ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KABUPATEN JOMBANG.

(1)

atasrahmatsertahidayahnya yang telahdilimpahkansehinggapenulisbisamenyelesaikan proposal

skripsiini.Penyusunan proposal

skripsiinimerupakansalahsatukewajibanmahasiswauntukmemenuhitugasdansyarat akhirakademis di PerguruanTinggiUniversitas Pembangunan Nasional “Veteran” JawaTimurFakultasEkonomikhususnyaJurusanEkonomi

Pembangunan.Dalampenulisan proposal skripsiinipenulismengambiljudul“ AnalisisFaktor-Faktor Yang MempengaruhiPendapatanAsli Daerah Di KabupatenJombang”.

Penelitimenyadarisepenuhnyabahwadidalampenyusunan proposal

skripsiinimasihbanyakkekurangannya. Hal inidisebabkankarenamasihterbatasnyakemampuandanpengetahuan yang

ada.Walaupundemikianberkatbantuandanbimbingan yang diterimadari IR HamidahHendrarini, Msi.SelakuDosenPembimbingUtama yang denganpenuhkesabarantelahmengarahkandariawaluntukmemberikanbimbinganke

padapeneliti, sehingga proposal skripsiinidapattersusundanterselesaikandenganbaik.

Atasterselesainyaskripsiini, penulismenyampaikan rasa hormatdanterimakasih yang sebesar-besarnyakepada :


(2)

3. BapakDrs. Ec. Rahman A. Suwaidi, MsiselakuPembantuDekan I FakultasEkonomiUniversitas Pembangunan Nasional “Veteran” JawaTimur.

4. Bapak Drs. Ec. WiwinPriana, MT selakuKetuaJurusanEkonomi Pembangunan FakultasEkonomiUniversitas Pembangunan Nasional “Veteran” JawaTimur

5. Ibu IR HamidahHendrariniMsi ,selakuDosenPembimbingUtama yang telahmeluangkanwaktuuntukmemberikanbimbingandanmasukan-masukan yang berartibagipenulis.

6. SegenapstafpengajardanstafkantorUniversitas Pembangunan Nasional

“Veteran” JawaTimur. Yang telahdenganiklasmemberikanilmudanpelayananakademikbagipenulisdanse

muamahasiswa UPN.

7. BapakdanIbutercinta yang

telahsabarmendidikdanmembesarkandenganpenuhkasih sayangbaik moral, material, maupun spiritual. Dan semuakeluargabesarsertateman-temansemuanya.Semogamendapatkanpahala yang besardari Allah SWT.

Akhir kata yang dapatterucapkansemogapenyusunan proposal skripsiinidapatbergunabagipembacadanpihak-pihak lain yang


(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

ABSTRAKSI ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1.LatarBelakang ... 1

1.2.PerumasanMasalah ... 6

1.3.TujuanPustaka ... 6

1.4.ManfaatPenelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PenelitianTerdahulu ... 8

2.2. LandasanTeori ... 11

2.2.1. Pendapatan ... 11

2.2.1.1. PengertianPendapatan ... 11


(4)

2.2.2.2. Metode Pendekatan Produk Domestik

Regional Bruto ... 18

2.2.2.3. AgregatPendapatan Regional ... 22

2.2.2.4. PenyajianProduk Domestik Regional Bruto ... 23

2.2.2.5. Hubungan PDRB Dengan Pendapatan Asli Daerah ... 25

2.2.3. Investasi Daerah ... 25

2.2.3.1.Definisi dan Pengertian Investasi ... 25

2.2.3.2. Teori Investasi ... 27

2.2.3.3. Macam-Macam Investasi ... 29

2.2.3.4. Faktor-Faktor yang Menentukan Investasi ... 36

2.2.3.5. Hubungan Investasi Daerah dengan Pendapatan AsliDaerah ... 38

2.2.4. Penduduk ... 38

2.2.4.1. Hubungan PendudukTerhadapPendapatan Asli Daerah ... 44


(5)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1. DefinisiOperasional dan PengukuranVariabel ... 54

3.2. TehnikPenentuanSampel ... 55

3.3. TehnikPengumpulan Data ... 56

3.3.1. Jenis Data ... 56

3.3.2.SumberData ... 56

3.3.3.Pengumpulan Data ... 56

3.4. TehnikAnalisis dan UjiHipotesis ... 57

3.4.1. TehnikAnalisis ... 57

3.4.2. UjiAsumsiKlasik ... 58

3.4.3. UjiHipotesis ... 63

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Obyek Penelitian ... 67

4.1.1. Gambaran Umum Wilayah Jombang ... 67

4.2. Deskripsi Hasil Penelitian ... 68

4.2.1. Perkembangan Pendapatan Asli Daerah ... 69

4.2.2. Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto ... 69

4.2.3. Perkembangan Investasi Daerah ... 70


(6)

4.3.1. Uji Hipotesis Secara Simultan ... 79 4.3.2. Uji Hipotesis Secara Parsial ... 80 4.3.3. Pembahasan ... 87 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ... 89 5.2. Saran ... 91 DAFTAR PUSTAKA


(7)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Perkembangan Pendapatan Asli Daerah Tahun 2000 - 2009 ... 69

Tabel 2. Perkembangan PDRB Tahun 2000 – 2009 ... 70

Tabel 3. Perkembangan Investasi Daerah Tahun 2000 – 2009 ... 71

Tabel 4. Perkembangan Jumlah Penduduk Tahun 2000 – 2009 ... 71

Tabel 5. Perkembangan Jumlah Pelanggan Listrik Tahun 2000 – 2009 .... 72

Tabel 6. Tes Heterokedastisitas dengan Korelasi Rank Spearman ... 76

Tabel 7. Analisis Varian (ANOVA) ... 79

Tabel 8. HasilAnalisisVariabelProdukDomestik Regional Bruto (X1), Investasi Daerah (X2), JumlahPenduduk (X3), danJumlahPelanggan Listrik (X4) terhadapPendapatanAsli Daerah ... 81


(8)

DAFTAR GAMBAR

Halam an

Gambar 1. Autononiuus Invesment ... 31

Gambar 2. Indiced Invesment ... 32

Gambar 3. Komposisi Penduduk ... 41

Gambar 4. Kerangka Konseptual Hubungan Antar Variabel ... 52

Gambar 5. Kurva Durbin-Watson ... 62

Gambar 6. Kurva Uji Hipotesis Secara Simultan ... 64

Gambar 7. Kurva Uji Hipotesis Secara Parsial ... 65

Gambar 8. Kurva Statistik Durbin Watson ... 74

Gambar 9. DistribusiKriteriaPenerimaan/PenolakanHipotesisSecaraSimultanatauKeseluruhan 80 Gambar 10 Kurva Distribusi Hasil Analisis secara Parsial Faktor Produk Domestik Regional Bruto (X1) terhadap Pendapatan Asli Daerah (Y). ... 82

Gambar 11. KurvaDistribusiHasilAnalisis secara ParsialFaktorInvestasiDaerah(X ) terhadap Pendapatan Asli Daerah (Y) ... 83


(9)

(X4) terhadapPendapatanAsli Daerah (Y) ... 86

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Data Regresi

2. Analisis Multiple Regression

3. AnalisisRegresidengan Program SPSS 4. Tabel Uji F

5. Tabel Uji T


(10)

Nurkholis Septyan Hidayatulloh Abstraksi

Pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang mana merata materil dan spirituil. Dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan membuktikan pengaruh Produk Domestik Regional Bruto, Investasi Daerah, Jumlah Penduduk, dan Jumlah Pelanggan Listrik, apakah dapat meningkatkan dan memakmuran perekonomian di Kabupaten Jombang.

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Jawa Timur dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Jombang.Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda dengan menggunakan alat bantu komputer program Statistic Program For Social Science (SPSS) 17.0 yang menunjukkan pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Melalui analisis regresi linier berganda dapat diperoleh persamaan regresi dengan menggunakan uji F regresi secara simultan variabel bebas berpengaruh secara nyata terhadap variabel terikat dengan F hitung =10,146 > F tabel = 5,19 dengan level of significant (α) sebesar 0,05. Sedangkan dari pengujian secara parsial yang menggunakan uji t dengan α/2 = 0,025, dapat diketahui bahwa variabel bebas Produk Domestik Regional Bruto berpengaruh secara nyata terhadap variabel Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Jombang dengan t hitung = 2,611 > t tabel = 2,571. Untuk variabel Investasi Daerah dengan t hitung = -1,631 < t tabel = -2,571, maka variabel Investasi Daerah tidak berpengaruh secara nyata terhadap variabel Pendapatan Asli Daerah. Untuk variabel Jumlah Penduduk dengan t hitung = 1,805 < t tabel = 2,571, maka variabel Jumlah Penduduk tidak berpengaruh secara nyata terhadap variabel Pendapatan Asli Daerah. Untuk Variabel Jumlah Pelanggan Listrik dengan t hitung = 1,636 < t tabel = 2,571, maka variabel Jumlah Pelanggan Listrik tidak berpengaruh secara nyata terhadap Pendapatan Asli Daerah.

Kata Kunci : Pendapatan Asli Daerah (PAD), Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Investasi Daerah, Jumlah Pelanggan Listrik,


(11)

Kegiatan ekonomi yang bervariasi, mendorong setiap daerah Kabupaten atau Kota untuk mengembangkan potensi ekonominya. Oleh karena itu pembangunan daerah dilaksanakan secara terpadu dan serasi serta diarahkan agar pembangunan yang berlangsung disetiap daerah benar-benar sesuai dengan prioritas dan potensi daerah.

Berlakunya Undang No. 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 dalam konteks diatas adalah suatu kebijakan, dimana kebijakan tersebut berbentuk aturan yang mengatur seberapa besar dan seberapa luas kewenangan daerah dalam mengelola sumber daya yang di miliki. Sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 (Pasal 1, huruf h), bahwa Otonomi Daerah adalah kewenangan daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan undang-undang. (Anonim, 2000:3)

Pelaksanaan otonomi daerah yang dititikberatkan pada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah kewewenangan (urusan) dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah yang bersangkutan. Penyerahan berbagai kewenangan dalam rangka desentralisasi ini tentunya harus disertai dengan penyerahan dan pengalihan pembiayaan. Sumber pembiayaan yang paling penting adalah


(12)

sumber pembiayaan yang dikenal dengan istilah PAD (Pendapatan Asli Daerah).

Pendapatan Asli Daerah merupakan penerimaan dari pungutan pajak daerah,retribusi daerah, hasil dari perusahaan daerah, penerimaan dari dinas-dinas dan penerimaan lainnya yang termasuk dalam pendapatan asli daerah yang bersangkutan, dan merupakan pendapatan daerah yang sah. Semakin tinggi peranan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam pendapatan daerah merupakan cermin keberhasilan usaha-usaha atau tingkat kemampuan daerah dalam pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. (Anonim, 2008).

Menurut Supriady (2002:264), Pendapatan Asli Daerah yang antara lain bersumber dari pajak dan retribusi daerah diharapkan menjadi salah satu sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan daerah untuk peningkatan dan pemerataan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa PAD mempunyai peran penting dalam keuangan daerah dan merupakan salah satu tolak ukur dalam otonomi daerah yang nyata, dinamis dan bertanggung jawab.

Pajak daerah, sebagai salah satu komponen PAD, merupakan pajak yang dikenakan oleh pemerintah daerah kepada penduduk yang mendiami wilayah yurisdiksinya, tanpa langsung memperoleh kontraprestasi yang diberikan oleh pemerintah daerah yang memungut pajak daerah yang dibayarkannya. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi


(13)

Daerah, Pajak Daerah yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Pertumbuhan ekonomi sebagai salah satu alat untuk mengetahui perkembangan dan struktur ekonomi suatu wilayah merupakan indikator penting dalam menentukan arah pembangunan yang digambarkan oleh perkembangan produk domestik regional bruto (PDRB). Semakin besar PDRB yang diperoleh makan akan semakin besar pula potensi penerimaan daerah. Jadi dengan adanya peningkatan PDRB maka hal ini mengindikasikan akan mendorong peningkatan Pendapatan Asli Daerah

(Saragih, 2003).

