/metode-penelitian-menurut-sugiyono


(33)

24

mendalam mengenai “Konflik Sosial Keagamaan NU dan Muhammadiyah di

Dusun Nampu Desa Nampu, Kecamatan Gemarang, Kabupaten Madiun”.

Dengan menggunakan metode-metode kefilsafatan yakni metode edukatif, dalam arti memberikan penjelasan secara teratur dan sistematis tentang seluruh bidang filsafat, atau salah satu bagian yang telah dihasilkan oleh ilmu pengetahuan yang telah ada.23

I. Sistematika Pembahasan

Pada pembahasan ini, perlu adanya sistematika pembahasan agar pembaca dapat lebih mudah untuk mengerti tentang pembahasan yang di maksud. Adapun sistematika tersebut dibagi menjadi lima bab yang kemudian dibagi lagi menjadi sub-sub yang lebih rinci lagi

Bab I (satu) yaitu pendahuluan yang mana pada bab ini mengawali seluruh rangkaian pembahasan yang terdiri dari sub-sub bab, yakni latar belakang masalah, penegasan judul, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, pendekatan dan kerangka terori, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab II (dua) yaitu setting lapangan dan penyajian data lapangan yang berisi gambaran lokasi penelitian, letak geografis, jumlah penduduk, mata pencaharian warga setempat, pendidikan dan kondisi sosial keagamaan, deskripsi tentang konflik sosial keagamaan antara NU dan Muhammadiyah di Desa Nampu dan pendapat tokoh-tokoh agama dan masyarakat Desa Nampu, Kecamatan

23Anton Bakker dan A. C. Zubair. Metodologi Penelitian Filsafat. (Yogyakarta:


(34)

25

Gemarang, Kabupaten Madiun, mengenai konflik sosial keagamaan di Desa Nampu.

Bab III (tiga) yaitu berisi tentang bagaimana proses terjadinya konflik sekaligus analisis teori konflik Karl Mark.

BabIV (lima) yaitu berisi tentang dampak dan solusi apa yang dapat terjadi berikut analisis teori konflik Karl Mark.

Bab V (lima) yaitu penutup, kesimpulan dari data yang diperoleh dan saran dari penelitian terkait dengan permasalahan yang diteliti.


(35)

BAB II

PENYAJIAN DATA

A. Deskripsi Umum Objek Penelitian

1. Sejarah Desa Nampu

Penelitian ini dilakukan di Desa Nampu, Kecamatan Gemarang, Kabupaten Madiun.Desa ini merupakan salah satu desa yang terletak di awal masuk Kecamatan Gemarang. Menurut sumber cerita dari para sesepuh Desa Nampu, desa ini dimulai sejak zaman Belanda. Masyarakat Desa Nampu sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani. Desa ini dibagi menjadi 4 dusun, yaitu Dusun Nampu, Dusun Petung, Dusun Sambiroto, dan Dusun Srampang mojo.

Berdasarkan pembagian tersebut, masing-masing dusun memiliki sejarah dan asal mula yang berbeda. Dusun Nampu memiliki asal muasal paling tua dibandingkan dengan dusun-dusun yang lain. Dengan kearifan lokal para sesepuh pada saat itu, ke 4 dusun tersebut dijadikan satu desa yaitu Desa Nampu.

Menurut para sesepuh, dahulu kala Desa Nampu merupakan daerah yang belum berpenghuni karena lingkungannya banyak ditumbuhi pepohonan yang lebat dan besar, serta memiliki suhu yang dingin.1Dari sinilah para pengungsi peperangan melawan pemerintah kolonial Belanda membuka lahan untuk dijadikan tempat persembunyian yang akhirnya berkembang menjadi


(36)

27

tempat pemukiman dan lahan pertanian. Daerah pemukiman ini banyak ditanami pohon nampu, dari beberapa tanaman inilah yang dijadikan sumber mata pencaharian masyarakat pada saat itu, yang kemudian dikembangkan menjadi tanaman produktif.

Pohon nampu merupakan sumber kehidupan masyarakat di desa tersebut, sejak saat itu masyarakat berpendapat dan memberi tanda untuk mengabadikan pohon nampu yang menjadi sumber utama tersebut dengan menjadikan nama desa, yaitu Desa Nampu. Seiringdengan berjalannya waktu,Desa Nampu mengalami beberapa perkembangan. Dalam masa perkembangannya, Desa Nampu terpecah menjadi empat dusun.

Dengan demikian, terjadiadanya beberapa faktor diantaranya: Pertama,pada saat syiar, pengikut Sunan Bungkul dalam perjalanannya singgah di ujung Desa Nampu, dan menandai daerah tersebut dengan nama “Bungkul”. Kedua, di ujung selatan adalah batas dimana terdapat beberapa tanaman nampu tumbuh sehingga masyarakat yang menetap di daerah tersebut menandai daerahnya dengan nama“Wates”artinya batas. Ketiga, wilayah Dusun Nampu di sebelah barat adalah pusat kegiatan keagamaan, sehingga masyarakatnya mempunyai kegiatan keagamaan yang kuat. Di wilayah ini pertama kali didirikan masjid, karena terkenal dengan keagamaannya yang kuat maka masyarakat menandai daerah tersebut dengan sebutan “santren” atau pada zaman sekarang adalah Pesantren. Dan yang keempat, wilayah yang tersisa tersebut tetap menjadi Dusun Nampu.2


(37)

28

2. Gambaran umum Desa Nampu

Desa Nampu yang bersebelahan dengan Desa Sugihwaras, Kecamatan Saradan, Kabupaten Madiun, sehingga desa ini menjadi pembatas antara Kecamatan Saradan dengan Kecamatan Gemarang Kabupaten Madiun. Desa Nampu memiliki perangkat desa menurut jenis jabatannya di antaranya terdapat kepala desa, sekretaris desa, kaur keuangan, kaur pembangunan, kaur umum, kaur pemerintahan, kaur kesra, 4 kepala dusun, modin, 3 kebayan, dan uceng. Masyarakat Desa Nampu juga memiliki 4 Rukun Warga (RW) dan 22 Rukun Tangga (RT).3

Adapun struktur organisasi pemerintah desa sebagaimana dipaparkan dalam UU No. 06 tahun 2014 bahwa di dalam Desa terdapat tiga kategori kelembagaan desa yang memiliki peranan dalam tata kelola desa, yaitu: Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa dan Lembaga Kemasyarakatan. Adapun Anggota BPD yang terdiri dari ketua Rukun Warga, pemangku adat, golongan profesi, pemuka agama dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. BPD berfungsi menetapkan peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.4

