PENGARUH KUALITAS LAYANAN TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN DI J.CO DONUTS YANG MENYEDIAKAN LAYANAN INTERNET ( WIFI ) DI SURABAYA PLAZA.

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Untuk Menyusun Skripsi S-1 Jurusan Manajemen

Oleh:

0312010538/FE/EM

KRESNA PRAMITHA YUDHA

FAKULTAS EKONOMI

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR


(2)

vi

HALAMAN PENGESAHAN ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

ABSTRAK ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Penelitian Terdahulu ... 9

2.2 Landasan Teori ... 10

2.2.1 Pengertian Kepuasan Konsumen . ... 10

2.2.2 Faktor Mempengaruhi Kepuasan Konsumen ... 11

2.2.3 Pengukuran Kepuasan Konsumen ... 13

2.3 Kualitas Layanan ... 14

2.3.1 Prinsip Kualitas Layanan ... 14

2.3.2 Pendekatan Studi Tentang Kualitas Layanan ... 16

2.3.3 Prinsip Penerapan Kualitas Layanan ... 18

2.3.4 Pengukuran Kualitas Layanan ... 22


(3)

vii

3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 27

3.1.1. Kualitas Layanan ... 27

3.1.2. Kepuasan Pelanggan ... 30

3.2. Populasi dan Sampel ... 32

3.2.1. Populasi ... 32

3.2.2. Sampel ... 32

3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 33

3.4. Teknik Analisis Data dan Uji Hipotesis ... 34

3.4.1. Teknik Analisa Data ... 34

3.4.2. Uji Hipotesis ... 41

3.4.2.1.Evaluasi Kriteria Goodnes of Fit ... 41

3.4.2.2.Evaluasi Normalitas ... 43

3.4.2.3.Evaluasi Outliers ... 44

3.4.2.4.Evaluasi Mullticollinearity dan Singularity ... 46

3.4.2.5.Uji Reliabilitas ... 46

3.4.2.6.Uji Validitas ... 47

3.4.2.7.Uji variance Extracted ... 47

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN ... 50

4.1. Orientasi Kancah di Cafe J.Co ... 50

4.2. Deskripsi Subjek Penelitian ... 51


(4)

viii

4.4.1. Uji Asumsi Model ... 56

4.4.1.1.Uji Normalitas dan Linieritas ... 56

4.4.1.2.Evaluasi atas Outlier ... 57

4.4.1.3.Deteksi Multicolinierity dan Singularity ... 58

4.4.1.4.Uji Validitas dan Reliabilitas ... 59

4.4.2. Pengujian Model dengan One Step Approach ... 63

4.4.3. Pengujian Hipoesis dan Hubungan Kausal ... 65

4.5. Pembahasan ... 67

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 69

5.1. Kesimpulan ... 69

5.2. Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN . ...


(5)

ix

4.1. Usia subjek penelitian ... 52

4.2. Jenis kelamin ... 52

4.3. Latar belakang Pendidikan subjek ... 53

4.4. Pekerjaan subjek ... 53

4.5. Tanggapan Variabel Kualitas layanan ... 54

4.6. Tanggapan Variabel Kepuasan pelanggan ... 55

4.7. Hasil Uji Normalitas ... 57

4.8. Hasil Pengujian Outlier ... 58

4.9. Faktor Loading dan Konstruk dengan Confirmatory Factor Analysis ... 60

4.10.Pengujian Reliability dan Konsistensi Alpha ... 61

4.11.Pengujian Reliability dan Konsistensi Internal ... 63

4.12.Evaluasi Kriteria Goodness of Fit Indices ... 65

4.13.Hasil Uji Kausalitas ... 66

DAFTAR GAMBAR


(6)

(7)

xi

Kresna Pramitha Yudha

Kondisi perekonomian masyarakat yang belum stabil dan adanya PHK tahun 2007-2008 yang mendorong beberapa masyarakat membuka usaha jasa rumah makan. Selain itu tingkat persaingan yang besar pada usaha rumah makan kelas menengah mendorong pengelola rumah makan meningkatkan kemampuan kreatif, seperti membuat interior desain yang memiliki nilai seni guna menarik pengunjung, membina kemampuan pelayananpada para pramusaji, hingga pada

penyediaan fasilitas Wi-Fi untuk menunjang kualitas layanan pada pelanggan

guna memenuhi kepuasan pelanggan.

Tujuan penelitian uni untuk mengungkap pengaruh kualitas layanan terhadap kepuasan pelanggan rumah makan yang menyediakan sarana Wi-Fi, melalui pendekatan kuantitatif yang dianalisis dalam studi kausalitas dan eksploratif melalui structural equation modeling, yang mengungkap aspek

reliability, responsiveness, assurance, empathy, dan tangibles terhadap kepuasan

konsumen rumah makan. Analisis data menggunakan aplikasi program structur

equation modeling (SEM).

Hasil analisis uji hipotesis menunjukkan bahwa secara simultan variabel kualitas layanan berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan. Hal ini dapat dikatakan bahwa indikator reliability, responsiveness, assurance, empathy, dan

tangibles secara bersama-sama mampu memberikan sumbangan terhadap kepuasan pelanggan dari segi attribute product, service, dan purchase di rumah makan yang menyediakan fasilitas Wi-Fi secara gratis.

Kata kunci : kepuasan pelanggan, kualitas layanan, reliability, responsiveness, assurance, empathy, dan tangibles


(8)

1

1.1.Latar Belakang Masalah

Saat ini ada sedikitnya 954 cafe dan restoran berdiri di Surabaya, tetapi belum ada pengawasan mutu makanan dan minuman yang disuguhkan kepada konsumen, sehingga tidak sedikit restoran/ rumah makan yang gulung tikar ketika banyak informasi beredar tentang makanan berbahaya, dan makanan yang tidak

hygienis. Hal tersebut mengindikasikan bahwa masalah pengawasan pada rumah makan, terutama restoran tergolong sangat minim, terutama kemampuan rumah makan itu sendiri dalam memberikan jaminan mutu pada konsumen. Masalah pengawasan mutu semestinya dilakukan untuk menjawab kekhawatiran publik atas nyaman tidaknya suatu produk makanan dan minuman yang di konsumsi di restoran dan kafe, atau rumah makan lainnya. Menurut informasi dari yayasan lembaga konsumen indonesia (YLKI) yang dimuat dalam Tempo, Mei 2009 bahwa pemerintah masih lemah terhadap pengawasan, berkaitan dengan penerapan standardisasi mutu makanan dan minuman, antara lain faktor higienis dan halal, sehingga aman untuk dikonsumsi.

Selain hal tersebut, banyaknya rumah makan atau cafe - cafe yang berdiri di Surabaya mendorong pengelola usaha rumah makan, baik restoran sampai depot-depot baik yang berdiri sendiri sebagai depot-depot maupun di Mall-Mall atau hotel berusaha keras meningkatkan kualitas produk dan pelayanan. Usaha ini dilakukan


(9)

guna meningkatkan penjualan, dengan cara memberikan kepuasan pada konsumen atau pelanggan melalui sistem manajamen mutu.

Peningkatan kualitas produk dan pelayanan dalam manajemen mutu yang dilakukan oleh pihak pengelola rumah makan cukup bervariasi, mulai dari mendesain ulang tata ruang (interior), pemberian ruang bermain anak, menambahkan taman bermain yang alami dengan kolam-kolam ikan, serta penyediaan sarana teknologi seperti sarana internet, baik melalui komputer (PC)

maupun Wi-Fi. Upaya-upaya yang dilakukan pengelola rumah makan tersebut,

selain menjaring segmen pasar pelanggan yang mencari suasana juga pasar berdasarkan gaya hidup, seperti segmen masyarakat kelas menengah yang lebih banyak mobilitas dan berkomunikasi dengan menggunakan laptop.

Hasil penelitian yang dilakukan Saraswati (2008), bahwa beberapa rumah makan di Surabaya memanfaatkan sarana audio-visual technology seperti internet guna menjaring pelanggan dan memberikan kepuasan serta membentuk pelanggan loyal. Dari hasil penelitian Ika Saraswati (2008), dan informasi yang diperoleh dari dinas informasi dan komunikasi kota Surabaya, perkembangan rumah makan dari tahum 2006 – 2009 mengalami peningkatan apalagi diikuti kondisi krisis lapangan pekerjaan dan meningkatknya jumlah kasus PHK di Surabaya dan sekitarnya.

Mengacu pada data yang diperoleh melalui dinas Infokom Kota Surabaya tahun 2009 data tersebut diketahui bahwa usaha rumah makan dai tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup besar, apalagi kondisi perekonomian masyarakat yang belum stabil dan adanya PHK tahun 2007-2008 yang mendorong


(10)

beberapa masyarakat membuka usaha jasa rumah makan. Selain itu, hasil penelitian Saraswati (2008) menyebutkan bahwa tingkat persaingan yang besar pada usaha rumah makan kelas menengah mendorong pengelola rumah makan meningkatkan kemampuan kreatif, seperti membuat interior desain yang memiliki nilai seni guna menarik pengunjung, sampai pada penyediaan fasilitas Wi-Fi.

Pada data tersebut peneliti mengetahui bahwa adanya sarana pendukung seperti pemberian layanan dalam bentuk penyedaan internet di beberapa rumah makan di Surabaya mampu menarik jumlah pengunjung, sehingga setiap bulan jumlah pengunjung selalu bertambah. Dari data tersebut, peneliti juga mengetahui bahwa sebagian besar pengunjung adalah pelanggan atau konsumen lama yang merasa puas dengan adanya sarana tersebut, tetapi juga karena produk yang ditawarkan serta kemampuan pengelola memberikan layanan (jasa) dirasakan pelanggan cukup memuaskan.

Menurut Teisl, Levy & Derby (1999) bahwa suatu layanan yang memiliki fitur atau manfaat memuaskan kebutuhan konsumen dapat disebut sebagai layanan yang bermutu, demikian pula sebaliknya, layanan yang memiliki fitur atau manfaat yang tidak memuaskan konsumen dapat disebut sebagai layanan yang tidak bermutu. Seperti konsumen rumah makan dapat menilai kemampuan suatu

rumah makan dalam memberikan layanan melalui feedback langsung, atau juga

bisa dilihat dari turunnya kunjungan atau pembelian dan konsumen memilih rumah makan lainnya, meskipun dengan tarif yang relatif lebih mahal namun dapat memberikan kepuasan pada konsumen.


(11)

Pada pasar dengan tingkat persaingan usaha yang sangat ketat, mutu dari suatu layanan yang ditawarkan akan memiliki peranan yang sangat strategis terhadap perkembangan suatu unit usaha. Mutu yang baik tidak akan dapat diraih hanya dengan mengandalkan keberuntungan semata, tapi mutlak harus dengan cara penerapan manajemen bisnis yang baik. Sistem manajemen mutu akan memberikan kemampuan kepada perusahaan atau organisasi dalam melakukan kontrol, menciptakan stabilitas, prediktabilitas, dan kapabilitas suatu usaha. Dengan adanya sistem mutu diharapkan suatu unit usaha akan lebih terbantu dalam mencapai, mempertahankan, dan meningkatkan mutu produk atau layanan yang disediakan secara ekonomis. Sebagai pengguna suatu layanan jasa tentunya konsumen akan merasa sangat terganggu dan kecewa ketika layanan yang diperoleh tersebut ternyata memiliki kualitas yang sangat buruk, tidak layak, tidak cocok dan mengecewakan.

