PENGARUH PENDEKATAN CONCRETE-PICTORIAL-ABSTRACT (CPA) TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS, SPATIAL SENSE, DAN SELF-EFFICACY MAHASISWA CALON GURU SEKOLAH DASAR.

(1)

PENGARUH PENDEKATAN CONCRETE-PICTORIAL-ABSTRACT (CPA) TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS,

SPATIAL SENSE, DAN SELF-EFFICACY MAHASISWA CALON GURU

SEKOLAH DASAR

DRAF DISERTASI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat

Memperoleh Gelar Doktor Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Promovendus Hafiziani Eka Putri

NIM 1102545

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2015


(2)

PENGARUH PENDEKATAN CONCRETE-PICTORIAL-ABSTRACT (CPA) TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS,

SPATIAL SENSE, DAN SELF-EFFICACY MAHASISWA CALON GURU

SEKOLAH DASAR

Oleh

Hafiziani Eka Putri 1102545

Sebuah Disertasi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Doktor Pendidikan Matematika pada Sekolah Pascasarjana

©HafizianiEkaPutri2015 Universitas Pendidikan Indonesia

Oktober 2015

Hak cipta dilindungi undang-undang.

Disertasi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

(4)

vii ABSTRAK

Putri, H. E. (2015). Pengaruh Pendekatan Concrete-Pictorial-Abstract (CPA) terhadap Peningkatan Kemampuan Representasi Matematis, Spatial Sense, dan Self-Efficacy Mahasiswa Calon Guru Sekolah Dasar.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pembelajaran dengan pendekatan CPA terhadap pencapaian dan peningkatan kemampuan representasi matematis, kemampuan spatial sense, dan self-efficacy mahasiswa calon guru Sekolah Dasar (SD) jika ditinjau secara keseluruhan dan Kemampuan Awal Matematis (KAM). Penelitian ini adalah kuasi eksperimen dengan desain kontrol pretes dan postes pada mata kuliah Pendidikan Matematika II terhadap 138 mahasiswa calon guru SD suatu universitas negeri di Jawa Barat. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa: 1) Pencapaian dan peningkatan kemampuan representasi matematis dan spatial sense mahasiswa yang mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan CPA lebih baik daripada mahasiswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional ditinjau dari keseluruhan dan tiap kelompok KAM; 2) Pencapaian self-efficacy mahasiswa yang mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan CPA lebih baik daripada mahasiswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional ditinjau dari keseluruhan dan tiap kelompok KAM; 3) Peningkatan self-efficacy mahasiswa yang mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan CPA lebih baik daripada mahasiswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional ditinjau dari keseluruhan, kelompok KAM tinggi, dan kelompok KAM sedang; 4) Tidak ditemukan adanya interaksi antara faktor pembelajaran dan Kemampuan Awal Matematis (KAM) mahasiswa terhadap pencapaian dan peningkatan kemampuan representasi matematis, spatial sense, dan self-efficacy mahasiswa.

Kata kunci: Pembelajaran dengan Pendekatan CPA, Kemampuan Representasi Matematis, Spatial Sense, Self-Efficacy, dan Mahasiswa Calon Guru Sekolah Dasar.


(5)

viii ABSTRACT

Putri, H. E. (2015). The Influence of Concrete-Pictorial-Abstract (CPA) Approach toward Enhancement of Mathematical Representation Ability, Spatial Sense, and Self-Efficacy of Elementary School Prospective Teachers.

The study aims to examine the influence of CPA learning approach towards the achievement and enhancement of mathematical representation ability, spatial sense, and self-efficacy of elementary school prospective teachers. This research is a quasi experiment using pretest and posttest design control at Pendidikan Matematika II conducted for 138 elementary school prospective teachers in a state university in West Java. The results of the study show that: 1) Mathematical representation ability and spatial sense achievement and enhancement of elementary school prospective teachers who were taught using CPA learning approach are better than those elementary school prospective teachers who were taught using conventional learning, in a whole and in each group of their mathematical prior ability; 2) Self-efficacy achievement of elementary school prospective teachers who were taught using CPA learning approach is better then elementary school prospective teachers who were taught using conventional learning, in a whole and in each group of their mathematical prior ability; 3) Self-efficacy enhancement of elementary school prospective teachers who were taught using CPA approach learning is better then elementary school prospective teachers who were taught using conventional learning as a whole in high and medium groups of their mathematical prior ability; 4) There is no interaction between learning and mathematical prior ability factor towards mathematical representation ability, spatial sense, and self-efficacy of elementary school prospective teachers.

Keyword: CPA Approach Learning, Mathematical Representation Ability, Spatial Sense, Self-Efficacy, and Elementary School Prospective Teachers.


(6)

ix DAFTAR ISI

Daftar Isi Halaman

Judul... i

Halaman Persetujuan... ii

Pernyataan... iii

Kata Pengantar... iv

Halaman Persembahan... vi

Abstrak... vii

Abstract... viii

Daftar Isi... ix

Daftar Tabel... xi

Daftar Gambar... xvii

Daftar Lampiran... xix

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Penelitian... 1

B. Rumusan Masalah Penelitian... 14

C. Tujuan Penelitian... 15

D. Manfaat Penelitian... 16

BAB II KAJIAN PUSTAKA... 17

A.Kemampuan Representasi Matematis... 17

B.Kemampuan Spatial Sense... 24

C.Kemampuan Self-Efficacy Matematis... 32

D.Pendekatan Concrete-Pictorial-Abstract (CPA)... 37

E. Pembelajaran Konvensional... 43

F. Keterkaitan antara Kemampuan Representasi Matematis, Kemampuan Spatial Sense, Self-Efficacy, dan Pembelajaran dengan Pendekatan Concrete-Pictorial-Abstract (CPA)... 44

G.Penelitian yang Relevan... 48

H.Kerangka Teori Penelitian... 51


(7)

x

J. Hipotesis... 55

BAB III METODE PENELITIAN... 57

A.Disain Penelitian... 57

B.Populasi dan Sampel... 58

C.Definisi Operasional... 59

D.Instrumen Penelitian dan Pengembangannya... 61

E. Perangkat Pembelajaran dan Pengembangannya... 75

F. Prosedur Penelitian... 77

G.Teknik Analisis Data... 78

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 82

A.Hasil Penelitian... 82

B.Pembahasan... 166

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI... 205

A.Kesimpulan... 205

B.Implikasi... 208

C.Rekomendasi... 209

DAFTAR PUSTAKA... 211


(8)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

2.1. Pedoman Pemberian Skor Soal Kemampuan Representasi

Matematis... 23

2.2. Pedoman Pemberian Skor Soal Kemampuan Spatial Sense... 32

2.3. Sumber Informasi Self-Efficacy... 34

3.1. Kisi-kisi Penyusunan Instrumen Penelitian... 61

3.2. Klasifikasi Koefisien Validitas... 64

3.3. Klasifikasi Koefisien Reliabilitas... 65

3.4. Klasifikasi Daya Pembeda... 66

3.5. Klasifikasi Tingkat Kesukaran... 67

3.6. Kriteria Kelompok Kemampuan Awal Mahasiswa... 68

3.7. Rekapitulasi Analisis Hasil Uji Coba Soal Tes KRM dan KSS... 70

3.8. Contoh Perhitungan Skor Skala SE Mahasiswa untuk Pernyataan Positif Butir 10... 73

3.9. Contoh Perhitungan Skor Skala SE Mahasiswa untuk Pernyataan Negatif Butir 13... 73

3.10. Kriteria Pencapaian KRM, KSS, dan SE... 80

3.11. Kriteria N-gain... 80

3.12. Keterkaitan Permasalahan, Hipotesis, dan Analisis Data... 81

4.1. Rekapitulasi Skor Tes KAM Mahasiswa berdasarkan Pembelajaran... 83

4.2. Kriteria Kelompok KAM Mahasiswa... 83

4.3. Sebaran Sampel berdasarkan Kelompok KAM... 84

4.4. Rekapitulasi Skor Tes KAM Mahasiswa berdasarkan Pembelajaran ditinjau dari Kelompok KAM... 84

4.5. Rekapitulasi Hasil Uji Normalitas Data KAM Mahasiswa pada Kedua Kelompok Pembelajaran secara Keseluruhan... 86


(9)

xii

4.6. Rekapitulasi Hasil Uji Perbedaan Rata-rata KAM Mahasiswa... 87

Tabel Judul Halaman

4.7. Rekapitulasi Hasil Uji Normalitas Data KAM Mahasiswa pada

Kedua Kelompok Pembelajaran ditinjau dari KAM... 88 4.8. Rekapitulasi Hasil Uji Homogenitas Data KAM Mahsiswa Kedua

Kelompok Pembelajaran ditinjau dari Kelompok KAM

Tinggi... 88 4.9. Rekapitulasi Hasil Uji Perbedaan Rata-rata KAM Mahasiswa

ditinjau dari Kelompok KAM Tinggi... 90 4.10. Rekapitulasi Hasil Uji Perbedaan Rata-rata KAM Mahasiswa

ditinjau dari Kelompok KAM Sedang dan Rendah... 90 4.11. Kriteria Pencapaian KRM Mahasiswa... 91 4.12. Kriteria Peningkatan KRM Mahasiswa... 91 4.13. Rekapitulasi Skor Postes KRM Mahasiswa berdasarkan

Pembelajaran... 92 4.14. Rekapitulasi Skor Postes KRM Mahasiswa berdasarkan

Pembelajaran ditinjau dari Kelompok KAM... 92 4.15. Rekapitulasi Data KRM Mahasiswa berdasarkan Pembelajaran... 94 4.16. Rekapitulasi N-gain KRM Mahasiswa berdasarkan Pembelajaran

ditinjau dari Kelompok KAM... 94 4.17. Uji Normalitas Data Pencapaian dan Peningkatan KRM

Mahasiswa berdasarkan Pembelajaran... 97 4.18. Uji Homogenitas N-gain KRM Mahasiswa berdasarkan

Pembelajaran... 98 4.19. Uji Perbedaan Rata-rata Pencapaian KRM Mahasiswa

berdasarkan Pembelajaran ditinjau secara Keseluruhan... 99 4.20. Uji Perbedaan Rata-rata Peningkatan KRM Mahasiswa


(10)

xiii

4.21. Uji Normalitas Data Pencapaian dan Peningkatan KRM

Mahasiswa ditinjau dari Kelompok KAM... 99

Tabel Judul Halaman

4.22. Rekapitulasi Hasil Uji Homogenitas Varians Pencapaian dan

Peningkatan KRM Mahasiswa ditinjau dari Kelompok KAM... 100 4.23. Rekapitulasi Hasil Uji Perbedaan Rata-rata Pencapaian KRM

Mahasiswa ditinjau dari Kelompok KAM Tinggi... 103 4.24. Rekapitulasi Hasil Uji Perbedaan Rata-rata Pencapaian dan