Dapat dilihat pada tabel 2.1 stuktur susunan pemerintahan Desa Nampu sebagai pejabat kepala desa sejak berdirinya Desa Nampuhingga saat ini:

Tabel 2.1Pejabat Kepala Desa Nampu

No Nama Masa Jabatan Keterangan

3Wawancara dengan Ibu Bibit Retiani hari Minggu 20 Maret 2016 4Ibid


(38)

29

1 Marto Oetomo 1950-1964 Lurah Pertama

2 Harmadi 1964-1966 Lurah Kedua

3 Soedjijo 1967-1972 Lurah Ketiga

4 Soedjarno 1973-1986 Lurah Keempat

5 Mardiono 1987-1993 Lurah Kelima

6 Yudi Susanto 1994-2013 Lurah Keenam

7 Bibit Restiani 2013-Sekarang Lurah Ketujuh Sumber Data: Profil Kelurahan Desa Nampu tahun 2015

Berdasarkan keterangan tabel 2.1 dapat kita lihat masa pemerintahan Desa Nampu dari masa ke masa yang dipimpin oleh 7 (tujuh) orang lurah.Pada masa jabatan lurah saat ini, Ibu Bibit Restiani, dapat dilihat beberapa pejabat pemerintahan Desa Nampu yang ditunjukkan pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2Perangkat Desa Nampu

No Nama Jabatan

1 Bibit Restiani Kepala Desa

2 Yatmono Sekertaris Desa

3 Ugeng dwi Prianto Kaur Pemerintahan 4 Kusnadi S. Pd Kaur Keuangan

5 Matori Kaur Umum

6 Dwi Luluk Hatmoko Kaur Pembangunan

7 Jitno Kaur Kesra

8 Muhammad Bashori Kasun Nampu 9 Rahayu Slamet Kasun Petung 10 Budi Wuryanto Kasun Sambiroto 11 Freda Bagus Syahputra Kasun Srampang Mojo 12 Sokhib Achsani Modin Nampu

13 Hanafi Kabayan Nampu

14 Dwianto Kabayan Sambiroto

15 Suparti Kabayan Srampang Mojo

16 Sutarno Uceng Sambiroto

Sumber Data: Profil Kelurahan Desa Nampu tahun 2015

Sama halnya dengan pemerintahannya, peneliti juga membahas tentang Desa Nampu yang tergolong mempunyai tanah yang subur dan luas,


(39)

30

dari jumlah keseluruhan luas tanah hampir 70% lahan tanah yang terdiri atas lahan persawahan, perkebunan dan hutan. Dengan adanya sumber daya alam seperti ini, masyarakat Desa Nampu mayoritas bermata pencaharian sebagai petani dan peternak.

Desa Nampu adalah salah satu dari 14 desa yang ada di Kecamatan Gemarang yang terletak kurang lebih 3 km ke arah timur laut dari Kecamatan Gemarang. Desa ini mempunyai wilayah seluas: 350.83 ha dengan jumlah penduduk: ± 5.052 dan jumlah Kepala Keluarga: ± 1.884. Adapun pemaparan batas-batas wilayah Desa Nampu ditunjukkan pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3Batas Wilayah Desa Nampu

No Batas Desa

1 Sebelah Utara Sugih Waras

2 Sebelah Selatan Gemarang

3 Sebelah Timur Ngadipiro, Sidomoro harjo

4 Sebelah Barat Sebayi

Sumber data: Profil Kelurahan Desa Nampu 2015

Berdasarkan letak geografisnya Desa Nampu mempunyai iklim sebagaimana desa-desa lain di wilayah Indonesia, yaitu iklim kemarau dan penghujan, hal tersebut menjadi pengaruh langsung terhadap pola tanam yang ada di Desa Nampu.

B. Kondisi Demografis Desa Nampu

1. Jumlah penduduk menurut golongan umur

Pada pembahasan kali ini, peneliti akan menjelaskan lebih jelas tentang bagaimana kondisi demografis dari Desa Nampu. Sebelum membahas


(40)

31

hal tersebut peneliti akan menjelaskan terlebih dahulu batas wilayah Desa Nampu, Kecamatan Gemarang, yang terdiri dari 4 dusun dengan jumlah penduduk sebesar 3.821 jiwa yaitu sebagai berikut:

1) Sebelah Utara :berbatasan dengan Desa Sugih Waras

2) Sebelah Timur :berbatasan dengan Desa Ngadipiro, Desa Sudimoroharjo 3) Sebelah Selatan : berbatasan dengan Desa Gemarang

4) Sebelah Barat: berbatasan dengan Desa Sebayi

Begitupun jarak yang harus di tempuh masyarakat Desa Nampu ke beberapa ibu kota diantaranya: ibu kota propinsi sejauh 150 km, ibu kota kabupaten sejauh 40km dan ibu kota kecamatan sejauh 7 km. Dari jumlah penduduk Desa Nampu pada tahun 2015 sampai sekarang mencapai 3.821 jiwa terdiri dari laki-laki 1900 jiwa dan perempuan sebesar 1921 jiwa dengan 1299 KK.

Mengetahuilaju pertumbuhan penduduk dan jumlah angkatan kerja yang ada. Berikut peneliti cantumkan data penduduk menurut golongan umur di Desa Nampu dapat dilihat pada Tabel 2.4:

Golongan Umur Jumlah Penduduk Jumlah Ket.

L P

0 Bln–12 Bln 16 15 31 orang

13 Bln–4 Thn 60 89 149 orang

5Thn–6 Thn 48 52 100 orang

7Thn–12 Thn 165 151 316 orang

13Thn–15 Thn 69 71 140 orang

16Thn–18 Thn 91 95 186 orang


(41)

32

Tabel 2.4Jumlah Penduduk Desa Nammpu Berdasarkan Usia Sumber Data: Profil Kelurahan Desa Nampu tahun 2015

2. Kehidupankeagamaan Desa Nampu

Ditinjau dari segi agama dan kepercayaan masyarakat Desa Nampu mayoritas masyarakat Desa Nampu beragama Islam. Aspek ini merupakan salah satu hal yang penting yang harus kita perhatikan ketika kita hidup dalam bermasyarakat dan dalam lingkup sosial. Di beberapa dusun yang ada di Desa Nampu, aspek keagamaan yang ada di Desa Nampu sudah tertata rapi. Oleh sebab itu di setiap dusun memiliki beberapa masjid dan musholla. Disanalah satu masjid atau musholla di setiap dusun diadakan pembelajaran al-Qur’an

untuk anak-anak ataupun penduduk Nampu.5

Setiap dusun memiliki rutinitas keagamaan yang sama, yaitu yasinan rutin yang diadakan sekali dalam seminggu, dan yang paling berbeda dalam hal ini terletak di dusun Nampu yaitu mengadakan tahlil dan yasin seminggu dua kali. Yasinan dimulai sehabis sholat maghrib sampai selesai. Lokasi yasinan berpindah tempat dari rumah warga ke rumah warga lainnya. Oleh karena itu untuk menentukan tempat yasinan berikutnya digunakan sistem undian seperti