Dalam penelitian awal yang dilakukan di beberapa rumah makan, yaitu di “J.Co” Surabaya Plasa, melalui angket yang diberikan pada masing 5 pelanggan rumah makan dapat diketahui alasan dan intensitas mengunjungi sebagai berikut.

Tabel.1.1.

Intensitas Kunjungan Konsumen Alasan Mengunjungi

Rumah Makan

1/minggu 2-3/minggu 1x/bulan

f % f % f %

Suasananya bersih dan

menyenangkan 2 3% 3 5% 7 11%

Memanfaatkan internet gratis 4 6% 14 22% 5 8%

Percaya pada kualitas kesehatan

produk yang dijual 6 10% 5 8% 8 13%

Pelayanan memuaskan 1 2% 4 6% 4 6%

Jumlah 13 21% 26 12% 24 38%


(12)

Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan dapat diketahui bahwa sebagian besar responden rumah makan yang memiliki intensitas kunjungan cukup tinggi, yaitu 2 - 3 per minggu sebanyak 22% menyatakan salah satu alasan mengunjungi rumah makan tersebut karena adanya fasilitas internet gratis melalui Wi-Fi. Hal

ini dapat dikatakan bahwa penyediaan fasilitas Wi-Fi dipandang dapat

meningkatkan volume pengunjung rumah makan, atau merupakan salah satu usaha atau pendekatan yang dilakukan perusahaan guna mencapai kepuasan pada

pelanggan, dengan meningkatkan mutu pelayanan melalui pendekatan service

triangle, yaitu suatu model interaktif manajemen pelayanan yang menghubungkan antara perusahaan dengan pelanggannya (Albrecht, 1982 dalam Yamit, 2005:23).

Goetsch Davis, 1986 (dalam Yamit, 2005 : 8) membuat definisi kualitas yang lebih luas cakupannya, yaitu kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Hal tersebut sesuai dengan informasi yang diperoleh peneliti dalam survey pendahuluan, seperti di cafe “J.Co” setelah

memberikan layanan internet Wi-Fi pada 3 bulan pertama kunjungan meningkat

dan mencapai rata-rata 7% - 10% per bulan, sehingga manajemen sempat meng up date program layanan internet terbaru yang lebih cepat processing-nya. Hal ini dilakukan untuk menanggapi komplain pelanggan bahwa loading internet di cafe

tersebut lambat, sehingga proses up load selesai bersamaan dengan baterai laptop habis. Demikian pula di beberapa rumah makan yang tidak menyediakan fasilitas

saluran listrik untuk laptop pada pelanggan memilih meng up date program


(13)

Deskripsi data yang telah dikemukakan, menunjukkan bahwa kualitas layanan memiliki peranan penting tehadap perkembangan dan kelanjutan suatu usaha, terutama usaha dibidang jasa rumah makan. Kualitas layanan yang diberikan rumah makan akan menjadi jaminan bagi kelangsungan hidup rumah makan tersebut, terutama layanan yang bersifat total dan berkualitas. Total quality service, atau pelayanan mutu terpadu adalah kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan berkualitas kepada orang yang berkepentingan dengan pelayanan (stakeholders), yaitu pelanggan, pegawai dan pemilik.

Pengukuran kualitas yang dikemukakan oleh Zeithaml, Berry dan Parasuraman, 1989 (dalam Tjiptono, 2005), tersebut berpengaruh pada harapan pelanggan dan kenyataan yang mereka terima. Jika kenyataannya pelanggan menerima pelayanan melebihi harapannya, maka pelanggan akan mengatakan pelayanannya berkualitas dan jika kenyataannya pelanggan menerima pelayanan kurang atau sama dari harapannya, maka pelanggan akan mengatakan pelayanannya tidak berkualitas atau tidak memuaskan.

Hal tersebut dapat diatas menurut Teisl, Levy & Derby (1999) bahwa kepuasan konsumen adalah proses yang dapat diukur melalui perhatian dan interpretasi konsumen terhadap suatu produk atau barang setelah melakukan suatu transaksi pembelian terhadap makanan. Kepuasan tersebut akan ditandai dengan perilaku konsumen yang menilai secara langsung suatu produk dari segi kebersihan dan jenis bahan yang dicampur pada makanan, serta pelayanan yang diberikan produsen, termasuk fasilitas yang dapat digunakan konsumen (Ackerley, 2005:45)


(14)

Berkaitan dengan deskripsi di atas, peneliti perlu mengkaji lebih jauh bagaimana efek penerapan manajemen mutu pelayanan yang meliputi reliability, responsiveness, assurance, empathy, dan tangibles terhadap kepuasan konsumen rumah makan yang menyediakan layanan internet di Surabaya melalui studi kausalitas.

1.2.Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah:

Apakah ada pengaruh kualitas layanan terhadap kepuasan pelanggan cafe J.Co yang menyediakan fasilitas internet (wifi) ?

1.3.Tujuan Penelitian

Untuk membuktikan pengaruh kualitas layanan terhadap kepuasan pelanggan di cafe J.Co yang menyediakan fasilitas internet di Surabaya.

1.4.Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi menejemen rumah makan yang menyediakan layanan internet agar dapat lebih mengerti dan memahami apa yang benar-benar diharapkan dari konsumen, serta dapat dipakai sebagai dasar penentuan strategi pemasaran usaha rumah makan di Surabaya.

2. Bagi Pengelola Rumah Makan

a. Diharapkan dapat menemukan metode-metode yang lebih tepat, serta

diketahui kemungkinan adanya variabel lain yang dapat mempengaruhi kepuasan konsumen.


(15)

b. Sebagai input atau bahan masukan untuk perbaikan kualitas pelayanan guna memenuhi kepuasan pelanggan, sehingga dapat menentukan langkah-langkah selanjutnya yang diambil dalam mengukur kebijaksanaan mutu dimasa yang akan datang.


(16)

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu

Ika Saraswati (2008:74) dalam penelitian tentang pengaruh informasi BP POM terhadap minat pembelian, pembelian ulang, dan kepuasan konsumen terhadap kesadaran konsumen pada makanan sehat menunjukkan hasil bahwa kepuasan konsumen terhadap mutu pelayanan tidak memberikan dampak positif terhadap kesadaran konsumen, sedangkan kepuasan konsumen memiliki korelasi positif dengan pembelian ulang, terutama pada konsumen makanan cepat saji dan konsumen pedagang K5. Dalam bab pembahasan penelitian tersebut disebutkan bahwa masalah kepercayaan konsumen (reliability product) dan aspek pelayanan (personal traits) mampu memberikan jaminan (assurance) yang mendorong konsumen untuk tetap melakukan pembelian meskipun

informasi tentang makanan tidak sehat (countaminate) pada produk daging

(ayam dan sapi) diberitakan secara terus menerus dalam kurun waktu lebih dari 3 bulan dengan durasi pemberitaan yang cukup tinggi.

Penelitian Rigdon, J. Ackerley (2005:461) tentang Food Standards

Agency 2003 survey reveals consumer attitudes towards food, menunjukkan hasil bahwa mutu suatu produk dan jasa pelayanan mampu memberikan kepercayaan pada konsumen untuk tetap melakukan pembelian, yang hal tersebut disebabkan kepuasan konsumen terhadap kemampuan perusahaan makanan dalam memberikan jaminan mutu.


(17)

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Kepuasan Konsumen

Menurut Mowen, 1991 (dalam Bennington, Lynne, Cummane, James & Conn, Paul, 2000:96-124), “Consumersatisfaction is defined as the overall attitude regarding a goods or service after its acquisition and use”, atau dapat diartikan bahwa kepuasan konsumen merupakan keseluruhan sikap pelanggan setelah memperoleh dan menggunakan produk atau layanan. Sikap yang menunjukkan kepuasan konsumen diketahui dari pasca pembelian jasa, yaitu (1) Jika jasa yang dirasakan berada di bawah jasa yang diharapkan, pelanggan akan kecewa, dan (2) jika jasa yang dirasakan memenuhi atau melebihi jasa yang diharapkan, pelanggan akan cenderung menggunakan penyedia jasa tersebut lagi (Kotler, 2006:.382).

Kotler (2004:9) menyatakan bahwa “Customer satisfaction is a key influence on future buying behavior. Satisfied customers buy again and tell others about their good experiences. Lebih lanjut Kotler (2004:17)

mengemukakan bahwa “Dissatisfied customers often switch to competitors

and disparage the product to others”. Customer satisfaction is the extent to which a product’s perceived performance matches a buyer expectations, yang dapat diartikan bahwa kepuasan pelanggan adalah tingkat kesesuaian antara kinerja produk yang dirasakan dengan harapan pembeli. Badan usaha yang dapat memberikan kepuasan kepada pelanggannya maka pembelian ulang atas produk atau jasa yang dihasilkan oleh badan usaha tersebut akan terus terjadi. Dengan memberikan kepuasan kepada pelanggannya, badan usaha dapat


(18)

mengurangi jumlah pelanggan yang beralih pada penyedia produk atau jasa yang lain dan biaya untuk menarik pelanggan baru lebih mahal jika dibandingkan biaya untuk mempertahankan pelanggan yang sudah ada.

Kepuasan konsumen atau pelanggan menurut Michail Dutka, 1993 (dalam Rangkuti:37) “Customer satisfaction is the ability of good or services to meet or exceeded buyer needs and expectations”, yang dapat diartikan bahwa kepuasan pelanggan kemampuan dari produk atau jasa untuk memenuhi atau melebihi kebutuhan dan harapan pembeli. Menurut Kotler

(2004:48) “The better approach to customer retention is to deliver high

customer satisfaction”. Hal ini dapat diartikan bahwa pendekatan terbaik untuk mempertahankan pelanggan adalah dengan memberikan kepuasan pelanggan yang tinggi.

Berdasarkan beberapa konsep tersebut dapat disimpulkan bahwa kepuasan pelanggan adalah sebuah kunci untuk mempengaruhi perilaku pembelian pada masa yang akan datang. Pelanggan yang merasa puas akan kembali membeli lagi dan akan mengatakan kepada orang lain tentang pengalaman baik mereka. Pelanggan yang merasa tidak puas sering berpindah kepada kompetitor dari produk atau jasa yang sekarang dan sering meremehkan produk tersebut kepada orang lain.

2.2.2. Faktor Mempengaruhi Kepuasan Konsumen

Apa saja konsep yang dapat dipakai untuk pengukuran kepuasan pelanggan, menurut Dillon Oliver, 1996 (dalam Rangkuti, 2006:97),


(19)

menyebutkan 6 konsep yang umum dipakai untuk mengukur kepuasan pelanggan dan konsumen, yaitu :

a. Kepuasan pelanggan keseluruhan. Caranya, yaitu dengan menanyakan

pelanggan mengenai tingkat kepuasan atas jasa yang bersangkutan serta menilai dan membandingkan dengan tingkat kepuasan pelanggan keseluruhan atas jasa yang mereka terima dari para pesaing.

b. Dimensi kepuasan pelanggan. Prosesnya melalui empat langkah.

1) Pertama, mengidentifikasi dimensi-dimensi kunci kepuasan pelanggan.

2) Kedua, meminta pelanggan rnenilai jasa perusahaan berdasarkan

item-item spesifik seperti kecepatan layanan, atau keramahan staf pelayanan terhadap pelanggan.

3) Ketiga, meminta pelanggan menilai jasa pesaing berdasarkan item-item

spesifik yang sama.

