T1__BAB V Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Bahasa Jawa di TV Lokal: Analisis Wacana Kritis Program Acara Kuthane Dhewe dan Campursarinan Kompas TV Jawa Tengah T1 BAB V

BAB V ANALISIS DAN BAHASAN HASIL PENELITIAN

  Analisa pada penelitian ini diharapkan dapat mendeskripsikan pemilihan dasar penggunaan bahasa Jawa dalam produksi program acara Kuthane Dhewe dan Campursarinan di Kompas TV Jawa Tengah. Dalam analisis ini akan dijelaskan dengan menggunakan 4 langkah metode analisis wacana kritis Fairclough yang juga memusatkan pembahasan wacana pada bahasa. Wacana dalam pemahaman Fairclough dibagi ke dalam tiga dimensi yaitu text, discourse practice, dan sociocultural practice.

  Fairclough (dalam Haryatmoko, 2016:19-22) menawarkan empat langkah metode analisis wacana kritis yaitu,

5.1 Langkah Pertama, memfokuskan pada suatu ‘ketidakberesan sosial’

  Ketidakberesan sosial dipahami sebagai aspek-aspek sistem sosial, bentuk dan tatanan yang merugikan. Ketidakberesan meliputi kemiskinan, ketidaksetaraan, diskriminasi maupun kurangnya kebebasan dan rasisme.

  Kuthane Dhewe

  Agus Sutiyono (Agus) selaku produser program acara Kuthane Dhewe mengungkapkan

  “Kami memproduksi sebuah program acara berita dengan bahasa Semarangan karena, kami televisi lokal yang kedekatan kami dengan masyarakat tentunya yang berbau dengan apa yang ada di sekamir masyarakat itu sendiri. Dan keseharian mereka berbicara menggunakan bahasa Semarangan. Lalu informasi yang penting dapat “Kami memproduksi sebuah program acara berita dengan bahasa Semarangan karena, kami televisi lokal yang kedekatan kami dengan masyarakat tentunya yang berbau dengan apa yang ada di sekamir masyarakat itu sendiri. Dan keseharian mereka berbicara menggunakan bahasa Semarangan. Lalu informasi yang penting dapat

  Dari kutipan wawancara dengan Pak Agus, dapat peneliti jabarkan bahwa alasan dari terbentuknya program Kuthane Dhewe ini karena Kompas TV memiliki beberapa biro di beberapa daerah lokal dan salah satunya adalah Kompas TV Jawa Tengah. Dengan adanya stasiun lokal di daerah, tentunya Kompas TV juga memberikan slot lokal sendiri. Kuthane Dhewe sebagai salah satu program Kompas TV Jawa Tengah juga memiliki tujuan, yaitu ingin memberikan informasi kepada pemirsa dengan menghadirkan berita-berita yang berkaitan dengan informasi yang ada di Semarang dan juga sekitarnya. Pak Agus memaparkan,

  “Slot lokal itu yang kami manfaatkan untuk membuat program- program yang memang ada kedekatan dengan masyarakat. Dapat dibilang ya inilah kami menggali kearifan lokal yang ada di sekitarr

  kami.” 2

  Dengan dihadirkannya program Kuthane Dhewe, diharapkan dapat memberikan informasi yang memang memiliki kedekatan emosional dengan warga Semarang. Sehingga warga Semarang dan juga sekitarnya bisa mengetahui berita terbaru dan teraktual dari daerah mereka. Kearifan yang ingin digali ini juga sebagai salah satu tujuan yang terdapat dalam visi Kompas TV Jawa Tengah itu sendiri yaitu,

  “Menjadi partner bagi masyarakat dan pemerintah dalam menyukseskan program-program pembangunan, yang berbasis kearifan lokal masyarakat Jawa Tengah dan Indonesia pada umumnya.”

  Visi yang telah dicanangkan, Kompas TV Jawa Tengah tentunya juga akan memberikan tayangan yang dibutuhkan oleh masyarakat. Dan dari program acara

  1 Wawancara dengan Agus Sutiyono (Produser program acara Kuthane Dhewe) pada hari Jumat, 2 Juni 2017 pukul 11.00 WIB.

  2 Wawancara dengan Agus Sutiyono (Produser program acara Kuthane Dhewe) pada hari Jumat, 2 Juni 2017 pukul 11.00 WIB.

  ini diharapkan dapat menjadi cara yang efektif untuk mengajarkan kepada masyarakat untuk menghargai nilai-nilai budaya Indonesia khususnya budaya lokal dan memberikan informasi terbaru baik isu politik, ekonomi, sosial maupun budaya yang ada di Semarang dan sekitarnya.

  Peneliti juga menjelaskan pada bagian latar belakang bahwa, parabola yang merupakan sistem program acara siaran berlangganan yang dapat memberikan informasi maupun tayangan yang tidak hanya bersifat nasional namun juga global. Ini dapat memberikan perubahan di kalangan masyarakat. Perubahan yang dimaksud yaitu, pada dasarnya masyarakat Indonesia memiliki nilai-nilai sosial yang bersifat pluralisme yang mana masyarakat memiliki sifat terbuka terhadap budaya di luar kebiasaan mereka. Dengan semakin terbuka dengan budaya luar, ini juga akan berdampak negatif, seperti ketika masyarakat lebih tertarik dengan budaya luar dan meninggalkan nilai-nilai budaya asli Indonesia karena tidak terbiasa menggunakan bahasa lokal dan maupun mengapresiasi budaya lokal dari daerahnya.

  Sehingga dengan adanya fenomena seperti ini, Kompas TV Jawa Tengah memproduksi satu program acara yaitu Kuthane Dhewe sebagai partnership bagi masyarakat untuk lebih mengenal dan mengetahui informasi seputar budaya lokal yang ada di daerah mereka. Ditunjang dengan peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) tentang Standar Program acara Siaran (SPS) pada BAB

  XXV pasal 68 ayat 1 tentang Program acara Lokal dalam Sistem Stasiun Jaringan. Bahwa program acara siaran lokal wajib diproduksi dan ditayangkan dengan durasi paling sedikit 10 (sepuluh per seratus) untuk televisi. Dari peraturan di atas, dapat memberikan kesempatan pada televisi lokal untuk senantiasa berpartisipasi untuk mengembangkan kearifan lokal. Dalam hal ini Kompas TV Jawa Tengah telah memberikan tayangan berita yang mengusung informasi- informasi dari daerah Semarang dan sekitarnya. Pentingnya siaran lokal ini juga memberikan gambaran kepada masyarakat tentang budaya lokal yang menjadi identitas lokal yang mana budaya yang ditayangkan adalah budaya asli dari Indonesia.