5Wawancara dengan Bapak Yatmoko hari Minggu 20 Maret 2016

26Thn–35 Thn 293 333 626 orang 36Thn–45 Thn 315 291 606 orang 46Thn–50 Thn 157 138 295 orang 51Thn–60 Thn 229 241 470 orang 61 Tahunkeatas 254 253 507 orang Jumlah 1900 1921 3821 orang


(42)

33

halnya pada acara arisan. Dengan tujuan dari kegiatan ini adalah untuk bersilaturahmi antar sesama warga Dusun Nampu.6

Adapun kegiatan rutinitas selain yasinan adalah kegiatan

“anjangsana”. Anjangsana memiliki arti berkunjung dan bersilaturahim. Anjangsana adalah sebuah rutinitas bulanan yang dilakukan setiap tanggal 25, dengan agenda acara yaitu yasinan, siraman rohani dan arisan untuk menentukan lokasi selanjutnya. Peserta anjangsana berasal dari dusun-dusun yang ada di Desa Nampu, yaitu Dusun Nampu, Dusun Petung, Dusun Sambiroto dan Dusun Srampang mojo. Tujuan dari Anjangsana ini sendiri adalah untuk mempererat hubungan dan silaturahim antar warga sesama dusun di Desa Nampu.7

Dilihat dari perkembangan yang ada di Desa Nampu kita tidak bisa lepas dari kegiatan Agama atau jumlah pemeluk Agama di Desa Nampu, berikut pembagian masyarakat Nampu menurut agama masing-masing yang ditinjau dari segi agama dan kepercayaan masyarakat Desa Nampu yang mayoritas beragama Islam ditunjukkan pafa Tabel 2.5.

Tabel 2.5Daftar Pemeluk Agama Desa Nampu

No Agama Jumlah

1 Islam 3815

2 Kristen 5

3 Katolik 0

4 Hindu 0

5 Buddha 1

Sumber Data: Profil Kelurahan Desa Nampu tahun 2015

6Ibid 7Ibid


(43)

34

Dapat disimpulkan dari data pada Tabel 2.5 bahwa mayoritas Desa Nampu adalahIslam, maka untuk menunjang kegiatan beragama di Desa Nampu, Desa ini memiliki 15 tempat ibadah dengan rincian 2 Masjid dan 13 Musholla. Berikut sarana peribadatan di Desa Nampu diberikan pada Tabel 2.6.

Tabel 2.6Jumlah Sarana Peribadatan Desa Nampu

No Uraian Keterangan

Kondisi Kegiatan

1 Masjid An-Nur Baik -Sholat Berjamaah -TPQ

-Diba’iyah

-Tahlil

2 Masjid Al-Ma’un Baik -Sholat Berjamaah -TPQ

-Khataman 3 Mushollah

Al-Murtadho

Baik Sholat Berjamaah

4 Lain-lain Baik Sholat Berjamaah

Sumber Data: Profil Kelurahan Desa Nampu tahun 2015

3. Kondisi pendidikan Desa Nampu

Pendidikan merupakan salah satu aspek yang berperan penting dalam kemajuan suatu bangsa dan negara oleh karena itu, menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, pendidikan adalah usaha sadar yang terencana untuk mewujudkan suasana belajar dalam proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,


(44)

35

akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.8

Pendidikan di desa nampu tergolong cukup baik, meskipun begitu tingkat pendidikannya sangat terbatas. Rata-rata di setiap dusun memiliki tingkat pendidikan hanya Sekolah Dasar (SD), dikarenakan banyak anak-anak yang melanjutkan pendidikan SMP dan SMA diluar Kecamatan Gemarang.

Melihat atau mengukur tinggi rendahnya suatu masyarakat di dalam tatanan kehidupan di Desa Nampu, dapat dilihat dari pendidikan yang dimiliki masyarakat tersebut, semakin tinggi pendidikan yang dimiliki oleh masyarakat tersebut maka semakin baik pula tatanan kehidupan di desa itu. Berikut adalah kondisi pendidikan di Desa Nampu yang diberikan pada Tabel 2.7.

Pada Tabel 2.7 menunjukkan bahwa ukuran pendidikan di Desa Nampu masih sangat jauh dari kategori baik, karena kurang didukungnya sarana pendidikan di desa tersebut. Kondisi sarana pendidikan di Desa Nampu ditunjukkan pada Tabel 2.8.

Tabel 2.7Kondisi Pendidikan Desa Nampu No

Tingkat Pendidikan Jumlah

Penduduk Ket 1 Belum/ Tidak/Sudah Tidak Sekolah 3146 orang

2 SD 316 orang

3 SLTP 140 orang

4 SLTA / SMK 186 orang

5 Perguruan Tinggi 33 orang

JUMLAH 3821 orang

Sumber Data : Data Potensi Sosial Ekonomi Desa/Kelurahan Tahun 2015


(45)

36

Tabel 2.8Sarana Pendiddikan Desa Nampu No Fasilitas Pendidikan Jumlah

1 Gedung TK 4

2 Gedung PAUD 1

3 Gedung SD 3

4 Gedung SLTP 0

5 Gedung SMKN 0

Sumber Data: Profil Kelurahan Desa Nampu tahun 2015

4. Kondisi mata pencaharian penduduk Desa Nampu

Mata pencaharian penduduk di Desa Nampu sebagian besar masih berada di tahapsektor pertanian.Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian memegang peran penting dalam bidang ekonomi masyarakat. Oleh karena itu mayoritas penduduk Desa Nampu bermatapencaharian sebagai petani. Permasalahan yang sering muncul terkait dengan mata pencaharian penduduk adalah kurangnya lapangan pekerjaan yang masyarakat dapatkan karena rendahnya tingkat pendidikan.

Tingkat angka kemiskinan Desa Nampu yang masih tinggi menjadikan Desa Nampu harus bisa mencari peluang lain yang bisa menunjang peningkatan taraf ekonomibagi masyarakat. Banyaknya kegiatan Ormas di Desa Nampu seperti: Remaja Masjid, Karang Taruna, Jamiyah Yasin, Tahlil, PKK Dharmawanita, Posyandu, Kelompok Arisan merupakan aset desa yang bermanfaat untuk dijadikan media penyampaian informasi dalam setiap proses pembangunan desa pada masyarakat.