Peningkatan KRM Mahasiswa ditinjau dari Kelompok

KAM... 103 4.25. Uji Normalitas Data Pencapaian dan Peningkatan KRM

Mahasiswa ditinjau dari Kelompok KAM pada Pembelajaran

CPA... 105 4.26. Uji Homogenitas Varians Peningkatan KRM Mahasiswa ditinjau

dari Kelompok KAM pada Pembelajaran dengan Pendekatan

CPA... 106 4.27. Rekapitulasi Hasil Uji Perbedaan Rata-rata Pencapaian KRM

berdasarkan Kelompok KAM pada Pembelajaran dengan

Pendekatan CPA... 107 4.28. Rekapitukasi Hasil Uji Berpasangan Pencapaian KRM Mahasiswa

berdasarkan KAM pada Pembelajaran dengan Pendekatan

CPA... 108 4.29. Rekapitulasi Hasil Uji Perbedaan Rata-rata Peningkatan KRM

ditinjau dari Kelompok KAM pada Pembelajaran dengan

Pendekatan CPA... 108 4.30. Rekapitulasi Hasil Uji Scheffe Peningkatan KRM Mahasiswa

ditinjau dari Kelompok KAM... 109 4.31. Rekapitulasi Hasil Perhitungan ANOVA Peningkatan KRM


(11)

xiv

Mahasiswa berdasarkan Pembelajaran dan Kelompok KAM... 113 4.32. Rekapitulasi Hasil Tes Post Hoc untuk Faktor Kelompok KAM

pada Peningkatan KRM Mahasiswa... 114

Tabel Judul Halaman

4.33. Kriteria Pencapaian KSS Mahasiswa... 117 4.34. Kriteria Peningkatan KSS Mahasiswa... 117 4.35. Rekapitulasi Skor Postes KSS Mahasiswa berdasarkan

Pembelajaran... 117 4.36. Rekapitulasi Skor Postes KSS Mahasiswa berdasarkan Pembelajaran

ditunjau dari Kelompok KAM... 118 4.37. Rekapitulasi Data Peningkatan KSS Mahasiswa berdasarkan

Pembelajaran ditinjau dari Kelompok KAM... 119 4.38. Rekapitulasi N-gain KSS Mahasiswa berdasarkan Pembelajaran

ditinjau dari Kelompok KAM... 120 4.39. Uji Normalitas Data Pencapaian dan Peningkatan KSS Mahasiswa

berdasarkan Pembelajaran... 122 4.40. Uji Homogenitas Data Pencapaian dan Peningkatan KSS

berdasarkan Pembelajaran... 122 4.41. Uji Perbedaan Rata-rata Pencapaian dan Peningkatan KSS

Mahasiswa berdasarkan Pembelajaran ditinjau secara Keseluruhan.... 124 4.42. Uji Normalitas Data Pencapaian dan Peningkatan KSS Mahasiswa

ditinjau dari Kelompok KAM... 124 4.43. Rekapitulasi Hasil Uji Homogenitas Varians Pencapaian dan

Peningkatan KSS Mahasiswa ditinjau dari Kelompok KAM... 125 4.44. Rekapitulasi Hasil Uji Perbedaan Rata-rata Pencapaian dan

Peningkatan KSS Mahasiswa ditinjau dari Kelompok KAM... 128 4.45. Rekapitulasi Hasil Uji Perbedaan Rata-rata Pencapaian dan


(12)

xv

Peningkatan KSS berdasarkan Kelompok KAM pada Pembelajaran dengan Pendekatan CPA... 130 4.46. Rekapitulasi Hasil Uji Scheffe Pencapaian KSS Mahasiswa ditinjau

dari Kelompok KAM... 131

Tabel Judul Halaman

4.47. Rekapitulasi Hasil Uji Interaksi antara Faktor Pembelajaran dengan Kelompok KAM terhadap Pencapaian dan Peningkatan KSS

Mahasiswa... 134 4.48. Rekapitulasi Hasil Uji Scheffe Data Pecapaian dan Peningkatan

KSS Mahasiswa berdasarkan Pembelajaran dan Kelompok KAM.... 135 4.49. Kriteria Pencapaian SE Mahasiswa... 140 4.50. Rekapitulasi Skor Pencapaian SE Mahasiswa berdasarkan

Pembelajaran... 140 4.51. Rekapitulasi Pencapaian SE Mahasiswa berdasarkan Pembelajaran

ditinjau dari Kelompok KAM... 141 4.52. Rekapitulasi Peningkatan SE Mahasiswa berdasarkan

Pembelajaran... 142 4.53. Rekapitulasi Data Peningkatan SE Mahasiswa berdasarkan

Pembelajaran ditinjau dari Kelompok KAM... 143 4.54. Uji Normalitas Data Pencapaian dan Peningkatan SE Mahasiswa

berdasarkan Pembelajaran... 145 4.55. Uji Perbedaan Rata-rata Pencapaian dan Peningkatan SE

Mahasiswa berdasarkan Pembelajaran ditinjau secara Keseluruhan.. 147 4.56. Uji Normalitas Data Pencapaian dan Peningkatan SE Mahasiswa

ditinjau dari Kelompok KAM... 147 4.57. Rekapitulasi Hasil Uji Homogenitas Varians Pencapaian dan


(13)

xvi

4.58. Rekapitulasi Hasil Uji Perbedaan Rata-rata Pencapaian dan

Peningkatan SE Mahasiswa ditinjau dari Kelompok KAM... 151 4.59. Rekapitulasi Hasil Uji Perbedaan Rata-rata Peningkatan SE

Mahasiswa ditinjau dari Kelompok KAM Tinggi dan Rendah... 151 4.60. Uji Normalitas Data Pencapaian dan Peningkatan SE Mahasiswa

ditinjau dari Kelompok KAM pada Pembelajaran CPA... 153

Tabel Judul Halaman

4.61. Uji Homogenitas Varians Pencapaian SE Mahasiswa ditinjau dari Kelompok KAM pada Pembelajaran dengan Pendekatan CPA... 154 4.62. Rekapitulasi Hasil Uji Perbedaan Rata-rata Pencapaian SE

berdasarkan Kelompok KAM pada Pembelajaran dengan Pendekatan CPA... 155 4.63. Rekapitulasi Hasil Uji Scheffe Pencapaian SE Mahasiswa ditinjau

dari Kelompok KAM... 155 4.64. Rekapitulasi Hasil Uji Perbedaan Rata-rata Peningkatan SE ditinjau

dari Kelompok KAM pada Pembelajaran dengan Pendekatan CPA... 156 4.65. Rekapitulasi Hasil Uji Berpasangan Peningkatan SE Mahasiswa

berdasarkan KAM pada Pembelajaran dengan Pendekatan CPA... 157 4.66. Rekapitulasi Hasil Uji Interaksi antara Faktor Pembelajaran dengan

Kelompok KAM terhadap Pencapaian SE Mahasiswa... 159 4.67. Rekapitulasi Hasil Uji Post Hoc Data Pencapaian SE Mahasiswa


(14)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

2.1. Roadmap Penelitian... 54 3.1. Skema Prosedur Penelitian... 78 4.1. Rata-rata KAM Mahasiswa berdasarkan Pembelajaran ditinjau dari

Kelompok KAM... 85 4.2. Rata-rata Pecapaian KRM Mahasiswa berdasarkan Pembelajaran

ditinjau dari Kolompok KAM... 93 4.3. Rata-rata Peningkatan KRM Mahasiswa berdasarkan Pembelajaran

ditinjau dari KAM... 96 4.4. Interaksi antara Pembelajaran dan Kelompok KAM terhadap

Pencapaian KRM Mahasiswa... 111 4.5. Interaksi antara Pembelajaran dan Kelompok KAM terhadap

Peningkatan KRM Mahasiswa... 115 4.6. Pencapaian KSS Mahasiswa berdasarkan Pembelajaran ditinjau dari

Kelompok KAM... 119 4.7. Peningkatan KSS Mahasiswa berdasarkan Pembelajaran ditinjau dari

Kelompok KAM... 120 4.8. Interaksi Kelompok KAM dan Pembelajaran terhadap Pencapaian

KSS Mahasiswa... 137 4.9. Interaksi Kelompok KAM dan Model Pembelajaran terhadap


(15)

xviii

Peningkatan KSS Mahasiswa... 138 4.10. Pencapaian SE Mahasiswa berdasarkan Pembelajaran dan Kelompok

KAM... 142 4.11. Peningkatan SE Mahasiswa berdasarkan Pembelajaran dan

Kelompok KAM... 144 4.12. Interaksi Kelompok KAM dan Pembelajaran terhadap Pencapaian

SE Mahasiswa... 161 4.13. Interaksi Kelompok KAM dan Pembelajaran terhadap Peningkatan

SE Mahasiswa... 163

Gambar Judul Halaman

4.14.

4.15.

4.16.

Pencapaian SE Mahasiswa berdasarkan Pembelajaran dan Aspek-aspek SE... Peningkatan SE Mahasiswa berdasarkan Pembelajaran dan Aspek-aspek SE... Contoh Kegiatan Pembelajaran dengan Pendekatan CPA pada Tahap Konkret...

165

166

170 4.17. Jawaban Mahasiswa tentang Sifat-sifat Bangun Datar Segitiga... 171 4.18. Contoh Jawaban Mahasiswa Kelompok Satu pada Tahap Pictorial.... 173 4.19. Contoh Jawaban Mahasiswa Kelompok Dua pada Tahap Pictorial... 175 4.20. Contoh Jawaban-jawaban Mahasiswa pada Tahap Abstrak tentang

Sifat-sifat Lingkaran... 178 4.21. Contoh Jawaban-jawaban Mahasiswa pada Tahap Abstrak tentang


(16)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Halaman

A. Satuan Acara Perkuliahan (SAP) dan Lembar Kerja Mahasiswa (LKM)... 218 B. Kisi-kisi Soal Tes KRM dan KSS, Soal-soal Tes KRM dan KSS,

Alternatif Kunci Jawaban Soal Tes KRM dan KSS, Kisi-kisi Skala SE, Skala SE, dan Pedoman Wawancara... 292 C. Skor Hasil Ujicoba Tes KRM dan KSS, Validitas, Reliabilitas,

Tingkat Kesukaran, dan Daya Pembeda Soal Tes KRM dan KSS...

324 D. Rekapitulasi Skor KAM, Pretes, Postes: KRM, KSS, dan SE

Mahasiswa, Hasil Perhitungan Uji Hipotesis: KAM, Pencapaian dan Peningkatan, KRM, KSS, dan SE Mahasiswa... 328 E. Data Hasil Skor Ujicoba Butir Pernyataan Skala SE, Seleksi Butir

Pernyataan Skala SE, Pemberian Skor Butir Pernyataan Skala SE, Validitas dan Reliabilitas Butir Pernyataan Skala SE, Rekapitulasi Skor berdasarkan Aspek-aspek SE... 421 F. Soal-soal Tes KAM, Data Hasil Ujicoba Tes KAM, Validitas,

Reliabilitas, Tingkat Kesukaran, dan Daya Pembeda Soal Tes


(17)

(18)

1

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Penelitian

Salah satu isu hangat yang menjadi pembicaraan praktisi dalam bidang pendidikan matematika adalah berkenaan dengan kemampuan matematis yang diharapkan dimiliki oleh siswa pada setiap jenjang pendidikan. Kemampuan matematis ini perlu dikembangkan karena ditujukan untuk meningkatkan kualitas prestasi belajar serta menumbuhkembangkan pola pikir siswa agar memiliki bekal yang cukup dalam menghadapi tantangan zaman. Kemampuan-kemampuan matematis yang diharapkan dimiliki oleh siswa tentunya harus juga dimiliki oleh mahasiswa calon guru yang akan mengajarkan matematika. Hal ini sejalan dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 yang menyatakan bahwa keprofesionalan guru harus sejalan dengan kurikulum matematika di setiap jenjang pendidikan yang di antaranya difokuskan pada penguasaan kemampuan-kemampuan matematis.