Investasi/ penanaman modal adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Jika investasi di suatu daerah meningkat maka penerimaan daerah akan meningkat. Investasi yang besar akan membawa prospek pembangunan ekonomi yang lebih baik. Jombang merupakan Kabupaten kecil yang sedang berkembang, sehingga diharapkan dengan adanya investasi baik itu penanaman modal dalam negeri maupun penamanan modal asing. Dengan adanya investasi di Kabupaten Jombang diharapkan Jombang mampu untuk mandiri dalam melaksanakan perencanaan pembangunan dalam rangka pengembangan otonomi daerah.


(14)

Penduduk merupakan orang yang bertempat tinggal menetap dalam suatu wilayah. Penduduk dapat mempengaruhi penerimaan pendapatan daerah. Dengan meningkatnya jumlah penduduk akan meningkatkan permintaan terhadap barang-barang konsumsi. Hal ini selanjutnya dapat mendorong peningkatan produksi sehingga akan mengakibatkan adanya perluasan usaha dan pendirian usaha baru pada sektor produksi. Pendirian usaha baru akan menambah angkatan kerja yang berkerja sehingga pendapatan masyarakat cenderung meningkat.

Jumlah penduduk Kabupaten Jombang pada tahun 2000 mencapai 1.129.027 jiwa, terdiri atas 385.910 jiwa atau 34,15 % tinggal di wilayah perkotaan dan 743.117 jiwa atau 65,85 % tinggal di wilayah pedesaan. Tingkat kepadatan penduduk di Kabupaten Jombang mencapai 972 jiwa/km2, dengan tingkat kepadatan tertinggi di Kecamatan Jombang sebesar 3.198 jiwa/km2 sedangkan terendah di Kecamatan Plandaan sebesar 381 jiwa/km2. Berdasarkan struktur umur, jumlah penduduk di Kabupaten Jombang tersebut didominasi oleh penduduk dengan usia produktif atau usia kerja (20 – 39 tahun) dengan proporsi ± 33 %

(Anonim, 2000)

Listrik merupakan kebutuhan primer bagi masyarakat. Tanpa listrik masyarakat tidak dapat menjalankan kegiatan perekonomian mereka secara normal. Jumlah pelanggan listrik yang semakin meningkat tiap tahun akan mendorong meningkatnya penerimaan dari tagihan listrik. Semakin meningkatnya peneriman dari tagihan listrik akan meningkatkan


(15)

jumlah penerimaan pajak daerah. Pajak tersebut diperoleh dari pajak penerangan jalan yang bebankan kepada setiap pelanggan listrik, baik itu kantor, industri, maupun rumah tangga. Dengan semakin banyaknya jumlah pelanggan listrik diharapkan dapat meningkatkan penerimaan pajak sehingga mampu untuk mendorong peningkatan pendapatan asli daerah di kabupaten jombang.

Sebagai gambaran dapat dilihat dari data realisasi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Jombang yaitu tahun 2000 sebesar Rp. 13.359.845.000 dan pada tahun 2009 sebesar Rp. 90.214.137.927 (Anonim, 2005)

Dari data di atas dapat diketahui bahwa pendapatan asli daerah dari tahun ke tahun mengalami kenaikan rata-rata sebesar 85,2%. Sehingga dapat ditarik permasalahan faktor apa saja yang mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Jombang, serta berapa besarnya tiap-tiap komponen tersebut dalam memberikan kontribusinya terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Jombang.


(16)

1.2. Perumusan Masalah

Setelah memperhatikan uraian latar belakang di atas, maka untuk jelasnya dibutuhkan suatu rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apakah faktor Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) (X1), Investasi Daerah(X2), Jumlah Penduduk (X3), Jumlah Pelanggan Listrik (X4) berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Jombang?

2. Manakah diantara faktor PDRB, Investasi Daerah, Jumlah Penduduk, dan Jumlah Pelanggan Listrik yang paling dominan pengaruhnya terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Jombang?

1.3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang dan permasalahan yang dikemukakan maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh faktor PDRB, investasi daerah, jumlah penduduk, dan jumlah pelanggan listrik terhadap pendapatan asli daerah di Kabupaten Jombang.

2. Untuk mengetahui faktor apa yang paling dominan mempengaruhi pendapatan asli daerah Kabupaten Jombang.


(17)

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang bisa diambil dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai bahan informasi ilmiah bagi semua pihak yang berkepentingan terutama yang ada kaitannya dalam penelitian ini.

2. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi Fakultas Ekonomi UPN “Veteran” Jawa Timur guna melengkapi perbendaharaan perpustakaan selanjutnya.

3. Untuk memberikan gambaran, wawasan dan pengetahuan bagi penulis, khususnya mengenai pengaruh faktor PDRB, Investasi Daerah, jumlah penduduk, dan jumlah pelanggan listrik terhadap pendapatan asli daerah Kabupaten Jombang.


(18)

(19)

Penelitian ini dilakukan atas dasar atau pengacu pada penelitian-penelitian terdahulu yang pernah dilakukan dengan masalah yang berbeda dari sebelumnya yaitu oleh :

1. Qoryatin (2002) : dengan judul penelitian “Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Magelang”. Dalam pengujian hipotesis dengan menggunakan uji F secara simultan, variabel bebas berpengaruh secara nyata terhadap variabel terikat dengan Fhitung = 54,824 > Ftabel = 3,59. Dengan menggunakan level of significant sebesar α = 0,05 Sedangkan dari pengujian secara parsial, menggunakan uji t dengan α/2 = 0,025, sehingga dapat diketahui bahwa variabel bebas PDRB (X1) berpengaruh secara nyata terhadap variabel terikat Pendapatan Asli Daerah dengan thitung = 2,158 < ttabel = 2,201, untuk

variabel bebas Jumlah Penduduk (X2) diperoleh thitung = 2,609 > ttabel =

2,201 yang berarti variabel Jumlah Penduduk berpengaruh secara nyata terhadap variabel terikat Pendapatan Asli Daerah, untuk variabel Inflasi (X3) diperoleh thitung = 1,408 > ttabel = -2,201 yang berarti bahwa Inflasi

tidak berpengaruh secara nyata terhadap variabel terikat Pendapatan Asli Daerah.

2. Fuad (2004) : dengan judul “Analisis Faktor-Faktor Yang


(20)

hasil penelitian melalui analisis ui linier berganda dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan uji F untuk regresi secara simultan variabel bebas berpengaruh nyata terahadap variabel terikat dengan Fhitung =

112,874 ≥ Ftabel = 3,39 dengan menggunakan level of significant (α)

sebesar 0,05. Sedangkan dari pengujian parsial, menggunakan uji t dengan α/2 = 0,025 sehingga dapat diketahui variabel bebas PDRB (X1) berpengaruh secara nyata terhadap variabel terikat dengan thitung = 2,613 ≥ ttabel = 2,201. untuk variabel bebas Jumlah Penduduk (X2) diperoleh

thitung = 2,045 < ttabel = 2,201 yang berarti Jumlah Penduduk tidak

berpengaruh secara nyata terhadap Pendapatan Asli Daerah. Sedangkan variabel bebas Pengeluaran Pembangunan (X3) diperoleh thitung = 2,752 ≥ ttabel = 2,201 yang berarti bahwa Pengeluaran Pembangunan

berpengaruh secara nyata terhadap Pendapatan Asli Daerah.

3. Mochammad (2007) : dengan judul “ Analisis Beberapa Faktor Yang

Mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Di Kabupaten Nganjuk”. Dalam pengujian hipotesis dengan menggunakan uji F secara simultan, variabel bebas berpengaruh secara nyata terhadap variabel terikat dengan Fhitung = 25,250 > Ftabel = 3,48. Sedangkan dari pengujian parsial,

menggunakan uji t dapat diketahui variabel jumlah tenaga kerja (X1) diperoleh thitung = 0,995 < ttabel = 2,228 yang berari jumlah tenaga kerja

tidak berpengaruh secara nyata terhadap pendapatan asli daerah. Untuk variabel bebas jumlah industri kecil (X2) diperoleh thitung = -1,450 < ttabel


(21)

nyata terhadap pendapatan asli daerah. Variabel bebas jumlah usaha perdagangan (X3) diperoleh thitung = -1,450 < ttabel = -2,228 yang berarti

bahwa jumlah usaha perdagangan tidak berpengaruh secara nyata terhadap pendapatan asli daerah. Sedangkan variabel bebas PDRB sektor pertanian (X4) diperoleh thitung = 4,463 > ttabel = 2,228 yang berarti bahwa

PDRB sektor pertanian tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan asli daerah.

4. Rifia (2002) : dengan judul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Pendapatan Asli Daerah Di Kabupaten Probolinggo”. Dari hasil pengujian secara simultan nilai Fhitung = 54,824 > Ftabel = 3,59 dengan

Level Of Significant 0,05 sedangkan dari pengujian secara parsial, menggunakan uji t dapat diketahui bahwa variabel bebas PDRB, berpengaruh secara tidak nyata terhadap variabel terikat dengan thitung =

2,158 < ttabel = 2,201. Untuk variabel bebas jumlah penduduk diperoleh

thitung = 2,609 > ttabel = 2,201 yang berati jumlah penduduk berpengaruh

secara nyata terhadap pendapatan asli daerah, untuk variabel bebas inflasi diperoleh thitung = 1,408 > ttabel = -2,201 yang berarti bahwa inflasi

tidak berpengaruh secara nyata terhadap pendapatan asli daerah.

5. Sri Indah (2008) : dengan judul “ Pengaruh PDRB dan Jumlah

Penduduk Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Merangin” uji signifikansi pengaruh variabel independent terhadap variabel dependent secara bersama-sama (uji F) menunjukkan nilai Fhitung lebih besar dari


(22)

berarti secara statistik pengaruh PDRB dan Jumlah Penduduk sangat signifikan dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah. Hasil pengujian secara parsial (uji t) untuk variabel PDRB diperoleh thitung >

ttabel yaitu (8,868 > 2681), berarti PDRB berpengaruh secara signifikan

terhadap Pendapatan Asli Daerah. Untuk Variabel Jumlah Penduduk diperoleh thitung < ttabel yaitu (-1,020 < 1,356), berarti Jumlah Penduduk

tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah. 6. Purbayu Budi (2005) : dengan judul “ Analisis Pendapatan Asli Daerah

(PAD) dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya Dalam Upaya Pelaksanaan Otonomi Daerah Di Kabupaten Kediri “ melalui uji F diperoleh fhitung sebesar 148,529 dan Ftabel sebesar 3,71. ini berarti

Fhitung lebih besar dari Ftabel, dengan demikian secara bersama-sama variabel Pengeluaran Pembangunan, Penduduk, dan PDRB mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel Pendapatan Asli Daerah.

2.2. Landasan Teori 2.2.1. Pendapatan

2.2.1.1. Pengertian Pendapatan

Pendapatan adalah hasil dari terjemahan bahasa Inggris “Income” yang di artikan sebagai pendapatan. Menurut pengertian yang sempit pendapatan meliputi operasional yaitu pendapatan yang timbul atau yang di hasilkan dari aktifitas produksi. Pendapatan operasional yang timbul dari laba atau rugi penjualan aktiva tetap atau investasi tidak termasuk


(23)

pendapatan. Sedangkan pendapatan pada industri kecil merupakan pendapatan bruto yaitu pendapatan diperoleh dari nilai produksi industri kecil pertahun, yang merupakan harga dari produksi industri kecil yang sudah dikelola menjadi barang jadi siap dipasarkan pada konsumen. Pendapatan tersebut dapat diperoleh dengan menghitung jumlah produksi industri kecil dikalikan dengan harga produk industri kecil.