Berikut peneliti merupakan keadaan ekonomi masyarakat Desa Nampu ditunjukkan pada Tabel 2.9, 2.10, dan 2.11.


(46)

37

Tabel 2.9Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Desa Nampu

No Uraian Jumlah

1. 2. 3. 4.

Jumlah Kepala Keluarga Jumlah penduduk miskin Jumlah penduduk sedang Jumlah penduduk kaya

1299 KK 461 KK 754 KK 84 KK

Sumber Data: Profil Kelurahan Desa Nampu tahun 2015

Tabel 2.10Mata Pencaharian Masyarakat Desa Nampu

No Mata Pencaharian Jumlah

1 Petani 868

2 Pegawai Negeri 40

3 Peternak 464

4 Pengerajin 8

5 TNI/POLRI 5

6 Pensiunan 17

7 Pedagang 82

8 Lain-lain 908

Sumber Data: Profil Kelurahan Desa Nampu tahun 2015

Tabel 2.11Tingkat Pengangguran Masyarakat Desa Nampu

No Uraian Keterangan

1 Jumlah penduduk usia 15 s/d 55 yang belum

bekerja 227 orang

2 Jumlah angkatan kerja usia 15 s/d 55 tahun 227 orang Sumber Data: Profil Kelurahan Desa Nampu tahun 2015

C. Perekonomian Desa Nampu

Kekayaan sumber daya alam yang ada di Desa Nampu amat sangat mendukung baik dari segi pengembangan ekonomi maupun sosial budaya. Selain itu letak geografis desa yang cukup strategis dan merupakan jalur transportasi yang menghubungkan antar Kecamatan Gemarang dengan Kecamatan Purwoasri. Pendapatan desa merupakan jumlah keseluruhan penerima desa yang dibukukan


(47)

38

dalam APBD setiap tahun anggaran. Menurut peratuaran Desa Nampu Tahun 2016 bahwa sumber pendapatan desa yaitu:

1. Sumber Pendapatan Desa

a. Pendapatan asli desa terdiri dari hasil kekayaan desa, hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotong royong dan lain-lain pendapatan asli desa yang sah; b. Bagi hasil pajak daerah kabupaten paling sedikit 10% untuk desa dan dari

retribusi kabupaten sebagian diperuntukkan bagi desa yang merupakan pembagian untuk setiap desa secara proporsional;

c. Bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten untuk desa paling sedikit 10% yang pembagiannya untuk setiap desa secara proporsional yang merupakan alokasi dana desa;

d. Bantuan keuangan dari pemerintah, Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Daerah dalam rangka pelaksanaan urusan Pemerintah;

e. Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat.

2. Bantuan keuangan dari Pemerintah, Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d disalurkan melalui kas desa.

3. Sumber Pendapatan Desa yang telah dimiliki dan dikelola oleh Desa tidak dibenarkan diambil alih oleh Pemerintah, Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Daerah.Adapun kekayaan desa yang terdiri dari tanah kas desa, bangunan desa yang di kelola desa, dan lain-lain kekayaan milik desa.


(48)

39

Pada setiap pembangunan, masyarakat desa sangat perlu adanya jiwa mandiri yang terdapat pada masing-masing masyarakatkarena sangat berpengaruh pada tingkat kehidupan sosial tersebut baik dari segi ekonomi maupun budaya agar seimbang. Kualitas hidup masyarakat akan meningkat menjadi lebih baik jika adanya sarana prasarana bagi masyarakat untuk kepentingan bersama dan demi kemajuan desa.

Pengelolaan sarana dan prasarana merupakan suatu tahap yang berkelanjutan. Hal ini dimulai dengan proses penyiapan masyarakat agar mampu melanjutkan pengelolaan progam pembangunan secara mandiri. Proses persiapan ini membutuhkan keterlibatan masyarakatuntuk dapat merasakan hasil keputusan yang rasional dan adil. Hal ini dilakukan agar masyarakat semakin sadar akan hak dan kewajibannya dalam masalah pembangunan, agar setiap individu mampu memenuhi kebutuhannya sendiri, dan mampu mengelola berbagai potensi sumber daya yang sudah ada. Maka, dengan ini akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.Sarana kesehatan dan sarana prasarana umum yang terdapat pada Desa Nampu ditunjukkan pada Tabel 2.12 dan Tabel 2.13.

Tabel 2.12Sarana Kesehatan Mssyarakat Nampu

No Sarana Jumlah

1 Posyandu 4 Unit

2 Ponkesdes 1 Unit

3 Bidan Desa 2 orang

Sumber Data: Profil Kelurahan Desa Nampu tahun 2015

Tabel 2.13Sarana Prasarana Umum Masyarakat Desa Nampu

No Sarana Jumlah


(49)

40

Sumber Data: Profil Kelurahan Desa Nampu tahun 2015

E. Kondisi Sosial Budaya Desa Nampu

Kondisi sosial budaya Desa Nampu saat ini terbilang cukup baik, masyarakatnya terlihat harmonis dan sejahtera meskipun berbeda dalam segi pendapatan dan pekerjaan. Walaupun dengan perbedaanpenghasilan tersebut, masyarakat Desa Nampu berinisiatif untuk membuat arisan ibu-ibu PKK keliling yang mana kegiatan ini dapat membantu perekonomian yang ada di Desa Nampu.

Desa Nampu mempunyai beberapa cagar budaya yang diabadikan atau

dijaga oleh masyarakat desa setempat, yaitu dengan adanya “punden”. Nama punden disetiap desa pada dasarnya berbeda-beda, ada yang berbentuk akar pohon jati dan ada juga yang masyarakat Desa Nampu percaya salah satu punden adalah sebuah makam leluhur atau bekas dari petilasan sesepuh Desa Nampu. Di punden tersebut sering digunakan sebagai tempat untuk bersih desa di hari-hari tertentu seperti malam suro yang biasanya dengan menggelar acara tahlil, slametan dan wayang kulit.


