Pengungkapan diri masa dewasa awal ditinjau dari perspektif gender pada etnis Jawa dan etnis Flores.

(1)

Maria Agustina Tokan

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan 1) untuk mengetahui perbedaan pengungkapan diri masa laki-laki dewasa awal pada etnis Jawa dan etnis Flores, 2) untuk mengetahui perbedaan pengungkapan diri masa perempuan dewasa awal pada etnis Jawa dan etnis Flores, dan 3) untuk mengetahui perbedaan pengungkapan diri laki-laki dan perempuan masa dewasa awal pada etnis Jawa dan etnis Flores. Subyek penelitian ini adalah individu dewasa awal berusia 18 sampai 25 tahun berjumlah subjek 144 orang yang terdiri dari 72 individu etnis Jawa dan 72 individu etnis Flores. Pengumpulan data menggunakan skala pengungkapan diri yang diadaptasi dan dimodifikasi dari Jourard Self Disclosure Questionnaire (JSDQ). Reliabilitas skala pengungkapan diri tersebut diuji degan menggunakan metode koefisien reliabilitias Alpha Cronbach dan diperoleh hasil 0,739 dari 27 item dengan rentang korelasi item total antara 0,370 sampai 0,634. Data kemudian dianalisis dengan menggunakan

independent sample t-test dengan menggunakan SPSS versi 16 for windows. Hasil analisis data menunjukkan bahwa nilai t untuk hipotesis 1) sebesar t= -1.862 (p<0,033) berarti bahwa ada perbedaan pengungkapan diri laki-laki dewasa awal etnis Jawa dan etnis Flores, 2) sebesar t= -0,923 (p>0.179) berarti bahwa tidak ada perbedaan pengungkapan diri perempuan dewasa awal etnis Jawa dan Flores, 3) sebesar t= -0.692 (p>0,245) berarti bahwa tidak ada perbedaan pengungkapan diri antara laki-laki dan perempuan dewasa awal pada etnis Jawa dan Flores.


(2)

Maria Agustina Tokan

ABSTRACT

This research was aimed 1) to seek for the difference of self disclosure males early adulthood at Javanese ethnic and Flores ethnic, 2) to seek for the difference of self disclosure females early adulthood at Javanese ethnic and Flores ethnic, 3 ) to seek for the difference of self disclosure males and females early adulthood at Javanese ethnic and Flores ethnic. Subject of this research is individual early adulthood aged 18 to 25 years, total 144 people consists of 72 Javanese ethnic and 72 Flores ethnic. Data collection used a self disclosure scale adapted and modified from the Jourard Self Disclosure Questionnaire (JSDQ). The reliability of self disclosure scale was verified by using method Alpha Cronbach and the result found was 0,739 from 27 items with total item correlation ranges from 0,370 to 0,639. Then, data was analyzed by using independent sample t-test with SPSS version 16 for windows. Based on the result was found that hypothesis 1) t = -1.862 (p<0,033) means that there are difference of self disclosure males early adulthood Javanese ethnic and Flores ethnic, 2) t= -0,923 (p>0.179) means that there isn’t difference of self disclosure female early adulthood Javanese ethnic and Flores ethnic, 3) t= -0.692 (p>0,245) means that there isn’t difference of self disclosure between male and female early adulthood at Javanese ethnic and Flores ethnic.


(3)

i

PENGUNGKAPAN DIRI MASA DEWASA AWAL DITINJAU DARI PERSPEKTIF GENDER PADA ETNIS JAWA DAN ETNIS FLORES

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh

Maria Agustina Tokan 099114053

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2013


(4)

(5)

(6)

iv

HALAMAN MOTTO

“S ebab i tulah janganl ah kamu kuati r akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendi ri . K esusahan sehari cukuplah untuk sehari .”


(7)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

K arya ini ku persembahkan unt uk:

M y L ord Jesus Christ , Orang t uaku Bapa M ama Adik-adikku dan almamat erku U niversit as Sanat a D harma


(8)

(9)

vii

PENGUNGKAPAN DIRI MASA DEWASA AWAL DITINJAU DARI PERSPEKTIF GENDER PADA ETNIS JAWA DAN ETNIS FLORES

Maria Agustina Tokan

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan 1) untuk mengetahui perbedaan pengungkapan diri masa laki-laki dewasa awal pada etnis Jawa dan etnis Flores, 2) untuk mengetahui perbedaan pengungkapan diri masa perempuan dewasa awal pada etnis Jawa dan etnis Flores, dan 3) untuk mengetahui perbedaan pengungkapan diri laki-laki dan perempuan masa dewasa awal pada etnis Jawa dan etnis Flores. Subyek penelitian ini adalah individu dewasa awal berusia 18 sampai 25 tahun berjumlah subjek 144 orang yang terdiri dari 72 individu etnis Jawa dan 72 individu etnis Flores. Pengumpulan data menggunakan skala pengungkapan diri yang diadaptasi dan dimodifikasi dari

Jourard Self Disclosure Questionnaire (JSDQ). Reliabilitas skala pengungkapan diri tersebut diuji degan menggunakan metode koefisien reliabilitias Alpha Cronbach dan diperoleh hasil 0,739 dari 27 item dengan rentang korelasi item total antara 0,370 sampai 0,634. Kemudian data dianalisis dengan menggunakan independent sample t-test dengan menggunakan SPSS versi 16 for windows. Hasil analisis data menunjukkan bahwa nilai t untuk hipotesis 1) sebesar t= -1.862 (p<0,033) berarti bahwa ada perbedaan pengungkapan diri laki-laki dewasa awal etnis Jawa dan etnis Flores, 2) sebesar t= -0,923 (p>0.179) berarti bahwa tidak ada perbedaan pengungkapan diri perempuan dewasa awal etnis Jawa dan Flores, 3) sebesar t= -0.692 (p>0,245) berarti bahwa tidak ada perbedaan pengungkapan diri antara laki-laki dan perempuan dewasa awal pada etnis Jawa dan Flores.


(10)

viii

SELF DISCLOSURE EARLY ADULTHOOD BASED ON GENDER PERSPECTIVE AT JAVANESE ETHNIC AND FLORES ETHNIC

Maria Agustina Tokan

ABSTRACT

This research was aimed 1) to seek for the difference of self disclosure males early adulthood at Javanese ethnic and Flores ethnic, 2) to seek for the difference of self disclosure females early adulthood at Javanese ethnic and Flores ethnic, 3 ) to seek for the difference of self disclosure males and females early adulthood atJavanese ethnic and Flores ethnic. Subject of this research is individual early adulthood aged 18 to 25 years, total 144 people consists of 72 Javanese ethnic and 72 Flores ethnic. Data collection used a self disclosure scale adapted and modified from the Jourard Self Disclosure Questionnaire (JSDQ). The reliability of self disclosure scale was verified by using method Alpha Cronbach and the result found was 0,739 from 27 items with total item correlation ranges from 0,370 to 0,639. Then, data was analyzed by using independent sample t-test with SPSS version 16 for windows. Based on the result was found that hypothesis 1) t = -1.862 (p<0,033) means that there are difference of self disclosure males early adulthood Javanese ethnic and Flores ethnic, 2) t= -0,923 (p>0.179) means that there isn’t difference of self disclosure female early adulthood Javanese ethnic and Flores ethnic, 3) t= -0.692 (p>0,245) means that there isn’t difference of self disclosure between male and female early adulthood at Javanese ethnic and Flores ethnic.


(11)

(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang sudah memberikan anugrahNya sampai saat ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengungkapan Diri Masa Dewasa Awal Ditinjau Dari Perspektif gender Pada Etnis Jawa Dan Etnis Flores.”

Penulis juga menyadari banyak sekali orang-orang yang sangat berperan serta baik dalam memberikan waktu, tenaga, dan pikiran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih setulus-tulusnya kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus yang telah memberkati dan memberikan cinta, berkat dan anugrahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi.

2. Cornelius S. Widyatmoko, M.Psi. selaku Dekan Fakultas Psikologi Universita Sanata Dharma Yogyakarta yang selalu mendukung kelancaran skripsi ini.

3. Ratri Sunar Astuti, M.Si selaku dosen pembimbing skirpsi yang telah mambantu dan membimbing penulis dengan penuh kesabaran dalam pembuatan skripsi ini.

4. Monica E. M, M.App. Psych selaku dosen pembimbing skripsi pernah mambantu dan membimbing penulis dalam pembuatan skripsi ini.

5. Agung Santoso, M.A selaku dosen pembimbing akademik yang selalu memberikan bimbingan dan dukungan selama penulis menjalankan studi.


(13)

xi

6. Dr. Tjipto Susana selaku dosen pembimbing akademik penulis saat ini, yang telah memberikan bimbingan dan dukungan selama penulis menjalankan studi.

7. Seluruh dosen Fakultas Psikologi yang selama penulis menjalan studi di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma telah memberikan ilmu dan pengetahuannya baik mengenai ilmu psikologi serta ilmu dalam menjalankan kehidupan.

8. Seluruh staf Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Mas Gandung, Bu Nanik, Pak Gie, Mas Doni, Mas Muji yang banyak membantu penulis dalam menjalani studi di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. 9. Bapak Hendrikus Baro Sili dan Mama Maria Magdalena Rawa Borot yang

telah memberikan cinta, kasih sayang, serta dukungannya dalam doa dan materi kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. I love you..:3

10. Kak Ester dan Inggrid yang selalu memberikan kasih sayang, dukungan, dan penghiburan kepada penulis dan membantu kelancaran penulisan skripsi ini, khususnya Inggrid terima kasih atas suka duka, kebersamaan, kekonyolan yang kita lakukan. Adik Roy dan Ellen kata-kata kalian memberikannku semangat juga untuk semua keluargaku yang selalu mendukungku dalam doa. Terima kasih banyak..:D

11. Sahabat-sahabatku Cela dan Xyannie, yang selalu memberikan dukungan kepada penulis baik dalam suka maupun duka selama proses perkuliahan ini.. I’ll miss you, guys...terima kasih untuk Evyyang sudah mau repotin di


(14)

xii

ujian serta semua teman-teman angkatan 2009. Terima kasih buat setiap proses, tawa riang, kekonyolan, dan keceriaan selama kebersamaan kita selam empat taun ya, kawan..sukses buat kita semua....

12. Teman-teman yang telah membantu penulis dalam mendukung kelancaran proses penulisan skripsi ini..Teman-teman yang telah membantu dalam menyebar skala dan juga untuk seluruh subjek yang telah berpartisipasi..Semoga kalian mendapatkan berkat dari Tuhan...

13. Sylvia Carolina. M.Y.M yang telah memberikan kesempatan belajar di PSIBK (Pusat Studi Invidivu Berkebutuhan Khusus), serta teman-teman CEPRIEZ PSIBK (Dien, Ika, Vivid, Daning, Ghea & Vienna) untuk setiap dukungan dan pengalaman berharga dan suka duka selama bekerja sebagai asisten PSIBK...

Penulis menyadari juga bahwa skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun. Semogo karya ini dapat bermanfaat bagi kita semua.