  Selanjutnya alasan mengapa bahasa Jawa ngoko Semarangan dipilih sebagai bahasa pengantar dalam program Kuthane Dhewe karena jika Kompas TV Jawa Tengah menggunakan krama inggil segmennya adalah kalangan terbatas. Tidak semua usia memahami dan mengerti arti dari informasi yang disampaikan, akibatnya informasi yang diterima tidak utuh. Bahasa Jawa ngoko Semarangan dianggap sebagai bahasa yang mudah untuk dipahami, bahasa yang mudah dicerna oleh semua kalangan baik anak kecil, remaja maupun orang tua. Bahasa Semarang juga dianggap lebih sering didengar untuk wilayah-wilayah sekitar Semarang seperti Kabupaten Semarang, Kendal, Demak, Kudus, Jepara, Purwodadi, Pati, Rembang, Blora, Ungaran, Salatiga. Inilah mengapa perlunya adanya produksi program acara yang mengedepankan nilai budaya setempat. Program acara Kuthane Dhewe memilih bahasa Jawa ngoko Semarangan sebagai bahasa pengantar karena bertujuan untuk memberikan pengetahuan pada masyarakat, bahwa bahasa tersebut adalah bahasa yang lahir, menjadi bahasa komunikasi dan juga sebagai identitas lokal masyarakat kota Semarang.

  Moetojib dalam Anshoriy (2013:26) menjelaskan bahwasanya era globalisasi ini merubah kehidupan dengan sangat cepat di mana budaya yang sudah ada belum dipahami dan dimaknai dengan sungguh-sungguh oleh generasi berikutnya. Budaya baru dan budaya lama bertemu tidak berselang lama dan tidak ada waktu untuk mengelolanya, dalam hal ini pengelolaan yang dimaksud adalah memperkenalkan dan menanamkan budaya asli ke masyarakat sehingga masyarakat mengetahui dan memahami nilai-nilai budaya leluhur. Dengan begitu masyarakat khususnya generasi muda tidak dapat membentuk identitasnya dan tidak mengerti tentang nilai-nilai kebudayaan yang ada.

  Pada era globalisasi ini, masyarakat juga semakin terbuka dengan budaya luar yang masuk ke Indonesia. Salah satu upaya dalam mempertahankan kearifan lokal yaitu dengan program Kuthane Dhewe. Dari informasi lokal yang diberikan kepada masyarakat dan didukung dengan bahasa pengantar yang digunakan, bahasa Jawa ngoko Semarangan. Mengacu pada Undang-undang Republik

  Indonesia Nomor 32 tahun 2002 Tentang Penyiaran, dimana pada pasal 38 disebutkan bahwa,

  “Bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam penyelenggaraan program siaran muatan lokal dan apabila diperlukan, untuk mendukung mata acara tertentu.”

  Campursarinan

  Fredy Priyanto (Fredy) selaku produser acara Campursarinan juga menjelaskan, bahwa alasan spesifik mengapa bahasa Jawa ngoko Semarangan yang disisipi bahasa Indonesia dipilih menjadi bahasa pengantar karena bahasa tersebut memiliki akar sosiokultural yang erat dengan keberadaan masyarakat dan

  lebih mudah untuk dipahami dan diterima oleh masyarakat. 3 Program acara Campursarinan diproduksi sejak Kompas TV Jawa Tengah masih menggunakan

  nama TV Borobudur dengan tag linenya “TV-ne Jawa Tengah”. Setelah berganti menjadi Kompas TV Jawa Tengah, tag-line tersebut berganti menjadi slogan “Inspirasi Indonesia. Inspirasi Jawa Tengah” dan senantiasa melekat pada diri program Campursarinan. Tentunya dari tag line dan slogan tersebut Campursarinan kemudian mempunyai tanggungjawab untuk memberikan tayangan yang tentunya berkualitas, menghibur dan juga mendukung dalam pengembangan budaya-budaya lokal. Sehingga diproduksilah sebuah program acara yang dapat menjadi alat untuk melestarikan konten-konten lokal khususnya di Jawa Tengah. Program ini juga digunakan sebagai media belajar bagi masyarakat untuk mengenal budaya-budaya yang ada di daerahnya.

  Globalisasi juga menjadi bagian dalam menyusutnya rasa cinta terhadap budaya lokal. Masyarakat menjadi senang dengan trend baru dan tidak mengetahui budaya lokal yang memiliki nilai-nilai budaya yang dapat dipelajari

  3 Wawancara dengan Fredy Priyanto (Produser program acara Campursari) pada hari Minggu,

  4 Juni 2017 pukul 15:15 WIB.

  dan terus dijaga keberadaannya. Faktor tersebut juga menjadi alasan mengapa Kompas TV Jawa Tengah memproduksi sebuah acara yang tidak hanya kental dengan bahasa Jawa ngoko Semarangan yang disisipi bahasa Indonesia namun juga memberikan hiburan dengan menampilkan lagu-lagu campursari maupun lagu-lagu genre lain yang dapat di campursarikan.

  Budaya lokal yang semakin ditinggalkan juga dijelaskan oleh Moetojib dalam Anshoriy (2013:26) menjelaskan bahwasanya, era globalisasi ini merubah kehidupan dengan sangat cepat di mana budaya yang sudah ada belum dipahami dan dimaknai dengan sungguh-sungguh oleh generasi berikutnya. Budaya baru dan budaya lama bertemu tidak berselang lama dan tidak ada waktu untuk mengelolanya, dalam hal ini pengelolaan yang dimaksud adalah memperkenalkan dan menanamkan budaya asli ke masyarakat sehingga masyarakat mengetahui dan memahami nilai-nilai budaya leluhur. Dengan begitu masyarakat khususnya generasi muda tidak dapat membentuk identitasnya dan tidak mengerti tentang nilai-nilai kebudayaan yang ada.

  Dengan penjelasan di atas, Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) tentang Standar Program acara Siaran (SPS) pada BAB XXV pasal 68 ayat 1 tentang Program acara Lokal dalam Sistem Stasiun Jaringan, menegaskan bahwa program acara siaran lokal wajib diproduksi dan ditayangkan dengan durasi paling sedikit 10 (sepuluh per seratus). Dalam rangka pemenuhan slot lokal Kompas TV Jawa Tengah menggunakan kesempatan tersebut untuk menghadirkan program acara Campursarinan. Dengan kesempatan ini, Campursarinan menyuguhkan program yang dapat memberikan pengetahuan tentang budaya- budaya yang ada di Semarang dan juga memelihara bahasa lokal itu sendiri. Pak Fredy juga menuturkan,