Pendapatan adalah barang atau jasa yang dapat dikonsumsi selama periode tertentu. Dengan demikian dapat terlihat pendapatan mempunyai pengaruh terhadap konsumsi dan tabungan. Dengan adanya peningkatan pendapatan maka konsumsi meningkat dan tabungan akan meningkat pula. (Nisjar dan Winardi, 1997 : 28).

Pendapatan menunjukkan jumlah seluruh uang yang diterima oleh seseorang atau rumah tangga selama jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun) sedangkan pendapatan itu sendiri terdiri dari: upah, atau penerimaan tenaga kerja, pendapatan dari kekayaan seperti: sewa, bunga, deviden serta pembayaran transfer atau penerimaan dari pemerintah seperti : tunjangan sosial atau asuransi. (Samuelson dan Nordhaus, 1992 : 258).

Dari kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pendapatan merupakan jumlah seluruh uang yang diterima oleh seseorang atau faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses poduksi dalam jangka waktu tertentu (satu tahun).


(24)

2.2.1.2. Pendapatan Asli Daerah

Pendapatan Asli Daerah adalah upaya pemerintah daerah untuk menghimpun dana guna pengelolaan pembangunan secara mandiri dan berkesinambungan. (Dwijowijoto, 2001:157)

Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu penerimaan yang berasal dari sumber-sumber pendapatan daerah yang terdiri dari : Pajak Daerah, Retribusi Daerah, bagian laba Badan Usaha Milik Daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan serta lain-lain pendapatan daerah yang sah. (Anonim, 2004:10)

Pengertian pendapatan asli daerah dapat diartikan sebagai pendapatan rutin dari usaha pemerintah daerah dalam memanfaatkan potensi-potensi sumber keuangan daerahnya untuk membiayai tugas dan tanggung jawabnya. Pendapatan asli daerah sangat doperlukan untuk lebih memperlancar dan menungkatkan pembiayaan penyelenggaraan pemeeintah di daerah-daerah, maka dari itu tiap-tiap daerah selalu mengharapkan adanya peningkatan pendapatan daerah yang berarti juga dapat lebih meningkatkan pembangunannya. (Agustina, 2008 :12)

Ditinjau dari penggunaan sumber pendapatan asli daerah adalah sebagai berikut :

1. Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh pribadi atau Badan Kepala Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang


(25)

berlaku digunakan untuk membiayai penyelenggaraan Pemerintah Daerah dan Pembangunan Daerah (Soeparmoko, 2002 :422).

A. Pajak Daerah Propinsi terdiri dari :

- Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air.

- Bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air. - Pajak bahan bakar kendaraan bermotor.

- Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan.

B. Pajak Daerah Kabupaten terdiri dari : - Pajak hotel.

- Pajak restoran. - Pajak hiburan. - Pajak reklame.

- Pajak penerangan jalan.

- Pajak pengambilan bahan galian. - Pajak parkir.

2. Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atau kontraprestasi dimana suatu jasa daripada suatu milik yang diberikan pemerintah daerah baik secara langsung kepada yang berkepentingan. Dalam retribusi yang dimaksud jasa adalah pelayanan riil yang dapat menumbuhkan kesejahteraan bagi daerah dengan melalui pungutan-pungutan.


(26)

3. Bagian laba Badan Usaha Milik Daerah adalah merupakan perusahaan yang bertujuan mengumpulkan pendapatan yang dijalankan dengan prinsip ekonomi perusahaan. Perusahaan daerah ini merupakan kesatuan produksi yang didalamnya terdapat penggabungan faktor alam, tenaga kerja, modal, dan organisasi dimana Pemerintah Daerah bertindak sebagai pengusahanya (Anonim, 2001 :24).

Adapun didalam perusahaan ini yang diutamakan untuk mengejar keuntungan, antara lain :

a. Perusahaan Daerah Air minum. b. Perusahaan Daerah Pasar.

c. Perusahaan Daerah Pemotongan Hewan.

4. Lain-lain dalam pendapatan daerah yang sah adalah penerimaan dana dari pemerintah pusat untuk pemerintah propinsi dan untuk pemerintah kabupaten.

a. Pajak bahan bakar kendaraan bermotor. b. Penerimaan bagi hasil dari propinsi. c. Dana pembangunan kabupaten.

d. Bantuan pada desa atau kelurahan dari penyisihan PBB bagian propinsi.

e. Sewa tanah dan bangunan dari propinsi. f. Pendapatan dari kabupaten atau kota lainnya. g. Penerimaan lainnya.


(27)

Jadi pengertian pendapatan asli daerah dapat diartikan sebagai pendapatan rutin dari usaha pemerintah daerah dalam memanfaatkan potensi-potensi sumber keuangan daerahnya untuk membiayai tugas dan tanggung jawabnya. Pendapatan asli daerah sangat diperlukan untuk lebih memperlancar dan menungkatkan pembiayaan penyelenggaraan pemeeintah di daerah-daerah, maka dari itu tiap-tiap daerah selalu mengharapkan adanya peningkatan pendapatan daerah yang berarti juga dapat lebih meningkatkan pembangunannya. (Agustina, 2008: 14)

2.2.2. Produk Domestik Regional Bruto

2.2.2.1.Pengertian Produk Domestik Regional Bruto

Menurut Badan Pusat Statistik ( 2006 : 4 – 5 ), Produk Domestik Regional Bruto dapat didefinisikan sebagai berikut :

1. Ditinjau dari segi produksi, merupakan jumlah nilai produk akhir atau nilai tambah dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi yang dimiliki oleh penduduk wilayah itu dalam jangka waktu tertentu

2. Ditinjau dari segi pendapatan, merupakan jumlah pendapatan atau balas jasa yang diterima oleh faltor produksi yang dimiliki oleh penduduk wilayah itu yang ikut serta dalam proses produksi dalam jangka waktu tertentu.

3. Ditinjau dari segi pengeluaran, merupakan pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari untung,


(28)

konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap perubahan stock dan ekspor netto.

Produk Domestik Regional Bruto adalah sebagai salah satu indikator pembangunan regional yang berfungsi sebagai tolak ukur dalam melihat tingkat kemakmuran suatu daerah. Jadi, Produk Domestik Regional Bruto secara agregatif menunjukkan kemampuan suatu daerah tertentu dalam menghasiklan pendapatan atau balas jasa kepada factor-faktor yang ikut serta dalam proses produksi di daerah setempat. ( Dumairy, 1997 : 38 ).

Pengertian Produk Domestik Regional Bruto menurut Badan Pusat Statistik adalah nilai produksi barang dan jasa yang diproduksi di suatu wilayah (regional) tertentu dalam waktu tertentu dalam satu tahun. ( Anonim, 2002 : 6 ).

Pengertian Produk Domestik Regional Bruto yaitu seluruh nilai tambahan produksi yang ditimbulkan oleh berbagai sektor lapangan usaha yang melakukan kegiatan usahanya di suatu daerah / regional tanpa memperhatikan pemilikan atas factor produksi. ( Anwar, 1992 : 163 ).

Nilai tambahan produksi dalam pengertian Produk Domestik Regional Bruto adalah nilai produksi yang telah terdapat biaya antara dimana biaya antara harus dikurangkan dari nilai jual produksi pada lokasi tempat produksi. Nilai tambah inilah yang menggambarkan tingkat kemampuan menghasilkan pendapatan di wilayah tersebut. Yang termasuk dalam nilai tambah dalam suatu kegiatan produksi / jasa adalah berupa


(29)

upah / gaji, laba, sewa tanah dan bunga uang yang dibayarkan (berupa bagian dari biaya), penyusutan dan pajak tidak langsung. ( Robinson, 2005 : 13-14 ).

2.2.2.2. Metode Pendekatan Produk Domestik Regional Bruto

Menurut Badan Pusat Statistik ( 2006 : 15-18 ), untuk melakukan perhitungan Produk Domestik Regional Bruto atau pendapatan regional, ada empat metode yang dipakai yaitu :

1. Pendekatan produksi

Produk Domestik Regional Bruto adalah jumlah total nilai produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi dari suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu. Unit-unit produksi tersebut dalam penyajian Badan Pusat Statistik ditetapkan menjadi sembilan sector lapisan usaha, yaitu :

a. Pertanian

b. Pertambangan dan penggalian c. Industri pengolahan

d. Listrik, gas dan air bersih e. Bangunan

f. Angkutan dan komunikasi g. Perdagangan, hotel dan restoran

h. Pengangkutan, persewaan dan jasa perusahaan i. Jasa-jasa


(30)

Pendekatan dengan cara ini dilakukan untuk mendapat nilai tambah dengan cara mengurangkan nilai output dengan biaya antara. Yang dimaksud dengan nilai output adalah nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di daerah tersebut dalam satu periode tertentu (biasanya satu tahun). Dan yang dimaksud biaya antara adalah barang-barang tidak tahan lama (umur pemakiannya kurang dari satu tahun atau habis dalam satu kali pemakaian) dan jasa-jasa pihak lain digunakan dalam proses produksi. Jadi apabila nilai output dikurangkan dengan biaya antara, maka akan diperoleh nilai tambah bruto yang terdiri dari biaya faktor produksi (upah/gaji, bunga netto, sewa tanah, keuntungan), penyusutan barang modal dan pajak tak langsung netto. Perhitungan dengan pendekatan produksi ini biasanya digunakan untuk sektor pertanian, industri, gas dan air minum, pertambangan dan sebagainya. ( Anonim, 2006 : 15 ).

2. Pendekatan pengeluaran

Produk Domestik Regional Bruto adalah penjumlahan semua komponen permintaan akhir, yaitu :

a. Pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari keuntungan

b. Pembentukan modal tetap domestik bruto dan perubahan stok

c. Pengeluaran konsumsi pemerintah d. Ekspor-netto jangka waktu ( 1 tahun )


(31)

Pendekatan dengan cara ini dilakukan untuk menghitung nilai barang dan jasa yang digunakan oleh berbagai golongan dalam masyarakat. Barang dan jasa yang diproduksi oleh unit-unit produksi akan digunakan untuk keperluan konsumsi pembentukkan modal dan ekspor. Barang-barang yang digunakan ini ada yang berasal dari produksi dalam daerah (domestik) dan yang berasal dari luar daerah (impor). Karena yang dihitung hanya nilai barang dan jasa yang berasal dari produksi domestik saja, maka dari komponen biaya diatas perlu dikurangi dengan nilai impor sehingga komponen nilai ekspor diatas akan menjadi nilai ekspor netto. Apabila nilai konsumsi (konsumsi rumah tangga pemerintah dan yayasan sosial), nilai pembentukan modal dan ekspor netto atas dasar harga pasar.

Dalam perhitungan tersebut digunakan rumus sebagai berikut : PDRB = C + I + G + ( X – M )

Dimana : C = Pengeluaran konsumsi rumah tangga I = Pembentukan modal tetap

G = Pengeluaran konsumsi pemerintah

X = Nilai ekspor


(32)

3. Pendekatan pendapatan

Produk Domestik Regional Bruto merupakan masalah balas jasa yang diterima oleh faktor produksi disuatu wilayah dalam jangka waktu tertentu (1 tahun). Balas jasa faktor produksi yang dimaksud adalah upah/gaji (W), sewa tanah (R), bunga (I), keuntungan (P).

Dalam perhitungan tersebut digunakan rumus sebagai berikut : PDRB = W + R + I + P

Perhitungan dengan cara ini dapat dilakukan dengan secara langsung menjumlahkan pendapatan, yaitu jumlah balas dan jasa factor produksi sehingga diperoleh Produk Domestik Regional Netto atas dasar biaya faktor. Untuk memperoleh Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga pasar, harus ditambah dengan penyusutan dan pajak tak langsung netto. Tetapi kenyataannya perhitungan ini sangat sulit dipergunakan karena bunga netto sulit didapatkan informasinya di lapangan. Perhitungan dengan pendekatan pendapatan ini biasanya digunakan untuk kegiatan yang sulit dihitung dengan pendekatan produksi seperti sector pemerintah dan jasa yang usahanya tidak mencari untung. ( Anonim, 2006 : 16 ).