(15)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

1. Manfaat Teoretis ... 8


(16)

xiv

BAB II. LANDASAN TEORI ... 9

A. Pengungkapan Diri ... 9

1. Pengertian Pengungkapan Diri ... 9

2. Dimensi Pengungkapan Diri ... 10

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Diri ... 12

4. Fungsi Pengungkapan Diri ... 14

5. Dampak Negatif Pengungkapan Diri ... 16

B. Masa Dewasa Awal ... 17

1. Pengertian Masa Dewasa Awal ... 17

2. Ciri-ciri Masa Dewasa Awal ... 18

C. Gender ... 21

1. Pengertian Gender ... 21

D. Etnis ... 24

1. Pengertian Etnis ... 24

2. Etnis Jawa ... 26

3. Etnis Flores ... 28

E. Dinamika Perbedaan Pengungkapan Diri Masa Dewasa Awal Ditinjau dari Perspektif Gender pada Etnis Jawa dan Etnis Flores .... 31

F. Hipotesis ... 35

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 36

A. Jenis Penelitian ... 36

B. Identifikasi Variabel Penelitian ... 36


(17)

xv

1. Variabel Bebas ... 36

2. Variabel Tergantung ... 37

D. Subjek Penelitian ... 38

E. Teknik Pengumpulan Data ... 38

F. Alat Pengumpulan Data ... 39

1. Skala Pengungkapan Diri ... 39

2. Penyusunan Item Pernyataan ... 39

3. Distribusi Item Sebelum Uji Coba ... 41

G. Validitas, Seleksi Item dan Reliabilitas ... 41

1. Validitias ... 41

2. Seleksi Item ... 41

3. Reliabilitas ... 43

H. Metode Analisis Data ... 44

BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 45

A. Pelaksanaan Penelitian ... 45

B. Deskripsi Data Penelitian ... 46

1. Deskripsi Subjek Penelitan ... 46

2. Deskripsi Data Penelitan ... 46

C. Analisis Data Penelitian ... 47

1. Hasil Uji Hipotesis ... 47

2. Hasil Analisis Tambahan ... 53


(18)

xvi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 62

A. Kesimpulan ... 62

B. Keterbatasan Penelitian ... 63

C. Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 64


(19)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Blue Print Skala Pengungkapan Diri ... 40

Tabel 2. Distribusi Item Skala Pengungkapan Diri Sebelum Uji Coba ... 41

Tabel 3. Distribusi Item yang Gugur pada Skala Pengungkapan Diri Saat Uji Coba ... 42 Tabel 4. Distribusi Item yang Gugur pada Skala Pengungkapan Diri Setelah Uji Coba... 43 Tabel 5. Deskripsi Data Subjek Berdasarkan Gender ... 46

Tabel 6. Mean Empiris dan Mean Teoretis ... 47

Tabel 7. Hasil Uji Normalitas ... 48

Tabel 8. Hasil Uji Homogenitas ... 49

Tabel 9. Hasil Uji Hipotesis ... 51


(20)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I. Jourard Self Disclosure Questionnaire ... 69

Lampiran II. Terjemahan Modifikasi Skala Pengungkapan Diri ... 73

Lampiran III. Skala Pengungkapan Diri Uji Coba ... 76

Lampiran IV. Reliabilitas dan Seleksi Item Skala Pengungkapan Diri Uji Coba ... 81 Lampiran V. Skala Pengungkapan Diri untuk Penelitian ... 83

Lampiran V. Reliabilitas Skala Pengungkapan Diri Penelitian ... 88

Lampiran VI. Hasil Uji Normalitas ... 90


(21)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pengungkapan diri atau self disclosure adalah proses penyampaian informasi yang berhubungan dengan diri sendiri kepada orang lain (Jourard, 1964). Menurut Cozby (1973); Derlega dkk., (1993); Altman & Taylor (1973), pengungkapan diri mengacu pada pemberian informasi melalui komunikasi verbal atau lisan tentang diri sendiri berupa informasi demografis, pikiran, perasaan dan pengalaman kepada orang lain yang bertujuan untuk mencapai hubungan yang akrab. Johnson (Supratiknya, 1995) mengemukakan bahwa pengungkapan diri adalah proses mengungkapkan reaksi atau tanggapan tentang masa lalu yang relevan atau berguna untuk memahami tanggapannya pada masa kini.

Pengungkapan diri memiliki peran yang sangat penting dalam perkembangan seorang individu. Hal ini dikarenakan pengungkapan diri yang tepat merupakan indikasi dari kesehatan mental (Jourard & Smith dalam Cozby, 1973). Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh beberapa ahli diantaranya Cahloun & Acocella (Gainau, 2009) menunjukkan bahwa pengungkapan diri dapat melepas perasaan bersalah dan cemas. Sementara itu, Dindia & Allen (1992) menemukan bahwa pengungkapan diri adalah kunci untuk memulai, mengembangkan dan memelihara suatu hubungan. Selain itu, Johnson (Supratiknya, 1995) menunjukkan tentang sifat-sifat yang dimiliki oleh individu


(22)

yang rela mengungkapan diri diantarnya kompeten, ekstrover, fleksibel, adaptif, terbuka, inteligen, dan yakin sebagai ciri-ciri individu yang masak dan bahagia. Disamping itu, sifat-sifat individu yang kurang mampu mengungkapkan diri diantaranya tidak mampu menyesuaikan diri, kurang percaya diri, timbul perasaan takut, cemas, rendah diri dan tertutup.

Pada kenyataannya, tidak semua individu memiliki pengungkapan diri yang tepat. Hal ini dikarenakan adanya beberapa faktor diantaranya 1) faktor resiko yang diterima dikemudian hari berupa penyalahgunaan informasi pribadi yang penting sehingga mengganggu hubungan interpersonal yang telah terjalin dengan baik; 2) kurangnya rasa aman dan kemampuan untuk menyesuaikan diri, terjadi jika pengungkapan diri dilakukan pada individu atau kondisi yang tidak tepat sehingga dapat menjadi ancaman bagi individu yang memberikan informasi; 3) kurangnya rasa percaya diri individu dalam mengungkapan tentang dirinya sendiri kepada orang lain. Hal tersebutlah yang menyebabkan mengapa sebagian individu sulit berbagi informasi dengan individu lain, sekali pun informasi tersebut sangat positif bagi dirinya maupun individu lain (Papu, 2002).

Menurut survei yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan bahwa individu dewasa awal mengalami kesulitan atau keengganan dalam mengungkapkan diri. Hasil survei tersebut diketahui bahwa 50% individu dewasa awal tidak memiliki rasa percaya diri untuk mengungkapkan informasi pribadinya, 44% individu dewasa awal merasa kurang aman dan nyaman terhadap lawan bicara dan 25% individu dewasa awal merasa takut akan resiko yang akan diterimanya dikemudian hari. Selain itu, peneliti juga menemukan bahwa 72% individu


(23)

dewasa awal merasa bahwa pengungkapan diri memiliki peran yang sangat penting dalam perkembangan kepribadian dan hubungan mereka dengan individu lain.

Masa dewasa awal merupakan masa penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan dan harapan sosial yang baru (Hurlock, 1980). Oleh karena itu, untuk dapat menyesuaikan diri individu membutuhkan keterampilan sosial sehingga dapat menunjang keberhasilannya dalam berinteraksi. Menurut Buhrmester (Gainau, 2009) salah satu aspek penting dalam keterampilan sosial adalah pengungkapan diri (self disclosure). Dengan adanya keterampilan pengungkapan diri yang dimiliki oleh individu dewasa awal dapat menentukan keberhasilannya dalam berinteraksi. Selain itu, Gainau (2009) menjelaskan bahwa tanpa pengungkapan diri individu cenderung mendapatkan penerimaan yang kurang baik sehingga berpengaruh pada perkembangan kepribadiannya.

Pengungkapan diri dapat berlangsung secara optimal dalam situasi yang mendukung daripada situasi yang kurang mendukung. Oleh karena itu, Devito (2011) menjelaskan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya pengungkapan diri seorang individu. Faktor-faktor tersebut antara lain (1) besar kelompok, (2) perasaan menyukai, (3) efek diadik, (4) kompetensi, (5) kepribadian, (6) topik, (7) jenis kelamin/gender. Selain itu, Taylor (Sari dkk., 2006) menambahkan salah satu faktor yang mempengaruhi pengungkapan diri adalah faktor budaya. Pada penelitian ini, peneliti memfokuskan penelitian pada faktor gender dan budaya. Faktor budaya yang dimaksudkan oleh peneliti yaitu etnis Jawa dan etnis Flores.


(24)

Gender adalah perilaku dan pola-pola aktivitas yang dianggap cocok atau pantas bagi laki-laki dan perempuan oleh suatu masyarakat atau budaya (Dayaksini & Yuniardi, 2008). Gender menjadi faktor yang sangat penting dalam proses pengungkapan diri. Hasil penelitian terdahulu tentang pengungkapan diri dan gender menunjukkan hasil yang masih terus diperdebatkan. Jourard (1971) menemukan bahwa perempuan memiliki tingkat pengungkapan diri yang lebih tinggi daripada laki-laki. Namun terdapat ketidakkonsitenan hasil penelitian terkait pengungkapan diri. Dindia & Allen (1992) melakukan meta-analisis dari 205 studi perbedaan jenis kelamin dalam pengungkapan diri menemukan bahwa perempuan mengungkapkan diri lebih sedikit daripada laki-laki. Sementara itu, Jourard (Cozby, 1973) mengemukakan bahwa pengungkapan diri yang rendah pada laki-laki berhubungan dengan empati yang kurang, insight atau wawasan, dan umur yang lebih pendek daripada perempuan.

Budaya menjadi faktor yang sangat penting dalam pengungkapan diri masing-masing individu. Hal ini dapat dilihat dari penelitian yang dilakukan oleh Jourard & Lasakow (Cozby, 1973) menunjukkan bahwa pengungkapan diri pada ras berkulit hitam lebih rendah dibandingkan pengungkapan diri pada ras berkulit putih. Sementara itu, Barnlund (Kim & Dindia, 2008) mengemukakan bahwa orang Amerika dan Jepang memiliki perbedaan komunikasi yang mendalam dalam hubungan interpersonal. Dimana orang Jepang hanya mengungkapkan pemikiran pribadi mereka secara umum, sedangkan orang Amerika mengungkapkan pemikiran pribadi mereka secara lengkap.


(25)

Pada kenyataannya, peneliti melihat seperti ada perbedaan yang cukup menonjol di antara etnis Jawa dan etnis Flores dalam perilaku pengungkapan diri. Berdasarkan pengamatan peneliti terhadap individu dewasa awal beretnis Jawa dan etnis Flores, peneliti melihat individu yang berasal dari etnis Flores lebih banyak mengungkapan diri daripada individu yang berasal dari etnis Jawa. Perilaku pengungkapan diri ini terlihat sama dalam berbagai situasi dimana individu beretnis Jawa dan Flores itu berada.