  “Jadi, ketika bicara bahasa yang digunakan yang diutamakan tidak lagi struktur bahasa, tetapi yang terpenting bagi keberadaan Kompas TV Jawa Tengah maupun TVB pada waktu itu adalah aspek komunikatif dan bisa diterima oleh masyarakat atau pemirsa. Bahasa Jawa ngoko Semarang ini juga memakai bahasa Jawa yang halus namun komunikasi kepada orang lain saja yang terkadang salah penggunaan “Jadi, ketika bicara bahasa yang digunakan yang diutamakan tidak lagi struktur bahasa, tetapi yang terpenting bagi keberadaan Kompas TV Jawa Tengah maupun TVB pada waktu itu adalah aspek komunikatif dan bisa diterima oleh masyarakat atau pemirsa. Bahasa Jawa ngoko Semarang ini juga memakai bahasa Jawa yang halus namun komunikasi kepada orang lain saja yang terkadang salah penggunaan

  menggunakan bahasa yang lebih lugas, dinamik dan ekspresif.” 4

  Telah dijelaskan di atas bahwa Campursarinan menggunakan bahasa Jawa ngoko Semarangan yang disisipi bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar. Itu artinya, Campursarinan tidak menggunakan bahasa sesuai struktur tata bahasa Jawa. Hal ini tidak dipermasalahkan, mengingat konten atau format program Campursarinan memang diproduksi dan ditayangkan tidak menggunakan tata bahasa Jawa yang benar, selama masyarakat memahami informasi yang disampaikan itulah yang menjadi tujuan program acara Campursarinan diproduksi dan ditayangkan. Didukung dengan hasil wawancara dari pihak pengamat bahasa Jawa, Pak Sunardi mengungkapkan bahwa,

  “Kalau menurut saya televisi memiliki kepentingan komersial dan kepentingan pemberitaan. Dan menurut saya bahasa pengantar kedua program acara tersebut yaitu bahasa Jawa ngoko Semarangan digunakan karena dianggap sebagai konsumsi untuk semua umur atau dianggap setara dan tidak ada tingkatan-tingkatannya. Jadi semua umur

  dapat memahami dan menonton acara tersebut mulai dari anak-anak, anak muda, dan juga orangtua. Dengan bahasa Jawa ngoko Semarangan semua kalangan akan memahami dan mengerti informasi yang disampaikan oleh program acara Kuthane Dhewe dan Campursarinan.

  4 Wawancara dengan Fredy Priyanto (Produser program acara Campursari) pada hari Minggu,

  4 Juni 2017 pukul 15:15 WIB.

  Sehingga menurut saya, penggunaan bahasa ngoko di acara Kuthane Dhewe dianggap lumrah (sudah biasa).” 5

  Tujuan yang terpenting adalah memelihara bahasa. Selain sebagai program yang mengajarkan kepada masyarakat tentang kearifan lokal, program acara Campursarinan juga ditambahkan lelucon-lelucon mengingat program acara Campursarinan masuk dalam kategori program acara hiburan. Sehingga bahasa Jawa ngoko Semarangan yang disisipi bahasa Indonesia serta ditambahkan leluco dari para host memang menjadi hal yang dipertahankan sebagai ciri khas dari program acara Campursarinan. Bahasa pengantar yang digunakan juga menjadi strategi bagi program acara Campursarinan, ketika isi dari program acara mudah dipahami dan menghibur akan lebih menarik bagi masyarakat dan masyarakat dapat menikmati tayangan yang disuguhkan. Seperti yang Morissan (2008:223) sampaikan, program hiburan adalah segala bentuk siaran yang memiliki tujuan untuk menghibur, baik dalam bentuk musik, lagu, cerita dan permainan. Alangkah lebih menarik jika program acara hiburan juga sesuai dengan tujuannya yaitu memberikan isi-isi tayangan yang santai, tidak berat dan tentunya menghibur.

  Program acara Campursarinan diproduksi memiliki tujuan untuk mengajarkan kepada masyarakat untuk menghargai budaya lokal yang ada. Budaya lokal yang ada di daerah diharapkan terus diupayakan untuk selalu dijaga dan terus dikembangkan. Berkurangnya rasa menghargai terhadap budaya lokal menjadi suatu ketidakberesan sosial yang harus diubah dan digantikan dengan tatanan sosial yang seharusnya, seperti bahasa lokal yang seharusnya dijaga, dilestarikan, dan dibudayakan dalam kehidupan sehari-hari.

  5 Wawancara dengan Sunardi S.Pd.,M.Pd. (Pengamat Budaya Jawa) pada hari Jumat, 9 Juni

  2017 pukul 11.00 WIB.

5.2 Langkah Kedua, mengidentifikasi hambatan-hambatan untuk menangani ‘ketidakberesan sosial’

Kuthane Dhewe

  Globalisasi juga menawarkan banyak teknologi yang semakin maju, dalam pertelevisian masyarakat mengenal adanya parabola. Parabola memberikan suguhan tayangan baik nasional maupun global. Fenomena ini sebagai “ketidakberesan sosial” yang terjadi di masyarakat. Ketidakberesan ini terjadi karena dampak negatif yang terjadi apabila masyarakat menerima dengan terbuka budaya luar dengan cuma-cuma tanpa memilahnya terlebih dahulu. Sehingga berakibat lunturnya nilai-nilai budaya asli yang digantikan dengan nilai-nilai budaya baru yang berbeda dari nilai budaya Indonesia. Dalam hal ini ketidakberesan sosial juga perlu untuk diidentifikasi hambatan-hambatan yang membuat ketidakberesan ini terjadi. Ada tiga cara yang digunakan Fairclough dalam menangani hambatan di atas,

A. Pertama menganalisis hubungan-hubungan antara tatanan wacana dan unsur-unsur politik sosial lain ataupun antara teks dengan unsur- unsur kejadian.

  Pada tahap pertama ini yang dimaksudkan dengan teks adalah data kebahasaan dalam program acara Kuthane Dhewe. Data kebahasaan ini adalah bahasa Jawa ngoko Semarang yang digunakan dalam program acara tersebut, baik naskah maupun bahasa tutur. Bahasa Jawa ngoko Semarangan adalah dialek khas atau bahasa lokal yang tumbuh dan berkembang di daerah Semarang. Bapak Sunardi selaku pengamat budaya Jawa mengatakan,

  “Dialek lahir dan ada karena dipengaruhi tempat dan istilahnya masyarakat akan berinteraksi dengan tempat-tempat yang berdekatan dengan tempat mereka tinggal. Daerah pantura adalah daerah pantai, masyarakat di daerah pantai memiliki sifat yaitu cepat mengambil keputusan. Semarang notabene pesisir membuat para nelayan tidak bisa lendrak-lendrek (dikerjakan secara lambat) harus cepat dalam “Dialek lahir dan ada karena dipengaruhi tempat dan istilahnya masyarakat akan berinteraksi dengan tempat-tempat yang berdekatan dengan tempat mereka tinggal. Daerah pantura adalah daerah pantai, masyarakat di daerah pantai memiliki sifat yaitu cepat mengambil keputusan. Semarang notabene pesisir membuat para nelayan tidak bisa lendrak-lendrek (dikerjakan secara lambat) harus cepat dalam

  berkomunikasi yang berbeda, dialog dipengaruhi dari tempat.” 6

  Maka bahasa Jawa ngoko Semarangan ini bisa dianggap terlahir karena dipengaruhi tempat atau wilayah. Semarang yang memang dekat dengan daerah pantai atau pesisir cenderung memiliki bentuk komunikasi yang terbilang lugas, dinamik dan ekspresif. Begitu juga dengan bahasa Jawa ngoko yang berkembang, memiliki dialek khas yang berbeda dari bahasa Jawa ngoko daerah lain. Jika dikaitkan dengan teks dengan unsur-unsur kejadian. Penggunaan bahasa Jawa ngoko Semarangan dalam program acara Kuthane Dhewe menjadi bahasa pengantar utama karena masyarakat Semarang sudah terbiasa dengan bahasa tersebut. Sehingga, kesempatan inilah yang digunakan oleh Kompas TV Jawa Tengah untuk menjaga dan bertanggungjawab untuk melestarikan bahasa asli dan lahir di Semarang.