4) Keempat, meminta pelanggan menentukan dimensi-dimensi yang

menurut mereka ada di kelompok penting dalam menilai kepuasan pelanggan keseluruhan.

c. Konfirmasi harapan. Pada cara ini, kepuasan tidak diukur secara langsung, namun disimpulkan berdasarkan kesesuaian dan ketidak sesuaian antara harapan pelanggan dengan kinerja aktual jasa yang dijual perusahaan.

d. Minat pembelian ulang, bahwa kepuasan pelanggan diukur berdasarkan

apakah mereka akan mengadakan pembelian ulang atas hasil jasa yang sama yang telah dikonsumsi.


(20)

e. Kesediaan untuk merekomendasi. Cara ini merupakan ukural yang penting, apalagi bagi jasa yang pembelian ulangnya relatif lama, seperti jasa pendidikan tinggi.

f. Ketidakpuasan pelanggan, dapat dikaji misalnya dalam hal komplain, biaya

garansi, word of mouth yang negatif, serta defections.

2.2.3. Pengukuran Kepuasan Konsumen

Michail Dutka, 1993 (dalam Rangkuti, 2006:41) menjelaskan indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan, yang secara umum meliputi :

1. Attribute related to the product, yang meliputi : (a) Value price relationships, yaitu hubungan antara nilai yang diperoleh dengan harga yang dibayarkan oleh pelanggan. (b) Product quality, yaitu pengukuran dari beberapa keterangan atribut-atribut yang dimiliki oleh sebuah produk. (c) Product features, yaitu sebuah fakta atau spesifikasi teknik tentang sebuah produk. (d) Range of product or service, yaitu macam jenis produk atau jasa yang ditawarkan oleh badan usaha kepada pelanggan. (e) Product benefit, yaitu manfaat atau nilai yang diberikan kepada pelanggan oleh

product feature. (f) Product design, yaitu bagaimana produk tersebut di desain yang dapat menyenangkan pelanggan untuk dilihat dan mudah

dibuka, pemasangan, penggunaan, diperbaiki, dan di buang. (g) Product

reliability, yaitu pengukuran dari probabilitas sebuah produk tidak akan mengalami kegagalan pemakaian di dalam periode waktu yang spesifik. (h) Product consistency, yaitu seberapa konsisten kinerja dari suatu produk


(21)

2. Attribute related to the service, yang meliputi : (a) Guarantee, yaitu jaminan atas produk yang dapat dikembalikan jika tidak memuaskan. (b)

Delivery, yaitu menunjukkan kecepatan dan ketepatan proses pengiriman

produk atau jasa kepada pelanggan. (c) Compliant Handling, yaitu

penanganan terhadap keluhan-keluhan pelanggan oleh badan usaha. (d)

Resolution of Problem, yaitu kemampuan badan usaha untuk membantu memecahkan masalah yang dialami pelanggan.

3. Attributes related to the purchase, yang meliputi : (a) Communication, yaitu cara atau proses penyampaian informasi yang dilakukan oleh

karyawan badan usaha kepada pelanggan. (b) Company reputation, yaitu

reputasi badan usaha berkaitan kredibilitasnya yang dapat mempengaruhi keputusan pembelian. (c) Company competence, yaitu service knowladge

yang dimiliki oleh karyawan badan usaha untuk memberikan layanan yang

baik kepada pelanggan. (d) Ease or convenience of acquisition, yaitu

kemudahan badan usaha dalam menyediakan produk dan perolehan jasa yang tujuannya diberikan pada pelanggan. (e) Courtesy, yaitu kesopanan, rasa hormat dan keramahan karyawan dalam menangani pelanggan.

2.3. Kualitas Layanan

2.3.1. Prinsip Kualitas Layanan

Membicarakan tentang pengertian atau definisi kualitas dapat berbeda makna bagi setiap orang, karena kualitas memiliki banyak kriteria dan sangat tergantung pada konteksnya. Banyak pakar dibidang kualitas yang mencoba untuk mendefinisikan kualitas berdasarkan sudut pandangnya masing-masing.


(22)

Beberapa diantaranya yang paling populer adalah yang dikembangkan oleh tiga pakar kualitas tingkat internasional, yaitu mengacu pada pendapat Demings, et.al, 1989 (dalam Yamit, 2005 : 7).

Deming mendefinisikan kualitas adalah apapun yang menjadi kebutuhan dan keinginan konsumen, sedangkan Michail Crosby (1982) (dalam Yamit, 1996 : 337) mempersepsikan kualitas sebagai nihil cacat, kesempurnaan dan kesesuaian terhadap persyaratan Juran mendefinisikan kualitas sebagai kesesuaian terhadap spesifikasi, jika dilihat dari sudut pandang produsen. Sedangkan secara obyektif kualitas menurut Juran, (dalam Yamit, 2005 : 337)

adalah suatu standar khusus dimana kemampuannya (availability), kinerja

(performance), kendalannya (reliability), kemudahan pemeliharaan (maintainability ) dan karakteristiknya dapat diukur.

George Davis, 1982 (dalam Yamit, 2005 : 8) membuat definisi kualitas yang lebih luas cakupannya, yaitu kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Pendekatan yang digunakan Davis ini menegaskan bahwa kualitas bukan hanya menekankan pada aspek hasil akhir, yaitu produk dan jasa tetapi juga menyangkut kualitas manusia, kualitas lingkungan. Sangatlah mustahil menghasilkan produk dan jasa yang berkualitas tanpa melalui manusia dan proses yang berkualitas.

Menurut Guiltinan, Josef & Gordon (2002:18) kualitas totalitas dari karakteristik suatu produk (barang dan atau jasa) yang menunjang kemampuan untuk memenuhi kebutuhan yang dispesifikasikan. Kualitas seringkali diartikan


(23)

sebagai segala sesuatu yang memuaskan pelanggan atau kesesuaian terhadap persyaratan atau kebutuhan. Perusahaan jasa dan pelayanan lebih menekankan pada kualitas proses, karena konsumen biasanya terlibat langsung dalam proses tersebut. Sedangkan perusahaan yang menghasilkan produk lebih menekankan pada hasil, karena konsumen umumnya tidak terlibat secara langsung dalam prosesnya. Untuk itu diperlukan sistem manajemen kualitas yang dapat memberikan jaminan kepada pihak konsumen bahwa produk tersebut dihasilkan oleh proses yang berkualitas.

Berdasarkan uraian di atas, dapat di simpulkan bahwa penerapan manajemen mutu adalah usaha-usaha yang sistematis dilakukan oleh produsen dengan mengikuti prosedur dan standar baku mutu yang telah ditetapkan dan diakui oleh suatu lembaga sertifikasi guna menciptakan kepuasan pada pelanggan.

2.3.2. Pendekatan Studi tentang Kualitas Layanan

Joan Garvin, 1986 (dalam Yamit, 2005 : 9-10) mengidentifikasikan lima pendekatan perspektif kualitas yang dapat digunakan para praktisi bisnis, yaitu :

1. Transcendental Approach, yaitu kalitas dalam pendekatan ini adalah sesuatu yang dapat dirasakan, tetapi sulit didefinisikan dan dioperasionalkan maupun diukur. Perspektif ini umumnya diterapkan dalam karya seni seperti musik, seni tari, seni drama dan seni rupa. Untuk produk dan jasa pelayanan, perusahaan dapat mempromosikan dengan menggunakan pernyataan-pernyataan seperti kelembutan dan kehalusan kulit (sabun mandi), kecantikan wajah (kosmetik), pelayanan prima (bank dan restoran) dan


(24)

tempat berbelanja yang nyaman (mall). Definisi seperti ini sangat sulit untuk dijadikan sebagai dasar perencanaan dalam manajemen kualitas.

2. Product-based Approach, yaitu kalitas dalam pendekatan ini adalah suatu karakteristik atau atribut yang dapat diukur. Perbedaan kualitas mencerminkan adanya perbedaan atribut yang dimiliki produk secara objektif, tetapi pendekatan ini dapat menjelaskan perbedaan dalam selera dan preferensi individual.

3. User-based Approach, yaitu kualitas dalam pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada orang yang memandangnya, dan produk yang paling memuaskan preferensi seseorang atau cocok dengan selera (fitnes for used) merupakan produk yang berkualitas paling tinggi. Pandangan yang subjektif ini mengakibatkan konsumen yang berbeda memiliki kebutuhan dan keinginan yang berbeda pula, sehingga kualitas bagi seseorang adalah kepuasan maksimum yang dapat dirasakannya.

4. Manufacturing-based Approach, yaitu kualitas dalam pendekatan ini adalah bersifat supply-based atau dari sudut pandang produsen yang mendefinisikan kualitas sebagai sesuatu yang sesuai dengan persyaratannya (conformance quality) dan prosedur. Pendekatan ini berfokus pada kesesuaian spesifikasi yang ditetapkan perusahaan secara internal. Oleh karena itu, yang menentukan kualitas adalah standar-standar yang ditetapkan perusahaan, dan bukan konsumen yang menggunakannya.

5. Value-based Approach, yaitu kualitas dalam pendekatan ini adalah memandang kualitas dari segi nilai dan harga. Kualitas didefinisikan sebagai


(25)

affordable excellence ”. Karena itu kualitas dalam pandangan ini bersifat relatif, sehingga produk yang memiliki kualitas paling tinggi belum tentu produk yang paling bernilai. Produk yang paling bernilai adalah produk yang paling tepat dibeli.

Meskipun sulit mendefinisikan kualitas dengan tepat dan tidak ada definisikualitas yang dapat diterima secara universal, dari perspektif Garvin tersebut dapat bermanfaat dalam mengatasi konflik-konflik yang sering timbul diantara para manajer dalam departemen fungsional yang berbeda. Misalnya, departemen pemasaran lebih menekankan pada aspek keistimewaan, pelayanan, dan fokus pada pelanggan. Departemen perekayasaan lebih menekankan pada

aspek spesifikasi dan pada pendekatan product-based. Sedangkan departemen

produksi lebih menekankan pada aspek spesifikasi dan proses. Menghadapi konflik seperti ini sebaiknya pihak perusahaan menggunakan perpaduan antara beberapa perspektif kualitas dan secara aktif selalu melakukan perbaikan yang berkelanjutan atau melakukan perbaikan secara terus menerus.

2.3.3. Prinsip Penerapan Kualitas Layanan

Menurut Rangkuti (2006 : 15-16) menentukan kualitas produk harus

dibedakan antara produk manufaktur atau barang (goods) dengan produk

layanan (service) karena keduanya memilki banyak perbedaan. Menyediakan

produk layanan (jasa) berbeda dengan menghasilkan produk manufaktur dalam beberapa cara. Perbedaan tersebut memiliki implikasi penting dalam manajemen kualitas. Perbedaan antara produk manufaktur dengan produk layanan adalah :


(26)

1. Kebutuhan konsumen dan standar kinerja sering kali sulit diidentifikasi dan diukur, sebab masing-masing konsumen mendefinisikan kualitas sesuai keinginan mereka dan berbeda satu sama lain..

2. Produksi layanan memerlukan tingkatan “customization atau individual

customer ” yang lebih tinggi dibanding manufaktur Dalam manufaktur sasarannya adalah keseragaman. Dokter, ahli hukum, personal penjualan asuransi, dan pelayanan restoran, harus menyesuaikan layanan mereka terhadap konsumen individual.

3. Output sistem layanan tidak terwujud, sedangkan manufaktur berwujud. Kualitas produk manufaktur dapat diukur berdasar spesifikasi desain, sedangkan kualitas layanan pengukurannya subyektif menurut pandangan konsumen, dikaitkan dengan harapan dan pengalaman mereka. Produk manufaktur jika rusak dapat ditukar atau diganti, sedangkan produk layanan harus diikuti dengan permohononan maaf dan reparasi.