Individu beretnis Flores cenderung lebih spontan dan banyak mengungkapkan diri dengan mengatakan terus terang apa yang diinginkan. Menurut Sewa (2002), karakteristik dari individu beretnis Flores yaitu cenderung memperlihatkan emosi yang sulit terkendali, banyak bicara dengan suara yang keras dan tidak dapat menahan diri. Selain itu, dalam kehidupan sehari-hari etnis Flores memiliki kebiasaan yang menonjol yaitu dalam menyapa individu di sekitarnya dengan sebutan kekerabatan. Hal ini membuat mereka lebih cepat beradaptasi dan akrab dengan individu lain.

Ketika ditanya, individu beretnis Flores mengaku ingin individu lain tahu tentang apa yang mereka pikirkan dan rasakan. Selain itu, dengan mengungkapkan diri individu beretnis Flores dapat dengan mudah menjalin hubungan yang baik dengan individu lain. Hal ini lantaran menurut individu etnis Flores menjadi alasan mengapa mereka dapat secara langsung mengungkapan pikiran dan perasaannya. Perilaku ini menunjukkan bahwa individu etnis Flores merupakan etnis yang terbuka.


(26)

Hal berbeda diamati peneliti pada individu beretnis Jawa. Beberapa individu beretnis Jawa yang diamati oleh peneliti lebih banyak memilih untuk menahan diri atau tidak mengungkapkan pikiran dan perasaan kepada individu lain. Hal ini dikarenakan dalam budaya Jawa individu yang diam atau tertutup dinilai baik, namun individu yang terbuka atau mengungkapkan diri (self disclosure) dinilai tabu karena dipandang sebagai sikap menyombongkan diri, angkuh, tinggi hati (Suseno & Reksosusilo dalam Guinau, 2009). Dalam situasi yang lain, individu beretnis Jawa lebih memilih untuk mengemas apa yang dipikirkan dan dirasakan dengan menggunakan bahasa yang pas sehingga tidak menimbulkan konflik (Gainau, 2009).

Ketika ditanya, individu beretnis Jawa mengaku “ewoh pakewoh” yang sering disebut sungkan atau tidak enak. Perasaan sungkan ini membuat individu beretnis Jawa menjadi enggan, segan dan malu untuk mengungkapan tentang diri mereka. Hal ini lantaran menurut individu etnis Jawa menjadi alasan mengapa mereka tidak secara langsung mengungkapkan pikiran dan perasaan mereka. Perilaku ini menunjukkan bahwa individu beretnis Jawa merupakan etnis yang tertutup.

Berdasarkan uraian sebelumnya, nampak bahwa pengungkapan diri dipengaruhi oleh faktor gender dan budaya khususya etnis Jawa dan etnis Flores. Oleh karena itu, timbul pertanyaan pada peneliti apakah ada perbedaan pengungkapan diri individu laki-laki dewasa awal pada etnis Jawa dan Flores? Bagaimana perbedaan antara pengungkapan diri perempuan dewasa awal pada etnis Jawa dan Flores? Bagaimana perbedaan antara pengungkapan diri laki-laki


(27)

dan perempuan pada etnis Jawa dan etnis Flores? Peneliti berasumsi dengan adanya perbedaan gender pada etnis Jawa dan etnis Flores, maka diduga akan memunculkan perbedaan pengungkapan diri pada individu masa dewasa awal.

Peneliti berharap penelitian ini, dapat berguna untuk menambah kajian mengenai psikologi lintas budaya khususnya menyangkut pengungkapan diri dan kebudayaan di Indonesia. Temuan penelitian ini, diharapkan dapat menjadi referensi tentang pengungkapan diri masa dewasa awal, dengan perbedaan gender dan budaya dalam pengungkapan diri. Khususnya untuk etnis Flores sampai sejauh ini penelitian tentang pengungkapan diri masih sangat jarang ditemukan. Jika dalam penelitian ini ditemukan adanya perbedaan pengungkapan diri dewasa awal yang ditinjau dari perspektif gender pada etnis Jawa dan etnis Flores, maka dapat menjadi masukkan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan masing-masing etnis.

Berdasarkan argumen di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengungkapan Diri Masa Dewasa Awal Ditinjau dari Perspektif Gender pada Kelompok Etnis Jawa dan Flores.”

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengungkapan diri laki-laki dewasa awal pada etnis Jawa dan etnis Flores?

2. Bagaimana pengungkapan diri perempuan dewasa awal pada etnis Jawa dan etnis Flores?


(28)

3. Bagaimana pengungkapan diri laki-laki dan perempuan masa dewasa awal pada etnis Jawa dan etnis Flores?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui perbedaan pengungkapan diri laki-laki dewasa awal pada etnis Jawa dan etnis Flores.

2. Untuk mengetahui perbedaan pengungkapan diri perempuan dewasa awal pada etnis Jawa dan etnis Flores.

3. Untuk mengetahui perbedaan pengungkapan diri laki-laki dan perempuan dewasa awal pada etnis Jawa dan etnis Flores.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah kajian mengenai penelitian dalam bidang psikologi lintas budaya khususnya menyangkut pengungkapan diri dan kebudayaan yang ada di Indonesia.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi bagi para akademisi terkait proses pengungkapan diri individu dewasa awal yang berasal dari etnis Jawa dan etnis Flores.


(29)

9 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengungkapan Diri

1. Pengertian Pengungkapan Diri

Menurut Jourard (1964), pengungkapan diri atau self disclosure adalah proses penyampaian informasi yang berhubungan dengan diri sendiri kepada orang lain. Sementara itu menurut Cozby (1973); Derlega dkk., (1993); Altman & Taylor (1973) mengemukakan bahwa pengungkapan diri merupakan proses pemberian informasi melalui komunikasi verbal atau lisan tentang diri termasuk informasi demografis, pikiran, perasaan, dan pengalaman kepada orang lain yang bertujuan mencapai hubungan yang akrab. Dindia & Allen (1992) mengemukakan bahwa pengungkapan diri merupakan suatu variabel kepribadian yang stabil sehingga menjadi kunci untuk memulai, mengembangkan dan memeliharan suatu hubungan.

Devito (2011) mengemukakan bahwa pengungkapan diri merupakan suatu jenis komunikasi dimana individu mengungkapkan informasi tentang dirinya sendiri yang biasanya disembunyikan. Selain itu, Johnson (1981) mengemukakan bahwa pengungkapan diri (self disclosure) adalah proses pengungkapan reaksi atau tanggapan terhadap situasi yang sedang dihadapi dan memberikan informasi tentang masa lalu yang relevan atau berguna untuk memahami tanggapannya pada masa kini. Johnson juga menjelaskan bahwa pengungkapan diri memiliki dua sisi, yaitu bersikap terbuka kepada yang lain


(30)

dan bersikap terbuka bagi yang lain. Kedua proses tersebut berlangsung secara serentak apabila kedua individu menghasilkan hubungan yang terbuka antara dirinya dan orang lain (Johnson dalam Supratiknya, 1995).

Menurut Morton (1978), pengungkapan diri merupakan kegiatan membagi perasaan dan informasi yang akrab dengan orang lain. Informasi dalam pengungkapan diri dapat bersifat deskriptif maupun evaluatif. Pengungkapan diri yang bersifat deskriptif berarti individu melukiskan berbagai fakta mengenai dirinya yang mungkin belum diketahui oleh pendengarnya seperti pekerjaan, tempat tinggal, dan sebagainya. Sementara itu, pengungkapan diri yang bersifat evaluatif berarti individu mengemukakan pendapat atau perasaan pribadinya seperti perasaan menyukai orang tertentu, merasa cemas karena terlalu gemuk, tidak suka bangun pagi, dan sebagainya (Marton dalam Sears dkk., 1992).

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengungkapan diri (self disclosure) adalah kemampuan seorang individu untuk mengungkapakan tentang dirinya sendiri kepada orang lain sehingga terjalin hubungan yang akrab.

2. Dimensi Pengungkapan Diri

Jourard dan Lasakow (1958) mengemukakan tiga dimensi dalam pengungkapan diri, yaitu :


(31)

a. Keluasan (breadth)

Keluasan mengacu pada jumlah infomasi yang diungkap. Informasi tentang diri tersebut terdiri dari enam kategori yaitu sikap dan pendapat, rasa dan minat, pekerjaan dan kuliah, uang, kepribadian dan tubuh.

b. Kedalaman (depth)

Kedalaman mengacu pada tingkatan dimana seorang individu mengungkapkan informasi. Ada empat tingkatan pengungkapan diri, yaitu tidak pernah bercerita kepada orang lain tentang aspek diri, berbicara secara umum, bercerita secara penuh dan sangat mendetail, dan berbohong atau salah mengartikan aspek diri sendiri sehingga yang diberikan kepada orang lain berupa gambaran diri yang salah.

c. Target dan Sasaran (target person)

Target dan sasaran pengungkapan diri terdiri atas lima orang yaitu ibu, ayah, teman pria, teman wanita dan pasangan.

Altman & Taylor (1973) mengemukakan dua dimensi utama dalam pengungkapan diri, yaitu kedalaman dan keluasan. Dimensi kedalaman berkaitan dengan perkembangan suatu hubungan dari yang dangkal sampai menjadi hubungan yang akrab, orang semakin berani mengungkapkan hal-hal yang bersifat pribadi tentang dirinya. Dimensi keluasan berkaitan dengan hubungan yang akan berubah dari sempit menjadi semakin luas, sejalan dengan waktu, topik pembicaraan akan semakin banyak, kegiatan yang diikuti bersama akan semakin beragam (Altman & Taylor dalam Sears dkk., 1992).


(32)

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dimensi pengungkapan diri yang dikemukan oleh Jourard dan Lasakow (1958) yaitu dimensi keluasan dan kedalaman.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Diri

Menurut Devito (2011) faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan diri diantaranya :

a. Besar kelompok

Pengungkapan diri lebih banyak terjadi dalam kelompok kecil daripada kelompok besar. Kelompok yang terdiri atas dua orang merupakan lingkungan yang paling cocok untuk pengungkapan diri. b. Perasaan menyukai

Individu cenderung membuka diri kepada orang-orang yang disukai atau dicintai, dan tidak akan membuka diri kepada orang yang tidak disukai.

c. Efek diadik

Individu melakukan pengungkapan diri bila orang yang bersamanya juga melakukan pengungkapan diri. Hal ini akan membuat individu tersebut merasa lebih aman dan memperkuat perilaku pengungkapan dirinya.

d. Kompetensi

Individu yang kompeten lebih banyak melakukan pengungkapan diri daripada individu yang kurang kompeten. Hal ini dikarenakan orang


(33)

yang kompeten mempunyai kepercayaan diri yang diperlukan untuk lebih memanfaatkan pengungkapan diri atau lebih memiliki banyak hal positif tentang diri mereka sendiri untuk diungkapkan.

e. Kepribadian

Individu yang pandai bergaul (sociabel) dan ekstrovert melakukan pengungkapan diri lebih banyak daripada mereka yang kurang pandai bergaul dan lebih introvert. Orang yang kurang berani untuk berbicara pada umumnya juga kurang mengungkapkan diri daripada mereka yang lebih nyaman dalam berbicara.

f. Topik

Individu lebih banyak mengungkapkan informasi diri tentang pekerjaan dan hobi daripada tentang kehidupan seks dan situasi keuangannya. Umumnya, makin pribadi dan makin negatif sutu topik maka makin kecil kemungkinan kita untuk mengungkapkannya.

g. Jenis kelamin/gender

Jenis kelamin atau gender merupakan faktor terpenting yang mempengaruhi pengungkapan diri. Umumnya pria lebih kurang terbuka daripada wanita.