Committee on the Undergraduate Program in Mathematics-CUPM (2004) memberikan enam rekomendasi dasar untuk jurusan, program, dan semua mata kuliah dalam matematika. Salah satu rekomendasinya menerangkan bahwa setiap mata kuliah dalam matematika hendaknya merupakan aktivitas yang akan membantu mahasiswa dalam pengembangan kemampuan analitis, penalaran kritis, pemecahan masalah, komunikasi, dan representasi matematis. Untuk itu sudah seharusnya Lembaga Pendidikan Tinggi Keguruan (LPTK) PGSD yang bertugas menghasilkan calon guru SD yang akan mengajarkan matematika bertanggung jawab mempersiapkan mahasiswanya untuk memperkuat kemampuan-kemampuan matematis tersebut.

Kemampuan matematis penting dikuasai oleh siswa secara eksplisit dijelaskan Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) dalam tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (2006, hlm. 6) yaitu supaya siswa memiliki kemampuan:

(1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep, dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efesien, dan tepat dalam pemecahan masalah, (2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematis dalam membuat


(19)

2

generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, (3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh, (4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel diagram, atau media lain untuk menjelaskan keadaan atau masalah, (5) Memiliki sikap menghargai matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Demikian pula dengan tujuan Kurikulum Tahun 2013 yang menyebutkan bahwa peserta didik diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan, kemampuan berpikir, dan keterampilan psikomotorik melalui kegiatan-kegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi atau menganalisis, dan mengkomunikasikan apa yang ditemukannya dalam kegiatan analisis (Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013).

Salah satu kemampuan berpikir dalam Kurikulum Tahun 2013 ditujukan pada pengembangan kemampuan-kemampuan matematis. Kemampuan matematis yang dimaksud di antaranya yaitu kemampuan representasi matematis. Hal ini dijelaskan secara tersirat pada pemetaan kompetensi dasar dari kompetensi inti yang ke tiga yaitu tentang pengetahuan terhadap materi ajar dan kompetensi inti yang ke empat yaitu tentang keterampilan. Salah satunya dapat dilihat pada kompetensi dasar matematika sekolah dasar kelas empat pada tema indahnya kebersamaan sub tema keberagaman budaya bangsaku. Salah satu kompetensi dasar terkait tema dan sub tema tersebut yaitu merepresentasikan sudut lancip dan sudut tumpul dalam bangun datar.

Pentingnya kemampuan representasi matematis dijabarkan secara jelas oleh NCTM (2000) yang menyatakan bahwa siswa dapat membuat hubungan, membandingkan, mengembangkan dan memperdalam pemahaman mereka tentang konsep matematika dengan menggunakan berbagai representasi. Representasi seperti benda-benda fisik, gambar, diagram, grafik, dan simbol juga membantu siswa mengkomunikasikan pemikiran mereka. NCTM (2003) menyatakan bahwa penggunaan representasi beragam ide matematis oleh siswa dapat mendukung dan memperdalam pengetahuan matematika siswa itu sendiri.


(20)

3

Senada dengan yang dikemukakan oleh NCTM, pentingnya kemampuan representasi juga disebutkan oleh Rosengrant, Etkina, dan Heuvelen (2007) yang menyatakan bahwa, kemampuan representasi matematis membantu mahasiswa/siswa dalam memperoleh pengetahuan untuk memahami situasi masalah, mencari pemecahannya serta mengevaluasi hasil dari pemecahan masalah. Goldin (2002) mengemukakan bahwa, konstruksi dari representasi, sistem representasi, dan pengembangan struktur representasional merupakan komponen penting selama belajar matematika dan pemecahan masalah. Demikian pula dengan pendapat Gagne dan Mayer (dalam Hwang, dkk. 2007) yang menyebutkan bahwa, kemampuan representasi yang baik adalah kunci sukses untuk memperoleh solusi dalam pemecahan masalah. Sejalan dengan pendapat-pendapat tersebut hasil penelitian Hwang, Chen, Dung, dan Yang (2007) menemukan bahwa, keterampilan representasi multipel adalah kunci sukses dalam pemecahan masalah matematis.

Dari beberapa pernyataan dan hasil penelitian tersebut, dapat diketahui betapa pentingnya kemampuan representasi matematis dimiliki oleh mahasiswa/siswa karena kemampuan representasi matematis ini merupakan komponen penting dari belajar-mengajar matematika. Dengan memiliki kemampuan representasi matematis, mahasiswa/siswa dapat menumbuhkembangkan pola pikir yang beragam dalam mencari solusi alternatif untuk memecahkan berbagai permasalahan yang ditemuinya, baik permasalahan dalam belajar matematika ataupun permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.

Namun kenyataannya, beberapa penelitian menunjukkan bahwa siswa belum memiliki kemampuan representasi matematis yang diharapkan. Hasil penelitian Yerushalmy (Ainsworth, 1999) terhadap siswa di United Kingdom menyimpulkan bahwa hanya 12% siswa yang dapat memahami pentingnya hubungan antara berbagai jenis representasi, misalnya ketika siswa diminta membuat representasi simbolik dari representasi verbal, seringkali mereka membuat simbol matematika yang tidak tepat untuk sebuah pertanyaan atau pernyataan matematika yang diberikan. Hasil penelitian dari Pavlovicova dan Zahorska (2015) terhadap mahasiswa calon guru SD dan mahasiswa calon guru TK di Slovakia menyimpulkan bahwa kemampuan siswa mengubah representasi


(21)

4

gambar ke representasi aljabar (representasi simbolik) masih lemah. Contohnya ketika siswa diberikan soal sebagai berikut.

Apakah hubungan antara luas daerah persegi bewarna putih dan luas daerah yang terdiri dari 4 segitiga berwarna abu-abu?

Sebagian besar mahasiswa memberikan jawaban yang salah. Keadaan ini memperlihatkan bahwa mahasiswa masih lemah untuk mengubah representasi verbal ke representasi aljabar (representasi simbolik).

Lesh, Baer, dan Forbes (dalam Hwang, dkk. 2007) menjelaskan bahwa kesulitan mahasiswa/siswa dalam memahami hubungan antara berbagai jenis representasi merupakan akibat dari jarangnya mereka diberikan kesempatan untuk menjelaskan solusi masalah, baik secara lisan ataupun tulisan. Sebagian besar mahasiswa/siswa hanya menerapkan rumus yang telah mereka pelajari untuk memecahkan masalah, tetapi tidak selalu memahami konsep nyata atau prinsip-prinsip di balik rumus tersebut. Mahasiswa/siswa perlu diberikan kesempatan untuk menggunakan berbagai representasi matematis di dalam memecahkan berbagai permasalahan dengan membuat sajian model fisik, sosial, dan fenomena matematika. Hal ini sejalan dengan pendapat Incikabi (2014) yang menyatakan bahwa kebiasaan mahasiswa menyelesaikan masalah dalam beragam jenis representasi dapat meningkatkan kinerja mereka dalam mempelajari matematika.

Dalam proses pembelajaran, sudah cukup banyak penelitian yang mencoba memberikan kondisi dan situasi yang memungkinkan mahasiswa untuk melakukan pengembangan kemampuan representasi matematis. Namun belum menunjukkan bagaimana gambaran proses rinci tentang keberhasilan representasi matematis itu terbentuk, apa yang menjadi jenis-jenis kesulitan, faktor-faktor yang menyebabkan ketidakberhasilan ataupun keberhasilan dalam kemampuan representasi matematis. Hasil penelitian Kelly, Gaustad, Porter, dan Fonzi (2007)


(22)

5

menyimpulkan bahwa kemampuan representasi visual mahasiswa di New York Barat dapat ditingkatkan melalui penerapan strategi pemecahan masalah. Selanjutnya hasil penelitian Irma (2011) pada siswa SMA menyimpulkan bahwa, siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan strategi think-talk-write memperoleh peningkatan kemampuan representasi matematis lebih baik (berada pada kualifikasi sedang) daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional (berada pada kualifikasi rendah). Demikian pula hasil penelitian Alhadad (2010) yang dilakukan di SMP menyimpulkan bahwa siswa yang memperoleh pembelajaran open ended mencapai peningkatan kemampuan representasi matematis yang lebih baik (berada pada kualifikasi cukup) daripada siswa yang memperoleh pembelajaran biasa (berada pada kualifikasi kurang).

Selain kemampuan representasi matematis, kemampuan lain yang tidak kalah pentingnya untuk dikusai oleh mahasiswa adalah kemampuan spatial sense. Dalam kurikulum nasional di Indonesia (KTSP 2006 dan Kurikulum 2013) dari tingkat Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA) siswa dituntut untuk menguasai materi geometri. Tuntutan penguasaan materi geometri pada siswa, tentunya juga berlaku pada mahasiswa calon guru (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007). Menurut Pavlovicova dan Zahorska (2015) setiap konsepsi tentang geometri terkoneksi dengan kemampuan spatial sense. Hal ini sejalan dengan pendapat Braconne dan Marchand (2012) yang menyatakan bahwa kemampuan spatial sense merupakan bagian dari kemampuan geometri yang berhubungan dengan bangun dua dimensi (bangun datar) dan bangun tiga dimensi (bangun ruang).

Pentingnya kemampuan spatial sense digambarkan secara jelas oleh NCTM (2000) yang menyatakan bahwa program pengajaran matematika harus memperhatikan geometri dan spatial sense. Mahasiswa/siswa diharapkan dapat menggunakan visualisasi dan penalaran spasial untuk memecahkan masalah baik di dalam maupun di luar matematika. Hal senada juga dikemukakan oleh New Jersey Mathematics Curriculum Framework (1997) yang menyatakan bahwa mahasiswa/siswa diharapkan dapat mengembangkan spatial sense dan kemampuan untuk menggunakan sifat dan hubungan geometris untuk memecahkan masalah dalam matematika dan kehidupan sehari-hari. Sejalan


(23)

6

dengan kedua pernyataan tersebut, Smith (dalam Bennie dan Smit, 2005) menyebutkan bahwa kemampuan spasial akan sangat membantu dalam berkomunikasi tentang posisi dan hubungan antara benda, memberi dan menerima arah, dan membayangkan perubahan yang terjadi dalam posisi atau ukuran bentuk.

Selain itu beberapa penelitian telah menunjukkan adanya hubungan antara spatial sense dan kinerja umum dalam matematika. Presmeg (dalam Malati, 2005) menekankan pentingnya bayangan visual dalam keterampilan penalaran umum dalam matematika. Guay dan Mc Daniel (dalam Bishop, 1980) menunjukkan bahwa siswa yang berprestasi tinggi dalam matematika di sekolah dasar memiliki kemampuan spasial yang lebih tinggi daripada siswa yang berprestasi rendah, dan bahwa ada hubungan antara matematika dan berpikir spasial untuk murid berprestasi tinggi dan rendah. Clements dan Battista (1992) menyebutkan bahwa terdapat hubungan tidak langsung antara spatial sense dan pembelajaran konsep non-geometris. Dengan demikian, dari paparan di atas dapat diketahui bahwa kemampuan spatial sense penting untuk dimiliki oleh mahasiswa. Kemampuan spatial sense ini dapat membantu mahasiswa dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi, baik masalah dalam matematika maupun kehidupan sehari-hari, dan kemampuan spatial sense penting bagi peningkatan prestasi belajar matematika siswa/mahasiswa pada umumnya.