4. Produk layanan diproduksi dan dikonsumsi secara bersama – sama,

sedangkan produk manufaktur diproduksi sebelum dikonsumsi. Produk layanan tidak bisa disimpan atau diperiksa sebelum disampaikan kepada konsumen.

5. Konsumen seringkali terlibat dalam proses layanan dan hadir ketika layanan dibentuk, sedangkan produk manufaktur dibentuk diluar keterlibatan langsung dari konsumen. Misalnya konsuman restoran layanan cepat menempatkan ordernya sendiri atau mengambil makanan sendiri , membawa


(27)

makanan sendiri kemeja, dan diharapakan membersihkan meja ketika setelah makan..

6. Layanan secara umum padat tenaga kerja, sedangkan manufaktur lebih

banyak padat modal. Kualitas interaksi antara produsen dan konsumen merupakan faktor vital dalam penciptaan layanan. Misalnya kualitas layanan kesehatan tergantung interaksi pasien, perawat, dokter, dan petugas kesehatan lain. Di sini perilaku dan moral pekerja merupakan hal yang kritis dalam menyediakan kualitas layanan.

7. Banyak organisasi layanan harus menangani sangat banyak transaksi

konsumen. Misalnya pada hari-hari tertentu, sebuah bank mungkin harus memproses jutaan transaksi nasabah pada berbagai kantor cabang dan mesin bank atau barangkali Perusahaan jasa kiriman harus menangani jutaan paket kiriman diseluruh dunia.

Pendekatan pertama dikemukakan oleh Schiler M. Albrecht, 1980 (dalam Yamit, 2005 : 23) yang mendasarkan pendekatan pada dua konsep pelayanan berkualitas, dan Efendi Soetjipto, 1997 (dalam Yamit, 2005 : 23) menambahkan penjelasan bahwa total quality service dapat diterjemahkan sebagai layanan mutu terpadu. Total quality service, atau pelayanan mutu terpadu adalah kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan berkualitas kepada orang

yang berkepentingan dengan pelayanan (stakeholders), yaitu pelanggan,

pegawai dan pemilik. Albrecht (dalam Yamit, 2005 : 24) mengemukakan bahwa pelayanan mutu terpadu memiliki lima elemen penting yang saling terkait yaitu :


(28)

a. Market and customer research adalah penelitian untuk mengetahui struktur pasar, segmen pasar, demografis, analisis pasar potensial, analisis kekuatan pasar, mengetahui harapan dan keinginan pelanggan atas pelayanan yang diberikan.

b. Strategy formulation adalah petunjuk arah dalam memberikan pelayanan berkualitas kepada pelanggan sehingga perusahan dapat mempertahankan pelanggan bahkan dapat meraih pelanggan baru.

c. Education, training and cummunication adalah tindakan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar mampu memberikan pelayanan berkualitas, mampu memahami keinginan dan harapan pelanggan. d. Process improvement adalah desain ulang berkelanjutan untuk

menyempurnakan proses pelayanan, konsep P-D-C-A dapat diterapkan dalam perbaikan proses pelayanan berkelanjutan ini.

e. Assessment, measurement and feedback adalah penilaian dan pengukuran kinerja yang telah dicapai oleh karyawan atas pelayanan yang telah diberikan kepada pelanggan. Penilaian ini menjadi dasar informasi balik kepada karyawan tentang proses pelayanan apa yang perlu diperbaiki, kapan harus diperbaiki dan dimana harus diperbaiki.

Pendekatan kedua adalah conceptual model of service quality yang

dikemukakan oleh tiga tiga orang akademisi Amerika dengan nama PBZ yang merupakan singkatan dari tiga nama penemunya, yaitu Parasuraman, Berry and Zaithaml. Jasa pada dasarnya memiliki tujuan yang hampir sama dengan pelayanan produk. Hampir semua perusahaan menawarkan manfaat dan


(29)

penambahan nilai untuk kepuasan dan loyalitas pelanggan. Beberapa pendapat tentang pengertian jasa, yaitu menurut Traupman, G Stanton (1992 : 220) jasa adalah semua kegiatan atau aktivitas yang dapat diidentifikasikan secara

tersendiri yang pada hakikatnya bersifat tak bisa diraba (intangible) yang

merupakan pemenuhan kebutuhan dan tidak harus terikat pada penjualan produk atau jasa lain.

2.3.4. Pengukuran Kualitas Layanan

Philip Kotler (2004 : 486) merumuskan kualitas jasa layanan sebagai setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Produksinya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan pada satu produk fisik, sedangkan menurut tingkat kepentingannya terdapat lima penentu mutu jasa pelayanan, sebagai berikut:

1. Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan dalam memberikan pelayanan dengan tanggap kebutuhan dan memuaskan serta sesuai dengan telah yang dijanjikan. Hal tersebut dibuktikan dengan penyediaan fasilitas seperti yang

dijanjikan, misalkan adanya fasilitas Wi-Fi. Selain itu juga dapat

memberikan kepuasan pada konsumen ketika memanfaatkan sarana yang disediakan, misalkan sarana Wi-Fi tidak sering trouble.

2. Responsiveness (daya tangkap), yaitu keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.

Responsiveness, tersebut dapat diketahui dari adanya kemauan membantu pelanggan menempatkan adaptor ke stop kontak, dan petugas rumah makan


(30)

dapat memberi layanan dengan cepat, misalkan sambil membantu menangani kebutuhan konsumen juga diikuti dengan menyajikan pesanan dengan cepat dan tepat.

3. Assurance (jaminan), yaitu mencakup kemampuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, resiko ataupun lebih merasa mantap. Hal tersebut dapat dapat diukur dengan memberikan kesempatan jika konsumen meminta informasi tentang bahan, rumah makan dapat menjamin bahwa semua produk yang dijual tidak berbahaya bagi kesehatan tubuh, dan pelayan dapat bersikap ramah yaitu petugas mampu berperilaku sopan, dan bersahaja, serta penampilan yang rapi dan bersih.

4. Empathy, yaitu meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, dan perhatian dengan tulus terhadap kebutuhan

pelanggan. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan kemampuan

berkomunikasi dengan baik, seperti dapat bersikap akrab. Selain itu juga memberi perhatian dengan tulus, seperti memberikan sambutan, tegur sapa yang baik, memberi bantuan jika dibutuhkan, dan murah senyum, serta dapat memahami kebutuhan pelanggan, termasuk menyediakan tenaga ahli yang

dapat membantu pelanggan mempergunakan internet Wi-Fi.

5. Tangibles (bukti langsung), yaitu meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi. Hal ini dapat doketahui dari adanya alat-alat saji yang bersih dan cukup menarik, dan suasana di lingkungan rumah makan dapat dirasakan kenyamanannya karena kebersihan yang terjaga dan


(31)

ruang yang segar, serta sarana komunikasi yang dapat dimanfaatkan oleh pelanggan, seperti telepon umum dan internet Wi-Fi.

Pengukuran kualitas yang dikemukakan oleh Zeithaml, Berry dan Parasuraman tersebut berpengaruh pada harapan pelanggan dan kenyataan yang mereka terima. Jika kenyataannya pelanggan menerima pelayanan melebihi harapannya, maka pelanggan akan mengatakan pelayanannya berkualitas dan jika kenyataannya pelanggan menerima pelayanan kurang atau sama dari harapannya, maka pelanggan akan mengatakan pelayanannya tidak berkualitas atau tidak memuaskan.

Pengukuran kualitas diatas dapat dijadikan dasar bagi pelaku bisnis untuk mengetahui apakah ada kesenjangan (gap) atau perbedaan antara harapan pelanggan dan kenyataan yang mereka terima. Harapan pelanggan sama dengan keinginan pelanggan yang ditentukan oleh informasi yang mereka terima dari mulut ke mulut, kebutuhan pribadi, pengalaman masa lalu dan komunikasi eksternal melalui iklan dan promosi. Jika kesenjangan antara harapan dan kenyataan cukup besar, hal ini menunjukkan bahwa perusahaan tidak mengetahui apa yang diinginkan oleh pelanggannya.


(32)

Gambar.1 Bagan Structural Equation Modeling

Attribute related to the

product

Attribute related to the

service

Attributes related to the

purchase Reliability Responsiv eness Assurance Empahy Tangible Kualitas layanan Kepuasan pelanggan Kemauan Kecepatan Dipercaya Jaminan Keramahan Komunikasi Perhatian Kebutuhan Kelayakan Kebersihan Peralatan Memuaskan

Kesesuaian Price relationship

Product quality Product features Delivery Complain handling Resolution problem Communication skill Competency Courtesy


(33)

26

2.5. Hipotesis

Hipotesis merupakan suatu kesimpulan yang sifatnya sementara dan masih dibuktikan kebenarannya. Berdasarkan rumusan permasalahan dan temuan di atas hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini yaitu ;

”Ada pengaruh positif yang signifikan antara kualitas pelayanan terhadap kepuasan pelanggan di cafe J.Co yang menyediakan fasilitas internet ( wifi )”.


(34)

27

3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Dimaksud dengan definisi operasional dan pengukuran tiap variabel penelitian sesuai dengan rumusan masalah yang telah dipaparkan, antara lain :

Variabel bebas (X) : kualitas layanan

Variabel terikat (Y) : kepuasan pelanggan

Untuk menghindari adanya overlaping pada masing-masing indikator,

antara penerapan manajemen mutu dengan indikator kepuasan pelanggan, maka dalam sub indikator dari indikator kepuasan pelanggan yang telah ada dalam indikator manajemen mutu tidak akan digunakan.

3.1.1. Kualitas layanan

Kualitas layanan adalah usaha-usaha yang sistematis dilakukan oleh produsen dengan mengikuti prosedur dan standar baku mutu yang telah ditetapkan dan diakui oleh suatu lembaga sertifikasi guna menciptakan kepuasan pada pelanggan. Penerapan kualitas layanan dalam penelitian ini menggunakan konsep dari Philip Kotler dan Bagyo, A Susanto (2000 : 486) yang akan diukur dari indikator sebagai berikut.

X1 : Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan rumah makan dalam

memberikan pelayanan dengan segera dan memuaskan sesuai dengan apa yang telah dijanjikan, yang memiliki sub indikator sebagai berikut.


(35)

X1.1 : pemberian layanan sesuai yang dijanjikan, yakni pengelola rumah

makan dapat memberikan layanan sesuai dengan apa yang dijanjikan dalam promosi, seperti adanya fasilitas Wi-Fi.

X1.2 : memuaskan, yaitu konsumen dapat menikmati layanan tanpa ada

masalah dengan fasilitas yang disediakan, misalkan ketika menggunakan Wi-Fi tidak sering trouble.

X2 : Responsiveness (daya tangkap), yaitu keinginan para karyawan untuk

membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan secara tanggap, yang memiliki sub indikator sebagai berikut.

X2.1 : kemauan membantu pelanggan, yakni adanya kemauan petugas

rumah makan untuk membantu dan memudahkan kesulitan pelanggan, misalkan menempatkan adaptor ke stop kontak.

X2.2 : memberi layanan cepat, yakni petugas dapat menyajikan pesanan

pelanggan dengan cepat dan tepat.

X3 : Assurance (jaminan), yaitu mencakup kemampuan, kesopanan dan

sifat dapat dipercaya yang dimiliki para karyawan, dan menjamin makanan bebas dari bahaya atau, yang memiliki sub indikator sebagai berikut.