(33)

2.2.2.3. Agregat Pendapatan Regional

Ada beberapa konsep dan definisi yang penting untuk diketahui dalam perhitungan pendapatan regional, seperti di bawah ini :

a. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku adalah : Jumlah nilai atau pendapatan atau pengeluaran yang dinilai sesuai dengan harga yang berlaku pada tahun yang bersangkutan.

b. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan adalah : Merupakan penjumlahan nilai produk atau pendapatan atau pengeluaran yang dinilai atas dasar harga tetap suatu tahun tertentu.

c. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Pasar adalah : Merupakan penjumlahan nilai tambah bruto dari lapangan usaha, termasuk didalamnya balas jasa faktor-faktor produksi (upah dan gaji, surplus usaha) dan pajak tidak langsung netto.

d. Pendapatan Regional adalah :

Produk Domestik Regional Netto atas dasar biaya faktor produksi ditambah pendapatan netto dari luar daerah.

e. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Biaya Faktor Produksi adalah :

Produk Domestik Regional Netto atas dasar harga pasar dikurangi pajak tidak langsung netto.


(34)

f. Pendapatan Perkapita adalah :

Produk Domestik Regional Netto atas dasar biaya faktor produksi dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun.

g. Pajak Tidak Langsung Netto adalah :

Pajak tidak langsung dikurangi dengan subsidi yang diberikan pemerintah kepada produsen.

2.2.2.4. Penyajian Produk Domestik Regional Bruto

Menurut Badan Pusat Statistik ( 2002 : 5 ), Produk Domestik Regional Bruto seperti yang telah diuraikan diatas secara bertahap dapat disajikan dalam dua bentuk, yaitu atas dasar konstan dan atas dasar harga berlaku yang dijelaskan sebagai berikut :

1. Pada penyajian atas dasar harga berlaku, semua agregat pendapatan dinilai atas dasar harga yang berlaku pada masing-masing tahun, baik pada saat menilai produksi dan biaya antara maupun pada penilaian komponen nilai tambah dan komponen Produk Domestik Regional Bruto.

2. Pada penyajian dasar harga konstan suatu tahun dasar, semua agregat pendapatan dinilai atas dasar harga yang terjadi pada tahun dasar. Karena menggunakan harga konstan (tetap), maka perkembangan agregat dari tahun ke tahun semata-mata disebabkan oleh perkembangan rril dari kuantum produksi tanpa mengandung fluktuasi harga.


(35)

Produk Domestik Regional bruto juga disajikan dalam bentuk peranan sektoral dan angka-angka indeks, yaitu :

Peranan sektoral adalah :

Diperoleh dengan cara membagi nilai masing-masing sektor dengan nilai total seluruh sektor Produk Domestik Regional Bruto dikalikan 100% pada tahun yang bersangkutan (baik atas dasar harga konstan suatu tahun tertentu), perhitungan peranan sektoral dapat dirumuskan sebagai berikut :

Pi =

= 9 1

% 100 i

PDRB PDRBx

Keterangan :

P = Peranan sektoral


(36)

2.2.2.5. Hubungan PDRB dengan Pendapatan Asli Daerah

Produk Domestik Regional Bruto secara agregatif menunjukkan kemampuan suatu daerah tertentu dalam menghasilkan pendapatan atau jasa kepada faktor-faktor yang ikut berperan serta dalam proses produksi di daerah setempat. Dengan demikian dapat diartikan bahwa PDRB mencerminkan gambaran production Originated dari suatu daerah.

Semakin besar PDRB yang diperoleh maka akan semakin besar pula potensi penerimaan daerah. Jadi dengan adanya peningkatan PDRB maka hal ini mengindikasikan akan mendorong peningkatan Pendapatan Asli Daerah (Saragih, 2003). Pendapat ini sejalan dengan Halim (2000), bahwa Pendapatan Asli Daerah dipengaruhi oleh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

2.2.3. Investasi Daerah

2.2.3.1. Definisi dan Pengertian Investasi

Investasi berasal dari kata investment, yang artinya dalam bahasa Indonesia adalah penanaman modal. Namun maksudnya adalah bahwa penanaman modal tersebut haruslah berarti penanaman barang-barang modal baru.

Investasi merupakan hal yang sangat penting bagi kelangsungan hidup kegiatan usaha karena investasi sangat penting sebagai faktor penunjang didalam memperlancar proses produksi. Investasi adalah pengeluaran yang ditujukan untuk meningkatkan atau mempertahankan


(37)

stok barang modal. Stok barang modal terdiri dari pabrik, mesin, kantor, dan produk. Produk tahan lama yang digunakan dalam proses produksi.

Dalam prakteknya dalam usaha untuk mencatat nialai penanaman modal yang dilakukan dalam suatu tahun tertentu yang digolongkan sebagai investasi mrliputi pengeluaran/ pembelanjaan, sabagai berikut :

1. Pembelian berbagai jenis barang modal yaitu mesin-mesin dan peralatan produksi lainnya untuk mendirikan berbagai jenis industri dan perusahaan.

2. Pembelanjaan utnuk pembangunan rumah tempat tinggal, pembagunan kantor, bangunan pabril dan bangunan-bangunan lainnya.

3. Pertumbuhan nilai stok barang-barang mentah barang yang masih dalam proses produksi pada akhir tahun. (Sukirno, 1992:116)

Menurut Sukirno (2001:107) investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau pembelanjaan penanam modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang dan jasa yang tersedia dalam perekonomian.

Dari berbagai pengertian di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa investasi adalah penanaman modal/ Pembelanjaan yang dilakukan oleh para pengusaha untuk menambah barang-barang modal/ industri dengan harapan mendapatkan keuntungan dimasa yang akan datang.


(38)

2.2.3.2. Teori Investasi

Masalah investasi adalah suatu masalah yang langsung berkaitan dengan besarnya penghargaan akan pendapatan dari barang modal di masa depan. Pengharapan dimasa depan inilah yang menjadi faktor yang sangat penting untuk penentu besarnya investasi.

Menurut Suparmoko (2000:84) terdapat dua teori yaitu : a. Teori Klasik

Teori klasik tentang investasi didasarkan atas teori produktivitas batas (Marginal produktivity) dari faktor produksi modal. Menurut teori ini besarnya modal yang akan diinvestasikan dalam proses produksi ditentukan oleh produktivitas batasnya dibandingkan dengan tingkat banyaknya. Sehingga investasi ini terus dilakukan bilamana produktivitas batas dari investasi itu masih lebih tinggi daripada tingkat bunga yang akan diterima bila seandainya modal itu dipinjamkan dan tidak diinvestasikan.

Dengan teori produktivitas batas, maka masalah investasi oleh para ahli ekonomi dipecahkan atas dasar prinsip maksimalisasi laba dari perusahaan-perusahaan dan industri. Sebab suatu perusahaan akan memaksimalkan labanya dalam suatu persaingan sempurna bila perusahaan itu menggunakan modalnya sampai pada jumla produksi marginal kapitalnya sama dengan harga kapital yaitu suku bunga. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa :


(39)

1. Suatu investasi dijalankan apabila pendapatan dari investasi lebih besar dari tingkat bunga. Pendapatan dari investasi merupakan jumlah pendapatan yang akan diterima setiap akhir tahun, selama barang modal digunakan dalam produksi.

2. Investasi dalam modal adalah menguntungkan bila biaya ditambah bunga lebih kecil dari pendapatannya yang diharapakan dari investasi. b. Teori Keynes

Masalah investasi baik penentu jumlah maupun kesempatan untuk melakukan investasi oleh Keynes didasarkan atas konsep Marginal Ellicticity (MEI). Yaitu bahwa investasi akan dijalankan apabila MEI lebih tinggi dari tingkat suku bunga. Menurut gari MEI ini antara lain disebabkan oleh dua hal, yaitu : (Suparmoko 2000:84)

1. Bahwa semakin banyak investasi yang terlaksana dalam masyarakat, maka semakin rendah efisiensi marginal investasi itu, semakin banya investasi yang terlaksana dalam lapangan ekonomi maka semakin sengitlah pesaingan para investor sehingga MEI semakin menurun. 2. Semakin banyak investasi dilakukan, maka biaya dari barang modal

menjadi lebih tinggi.

Kriteria umum investasi adalah mengenai produktivitas untuk perkembangan lebih lanjut. Produktivitas dalam hal ini diartikan sebagai produksi sosial marginal yang lebih tinggi. Kriteria ini tergolong pada tiga hal, antara lain :


(40)

1. Investasi harus ditempatkan sedemikian rupa, sehingga memaksimalkan perbandingan antara output dan kapital.

2. Proyek-proyek yang dipilih harus memberikan perbandingan yang memaksimalkan penggunaan tenaga kerja terhadap investasi (Produktivitas tenaga kerja).

3. Investasi hendaknya mengurangi kesulitan-kesulitan neraca pembayaran internasional, sehingga memaksimalkan perbandingan antara ekspor dan investasi. (Suparmoko dan Irawan, 1992:76)

Investasi dilakukan dengan harapan untuk memperoleh keuntungan dimasa yang akan datang dan selain itu, terdapat beberapan faktor lain dalam menentukan tingkat investasi yang dilakukan dalam pereokonomian, yaitu :

1. Tingkat keuntungan investasi yang diramalkan akan diperoleh 2. Tingkat suku bunga

3. Ramalan mengenai keadaan ekonomi 4. Kemajuan teknologi

5. Tingkat pendapatan nasional

6. Keuntungan yang diperoleh perusahaan. 2.2.3.3. Macam-Macam Investasi

Investasi menurut macamnya, dibagi menjadi delapan jenis yang dikelompokkan menjadi empat kelompok, sehingga masing-masing terdiri dari dua uraian. Yang perlu diperhatikan sebelum membahas hal ini adalah


(41)

lebih dari datu macam diantaranya macam-macam investasi di bawah ini, sebagai berikut :

a. Autononiuus Invesmen dan Induced Invesment

Autononiuus Invesment adalah investasi yang besar kecilnya tidak dapat dipengaruhi oleh pendapatan, tetapi dapat berubah oleh karena adanya perubahan faktor-faktor di luar pendapatan. Faktor-faktor selain pendapatan mempengaruhi tingkat investasi seperti itu, misalnya tingkat teknologi. Kebijaksanaan pemerintah, harapan para pengusaha dan sebagainya. Sedangkan Induced Invesment atau investasi berimbas adalah investasi yang dipengaruhi oleh tingkat pendapatan.

b. Publik Invesment dan Private Invesment

Publik Invesment atau penanaman modal yang dilakukan pemerintah. Jadi Publik Invesmennt ini diarahkan kepada melayani atau menciptakan kesejahteraan bagi rakyat banyak. Sedangkan Private Invesment adalah investasi yang dilaksanakan oleh swasta. Dalam Privare Invesment unsur-unsur seperti keuntungan yang akan diperoleh dimasa depan, penjualan, dan lain-lain yang memainkan peranan sangat penting dalam menentukan variabel investasi. Investasi swasta mempunyai sifat yang berbeda dengan investasi publik, yaitu lebih menekankan pada harapan untuk keuntungan yang besar dan angka penjualan yang tinggi dalam menentukan volume investasi (Rosyidi, 2003 : 172)


(42)

Gambar 1. Autononiuus Invesment Investasi (I)

I

Pendapatan (Y) Sumber : Rosyidi, 1993, Pengantar Teori Ekonomi, Duta Jasa, Surabaya ; hal 161

Jika mereka meramalkan bahwa hari depan usahanya menjadi cerah, maka mereka akan mempersiapkan diri sebaik-baiknya untuk menghadapi kecerahan dengan melakukan investasi yang sejak dari sekarang sekalipun mungkin pendapatannya tidak mengalami peningkatan seperti yang ditunjukka pada gambar di atas. Pendapatan yang digambar pada sumbu di atas itu tidak berpengaruh terhadap investasi.