  Sebelum Kompas TV Jawa Tengah ada, dahulu stasiun televisi ini bernama TV Borobudur. Program ini lahir saat TV Borobudur masih mengudara. Salah satu yang menjadi alasan adanya program acara Kuthane Dhewe dengan menggunakan bahasa Jawa ngoko Semarang tersebut yaitu karena pihak TV Borobudur ingin menyajikan program yang nantinya akan menjadi identitas TV Borobudur. Kemudian program acara ini tetap dipertahankan hingga sekarang karena dari pihak Kompas TV Jawa Tengah ingin menyajikan informasi lokal dari Semarang dan sekitarnya serta mewujudkan visi menjadi partnership bagi masyarakat dan pemerintah dalam melestarikan bahasa Jawa ngoko Semarangan.

  6 Wawancara dengan Sunardi S.Pd.,M.Pd. (Pengamat Budaya Jawa) pada hari Jumat, 9 Juni 2017 pukul 11.00 WIB.

B. Kedua, menyeleksi teks dan memfokuskan pada analisis teks tersebut dan mengelompokkan sesuai tujuannya untuk membentuk objek penelitian.

  Langkah kedua dalam penggunaan bahasa dalam berita atau informasi yang disajikan tidak langsung ditayangkan dan diberitakan kepada masyarakat. Namun ada tahap seleksi bahasa atau mengolah bahasa, agar layak untuk ditayangkan dikonsumsi oleh masyarakat. Dalam hal ini produser sebagai pemegang kendali dalam produksi program acara Kuthane Dhewe di mana produser harus mengolah bahan berita yang telah diliput dan membuat naskah baik untuk presenter maupun naskah dubbing.

  Produser mengolah bahan berita menjadi sebuah data kebahasaan berupa teks yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa ngoko Semarangan. Tujuannya agar naskah berita yang diproduksi sesuai dengan format acara yaitu menggunakan bahasa Jawa ngoko Semarangan dan komunikatif sehingga masyarakat lebih mudah memahami informasi yang disampaikan.

C. Ketiga, melakukan analisis teks, baik analisis interdiskursif maupun analisis linguistik dan semiotik.

  Pada langkah ketiga ini, analisis yang akan digunakan yaitu analisis interdiskursif. Fairclough dalam Critical Discourse Analysis (Analisis Wacana Kritis) (Haryatmoko, 2016:21) menyebutkan bahwa analisis interdiskursif membandingkan genres, wacana dan style yang akan diartikulasikan bersama di dalam suatu teks sebagai bahan khas peristiwa, dan di dalam tatanan wacana yang lebih stabil sebagai bagian jaringan praktik, yang merupakan objek analisis berbagai bentuk sosial.

  Wacana dalam program acara Kuthane Dhewe tentunya disusun dan diproduksi menggunakan bahasa Jawa ngoko Semarangan. Sebelum melakukan liputan, tim dan produser akan melakukan proyeksi untuk menentukan topik liputan apa saja yang masuk dalam listing untuk hari berikutnya. Berbagai Wacana dalam program acara Kuthane Dhewe tentunya disusun dan diproduksi menggunakan bahasa Jawa ngoko Semarangan. Sebelum melakukan liputan, tim dan produser akan melakukan proyeksi untuk menentukan topik liputan apa saja yang masuk dalam listing untuk hari berikutnya. Berbagai

  “Prosesnya yaitu reporter atau video jurnalis yang melakukan liputan. Hasil liputan mereka laporkan dalam bentuk visual dan naskah. Kemudian proses produksin di handle oleh produser. Produser ini memiliki posisinya penting, ketika reporter atau video jurnalis sudah menyediakan bahan kemudian produser yang mengolah. Sehingga tidak semua yang ditulis oleh reporter diubah ke bahasa Jawa ngoko Semarangan, tetap ada penambahan data dan kemudian ditambahkan

  narasi supaya menarik dan enak didengar oleh masyarakat.” 7

  Tayangan program acara Kuthane Dhewe juga tidak menampilkan terjemahan dalam bahasa lain, misalnya bahasa Indonesia. Ini menjadi cara untuk menjaga kekhasan dari program acara tersebut dengan tetap mempertahankan bahasa Jawa ngoko Semarangan yang digunakan tanpa memberi makna pada setiap kata yang muncul, seperti judul berita maupun kalimat yang narator dan presenter sampaikan. Wacana yang disusun menggunakan bahasa Jawa ngoko Semarang juga disesuaikan dengan bahasa percakapan sehari-hari masyarakat Semarang sehingga masyarakat lebih mudah memahami dan mengerti maksud dari informasi yang diberikan.

  7 Wawancara dengan Agus Sutiyono (Produser program acara Kuthane Dhewe) pada hari Jumat, 2 Juni 2017 pukul 11.00 WIB.

Campursarinan

  Telah dijelaskan bahwa KPID (Komisi Penyiaran Indonesia Daerah) telah memberikan slot lokal sebesar 10 kepada stasiun televisi daerah untuk memberikan tayangan yang bertujuan untuk mengembangkan kearifan lokal. Kesempatan ini yang akhirnya Kompas TV Jawa Tengah gunakan sebagai cara untuk memperkenalkan budaya Jawa dari segi bahasa yaitu bahasa Jawa ngoko Semarang. Kemudian dalam produksi program acara Campursarinan dari sisi hiburan, program acara Campursarinan menapilkan lagu-lagu Campursarinan serta lelucon yang disampaikan host. Lagu-lagu tersebut juga menjadi budaya lokal yang ditayangkan dalam acara Campursarinan, sehingga masyarakat mengenal konten lokal baik bahasa dan budayanya seperti lagu-lagu campursari.

A. Pertama menganalisis hubungan-hubungan antara tatanan wacana dan unsur-unsur politik sosial lain ataupun antara teks dengan unsur- unsur kejadian.