Sementara itu, Taylor (Sari dkk., 2006) mengemukakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi pengungkapan diri adalah faktor budaya. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan diri adalah besarnya kelompok, perasaan menyukai, efek diadik, kompetensi, kepribadian, topik, jenis kelamin/gender dan budaya. Faktor yang diteliti dalam


(34)

penelitian ini, yaitu jenis kelamin/gender dan budaya. Faktor budaya yang dimaksudkan peneliti adalah etnis, yaitu etnis Jawa dan etnis Flores.

4. Fungsi Pengungkapan Diri

Menurut Derlega & Grzelak (Sears dkk., 1992) fungsi dari pengungkapan diri diantaranya :

a. Ekspresi

Kadang-kadang seorang individu mengatakan perasaannya sebagai pelampiasan. Dengan mengungkapkan diri, individu mendapatkan kesempatan untuk mengekspresikan perasaannya.

b. Penjernihan diri

Dalam proses berbagi perasaan atau pengalaman pada orang lain, individu dapat memahami dan menyadari siapa dirinya sebenarnya.

c. Keabsahan sosial

Dengan mengamati bagaimana reaksi pendengar sewaktu sedang mengungkapkan diri, individu dapat memperoleh informasi tentang ketepatan pandangannya.

d. Kendati sosial

Individu dapat mengemukakan atau menyembunyikan informasi tentang diri, sama seperti arti dari kontrol sosial.


(35)

e. Perkembangan hubungan

Dengan saling berbagi informasi dan saling mempercayai merupakan sarana yang paling penting dalam usaha merintis suatu hubungan dan semakin meningkatkan keakraban.

Disamping itu, Johnson (dalam Supratiknya, 1995) beberapa manfaat dari pengungkapan diri terhadap hubungan antarpribadi adalah sebagai berikut:

a. Pembukaan diri merupakan dasar bagi hubungan yang sehat antar dua orang.

b. Semakin kita bersikap terbuka kepada orang lain, semakin orang lain tersebut akan menyukai diri kita. Akibatnya, ia akan semakin membuka diri kepada kita.

c. Orang yang rela membuka diri kepada orang lain terbukti cenderung memiliki sifat-sifat sebagai berikut kompeten, terbuka, ekstrover, fleksibel, adaptif, dan inteligen, yakni sebagai ciri orang yang masak dan bahagia.

d. Membuka diri kepada orang lain merupakan dasar relasi yang memungkinkan komunikasi intim baik dengan diri sendiri maupun dengan orang lain.

e. Membuka diri berarti bersikap realistik. Oleh karena itu, pembukaan diri kita haruslah jujur, tulus dan autentik.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa fungsi pengungkapan diri diantaranya sebagai kesempatan untuk mengekspresikan perasaan, penjernihan


(36)

diri, keabsahan sosial atau ketepatan pandangan, kendati sosial atau kontrol diri, dan perkembangan hubungan.

5. Dampak Negatif Pengungkapan Diri

Menurut Devito (2011) dampak negatif dari pengungkapan diri diantaranya :

a. Penolakan pribadi dan sosial

Biasanya seorang individu melakukan pengungkapan diri kepada individu lain yang telah dipercayanya. Hal ini dikarenakan individu tersebut mengaggap individu yang menjadi lawan bicaranya akan mendukung pengungkapan dirinya tetapi mungkin saja ternyata individu yang menjadi lawan bicara menolaknya.

b. Kerugian material

Adakalanya, pengungkapan diri mengakibatkan kerugian material. Misalnya politisi yang mengungkapkan bahwa ia pernah dirawat psikiater mungkin akan kehilangan dukungan partai politiknya sendiri dan rakyat akan enggan memberikan suara kepadanya.

c. Kesulitan intrapribadi

Bila reaksi individu lain tidak seperti yang diduga, maka dapat terjadi kesulitan intrapribadi. Misalnya bila Anda ditolak dan bukan didukung dan bila kawan-kawan Anda menghindari Anda dan bukan mendekati Anda seperti sebelumnya, maka Anda berada dalam jalur menuju kesulitan intrapribadi.


(37)

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa dampak negatif dari pengungkapan diri diantaranya dapat menyebabkan penolakan pribadi dan sosial, kerugian material dan kesulitan intrapribadi.

B. Masa Dewasa Awal

1. Pengertian Masa Dewasa Awal

Menurut Hurlock (1980) individu dewasa awal adalah individu yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukannya di dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya. Rentang usia masa dewasa awal dimulai pada usia 18 tahun sampai kira-kira umur 40 tahun. Kenneth (Santrock, 2002) mengemukan bahwa masa muda (youth) adalah masa transisi antara masa remaja dan masa dewasa yang sementara terkait dengan kondisi ekonomi dan pribadi.

Individu pada masa dituntut untuk menyesuaikan diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan sosial yang baru (Hurlock, 1980). Jika individu yang pada masa dewasa awal tidak dapat menyesuaikan diri maka akan muncul masalah, diantaranya kurang mampu berkomunikasi dengan orang lain. Proses penyesuaian diri yang dilakukan individu akan membutuhkan keterampilan sosial.

Sebagai salah satu aspek penting dalam keterampilan sosial, pengungkapan diri sangat diperlukan pada masa dewasa awal. Dalam perkembangannya, individu pada masa dewasa awal membutuhkan berbagai penyesuaian diri terhadap tuntutan yang ada di lingkungan sosial. Dengan


(38)

adanya keterampilan pengungkapan diri yang dimiliki oleh individu pada masa dewasa awal, maka akan menentukan keberhasilan dalam berinteraksi dengan lingkungan sosial. Selain itu, menurut Erikson (Santrock, 1995) masa dewasa awal adalah masa dimana individu membangun hubungan yang akrab (intim) dengan individu lain sehingga pengungkapan diri memiliki peran penting pada masa ini sehingga individu dapat mencapai hubungan yang akrab (Derlega dkk., 1993; Altman & Taylor, 1973). Sebaliknya jika individu gagal maka individu tersebut akan mengalami keterkucilan (isolasi) yang akan berpengaruh pada hubungan interpersonalnya (Santrock, 1995).

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa masa dewasa awal adalah suatu masa peralihan dari masa remaja menuju kedewasaan. Oleh karena itu, seorang individu pada masa dewasa awal harus dapat menyesuaikan diri terhadap pola kehidupan dan harapan sosial yang ada di lingkungan.

2. Ciri-ciri Masa Dewasa Awal

Hurlock (1980) mengemukakan ciri-ciri yang menonjol dalam tahun-tahun masa dewasa awal, antara lain :

a. Masa dewasa awal sebagai “Masa Pengaturan”

Tiba waktunya individu untuk menerima tanggungjawab sebagai orang dewasa. Terlihat dari banyaknya individu mulai mencoba berbagai pekerjaan untuk menentukan mana yang paling sesuai untuk memenuhi berbagai kebutuhan dan memberikan kepuasan yang lebih permanen.


(39)

b. Masa dewasa awal sebagai “Usia Reproduktif”

Dimana pada masa ini individu yang belum menikah akan memulai kehidupan kariernya sedangkan individu yang menikah akan menjadi orang tua.

c. Masa dewasa awal sebagai “Masa Bermasalah”

Banyak masalah baru yang harus dihadapai dan masalah tersebut berbeda dari masalah-masalah yang sudah dialami sebelumnya. Salah satunya adalah kebebasan baru yang dijalani individu akan menimbulkan masalah-masalah yang tidak dapat diramalkan oleh orang dewasa muda itu sendiri maupun oleh kedua orang tuanya. Oleh karena itu, perlu dilakukan penyesuian diri secara intensif terkait dengan peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.

d. Masa dewasa awal sebagai “Masa Emosional.”

Individu agak merasa kebingungan dan mengalami keresahan emosional. Keresahan ini terkait dengan masalah penyesuai diri yang dihadapi saat itu dan berhasil tidaknya upaya penyelesaiannya.

e. Masa dewasa awal sebagai “Masa Keterasingan Sosial”

Keterasingan terkait dengan adanya semangat bersaingan dan hasrat untuk maju dalam karir. Akibatnya individu menjadi egosentries dan tentu menambah kesepian mereka.

f. Masa dewasa awal sebagai “Masa Komitmen”

Dengan adanya pola hidup baru, maka individu dituntut untuk memikul tanggungjawab, dan membuat komitmen-komitmen baru.


(40)

g. Masa dewasa awal sebagai “Masa Ketergantungan”

Individu mengharapkan dan menuntut otonomi yang sama dengan teman-teman seusia mereka yang dapat membiaya diri mereka secara mandiri.

h. Masa dewasa awal sebagai “Masa Perubahan Nilai”

Nilai yang dibawa selama masa kanak-kanak dan remaja berubah kerena pengalaman dan hubungan yang berbeda usia. Nilai-nilai itu kini dilihat dari kacamata orang dewasa.

i. Masa dewasa awal sebagai “Masa Penyesuaian Diri dengan Cara Hidup Baru”

Penyesuaian diri pada suatu gaya hidup baru memang selalu sulit. Terlebih lagi individu muda zaman sekarang kerena adanya persaingan yang terima individu sewaktu masih anak-anak dan remaja biasanya tidak berkaitan dengan atau bahkan tidak cocok dengan gaya-gaya hidup baru ini.

j. Masa dewasa awal sebagai “Masa Kreatif”

Bentuk kreatifitas yang terlihat sesudah individu dewasa tergantung pada minat dan kemampuan individual, kesempatan untuk mewujudkan keinginan dan kegiatan-kegiatan yang memberikan kepuasan sebesar-besarnya. Ada yang menyalurkannya melalui hobi, ada juga yang menyalurkannya melalui pekerjaan.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri masa dewasa awal diantaranya dapat melakukan pengaturan terhadap diri sendiri, menjadi seorang


(41)

yang reproduktif, mampu menghadapi berbagai masalah, mampu mengontrol emosi, mampu untuk bersaing di lingkungan sosial, mampu berkomitmen, memiliki otonomi, mampu melakukan perubahan nilai, mampu menyesuaikan diri dengan cara hidup baru, dan memiliki kreativitas.

C. Gender

1. Pengertian Gender

Gender adalah perilaku dan pola-pola aktivitas yang dianggap cocok atau pantas bagi laki-laki dan perempuan oleh suatu masyarakat atau budaya (Dayaksini & Yuniardi, 2008). Seks adalah perbedaan biologis dan fisiologis antara laki-laki dan perempuan, dengan perbedaan yang menyolok pada perbedaan anatomi tentang sistem reproduksi dari laki-laki dan perempuan. Sementara dalam psikologi, pendekatan pespektif gender adalah sebuah karakteristik, baik yang dipengaruhi oleh biologis maupun sosial yang digunakan untuk menentukan antara laki-laki dan perempuan (Myers, 2012).