(43)

Gambar 2. Induced Invesment Investasi

I (Y)

0 Y2 Y1 Pendapatan

Sumber : Rosyidi, 1993, Pengantar Teori Ekonomi, Duta Jasa, Surabaya ; hal 162

Fungsi investasi adalah I (Y), dimana fungsi itu menyatakan tingginya tingkat investasi terimbas pada berbagai tingkat pendapatan. Fungsi investasi condong kekanan atas, untuk menyatakan bahwa antara tingkat investasi dengan tingkat pendapatan terdapat hubungan positif, sebagaimana hubungan yang ada antara konsumsi dan tabungan di satu pihak. Jika fungsi I (Y) dilukiskan sedemikian rupa sehingga memotong sumbu Y dari bawah, dimaksudkan untuk menyatakan bahwa terdapat investasi negatif pada suatu tingkat pendapatan yang rendah, yaitu tingkat pendapatan nol hingga nol (Y2). (Rosyidi 1993:162)


(44)

c. Domestic Invesment dan Foreign Invesment

Domestic Invesment adalah penanaman modal di dalam negeri, sedangkan Foreign Invesment adalah penanaman modal asing. Penanaman modal asing ini biasanya dilakukan oleh suatu negara yang kurang didalam faktor produksi modalnya, tetapi memiliki kelebihan pada faktor produksi lainnya yaitu faktor produksi alam dan faktor produksi tenaga manusia. Sehingga untuk menggali potensi kekayaan alamnya yang tentunya membutuhkan dana yang cukup besar maka negara tersebut mengundang masuknya investor asing ke dalam negaranya, disamping itu seringkali dilakukan untuk menghindari pajak yang terlalu besar disuatu negara atau untuk mendukung kegiatan bisnis disuatu negara yang sarana infrastrukturnya belum memadai. Alasan atau motif bagi suatu negara maupun perusahaan-perusahaan asing dalam melakukan penanaman modal asing dapat bermacam-macam. Hal itu tergantung pada tujuan dan kepentingan yang ingin dicapai oleh masing-masing negara maupun perusahaan tersebut.

Menurut Rahardian A. Hamdani (2003 : 18), penanaman modal asing dibedakan menjadi dua, yaitu :

1. Penanaman Modal Asing Langsung (Foreign Direct Investment) Penanaman Modal Asing Langsung (Foreign Direct Investment) disebut juga penanaman modal jangka panjang, berarti perusahaan dari negara penanam modal melakukan pengawasan


(45)

atas aktiva yang diinvestasikan di negara pengimpor modal. Penanaman modal langsung ini dapat dilakukan dengan mendirikan cabang perusahaan di negara pengimpor modal, pendirian perusahaan yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh negara penanam modal, pendirian perusahaan di negara pengimpor modal yang semata-mata dibiayai oleh negara asal penanam modal, pendirian perusahaan di negara asal penanam modal untuk secara khusus beroperasi di negara lain, atau menyimpan aktiva tetap di negara lain oleh perusahaan nasional dari negara asal penanam modal.

Menurut Sukirno (2006) Investasi asing langsung adalah arus modal internasional yang disediakan oleh perusahaan dari suatu negara dengan mendirikan atau memperluas perusahaan di negara lain. Ciri yang menonjol dari penanaman modal asing langsung adalah melibatkan bukan hanya sumber daya tetapi pihak investor sendiri juga melakukan kontrol atau pengawasan terhadap dana-dana yang telah ditanamkannya. Penanaman modal ini bukan saja akan menyediakan dana modal dan mata uang asing yang diperlukan untuk penanaman modal ini, tetapi juga membawa bersama tenaga manajemen, keahlian keusahawan, keahlian teknik dan pengetahuan mengenai pasar dan pemasaran dari barang-barang yang mereka hasilkan, dalam jangka panjang penanaman modal langsung dapat melatih golongan pribumi


(46)

mendapat keahlian dalam bidang-bidang yang diusahakan oleh modal asing.

2. Penanaman Modal Asing Tidak Langsung (Foreign Indirect Investment).

Penanaman modal asing tidak langsung atau penanaman jangka pendek disebut juga investasi portofolio (portofolio investment), merupakan penanaman modal yang sebagian besar terdiri dari penguasaan atas saham yang dapat dipindahkan (yang dikeluarkan atau dijamin oleh negara pengimpor modal), terhadap saham atau surat oleh pemerintah atau warga negara di beberapa negara lain. Penguasaan saham tersebut tidaklah sama dengan hak untuk mengendalikan perusahaan. Para pemegang saham hanya memiliki hak atas deviden. Menurut Hamdani (2003), ada beberapa motif utama investor asing menanamkan modalnya adalah didorong oleh beberapa alasan, yaitu :

1. Melakukan diversifikasi portofolio diantara berbagai pasar dan lokasi

2. Untuk memperoleh keuntungan yang lebih tinggi 3. Menghindari resiko politik (political risks) 4. Berspekulasi di pasar valuta asing.


(47)

5. Gross Invesment dan Net Invesment

Gross Invesment (investasi bruto) adalah seluruh investasi yang diadakan atau dilaksanakan pada suatu ketika. Jadi mungkin investasi bruto itu mencakup segala jenis investasi bauk yang automous maupun indiced. Baik yang private maupun publik, baik yang domestic maupun foreign. Sedangkan Net Invesment (investasi netto) adalah selisih antara investasi dengan penyusutan.(Rosyidi, 1994:165)

2.2.3.4. Faktor-Faktor yang Menentukan Investasi

Berhasil tidaknya para pemilik modal dalam menjalakan usahanya, dalam kenyataan aka dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain:

a. Ramalan mengenai keadaan dimasa yang akan datang

Kegiatan perusahaan untuk mendirikan industri dan memasang barang-barang modal dinamakan kegiatan memakan waktu. Dan apabila industri tersebut telah selesai dilaksanakan, yaitu pada waktu industri atau perusahaan itu sudah mulai menghasilkan barang dan jasa yang menjadi produksinya, maka para pemilik modal biasanya akan melakukan kegiatan terus selama beberapa tahun. Oleh karena dalam menentukan apakah semua kegiatan yang akan dikembangkan itu dapat memperoleh atau menimbulkan kerugian. Maka para pemilik modal harus membuat ramalan-ramalan mengenai keadaan dimasa mendatang.


(48)

b. Tingkat bunga

Bagi perusahaan yang bijaksana hendaknya selalu mengikuti dan memperhatikan perkembangan pasar, terutama tentang perkembangan tingkat suku bunga yang dapat mempengaruhi beroperasinya setiap perusahaan. Oleh karena itu tingkat bunga dapat digolongkan sebagai salah satu faktor yang penting yang akan menentukan besarnya investasi yang akan dilakukan oleh para pengusaha.

c. Perubahan dan perkembangan teknologi

Kegiatan yang dikembangkan dalam kegiatan produksi atau usaha lain, maka hal yang demikian itu dinamakan mengadakan perusahaan. Pada umumnya semakin banyak perkembangan ilmu dan teknologi. Maka semakin banyak pula jumlah kegiatan perusahaan yang dilakukan para pengusaha.

d. Tingkat pendapatan nasional dan perubahan-perubahannya

Sejarah perkembangan ekonomi dunia menunjukkan bahwa akhir-akhir ini berbagai penemuan dan perubahan sangat besar peranannya. Kenyatan yang ada menggambarkan bahwa hubungan antara pendapatan nasional dan investasi merupakan cenderung untuk mencapai tingkat yang lebih besar apabila pendapatan nasional semakin besar jumlahnya. Demikian pula sebaliknya, apabila pendapatan nasional rendah biasanya nilai investasinya juga rendah.


(49)

e. Keuntungan yang dicapai perusahaan

Setiap perusahaan yang sedang berkembang salah satu faktor penting yang dapat menentukan untuk kegiatan atau pengembangan investasi adalah keuntungan yang diperolehnya. (Iswandono, 1992:233)

2.2.3.5. Hubungan Investasi Daerah Dengan Pendapatan Asli Daerah

Investasi merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam peningkatan pendapatan daerah. Jika direalisasi investasi meningkat, maka produksi barang dan jasa akan meningkat. Dan begitu pula dengan penerimaan daerah akan mengalami peningkatan pula. Investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau pembelanjaan penanam-penanam modal atau perusahaan untuk mebeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang dan jasa yang tersedia dalam perekonomian. (Sukirno, 2004:107)

2.2.4. Penduduk

Penduduk merupakan sasaran utama pembangunan nasional, yaitu dalam bentuk peningkatan kesejahteraan baik bersifat material maupun spiritual. Kondisi semacam itu sekaligus juga merupakan pendukung utama gerak pembangunan. Dengan kata lain, penduduk khususnya angkatan kerja seharusnya menjadi modal utama dalam pembangunan nasional. Namun dapat menjadi suatu bahwa jumlah angkatan kerja yang


(50)

berlimpah dengan laju pertumbuhan yang cepat, justru menjadi masalah pokok. Masalahnya adalah pembangunan nasional belum mampu menciptakan kesempatan kerja yang sepadan. Akibat lebih lanjut akan menyebabkan timbulnya masalah dalam distribusi pendapatan. Pemerataan pendapatan tidak lepas dari penciptaan dan perluasan kesempatan kerja, sedangkan perluasan kesempatan kerja itu sendiri akan berkembang dengan wajar dalam suasana distribusi pendapatan yang cukup merata.

Telah diketahui bahwa masalah yang timbul dari pertumbuhan penduduk di dunia pada umumnya, khususnya di Indonesia adalah masalah kesempatan kerja. Masalah ini merupakan salah satu dari sekian masalah besar yang harus ditanggulangi di masa-masa mendatang. Masalah-masalah yang dapat disejajarkan dengan kaji-mengkaji satu dengan yang lainnya antara lain masalah pangan, masalah pengelolaan sumber daya alam, yang satu sama lain harus dipandang dalam suatu sistem masalah penduduk. (Drs. Jhon Suprihanto, 2002:11-12)

Pertumbuhan penduduk terkait erat dengan pertumbuhan angkatan kerja dan tenaga kerja. Pada negara berkembang rata-rata pertumbuhan penduduk mengalami laju yang cukup tinggi. Indonesia merupakan negara berkembang yang pada mulanya memiliki laju pertumbuhan penduduk yang tinggi. Setelah program keluarga berencana digalakkan dan kemudian berhasil menekan laju pertumbuhan penduduk sampai di bawah 2% pada tahun 90-an. Jumlah penduduk yang besar merupakan salah satu faktor produksi yang tak ternilai harganya. Dengan demikian, karena


(51)

jumlah penduduk yang besar biasanya kertersediaan tenaga kerja juga berlimpah, sehingga menyebabkan harga tenaga kerja atau upah juga rendah. Hal tersebut pada gilirannya akan menyebabkan biaya produksi menjadi rendah dan hasil produksi bisa dipasarkan dengan harga yang kompetitif. Penduduk dalam jumlah yang besar merupakan pasar yang potensial bagi pemasaran hasil-hasil produksi. Jika hasil produksi bisa terjual maka akan berakibat terus bisa berlangsungnya proses produksi. (Sayuti Hisbuan 2001 : 103)

Kelemahan penduduk dalam jumlah yang besar jika tidak dikelola dengan benar atau tidak tersedia kesempatan keja yang cukup maka akan berakibat pada pengangguran akibat tenaga kerja yang tidak tertampung. Jika hal ini terus berlangsung, maka akan berakibat pada pengangguran terbuka yang bisa menimbulkan kerawanan sosial.