  Sama seperti program acara Kuthane Dhewe, program acara Campursarinan juga memiliki data kebahasan berupa bahasa yang digunakan yaitu bahasa Jawa ngoko Semarangan yang disisipi bahasa Indonesia. Menurut Pak Fredy selaku produser program acara Campursarinan, bahasa pengantar ini telah digunakan sejak jaman TV Borobudur mengudara. Pak Fredy juga menjelaskan bahwa

  “Itu sebenarnya ada kolaborasi antara apa yang telah dibangun oleh TV Borobudur kemudian diakomodir oleh Kompas sebagai satu kekuatan manajerial baru untuk mengelola keberadaan TV Borobudur dengan misi untuk mempertahankan masyarakat pendukung acara ini. Sehingga tetap dibangun komunikasi-komunikasi yang harmonis, dalam hal ini acara yang dekat dengan kehidupan masyarakat khususnya Jawa Tengah. Kenapa Jawa Tengah? Karena cover area atau power siarnya memang masih sebatas sebagian daerah Jawa Tengah. Jadi, ketika bicara bahasa yang digunakan yang diutamakan tidak lagi struktur bahasa, tetapi yang terpenting bagi keberadaan Kompas TV Jawa

  Tengah maupun TVB pada waktu itu adalah aspek komunikatif dan bisa diterima oleh masyarakat atau pemirsa.” 8

  Hal ini menjelaskan bahwa bahasa yang kemudian tumbuh dan melekat serta dekat dengan masyarakat yang akhirnya dipilah dan digunakan dalam program acara Campursarinan. Ketika TV Borobudur beralih menjadi televisi berjaringan yaitu Kompas TV Jawa Tengah, tentunya Kompas TV Jawa Tengah tidak ingin para penikmat acara Campursarinan beralih ke program acara lain. Sehingga strategi yang digunakan adalah mempertahankan program acara Campursarinan dan mempertahankan ciri khas dari program acara baik bahasa yang digunakan dan lagu-lagu yang dibawakan. Bahasa Jawa ngoko yang disisipi bahasa Indonesia dipilih karena bahasa tersebut adalah bahasa lokal sehari-hari yang digunakan oleh masyarakat Semarang dan sekitarnya. Lalu bahasa Indonesia yang merupakan bahasa nasional yang selalu digunakan untuk komunikasi di kehidupan sehari-hari.

B. Kedua, menyeleksi teks dan memfokuskan pada analisis teks tersebut dan mengelompokkan sesuai tujuannya untuk membentuk objek penelitian.

  Langkah kedua ini, bahasa dalam program acara ini dapat dilihat pada penggunaan bahasa Jawa ngoko Semarangan yang disisipi bahasa Indonesia baik dari tutur maupun naskah. Dalam program Campursarinan, penggunaan naskah dapat dijumpai ketika blocking time oleh klien. Ketika klien ingin mempublikasi suatu produk tertentu atau memaparkan program tertentu maka di sinilah pentingnya sebuah naskah untuk memberikan alur dalam sebuah produksi. Sebelum naskah digunakan dalam produksi program acara Campursarinan, produser memiliki tugas untuk mengolah baik alur, tata bahasa maupun kalimat lelucon. Kalimat lelucon ditambahkan agar suasana dan output program acara Campursarinan lebih menarik dan lebih hidup. Ketika naskah siap untuk diberikan

  8 Wawancara dengan Fredy Priyanto (Produser program acara Campursari) pada hari Minggu, 4 Juni 2017 pukul 15:15 WIB.

  kepada host, produser melakukan briefing kepada tim baik cameraman, audioman, lightingman untuk menentukan pengambilan gambar, mengatur suara yang masuk ke dalam ruang kontrol maupun pengaturan cahaya di dalam studio. Jika tidak ada blocking time atau saat jadwal reguler, produser hanya akan memberikan rundown kepada host. Rundown berguna untuk memberikan penjelasan kepada host, hal apa saja yang perlu disampaikan, pembagian segmen dan juga daftar lagu yang akan diputar saat acara berlangsung.

C. Ketiga, melakukan analisis teks, baik analisis interdiskursif maupun analisis linguistik dan semiotik.

  Pada langkah ketiga ini, analisis yang akan digunakan yaitu analisis interdikursif. Fairclough dalam Critical Discourse Analysis (Analisis Wacana Kritis) (Haryatmoko, 2016:21) menyebutkan bahwa analisis interdiskursif membandingkan genres, wacana dan style yang akan diartikulasikan bersama di dalam suatu teks sebagai bahan khas peristiwa, dan di dalam tatanan wacana yang lebih stabil sebagai bagian jaringan praktik, yang merupakan objek analisis berbagai bentuk sosial. Dalam program acara. Campursarinan sedikit berbeda dengan Kuthane Dhewe yang dalam pemilihan berita harus melakukan proyeksi terlebih dahulu karena sifat berita yang faktual, aktual. Campursarinan tidak memiliki tema tertentu, hanya format lagu saja yang setiap minggunya diubah oleh produser. Format yang digunakan seperti lagu duet maupun solo, jika format duet yang dipilih maka penyanyi yang digunakan adalah laki-laki dan perempuan ataupun perempuan dan perempuan.

  Dalam program Campursarinan tidak menitikberatkan pada tema tertentu karena Campursarinan hanya ditayangkan weekly atau satu kali dalam seminggu dan biasanya tidak ada perubahan yang signifikan pada visual maupun tema acara. Program acara yang termasuk dalam kategori hiburan memberikan ruang yang longgar untuk produser memproduksi sebuah program acara yang lebih ringan dan segar, sehingga ditambahkan lelucon atau candaan-candaan ringan oleh para host.

  Rundown digunakan sebagai pedoman setiap segmen acara bagi para host saat membawakan program, acara Campursarinan sehingga host tidak harus terpaku dengan rundown yang diberikan dan lebih leluasa untuk berimprovisasi sehingga acara lebih terlihat natural. Namun kelemahannya adalah apa yang dibahas dalam program acara Campursarinan menjadi melebar. Kemudian tugas produser yang mengontrol host dan alur tayang dari program acara Campursarinan.

  Program acara Campursarinan juga tidak menyisipkan terjemahan, bahasa Jawa ngoko Semarangan juga dianggap tidak sesuai struktur tata bahasa Jawa namun bahasa tersebut merupakan dialek yang memang tumbuh karena kebiasaan masyarakat Semarang. Yang terpenting adalah apa yang tumbuh di masyarakat yang kemudian Kompas TV Jawa Tengah kembangkan dan diberikan kembali kepada masyarakat yang diproduksi dan ditayangakan dalam bentuk sebuah program acara.

5.3 Langkah Ketiga, mengidentifikasi apakah tatanan sosial ‘membutuhkan’ ketidakberesan sosial

  Mengidentifikasi apakah tatanan sosial „membutuhkan‟ ketidakberesan sosial. Jika suatu tatanan sosial menghasilkan ketidakberesan yang besar maka harus ada penanganan dalam sistem tersebut. Ini adalah cara menghubungkan antara „yang faktual‟ dan „yang seharusnya‟. Hal ini terkait dengan ideologi: wacana selalu ideologis sejauh untuk menyumbang untuk mendukung suatu kekuasaan maupun dominasi tertentu.