Sejak kecil anak laki-laki dan perempuan dibesarkan dengan cara yang berbeda. Anak laki-laki dibesarkan lebih pada kebebasan, kemandirian, dan berprestasi, sementara anak perempuan dibesarkan lebih pada pemeliharaan, tanggungjawab, dan penurut. Perbedaan pola sosialisasi ini juga berkaitan dengan beberapa faktor budaya dan faktor ekologi (Berry dkk., 1999).

Gender merupakan hasil konstruksi yang berkembang selama masa kanak-kanak sebagaimana yang disosialisasikan di lingkungan mereka. Adanya perbedaan reproduksi dan biologis mengarahkan pada pembagian kerja yang


(42)

berbeda antara laki-laki dan perempuan dalam keluarga. Menurut Berry, dkk (1999) perbedaan tersebut dapat berupa perbedaan pola pengasuhan anak, penetapan peran, stereotipe gender, dan ideologi peran jenis kelamin. Perbedaan-perbedaan ini yang mengakibatkan perbedaan ciri-ciri dan karakteristik psikologis yang berbeda antara laki-laki dan perempuan (Berry dkk., 1992).

Pola pengasuhan yang berbeda terhadap anak laki-laki dan perempuan secara tidak langsung berhubungan dengan sikap atau perilaku dan pribadi anak di masa mendatang. Oleh karena itu, pola pengasuhan harus dilakukan dengan cara yang sesuai misalnya cara orang dewasa berbicara kepada anak laki-laki dan perempuan. Orang tua atau orang dewasa memiliki cara yang berbeda untuk berbicara kepada anak laki-laki dan perempuan. Hal ini dikarenakan orang tua atau orang dewasa memiliki harapan dan kriteria peran yang tidak sama kepada anak laki-laki maupun anak perempuan (dalam Santrock, 2003).

Menurut Reber & Reber (2010), peran mengacu pada pola perilaku apa pun yang melibatkan hak, kewajiban, dan tugas-tugas tertentu yang diharapkan dari seseorang, dilatih, dan diperkuat untuk ditampilkan di dalam situasi sosial tertentu. Peran antara laki-laki dan perempuan berbeda satu sama lainnya sehingga peran yang akan dikenakan pada laki-laki dan perempuan akan menimbulkan sebuah stereotipe. Menurut Reber & Reber (2010), stereotipe adalah seperangkat generalisasi yang berlebihan yang menyederhanakan dan relatif tetap mengenai suatu kelompok atau kelas masyarakat.


(43)

Stereotipe gender adalah suatu keyakinan konsensual yang dianut mengenai ciri-ciri laki-laki dan perempuan. Keyakinan ini telah tersebar luas di dalam suatu masyarakat. Stereotipe tentang laki-laki dan perempuan sangat berbeda satu sama lain. Laki-laki dipandang seorang seorang yang dominan, tak tergantung, dan memiliki sifat petualangan sedangkan perempuan dipandang sebagai seorang yang emosional, tunduk (submitif) dan lemah. Sementara itu, ideologi peran jenis kelamin merupakan suatu keyakinan normatif tentang seperti apa seharusnya laki-laki dan perempuan, apa seharusnya yang dilakukan dan sebagainya (Berry dkk., 1999).

Jourard (1971) menunjukkan bahwa perempuan memiliki tingkat pengungkapan diri yang lebih tinggi daripada laki-laki. Namun terdapat ketidakkonsitenan hasil penelitian terkait pengungkapan diri. Dindia & Allen (1992) melakukan meta-analisis dari 205 studi perbedaan jenis kelamin dalam pengungkapan diri menemukan bahwa perempuan mengungkapkan diri lebih sedikit daripada laki-laki.

Jourard (Cozby, 1973) mengemukakan bahwa pengungkapan diri yang rendah pada laki-laki berhubungan dengan empati yang kurang, insight atau wawasan, dan umur yang lebih pendek daripada perempuan. Selain itu, Jourard & Lasakow (1957) menegaskan bahwa perbedaan jenis kelamin dalam pengungkapan diri memberikan nilai yang bertentangan dan membawa harapan untuk bersosialisasi. Hal ini tampak dari perempuan berharap agar hubungan emosionalnya dapat terpuaskan sedangkan laki-laki berharap agar hubungan fungsionalnya dapat terpuaskan (misalnya, persahabatan).


(44)

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa gender adalah suatu konsep kultur yang merujuk pada karakteristik yang membedakan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan gender dapat berupa perbedaan pola pengasuhan anak, penetapan peran, stereotipe gender, dan ideologi peran jenis kelamin ( Berry, dkk., 1999).

D. Etnis

1. Pengertian Etnis

Menurut Koentjaraningrat (Liliweri, 2005) etnis adalah kelompok sosial atau kesatuan hidup manusia yang mempunyai sistem interaksi, sistem norma yang mengatur interaksi tersebut, adanya kontinuitas dan rasa identitas yang mempersatukan semua anggotanya serta memiliki sistem kepemimpinan sendiri. Sementara itu, menurut Tseng (Dayaksini & Yuniardi, 2008) etnis merujuk pada sekelompok orang yang membedakan diri mereka dalam kelompok lain berdasarkan kesamaan mereka dalam hal sejarah, norma perilaku, bahasa, dan beberapa karakteristik.

Kebudayaan adalah pandangan hidup dari sekelompok orang dalam bentuk perilaku, kepercayaan, nilai, dan simbol-simbol yang diterima tanpa sadar atau tanpa dipikirkan, yang diwariskan melalui proses komunikasi dan peniruan dari satu generasi kepada generasi berikutnya (Liliweri, 2003)). Budaya dapat mempengaruhi cara berpikir dan sikap seseorang terhadap orang lain. Kebudayaan mempunyai peran yang besar dalam mendidik perilaku pengungkapan diri seseorang seperti bahasa, tutur kata, penyampaian pesan


(45)

yang ada dalam pikiran, sampai pada pengungkapan dan pengekspresian perasaan mereka (Brehm dalam Gainau, 2009).

Indonesia merupakan merupakan negara multietnis dan multikultur, terdiri atas beragam budaya, etnis, agama, dan bahasa yang tersebar di sekitar 14.000 pulau yang membentuk wilayah Republik Indonesia. Setiap etnis memiliki adat, kebiasaan, dan bahasa sendiri yang sering tidak dimengerti oleh golongan etnis bangsa lain (Handayani & Novianto, 2004). Dari keberagaman etnis dan budaya yang ada terdapat etnis Jawa dan Flores yang memiliki penduduk yang cukup banyak yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Berikut diuraikan hal-hal yang berkaitan dengan etnis Jawa dan etnis Flores kerena penelitian ini akan berfokus pada pengungkapan diri masa dewasa awal ditinjau dari perspektif gender pada individu yang berasal dari kedua etnis tersebut. Penulis akan menguraikan ajaran hidup dan persepsi terhadap pengungkapan diri dari kedua etnis tersebut karena diasumsikan bahwa terdapat perbedaan pola pengungkapan diri.

Berdasarkan perjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa etnis adalah sekelompok individu yang membedakan diri dengan kelompok lain kerena memiliki kesamaan dalam sejarah, norma, perilaku, bahasa dan beberapa karakteristik lain. Dalam penelitian ini, menggunakan variabel bebas etnis dengan dua variasi subjek yaitu etnis Jawa dan etnis Flores.


(46)

2. Etnis Jawa

Menurut Yana MH (2012) orang Jawa adalah orang yang bahasa ibunya menggunakan bahasa Jawa dan merupakan penduduk asli bagian tengah dan timur pulau Jawa. Di Indonesia, etnis Jawa termaksud etnis yang menjunjung tinggi nilai-nilai dan kebudayaan. Nilai-nilai tersebut dihayati oleh etnis Jawa dalam menjalani kehidupan mereka.

Hakikat hidup orang Jawa pada dasarnya menganggap hidup sebagai rangkaian peristiwa yang penuh dengan kesengsaraan dimana harus dijalankan dengan tabah dan pasrah. Selain itu, masyarakat Jawa juga mengajarkan untuk melakukan pengekangan. Sering dikenal dengan istilah “ngono yo ngono ning ojo ngona” (begitu yang begitu namun jangan begitu) menunjukkan agar individu tidak mengungkapkan pikiran, perasaan apa adanya kepada individu lain, tetapi harus dikemas dengan bahasa yang pas (Koentjaranigrat dalam Gainau 2009).

Geetz, (1983) ; Handayani & Novianto, (2004) menjelaskan prinsip hidup orang Jawa diantaranya rukun, hormat, dan toleransi. Prinsip pertama yaitu rukun, menuntut agar seorang individu dapat bersikap sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan konflik atau menghindari konflik. Cara yang dilakukan untuk menghindari dari konflik adalah membiarkan permasalahan berlalu atau dibatinkan. Prinsip kedua yaitu hormat, berhubungan dengan cara berbicara dan membawa diri dengan selalu menujukkan hormat kepada individu lain. Prinsip ketiga yaitu toleransi, berhubungan dengan kepercayaan atau agama, tradisi, dan kepribadian.


(47)

Dalam kehidupan sehari-hari, individu beretnis Jawa menerapkan empat prinsip utama dalam tata krama kesopanan, diantaranya pertama mengambil sikap sesuai dengan derajat masing-masing pihak terkait dengan sikap hormat dan bagaiman kedudukan lawan bicara. Kedua pendekatan tidak langsung, terkait dengan sopan santun dalam mengajukan maksud dan tujuan pembicaraan. Ketiga dengan disimulasi, terkait dengan kebiasaan untuk tidak memberikan informasi tentang kenyataan yang sebenarnya pada hal yang tidak penting. Keempat mencegah segala ungkapan yang menunjukkan kekacauan batin atau kurang kontrol diri. Kontrol diri yang sempurna artinya menghindari segala bentuk pergaulan yang kasar (Handayani & Novianto, 2004).

Penelitian yang dilakukan oleh Suseno & Reksosusilo (Gainau, 2009) menunjukkan bahwa dalam budaya Jawa tentang seorang individu yang diam atau tertutup dinilai baik tetapi individu yang mengungkapkan diri (self disclosure) dinilai tabu karena dipandang sebagai sikap menyombongkan diri, angkuh, tinggi hati, dan lain-lain. Nilai budaya tersebut telah dilatih sejak individu masih berada pada masa kanak-kanak. Dimana latihan itu, menekankan bagaimana cara seorang individu untuk berafiliasi dan konfromis. Latihan tersebut, lama kelamaan membentuk benteng pertahanan diri yang sangat kuat sehingga sulit untuk terbuka kepada individu lain.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa etnis Jawa termasuk individu yang menjunjung tinggi nilai-nilai dan kebudayaan. Hal ini tampak dari ajaran hidup yang dianut oleh individu beretnis Jawa yaitu rukun, hormat dan toleransi. Karakteristik individu beretnis Jawa yaitu menjunjung tinggi tata


(48)

krama kesopanan, cenderung mengotrol diri, berbicara dengan suara yang halus (Handayani & Novianto, 2004).