(52)

Gambar 3. komposisi penduduk

Sumber : Dasar – Dasar Demografi, Lembaga Demografi FE – UI, hal 193 PENDUDUK

(total populasi)

Penduduk dalam usia kerja (working ega populasion) Tenaga kerja (man power)

Penduduk di luar usia kerja

Dibawah usia kerja

Di luar usia kerja pensiun dsb

Angkatan kerja Bukan angkatan kerja

sekolah Ibu rumah tangga Lain-lain

Bekerja Mencari

pekerjaan/menganggur

Bekerja penuh Setengah menganggur

Kentara (yang kerja sedikit) tidak kentara

Setengah menganggur menurut pendapatan

Setengah menganggur menurut pendidikan

Setengah menganggur menurut pendidikan

dan jenis pekerjaan

Lain-lain


(53)

Keterangan :

Jumlah penduduk dan angkatan kerja, serta laju pertumbuhan penduduk yang tinggi sebenarnya tidak perlu menjadi masalah bila daya dukung yang efektif di negara itu cukup kuat untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan masyarakat termasuk penyediaan kesempatan kerja.

Penduduk disuatu negara bisa menjadi tenaga kerja atau bukan tenaga kerja. Tenaga kerja dapat dibagi menjadi angkatan kerja dan bukan angkatan kerja, sekalipun mereka adalah angkatan kerja tidak semua angkatan kerja akan bekerja, ada juga yang menganggur. Penduduk yang telah bekerja juga tidak selalu bekerja penuh, ada penduduk yang bekerja setengah menganggur, dapat dilihat dan setengah pengangguran kentara karena jam kerja yang sedikit dan pengangguran tidak kentara karena produktivitas rendah ataupun penghasilan yang rendah.

Bukan angkatan kerja dalam hal ini disebabkan oleh beberapa hal karena masih duduk dibangku sekolah, mengurus rumah tangga bagi mereka yang telah berkeluarga, penerima pendapatan atau orang yang tidak produktif tetapi mendapatkan imbalan seperti, pensiunan pendapatan dari jasa sewa, bunga simpanan dan lain sebagainya. (Simanjuntak, 1995 : 16).

Tenaga kerja di Indonesia adalah penduduk yang berumur 10 tahun keatas. Pengertian ini berdasarkan bahwa, misalnya pada tahun 1971, terdapat 7,1 % golongan bekerja dan mencari kerja diantara penduduk kota dalam batas umur 10 – 40 tahun. Sedang di desa dalam batas umur itu


(54)

terdapat 18 %. Tentunya dengan adanya wajib belajar untuk Sekolah Dasar, maka batas umur yang termasuk tenaga kerja adalah 14 tahun. Disamping itu di Indonesia belum ada batasan umur maksimum. Sebagai suatu kenyataan, bahwa pada usia pensiun biasanya masih tetap harus bekerja, karena di Indonesia belum memiliki jaminan sosial secara nasional.

Di atas telah di kemukakan angkatan kerja adalah jumlah yang bekerja dan pencari kerja. Dua kelompok itulah yang menawarkan jasanya untuk turut serta dalam proses produksi. Sejak tahun 1976 yaitu dalam Survey Penduduk Antar Sensus 1976 (SUPAS 1976), Survey Angkatan Kerja Nasional 1976 (SAKERNAS 1976) dan Sensus Penduduk 1980, orang dinyatakan kerja apabila selama satu minggu dia melakukan kegiatan untuk memperoleh penghasilan paling sedikit satu jam. Dengan demikian yang disebut penganggur adalah orang yang yang tidak bekerja sama sekali selama satu minggu dan berusaha mencari pekerjaan. (Suprihanto 2002 :12 - 13).


(55)

2.2.4.1.Hubungan Penduduk Terhadap Pendapatan Asli Daerah

Jumlah penduduk yang besar bagi indonesia oleh perencana pembangunan dipandang sebagai asset dasar modal pembangunan tetapi sekaligus juga sebagai beban pembangunan.

Simon dan Todaro (2000) mengemukakan bahwa pertumbuhan penduduk bukanlah suatu masalah. Penambahan penduduk tinggi yang diiringi dengan perubahan teknologi akan mendorong tabungan dan juga penggunaan skala ekonomi di dlam produksi. Penambahan penduduk merupakan satu hal yang dibutuhkan dan bukan suatu masalah, melainkan sebagai unsur yang dapat memacu pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Besarnya pendapatan mempengauhi penduduk. Jika jumlah penduduk meningkat maka pendapatan yang dapat ditarik juga meningkat. Dengan meningkatnya pendapatan maka kemampuan untuk membayar pajak dan retribusi akan meningkat dan pada akhirnya akan mempengaruhi kenaikan Pendapatan Asli Daerah.

Penduduk dapat mempengaruhi penerimaan pendapatan daerah. Dengan meningkatnya jumlah penduduk akan meningkatkan permintaan terhadap barang-barang konsumsi. Hal ini selanjutnya dapat mendorong peningkatan produksi sehingga akan mengakibatkan adanya perluasan usaha dan pendirian usaha baru pada sektor produksi. Pendirian usaha baru akan menambah angkatan kerja yang bekerja sehingga pendapatan masyarakat akan cenderung meningkat.


(56)

Semakin banyak jumlah tenaga kerja akan dapat meningkatkan produktivitas dalam menghasilkan suatu barang dan jasa. Dengan meningkatnya jumlah produktivitas barang dan jasa akan meningkatkan pendapatan suatu daerah yang selanjutnya dapat mempengaruhi meningkatnya Pendapatan Asli Daerah

2.2.5. Teori Konsumsi

Konsumsi adalah pembelanjaan atas barangbarang dan jasa-jasa yang dilakukan oleh rumah tangga dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dari orang yang melakukan pembelanjaan tersebut. Pembelanjaan masyarakat atas makanan, pakaian, dan barang-barang kebutuhan mereka yang lain digolongkan pembelanjaan atau konsumsi. Barang-barang yang di produksi untuk digunakan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya dinamakan barang konsumsi.

Fungsi konsumsi adalah suatu kurva yang menggambarkan sifat hubungan di antara tingkat konsumsi rumah tangga dalam perekonomian dengan pendapatan nasional (pendapatan disposebel) perekonomian tersebut.

Ada dua konsep untuk mengetahui sifat hubungan antara pendapatan disposebel dengan konsumsi dan pendapatan diposebel dengan tabungan yaitu konsep kecondongan mengkonsumsi dan kecondongan menabung. Kecondongan mengkonsumsi dapat dibedakan menjadi dua yaitu kecondongan mengkonsumsi marginal dan kecondongan


(57)

mengkonsumsi rata-rata. Kencondongan mengkonsumsi marginal dapat dinyatakan sebagai MPC (berasal dari istilah inggrisnya Marginal Propensity to Consume), dapat didefinisikan sebagai perbandingan di antara pertambahan konsumsi (ΔC) yang dilakukan dengan pertambahan pendapatan disposebel (ΔYd) yang diperoleh. Nilai MPC dapat dihitung dengan menggunakan formula :

Kencondongan mengkonsumsi rata-rata dinyatakan dengan APC (Average Propensity to Consume), dapat didefinisikan sebagai perbandingan di antara tingkat pengeluaran konsumsi (C) dengan tingkat pendapatan disposebel pada ketika konsumen tersebut dilakukan (Yd). Nilai APC dapat dihitung dengan menggunakan formula :

Kecondongan menabung dapat dibedakan menjadi dua yaitu kencondongan menabung marginal dan kecondongan menabung rata-rata. Kecondongan menabung marginal dinyatakan dengan MPS (Marginal Propensity to Save) adalah perbandingan di antara pertambahan tabungan (ΔS) dengan pertambahan pendapatan disposebel (ΔYd). Nilai MPS dapat dihitung dengan menggunakan formula :

Kecondongan menabung rata-rata dinyatakan dengan APS (Average Propensity to Save), menunjukan perbandingan di antara


(58)

tabungan (S) dengan pendapatan disposebel (Yd). Nilai APS dapat dihitung dengan menggunakan formula :

(Sadono Sukirno, 2003: 94-101).

2.2.5.1.Teori Konsumsi John Maynard Keynes

Dalam teorinya Keynes mengandalkan analisis statistik, dan juga membuat dugaan-dugaan tentang konsumsi berdasarkan introspeksi dan observasi casual. Pertama dan terpenting Keynes menduga bahwa, kecenderungan mengkonsumsi marginal (marginal propensity to consume) jumlah yang dikonsumsi dalam setiap tambahan pendapatan adalah antara nol dan satu. Kecenderungan mengkonsumsi marginal adalah krusial bagi rekomendasi kebijakan Keynes untuk menurunkan pengangguran yang kian meluas. Kekuatan kebijakan fiskal, untuk mempengaruhi perekonomian seperti ditunjukkan oleh pengganda kebijakan fiskal muncul dari umpan balik antara pendapatan dan konsumsi.

Kedua, Keynes menyatakan bahwa rasio konsumsi terhadap pendapatan, yang disebut kecenderungan mengkonsumsi rata-rata (avarage prospensity to consume), turun ketika pendapatan naik. Ia percaya bahwa tabungan adalah kemewahan, sehingga ia berharap orang kaya menabung dalam proporsi yang lebih tinggi dari pendapatan mereka ketimbang si miskin.


(59)

Ketiga, keynes berpendapat bahwa pendapatan merupakan determinan konsumsi yang penting dan tingkat bunga tidak memiliki peranan penting. Keynes menyatakan bahwa pengaruh tingkat bunga terhadap konsumsi hanya sebatas teori. Kesimpulannya bahwa pengaruh jangka pendek dari tingkat bunga terhadap pengeluaran individu dari pendapatannya bersifat sekunder dan relatif tidak penting.Berdasarkan tiga dugaan ini,fungsi konsumsi keynes sering ditulis sebagai

C = C + cY, C > 0, 0 < c < 1 Keterangan :

C = konsumsi

Y = pendapatan disposebel C = konstanta

c = kecenderungan mengkonsumsi marginal (N.G Mankiw, 2003 : 425-426)

Secara singkat di bawah ini beberapa catatan mengenai fungsi konsumsi Keynes :

1. Variabel nyata adalah bahwa fungsi konsumsi Keynes menunjukkan hubungan antara pendapatan nasional dengan pengeluaran konsumsi yang keduanya dinyatakan dengan menggunakan tingkat harga konstan.

2. Pendapatan yang terjadi disebutkan bahwa pendapatan nasional yang menentukan besar kecilnya pengeluaran konsumsi adalah pendapatan nasional yang terjadi atau current national income.


(60)

3. Pendapatan absolute disebutkan bahwa fungsi konsumsi Keynes variabel pendapatan nasionalnya perlu diinterpretasikan sebagai pendapatan nasional absolut, yang dapat dilawankan dengan pendapatan relatif, pendapatan permanen dan sebagainya.

4. Bentuk fungsi konsumsi menggunakan fungsi konsumsi dengan bentuk garis lurus. Keynes berpendapat bahwa fungsi konsumsi berbentuk lengkung.


(61)

2.3.Kerangka Pikir

1. Produk Domestik Bruto

Produk Domestik Regional Bruto adalah nilai produksi barang dan jasa yang diproduksi di suatu wilayah (regional) tertentu dalam waktu tertentu dalam satu tahun. ( Anonim, 2002 : 6 )

Produk domestik regional bruto yang mengalami peningkatan cenderung akan mempengaruhi jumlah tenaga kerja yang akan diserap. Banyaknya tenaga kerja yang akan diserap, secara tidak langsung hal ini akan menaikkan perndapatan perkapita masyarakat, sehingga masyarakat mampu membayar pajak daerah atau restribusi daerah, sehingga hal tersebut akan dapat menambah sumber Pendapatan Asli Daerah.