Kuthane Dhewe

  Ketidakberesan sosial di sini adalah dampak negatif dari globalisasi, seperti lunturnya sikap untuk menghargai serta melestarikan budaya lokal atau budaya asli Indonesia. Sehingga Kompas TV Jawa Tengah memilih untuk memproduksi program acara yang dapat memberikan informasi yang mengangkat tentang isu yang ada di Semarang dan sekitarnya serta mengangkat bahasa Jawa Ketidakberesan sosial di sini adalah dampak negatif dari globalisasi, seperti lunturnya sikap untuk menghargai serta melestarikan budaya lokal atau budaya asli Indonesia. Sehingga Kompas TV Jawa Tengah memilih untuk memproduksi program acara yang dapat memberikan informasi yang mengangkat tentang isu yang ada di Semarang dan sekitarnya serta mengangkat bahasa Jawa

  Fairclough dalam Critical Discourse Analysis (Analisis Wacana Kritis) (Haryatmoko, 2016:21) menyebutkan bahwa hal ini adalah cara menghubungkan antara „yang faktual‟ dan „yang seharusnya‟: jika suatu tatanan sosial dapat ditunjukan menghasilkan ketidakberesan sosial yang besar maka, menjadi alasan untuk memikirkan agar diubah. Dari fenomena globalisasi, televisi juga menyumbangkan dampak yang juga berpengaruh terhadap nilai-nilai yang dianut di kehidupan bermasyarakat. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang memiliki sifat terbuka, pada latarbelakang dijelaskan bahwa masyarakat menerima budaya yang berkembang baik budaya baru (budaya yang berasal dari luar kebiasaan masyarakat Indonesia) maupun budaya lama. Dan karena sifat masyarakat yang terbuka, budaya luar dapat mendominasi tatanan sosial di dalam masyarakat dan menggeser nilai-nilai budaya asli Indonesia. Kuthane Dhewe menjadi salah satu jalan untuk mengurangi ketidakberesan sosial. Di mana program ini memberikan pembelajaran kepada masyarakat, bahwa bahasa Jawa ngoko asli daerah Semarang ini seharusnya dilestarikan, digunakan dan diapresiasi.

  Ketidakberesan sosial dalam penelitian ini adalah hadirnya dampak negatif dari budaya baru yang melunturkan nilai-nilai budaya dalam diri masyarakat. Sehingga dari ketidakberesan sosial yang kemudian mendapat penanganan oleh Kompas TV Jawa Tengah dengan memproduksi dan menayangkan program acara Kuthane Dhewe. Dapat dilihat juga dari visi Kompas TV Jawa Tengah, ingin menjadi partnership untuk memberikan informasi yang bermanfaat dengan mengusung kearifan lokal. Tidak hanya itu slogan Kompas TV Jawa Tengah yang berbunyi “Inspirasi Indonesia. Inspirasi Jawa Tengah.”, juga menjadi ideologi yang ditekankan oleh Kompas TV Jawa tengah, bahwa Kompas TV Jawa Tengah yang merupakan televisi lokal dapat menyuguhkan tayangan yang memberi manfaat kepada masyarakat baik bersifat informatif dan komunikatif. Ideologi ini Ketidakberesan sosial dalam penelitian ini adalah hadirnya dampak negatif dari budaya baru yang melunturkan nilai-nilai budaya dalam diri masyarakat. Sehingga dari ketidakberesan sosial yang kemudian mendapat penanganan oleh Kompas TV Jawa Tengah dengan memproduksi dan menayangkan program acara Kuthane Dhewe. Dapat dilihat juga dari visi Kompas TV Jawa Tengah, ingin menjadi partnership untuk memberikan informasi yang bermanfaat dengan mengusung kearifan lokal. Tidak hanya itu slogan Kompas TV Jawa Tengah yang berbunyi “Inspirasi Indonesia. Inspirasi Jawa Tengah.”, juga menjadi ideologi yang ditekankan oleh Kompas TV Jawa tengah, bahwa Kompas TV Jawa Tengah yang merupakan televisi lokal dapat menyuguhkan tayangan yang memberi manfaat kepada masyarakat baik bersifat informatif dan komunikatif. Ideologi ini

Campursarinan

  Seperti halnya program acara Kuthane Dhewe, Campursarinan juga diproduksi untuk memberikan tayangan yang dapat menanamkan nilai-nilai budaya bagi masyarakat. Dengan diproduksi dan ditayangkan program acara Campursarinan bertujuan untuk menanggulangi nilai-nilai budaya lokal yang terus ditinggalkan, semakin tidak diketahui masyarakat dan tidak dipahami oleh masyarakat.

  Dewasa ini, globalisasi juga menjadi pengaruh bagi teknologi dunia contohnya seperti televisi yang mengalami perkembang dari jaman ke jaman. Televisi yang merupakan media elektronik juga menyumbangkan berbagai tayangan program acara yang bersifat informatif hingga hiburan. Tayangan yang diberikan juga semakin beragam yang terkadang tidak semua nilai budaya diangkat dan dapat dipelajari oleh masyarakat, contohnya seperti kita ketahui dewasa ini beberapa stasiun televisi hanya menyumbangkan tayangan yang tidak mendidik, terlalu mendramatisasi dan tayangan yang mengejar profit atau keuntungan saja. Sehingga masyarakat hanya mempelajari apa yang diberikan media tanpa melihat kegunaan tayangan program acara tersebut dalam kehidupannya.

  Pada langkah ketiga ini dijelaskan bahwa suatu tatanan sosial menghasilkan ketidakberesan sosial yang besar maka harus ada penanganan dalam sistem tersebut. Dalam hal ini, budaya yang berkembang terntunya sudah mengalami peleburan dengan budaya luar dan tidak semua budaya lokal dipelajari. Dan masyarakat hanya mengetahui bahwa budaya lokal itu ada tanpa mengerti nilai yang terkandung dalam budaya lokal tersebut. Program acara Campursarinan dengan budaya yang dibawanya, baik bahasa Jawa ngoko

  Semarangan yang disisipi bahasa Indonesia dan lagu-lagu Campursarinannya. Hal ini digunakan dalam program acara Campursarinan untuk memperkenalkan kearifan lokal yang ada di sekitar cover area program acara Campursarinan yaitu Semarang dan daerah Jawa Tengah. Dari slogan Kompas TV Jawa Tengah yaitu “Inspirasi Indonesia. Inspirasi Jawa Tengah.”, Campursarinan yang merupakan salah satu programnya juga memiliki tujuan yang selaras dengan slogan tersebut. Campursarinan diharapkan dapat menyuguhkan tayangan yang menjadi partnership bagi masyarakat untuk mempelajari budaya lokal yang ada di Semarang dan sekitarnya. Dan diharapkan dengan program acara ini masyarakat memberikan apresiasi dengan menjaga, menggunakan dan menghayati budaya- budaya yang ada di masyarakat.