X3.1 : dapat dipercaya pelanggan, bahwa pelanggan dapat mempercayai

bahwa produk yang ditawarkan rumah makan tersebut dari bahan-bahan yang diproses sebagaimana mestinya.


(36)

X3.2 : menjamin yang dikonsumsi sehat, rumah makan dapat menjamin

bahwa semua produk yang dijual tidak berbahaya bagi kesehatan tubuh.

X3.3 : keramahan dan kesopanan, yakni rumah makan memiliki petugas

pemberi layanan yang mampu berperilaku sopan, ramah, dan bersahaja, serta penampilan yang rapi dan bersih.

X4 : Empathy, yaitu meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan,

komunikasi yang baik, dan perhatian dengan tulus terhadap kebutuhan pelanggan, yang memiliki sub indikator sebagai berikut.

X4.1 : dapat berkomunikasi dengan baik, yakni petugas pemberi layanan

mampu berkomunikasi dengan baik, dan dapat bersikap akrab.

X4.2 : memberi perhatian dengan tulus, yakni petugas layanan rumah

makan memberikan sambutan, tegur sapa yang baik, memberi bantuan jika dibutuhkan, dan murah senyum.

X4.3 : memahami kebutuhan pelanggan, bahwa rumah makan dapat

memahami kebiasaan dan kesukaan pelanggan dengan menyediakan sesuatu yang menjadi daya tarik bagi pelanggan, termasuk menyediakan tenaga ahli yang dapat membantu pelanggan mempergunakan internet Wi-Fi.

X5 : Tangibles (bukti langsung), yaitu meliputi fasilitas fisik, perlengkapan,

kebersihan dan kerapihan karyawan, dan sarana komunikasi, yang memiliki sub indikator sebagai berikut.


(37)

X5.1 : alat saji hidangan memadai, bahwa rumah makan dalam

menyajikan layanan produk menggunakan alat-alat saji yang bersih dan cukup menarik.

X5.2 : lingkungan bersih dan nyaman, bahwa suasana di lingkungan

rumah makan dapat dirasakan kenyamanannya karena kebersihan yang terjaga dan ruang yang segar.

X5.3

3.1.2. Kepuasan pelanggan

: sarana komunikasi memadai, yakni tersedianya saluran komunikasi yang dapat dimanfaatkan oleh palanggan, seperti telepon umum dan internet Wi-Fi.

Pertanyaan dalam skala penerapan manajemen mutu dalam penelitian ini akan diberikan kepada konsumen atau pelanggan rumah makan di Surabaya. Penilaian penerapan manajemen mutu oleh konsumen untuk mengetahui hasil atau output kebijakan mutu secara objektif, yakni diukur oleh orang lain. Untuk pernyataan tertutup digunakan skala Likert yang berisi 4 (empat) pilihan jawaban, mulai dari, sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju dengan pernyataan pada item pernyataan.

Konsep yang digunakan untuk pengukuran kepuasan pelanggan adalah dari Dutka (dalam Kotler, 2004: 41) dengan atribut-atribut pembentuk yang digunakan sebagai indikator pengukuran kepuasan pelanggan, yang secara operasional masing-masing indikator memiliki sub indikator sebagai berikut. Y1 : Attribute related to the product, yang meliputi :


(38)

Y1.1 : Value price relationships, yaitu persepsi pelanggan terhadap

perbedaan antara nilai yang diperoleh dengan harga (price) yang dibayarkan oleh pelanggan.

Y1.2 : Product quality, yaitu penilaian pelanggan terhadap beberapa

atribut-atribut produk yang dijual oleh rumah makan.

Y1.3 : Product features, persepsi pelanggan terhadap realitas teknis

pemberian layanan jasa dalam suatu proses pembelian. Y2 : Attribute related to the service, yang meliputi :

Y2.1 : Delivery, yaitu menunjukkan kecepatan dan ketepatan proses

pengiriman pesanan kepada pelanggan.

Y2.2 : Compliant handling, yaitu penanganan terhadap keluhan-keluhan

pelanggan oleh rumah makan.

Y2.3 : Resolution of problem, yaitu kemampuan karyawan untuk membantu

memecahkan masalah yang dialami pelanggan berkaitan dengan layanan.

Y3 : Attributes related to the purchase, yang meliputi :

Y3.1 : Communication, yaitu cara atau proses penyampaian informasi yang

dilakukan oleh karyawan rumah makan kepada pelanggan.

Y3.3 : Company competence, yaitu service knowledge yang dimiliki oleh

karyawan rumah makan untuk memberikan layanan yang baik kepada pelanggan.

Y3.5 : Courtesy, yaitu kesopanan, rasa hormat dan keramahan karyawan


(39)

3.2. Populasi dan Sampel 3.2.1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik satu kesimpulan (Lawarance,W. Newman, 2002:90). Dalam penelitian ini, area populasi penelitian ditetapkan di Surabaya dan diketahui dari tahun 2008 bahwa jumlah penduduk berusia 17 tahun ke atas yang menjadi pelanggan di cafe J.Co Surabaya Plasa.

Dasar pertimbangan pengambilan sampel pada pelanggan berusia 18 tahun ke atas mengacu pada konsep segmentasi pasar pelanggan rumah makan yang mempertimbangkan segmentasi pasar pembelian laptop, dan gaya hidup konsumen cafe di Surabaya.

3.2.2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Jadi sampel adalah bagian dari populasi (Newman, 2002:91). Sampel merupakan jumlah dari populasi yang akan diambil, maka sampel dalam penelitian ini adalah pelanggan cafe J.Co Surabaya Plasa dengan karakteristik sebagai berikut.

1. Masyarakat Surabaya dan berusia 18 tahun ke atas

2. Dapat mengoperasikan program internet atau memiliki intensitas yang

cukup dalam memanfaatkan sarana internet.


(40)

Sampel penelitian akan diambil dari pengunjung rumah makan atau lebih dikenal sebagai cafe yang dalam area tersebut disediakan sarana internet, yaitu di cafe J.Co di Surabaya Plaza. Teknik penarikan sampel dilakukan

menggunakan purposive sampling, yaitu pengambilan sampel yang dilakukan

dengan cara menentukan syarat-syarat terlebih dahulu sesuai dengan kebutuhan penelitian (Sutrisno Hadi, 2000:47).

Pedoman pengukuran sample menurut Adrianto, S Ferdinand (2002 : 48) :

a. 100-200 sampel untuk teknik maximum Likelihood Estimation, atau

tergantung pada jumlah parameter yang diestimasi. Pedomannya adalah 5-10 kali jumlah parameter yang diestimasi.

b. Tergantung pada jumlah indikator yang digunakan dalam seluruh variabel

laten. Jumlah sampel adalah jumlah indikator dikali 5-10. Bila terdapat 20 indikator, besarnya sampel adalah 100-200. Sedangkan jenis pengambilan sample didasari oleh analisis SEM bahwa besarnya sample yaitu 5-10 kali parameter yang diestimasi

Pedoman yang digunakan dalam penelitian ini adalah 5 – 10 kali jumlah parameter yang diestimasi (22 × 5 parameter), yaitu 110 responden.

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Jenis-jenis data yang diperlukan dalam penyusunan analisis data penelitian ini menggunakan data primer, yaitu data-data yang diambil secara


(41)

langsung oleh peneliti dalam proses penelitian melalui instrumen penelitian atau alat pengumpulan data (Newman, 2002:45).

Adapun teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diambil melalui Questionery (angket), yaitu dengan menyusun pernyataan yang diisi secara langsung oleh responden.

Angket tertutup (closed questionery), yaitu adalah angkat yang alternatif jawabannya telah disediakan, yang digunakan untuk mengukur variabel tergantung. Pernyataan dalam skala tersebut disusun dengan menggunakan skala Likert yaitu berupa butir pernyataan dengan 5 alternatif pilihan jawaban.

Tabel.3.1. Skor pernyataan tertutup

Pernyataan Kode Nilai

Favorable Unfavorable

Sangat Setuju SS 5 1

Setuju S 4 2

Kurang Setuju KS 3 3

Tidak Setuju TS 2 4

Sangat Tidak Setuju STS 1 5

Angket terbuka, digunakan untuk mengetahui identitas responden dan mengetahui frekuensi kunjungan ke rumah makan, dan memanfaatkan sarana-sarana yang diberikan rumah makan.

3.3. Teknik Analisis Data dan Uji Hipotesis 3.4.1 Teknik Analisis Data

Model yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini


(42)

reliability, responsiveness, assurance, empathy, dan tangibles dan kepuasan

pelanggan menggunakan Confirmatory Factor Analysis. Penaksiran pengaruh

masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikatnya menggunakan koefisien jalur. Langkah-langkah dalam analisis SEM model pengukuran dengan contoh faktor Reliability dilakukan sebagai berikut :

Persamaan Dimensi Faktor Motivasi individu: X1.1 = λ1 Reliability + er_1

X1.2

Gambar 3.1 : Contoh Model Pengukuran Faktor Reliability

Keterangan :

X11 = pertanyaan tentang ... X12 = pertanyaan tentang ... er_j = error term X1j

= λ2 Reliability + er_2

Bila persamaaan di atas dinyatakan dalam sebuah pengukuran model untuk diuji unidimensionalitasnya melalui confirmatory factor analysis, maka model pengukuran dengan contoh Faktor Kepercayaan akan nampak sebagai berikut:

Demikian juga faktor lain seperti faktor atau variabel lainnya, seperti

responsiveness, assurance, empathy, dan tangibles, serta indicator dalam variabel kepuasan kerja.

Reliability

X1.1

X1.1

er_1


(43)

1. Asumsi Model (Structural EquationModelling) a.Uji Normalitas Sebaran dan Linieritas

1)Normalitas dapat diuji dengan melihat gambar histogram data atau dengan menggunakan metode statistic.

2)Menggunakan critical ratio yang diperoleh dengan membagi

koefisien sampel dengan standart error-nya dan Skweness value

yang biasa disajikan dalam statistik deskriptif dimana nilai statistik yang digunakan untuk menguji normalitas sebaran data itu disebut Z-value. Dengan kriteria penilaian pada tingkat signifikansi 1 %, jika nilai Z score lebih besar dari nilai kritis maka dapat diduga bahwa distribusi data adalah tidak normal.

b.Evaluasi atas Outlier

1) Mengamati nilai Z-score : ketentuanya diantara ≥ 3,0 non outlier. 2) Multivariate outlier diuji dengan kriteria jarak Mahalanobis pada

tingkat p < 0,001. Jarak diuji dengan Chi-Square (χ) pada df sebesar jumlah variabel bebasnya. Ketentuan : bila Mahalanobis > dari nilai χ adalah multivariate outlier.

Outlier adalah observasi atau data yang memiliki karakteristik unik yang terlihat sangat berbeda jauh dari observasi-observasi lainnya dan muncul dalam bentuk nilai ekstrim untuk sebuah variabel tunggal atau variabel kombinasi (Hair,et.al., 1998).


(44)

c.Deteksi Multicollinierity dan Singularity

Deteksi Multicolinearity dan Singularity dilakukan dengan mengamati

Determinant Matrix Covariance. Dengan ketentuan apabila

determinant sample matrix mendekati angka 0 (kecil), maka terjadi multikolinearitas dan singularitas.

d.Uji Validitas dan Reliabilitas

Validitas menyangkut tingkat akurasi yang dicapai oleh sebuah indikator dalam menilai sesuatu atau akuratnya pengukuran atas apa yang seharusnya diukur. Sedangkan reliabilitas adalah ukuran mengenai konsistensi internal dari indikator-indikator sebuah konstruk yang menunjukkan derajat sampai dimana masing-masing-masing indikator itu mengindikasikan sebuah konstruk yang umum.