(50)

BAB III

PROSES TERJADINYA KONFLIK SOSIAL KEAGAMAAN

ANTARA NU DAN MUHAMMADIYAH DI DESA NAMPU

Konflik diartikan sebagai bahan untuk pertarungan atas dasar nilai-nilai, perebutan kekuasaan, status dan politik dengan tujuan untuk mengalahkan lawan. Bentuk konflik yang telah terjadi di Desa Nampu salah satunya adalah: konflik politik. Konflik politik merupakan konflik yang terjadi akibat kepentingan tujuan politisi yang berbeda antara individu atau kelompok. Seperti perbedaan pandangan antar partai politik karena perbedaan ideologi, sudut pandang dalam sebuah kehidupan sosial dan cita-cita politik masing-masing. Misalnya bentrok dengan adanya perbedaan pemahaman yang terjadi pada masing-masing kelompok atau golongan.

Berdasarkan hasil wawancara dari beberapa tokoh masyarakat yang sudah terterah pada bab sebelumnya, bahwa konflik di Desa Nampu dapat digolongkan termasuk dalam bagian konflik politik salah satunya. Hal demikian sejalan dengan sejarah ataupun cerita tutur yang telah dipaparkan oleh para narasumber. Sejak awal mula berdirinya pemerintahan di Desa Nampu, kursi birokrasi desa diduduki oleh kalangan masyarakat elit. Dimulai dari tokoh agama Desa Nampu yang bernama Pak Marto Oetomo.Pak Marto Oetomo adalah tokoh agama yang menduduki kursi kepala desa di Nampu pertama kali pada tahun 1950 hingga tahun 1964. Pada saat menjabat sebagai kepala desa sekaligus tokoh agama di Desa Nampu belum ada tanda-tanda perpecahan ataupun konflik karena


(51)

43

beliau menjadi panutan dan sesepuh bagi semua lapisan masyarakat tanpa memandang ideologi dan kelas masyarakat. Pada saat beliau menjabat kondisi sosial Desa Nampu bisa dikatakan harmonis, interaksi sosial antara satu dengan yang lain masih tetap terjaga. Segala aktifitas masyarakat menyatu dan menjadi satu dalam bingkai budaya. Strata atau kelas sosial masih tetap netral tanpa ada persaingan ekonomi. Kemudian periode selanjutnya atau yang kedua pada tahun 1964 sampai 1966 dibawah kepemimpinan Pak Harmadi, kondisi Desa Nampu masih tetap seperti yang terjadi pada saat kepemimpinan PakMarto Oetomo. Tidak ada perubahan yang signifikan dari segi kondisi sosial masyarakat. Hal demikian berlangsung sampai periode keempat yaitu pada tahun 1973-1986.1

Akar terjadinya konflik mulai nampak ketika periode kelima, dimana pada saat transisi peralihan kursi pemerintahan desa dari periode keempat menuju periode lima. Perebutan kursi pada pesta demokrasi tersebut bisa dikatakan menjadi titik awal dari munculnya konflik Desa Nampu. Pak Mardiono dan Pak Suyono sebagai kandidat kepala desa yang kemudian dimenangkan oleh Pak Mardiono. Pak Suyono sebagai kandidat yang kalah dalam pilkades tersebut adalah seorang buyut dari tokoh elit yang sekarang menjadi tokoh agama Muhammadiyah di nampu. Sejak kekalahan itu Pak Suyono menjadi oposisi politik di Desa Nampu, namun beliau tetap bekerja sebagai professional politisi. Akan tetapi beliau telah mempersiapkan keluarganya untuk siap berproses dalam perpolitikan desa dimasa yg akan datang.2

1Wawancara dengan bapak Yatmoko (Sekertaris Desa) pada Hari Sabtu 9 April 2016

yang diolah.


(52)

44

Periodesasi pemerintahan Desa Nampu yang selanjutnya yaitu periode keenam, dimana pada periode ini Pak Yudi Susanto menjadi kepala Desa Nampu, Yudi Susanto adalah anak kandung dari bapak Suyono. Pak Yudi Susanto adalah tokoh agama Desa Nampu dibawah kendali Pak Suyono, Pak Yudi memenangkan pilkades pada tahun 1994 dari Pak Mardiono kepala desa sebelumnya. Berawal dari sinilah akar konflik pada periode sebelumnya mulai terpupuk. Pada hasil wawancara penulis kepada perangkat desa:

“Dadi ngene mas, biyen tahun 1994 kui pas aku jek anyar-anyaran dadi sekdes, kui lurahe pas jamane Pak Yadi. Pak Yadi kui menang pilihan teko teko Pak Mardiono. Lah Pak Yadi kui anake Pak Suyono sekaligus bapake Pak Thamrin. Pak Yadi kui tokoh agama mas, pas awal-awalan dadi lurah pak Yadi kui apik mas, nah pas tengah-tengah periode onok perubahan songko sikape pak Yadi mas. Mulai teko gak jujur masalah anggaran nang perangkat deso, terus gak iso ngayomi masyarakat. Pokok intine pelayanane elek lah ning masyarakat. Teko kunu kui tak ilingno mas, lek dalan seng dilakoni iku kliru tapi aku ora digatek, trus yo tak jarno wong aku mek ngilingno, seng penting kewajibanku wes gugur gae nglingno. Dilalah gusti Allah adil mas, pas waktu iku oleh proyek pembangunan saluran irigasi senilai 300 juta, lah pas blonjo kui mas spesifikasine gak podo karo proposal, lah kok yo pas kuline teko masyarakat nampu pisan, akhire proyeke iku dadi nanging kok onok sing ganjel, tibakne dana proyekan iku mau ono luwih akeh, lah iku ora diomongne nang warga. Tapi akhire warga ngerti dewe lak Pak Yadi kui wes ora beres. Trus warga due inisiatif ganti

Pak Yadi pas periode ngarepe.”3

(Jadi begini mas, dulu pada tahun 1994 itu saya masih baru menjadi sekdes, itu waktu kepala desanya masih zamannya Pak Yadi. Pak Yadi itu menang pilihan pilkades dari pak Mardiono. Dan Pak Yadi itu Anaknya Pak Suyono sekaligus ayahnya Pak Thamrin. Pak Yadi itu tokoh agama mas, waktu awal-awal jadi kepala desa Pak Yadi itu baik mas, dan waktu ditengah-tengah masa jabatannya ada perubahan dari sikap Pak Yadi mas. Mulai dari gak jujur masalah anggaran kepada perangkat desa, terus tidak bisa mengayomi masyarakat. Pokok intinya, pelayanannya jelek kepada masyarakat. Dari situ beliau saya ingatkan mas, kalau jalan yang dilakukan itu kliru tapi aku tidak dihiraukan, trus ya saya biarkan, toh saya cuma mengingatkan, yang penting kewajiban saya sudah gugur untuk mengingatkan. Ternyata gusti Allah itu adil mas, pada waktu itu dapat


(53)

45

proyekan pembangunan saluran irigasi senilai 300 juta, dan ketepatan pada waktu itu buruhnya adalah warga nampu sendiri, akhirnya proyek itu jadi tetapi ada yang merasa ganjal, ternyata dana proyekan itu tadi ada yang lebih, dan itu tidak disampaikan ke warga. Tapi akhirnya warga tahu sendiri kalau Pak Yadi itu sudah tidak beres. Kemudian warga punya inisiatif mengganti Pak Yadi pada periode selanjutnya).