Hasil penelitian Pavlovicova dan Zahorska (2015) yang dilakukan terhadap 113 mahasiswa calon guru TK dan SD di Slovakia menyimpulkan bahwa kemampuan spatial sense mahasiswa masih lemah. Contohnya ketika mahasiswa diberikan soal-soal sebagai berikut.


(24)

7

Task 1

Which of these shapes are squares:

X Y Z W A. No one is square

B. Only Y C. Only X and Y D. Only Y and W E. All are squares

Task 3

What is correct:

A.All properties of a ractangle are also properties of a square. B. All properties of a square are also properties of a ractangle.

C. All properties of a ractangle are also properties of a parallelogram. D. All properties of a square are also properties of a parallelogram. E. None of the statements is true.

Untuk kedua soal tersebut 86% mahasiswa memberikan jawaban yang salah. Keadaan ini memperlihatkan bahwa sebagian besar mahasiswa belum memahami hubungan antara sifat-sifat (ciri-ciri) dari persegi, persegi panjang, dan jajar genjang. Penguasaan mahasiswa terhadap sifat-sifat (ciri-ciri) bangun datar merupakan salah satu indikator dari kemampuan spatial sense.

Hasil penelitian Dwirahayu (2012) menyimpulkan bahwa kemampuan spatial sense, dalam hal ini diwakili oleh kemampuan visualisasi siswa MA yang mendapatkan pembelajaran eksploratif, dapat ditingkatkan. Namun peningkatannya masih belum optimal. Siswa berkemampuan awal sedang dan rendah masih berada pada kategori rendah, sementara itu pada siswa berkemampuan awal tinggi peningkatannya masih berada berada pada kategori sedang. Demikian pula, hasil penelitian dari Syahputra (2011) yang menemukan bahwa, kemampuan spasial siswa yang mendapat pembelajaran PMRI untuk


(25)

8

siswa berkemampuan awal tinggi dan sedang berada pada kualifikasi sedang, sementara itu untuk siswa berkemampuan rendah berada pada kualifikasi rendah. Selanjutnya untuk siswa dengan kemampuan awal tinggi, sedang, dan rendah yang mendapatkan pembelajaran konvensional ketiganya memiliki peningkatan kemampuan spasial pada kualifikasi rendah.

Selain isu-isu yang terkait dengan peningkatan aspek kognitif siswa ataupun mahasiswa di antaranya yaitu kemampuan representasi matematis dan kemampuan spatial sense, aspek afektif juga menjadi bahan perbincangan dan penelitian di antara pemerhati dunia pendidikan. Tujuan KTSP 2006 menggambarkan secara eksplisit tentang hal ini, yakni siswa diharapkan memiliki sikap menghargai matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Demikian pula pada tujuan Kurikulum Tahun 2013, aspek pengembangan sikap dijadikan sebagai salah satu kompetensi pencapaian dalam kegiatan belajar-mengajar di kelas (Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013). Siswa tidak hanya individu yang mempunyai kognitif, tetapi juga makhluk sosial dengan keyakinan, emosi dan pandangan-pandangan yang mempengaruhi perkembangan mereka sebagai pembelajar. Untuk memenuhi harapan kurikulum ini, mahasiswa calon guru SD juga perlu dipersiapkan untuk memiliki sikap yang sama dengan tujuan tersebut, agar tercipta sebuah senergi yang dibangun sedini mungkin antara calon pendidik profesional dan peserta didik.

Salah satu elemen penting dalam aspek pengembangan sikap siswa adalah rasa percaya diri. Rasa percaya diri (self-confidence) dan keingintahuan yang besar seringkali menjadi dorongan yang kuat bagi siswa ataupun mahasiswa untuk belajar tentang sesuatu hal. Akan tetapi jika sesuatu yang ingin dipelajari ternyata sulit untuk dikuasai, tidak jarang rasa percaya diri tersebut berbalik jadi rasa frustasi (kecewa) yang mendalam. Untuk mengantisipasi keadaan ini, maka siswa/mahasiswa perlu memiliki kepercayaan diri yang didasari pengalaman keberhasilan di masa lalu, baik pengalaman langsung yang dialami diri sendiri ataupun pengalaman tidak langsung yang dialami orang lain (self-efficacy). Dengan kata lain self-efficacy adalah keyakinan seseorang tentang kemampuan


(26)

9

dirinya untuk mencapai sesuatu yang diinginkannya berdasarkan pengalaman masa lalu yang mempengaruhi tindakan selanjutnya (Bandura, 1994).

Self-efficacy memainkan peranan penting di dalam motivasi pencapaian, berinteraksi dengan proses belajar yang diatur sendiri, dan memediasi prestasi (pencapaian) akademik (Pintrich, 1999). Hasil penelitian Nicolaidou dan Philoppou (2001) yang dilakukan di SD menyimpulkan bahwa self-efficacy merupakan prediktor yang sangat kuat dalam memprediksi kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dibandingkan dengan sikap mereka terhadap matematika. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa siswa yang memiliki self-efficacy yang baik mencapai prestasi yang baik pula dalam pemecahan masalah matematis.

Berdasarkan hasil penelitian Somakim (2010), meskipun self-efficacy matematis siswa SMP dalam berbagai level sekolah dapat ditingkatkan dengan menggunakan pendekatan matematika realistik, akan tetapi peningkatannya masih berada pada kategori rendah. Peningkatan self-efficacy siswa yang belajar dengan pendekatan PMRI lebih baik daripada siswa yang belajar dengan pendekatan konvensional. Demikian pula, dengan hasil penelitian Risnanosanti (2010) menyimpulkan bahwa, sebagian besar siswa masih belum berani menyatakan keyakinan diri, sehingga self-efficacy siswa yang mendapatkan pembelajaran inkuiri masih berada pada kategori sedang, sementara itu siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional peningkatan self-efficacynya berada pada kategori rendah. Selanjutnya hasil penelitian Moma (2014) menyimpulkan bahwa peningkatan self-efficacy siswa yang mendapatkan pembelajaran generatif lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional, namun peningkatannya masih berada pada kategori rendah.

Belum maksimalnya peningkatan kemampuan representasi matematis, kemampuan spatial sense, dan self-efficacy dapat disebabkan oleh pemilihan pendekatan atau metode pembelajaran yang diterapkan di kelas. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Fauzan (Syahputra, 2011) yang menyatakan bahwa kemampuan spasial siswa yang rendah disebabkan oleh penekanan pembelajaran geometri oleh guru cenderung pada pemberian informasi yang sifatnya mekanis dan menghafal. Selanjutnya Goldin (2002) yang mengungkapkan bahwa metode


(27)

10

pengajaran yang mampu menciptakan interaksi antara siswa dan lingkungannya berpotensi untuk mengembangkan kemampuan matematis siswa, salah satunya yaitu kemampuan representasi matematis. Demikian pula pernyataan Hwang, dkk. (2007) yang mengemukakan bahwa kegagalan siswa memahami pentingnya hubungan antar berbagai jenis representasi merupakan akibat jarangnya siswa diberikan kesempatan untuk menjelaskan solusi masalah baik secara lisan maupun tulisan. Sementara itu, hasil penelitian Moma (2014) dan Risnanosanti (2010) menyimpulkan bahwa self-efficacy siswa dapat ditingkatkan dengan pemilihan pendekatan pembelajaran yang menekankan pada peran aktif siswa dalam proses pembelajaran.

Dengan demikian salah satu cara untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam mengembangkan dan meningkatkan kemampuan representasi matematis, kemampuan spatial sense, dan self-efficacy mahasiswa yaitu dengan memilih pendekatan pembelajaran yang memberikan keluasan kepada mahasiswa dalam merekonstruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan lingkungannya. Interaksi yang terjadi dengan lingkungannya akan lebih bermakna apabila mahasiswa diberikan kesempatan mengenali keterhubungan materi pelajaran yang diberikan dengan manfaatnya dalam memecahkan permasalahan kehidupan sehari-hari. Untuk memilih pendekatan pembelajaran yang tepat, perlu dipikirkan bahwa pembelajaran yang baik harus disesuaikan dengan perkembangan cara berpikir peserta didik.

Alimin (dalam Yuliawaty, 2011) menyebutkan bahwa, terdapat empat langkah pembelajaran hirarkis yang dapat membantu peserta didik mengatasi kesulitan dalam belajar. Keempat langkah tersebut adalah: (1) Pembelajaran pada tahap konkret, (2) Pembelajaran pada tahap semi konkret, (3) pembelajaran pada tahap semi abstrak, dan (4) Pembelajaran pada tahap abstrak. Salah satu pendekatan pembelajaran yang menggunakan tahapan hirarkis ini dan juga memberikan kesempatan kepada mahasiswa merekonstruksi pengetahuannya sendiri melalui interaksi dengan lingkungannya adalah pendekatan Concrete-Pictorial-Abstract (CPA).

Pendekatan CPA ini juga sering disebut dengan pendekatan Concrete-Representational-Abstract (CRA) atau pendekatan


(28)

Concrete-Semiconcrete-11

Abstract (CSA). Pendekatan CPA terdiri dari tiga tahapan pembelajaran yaitu mahasiswa belajar melalui manipulasi fisik benda-benda konkret, diikuti dengan belajar melalui representasi pictorial dari manipulasi benda-benda konkret, dan berakhir dengan memecahkan masalah menggunakan notasi abstrak (Witzell, 2005).

Flores (2010) menjelaskan secara rinci tentang langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan CPA, yaitu: (1) Pilih benda-benda konkret (manipulatif) yang akan digunakan untuk memperkenalkan pengertian konseptual tentang materi yang akan dipelajari peserta didik, (2) Bimbinglah peserta didik untuk berpartisipasi secara mandiri dalam penggunaan benda-benda konkret (manipulatif) dengan cara memberikan petunjuk dan isyarat, (3) Ganti penggunaaan benda-benda manipulatif dengan gambar atau lukisan, (4) Gunakan strategi yang dapat membantu peserta didik mengingat langkah-langkah pembelajaran yang telah dilakukan sebelumnya (hal ini berfungsi sebagai sebuah proses transisi dari penggunaan gambar atau lukisan kepenggunaan angka atau simbol saja), dan (5) Dorong peserta didik hanya menggunakan angka atau simbol dalam menyelesaikan tugas matematika yang diberikan (kegiatan ini berfokus pada kelancaran).