5.4 Langkah Keempat, mengidentifikasi cara-cara yang mungkin untuk mengatasi hambatan-hambatan

  Pada tahap keempat ini akan diidentifikasi kemungkinan-kemungkinan dalam proses sosial yang ada untuk mengatasi hambatan dalam menangani ketidakberesan sosial. Kehidupan sosial merupakan jaringan praksis sosial yang saling terhubung (ekonomi, sosial, budaya). Sehingga praksis sosial pasti mengandung semiotik. Dalam praksis sosial ada aktivitas produktif, sarana produksi, hubungan sosial, identitas sosial, nilai budaya, kesadaran dan proses semiosis. Dalam tahap ini analisis wacana kritis adalah analisis hubungan- hubungan dialektik antara semiosis dan unsur-unsur lain praksis sosial. Proses semiosis ini dipaparkan oleh Fairclough dalam tiga dimensi analisis wacana kritis. Fairclough memusatkan pembahasan wacana pada bahasa. Wacana dalam pemahaman Fairclough di bagi ke dalam tiga dimensi yaitu text, discourse practice, dan sociocultural practice.

5.4.1 Dimensi Teks

  Teks menurut Fairclough dalam Haryatmoko (2016:23) yaitu mengacu pada wicara, tulisan, grafik dan kombinasinya atau semua bentuk linguistik teks (khasanah kata, gramatika, syntax, struktur matafora, retorika). Lalu Fairclough juga menambahkan (dalam Darma, 2009:89-90) bahwa teks dianalisis secara linguistik dengan melihat kosakata, semantik dan tata kalimat. Fairclough juga memasukan koherensi dan kohevisitas untuk melihat bagaimana kata atau kalimat tersebut digabung dan membentuk pengertian. Elemen yang dianalisis tersebut dipakai untuk melihat tiga masalah. Yaitu yang Pertama, ideasional yang merujuk pada referensi tertentu, apa yang ditampilkan dalam teks, yang umumnya membawa ideologi tertentu. Kedua, relasi, merujuk pada bagaimana konstruksi hubungan diantara wartawan dengan pembicara, apakah tekad disampaikan secara informal atau formal, tertutup atau terbuka. Ketiga, identitas, merujuk pada konstruksi identitas penulis dan pembaca dan bagaimana personal dan identitas ditampilkan.

  Kuthane Dhewe

A. Pertama, ideasional yang merujuk pada referensi tertentu, apa yang ditampilkan dalam teks, yang umumnya membawa ideologi tertentu.

  Dalam penelitian ini teks adalah data kebahasaan yang menjadi objek penelitian. Teks di sini adalah bahasa yang digunakan dalam program Kuthane Dhewe. Untuk sampel penelitian, peneliti mengambil cuplikan program acara Kuthane Dhewe yang ditayangkan pada tanggal 17 Juli 2016 pada segmen kedua,

  Gambar 8 cuplikan gambar bumper-in pembuka acara Kuthane Dhewe

  Gambar 9 cuplikan gambar berita dari program acara Kuthane Dhewe yang ditayangkan pada tanggal 17 Juli 2016

  Berikut lead berita “Tolak Terorisme”

  KANGGO NDUKUNG PENCEGAHAN AKSI TERORISME NING INDONESIA MINGGU ESOK KOALISI MASYARAKAT KOTA SEMARANG NGELAR AKSI NOLAK TERORISME NING CAR FREE DAY DALAN PAHLAWAN SEMARANG PARA AKTIVIS IKI NGEJAK MASYARAKAT NDUKUNG APARAT TNI POLRI MBRANTAS GERAKAN TERORIS (Untuk

  mendukung pencegahan aksi terorisme di Indonesia pada minggu pagi, koalisi masyarakat kota Semarang menggelar aksi menolak terorisme di car free day di Jalan Pahlawan Semarang. Para aktivis ini mengajak masyarakat mendukung aparat TNI POLRI untuk memberantas gerakan teroris)

  Berikut naskah berita “Tolak Terorisme”

  KARO NGGOWO PAMFLET SING TULISANE PENOLAKAN MARANG BOM BUNUH DIRI NING MAPOLRES SURAKARTA KOALISI MASYARAKAT KUTO SEMARANG MINGGU ESOK NANDATANGANI PAMFLET PENOLAKAN ANTI TERORISME NING CAR FREE DAY DALAN PAHLAWAN SEMARANG TEROR KANTHI CORO BUNUH DIRI SAYANGNGE NGRUGIKKE AWAKKE DEWE UGA NYILAKANI WARGA SIPIL KECAMAN MARANG AKSI TERORISME IKI DADI WUJUD

  DUKUNGAN KOALISI MASYARAKAT KUTO SEMARANG MARANG PEMBERANTASAN TERORISME NING INDONESIA (Dengan membawa

  pamphlet yang bertuliskan penolakan bagi bom bunuh diri di Mapolres Surakarta, koalisi masyarakat kota Semarang Minggu pagi menandatangi pamphlet penolakan anti terorisme, di car free day di Jalan Pahlawan Semarang. Teror sampai dengan cara bunuh diri, sayangnya merugikan diri sendiri karena mencelakakan warga sipil. Pringatan untuk aksi terorisme ini menjadi wujud dukungan koalisi masyarakat kota Semarang, bagi pemberantasan terorime di Indonesia.)

  TANDA TANGAN PENOLAKAN AKSI TERORISME IKI MENGKONE AREP DISERAHKE MARANG PIMPINAN POLRI SING DADI WUJUD DUKUNGAN MARANG PEMBERANTASAN TERORISME SING DILAKOKKE

  TNI POLRI (Tanda tangan penolakan aksi terorisme ini nantinya akan

  diserahkan kepada pimpinan POLRI, yang menjadi wujud dukungan untuk pemberantasan terorisme yang dilakukan TNI POLRI.)

  HERI WIDODO KUTHANE DHEWE SEMARANG (Heri Widodo,

  Kuthane Dhewe, Semarang.)

  Berikut chit-chat presenter tentang “Tolak Terorisme”

  Eri

  : “Nah, kegiatan-kegiatan keyek ngene iki patut diacungi jempol.” (Nah, kegiatan-kegiatan seperti ini patut diacungi jempol.)

  Ane : “Koyo ngene ki keren, iki mergo aksi terorime.” (Seperti ini keren, ini

  karena aksi terorisme.)

  Eri

  : “Yo koyo sek kedadean ning Surakarta kemaren.” (Ya seperti kejadian di Surakarta kemarin.)

  Ane : “Ning Solo, koyo sing ning Prancis kae yo?” (Di Solo, seperti yang di

  Prancis itu ya?) Eri : “Akeh lah pokokke.” (Banyak lah pokoknya.) Ane : “Tapi ojo wedi, malah kudu dilawan.” (Tapi jangan takut, harus

  dilawan.) Eri

  : “Bener banget, kudu berani kudu ngaku kalo kita ki isoh babas abis kabeh terorisme.” (Betul sekali, harus berani harus mengaku kalau kita itu bisa membabat habis semua terorisme.)

  Ane : “Iki, salah sijine lewat aktivitas iki sing positif iki mau. Nganggo

  ngelawan aksi terorisme.” (Ini salah satunya lewat aktivitas yang positif ini tadi. Untuk melawan aksi terorisme.)