3. Etnis Flores

Menurut Liliweri (Liliweri, 1993), etnis Flores adalah individu yang karena status kelahirannya mengikuti status ayah yang berasal dari Pulau Flores, yaitu Flores Timur, Sikka, Ende, Ngada, Lembata, dan Manggarai. Keraf & Fernandez (Taum, 2011) menjelaskan bahwa etnis Flores terdiri dari enam sub etnis yang terdiri atas etnis Manggarai-Riung, etnis Ngada, etnis Lio, etnis Mukang, etnis Lamaholot, dan etnis Kedang. Menurut Barlow & Taum (Taum, 2011) masing-masing etnis menempati wilayah tertentu lengkap dengan pranata sosial budaya dan ideologi yang mengikat anggota masyarakat secara utuh.

Pada dasarnya, hakikat hidup individu beretnis Flores yaitu sangat menjunjung tinggi nilai adat istiadat serta tata cara yang telah menjadi tradisi dari generasi ke generasi. Hal ini tampak dalam prinsip hidup yang dimiliki oleh individu beretnis Flores. Prinsip pertama adalah kepercayaan dan penyerahan diri seutuhnya kepada Tuhan. Hal ini dikarenakan, etnis ini percaya bahwa kehidupan yang mereka jalani adalah miliki Tuhan sehingga Tuhan dapat mengambil kembali apa yang menjadi miliknya. Dalam kehidupan masyarakat etnis Flores sangat menekankan pada kejujuran dan keadilan. Hal ini didasarkan pada keyakinan individu bahwa Tuhan mempunyai mata untuk melihat segala tindakan mereka sehingga Tuhan akan menghukum yang jahat


(49)

dan mengajarkan kebaikan. Selain itu, masyarakat etnis Flores memiliki penghargaan yang tinggi terhadap adat dan upacara ritual (Taum, 2011).

Prinsip kedua adalah sikap toleransi, etnis Flores menekankan pada sikap tolerasi antar sesama individu yang cukup tinggi. Hal ini dikarenakan dalam kehidupan sehari-hari etnis ini memiliki banyak perbedaan-perbedaan yang ada di masyarakatnya baik perbedaan etnis, agama, bahasa, dan adat istiadat. Akan tetapi, perbedaan-perbedaan ini tidak menghilangkan rasa kesatuaan antar etnis ini. Prinsip ketiga adalah kerukunan nampak dari tekad yang dimiliki masing-masing individu untuk menjalin kerjasama yang harmonis demi kesejahtraan masyarakat Flores. Oleh karena itu, dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Flores dikenal sebagai etnis yang ramah. Dapat dilihat dari kebiasaan menyapa orang-orang sekitar dengan sebutan kekerabatan seperti Om, Tante, Kakak, Adik dan kadang mereka mengaku sebagai saudara. Seringkali ketika mereka berada di luar daerah, maka mereka akan mengidentifikasi diri mereka sebagai satu etnis yaitu etnis Flores. Hal ini membuat individu dari luar Flores menganggap individu beretnis Flores sebagai individu yang etnosentris tetapi tidak begitu tampak dalam kehidupan keseharian mereka.

Vetter (1932) dalam bukunya berjudul “atakiwan” menunjukkan bahwa kehidupan sehari-hari individu beretnis Flores memiliki ciri-ciri yang masih cenderung sombong dan memiliki sikap primitif. Dikatakan sombong karena masih dipengaruhi oleh tradisi di masa lalu dimana Pulau Flores pernah menjadi Koloni Portugis. Sementara itu, sikap primitif terbentuk dari


(50)

kepercayaan yang dianut yakni keyakinannya baik kepada Tuhan maupun nenek moyang.

Menurut Sewa (2002), karakteristik individu beretnis Flores diantaranya cenderung memperlihatkan emosi yang sulit terkendali, banyak bicara dengan suara keras, dan tidak dapat menahan diri. Ketika mengungkapkan diri individu beretnis Flores cenderung spontan untuk mengungkapkan tujuannya. Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh Liliweri (1993) menunjukkan bahwa etnis Flores memiliki keterbukaan diri terhadap sesama etnis 57,3% lebih tinggi dibandingkan antar etnis 41,2%. Ketika individu beretnis Flores melakukan komunikasi antarpribadi dengan sesama etnis, mereka lebih terbuka, merasa empati, merasa positif, memberikan dukungan dan memelihara keseimbangan dengan etnis sendiri. Sebaliknya terhadap etnis lain, individu etnis Flores kurang terbuka, kurang merasa positif dan kurang memberikan dukungan kepada etnis lain.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa etnis Flores termasuk etnis yang menjunjung tinggi nilai-nilai budaya yang dianut. Hal ini tampak dari ajaran hidup yang dianut oleh individu beretnis Flores yaitu menjunjung tinggi nilai adat istidat, toleransi, dan kerukunan. Karakteristik individu beretnis Flores yaitu cenderung memperlihatkan emosi yang sulit terkendali, banyak bicara dengan suara keras, dan tidak dapat menahan diri (Sewa, 2002).


(51)

E. Dinamika Perbedaan Pengungkapan Diri Masa Dewasa Awal Ditinjau dari Perspektif Gender pada Etnis Jawa dan Flores

Pengungkapan diri diartikan sebagai suatu kemampuan seorang individu dalam menyampaikan informasi tentang dirinya sendiri kepada orang lain sehingga terjalin suatu hubungan yang akrab. Pengungkapan diri memiliki dua dimensi yaitu dimensi keluasan dan kedalaman (Jourard & Lasakow, 1958). Pengungkapan diri sebagai salah satu komunikasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain besarnya kelompok, perasan menyukai, efek diadik, kompetensi, kepribadian, topik, dan jenis kelamin/gender (Devito, 2011). Sementara itu, pengungkapan diri juga dipengaruhi oleh faktor kebudayaan (Taylor dalam Sari dkk., 2006).

Penelitian ini berfokus pada peninjauan gender terhadap peran budaya yang memungkinkan terjadinya pengungkapan diri. Penelitian ini menggunakan individu dewasa awal beretnis Jawa dan Flores dan gender sebagai variasi kelompok penelitian ini karena peneliti menangkap fenomena adanya perbedaan proses pengungkapan diri terhadap interaksi interpersonal mereka. Oleh karena itu, berikut akan diuraikan tentang perbedaan gender dan beberapa bagian budaya dari etnis Jawa dan etnis Flores yaitu ajaran hidup dan persepsi tentang pengungkapan diri. Nampaknya dapat mendukung atau menghambat proses pengungkapan diri pada masa dewasa awal beretnis Jawa dan Flores.

Dalam perkembangannya, individu pada masa dewasa awal sangat membutuhkan berbagai penyesuaian terhadap tuntutan-tuntutan yang ada di lingkungan sosial. Oleh karena itu, individu dewasa awal membutuhkan


(52)

keterampilan sosial. Salah satu aspek penting dalam keterampilan sosial adalah pengungkapan diri. Dengan adanya pengungkapan diri dapat menentukan keberhasilan individu dewasa awal dalam berinteraksi. Dalam perkembangannya, terdapat banyak tuntutan-tuntutan pada masa dewasa awal diantaranya melakukan pengaturan terhadap diri sendiri, menjadi seorang yang reproduktif, mampu menghadapi berbagai masalah, mampu mengontrol emosi, mampu untuk bersaing sosial, mampu membuat suatu komitmen, memiliki otonomi, mampu melakukan perubahan nilai, mampu menyesuaikan diri dengan cara hidup baru, dan memiliki kreativitas.

Gender adalah suatu konsep kultur yang merujuk pada karakteristik yang membedakan antara laki-laki dan perempuan. Sementara dalam psikologi, pendekatan perspektif gender adalah sebuah karakteristik baik yang dipengaruhi oleh biologis maupun sosial yang digunakan untuk menentukan antara laki-laki dan perempuan (Myers, 2012). Perbedaan gender dapat berupa perbedaan pola pengasuhan anak, penetapan peran, stereotipe gender, dan ideologi peran jenis kelamin ( Berry dkk., 1999). Perbedaan gender sangat mempengaruhi proses pengungkapan diri seorang individu. Penelitian yang dilakukan oleh Jourard (Cozby, 1973) menemukan bahwa pengungkapan diri yang rendah pada laki-laki berhubungan dengan empati yang kurang, insight atau wawasan, dan umur yang lebih pendek daripada perempuan. Jourard & Lasakow (1957) menegaskan bahwa perbedaan jenis kelamin dalam pengungkapan diri memberikan nilai yang bertentangan dan membawa harapan untuk bersosialisasi. Hal ini tampak dari perempuan berharap agar hubungan emosionalnya dapat terpuaskan sedangkan


(53)

laki-laki berharap agar hubungan fungsionalnya dapat terpuaskan (misalnya, persahabatan).

Budaya dapat mempengaruhi proses pengungkapan diri seorang individu. Faktor budaya yang difokuskan pada penelitian ini adalah etnis. Etnis adalah sekelompok individu yang membedakan diri dengen kelompok lain karena memiliki kesamaan dalam sejarah, norma, perilaku, bahasa dan beberapa karakteristik lain. Dalam penelitian ini, peneliti secara khusus membahas tentang etnis Jawa dan etnis Flores yang mempengaruhi proses pengungkapan diri karena penulis berasumsi terdapat perbedaan pengungkapan diri antar etnis tersebut.

Etnis Jawa termasuk individu yang menjunjung tinggi nilai-nilai dan kebudayaan. Hal ini tampak dari ajaran hidup yang dianut oleh individu beretnis Jawa yaitu rukun, hormat dan toleransi. Karakteristik individu beretnis Jawa yaitu menjunjung tinggi tata krama kesopanan, cenderung mengotrol diri, berbicara dengan suara yang halus (Handayani & Novianto, 2004).

Sementara itu, etnis Flores juga termasuk etnis yang menjunjung tinggi nilai-nilai budaya yang dianut. Hal ini tampak dari ajaran hidup yang dianut oleh individu beretnis Flores yaitu menjunjung tinggi nilai adat istiadat, toleransi, dan kerukunan. Karakteristik individu beretnis Flores yaitu cenderung memperlihatkan emosi yang sulit terkendali, banyak bicara dengan suara keras, dan tidak dapat menahan diri (Sewa, 2002).

Berdasarkan paparan sebelumnya, peneliti memiliki beberapa asumsi yaitu (1) terdapat perbedaan pengungkapan diri laki-laki dewasa awal etnis Jawa dan Flores, (2) terdapat perbedaan pengungkapan diri perempuan dewasa awal etnis


(54)

Jawa dan Flores (3) terdapat perbedaan pengungkapan diri antara laki-laki dan perempuan dewasa awal pada etnis Jawa dan etnis Flores.