Karena indikator multidimensi, maka uji validitas dari setiap latent variabel/ construct aka diuji dengan melihat loading faktor dari

hubungan antara setiap obseverd variable dan latent variable.

Sedangkan reliabilitas diuji dengan construct reliability dan Variance-extracted. Construct reliability dan Variance-extracted dihitung dengan rumus berikut :

[Σ Standardize Loading]

Construct Reliability =  2

[[Σ Standardize Loading]2 + Σεj]

Σ [Standardize Loading2]

Variance Extracted = 


(45)

Sementara εj dapat dihitung dengan formula εj = 1 - (Standardize Loading)Secara umum, nilai construct reliability yang dapat diterima adalah ≥ 0,7 dan variance extracted ≥ 0,5 (Hair et.al., 1998).

Standardize Loading dapat diperoleh dari output AMOS 6.00, dengan melihat nilai estimasi setiap construct standardize regression weigths

terhadap setiap butir sebagai indikatornya.

2. Pengujian Hipotesis dan Hubungan Kausal

Pengaruh langsung (koefisien jalur) diamati dari bobot regresi terstandar, dengan pengujian signifikansi pembanding nilai CR (Critical Ratio) atau p (probability) ang sama dengan nilai t hitung. Apabila t hitung lebih besar daripada t table berarti signifikan.

3. Pengujian model dengan Two-Step Approach

Dalam model SEM, model pengukuran dan model structural parameter-parameternya dieliminasi secara bersama-sama. Cara ini agak mengalami kesulitan dalam memenuhi tuntutan fit model. Kemungkinan terbesar disebabkan oleh terjadinya interaksi antara

measurement model dan structural model yang diestimasi bersama (One Step Approach to SEM) yang digunakan apabila model diyakini bahwa dilandasi teori yang kuat serta validitas dan reliabilitas yang sangat baik, dan pengujian ini diperoleh dari output LISRELL.8.80.


(46)

4. Evaluasi Model

Hair et.al., (1998) menjelaskan bahwa pola “confirmatory” menunjukkan prosedur yang dirancang untuk mengevaluasi utilitas hipotesis-hipotesis dengan pengujian fit antara model teoritis dan data empiris. Jika model teoritis menggambarkan “good fit” dengan data, maka model dianggap sebagai yang diperkuat. Sebaliknya, suatu model teotitis tidak diperkuat jika teori tersebut mempunyai suatu “poor fit” dengan data. Amos dapat menguji apakah model “good fit”

atau “poor fit”. Jadi, “good fit” model yang diuji sangat penting dalam penggunaan structural equation modelling.

Pengujian terhadap model yang dikembangkan dengan berbagai kriteria Goodness of Fit, yakni Chi-square, Probality, RMSEA, GFI, TLI, CFI, AGFI, CMIN/ DF. Apabila model awal tidak good fit dengan data

maka model dikembangkan dengan pendekatan two step approach to


(47)

Goodness of Fit Indices GOODNE

SS OF FIT

INDEX KK KETERANGAN

CUT-OFF VALUE

X2 Menguji apakah covariance populasi yang

destimasi sama dengan cova-riance sample [apakah model sesuai dengan data].

- Chi-square

Diharapkan Kecil, s.d 5. atau paling baik diantara

1 dan 2. Probability

Uji signifikansi terhadap perbedaan matriks covariace data dan matriks covariance yang diestimasi.

Minimum 0,1 atau 0,2, atau

≥ 0,05

RMSEA Mengkompensasi kelemahan Chi-Square pada

sample besar. ≤ 0,08

GFI

Menghitung proporsi tertimbang varians dalam matrtiks sample yang dijelaskan oleh matriks covariance populasi yang diestimasi [analog dengan R2

≥ 0,90

dalam regresi berganda].

AGFI GFI yang disesuaikan terhadap DF. ≥ 0,90

CMIND/D

F Kesesuaian antara data dan model ≤ 2,00 TLI Pembandingan antara model yang diuji terhadap

baseline model. ≥ 0,95

CFI Uji kelayakan model yang tidak sensitive

terhadap besarnya sample dan kerumitan model. ≥ 0,94


(48)

3.3.2. Pengujian Hipotesis

3.4.2.1. Evaluasi Kriteria Goodnes of Fit 1. X2

Alat uji paling fundamental untuk mengukur overall fit adalah

Likelihood Ratio Chi-Square Statistic. Chi-Square ini bersifat sangat sensitif terhadap besarnya sampel yang digunakan. Karenanya bila jumlah sampel cukup besar (lebih dari 200), statistik Chi-Square ini harus didampingi oleh alat uji lain. Model yang uji akan dipandang baik atau memuaskan bila nilai Chi-Square-nya rendah. Semakin kecil nilai X

-Chi Square Statistic

2

semakin baik model itu. Karena tujuan analisis adalah mengembangkan dan menguji sebuah model yang sesuai dengan data atau yang fit terhadap data, maka yang dibutuhkan justru sebuah nilai X2 yang kecil dan tidak signifikan.

X2

2. RMSEA-The Root Mean Square Error Of Approximation

bersifat sangat sensitif terhadap besarnya sampel yaitu terhadap sampel yang terlalu kecil maupun yang terlalu besar. Penggunaan

Chi-Square hanya sesuai bila ukuran sampel antara 100 dan 200. Bila ukuran sampel ada di luar rentang itu, uji signifikan akan menjadi kurang reliabel. Oleh karena itu pengujian ini perlu dilengkapi dengan alat uji yang lain.

RMSEA adalah sebuah indeks yang dapat digunakan mengkompensasi Chi-Square Statistic dalam sampel yang besar. Nilai RMSEA menunjukkan Goodness-Of-Fit yang dapat


(49)

diharapkan bila model diestimasi dalam populasi nilai RMSEA yang lebih kecil atau sama dengan 0.08 merupakan indeks untuk dapat

diterimanya model yang menunjukkan sebuah close fit dari model

itu berdasarkan Degrgess Of Freedom.

3. GFI-Goodness of Fit Index

GFI adalah analog dari R2

4. AGFI-Adjusted Goodness of Fit Index

dalam regresi berganda. Indeks kesesuaian ini akan menghitung proporsi tertimbang dari varian dalam matrix kovarians sampel yang dijelaskan oleh matrix kovarians populasi yang terestimasi. GFI adalah sebuah ukuran non-statistikal yang mempunyai rentang nilai antara 0 (Poor Fit) samapi

dengan 1.0 (Perfect Fit). Nilai yang tinggi dalam indeks ini

menunjukkan sebuah ‘better fit’.

AGFI = GFI/DF tingkat penerimaan yang direkomendasikan adalah bila AGFI mempunyai nilai sama dengan atau lebih besar dari 0.90. GFI maupun AGFI adalah kriteria yang memperhitungkan proporsi tertimbang dari varians dalam sebuah matriks kovarians sampel. Nilai sebesar 0,95 dapat diinterpretasikan sebagai tingkatan yang baik (Good Overal Model Fit) sedangkan besaran nilai antara 0,90-0,95 menunjukkan tingkatan cukup (Adequate fit).

5. TLI-Tucker Lewis Index

TLI adalah sebuah alternatif incremental fit indeks yang membandingkan sebuah model yang diuji terhadap sebuah baseline


(50)

model. Nilai yang direkomendasikan sebagai acuan untuk diterimanya sebuah model adalah penerimaan ≥ 0,95 dan nilai yang sangat mendekati 1 menunjukkan A Very Good Fit.

6. CMIN/DF sebagai salah satu indikator untuk mengukur tingkat fitnya sebuah model. Dalam hal ini CMIN/DF tidak lain adalah statistik Chi-Square, X2 dibagi DF-nya sehingga disebut X2 relatif. Nilai X2 relatif kurang dari 2,0 atau bahkan kadang kurang dari 3,0 adalah indikasi dari acceptable fit antara model dan data. Nilai X2

7. CFI-Comparative Fit Index

relatif yang tinggi menandakan adanya perbedaan yang signifikan antara matriks kovarians yang diobservasi dan yang diestimasi.

Besaran indeks ini adalah pada rentang nilai sebesar 0-1, dimana semakin mendekati 1, mengindikasikan tingkat fit yang paling tinggi (A Very Good Fit). Nilai yang direkomendasikan adalah CFI > 0,95. Keunggulan dari indeksi ini besarannya tidak dipengaruhi oleh ukuran sampel karena itu sangat baik untuk mengukur tingkat penerimaan sebuah model. Indeks CFI adalah identik dengan

Relative Noncentrality Indeks (RNI).

3.4.2.2 Evaluasi Normalitas

Sebaran data harus dianalisis untuk mengetahui apakah asumsi normalitas dipenuhi, sehingga data dapat diolah lebih lanjut pada path diagram. Untuk menguji normalitas distribusi data yang digunakan dalam analisis, peneliti dapat menggunakan uji statistic. Uji yang paling mudah


(51)

adalah dengan mengamati skewness value dari data yang digunakan, yang biasanya disajikan dalam statistic. Nilai statistic untuk menguji normalitas itu disebut z-value yang dihasilkan melalui rumus berikut ini :

Nilai – z =

N Skewness

6

Dimana nilai N adalah ukuran sampel.

Bila nilai-z lebih besar dari nilai kritis, maka dapat diduga bahwa distribusi data adalah tidak normal. Nilai kritis dapat ditentukan berdasarkan tingkat signifikansi yang dikehendaki. Misalnya, bila nilai yang dihitung

lebih besar dari ± 2.58 berarti kita dapat menolak asumsi mengenai

normalitas dari distribusi pada tingkat 0.01 (1%).

3.4.2.3 Evaluasi Outliers

Outliers merupakan observasi atau data yang memiliki karakteristik unik yang terlihat sangat berbeda jauh dari observasi – observasi yang lain dan muncul dalam bentuk nilai ekstrim, baik untuk sebuah variabel tunggal maupun variabel – variabel kombinasi (hair, et. al : 1995). Adapun outliers dapat dievaluasi dengan dua cara, yaitu analisis terhadap univariate outliers dan analisis multivariate outliers

(Hair, et. al., 1995). a. Univariate Outliers

Deteksi terhadap adanya univariate outliers dapat dilakukan dengan


(52)

dengan cara mengkonservasikan nilai data penelitian ke dalam standar score atau yang biasa disebut z-score, yang mempunyai nilai rata – rata nol dengan deviasi sebesar 1,00 (Hair, et. al., 1995).

Pengujian univariate outliers dilakukan per konstruk variabel

dengan program SPSS 12.00, pada menu Descriptive Statistic

Summarise. Observasi data yang memiliki nilai Z-score ≥ 3.0 akan dikategorikan sebagai outliers.

b. Multivariate Outliers

Evaluasi terhadap Multivariate outliers perlu dilakukan sebab walaupun data yang dianalisis menunjukkan tidak ada outliers pada tingkat univariate, tetapi observasi itu dapat menjadi outliers bila sudah saling kombinasikan.