Urutan kegiatan yang dilakukan sangat penting ketika menggunakan pendekatan CPA dalam pembelajaran. Kegiatan dengan material konkret harus didahulukan untuk memberikan kesan pada mahasiswa bahwa operasi matematika dapat digunakan untuk memecahkan masalah di dunia nyata. Representasi pictorial menunjukkan representasi visual dari manipulasi benda-benda konkrit akan membantu mahasiswa memvisualisasikan operasi matematika ketika memecahkan masalah matematis. Penting bagi dosen untuk menjelaskan bagaimana contoh-contoh gambar berhubungan dengan contoh-contoh konkret. Akhirnya, kerja formal dengan simbol-simbol yang digunakan untuk menunjukkan bagaimana simbol menyediakan cara yang lebih pendek dan efisien untuk mewakili operasi numerik. Pada akhirnya, mahasiswa perlu mencapai tingkat abstrak tertinggi yaitu mahir menggunakan simbol dengan banyak kemampuan matematis yang mereka kuasai. Namun, arti dari simbol-simbol harus berakar kuat dalam pengalaman belajar dengan benda-benda nyata. Jika tidak,


(29)

12

kinerja mereka dari operasi simbolik hanya akan berupa pengulangan hafalan (hafal prosedur).

Riccomini (2010) menyatakan bahwa tujuan pembelajaran CPA adalah memastikan pemahaman menyeluruh peserta didik terhadap suatu konsep/materi matematika yang dipelajari. Oleh karena itu, jika mahasiswa tidak menunjukkan penguasaan materi pada tahapan abstrak maka pembelajaran kembali kepada tahapan pictorial. Demikian pula, jika mahasiswa belum menunjukkan penguasaan materi pada tahapan pictorial, maka pembelajaran kembali pada tahapan konkret. Keuntungan dari pendekatan CPA ini menurut NCTM (dalam Yuliawaty, 2011) terletak pada intensitas dan kekonkretan yang membantu peserta didik mempertahankan kerangka kerja dalam memori mereka untuk menyelesaikan masalah.

Kegiatan memanipulasi benda konkret (seperti kertas) di mana siswa diberikan gambar yang kompleks kemudian diminta untuk menyajikan ide atau jawaban melalui sajian gambar menurut Dwirahayu (2012) merupakan salah satu cara untuk mengembangkan kemampuan visualisasi spasial (kemampuan spasial). Pengembangan kemampuan geometri termasuk salah satunya adalah kemampuan spasial tekoneksi kuat dengan proses belajar dan tidak tergantung usia perkembangan yang dijelaskan oleh Piaget (Van Hiele dalam Pavlovicova dan Zahorska, 2015). Kemampuan merepresentasikan objek nyata benda/gambar dalam mental image, dan selanjutnya merepresentasikan kembali objek pada mental image dalam bentuk gambar atau sebaliknya, tentunya akan melatih kemampuan representasi matematis mahasiswa. Hal ini sesuai dengan pendapat NCTM (2000) yang menyatakan bahwa, peserta didik perlu diberikan kesempatan untuk menggunakan berbagai representasi matematis di dalam memecahkan berbagai permasalahan dengan membuat sajian model fisik, sosial, dan feneomena matematis. Melalui pemodelan peserta didik mendapatkan banyak pengalaman dalam menggunakan matematika untuk memecahkan permasalan dalam kehidupan nyata.

Belajar bertahap yang dilakukan dengan pendekatan CPA memungkinkan mahasiswa tidak merasakan kecemasan yang berlebih, karena pembelajaran dimulai pada tahapan yang paling sederhana, yaitu tahapan konkret. Peluang tidak


(30)

13

munculnya kecemasan ini memberikan kesempatan berkembangnya self-efficacy mahasiswa ditinjau dari aspek indeks psikologis. Hal ini sesuai dengan pendapat Goracke (dalam Cooper, 2012) yang menyebutkan bahwa, belajar dengan menggunakan benda-benda manipulatif akan meningkatkan disposisi dan sikap peserta didik terhadap pembelajaran di kelas. Dengan demikian kegiatan belajar yang dilakukan pada tahapan pembelajaran dengan pendekatan CPA memberikan banyak kesempatan kepada mahasiswa untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan representasi matematis, kemampuan spatial sense, dan self-efficacy.

Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pendekatan CPA terbukti sangat efektif untuk membantu siswa ataupun mahasiswa yang memiliki kesulitan dalam belajar matematika. Witzell (2005) melakukan penelitian terhadap siswa kelas enam dan tujuh yang belajar aljabar menyimpulkan bahwa, siswa yang belajar memecahkan transformasi persamaan aljabar melalui pembelajaran dengan pendekatan CPA memperoleh hasil tes lebih tinggi daripada siswa kelas kontrol (yang menerima pembelajaran tradisional). Keberhasilan pendekatan CPA konsisten bagi siswa dengan riwayat prestasi belajar matematika rendah, sedang, dan tinggi. Witzel, Mercer, dan Miller (dalam Sousa, 2007) menegaskan bahwa siswa yang menggunakan urutan pendekatan CPA dalam pembelajaran mengalami kesalahan prosedural lebih sedikit ketika memecahkan masalah peubah aljabar daripada kelas tradisional.

Fakta lainya adalah hasil penelitian dari Yeo, Wong, dan Ho (2005) yang dilakukan terhadap mahasiswa Tamasek Junior College Singapura menemukan bahwa, pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CPA dapat membantu mahasiswa yang mengalami kesulitan dalam memvisualisasikan dan membuat hubungan untuk memperbaiki ungkapan integral tertentu dan mengevaluasi volume pada topik mata kuliah kalkulus lanjut. Dengan demikian, berdasarkan berbagai keberhasilan penelitian terdahulu yang telah dipaparkan, pembelajaran dengan pendekatan CPA yang berlandaskan pada konstruktivisme diduga dapat meningkatkan kemampuan representasi matematis, kemampuan spatial sense, dan self-efficacy.

Selain faktor pendekatan pembelajaran, terdapat faktor lain yang diduga memiliki pengaruh terhadap pencapaian dan peningkatan kemampuan representasi


(31)

14

matematis, kemampuan spatial sense, dan self-efficacy, yaitu faktor Kemampuan Awal Matematis (KAM) mahasiswa. Hal ini sejalan dengan pernyataan Arends (1997) yang menyebutkan bahwa, kemampuan peserta didik mempelajari ide-ide baru bergantung pada pengetahuan awal mereka dan untuk mengusasai suatu konsep matematika dibutuhkan penguasaan konsep dasar matematika lainnya.

Beberapa hasil penelitian terdahulu menemukan adanya interaksi antara pendekatan pembelajaran yang digunakan dan kemampuan awal matematis terhadap pencapaian atau peningkatan kemampuan representasi matematis, kemampuan spatial sense, dan self-efficacy. Misalnya hasil penelitian yang dilakukan oleh Surya (2013) menyimpulkan bahwa terdapat interaksi yang signifikan antara pendekatan pembelajaran kontekstual dan kelompok KAM siswa terhadap peningkatan kemampuan representasi visual thinking. Selanjutnya hasil penelitian Dwirahayu (2012) menyebutkan bahwa, ditemukan adanya interaksi antara strategi pembelajaran eksploratif dan KAM siswa terhadap peningkatan kemampuan visualisasi. Begitupun juga dengan penelitian dari Risnanosanti (2010) menemukan adanya interaksi antara pembelajan inkuiri dan KAM siswa terhadap peningkatan self-efficacy. Dengan demikian perlu juga dikaji kesesuaian antara penerapan pembelajaran dengan pendekatan CPA pada setiap level kelompok KAM untuk meningkatkan kemampuan representasi matematis, kemampuan spatial sense, dan self-efficacy mahasiswa.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka penulis terdorong untuk melakukan suatu penelitian yang difokuskan pada upaya meningkatkan kemampuan representasi matematis, kemampuan spatial sense dan self-efficacy mahasiswa calon guru SD melalui pembelajaran dengan pendekatan CPA. Hasil penelitian yang akan dilakukan ini diharapkan memberikan manfaat bagi dosen dalam melaksanakan pembelajaran matematika di kelas maupun bagi para peneliti lainnya yang ingin mengembangkan pembelajaran matematika.

A.Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:


(32)

15

1. Apakah pencapaian dan peningkatan kemampuan representasi matematis mahasiswa yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan CPA lebih baik daripada mahasiswa yang mendapat pembelajaran konvensional ditinjau dari: a. keseluruhan mahasiswa?

b. kemampuan awal matematis (KAM) mahasiswa (tinggi, sedang, dan rendah)?

2. Apakah pencapaian dan peningkatan kemampuan spatial sense mahasiswa yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan CPA lebih baik daripada mahasiswa yang mendapat pembelajaran konvensional ditinjau dari:

a. keseluruhan mahasiswa?

b. kemampuan awal matematis (KAM) mahasiswa (tinggi, sedang, dan rendah)?

3. Apakah pencapaian dan peningkatan self-efficacy mahasiswa yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan CPA lebih baik daripada mahasiswa yang mendapat pembelajaran konvensional ditinjau dari:

a. keseluruhan mahasiswa?

b. kemampuan awal matematis (KAM) mahasiswa (tinggi, sedang, dan rendah)?

4. Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran (CPA dan konvensional) dengan KAM (tinggi, sedang, rendah) terhadap pencapaian dan peningkatan kemampuan representasi matematis mahasiswa?

5. Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran (CPA dan konvensional) dengan KAM (tinggi, sedang, rendah) terhadap pencapaian dan peningkatan kemampuan spatial sense mahasiswa?

6. Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran (CPA dan konvensional) dengan KAM (tinggi, sedang, rendah) terhadap pencapaian dan peningkatan kemampuan self-efficacy matematis mahasiswa?

B.Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menganalisis secara komprehensif pencapaian dan peningkatan kemampuan representasi matematis, kemampuan spatial sense, dan


(33)

self-16

efficacy mahasiswa antara yang mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan CPA dan pembelajaran konvensional ditinjau dari keseluruhan mahasiswa serta KAM mahasiswa (tinggi, sedang, dan rendah).

2. Untuk menganalisis secara komprehensif interaksi antara pendekatan pembelajaran (CPA dan konvensional) dengan KAM mahasiswa (tinggi, sedang, dan rendah) terhadap pencapaian dan peningkatan kemampuan representasi matematis mahasiswa.

3. Untuk menganalisis secara komprehensif interaksi antara pendekatan pembelajaran (CPA dan konvensional) dengan KAM mahasiswa (tinggi, sedang, dan rendah) terhadap pencapaian dan peningkatan kemampuan spatial sense mahasiswa.

4. Untuk menganalisis secara komprehensif interaksi antara pendekatan pembelajaran (CPA dan konvensional) dengan KAM mahasiswa (tinggi, sedang, dan rendah) terhadap peningkatan kemampuan self-efficacy matematis mahasiswa.

C.Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Secara teoritis, penelitian ini akan memberikan referensi keberlakuan dan keterandalan pembelajaran matematika dengan pendekatan CPA terhadap pencapaian dan peningkatan kemampuan representasi matematis, kemampuan spatial sense, serta kemampuan self-efficacy matematis mahasiswa calon guru Sekolah Dasar (SD).

2. Secara praktis, penelitian ini akan memberikan manfaat langsung bagi dosen dalam mengembangkan keterampilan mengajarkan matematika untuk mahasiswa calon guru Sekolah Dasar (SD). Mahasiswa sebagai calon guru kelas, mendapatkan pengalaman langsung mengenai proses pembelajaran dengan pendekatan CPA. Pengalaman langsung ini, nantinya akan sangat berguna ketika mereka praktik ke lapangan sebagai guru untuk merancang dan melaksanakan sebuah pembelajaran di kelas. Dampak langsung lain yang dapat dirasakan mahasiswa setelah pembelajaran matematika dengan penerapan pendekatan CPA dilaksanakan, yaitu meningkatnya kemampuan representasi


(34)

17

matematis, kemampuan spatial sense dan kemampuan self-efficacy matematis mahasiswa itu sendiri.