Gambar 1. Skema perbedaan pengungkapan diri masa dewasa awal ditinjau dari perspektif gender pada etnis Jawa dan etnis Flores

KEBUDAYAAN

ETNIS JAWA ETNIS FLORES

Karakteristik 1. Menahan diri

2. Dapat mengontrol emosi 3. Banyak bicara dengan suara

halus

Sumber:Handayani & Novianto (2004)

Karakteristik 1. Tidak dapat menahan diri 2. Sulit mengontrol emosi

3. Banyak bicara dengan suara keras

Sumber: Sewa (2002)

PENGUNGKAPAN DIRI

LAKI-LAKI PEREMPUAN

Ciri-ciri 1. Dominan 2. Tidak tergantung 3. Bersifat Petualang

Sumber: Berry dkk., (1999)

Ciri-ciri 1. Tunduk (Submitif) 2. Emosional 3. Lemah

Sumber: Berry dkk., (1999)

GENDER 1. Pola pengasuhan 2. Penetapan peran 3. Stereotipe gender

4. Idiologi peran jeniskelamin


(55)

F. Hipotesis

1. Pengungkapan diri laki-laki dewasa awal pada etnis Flores lebih tinggi daripada pengungkapan diri laki-laki dewasa awal pada etnis Jawa.

2. Pengungkapan diri perempuan dewasa awal pada etnis Flores lebih tinggi daripada pengungkapan diri perempuan dewasa awal pada etnis Jawa. 3. Pengungkapan diri perempuan dewasa awal lebih tinggi daripada


(56)

36 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode komparasi. Metode komparasi adalah metode yang membandingkan keberadaan suatu variabel atau lebih pada dua atau lebih sampel yang berbeda, atau pada waktu yang berbeda (Sugiyono, 2011). Dengan metode ini, peneliti akan membandingakan perbedaan pengungkapan diri masa dewasa awal ditinjau dari perspektif gender pada etnis Jawa dan etnis Flores.

B. Indentifikasi Variabel Penelitian 1. Variabel bebas : a.Gender

b. Etnis yang terdiri dari etnis Jawa dan etnis Flores 2. Variabel tergantung : Pengungkapan diri

C. Definisi Operasional 1. Variabel Bebas

a. Gender adalah suatu konsep kultur yang merujuk pada karakteristik yang membedakan antara laki-laki dan perempuan.

b. Etnis adalah sekelompok individu yang membedakan diri dengan kelompok lain kerena memiliki kesamaan dalam sejarah, norma,


(57)

perilaku, bahasa dan beberapa karakteristik lain. Dalam penelitian ini, menggunakan variabel bebas etnis dengan dua variasi subjek yaitu etnis Jawa dan etnis Flores.

 Etnis Jawa adalah etnis yang memiliki karakteristik seperti melakukan pengekangan terhadap emosi dan pikiran yang dimiliki, berbicara dengan suara yang halus, dan cenderung menahan diri (Handayani & Noviantoo, 2004).

 Etnis Flores adalah etnis yang memiliki karakteristik seperti memperlihatkan emosi yang sulit terkendali, berbicara dengan suara keras, dan tidak dapat menahan diri (Sewa, 2002).

2. Variabel Tergantung

Pengungkapan diri adalah kemampuan seorang individu untuk mengungkapkan tentang dirinya sendiri kepada orang lain sehingga terjalin hubungan yang akrab. Pengungkapan diri diukur menggunakan skala pengungkapan diri yang diadaptasi dan dimodifikasi dari dimensi pengungkapan diri yang dikemukakan oleh Jourard dan Lasakow (1958) yaitu keluasan (breadth) dan kedalaman (depth).

a. Dimensi keluasan (breadth) adalah jumlah informasi yang diungkap oleh seorang individu.

b. Dimensi kedalaman (depth) adalah tingkatan dimana seorang individu menceritakan tentang diri.

Hasil skala pengungkapan diri tersebut akan menunjukkan tingkat pengungkapan diri individu dewasa awal pada etnis Jawa dan etnis Flores.


(58)

Apabila semakin tinggi skor yang didapat dari skala tersebut maka semakin tinggi perilaku pengungkapan diri yang dilakukan oleh individu masa dewasa awal. Sebaliknya, semakin rendah skor yang didapatkan maka semakin rendah perilaku pengungkapan diri yang dilakukan individu masa dewasa awal.

D. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah individu dewasa awal dengan rentang usia 18 hingga 25 tahun, laki-laki dan perempuan, serta beretnis Jawa dan Flores. Alasan pemilihan subjek yaitu individu berada pada usia ini merupakan masa transisi dari masa remaja ke masa dewasa awal sehingga membutuhkan keterampilan sosial. Menurut Buhmester (Gainau, 2009) aspek penting dari keterampilan sosial adalah pengungkapan diri. Dengan adanya keterampilan pengungkapan diri individu dapat menetukan keberhasilannya dalam berinteraksi dengan lingkungan sosial. Subjek penelitian akan dibagi menjadi enam kelompok besar yaitu kelompok laki-laki dewasa awal etnis Jawa, kelompok laki-laki-laki-laki dewasa awal etnis Flores, kelompok perempuan dewasa awal etnis Jawa, kelompok perempuan dewasa awal etnis Flores, kelompok laki-laki dewasa awal etnis Jawa dan etnis Flores, dan kelompok perempuan dewasa awal etnis Jawa dan etnis Flores.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik purposive sampling. Menurut Sugiyono (2011) teknik purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Alasan memilih


(59)

teknik purposive sampling adalah dengan teknik ini peneliti akan mendapatkan sampel sesuai dengan karakteristik subjek yang diinginkan dalam penelitian. Adapun karakteristik dari subjek penelitian ini, yaitu:

a. Individu berada pada usia 18 – 25 tahun

b. Individu yang tergolong etnis Jawa dan etnis Flores. Untuk ciri-ciri etnis ini dikontrol melalui pertanyaan mengenai kemampuan subjek dalam berbahasa sesuai dengan etnis mereka.

F. Alat Pengumpulan Data 1. Skala Pengungkapan Diri

Metode pengumpulan data pada penelitian ini dengan menggunakan skala pengungkapan diri. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan skala self disclosure (pengungkapan diri) yang diadaptasi dan dimodifikasi oleh peneliti dari Jourard Self Dislosure Questionnaire (Jourard dan Lasakow, 1958). Alasan peneliti melakukan adaptasi dan modifikasi yaitu karena adanya perbedaan budaya dan berpikir bahwa perubahan yang dilakukan tidak akan mempengaruhi hasil penelitian secara signifikan, namun akan membuat skala penelitian ini menjadi lebih mudah dipahami.

2. Penyusunan Item Pernyataan

Penyusunan item pada skala pengungkapan diri didasarkan pada dimensi pengungkapan diri yang dikemukan oleh Jourard dan Lasakow (1958) yaitu keluasan (breadth) dan kedalaman (depth). Dimensi keluasan terkait dengan jumlah informasi yang diungkapkan oleh seseorang. Dimensi ini


(60)

memiliki enam kategori topik pembicaraan yaitu sikap dan pendapat, rasa dan minat, pekerjaan dan kuliah, uang, kepribadian, dan tubuh. Dimana aspek-aspek dari enam kategori topik tersebut dijadikan sebagai pedoman dalam menyusun item-item penyataan dalam skala pengungkapan diri. Sementara itu, aspek kedalaman (depth) terkait dengan tingkatan dimana seseorang menceritakan tentang dirinya. Tingkatan tersebut dikategorikan menjadi sangat mendetail, mendetail, kurang mendetail, dan tidak pernah bercerita. Dimensi kedalaman ini dijadikan sebagai pedoman dalam pemberian skor pada masing-masing pernyataan. Skala JSDQ ini berisi 60 item pernyataan yang diadaptasi dan dimodifikasi oleh peneliti menjadi 30 item.

Tabel 1

Blue Print Skala Pengungkapan Diri

No Dimensi Indikator Jumlah

1. Keluasan Sikap dan Pendapat 5

Rasa dan Minat 5

Pekerjaan & Kuliah 5

Uang 5

Kepribadian 5

Tubuh 5

Jumlah 30

2. Kedalaman Kategori Jawaban Skor

Sangat Mendetail (SM) 4

Mendetail (M) 3

Kurang Mendetail (KM) 2


(61)

3. Distribusi Item Sebelum Uji Coba

Atribut pengungkapan diri diukur melalui skala pengungkapan diri yang disusun oleh peneliti berdasarkan teori Jourard dan Lasakow (1958). Berikut ini distribusi item pada skala pengungkapan diri sebelum uji coba :

Tabel 2

Distribusi Item Skala Pengungkapan Diri Sebelum Uji Coba No Dimensi Indikator Jumlah Total

1. Keluasan Sikap & Pendapat 1,2,3,4,5 5 Rasa & Minat 6,7,8,9,10 5 Pekerjaan & Kuliah 11,12,13,14,15 5

Uang 16,17,18,19,20 5

Kepribadian 21,22,23,24,25 5

Tubuh 26,27,28,29,30 5

Jumlah Total 30

G. Validitas, Seleksi Item, dan Reliabilias 1. Validitas

Pada penelitian ini, pengujian validitas yang digunakan oleh peneliti adalah validitas isi. Sebelum melakukan try out peneliti berkonsultasi dan meminta pertimbangan dari dosen pembimbing dan dua orang teman yang bertindak sebagai profesional jugdment yang menilai sesuai atau tidaknya tiap item untuk kawasan ukur pengungkapan diri.

2. Seleksi Item

Dalam melakukan seleksi item, peneliti menggunakan program SPSS versi 16 for windows. Penyeleksian ini dilakukan dengan cara melihat


(62)

konsistensi antar item dengan skala secara keseluruhan dalam mengungkap perbedaan individu (Azwar, 2011). Hal tersebut sering disebut dengan korelasi item total. Dalam penelitian ini peneliti, menggunaan kriteria pemilihan item dengan batasan rix ≥ 0.30. Oleh karena itu, setiap item yang mencapai koefisien korelasi minimal 0.30 maka item tersebut dianggap memuaskan (Azwar, 2010).

Oleh karena itu, item-item yang gugur pada uji coba yang telah dilakukan pada tanggal 26 Agustus 2013 sampai 30 Agustus 2013 dengan subjek sebanyak 80 subjek terdiri dari 40 subjek beretnis Jawa (20 subjek laki dan 20 subjek perempuan) dan 40 subjek beretnis Flores (20 subjek laki-laki dan 20 subjek perempuan) sebagai berikut :

Tabel 3

Distribusi Item yang Gugur pada Skala Pengungkapan Diri Saat Uji Coba

No Dimensi Indikator Pernyataan Jumlah

Total 1. Keluasan Sikap & Pendapat 1,2,3,4,5* 5

Rasa & Minat 6,7,8*, 9,10 5 Pekerjaan & Kuliah 11,12,13,14*,15 5

Uang 16,17,18*,19, 20 5

Kepribadian 21,22,23,24,25 5

Tubuh 26,27,28,29,30 5

Total 30

Keterangan :

*) item yang gugur karena koefisien korelasi rix ≥ 0,30

Berdasarkan perhitungan tersebut, koefisien korelasi total (rix) berkisar dari 0.320 sampai dengan 0.599. Oleh karena itu, dari 30 item yang telah disusun terdapat 4 item yang gugur. Item-item tersebut adalah 5, 8, 14, dan 18.