Dapat disimpulkan bahwa pada periode Pak Yudi Susanto pemerintahan Desa Nampu mengalami kemrosotan, mulai dari segi transparasi anggaran dan pelayanan terhadap masyarakat. Kekurangan pada periode itu menyulut emosi beberapa warga yang kemudian berdampak pada periode selanjutnya, dimana beberepa oknum warga tersebut berusaha mengambil alih kursi kepala desa pada saat pilkades 2013 dengan tujuan memperbaiki pemerintahan.4

Adapun puncak dari konflik Desa Nampu pada tahun 2003 yaitu pada tengah-tengah periode Pak Yudi Susanto. Pak Yudi Susanto mempunyai anak bernama Pak Thamrin yang pada saat itu telah menyelesaikan studinya disalah satu perguruan tinggi ternama di Malang. Setelah kembali kekampung halaman Pak Thamrin membawa sebuah perubahan besar dari segi ideologi dan pemahaman agama. Penulis memperjelas paham atau ideologi tersebut adalah paham Muhammdiyah. Setelah melakukan pendekatan kepada beberapa masyarakat yang kemudian mereka ikut masuk kedalam paham yang diajarkan, Pak Thamrin membuat sebuah majlis ta’lim Muhammdiyah. Majelis tersebut terus berkembang dan bertambah jumlah anggotanya. awal mula terjadinya konflik antar NU dan Muhammadiyah tentang adanya kegiatan rutin warga NU berupa tahlil dan dzikir fida’ yang sangat berbeda dengan keyakinan dari paham Muhammadiyah.Menurut paham Muhammadiyah, kegiatan tersebut tidak


(54)

46

diajarkan didalam al-Qur’an dan Hadits, sedangkan menurut kalangan kalangan NU kegiatan tersebut tetap dipertahankan karena mengikuti ajaran-ajaran ulama wali songo5. Atas judgement tersebut masyarakat NU mulai terganggu dengan pembicaraan yang semakin hari semakin merebak mempengaruhi warga sekitar, karena pada notabenennya masyarakat Desa Nampu sebelumnya mayoritas berfaham Nahdlotul Ulama.6Dimana warga NU Nampu masih mempertahankan kearifan budaya lokal sebagai bekal dakwah Islam.

Perbedaan presepsi tersebut terus berkembang hingga pada saat pilkades 2013 dimana beberapa warga yang kecewa terhadap kepemimpinan Pak Yudi Susanto (ayah Pak Thamrin) sebagaimana seperti apa yang telah dijelaskan diparagraf sebelumnya, mereka memanfaatkan momen pilkades tersebut untuk mempertahankan keyakinanan agamanya agar tidak tersingkir oleh Muhammdiyah. Mereka berpendapat mungkin dengan menjadi pemimpin desa,7 NU tetap bisa bertahan dengan aqidah dan syariat yang selama ini digunakan. Alibi tersebut diperkuat dengan alasan lama yaitu ketika Yudi Susanto kurang transparan dan minimnya pelayanan terhadap masyarakat pada saat menjabat. Dua hal itu menjadi pedoman kuat warga NU untuk mengambil alih kepemimpinan Desa Nampu dengan mencalonkan ibu Bibit Restiani sebagai pengganti periode selanjutnya, dan hasilnya warga NU berhasil memenangkan pilkades 2013 tersebut dengan ibu Bibit Restiani sebagai kepala desa.

5 Wawancara dengan bapak Wagiman hari Minggu pada tanggal 10 April 2016 yang

diolah.

6Ibid. 7Ibid.


(55)

47

Semenjak kejadian itu, mulailah konflik-konflik sosial yang terjadi di Desa Nampu, mulai dari kurangnya interaksi sosial antara satu dengan yang lain hingga terjadinya kesalah pahaman ditengah-tengah masyarakat. Hal tersebut mengakibatkan adanya kesenjangan sosial yang berdampak pada persaingan mencari ketenaran ekonomi tanpa memperdulikan satu dengan yang lainnya. Seiring dengan perubahan zaman yang semakin maju, hal-hal material menjadi salah satu aspek pendukung yang dianggap krusial untuk memenuhi segala kebutuhan baik itu kebutuhan individu maupun kebutuhan kelompok. Realitas inilah yang beberapa tahun terakhir ini terlihat jelas di Desa Nampu dimana kedua belah golongan ini saling merangkul masyarakat yang berekonomi kelas atas dengan tujuan meningkatkan kualitas kelompok masing-masing. Dengan demikian secara tidak langsung merubah pemikiran masyarakat Desa Nampu menjadi pragmatis, apa yang tidak menguntungkan tidak akan dikerjakan, karena mereka menganggap yang mempunyai kehidupan kelas menengah keatas lebih diperhatikan daripada kelas menengah kebawah. Ketatnya persaingan antara keduabelah pihak yang terjadi di Desa Nampu membuat keduanya selalu memutar otak dan menambah jam terbang untuk terus menambah relasi sebagai donatur masing-masing kelompok. Dalam hal ini kelompok Muhammadiyah lebih diuntungkan dengan banyaknya donasi yang masuk kekelompok mereka,terbukti dengan lengkapnya infrastruktur untuk kegiatan keagamaan.8

A. Faktor-faktor Terjadinya Konflik


(56)

48

Terjadinya konflik tidak serta-merta muncul tanpa ada sebab, adapun beberapa faktor yang melatarbelakangi terjadinya konflik yang lebih spesifik di Desa Nampu antara lain:

1. Faktor ekonomi

Konflik yang terjadi di Desa Nampu tidak terlepas dari adanya faktor ekonomi. Menurut sumber informasi yang didapatkan, konflik yang ada di Desa Nampu terjadi karena adanya kesenjangan ekonomi antara masyarakat kalangan ekonomi menengah keatas dan masyarakat kalangan ekonomi menengah kebawah.Sesuai yang telah dipaparkan diatas bahwa realitas di Desa Nampu saat ini adalah dimana masyarakat yang berekonomi menengah keatas lebih diperhatikan dan dijadikan panutan.Dalam hal ini pihak Muhammadiyah lebih dominan dalam masalah ekonomi dan dari pihak Nahdlotul Ulama yang rata-rata memiliki keterbatasan ekonomi. Karena adanya perbedaan dalam faktor ekonomi dari situ muncul sebuah sikap polarisasi terhadap warga NUdalam upaya berdakwah dan merangkul anggota.9