(35)

58

BAB III

METODE PENELITIAN A.Desain Penelitian

Berdasarkan pertimbangan rumusan masalah dan tujuan penelitian yang direncanakan ingin dicapai maka penelitian ini menggunakan kuasi eksperimen dengan kelompok kontrol pretes dan postes. Pemilihan desain seperti ini disebabkan di dalam penelitian ini tidak sepenuhnya variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen dapat dikontrol dan sampel pada kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol tidak dipilih secara random (Sugiyono, 2012). Ruseffendi (1998:45) mengambarkan desain penelitian seperti ini adalah sebagai berikut:

O X O O O Keterangan:

O = Pretes dan postes kemampuan representasi matematis, spatial sense dan skala self-efficacy awal dan akhir.

X = Pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan CPA.

Penelitian dilakukan dengan dua kelompok belajar yaitu kelompok belajar dengan menggunakan pendekatan CPA sebagai kelompok eksperimen, dan pembelajaran konvensional sebagai kelompok kontrol.

Penelitian ini mengenai penerapan pembelajaran dengan pendekatan CPA yang bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis (KRM), Kemampuan Spatial Sense (KSS) dan Self-Efficacy (SE) matematis mahasiswa calon guru SD. Untuk mengetahui secara lebih mendalam pengaruh penerapan pendekatan CPA dan pendekatan konvensional dalam mengembangkan dan meningkatkan KRM, KSS, dan SE mahasiswa, maka penelitian ini memperhitungkan faktor Kemampuan Awal Matematis (KAM).

Kemampuan awal matematis mahasiswa pada kedua kelompok (eksperimen dan kontrol) diketahui melalui hasil tes KAM yang diberikan


(36)

59

sebelum pembelajaran berlangsung. Kemudian mahasiswa di kedua kelompok sampel diberikan pretes KRM dan KSS, serta skala awal SE. Pada akhir pembelajaran, mahasiswa di kedua kelompok sampel diberikan postes KRM dan KSS, serta skala akhir SE. Tes awal dan tes akhir yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes dengan indikator dan jenis butir soal sama. Skala awal dan akhir yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala dengan indikator dan jenis butir pernyataan yang sama.

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari tiga bagian yaitu variabel bebas, variabel kontrol, dan variabel terikat. Variabel bebasnya adalah pembelajaran melalui pendekatan CPA dan pembelajaran konvensional. Variabel terikatnya adalah kemampuan representasi matematis, kemampuan spatial sense, dan self-efficacy. Variabel kontrolnya adalah Kemampuan Awal Matematis (KAM) mahasiswa (rendah, sedang, dan tinggi).

B.Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa calon guru SD di suatu universitas negeri di Jawa Barat. Mahasiswanya tersebar di kampus pusat dan di beberapa kampus daerah. Sampel dalam penelitian ini yaitu mahasiswa calon guru SD pada tingkat 2 semester 4 yang mengikuti mata kuliah Pendidikan Matematika 2 di kampus daerah Purwakarta. Pengambilan sampel kelas dilakukan secara acak dari empat kelas yang ada. Dua kelas dijadikan sebagai sampel untuk kelompok eksperimen dan dua kelas yang lain dijadikan sebagai sampel untuk kelompok kontrol. Subyek yang dijadikan sampel dalam penelitian ini terdiri dari 69 mahasiswa untuk kelompok eksperimen dan 69 mahasiswa untuk kelompok kontrol.

Pemilihan sampel penelitian ini dilakukan dengan teknik purposive sampling, karena didasarkan pada pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2012). Mahasiswa ini dipilih sebagai sampel penelitian dengan pertimbangan bahwa: 1. Mahasiswa calon guru SD pada setiap kampus diterima melalui satu sistem

seleksi masuk yang sama oleh karena itu peneliti berasumsi bahwa mahasiswa calon guru di setiap kampus memiliki karakteristik dan kemampuan dasar yang


(37)

60

sama. Dengan kata lain, seluruh anggota populasi dalam penelitian ini memiliki kemampuan dasar yang sama.

2. Adanya keterbatasan waktu dan jarak tempuh, mengingat letak satu kampus dengan kampus yang lainnya saling berjauhan.

3. Mahasiswa yang berada pada tingkat 2 semester 4 sudah terbiasa dengan suasana pembelajaran di kelas ketika perkuliahan berlangsung, diasumsikan mereka telah melewati masa transisi berkaitan dengan suasana dan ritme pembelajaran ketika di bangku sekolah dengan di bangku kuliah.

4. Pada mata kuliah Pendidikan Matematika 2 terdapat materi geometri yang memiliki keterkaitan erat dengan kemampuan representasi matematis dan kemampuan spatial sense.

C.Definisi Operasional

Ada beberapa istilah yang perlu didefinisikan dalam penelitian ini, yaitu: 1. Kemampuan Representasi Matematis

Representasi adalah proses pemodelan hal-hal konkrit dalam dunia nyata ke dalam konsep abstrak atau simbol. Terdapat tiga jenis kemampuan representasi yaitu kemampuan representasi visul, kemampuan representasi verbal, dan kemampuan representasi simbolik. Adapun indikator kemampuan representasi matematis yang digunakan dalam penelitian ini adalah kemampuan menggunakan representasi (verbal, simbolik dan visual) untuk memodelkan dan menafsirkan fenomena fisik, sosial, dan matematika; membuat dan menggunakan representasi (verbal, simbolik dan visual) untuk mengatur, merekam (mencatat), dan mengkomunikasikan ide-ide matematika; memilih, menerapkan, dan menerjemahkan representasi (verbal, simbolik dan visual) untuk memecahkan masalah.

2. Kemampuan Spatial Sense

Kemampuan spatial sense merupakan bagian dari kemampuan geometri yang berhubungan dengan bangun dua dimensi dan bagun tiga dimensi. Adapun indikator kemampuan spatial sense dalam penelitian ini yaitu: kemampuan mahasiswa mengeksplorasi hubungan spasial seperti arah, orientasi, dan


(38)

61

perspektif dari objek dalam ruang, bentuk dan ukuran relatif mereka, dan hubungan antara obyek dan bayangannya ; kemampuan menggunakan sifat dari bentuk tiga dan dua dimensi untuk mengidentifikasi, mengklasifikasi, dan menggambarkan bentuk; kemampuan mengeksplorasi transformasi geometris seperti rotasi, refleksi, dan translasi; kemampuan memahami dan menerapkan konsep simetri, kesamaan, dan kongruensi; kemampuan mengidentifikasi, menjelaskan, membandingkan, dan mengklasifikasikan geometri bidang dan ruang; kemampuan memahami sifat-sifat garis dan bidang, termasuk garis (bidang) sejajar dan tegak lurus dan garis (bidang) berpotongan dan terbentuknya sudut antara dua garis atau bidang; kemampuan mengembangkan, memahami, dan menerapkan berbagai strategi untuk menentukan keliling, luas, ukuran sudut, dan volume; kemampuan menganalisis sifat bentuk tiga dimensi dengan menggambar dan membangun model serta menafsirkan representasi dua dimensi dari bentuk tiga dimensi; serta kemampuan memecahkan masalah matematika dan dunia nyata menggunakan model geometris.

3. Self-efficacy

Self-efficacy dalam penelitian ini adalah kemampuan penilaian terhadap diri sendiri maupun terhadap matematika, yang didasari pula pada keberhasilan saat-saat sebelumnya yang telah pernah dialami. Keyakinan yang dimiliki individu (setiap mahasiswa) dalam menyelesaikan masalah matematika (pola pikir, sikap, cara belajar dan menyelesaikan tugas) yang digali melalui empat aspek yang diukur, yaitu: aspek pengalaman langsung, aspek pengalaman orang lain, aspek pendekatan sosial atau verbal dan aspek indeks psikologis.

4. Pendekatan CPA

Pendekatan CPA yaitu pendekatan pembelajaran yang terdiri dari tiga tahapan pembelajaran terurut dimulai dengan belajar melalui manipulasi fisik benda-benda konkret (tahap konkret), diikuti dengan belajar melalui representasi pictorial dari manipulasi konkret (tahap pictorial), dan berakhir dengan memecahkan masalah menggunakan notasi abstrak (tahap abstrak). Ketiga tahapan ini merupakan satu kesatuan yang saling membangun satu sama lain, tidak berdiri secara sendiri-sendiri. Apabila pada tahap akhir diketahui mahasiswa


(39)

62

belum menguasai konsep matematika yang dipelajari maka perlu dilakukan pengulangan pada tahap sebelumnya yaitu tahap pictorial, demikian pula jika pada tahap pictorial diketahui mahasiswa belum menguasai konsep matematika yang dipelajari maka perlu dilakukan pengulangan pada tahap sebelumnya yaitu tahap konkret.

5. Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu pembelajaran ekspositori, dosen menjelaskan materi kuliah, mahasiswa diberikan kesempatan untuk bertanya, kemudian mengerjakan latihan, dan mahasiswa belajar secara sendiri-sendiri.

D.Instrumen Penelitian dan Pengembangannya

Instrumen-instrumen yang digunakan untuk memperoleh data dalam penelitian ini terdiri dari: 1) Tes Kemampuan Awal Matematis (KAM); 2) Tes Kemampuan Representasi Matematis (KRM); 3) Tes Kemampuan Spatial Sense (KSS); 4) Skala Self-Efficacy (SE); 5) Pedoman wawancara terhadap mahasiswa; dan 6) Dokumentasi berupa video rekaman dan foto kegiatan pembelajaran. Langkah pertama yang dilakukan dalam pembuatan instrumen adalah merancang dan membuat instrumen. Kisi-kisi dalam penyusunan instrumen-instrumen penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.1 sebagai berikut.

Tabel 3.1

Kisi-kisi Penyusunan Instrumen Penelitian Variabel yang

Diukur

Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data

Sumber Informasi KRM Tes bentuk uraian dan wawancara Mahasiswa KSS Tes bentuk uraian dan wawancara Mahasiswa

SE Skala sikap (angket) Mahasiswa

Pembelajaran dengan

Pendekatan CPA Wawancara dan dokumentasi

Mahasiswa, foto, dan video rekaman

Proses penyusunan instrumen tes di awali dengan menyusun kisi-kisi soal tentang kemampuan matematis yang akan diukur meliputi indikator kemampuan dan nomor butir soal. Selanjutnya, menyusun soal dan alternatif kunci jawaban, serta aturan pemberian skor untuk masing-masing butir soal. Soal yang digunakan


(40)

63

berbentuk soal uraian. Ruseffendi (1998:77) mengemukakan bahwa, “salah satu kelebihan tes uraian yaitu kita bisa melihat dengan jelas proses berpikir melalui jawaban-jawaban yang diberikan”. Penyusunan instrumen skala self-efficacy dimulai dari membuat kisi-kisi skala efficacy yang mencakup aspek self-efficacy dan butir penyataan. Pedoman wawancara disusun dengan memperhatikan langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan CPA, indikator kemampuan representasi matematis dan indikator kemampuan spatial sense, serta aspek-aspek skala self-efficacy.