(63)

Akan tetapi, item no 5, tidak digugurkan oleh peneliti karena item no 5 digunakan peneliti sebagai indikator untuk membandingkan antara dua etnis yaitu etnis Jawa dan etnis Flores yang akan diteliti.

Berikut ini distribusi data setelah uji coba dan untuk digunakan dalam penelitian :

Tabel 4

Distribusi Item Skala Pengungkapan Diri Setelah Uji Coba No Dimensi Indikator Pernyataan Jumlah

Total 1. Keluasan Sikap & Pendapat 1,2,3,4,5** 5

Rasa & Minat 6,7, 9,10 4 Pekerjaan & Kuliah 11,12,13,15 4

Uang 16,17,19,20 4

Kepribadian 21,22,23,24,25 5

Tubuh 26,27,28,29,30 5

Total 27

Keterangan :

**) untuk item no 5 tidak digugurkan karena pertimbangan terkait perbedaan budaya

3. Reliabilitas

Dalam menilai apakah skala pengungkapan diri yang disusun peneliti merupakan skala yang reliabel maka peneliti menguji skala pengungkapan diri tersebut dengan menggunakan teknik Alpah Cronbach yang dihitung melalui program SPSS versi 16 for windows. Setelah dihitung dengan teknik tersebut didapatkan koefisien sebesar 0,733 yang berarti bahwa skala pengungkapan diri yang telah diadapatasi, dimodifikasi oleh peneliti bersifat reliabel atau dapat dipercaya.


(64)

H. Metode Analisis Data

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan pengungkapan diri masa dewasa awal ditinjau dari perspektif gender pada etnis Jawa dan Flores. Oleh karena itu, metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah uji t dengan menggunakan Independent Sample t-test.


(65)

45 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

Pengambilan data pada penelitian ini kurang lebih selama satu minggu, sejak tanggal 5 September 2013 sampai dengan 11 September 2013. Waktu untuk pengambilan data termasuk cepat karena peneliti mudah untuk mencari subjek yang sesuai dengan kriteria.

Subjek penelitian adalah individu dewasa awal berusia 18 sampai 25 tahun, baik laki-laki maupun perempuan, beretnis Jawa dan Flores, dan adanya kontrol. Subjek yang dijadikan sampel dalam penelitian diambil dari berbagai Universitas di Yogyakarta. Mulai dari Universitas Sanata Dharma, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Universitas Respati Yogyakarta dan beberapa Universitas lain yang di dalamnya terdapat subjek yang dibutuhkan.

Penelitian dilakukan dengan cara menyebar 180 skala pengungkapan diri yang telah disusun dimodifikasi oleh peneliti, baik langsung maupun melalui internet. Peneliti kemudian meminta bantuan teman-teman yang menjadi jembatan antara peneliti dengan subjek terkait. Selain itu, skala yang kembali adalah 176 skala dan yang memenuhi kriteria yang ditentukan peneliti sebanyak 144 skala.

Subjek dalam penelitian ini terdiri dari 72 individu dewasa awal etnis Jawa (terdiri dari 36 subjek laki-laki dan 36 subjek perempuan) dan 72 individu dewasa awal etnis Flores (terdiri dari 36 subjek laki-laki dan 36 subjek perempuan).


(66)

B. Deskripsi Data Penelitian 1. Deskripsi Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini terdiri dari laki-laki dan perempuan dewasa awal dari etnis Jawa dan etnis Flores. Berikut tabel deskripsi subjek penelitian berdasarkan perspektif gender :

Tabel 5

Deskripsi Data Subjek Berdasarkan Gender

Etnis Total

Jawa Flores

Laki-laki 36 36 72

Perempuan 36 36 72

Total 72 72 144

2. Deskripsi Data Penelitian

Deskripsi data penelitian dilakukan untuk mengetahui gambaran kecenderungan subjek menjawab dan untuk mengetahui apakah subjek penelitian memiliki pengungkapan diri yang tinggi atau rendah. Hal tersebut dilakukan dengan membandingkan Mean Teoretis (MT) dan Mean Empiris (ME) untuk masing-masing hipotesis. MT dihitung dengan cara manual dan didapatkan hasil yaitu 67,79.

Mean Teoretis (MT) = ∑ = = 67.79

Sementara untuk ME dihitung dengan menggunakan Independent Sample t-Test melalui program SPSS versi 16 for window dan menghasilkan data sebagai berikut:


(67)

Tabel 6

Mean Empiris dan Mean Teoretis

Etnis N Mean

Empiris

Mean Teoretis

T P

Hipotesis I Jawa 36 64.31

67.79

-1.862 0.765 Flores 36 69.94

Hipotesis II Jawa 36 67.39 - 0.923 0.563

Flores 36 69.53

Hipotesis III Laki-laki 72 67.12 - 0.692 0.020 Perempuan 72 68.46

C.Analisis Data Penelitian 1. Hasil Uji Hipotesis

a. Uji Normalitas dan Homogenitas

Peneliti melakukan uji normalitas dengan tujuan untuk mengetahui apakah data dalam penelitian normal atau tidak. Uji normalitas ini dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran data pada penelitian bersifat normal atau tidak (Santoso, 2010). Peneliti menggunakan uji One Sampel Kolmogorov-Smirnov melalui program SPSS versi 16 for window. Data dikatakan normal sebarannya ketika p > 0.1 dan sebaliknya sebaran data dianggap tidak normal apabila p < 0.1 (Santoso, 2010). Peneliti menggunakan nilai alpha sebesar 0.1 dengan alasan memperkecil kesalahan dalam menarik kesimpulan (Santoso, 2010).


(68)

Tabel 7

Hasil Uji Normalitas

Kelompok N Asymp.Sig.(2-tailed) P > 0.05

Keterangan

Hipotesis I Jawa 36 0.964 Normal

Flores 36 0.920 Normal

Hipotesis II Jawa 36 0.744 Normal

Flores 36 0.611 Normal

Hipotesis III Laki-laki 72 0.720 Normal

Perempuan 72 0.443 Normal

Berdasarkan analisis pada uji normalitas data pengungkapan diri laki-laki dewasa awal ada etnis Jawa dan etnis Flores didapatkan bahwa taraf signifikansi atau nilai probabilitas individu laki-laki dewasa awal etnis Jawa adalah 0.964. Sementara nilai probabilitas individu laki-laki dewasa awal etnis Flores adalah 0.920. Dengan demikian sebaran skala untuk data dewasa awal laki-laki etnis Jawa dan etnis Flores dapat dikatakan normal.

Berdasarkan analisis pada uji normalitas data pengungkapan diri perempuan dewasa awal pada etnis Jawa dan etnis Flores didapatkan bahwa taraf signifikansi atau nilai probabilitas individu perempuan dewasa awal etnis Jawa adalah 0,744. Sementara nilai probabilitas individu perempuan dewasa awal etnis Flores adalah 0.611. Dengan demikian sebaran skala untuk data dewasa awal perempuan etnis Jawa dan etnis Flores dapat dikatakan normal.

Berdasarkan analisis pada uji normalitas data pengungkapan diri laki-laki dan perempuan dewasa awal pada etnis Jawa dan etnis


(1)

sd16 133.85 519.323 .429 .731

sd17 133.46 513.687 .554 .728

sd18 132.71 519.505 .447 .731

sd19 133.36 518.273 .437 .731

sd20 132.95 513.779 .562 .728

sd21 132.82 514.755 .554 .729

sd22 133.01 513.120 .547 .728

sd23 133.89 519.973 .378 .732

sd24 133.41 512.906 .546 .728

sd25 133.08 513.528 .635 .728

sd26 133.43 520.232 .399 .732

sd27 133.23 514.432 .544 .729


(2)

90

LAMPIRAN VII HASIL UJI NORMALITAS

1. Pengungkapan diri laki-laki dewasa awal pada etnis Jawa dan etnis Flores

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

etnis_jawa etnis_flores

N 36 36

Normal Parametersa Mean 64.31 69.94

Std. Deviation 13.171 12.520

Most Extreme

Differences

Absolute .083 .092

Positive .083 .092

Negative -.062 -.085

Kolmogorov-Smirnov Z .500 .552

Asymp. Sig. (2-tailed) .964 .920

a. Test distribution is Normal.

2. Pengungkapan diri perempuan dewasa awal pada etnis Jawa dan etnis Flores

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

etnis_Jawa etnis_flores

N 36 36

Normal Parametersa Mean 67.39 69.53

Std. Deviation 9.548 10.098

Most Extreme

Differences

Absolute .113 .127

Positive .113 .127

Negative -.101 -.090

Kolmogorov-Smirnov Z .680 .760

Asymp. Sig. (2-tailed) .744 .611


(3)

3. Pengungkapan diri laki-laki dan perempuan dewasa awal pada etnis Jawa dan etnis Flores

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

skor_laki2 skor_perem

N 72 72

Normal Parametersa Mean 67.12 68.46

Std. Deviation 13.071 9.817

Most Extreme

Differences

Absolute .082 .102

Positive .082 .102

Negative -.054 -.071

Kolmogorov-Smirnov Z .695 .865

Asymp. Sig. (2-tailed) .720 .443


(4)

92

LAMPIRAN VIII HASIL UJI HIPOTESIS

1. Pengungkapan diri laki-laki dewasa awal pada etnis Jawa dan etnis Flores T-Test

Group Statistics

Etnis N Mean Std. Deviation

Std. Error Mean skor_SD Jawa 36 64.33 13.171 2.195

Flores 36 69.94 12.520 2.087

Independent Samples Test Levene's

Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-tailed)

Mean Differe nce

Std. Error Differenc

e

95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper

skor_SD Equal

variances assumed

.090 .765 -1.862 70 .067 -5.639 3.029 -11.679 .402 Equal

variances not assumed


(5)

2. Pengungkapan diri perempuan dewasa awal pada etnis Jawa dan etnis Flores T-Test

Group Statistics

Etnis N Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

skor_SD Jawa 36 67.39 9.548 1.591

Flores 36 69.53 10.098 1.683

Independent Samples Test Levene's

Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. T df

Sig. (2-tailed)

Mean Differe nce

Std. Error Differenc

e

95% Confidence

Interval of the Difference Lower Upper skor_SD Equal

variances assumed

.338 .563 -.923 70 .359 -2.139 2.316 -6.758 2.481 Equal

variances not assumed

-.923 69.78


(6)

3. Pengungkapan diri laki-laki dan perempuan pada etnis Jawa dan etnis Flores T-Test

Group Statistics

jen_kel N Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

skor_SD laki-laki 72 67.14 13.071 1.540

perempuan 72 68.46 9.817 1.157

Independent Samples Test Levene's

Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-tailed)

Mean Differ

ence

Std. Error Differe nce

95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper skor_SD Equal

variances

assumed 5.521 .020 -.692 142 .490 -1.333 1.926 -5.142 2.475

Equal variances not assumed