Keuntungan segi ekonomi dari pihak Muhammadiyah membuat beberapa tokoh agamanya berinisatif membangun tempat peribadatan atau masjid sendiri, meskipun di desa tersebut sudah memiliki satu buah masjid. Dari sinilah pemicu konflik itu terjadi karena pihak NU yang merasa dalam kelas ekonominya menengah kebawah mereka tidak bisa menentang apa saja yang telah dilakukan oleh kelompok Muhammadiyah diantaranya seperti:


(57)

49

sikap polarisasi tentang jama’ah NU agar bergabung kedalam kelompokMuhammadiyah, pembangunan masjid tersebut semakin memperlihatkan adanya konflik antara kedua belah pihak dan lain sebagainya.

2. Faktor kesenjangansosial

Penyebab konflik selanjutnya dipandang dari segi kesenjangansosial, dimana masyarakat Desa Nampu beberapa tahun terakhir ini mengalami degradasi moral yang berbentuk individualis. Hal itu tidak lain disebabkan karena aktifitas pekerjaan yang dilakukan masyarakat nampu dari pagi hingga sore menjelang petang, rata-rata masyarakat Desa Nampu berprofesi sebagai petani dan sejenisnya. Sehingga setelah beraktifitas masyarakat memilih untuk mengisi waktu luangnya dengan beristirahat. Sehingga terjadi minimnya komunikasi dan interaksi antar masyarakat yang mengakibatkan ketika adanya kesalahpahaman suatu masalah atau sebuah permasalahan tidak ada bentuk klarifikasi yang jelas dan penyelesaian secara baik. Seperti halnya ketika ada acara bersih desa yang harisnya melibatkan seluruh warga Desa Nampu, dalam kegiatan yang diadakan pemerintah desa tersebut bisa dibilang hanya sebagian masyarakat desa yang menghadiri dan mengikutinya, dikarenakan sebelumnya kurangnya interaksi dan adanya perbedaan faham yang justru dampaknya mengarah pada kehidupan sosial yang seperti itu

3. Faktor politik

Faktor politik juga menjadi salah satu penyebab utamatimbulnya konflik, sesuai dengan yang telah tertulis diatas bahwa kegagalan dalam


(58)

50

pilkades pada tahun1987 yang dipelopori oleh Suyono (buyut Pak Thamrin), dimana beliau mewariskan dogma-dogma tentang perpolitikan desa yang kemudian semua itu dihubungkan dengan hasil dari pilkades tahun tersebut.Disisi lain warga NU juga menginginkan pengambilan alih pemerintahan yang Yudi Susanto yang memang saat itu mengalami kemrosotan.10

Selanjutnya maindsetmasyarakat yang menganggap bahwa menjadi tokoh pemerintahan adalah salah satu cara untuk mempertahankan keyakinan agama yang selama ini di ikuti oleh warga NU Desa Nampu. Karena mereka tidak mau menghilangkan kearifan budaya lokal yang selama puluhan tahun telah dianut masyarakat Desa Nampu.11

Pokok permasalahan dalam lingkup politik ini terfokus pada kurangnya fasilitator dari elemen pemrintah dalam hal ini pemerintah desa untuk menjadi penengah dalam konflik tersebut. Hal ini sesuai dengan yang

dikatakan Max Weber “Konflik dalam memperebutkan sumber daya ekonomi

merupakan ciri dasar kehidupan sosial, tetapi konflik dalam arena politik

sebagai sesuatu yang sangat foundamental”. Konflik kedua ini merupakan

konflik dalam gagasan dan cita-cita. Weber juga mengajukan proposisi-proposisi tentang konflik:12

Pertama, semakin besar derajat kemrosotan legitimasi politik penguasa, maka semakin besar kecenderungan politik antara kelas atas

10Wawancara dengan Bapak Yatmoko (Sekertaris Desa) hari Sabtu 9 April 2016. 11Ibid.

12Zamroni. Pengantar Pengembangan Teori Sosial, (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana,


(59)

51

dengan kelas bawah. Kedua, semakin kharismatik kelompok kepemimpinan bawah, semakin besar kemampuan kelompok ini memobilisasi kekuatan dalam satu sistem, maka semakin besar tekanan pada penguasa lewat penciptaan suatu sistem undang-undang dan system administrasi pemerintah. Ketiga, semakin besar sistem perundang-undangan dan administrasi pemerintahan mendorong dan menciptakan kondisi terciptanya hubungan antara kelompok-kelompok sosial, kesenjangan hierarkhi sosial, rendahnya mobilitas vertikal akan menjadikan cepat proses kemrosotan legistimasi politik penguasa dan semakin besar kecenderungan konflik antar kelas atas dan kelas bawah.13

4. Faktor faham Agama

Konflik antara NU dan Muhammadiyah tentang adanya kegiatan rutin warga NU berupa tahlil dan dzikir fida’ yang sangat berbeda dengan keyakinan dari paham Muhammadiyah,menurut paham Muhammadiyah kegiatan tersebut tidak diajarkan didalam al-Qur’an dan Hadits, sedangkan menurut kalangan NU kegiatan tersebut tetap dipertahankan karena mengikuti ajaran-ajaran yang dibawa ulama wali songo. Karena pada zaman dahulu Islam pertama kali masuk dalam keadaan mayoritas penduduk Indonesia memeluk agama selain Islam seperti Hindu dan Buddha. Setelah datangnya ulama penyebar agama Islam yang disebut wali songo, mereka datang berdakwah dan menyampaikan ajaran agama Islam dengan bungkus adat kejawen damana masyarakat Indonesia masih sangat kental dengan adat


(1)

81

2. Dampak yang ditimbulkan dari adanya konflik tersebut adalah dampak

positive dan negative, dampak positive tersebut adalah membuat kedua

paham tersebut berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan dan saling

menumbuh kembangankan faham masing-masing agar lebih baik. Kemudian

dampak negativnya adalah menyebabkan timbulnya perpecahan dengan

terbaginya jama’ah masjid, Segala kegiatan adat dan acara desa yang

mengandung unsur kejawen tidak dapat berjalan dengan lancar dan baik

dikarenakan Kasun Desa Nampu berfaham Muhammadiyah dan tidak mau

mengikuti tradisi desa yang sudah turun-temurun.