2. Investasi Daerah

Investasi Daerah adalah keseluruhan investasi/ penanaman modal yang terdapat di wilayah Kabupaten Jombang, baik itu investasi asing maupun investasi dalam negeri.

Investasi salah satu faktor yang sangat penting dalam peningkatan pendapatan daerah. Jika investasi mengalami peningkatan, maka produksi barang dan jasa akan meningkat. Peningkatan produksi barang dan jasa akan meningkatkan pendapatan yang selanjutnya dapat mempengaruhi meningkatnya pendapatan asli daerah.


(62)

3. Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk adalah banyaknya penduduk yang yang bertempat tinggal di wilayah Kabupaten Jombang.

Apabila jumlah penduduk meningkat hal ini secara tidak langsung akan dapat meningkatkan obyek pajak pemerintah. Apabila pertambahan jumlah penduduk tersebut disertai dengan kualitas sumber daya manusia yang memadai, maka hal ini akan dapat membantu pemerintah untuk memanfaatkan sumber-sumbernya dengan seefisien mungkin. Sehingga secara tidak langsung hal ini dapat menambah kenaikan pada Pendapatan Asli Daerah.

4. Jumlah Pelanggan Listrik

Jumlah pelanggan listrik adalah jumlah keseluruhan pelanggan listrik yang terdapat di Kabupaten Jombang, baik itu dari golongan industri, perkantoran, maupun rumah tangga.

Semakin meningkatnya jumlah pelanggan listrik akan berpengaruh terhadap jumlah tagihan rekening listrik. Semakin meningkatnya jumlah tagihan rekening listrik maka penerimaan pajak dari pajak penerangan jalan akan meningkat. Yang selanjutnya akan menambah penerimaan dari pos pajak penerangan jalan yang secara langsung menambah kenaikan pendapatan asli daerah.


(63)

Gambar 4 : Kerangka konseptual Hubungan Antar Variabel

Sumber : Peneliti Investasi Daerah

(X2) 9 PDRB

(X1)

Jumlah Penduduk

(X3)

Jumlah Pelanggan Listrik

(X4)

Pendapatan Asli Daerah

(Y) Pendapatan

Perkapita

Produksi Barang dan Jasa

Obyek Pajak

Tagihan Rekening


(64)

2.4.Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara tentang pendapat yang harus diuji kebenarannya dan akan digunakan sebagai dasar pedoman dan pengarahan dari suatu analisis penelitian. Setelah memahani latar belakang, perumusan masalah dan tujuan penelitian, maka disusunlah hipotesis kerja sebagai berikut :

a. Diduga bahwa faktor produk domestik regional bruto, investasi daerah, jumlah penduduk dan jumlah pelanggan listrik berpengaruh positif terhadap pendapatan asli daerah Kabupaten Jombang?

b. Diduga produk domestik regional bruto faktor yang paling dominan berpengaruh terhadap pendapatan asli daerah?


(65)

3.1.Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel dengan cara memberikan arti, atau menspesifikasikan kegiatan ataupun memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur variabel tersebut.

Variabel-variabel yang diamati dalam pelaksanaan penelitian sehubungan dengan penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut :

a. Variabel Terikat (Y)

Yaitu Variabel yang tidak dapat berdiri sendiri (dependent variabel) yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Jombang. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan yang berasal dari sumber-sumber pendapatan di Kabupaten Jombang. Satuan pengukurannya adalah dalam juta rupiah (Rp).

b. Variabel Bebas (X)

Yaitu faktor-faktor yang dianggap berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah yaitu PDRB, investasi daerah, jumlah penduduk, dan jumlah pelanggan listrik. Indikasi tersebut dapat dilihat sebagai berikut :


(66)

1. PDRB (X1)

Yaitu total nilai produksi barang dan jasa di wilayah Kabupaten Jombang dalam satu tahun. Satuan pengukurannya adalah dalam jutaan rupiah (Rp) per tahun.

2. Investasi Daerah (X2)

. Yaitu seluruh investasi asing dan investasi dalam negeri yang terdapat di wilayah Kabupaten Jombang. Satuan pengukurannya adalah dalam juta rupiah (Rp).

3. Jumlah Penduduk (X3)

Yaitu jumlah penduduk yang terdapat di Kabupaten Jombang yang dihitung berdasarkan hasil registrasi penduduk laki-laki dan perempuan. Satuan pengukurannya adalah jiwa.

4. Jumlah Pelanggan Listrik (X4)

Yaitu banyaknya pelanggan listrik yang terdapat di wilayah Kabupaten Jombang. Satuan pengukurannya adalah unit

3.2. Teknik Penentuan Sampel

Data yang digunakan sebagai sample penelitian skripsi ini adalah data yang mencakup wilayah Kabupaten Jombang. Teknik penentuan sampel mengenai pengaruh PDRB, investasi daerah, jumlah penduduk dan jumlah pelanggan listrik adalah data yang diambil secara time series (runtun waktu) yaitu data yang diambil tiap periode dan waktu, yang diambil dari kurun waktu antara tahun 2000 sampai dengan 2009.


(67)

3.3. Teknik Pengumpulan Data 3.3.1. Jenis Data

Dalam melakukan penelitian ini data yang digunakan adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh dan telah diolah oleh instansi-instansi yang berkaitan dalam penelitian ini.

3.3.2 Sumber Data

Sumber Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari instansi yang terkait, yaitu :

1. Kantor Badan Pusat Statistik Jawa Timur di Surabaya. 2. Kantor Badan Statistik Kabupaten Jombang.

3. Kantor Badan Penanaman Modal Kabupaten Jombang.

3.3.3. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Studi Kepustakaan

Yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan memanfaatkan sarana kepustakaan untuk membaca buku-buku, literature-literatur, jurnal-jurnal, makalah-makalah dan beberapa informasi di internet yang berhubungan dengan penelitian ini yang sesuai dengan materi bahan skripsi ini.

b. Studi Lapangan

Yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan jalan mengambil laporan, mencatat atau mengutip data-data yang ada pada Kantor


(68)

Badan Pusat Statistik Jawa Timur atau Instansi yang terkait dengan masalah yang dibahas. Studi lapangan ini dimaksudkan untuk mendapatkan data sekunder yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini.

3.4. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis 3.4.1 Teknik Analisis

Dengan melihat hasil pengamatan dengan metode kuantitatif langkah-langkah yang akan dilakukan dalam menganalisis penelitian ini adalah : Analisis regresi linear berganda dengan asumsi Klasik BLUE (Best, Linear, Unbiassed, Estimator) yang bertujuan untuk menentukan arah dan kekuatan pengaruh dari masing-masing variabel. Adapun bentuk persamaan untuk menentukan hubungan antara variabel dependent dengan variabel independent, sehingga dapat diformulasikan sebagai berikut :

Y = F (X1, X2, X3,X4)

Model fungsional tersebut di atas akan ditetapkan pada model regresi berganda baik linear maupun non linear seperti rumus di bawah ini :

Yi = β0 + β1X1i + β2X2i + β3 X 3i + β4 X4i +μi

(

Sudrajat, 1988:27

)

Dimana :

Y = Pendapatan Asli Daerah X1 = PDRB


(69)

X3 = Jumlah Penduduk

X4 = Jumlah Pelanggan Listrik β 0 = Konstanta

β1…..β4 = Koefisien regresi X1, X,2 X 3,X4

i = Pengamatan

μ = Variabel pengganggu, merupakan wakil dari semua faktor lain yang dapat mempengaruhi namun tidak dapat dimasukkan dalam model.

3.4.2. Uji Asumsi Klasik

Persamaan regresi tersebut di atas harus bersifat BLUE (Best Linear Unbiaseed Estimator), artinya pengambilan keputusan melalui uji F dan uji t tidak boleh bias. Untuk menghasilkan keputusan yang BLUE maka persamaan regresi harus memenuhi ketiga asumsi klasik ini :

1. Tidak boleh ada autokorelasi 2. Tidak boleh ada multikolinearitas 3. Tidak boleh ada heteroskedatisitas Sifat BLUE dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Best = Pentingnya sifat ini bila diterapkan dalam uji signifikan buku terhadap α dan β.

2. Linear = Sifat ini dibutuhkan untuk memudahkan dalam penaksiran.


(70)

3. Unbiassed = Nilai jumlah sampel sangat besar penaksir parameter diperoleh dari sampel besar kira-kira mendekati nilai parameter.

4. Estimated = μi diharapkan sekecil mungkin.

Apabila salah satu dari ketiga asumsi dasar tersebut dilanggar, maka persamaan regresi yang diperoleh tidak lagi bersifat BLUE, sehingga pengambilan keputusan melalui uji F dan uji t menjadi bias.

1. Uji Multikolinearitas

Persamaan regresi linier berganda di atas diasumsikan tidak terjadi pengaruh anatar variabel bebas. Apabila ternyata ada pengaruh linier antar variabel bebas, maka asumsi tersebut tidak berlaku lagi (terjadi bias).

Untuk mendeteksi adanya multikolinieritas dapat dilihat cirri-cirinya sebagai berikut :

a. Koefisien determinan berganda (R square) tinggi. b. Koefisien korelasi sederhananya tinggi.

c. Nilai F hitung tinggi (signifikan).

d. Tapi tak satupun (sedikit sekali) di antara variabel-variabel bebas yang signifikan.


(71)

Akibat adanya multikolinieritas adalah :

1. Nilai standart error (standart baku) tinggi sehingga taraf kepercayaan (confidence intervalnya) akan semakin melebar. Dengan demikian, pengujian koefisien regresi secara individual menjadi tidak signifikan. 2. Probabilitas untuk menerima hipotesa Ho diterima (tidak ada

pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikat) akan semakin besar.

Identifikasi secara statistic ada atau tidaknya gejala multikolinier dapat dilakukan dengan menghitung koefisien korelasi product moment atau Variance Inflation Factor (VIF)

VIF =

Rj Q

1

VIF menyatakan tingkat “pembengkakan” varian. Apabila varians lebih besar dari 10. hal ini berarti terdapat multikolinieritas pada persamaan regresi linier.


(72)

2. Uji Heteroskedatisitas

Pada regresi linier nilai residual tidak boleh ada hubungan dengan variabel X. Hal ini biasa diidentifikasikan dengan cara menghitung korelasi rank Spearman antara residual dengan seluruh variabel bebas.

Rumus Rank Spearman adalah : Rs = 1-6

) 1 ( 2 2 −

N N di Keterangan :

di = Perbedaan dalam rank antara residual dengan variable bebas ke- N = Banyaknya data

3. Uji Autokorelasi

Autokorelasi merupakan korelasi antara residual satu observasi dengan observasi lain yang disusun menurut urutan waktu ( time series ) maupun menurut urutan ruang atau tempat ( cross section ).

Untuk melihat apakah hasil dari estimasi regresi tidak mengandung korelasi, maka diperlukan uji. Yaitu dengan menggunakan uji Durbin Watson. DW =

> = − − n t n t et et et 1 2 2 2 1) (

• Jika d < dl atau du > (4 - dl) maka Ho ditolak, dengan pilihan pada alternatif yang berarti terdapat autokorelasi.


(73)

2 4 Menolak Ho Bukti Autokorelasi Positif Menolak H*o Bukti Autokorelasi Negatif Menerima Ho atau H*o

Atau kedua-duanya

• Jika d terletak antara du dan (4 – du) maka Ho diterima yang berarti tidak ada autokorelasi.

• Jika d terletak antara dl dan du atau diantara (4 – du) dan (4 – dl),maka uji DW tidak menghasilkan kesimpulan yang pasti. Untuk nilai-nilai ini tidak dapat (pada suatu tingkat signifikan tertentu) disimpulkan ada tidaknya autokorelasi diantara faktor-faktor gangguan.

Gambar 5: Kurva Durbin-Watson

Sumber : Gujarati, Damodar, 1999, Ekonometrika Dasar, Erlangga, Jakarta, Halaman 216.