Jarak Mahalanobis (The Mahalanobis Distence) untuk tiap

observasi dapat dihitung dan menunjukkan jarak sebuah observasi dari rata-rata semua variabel dalam sebuah ruang multidimensional. Uji terhadap multivariate dilakukan dengan menggunakan kriteria jarak mahalanobis pada tingkat ρ < 0,001. Jarak mahalanobis itu

dapat dievaluasi dengan menggunakan nilai χ2 pada derajat

kebebasan sebesar jumlah item yang digunakan dalam penelitian dan apabila nilai jarak Mahalanobisnya lebih dari nilai χ2 table adalah


(53)

3.4.2.4. Evaluasi Mullticollinearity dan Singularity

Utuk melihat apakah pada data penelitian terhadap multikolineratitas

(Multicollinearity) atau singularitas (Singularity) dalam kombinasi – kombinasi variabel, maka yang perlu diamati adalah dterminan dari matriks kovarians sampelnya. Determinan yang kecil atau mendekati nol akan mengindikasikan adanya multikolinearitas atau singularitas sehingga data itu tidak dapat digunakan untuk penelitian (Ferdinand, 2002 :108).

3.4.2.5 Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah ukuran mengenai konsistensi internal dari indikator – indikator sebuah konstruk yang menunjukkan derajat sampai dimana masing – masing indikator mengindikasikan sebuah konstruk / faktor laten yang umum. Dengan kata lain bagaimana hal – hal yang spesifik saling membantu dalam menjelaskan sebuah fenomena uang umum.

Composite Reliability diperoleh melalui rumus berikut (Ferdinand, 2002 : 62)

[Σ Standardize Loading]

Construct Reliability =  2

[[Σ Standardize Loading]2

1. Standar Loading diperoleh dari standardized loading untuk tiap – tiap indikator yang didapat dari hasil perhitungan komputer.

+ Σεj]

Keterangan :

2. Σεj adalah measurement error dari tiap indikator. Measurement error


(54)

Tingkat reliabilitas yang dapat diterima adalah 0.7, walaupun angka itu bukanlah sebuah ukuran yang ”mati”. Artinya bila penelitian yang dilakukan bersifat eksplorasi maka nilai dibawah 0.7-pun masih dapat diterima sepanjang disertai dengan alasan – alasan empiris yang terlihat dalam proses eksoprasi.

3.4.2.6 Uji Validitas

Uji validitas menyangkut tingkat akurasi yang dicapai oleh sebuah indikator dalam menilai sesuatu atau akuratnya pengukuran atas apa yang seharusnya diukur. Karena indikator multidimensi, maka uji – uji validitas dari setiap latent variabel / construct akan diuji dengan melihat loading faktor dari hubungan antara obseverd variable dan latent variable. Cara menguji : Korelasikan masing – masing skor item pertanyaan dengan skor totalnya,

gunakan tingkat signifikan validitas ≤ 0,05. Tingkat signifikan itu

menunjukkan derajat kosistensi jawaban semua responden yang menjadi obyek penelitian.

3.4.2.7 Uji variance Extracted

Variance Extracted adalah ukuran yang menunjukkan varians dari indikator – indikator yang diekstraksi oleh konstuk latent yang dikembamgkan. Nilai variance extracted yang tinggi menunjukkan bahwa indikator – indikator itu telah mewakili secara baik konstruk latent yang dikembangkan. Nilai variance extracted ini direkomendasikan pada tingkat


(55)

paling sedikit 0,50. Variance diperoleh melalui rumus ini (Ferdinand, 2002 : 64) :

Σ [Standardize Loading2]

Variance Extracted = 

[Σ [Standardize Loading2] + Σεj

1. Standar Loading diperoleh dari standardized loading untuk tiap – tiap indikator yang didapat dari hasil perhitungan computer.

] Keterangan :


(56)

50

4.1. Orientasi Kancah di Cafe J-Co

PT. J.CO Donuts and Coffee didirikan oleh Johnny Andrean yang sebelumnya terkenal sebagai pengusaha salon yang sukses. Tak kurang dari 168 jaringan salon dan 41 sekolah salon dimilikinya, namun insting sang penata rambut kemudian membawanya terjun ke bisnis makanan. Sejak tahun 2003 ia aktif mengembangkan J.CO. J.CO adalah produk dalam negeri dengan menggunakan konsep dari luar negeri dan disempurnakan dengan modernisasi dan kualitas terbaik. J.CO ditujukan untuk menyerbu pasar asing. Persiapan J.CO membutuhkan waktu yang lama.

Selama 3 tahun Johnny Andrean dan timnya mempelajari bisnis donat, mengeksplorasi resepnya, serta melakukan riset pasar dan sampling. Johnny meluncurkan J.CO dengan konsep "apa yang disukainya dan hal ini bisa diterima masyarakat". Pada 26 Juni 2005, J.CO mulai beroperasi pertama kali di Supermal Karawaci, Tangerang dan kemudian langsung membuka outlet sebanyak-banyaknya. Dalam waktu setahun, J.CO telah punya 16 buah gerai dengan 450-an orang karyawan untuk gerai saja.

Tujuh gerai terdapat di Jakarta dan sisanya di Bandung, Surabaya, Makassar, dan Pekanbaru. Dalam waktu dekat mereka akan buka di Palembang, Batam, Manado, Bogor, Medan, dan Bali, dan ada keinginan juga untuk go international pada tahun 2007 dengan pilihan lokasi di Australia, Hongkong, atau Singapura.


(57)

Meraih banyak penghargaan, seperti "Marketing Award" sebagai brand yang memiliki produk paling berinovasi di tahun pertama, "Best Donnut 2006" dari "Free Magazine dan The Integrated Marketing STrategy Champion 2008" dari majalah bisnis SWA dan MarkPlys&Co, merupakan bukti bahwa franchise J.CO Donuts & Coffee merupakan waralaba yang patut diperhitungkan.

Produk Perusahaan, sesuai dengan namanya, J.CO mempunyai produk makanan berupa donat dan produk minuman berupa kopi atau the yang panas maupun dingin. Produk yang diunggulkan oleh J.CO adalah produk makanannya, yaitu donat.

Dengan menerapkan konsep open kitchen

4.2. Deskripsi Subjek Penelitian

, butik donut ini memungkinkan para pelanggan untuk menyaksikan langsung proses pembuatannya. Selain itu, nuansa yang penuh kehangatan juga menjadikan J.CO sebagai tempat paling nyaman untuk menikmati donat dan secangkir kopi. J.Co menawarkan 12 varian rasa yang disajikan seperti donat Glazzy (donat dengan lapisan madu yang ringan), Al Capone (donat berlapis cokelat putih dengan taburan irisan kacang almond yang renyah), Cheese Me Up (donat dengan lapisan keju yang meleleh di bagian atas), dan Coco Loco bagi penggemar cokelat, membuat pelanggan memiliki banyak pilihan.

Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan dapat diketahui profil subjek penelitian sebagaimana tabel berikut.


(58)

Tabel.4.1 Usia subjek penelitian

No. Usia f %

1. 17 - 21 tahun 31 28.2

2. 22 - 25 tahun 31 28.2

3. 26 - 30 tahun 25 22.7

4. > 31 tahun 23 20.9

Total 110 100

Sumber: Data diolah

Data pada tabel.4.1. dapat menggambarkan kompisisi karakter usia subjek penelitian, yakni sebagian besar subjek atau pelanggan rumah makan dengan fasilitas layanan Wi-Fi adalah berusia 17 – 21 tahun (28.2%) dan usia 22 – 25 tahun (28%), berusia 26 – 30 tahun (23%), dan paling sedikit adalah pelanggan berusia 17 - 21 tahun (22.7%).

Jumlah pelanggan yang berusia lebih dari 31 tahun (20.9%) tahun tergolong paling kecil bukan karena secara realistis jumlah kelompok tersebut memang sedikit yang berkunjung, melainkan situasional, yaitu waktu pengambilan data dilakukan pada siang hari sebelum pkl. 20.00, artinya jika pengambilan data di lakukan setelah pukul. 20.00 WIB maka sebagian besar pengunjung adalah kelompok berusia iatas 31 tahun.

Selanjutnya dapat diketahui karakteristik berdasarkan jenis kelamin subjek penelitian, yaitu.

Tabel.4.2

Jenis kelamin subjek penelitian

No. Jenis kelamin f %

1. Laki – laki 58 52.7

2. Perempuan 52 47.3

Total 110 100


(59)

Tabel.4.2 menunjukkan sebagian besar pelanggan adalah kelompok laki-laki (53%), namun jumlah pengunjung perempuan tergolong cukup besar (47%) dan dapat dikatakan bahwa antara pengunjung laki-laki dan perempuan hampir sebanding.

Tabel.4.3

Pendidikan subjek penelitian

No. Jenjang pendidikan f %

1. SLTA 55 50

2. Perguruan tinggi 55 50

Total 110 100

Sumber: Data diolah

Ditinjau dari latar belakang pengunjung, dapat diketahui bahwa latar belakang pendidikan pengunjung setingkat SMA (masih proses belajar, yaitu pelajar dan mahasiswa) dan Sarjana (telah lulus).

Berdasarkan status pekerjaan pengunjung diketahui sebagai berikut. Tabel.4.4

Pekerjaan subjek penelitian

No. Pekerjaan f %

1. BUMN 8 7.3

2. PNS/Polri 38 34.5

3. Pelajar/ Mahasiswa 23 20.9

4. Wirasusaha 38 34.5

5. Karyawan Suasta 3 2.7

Total 110 100

Sumber: Data diolah

Tabel.4.4 menunjukkan sebagian besar pengunjung adalah karyawan PNS atau departemen Kepolisian (34.5%), kemudian pelaku usaha atau


(60)

wirausaha (34.5%). Kemudian kelompok pelajar dan mahasiswa (20.9%), dan serta karyawan suasta (7.3%) serta pegawai BUMN (7.3%).

4.3. Deskripsi Hasil Penelitian

4.3.1. Deskripsi Tanggapan Variabel Kualitas Layanan

Berdasarkan hasil penyebaran kuesioner yang dilakukan kepada para responden yang berjumlah 110 orang diperoleh jawaban sebagai berikut :

Tabel 4.5

Tanggapan Variabel Kualitias Layanan (X)

No. Pertanyaan Skor Jawaban Total

1 2 3 4 5

1.

Rumah makan ini memberikan layanan sesuai dengan apa yang dijanjikan dalam promosinya

4 25 54 27 110

2.

Saya dapat menikmati semua fasilitas yang ada di rumah makan ini, termasuk menggunakan Wi-Fi

12 20 42 36 110

3.

Pegawai rumah makan ini bersedia membantu dan memudahkan kesulitan pelanggan

6 6 45 53 110

4. Pegawai rumah makan ini cukup cekatan

dalam menyajikan pesanan pelanggan 6 10 71 23 110 5.

Percaya bahwa produk yang dujual di rumah makan ini terbuat dari bahan-bahan yang diproses dengan benar.

8 8 59 35 110

6.

Rumah makan ini berani menjamin bahwa semua produk yang dijual tidak berbahaya bagi kesehatan

7 17 59 27 110

7.

Pemberi layanan di rumah makan ini mampu berperilaku sopan, ramah, dan berpenampilan rapi dan bersih.

9 19 50 32 110

8.

Petugas pemberi layanan di rumah makan ini dapat berkomunikasi dengan baik, dan dapat bersikap ramah.

11 24 56 19 110

9.

Petugas layanan rumah makan

memberikan sambutan, tegur sapa yang baik

11 20 46 33 110

10.

Salah satu daya tarik rumah makan ini adalah pegawainya yang dapat memahami pelanggan.

9 16 61 24 110

11. Alat saji di rumah makan ini nampak


(61)

12. Suasana lingkungan rumah makan ini

nyaman karena kebersihan yang terjaga. 14 12 55 29 110 13.