Setelah instrumen tersusun selanjutnya dilakukan pengujian validitas. Suatu alat evaluasi disebut valid jika alat tersebut mampu mengukur apa yang seharusnya diukur. Hal ini sejalan dengan pendapat Suherman (2003) yang menyatakan bahwa, suatu alat evaluasi disebut valid (absah atau sahih) apabila alat tersebut mampu mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi. Analisis validitas dilakukan melalui dua cara yaitu validitas teoritik (logik) dan validitas empirik.

Validitas teoritik (logik) adalah validitas alat evaluasi yang dilakukan berdasarkan pertimbangan secara teoritik atau logika (Suherman, 2003). Validator dalam penelitian ini terdiri dari dua mahasiswa S3 Sekolah Pascasarjana Program Studi Pendidikan Matematika UPI dan dua dosen PGSD tempat penelitian akan dilakukan. Validitas teoritik yang dinilai oleh validator adalah validitas isi dan validitas muka. Validitas isi untuk mengukur kebenaran materi atau konsep, ketepatan materi instrumen dengan kisi-kisi, tujuan yang ingin dicapai, aspek dan indikator kemampuan yang diukur, serta kesesuaian instrumen dengan tingkat kemampuan mahasiswa PGSD tingkat 2 semester 4. Validitas muka digunakan untuk menilai keabsahan susunan kalimat atau kata-kata serta gambar dalam soal sehingga jelas pengertiannya.

Setelah instrumen diperbaiki berdasarkan saran dari validator dan pertimbangan dari tim pembimbing disertasi, selanjutnya soal tes dan skala SE diujicobakan. Uji coba soal tes dan butir pernyataan skala dilakukan setelah validitas teoritik instrumen dipenuhi. Uji coba soal tes dimaksudkan untuk mengetahui validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda tiap butir


(41)

64

soal tes yang akan digunakan dalam penelitian. Uji coba skala SE bertujuan untuk mengetahui validitas, reliabilitas, dan pembobotan tiap butir skala SE. Uji coba soal dilakukan pada mahasiswa konsentrasi matematika semester 6 di UPI Kampus Purwakarta, dengan pertimbangan mahasiswa semester 6 telah melewati mata kuliah Pendidikan Matematika 2 dan mahasiswa pada semester tersebut bukan subyek penelitian, dengan demikian kerahasiaan dari soal-soal yang dibuat menjadi lebih terjaga.

Validitas empirik dari instrumen dapat dilihat melalui analisis validitas butir soal dan validitas soal tes secara keseluruhan dari ujicoba instrumen. Ukuran validitas butir soal adalah seberapa jauh soal tersebut mengukur apa yang hendak diukur. Sebuah butir soal dikatakan valid bila skor tiap butir soal mempunyai dukungan yang besar terhadap skor totalnya. Validitas butir soal tentunya mempengaruhi validitas soal tes secara keseluruhan. Validitas ini berkenaan dengan skor total dari seluruh butir soal yang dikorelasikan dengan kriterium yang diaggap valid. Suherman dan Kusumah (1990:154) menyatakan bahwa, validitas butir soal dan validitas soal tes secara keseluruhan dapat dihitung dengan mencari korelasi menggunakan rumus product moment dengan angka kasar dari Pearson, yaitu:

  

 

2 2

2

 

2

 

Y Y

N X X

N

Y X XY

N

rxy

Keterangan:

N = Banyaknya peserta tes X = Skor butir soal

Y = Skor total

rxy = Koefisien validitas

Klasifikasi koefisien validitas menurut Guilford (Suherman dan Kusumah, 1990:147) adalah sebagai berikut.


(42)

65

Tabel 3.2

Klasifikasi Koefisien Validitas

Nilai rxy Interpretasi

0,90 rxy 1,00 Sangat tinggi (sangat baik) 0,70 rxy < 0,90 Tinggi (baik)

0,40 rxy < 0,70 Sedang (cukup) 0,20 rxy < 0,40 Rendah 0,00 rxy < 0,20 Sangat rendah

rxy < 0,00 Tidak valid

Untuk pengujian signifikansi koefisien korelasi pada penelitian ini menggunakan uji-t sesuai dengan pendapat Ruseffendi (1998:376) dengan rumus sebagai berikut:

2

1 2 r n r t

 

Keterangan:

r = koefisien korelasi product moment Pearson n = banyaknya siswa

Uji-t ini dilakukan untuk melihat apakah antara dua variabel terdapat hubungan atau tidak. Hipotesis yang diuji adalah:

H0: Kedua variabel independen (tidak ada hubungan yang signifikan antara skor butir soal dan skor total)

H1: Kedua variabel dependen (ada hubungan yang signifikan antara skor butir soal dan skor total)

Kemudian hasil thitung dikonsultasikan dengan ttabel dengan derajat kebebasan db=(n-2) dan tahap signifikansi  = 0,05. H0 ditolak jika thitung >ttabel artinya butir soal tes atau butir pernyataan skala SE valid. Jika terjadi sebaliknya maka H0 diterima.

Selanjutnya butir soal tes dan butir pernyataan skala SE diuji reliabilitasnya dengan menghitung koefisien reliabilitas. Reliabilitas tes adalah tingkat keajegan suatu tes. Artinya hasil pengukuran dengan menggunakan soal tes itu harus tetap sama (relatif sama) jika pengukurannnya diberikan pada subyek


(43)

66

yang sama meskipun dilakukan oleh orang yang berbeda, waktu yang berbeda dan tempat yang berbeda pula. Alat ukur yang reliabilitasnya tinggi disebut alat ukur yang reliabel. Rumus yang digunakan untuk mencari koefisien reliabilitas bentuk uraian menurut Suherman (2003) dikenal dengan rumus Cronbach Alpha seperti di bawah ini:

       2 2 11 1 1 t i S S n n r Keterangan:

n = Banyaknya butir soal (item) i

S

 = Jumlah varians skor setiap butir soal St = Varians skor total

r11= Koefisien reliabilitas

Klasifikasi koefisien reliabilitas menurut Guilford (Suherman dan Kusumah, 1990) adalah sebagai berikut.

Tabel 3.3

Klasifikasi Koefisien Reliabilitas Nilai �� Interpretasi

0,20 Sangat rendah 0,20 < 0,40 Rendah 0,40 < 0,70 Sedang 0,70 < 0,90 Tinggi

0,90 1,00 Sangat Tinggi

Uji daya pembeda tiap butir soal khusus dilakukan untuk instrumen tes. Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi (pandai) dengan siswa yang berkemampuan rendah (kurang). Sebuah soal dikatakan memiliki daya pembeda yang baik jika siswa yang pandai dapat mengerjakan dengan baik dan siswa yang berkemampuan kurang tidak dapat mengerjakannya dengan baik. Suherman (2003:162) menyatakan bahwa para pakar evaluasi banyak yang mengambil sampel itu sebesar 27% kelompok siswa yang berkemampuan tinggi (pandai) dan 27% kelompok siswa yang berkemampuan rendah, sehingga seluruh sampel yang


(44)

67

terambil sebanyak 54% dari populasi. Proses penentuan kelompok atas dan kelompok bawah ini adalah dengan cara terlebih dahulu mengurutkan skor total setiap siswa mulai dari skor tertinggi sampai dengan yang terendah (diranking). Untuk menentukan daya pembeda tiap butir soal menurut To (1996:15) digunakan rumus:

A B A

I S S

DP  100%

Keterangan:

DP = daya pembeda

SA = jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diolah

SB = jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolah

IA = jumlah skor ideal salah satu kelompok (atas/bawah) pada butir yang sedang

diolah

Klasifikasi interpretasi untuk daya pembeda yang digunakan menurut To (1996:15) adalah sebagai berikut.

Tabel 3.4

Klasifikasi Daya Pembeda

Klasifikasi Interpretasi

Negatif - 10% Sangat buruk, harus dibuang 10% - 19% Buruk, sebaiknya dibuang 20% - 29% Agak baik, kemungkinan perlu direvisi

30% - 49% Baik

50 % ke atas Sangat baik

Tingkat kesukaran soal adalah peluang menjawab benar suatu soal pada tingkat kemampuan tertentu, yang biasanya dinyatakan dengan indeks atau persentase. Semakin besar persentase tingkat kesukaran maka semakin mudah soal tersebut. Untuk menentukan Tingkat Kesukaran tiap butir soal menurut To (1996:16) digunakan rumus:

T T

I S

TK   100% Keterangan:


(1)

218

Braconne, A. dan Marchand, P. (2012). Developing Spatial Sense: A Suggestion Of Activities. Journal European Society for Research in Mathematics Education. [Online]. Tersedia: http://cerme8.metu.edu.tr/wgpapers/WG4 /WG4 osters/ WG4_P_Braconne_Michoux.pdf[2 Januari 2012].

Callements, D. H. dan Battista, M. I. (1992). “Geometry and Spatial Reasoning”. Dalam Handbook of Research on Mathematics Teaching and Learning. New York: Mac Millan.

Committe in the Undergraduate Program in Mathematics (CUPM). (2004). Six General Recommendations. [Online]. Tersedia: http://www.maa.org/ cupm/cupm2004.pdf[23 Maret 2012].

Cooper, E. T. (2012). Using Virtual Manipulatives with Pre-service Mathematics Teachers to Create Representational Models. International Journal for Technology in Mathematics Education, Vol 19 No 3. [Online]. Tersedia:https://ehis-ebscohost-com.ezp.lib.unimelb.edu.au/eds/pdfvi ewer/pdfviewer?vid=6&sid=cd03d495-1f99-4ec2-90d5-85ac8c67257b %40se ssionmgr115&hid=5[20 Februari 2013].

Depdiknas. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran. Jakarta: Depdiknas. Del Grande, J. (1987). Spatial Perception and Primary Geometry. In Lidquist, M.

M. Dan Schulte, A.P. (Eds.), Learning and Teaching Geometry K-12 [1987] Year Book. Reston: NCTM

Dwirahayu, G. (2012). Pengaruh Strategi Pembelajaran Eksploratif terhadap Peningkatan Kemampuan Visualisasi, Pemahaman Konsep Geometri, dan Karakter Siswa. Disertasi Doktor pada SPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Flores, M. M. (2010). Using the Concrete–Representational–Abstract Sequence to Teach Subtraction With Regrouping to Students at Risk for Failure. Journal : Remedial and Special Education Volume 31 Number 3 May/June 2010 195-207. [Online]. Tersedia:http://resourcebinder802a. wikispaces. com/file/view/Effective+Math+Strategies+CRA.pdf[20 Januari 2012].

Goldin, A. G. (2002). Representation in Mathematical Learning and Problem Solving. Dalam Handbook of International Research in Mathematics Education editor Lyn D English. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Inc.

Hackett, G. dan Betz, N. (1989). An Exploration of Mathematics Self-Efficacy. Journal for Research in Mathematics Education, 20 (3), 261-273.


(2)

219

Hwang, et. al. (2007). Multiple Representation Skills and Creativity Effects on Mathematical Problem Solving using a Multimedia Whiteboard System. Educational Technology & Society, 10 (2), 191-212.[Online]. Tersedia: http://www.ifets.info/journals/10_2/17.pdf[2 Januari 2013].