Adanya autokorelasi didasarkan atas :

1. Daerah A : Durbin Watson < dL, tolak Ho autokorelasi positif.

2. Daerah B : dL < Durbin Watson < dU, ragu-ragu. 3. Daerah C : dU < Durbin Watson < dU, terima Ho, non autokorelasi.

4. Daerah D : 4 – dU < Durbin Watson < 4 – dU, ragu-ragu. 5. Daerah E : Durbin Watson < 4 – dL, tolak Ho autokorelasi

negatif. (Gujarati, 1999 : 217).

Daerah keragua- raguan Daerah keragua- raguan

dL dU 4 – dU 4 – dL


(74)

Pendekteksian adanya autokorelasi dapat dilakukan dengan menggunakan perhitungan besaran Durbin Watson. Panduan mengenai angka D – W ( Durbin Watson ) untuk mendeteksi autokorelasi adalah: 1. Angka D – W dibawah -2, berarti ada autokorelasi positif. 2. Angka D –W dibawah -2 sampai +2, berarti tidak ada autokorelasi. 3. Angka D – W diatas +2, berarti ada korelasi negatif.

3.4.3. Uji Hipotesis

Selanjutnya untuk mengetahui pengaruh secara simultan antara variabel bebas dan variabel terikat maka digunakan hipotesis sebagai berikut :

a. Uji F

Disebut juga uji beda varians yaitu pengujian yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari variabel bebas secara simultan atau serempak terhadap variabel terikat, dengan kriteria sebagai berikut :

HO : β1 = β2 = β3 = β4 = 0 (tidak ada pengaruh)


(75)

Gambar 6 : Kurva uji hipotesis secara simultan

Daerah Penolakan HO

Daerah Penerimaan Ho

F (α)

Sumber : Sugiyono,2002. Statistik Untuk Pemula, Penerbit : Alfabeta, Bandung,hal:100

H0 diterima jika F hitung ≤ F tabel

H0 ditolak jika F hitung ≥ F tabel

Fhitung = KT Regresi KT Galat

(Sudrajat,1988 :94)

Dengan derajat bebas = (k, n – k – 1) Keterangan : n = Jumlah Sampel

k = Jumlah Parameter Regresi Kaidah pengujiannya :

1. Bila F hitung < F tabel, maka Ho diterima dan Hi ditolak, artinya variabel bebas tidak mempengaruhi variabel terikat secara simultan. 2. Bila F hitung > F tabel, maka Ho ditolak dan Hi diterima, artinya


(1)

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis yang telah diuraikan pada bab IV, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Setelah dilakukan uji statistik untuk mengetahui pengaruh secara simultan antara variabel bebas Produk Domestik Regional Bruto (X1), Investasi

Daerah (X2), Jumlah Penduduk (X3), dan Jumlah Pelanggan Listrik (X4)

terhadap variabel terikatnya Pendapatan Asli Daerah (Y) diperoleh F hitung = 10,146 > F tabel = 5,19 maka Ho ditolak dan Hi diterima, yang berati bahwa secara keseluruhan faktor-faktor variabel bebas berpengaruh secara simultan dan nyata terhadap Pendapatan Asli Daerah.

2. Pengujian secara parsial atau individu Produk Domestik Regional Bruto (X1) terhadap Pendapatan Asli Daerah (Y). Diketahui hasil perhitungan

secara parsial Produk Domestik Regional Bruto (X1) berpengaruh secara

nyata dan positif terhadap Pendapatan Asli Daerah (Y). Hal ini disebabkan karena tingkat produksi barang dan jasa di Kabupaten Jombang yang semakin meningkat. Hal tersebut didukung dengan semakin membaiknya sektor pertanian dan perdagangan di Kabupaten Jombang yang terus berkembang semakin pesat. Dan akan meningkatkan pendapatan dari masyarakat Jombang. Meningkatnya pendapatan masyarakat Jombang


(2)

91

berarti meningkatnya pendapatan perkapita yang secara tidak langsung akan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Jombang.

3. Pengujian secara parsial atau individu Investasi Daerah (X2) terhadap

Pendapatan Asli Daerah (Y). Diketahui hasil perhitungan secara parsial Investasi Daerah (X2) tidak berpengaruh secara nyata negatif terhadap

Pendapatan Asli Daerah (Y). Hal ini disebabkan karena masih minimnya promosi-promosi yang dilakukan oleh Pemerintah Jombang terhadap potensi yang terdapat di Kabupaten Jombang, yang menyebabkan minimnya investasi/ penanaman modal yang dilakukan oleh investor. Hal ini disebakan juga karena sarana dan pra sarana informasi tentang potensi-potensi yang ada di Jombang masih kurang menunjang peninggkatan investasi di Kabupaten Jombang. Dan juga didukung dengan letak Kabupaten Jombang diantara 2 Kabupaten/Kota Madya yang lebih besar, yang menyebabkan Jombang sulit untuk menarik para investor untuk menanam modal di Kabupaten Jombang. Sehingga investasi/ penanaman modal di Kabupaten Jombang masih sedikit.

4. Pengujian secara parsial atau individu Jumlah Penduduk (X3) terhadap

Pendapatan Asli Daerah (Y). Diketahui hasil secara parsial Jumlah

Penduduk (X3) tidak berpengaruh secara nyata negatif terhadap

Pendapatan Asli Daerah (Y). Hal ini disebabkan karena masih rendahnya kesadaran penduduk untuk membayar pajak di Jombang dan kurangnya sosialisasi pemerintah di dalam informasi. Serta masyarakat di Kabupaten Jombang yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani dan


(3)

pekerja lepas yang pendapatannya tidak tercatat dan tidak mempunyai NPWP sehingga masih banyak wajib pajak yang tidak tercatat sebagai wajib dan juga sebagian besar penduduk yang tersebar di wilayah pedesaan yang berpenghasilan kecil dan tidak memiliki penghasilan tetap. sehingga pemerintah tidak dapat memaksimalkan penerimaan pajak dari masyarakat.

5. Pengujian secara parsial atau individu Jumlah Pelanggan Listrik (X4)

terhadap Pendapatan Asli Daerah (Y). Diketahui hasil perhitungan secara parsial Jumlah Pelanggan Listrik (X4) tidak berpengaruh secara nyata

terhadap Pendapatan Asli Daerah (Y). Hal ini disebabkan karena masih banyak mutu, kemampuan atas kesadaran masyarakat dalam membayar listrik, dan masih banyak terjadinya pencurian listrik yang dilakukan oleh masyarakat, baik itu listrik rumah tangga maupun indutri. Hal ini disebabkan karena rendahnya pengawasan dan kontrol dari pihak PLN kepada masyarakat di daerah-daerah. Dengan masih banyaknya pencurian listrik akan mengurangi pendapatan dari tagihan rekening listrik yang secara tidak langsung akan mengurangi pendapatan dari pos pajak penerangan jalan. Dan juga dikarenakan sebagian besar pelanggan listrik di Kabupaten Jombang merupakan masyarakat pedesaan yang masih sangat minim dalam penggunaan listrik, sehingga meskipun jumlah pelanggan listrik di Kabupaten Jombang banyak tetapi penggunaan daya listrik yang sedikit menyebabkan penerimaan dari tagihan rekening listrik pun menurun.


(4)

93

5.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka berikut ini diketahui

beberapa saran sebagai bahan pertimbangan sebagai berikut :

1. Pemerintah daerah maupun pemerintah pusat hendaknya lebih giat lagi dalam mempromosikan potensi-potensi yang ada di daerah agar lebih banyak lagi investor maupun pengusaha untuk menanamkan modalnya sehingga potensi-potensi yang ada di daerah dapat dimanfaatkan secara optimal.

2. Pemerintah daerah hendaknya meningkatkan pelayanan informasi tentang investasi yang ada di jombang agar para investor dapat dengan mudah untuk mencari informasi investasi-investasi yang ada di Kabupaten Jombang.

3. Pemerintah Kabupaten Jombang hendaknya mampu meningkatkan

partisipasi masyarakat yang berada di daerah-daerah untuk membayar pajak dengan melakukan sosialisasi tentang fungsi dan manfaat pajak masyarakat.

4. Pemerintah diharapkan mampu untuk meminimalisir pencurian-pencurian listrik baik rumah tangga maupun indutri. Dengan meningkatkan pengawasan secara berkala dan teliti.


(5)

________, 2006. Produk Domestik Regional Bruto Kota Surabaya, Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Timur, Surabaya.

________, 2006, Statistik Keuangan Pemerintah Kabupaten/ Kota Propinsi Jawa Timur, BPS Surabaya.

Anwar, Arsyad, M dkk, 1992, Ekonomi Indonesia Prospek jangka Pendek dan

Sumber Pembiayaan Pembangunan, Penerbit Gramedia Pustaka Utama,

Jakarta.

Damodar, Gujarati, 1999, Ekonometrika Dasar, Erlangga, Jakarta.

Fuad, 2004, Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah

Di Jawa Timur, Skripsi Akademik Ekonomi Pembangunan, UPN ”Veteran”

Jawa Timur, Surabaya.

Halim, 2000, Manajemen Keuangan Daerah, Erlangga, Jakarta

Handayani, Sri Indah, 2008, Pengaruh PDRB dan Jumlah Penduduk Terhadap

Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Merangin, Jurnal Ilmiah Universitas

Batanghari, Jambi.

Mochammad, 2007, Analisis Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan

Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Nganjuk, Skripsi Akademik Ekonomi

Pembangunan, UPN ”Veteran” Jawa Timur, Surabaya.

Nordhaus Samuelson, 1993, Makro Ekonomi, Edisi Keempat Belas, Penerbit

Erlangga, Jakarta.

Qoryatin, 2002, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah Di

Kabupaten Malang, Skripsi Akademik Ekonomi Pembangunan, UPN

”Veteran” Jawa Timur, Surabaya.

Rifia, 2002, Faktor-Faktor yang Mempangaruhi Pendapatan Asli Daerah di


(6)

Rosyidi, Suherman, 2006, Pengantar Ekonomi Pendekatan Kepada Teori Ekonomi Mikro Dan Makro, Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Santosa, Purbayu Budi, 2005. Analisis Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya Dalam Upaya Pelaksanaan Otonomi

Daerah Di Kabupaten Kediri, Dinamika Pembangunan.

Saragih, Juli Panglima, 2003, Disentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah Dalam Otonomi, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Soemitro, 2008, Dasar-dasar Hukum Pajak Pendapatan, PT Eresco,

Jakarta-Bandung.

Sugiyono, 2002. Statistik Untuk Pemula, Penerbit : Alfabeta, Bandung. Suparmoko, 2002, Pengantar Ekonomi Makro, Penerbit BPFE, Yogyakarta.

Supriady, Dedi. 2003, Otonomi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah, PT Gramedia Pustaka Utama.


Dokumen yang terkait

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Simalungun.

12 111 87

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI KABUPATEN SRAGEN Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Sragen Tahun 1991-2013.

0 2 15

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI KABUPATEN SRAGEN Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Sragen Tahun 1991-2013.

0 0 13

FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Pati Tahun 1993 - 2013.

0 2 14

ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN ASLI DAERAH ( PAD ) DI KABUPATEN KLATEN Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) Di Kabupaten Klaten Tahun 1989 – 2011.

0 1 16

ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN ASLI DAERAH ( PAD ) DI KABUPATEN KLAEN Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) Di Kabupaten Klaten Tahun 1989 – 2011.

0 2 14

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KABUPATEN PATI Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah (Pad) Kabupaten Pati Tahun 1990 – 2012.

0 2 13

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KABUPATEN PATI TAHUN 1982-2007 Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah Di Kabupaten Pati Tahun 1982-2007.

0 0 14

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KABUPATEN PATI TAHUN Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah Di Kabupaten Pati Tahun 1982-2007.

0 1 15

KATA PENGANTAR - ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KABUPATEN JOMBANG

0 0 18