  Eri

  : “Yo mugo-mugo akeh wong sing isoh ngadakke kegiatan koyo ngene meneh. Isoh membuat masyarakat aman. Koyo ngono kuwi ora takut mbek terorisme. Malah kita pengen isoh membabas habis.” (Ya semoga banyak orang yang bisa mengadakan kegiatan seperti ini lagi. Bisa membuat masyarakat aman. Seperti ini tidak takut terhadap terorisme. Malahan kita ingin bisa membabas habis.)

  Ane : “Nah,bener. Yowis ojo nangdi-nagdi, tetep nang Kuthane Dhewe

  amergone ono pawarta” (Nah, betul. Ya sudah jangan kemana-mana, tetap di Kuthane Dhewe karena ada informasi.)

  Berikut naskah untuk mengakhiri segmen kedua dan berganti ke iklan,

  MLEBU TAHUN AJARAN ANYAR BAKUL BUKU TULIS NING KENDAL NGERAUP KEUNTUNGAN GEDHE ENTENI PAWARTANE SAKWISE PARIWARA (Masuk tahun ajaran baru penjual buku tulis di Tegal mendapatkan keuntungan besar. Tunggu informasinya, setelah jeda iklanberikut ini.)

  Langkah keempat ini merupakan cara unutk mengatasi hambatan untuk menangani ketidakberesan sosial. Yang pertama adalah dimensi teks yang memiliki tiga elemen. Elemen pertama membahas apa yang ditampilkan dalam teks, dapat dilihat baik bumper-in, naskah berita, sub judul maupun chit-chat dari kedua presenter menggunakan bahasa Jawa ngoko Semarangan. Bumper-in bertuliskan Kuthane Dhewe atau berarti kotanya kita, ini memiliki arti program ini ada dan lahir di Semarang, sesuai dengan tujuan program ini diproduksi yaitu memberikan informasi seputar Semarang maupun sekitarnya. Dilihat dari bahasa pengantar yang dipakai bahasa Jawa ngoko Semarangan memiliki struktur bahasa Jawa ngoko yang terkesan tidak mengikuti “pakem” atau tata bahasa Jawa yang

  baik dan benar. Pak Agus juga memberikan jawaban, beliau berkata bahwa

  “Tujuan yang terpenting menurut saya itu adalah informasi yang kami sampaikan sampai ke masyarakat. Sampai dalam artian mereka paham, mereka mengerti isi berita dan mendapatkan manfaat dari berita

  itu.” 9

  Pak Agus juga mengatakan bahwa bahasa Jawa ngoko Semarangan yang digunakan adalah bahasa keseharian masyarakat Semarang dan tidak melihat struktur bahasa Jawa. Selain itu dalam proses pemindahan bahasa dari Indonesia ke Jawa ngoko khas Semarang produser mempunyai peranan penting untuk menyajikan berita ke dalam bentuk yang lebih komunikatif sehingga mudah dipahami dan dimengerti. Pak Sunardi selaku pengamat budaya Jawa menuturkan, bahasa yang tidak sesuai struktur bahasa Jawa namun untuk tujuan komersial khususnya televisi dianggap sebagai hal yang wajar. Jika menggunakan bahasa

  9 Wawancara dengan Agus Sutiyono (Produser program acara Kuthane Dhewe) pada hari Jumat, 2 Juni 2017 pukul 11.00 WIB.

  Jawa ngoko, masyarakat dari usia anak-anak hingga orang tua tentunya dapat memahami bahasa tersebut. 10

  Nilai budaya Jawa dalam bahasa Jawa ngoko Semarang ini juga digunakan untuk mengungkapkan identitas TV Borobudur (sebelum Kompas TV Jawa Tengah) bahwa stasiun televisi ini merupakan televisi “milik orang Jawa Tengah dan asli dari Jawa Tengah” dan menandai bahwa stasiun ini memiliki ciri khas yang berbeda dari stasiun televisi lainnya. Dari penjelasan di atas, dapat dilihat bahwa ideologi yang nampak yaitu dengan bahasa pengantarnya sebagai identitas program acara Kuthane Dhewe serta visi dan slogan yang mengisyaratkan bahwa program acara Kuthane Dhewe sebagi media bagi masyarakat yang diproduksi dan ditayangkan untuk memberikan informasi dan pengetahuan yang bermaanfaat bagi masyarakat.

  B. Kedua, relasi, merujuk pada bagaimana konstruksi hubungan diantara wartawan dengan pembicara, apakah tekad disampaikan secara informal atau formal, tertutup atau terbuka.

  Pada elemen kedua ini, sampel berita di atas menggambarkan bahwa Kompas TV Jawa Tengah baik produser, wartawan juga mendukung program acara Kuthane Dhewe dengan mempertahankan program acaranya dengan menggunakan bahasa Jawa ngoko Semarangan sebagai bahasa pengantar utama. Sampel di atas juga memberikan informasi seputar Semarang yang memang menjadi tujuan program acara Kuthane Dhewe untuk menyuguhkan informasi dari daerah Semarang dan sekitarnya kepada masyarakat. Sehingga hubungan Kompas TV Jawa Tengah dengan masyarakat untuk menyajikan hal-hal yang dekat dengan masyarakat baik secara kedekatan emotional dan kearifan lokalnya akan terealisasi.

  10 Wawancara dengan Sunardi S.Pd.,M.Pd. (Pengamat Budaya Jawa) pada hari Jumat, 9 Juni 2017 pukul 11.00 WIB.

  Secara terbuka, berita ini disampaikan untuk mendukung sistem sosial yang damai dan aman dari peperangan dan terorisme, sehingga perlu adanya aksi untuk memberantas aksi terorisme seperti ini. Dari chit-chat kedua presenter juga mendukung informasi yang disajikan serta “membenarkan” bahwa aksi yang dilakukan seharusnya memang harus terus diupayakan dan dilakukan untuk mengajarkan kepada masyarakat bahwa, kita sebagai masyarakat jangan takut untuk memerangi terorisme itu sendiri. Chit-chat kedua presenter merupakan interaksi yang dibangun dari program acara Kuthane Dhewe melalui kedua presenter kepada para pemirsa atau masyarakat. Interaksi tidak langsung ini juga diharapkan dapat membangun relasi yang baik antara Kompas TV Jawa Tengah dengan pemirsa penikmat program acara Kuthane Dhewe.

  Masyarakat sebagai pemirsa juga memberikan tanggapan yang baik, karena para pemirsa juga menikmati program acara yang diberikan. Ketiga pemirsa juga menjelaskan bahwa dengan bahasa Jawa ngoko Semarangan, mereka lebih mudah untuk memahami isi berita yang disampaikan. Program ini juga dianggap sebagai media pembelajaran yang baik untuk masyarakat yang mau mengetahui dan belajar tentang bahasa Jawa ngoko Semaranga-an.

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45