Irma, A. (2011). Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Representasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Atas Melalui Strategi Think-Talk-Write. Tesis Magister pada SPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Kalathil, R. R., dan Sherin, M. G. (2000). Role of Students' Representations in the Mathematics Classroom. In B. Dalam Fishman & S. O'Connor-Divelbiss (Eds.), Fourth International Conference of the Learning Sciences (pp. 27-28). Mahwah, NJ: Erlbaum. [Online]. Tersedia: http://www.umich.edu /~icls /proceedings/pdf/Kalathil.pdf[12 Desember 2012].

Kelly, C. A. (2006). Using Manipulative in Mathematical Problem Solving: A Performance Based Analysis. [Online]. Tersedia: http://www.math. edu/tmme/tmmevol3no2_colorado_pp184_193.pdf[12 Desember 2012]. Lidinillah. (2009). Alat Peraga Manipulatif dalam Pembelajaran Pemecahan

Masalah Matematika di Sekolah Dasar. [Online]. Tersedia: http://abdulmuizlidinillah.wordpress.com[17 Januari 2012].

Lehler, R. et. al. (1999). Building on Children’s Intuition to Develop Mathematical Understanding of Space. In Fennema , E. dan Romberg, T. A.(Eds), Mathematics Classroom that Promote Understanding (pp. 63-88). New Jarsey: Lawrence Erlbaum Agrociates.

Malati. (2005). Rationale for teaching and learning Spatial Sense. [Online].Tersedia:http://academic.sun.ac.za/mathed/malati/spatsens.pdf [30 Desember 2012].

Meltzer, D.E. (2002). Addenum to: The Relationship between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Gain in Physics: A Possible

“Hidden Variable” in Diagnostics Pretest Scores. [Online]. Tersedia:

http://www.physics.iastate.edu/per/docs/Addendum_on_normalized_gain. pdf#search=%22meltzer%2C%202002%2C%20gain%2C%20a%20possib le%20hidden%20variable%22[9 Oktober 2006].

Moma, L. (2014). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis, Self-Efficacy dan Soft Skill Siswa SMP melalui Pembelajaran Generatif. Disertasi Doktor pada SPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Moleong, L. (2002). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.


(3)

220

NCTM. (2003). Program for Initial Preperation of Mathematics Specialists. [Online]. Tersedia: http://www.ncate.org/LinkClick .aspx?fileticket =%2Frfx 5Ju56RY%3D&tabid=676[12 Nopember 2012].

NCTM. (2000). Using the NCTM 2000 Principles and Standards with The Learning from Assessment materials. [Online]. Tersedia: http://www wested.org /lfa /NCTM2000.PDF[2 Januari 2012].

New Jersey Mathematics Curriculum Framework. (1997). Standard 7 Geometry and Spatial Sense. [Online].Tersedia: http://www.state.nj.us/ education/ frameworks/math/math5.pdf[2 Januari 2013].

Nicolaidou, M. dan Philoppou, G. (2001). Attitudes Towards Matematics, Self efficacy and Achievment In Problem Solving. Journal European Society for Research in Mathematics Education. [Online]. Tersedia: http://www.dm.unipi.it/~didattica/CERME3/proceedings/Groups/TG2 /TG2 _ nicolaidou_cerme3.pdf[30 Maret 2012].

Pajares, F. (2002). Self-Efficacy Beliefs and Mathematical Problems-Solvings of Gifted Students. [Online]. Tersedia: http:/www.des.emory.edu/mfs/Pajares 1996cel.pdf[30 Mei 2012].

Pajares, F. dan Graham, L. (1999). Self-Efficacy, Motivation Constructs and Mathematics Performance of Entering Middle School Students. Contemporary Educational Psycology, 24, 124-139.

Pintrich, P. R. (1999). The Role of Motivation in Promoting and Sustaining Self Regulated-Learning. International Journal of Educational Research, 31, 459-470.

Putri, H. E. (2006). Pembelajaran Kontekstual dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Koneksi Matematik Siswa SMP. Tesis Magister pada SPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Radford, L. (1999). Rethinking Representations. Dalam Proceedings of the 21st Conference of the International Group for the Psychology of Mathematics Education, North American Chapter, Universidad Autónoma del Estado de Morelos, México. [Online]. Tersedia: http://oldwebsite.laurentian.ca/educ /lradford /RETHINKING.HTML[12 Desember 2012].

Riccomini, P.J. (2010).”CRA Math Instruction: Systematically Connecting Concrete to Representation to Abstract”. Makalah pada MTSS

Symposium, Kansas.

Risnanosanti. (2010). Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis dan Self efficacy Terhadap Matematika Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) dalam Pembelajaran Inkuiri. Bandung: Disertasi SPS UPI. Tidak diterbitkan.


(4)

221

Rosengrant, D., et. al. (2007). An Overview of Recent Research on Multiple Representations. [Online]. Tersedia: http://paer.rutgers.edu/Scientific Abilities/Downloads/Papers/DavidRosperc2006.pdf[2 Januari 2013].

Ruseffendi, E. T. (1988). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Menigkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Ruseffendi, E. T. (1998). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non Eksakta Lainnya. Semarang: IKIP Semarang Press.

Saragih, S. (2011). Penerapan Pembelajaran Matematika Realistik dan Kelompok Kecil untuk Meningkatkan Kemampuan Keruangan, Berpikir Logis, dan Sikap Positif terhadap Matematika Siswa Kelas VIII. Disertasi Doktor pada SPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Somakim. (2010). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis dan Self-Efficacy Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama dengan Penggunaan Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi Doktor pada SPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Sousa, D. A. (2007). The Concrete-Pictorial-Abstract Approach. [Online]. Tersedia: http://www.logan schools.org/mathframework/CPA.pdf[25 Nopember 2012].

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: CV. Alfabeta Sugiyono. (2002). Statistika untuk Penelitian. Bandung: CV. Alfabeta

Suherman, E. dan Kusumah, Y. S. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusumah 157.

Suherman, E., et. al. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA UPI Bandung.

Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: JICA UPI Bandung.

Suparno, P. (2001). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.

Surya, E. (2013). Peningkatan Kemampuan Representasi Visual Thinking pada Pemecahan Masalah Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa SMP melalui Pembelajaran Kontekstual. Disertasi Doktor pada SPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.


(5)

222

Suwangsih, E. (2012). Teori-teori Belajar dalam Pembelajaran Matematika. Subang: Royyan Press.

Suwangsih, E. dan Tiurlina. (2009). Model Pembelajaran Matematika. Bandung: UPI Press.

Sweller, J. (1998). Cognitive Load during Problem Solving: Effect on Learning. Cognitive Science, 12, hlm.257-285.

Syahputra, E. (2011). Peningkatan Kemampuan Spasial dan Disposisi Matematis Siswa SMP dengan Pendekatan PMRI Pada Pembelajaran Geometri Berbantuan Komputer. Disertasi Doktor pada SPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Tambunan, S. M. (2006). Hubungan antara Kemampuan Spasial dengan Prestasi Belajar Matematika. Jurnal Makara, Sosial Humaniora, VOL. 10, NO. 1, Juni 2006: 27-32. [Online]. Tersedia: http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi /2/ab7a1a844eb6a9a364b96be48eeff0c66dc31a63.pdf[2 Januari 2013]. Tall, D. (2002). “Advance Mathematical Thinking Processes”, dalam Advances

Mathematical Thinking. USA: Kluwer Academic Publisher.

To, K. (1996). Mengenal Analisis Tes Pengantar ke Program Komputer ANATES. Bandung: FIP IKIP Bandung.

Turmudi. (2012). Matematika Landasan Filosofis, Didaktis, dan Pedagogis Pembelajaran Matematika untuk Siswa Sekolah Dasar. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Kementerian Agama RI.

Ulpah, M. (2013). Peningkatan Kemampuan Penalaran Statis dan Self-Efficacy Siswa Madrasah Aliyah melalui Pembelajaran Kontekstual. Disertasi Doktor pada SPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Witzel, W. S. (2005).Using CRA to Teach Algebra to Students with Math Difficulties in Inclusive Settings. A Contemporary Journal 3(2), 49–60, 2005 .[Online]. Tersedia: https://ehis-ebscohost-com.ezp.lib.unimelb .edu.au/ eds/pdfviewer/ pdfviewer?vid=7&sid=cd03d495-1f99-4ec2-90d5-85ac8c67257b%40 sessionmgr115&hid=116[20 Februari 2005].

Yeo, C. J. et. al.(2005). Concrete-Pictorial-Abstract (CPA) Approach for Teaching Volume of Revulotion in Advanced Level Mathematics.[Online]. Tersedia: http://www. google.co.id/#hl=en&sugexp=les%3B&gs_rn=5&gs _ri=psy-ab&cp=63&gs_id=459&xhr=t&q=concrete-pictorial-abstract+ %28oCPA29 +approach+for+teaching+volume&es_nrs=true&pf=p& sclient = psy-ab& oq= concrete-pictorial-abstract+%28CPA%29


(6)

223

+approach+for +teaching+volume +&gs_l=&pbx=1&bav=on.2,or.r_gc.r _pw.r_qf.&bvm =bv.43148975,d.bmk&fp=fcfb 53167a8b2ecb&biw =1024&bih =497[25 Nopember 2012].

Yuliawaty, L. (2011). Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan CRA (Concrete-Representational-Abstract) untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMP. Tesis Magister pada SPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Yumiati. (2015). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Aljabar, Berpikir Kritis Matematis, dan Self-Regulated Learning Siswa Melalui Pembelajaran CORE. Disertasi Doktor pada SPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Zulkarnain, I. (2013). Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis Siswa dalam Pembelajaran Kooperatif Berbasis Konflik Kognitif. Disertasi Doktor pada SPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Pendekatan Concrete - Representasional - Abstract (CRA) terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa

3 28 130

“Pengaruh Pendekatan Problem Solving Terhadap Kemampuan Representasi Matematis Siswa”,

1 16 193

Pengaruh metode pictorial riddle terhadap kemampuan representasi matematis siswa pada materi bangun segiempat di Sekolah Menengah Pertama Muslim Asia Afrika

1 18 214

PENINGKATAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS DAN SELF EFFICACY SISWA DENGAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN METAKOGNISI DI SMK SWASTA PAB 2 HELVETIA.

2 19 35

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH, KOMUNIKASI, DAN SELF- EFFICACY MATEMATIS MAHASISWA MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN METACOGNITIVE SCAFFOLDING.

6 25 88

PENGARUH PEMBELAJARAN MODEL-ELICITING ACTIVITIES TERHADAP KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS DAN SELF-EFFICACY SISWA.

4 17 56

Peningkatan Literasi Statistis, Representasi Matematis, dan Self Concept Mahasiswa Calon Guru Sekolah Dasar Melalui Model Collaborative Problem Solving

0 2 13

PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DAN SELF EFFICACY MAHASISWA CALON GURU

0 0 15

PENGARUH PEMBELAJARAN MODEL ADVANCE ORGANIZER DENGAN PENDEKATAN CONCRETE-PICTORIAL-ABSTRACT (CPA) TERHADAP KEMAMPUAN ANALOGI MATEMATIS SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 SOKARAJA

0 1 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA E. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Analogi Matematis - PENGARUH PEMBELAJARAN MODEL ADVANCE ORGANIZER DENGAN PENDEKATAN CONCRETE-PICTORIAL-ABSTRACT (CPA) TERHADAP KEMAMPUAN ANALOGI MATEMATIS SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 SOKARAJA

0 0 19