3. Dari faktor hingga dampak konflik yang terjadi di Desa Nampu dapat diambil

kesimpulan bahwa tidak ada konflik yang tidak bisa diselesaikan. Seperti

halnya yang penulis uraikan diatas tentang solusi pemecahan konflik yang

terjadi di Desa Nampu. Sesuai dengan harapan masyarakat tentang adanya

pihak ketiga atau penengah, pemerintah desa yang seharusnya bersifat

professional dengan cara menjadi jembatan pereda konflik sosial yang terjadi

di masyarakat dengan mempertemukan kedua belah pihak melalui forum atau

musyawarah desa untuk melakukan tindakan negosiasi, mediasi dan

konsiliasi. Dengan begitu akan diketahui harapan dari kedua belah pihak yang

kemudian pemerintah desa dapat memberikan solusi yang terbaik untuk


(2)

82

B. Saran

Ada beberapa saran yang dapat diberikan mengenai konflik sosial keagamaan

antara NU dan Muhammadiyah di Desa Nampu antara lain:

1. Masih perlu adanya kerjasama yang baik antara masyarakat untuk mencapai

suatu penyelesaian masalah yang menguntungkan kedua belah pihak.

2. Kemudian saran untuk pembaca, bahwa kajian konflik yang ada di Desa

Nampu ini sangat layak untuk dikaji lebih dalam. Karena pengalaman penulis

yang pernah singgah di desa tersebut selama kurang lebih 2 bulan, penulis

menemukan banyak sekali fenomena-fenomena sosial yang terjadi dan jarang

sekali ditemukan didaerah lain. Meskipun secara garis besar memiliki konflik

yang mungkin hampir sama dengan daerah-daerah lain namun ada fenomena

realitas sosial yang berbeda dan layak sekali untuk dikaji dan menjadi bahan

sebuah penelitian. Adapun sesuatu lain yang belum bisa ditulis didalam

skripsi ini karena keterbatasan waktu.

3. Pembinaan generasi muda juga harus mendapat perhatian penuh sehingga

kualitas SDM yang baik akan tercapai dan akhirnya proses regenerasi tidak

mengalami stagnasi. Mengingat generasi muda mempunyai peranan yang

sangat besar bagi keutuhan, persatuan dan kerukunan masyarakat Desa


(3)


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Alya, Qanita. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Indah Jaya Adi Pratama

Anggota IKAPI, 2011.

Bakker, Anton dan A.C. Zubair. Metodologi Penelitian Filsafat. Yogyakarta:

Kanisius, 1990.

Al-Bantani, Imam Nawawi. Nashaihul Ibad: Nasihat-nasihat untuk Para Hamba.

Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2005.

Baso, Ahmad,NU Studies: Pergolakan Pemikiran antara Fundamentalisme Islam

dan Foundamentalisme non-liberal,Jakarta: Erlangga, 2006

Berger, Peter L., dan Luckman, The Social Construction of Reality, New York:

Anchor Book, 1996.

Bibit Retiani,Wawancara,20 Maret 2016

Dhoriri, Taufiq Rohman Dhoriri. Sosiologi: Suatu Kajian Kehidupan

Masyarakat. Jakarta: Yudhistira, 2007.

Effendy, Onong Uchjana. Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: Citra

Aditya Bakti, 2003.

Ghony, M. Djunaidi dan Fauzan Almanshur. Metodologi Penelitian Kualitatif.

Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012.

Henslin, James M. Sosiologi dengan Pendekatan Membumi. edisi 6, jilid 1.

Jakarta: Erlangga, 2007.

Kuntowijoyo,Paradigma Islam Interpretasi untuk Aksi.Bandung : Mizan, 1991.

Kuntowijoyo. Muslim Tanpa Masjid, Essai-Essai Agama, Budaya, dan Politik

dalam Bingkai Strukturalisme Transendental.Bandung: Mizan, 2001.

Mardalis. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi Aksara,

1995.

Marx, Karl.Kapital Buku II.Terj. Oey Hay Djouen, Jakarta: Hasta Mitra, 2006.

Mbah Trisno,Wawancara,18 Maret 2016


(5)

Poerwadarminta, W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia.Jakarta: Balai Pustaka,

1976.

Polak, Mayor. Sosiologi Suatu Buku Pengantar Ringkas, Jakarta: Ikhtiar Baru

Van Hoeve, 1991.

Purwadi, M. Hum., dan Kazunori Toyoda. Babad Tanah Jawi. Yogyakarta:

Gelombang Pasang Surut, 2005.

Raho, Bernard.Teori Sosiologi Modern.Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007.

Rayendar,

http://rayendar.blogspot.com/2015/06/metode-penelitian-menurut-sugiyono-2013.html?m=1 “Metode Penelitian Menurut Sugiyono

(2013)” (Selasa,19 juli 2016).

Ritzer, George dan Douglass J. Goodman. Teori Sosiologi Modern. Jakarta:

Kencana, 2003.

Sanderson, Stephen K. Sosiologi Makro: Sebuah Pendekatan Terhadap Realitas

Sosial (Edisi Kedua) dengan Kata Pengantar Hotman Siahaan. Jakarta : CV Rajawali Press (PT. Raja Grafindo Persada), 1995.

Setiadi, Elly M., dan Usman Kolip.Pengantar Sosiologi, Pemahaman, Fakta dan

Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011.

Shokib,Wawancara,Madiun, 19 Maret 2016

Simuh.Islam dan Pergumulan Budaya Jawa.Jakarta: Toraja, 2003.

Starke, J.G. Pengantar Hukum Internasional 1, edisi kesepuluh. Jakarta: Sinar

Grafika, 2006.

Sudiarto dan Zaeni Asyhadie. Mengenal Arbitrase, Salah Satu Alternatif

Penyelesaian Sengketa Bisnis.Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004.

Sugiono.Memahami Penelitian Kualitatif.Bandung: Alfabeta, 2005.

Sujana, Asep.Retail Negotiator Guidance.Jakarta: PT. SUN Printing, 2004.

Syani, Abdul. Sosiologi dan perubahan Masyarakat. Lampung: Pustaka Jaya,

1995.

Thamrin,Wawancara,8 April 2016


(6)

Wirawan. Konflik dan Menejemen Konflik, Teori, Aplikasi dan Penelitian.

Jakarta: Salemba Humatika, 2010.

Yatmoko,Wawancara,Madiun, 20 Maret 2016

Zamroni.Pengantar Pengembangan Teori Sosial.Yogyakarta: PT. Tiara Wacana,