Yang menarik di rumah makan ini adalah tersedianya saluran komunikasi audio-visual (intenet) yang dapat dimanfaatkan oleh palanggan

16 19 59 16 110

Jumlah 0 123 216 715 376

Sumber: Hasil Penyebaran Kuesioner (diolah peneliti) pada lampiran

Tabel tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar jawaban responden pada pernyataan setuju (Skor 4) dengan demikian dapat dikatakan bahwa sebagian besar responden mendukung pernyataan pada hampir seluruh aspek pada variabel kualitas layanan. Hal tersebut juga dapat diartikan bahwa

responden telah dapat menikmati kualitas layanan pada aspek reliability,

responsiveness, assurance, empathy, dan tangibles.

4.3.2. Deskripsi Tanggapan Variabel Kepuasan Pelanggan

Berdasarkan hasil penyebaran kuesioner yang dilakukan kepada para responden yang berjumlah 110 orang diperoleh jawaban sebagai berikut :

Tabel 4.6

Tanggapan Variabel Kepuasan Pelanggan (Y)

No Pertanyaan Skor Jawaban Total

1 2 3 4 5

1.

Antara harga, pelayanan, dan fasilitasnya yang diberikan di rumah makan ini telah sebanding

13 5 58 34 110

2.

Produk di sini lebih saya sukai

dibandingkan beberapa tempat lain yang menjual produk yang sama

9 9 65 27 110

3. Pegawai rumah makan di sini bekerja

tangkas, cepat dan sikap yang ramah 14 20 59 27 120 4. Pegawai rumah makan ini tangkas dalam

menyajikan pesanan pelanggan 15 17 63 15 110 5.

Rumah makan di sini memperhatikan keluhan pelanggan jika layanannya kurang memuaskan

7 17 60 26 110

6.

Sebagian besar karyawan rumah makan di sini bersikap saat membantu pelanggan mengakses Wi-Fi


(62)

7.

Pegawai rumah makan dapat memberikan informasi yang berkaitan dengan fasilitas dapat digunakan pelanggan

23 22 51 12 108

8. Saya percaya dengan rumah makan di sini

karena pernah dikunjungi tokoh publik 19 14 58 19 110 9.

Karyawan rumah makan di sini enak untuk diajak berbicara saat tidak sedang sibuk

18 18 61 13 110

Jumlah 0 130 142 530 196

Sumber: Hasil Penyebaran Kuesioner (diolah peneliti) pada lampiran

Tabel tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar jawaban responden pada pernyataan setuju (Skor 4) dengan demikian dapat dikatakan bahwa sebagian besar responden bersikap mendukung atau setuju pada pernyataan yang pada hampir seluruh aspek pada variabel kepuasan pelanggan. Hal tersebut juga dapat diartikan bahwa responden telah merasa.

4.4. Deskripsi Hasil Analisis dan Uji Hipotesis 4.4.1. Uji Asumsi Model

4.4.1.1. Uji Normalitas dan Linieritas

Uji normalitas sebaran dilakukan dengan Kurtosis Value atau melalui Z-value. Bila nilai-Z lebih besar dari nilai kritis maka dapat diduga bahwa distribusi data adalah tidak normal. Nilai kritis dapat ditentukan berdasarkan tingkat signifikansi 0,01 [1%] yaitu sebesar ± 2,58. Hasil pengujian Normalitas pada penelitian ini akan ditampilkan pada tabel berikut :


(1)

menyediakan sarana Wi-Fi dilakukan dengan asumsi bahwa adanya sarana tersebut akan meningkatkan volume kunjungan jika mempertimbangkan segmentasi gaya hidup pelanggan. Gaya hidup pelangan yang dimaksudkan adalah adanya kesenangan untuk memanfaatkan sarana komunikasi audio-visual melalui internet, baik untuk kepentingan membangun relasi usaha, ataupun sekedar hobi sambil menikmati hidangan, bersantai, dan memanfaatkan sarana internet gratis.

Rangkuti (2006 : 15-16) menjelaskan bahwa reliability, responsiveness, assurance, empathy, dan tangibles tergolong kualitas layanan dalam kategori output, yaitu sistem layanan tidak terwujud. Kualitas layanan tersebut pengukurannya subjektif menurut pandangan konsumen, dikaitkan dengan harapan dan pengalaman pelanggan, sedangkan produk layanan harus diikuti dengan permohononan maaf dan reparasi. Sehingga dapat dimungkinkan tidak ada pengaruh pada indikator responsiveness berkaitan dengan keengganan pelanggan menerima bantuan dari para petugas restoran, yang dinilai akan mengganggu privasinya. Sedangkan indikator reliability dan assurance tidak begitu diperlukan karena tujuan dan manfaat yang diharapkan pelanggan adalah pemanfaatan sarana internet Wi-Fi.


(2)

69 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan, maka dapat diberikan kesimpulan sebagai berikut:

1. Hasil analisis uji hipotesis menunjukkan bahwa secara simultan variabel kualitas layanan berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan. Hal ini dapat dikatakan bahwa indikator reliability, responsiveness, assurance, empathy, dan tangibles secara bersama-sama mampu memberikan sumbangan terhadap kepuasan pelanggan dari segi attribute product, service, dan purchase di rumah makan yang menyediakan fasilitas Wi-Fi secara gratis. 2. Masing-masing aspek atau indikator pada variabel reliability,

responsiveness, assurance, empathy, dan tangibles memiliki korelasi dan bersifat saling mendukung kualitas pelayanan.

3. Pada variabel kepuasan pelanggan menunjukkan bahwa faktor attribute product mendukung faktor attribute service, demikian pula faktor attribute purchase, memberikan dukungan pada faktor attribute service, sehingga antar faktor pada variabel kepuasan pelanggan bersifat saling mendukung atau mempengaruhi.


(3)

5.2. Saran-saran

Berdasarkan hasil analisa data dan pembahasan yang telah dikemukakan, maka saran-saran yang diberikan peneliti sebagai berikut.

1. Bagi perusahaan jasa restoran.

Setelah mengetahui bahwa faktor yang paling berperan memberikan pengaruh pada kepuasan pelanggan adalah indikator empathy dan tangibles, maka disarankan agar perusahaan tetap mempertahankan aspek empathy, yaitu memberikan kemudahan pada pelanggan dalam komunikasi, dan tetap mampu memberikan perhatian dengan tulus terhadap kebutuhan pelanggan. Disarankan pula untuk mempertahankan aspek tangibles yaitu fasilitas fisik seperti Wi-Fi, perlengkapan yang memadai, kebersihan dan kerapihan karyawan. Disarankan untuk lebih meningkatkan kemampuan pada aspek assurance (jaminan) yaitu kemampuan perusahaan untuk menginformasikan bahwa produknya terjamin dari masalah gangguan kesehatan, dan dapat dipercaya.

2. Bagi pelanggan rumah makan

Tidak adanya pengaruh pada aspek reliability dan assurance memiliki indikasi kurangnya rasa kebutuhan akan informasi tentang produk, yang hal ini berkaitan dengan masalah kesadaran konsumen (customer awareness), bahwa mengetahui jenis dan mutu produk yang disajikan rumah makan adalah hal yang penting, dan apakah manfaat produk tersebut sesuai dengan yang dijanjikan, terutama dampak-dampaknya bagi kesehatan.


(4)

71

3. Bagi peneliti selanjutnya

Setelah diketahui bahwa pengaruh kualitas layanan terhadap kepuasan pelanggan secara simultan menyisakan 58% vaiabel lain yang yang lebih kuat dalam memberikan pengaruh terhadap kepuasan pelanggan, maka disarankan untuk menggali tentang masalah kesadaran konsumen sebagai bagian dari kepuasan pelanggan dalam analisis korelasi.


(5)

Buku

Azwar, Saifuddin (2003). Metodologi Penelitian. Jakarta : CV. Rajawali Pers. Ferdinand, S. Adrianto. (2002). Structural Equation Modeling Dalam Penelitian

Manajemen, Edisi Kedua, Penerbit BP UNDIP, Semarang.

Ghozali, Imam (2005). Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang : Penerbit Universitas Diponegoro.

Guiltinan, Wallace., Josef, Paul., & Gordon, Wechler. (2002). Marketing Management, Strategies and Programs. Second edision. Mc.Graw – Hill Book Inc.

Hadi, Sutrisno (2000). Statistik 3. Jogjakarta : Andi Offset

Hair, J.F,. Black, W.C., Babin, B.J., Andreson, R.F., & Tatham, R.L. (1998). Multivariate Data Analysis, Fifth Edition, Prentice-Hall International, Inc., New Jersey.

Kotler, Philip dan Susanto, A.Bagyo (2000). Manajemen Pemasaran di Indonesia, Analisis Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian, Edisi Pertama, Jakarta: Salemba Empat-Pearson Education Asia Pte.Ltd.-Prentice Hall.Inc.

--- (2004), Manajemen Pemasaran di Indonesia, Analisis Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian, Edisi Pertama, Jakarta : Salemba Empat-Pearson Education Asia Pte.Ltd.-Prentice Hall.Inc.

--- (2006). Principles of marketing I. Jakarta: Intermedia

Newman, W. Lawarance (2002). Social Research Methods:Qualitative and Quantitative Approaches 3rd

Rangkuti, Fredi. (2006). Measuring Customer Satisfaction : Teknik Mengukur dan Strategi Meningkatkan Kepuasan Pelanggan Plus Analisis Kasus PLN – JP. Jakarta : Penerbit PT. Gramedia

Edition. Printed in The United States of America, New York : Pearson Education, inc.

Santoso, Singgih (2000). SPSS Versi 10, “Mengolah Data Statistik Secara Profesional”. Jakarta : Elek Media Komputindo.

Stanton, G.Traupmant (1992). Strategic Marketing and Management, John Wiley & Sons, New York, NY.

Tjiptono, Fandy (2005). Manajemen Jasa. Edisi ketiga. Yogyakarta: Penerbit Andi.


(6)

Wijayanto, Setyo Hari. (2008). Structural Equation Modeling dengan Lisrel 8.8 : Konsep dan tutorial. Yogyakarta: Graha Ilmu

Jurnal dan Literatur Lainnya

Ackerley, J.Rigdon. (2005). Food Standards Agency 2003 survey reveals consumer attitudes towards food.

Anderson, J.Cudex dan Gerbing, D.Willey. (1998). Structural Equation Modeling in Practice : A Review and Recomended Two-Step Approach, Psychologycal Buletin. 103 (3) : 411-23

European Journal of Marketing. Volume 38 Number 5/6 2004 pp. 537-555

Bennington, J., Lynne. N.T., Cummane, H., James, P., Conn, T., & Paul, S. (2000). Customer satisfaction and call centers: an Australian study. The current issue and full text archive of this journal is available at

Saraswati, Ika. (2008). Efek informasi BPOM dan Fasilitas Layanan terhadap minat membeli pada konsumen rumah makan di Surabaya. Skripsi S-1, tidak diterbitkan. Surabaya: Fakultas Psikologi Universitas Surabaya. SPSS, Inc (2009). Structural Equation Modeling Statnotes, from North Carolina

State University, Public Administration Program pelayanan pengolahan data free untuk pelajar di ambil dari http://www dari Teisl, J., Levy, S.M., & Derby, E. (1999). The effects of education and

information source on consumer awareness of diet-disease relationships.

Yamit, Zulham. (2005). Pengaruh kepuasan pelanggan terhadap loyalitas merek Tahapan BCA pada nasabah di Surabaya. Skripsi S-1, tidak diterbitkan. Surabaya: Fakultas Ekonomi Manajemen, Universitas Surabaya.