Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Kangkung Air (Ipomoea aquatica Forsk.) dan Kangkung Darat (Ipomoea reptans Poir.) yang Ditanam di Daerah Berbeda Ketinggian

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan

Uraian tumbuhan meliputi daerah tumbuh, morfologi tumbuhan, sistematika tumbuhan, nama asing, nama daerah, kandungan kimia dan kegunaan dari tumbuhan.

2.1.1 Daerah tumbuh

Kangkung dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di dataran rendah sampai dataran tinggi (pegunungan) ± 2000 meter dari permukaan laut. Baik kangkung darat maupun kangkung air, keduanya dapat tumbuh di mana saja, baik di dataran rendah maupun di dataran tinggi (Nazaruddin, 1993).

2.1.2 Morfologi tumbuhan

Batang kangkung bulat dan berlubang, berbuku-buku, banyak mengandung air dan dari buku-bukunya mudah sekali keluar akar. Memiliki percabangan yang banyak dan setelah tumbuh lama batangnya akan menjalar (Djuariah, 2007). Kangkung memiliki tangkai daun melekat pada buku-buku batang dan di ketiak daunnya terdapat mata tunas yang dapat tumbuh menjadi percabangan baru. Bentuk daun umumnya runcing ataupun tumpul, permukaan daun sebelah atas berwarna hijau tua, dan permukaan daun bagian bawah berwarna hijau muda. Bentuk bunga kangkung umumnya berbentuk terompet dan daun mahkota bunga berwarna putih atau merah lembayung (Suratman et al., 2000).

Perbedaan mendasar antara kangkung darat dan kangkung air (Dibyantoro, 1996) adalah:


(2)

a. Warna bunga.

Kangkung air berbunga putih kemerah-merahan, sedangkan kangkung darat bunga putih bersih.

b. Bentuk daun dan batang.

Kangkung air berbatang dan berdaun lebih besar dari pada kangkung darat. Warna batang keduanya berbeda. Kangkung air berbatang hijau, sedangkan kangkung darat putih kehijau-hijauan.

c. Kebiasaan berbiji.

Kangkung darat lebih banyak berbiji dari pada kangkung air.Itu sebabnya kangkung darat diperbanyak lewat biji, sedangkan kangkung air dengan stek pucuk batang.

2.1.3 Nama asing

Ka ngkong, Swa mp Ca bba ge, Wa ter Convolvulus, Wa ter Spina ch, Chinese Wa ter Spina ch, Patate aquatique, Espinaca aquatica (Spanyol), Karamta Liseron

d’Eau (Perancis), Nilkamli, (India, Bangladesh), Mr ibawa Ziwa (Kenya, Tanzania) (Dibyantoro, 1996).

2.1.4 Nama daerah

Rumpun (Aceh), Kangkong (Madura), Pangpung (Bali), Lara (Nusa Tenggara), Kanto (Gorontalo), Namiri (Makassar), Lare (Bugis), Kako (Halmahera), Kangko (Tidore) (Depkes RI, 2001).

2.1.5 Sistematika tumbuhan

Sistematika tumbuhan (Depkes RI, 2001) adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae


(3)

Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Solanales Suku : Convolvulaceae Genus : Ipomoea

Spesies : Ipomoea aquatica Forsk.

Ipomoea repta ns Poir. 2.1.6 Kandungan kimia

Herba kangkung mengandung senyawa metabolit sekunder seperti saponin, flavonoida dan polifenol (Depkes RI, 2001).

2.1.7 Kegunaan

Daun kangkung berkhasiat sebagai obat penenang dan obat sukar tidur (Depkes RI, 2001).

2.2 Ketinggian Daerah

Berdasarkan ketinggian tempatnya, maka wilayah lingkungan terbagi menjadi 3 (Sutarya, et al., 1995), yaitu:

1. Dataran rendah, merupakan daerah pantai sampai daerah dengan ketinggian 200 m dari permukaan laut. Suhu maksimum berada diantara 27-30° C, dan suhu pada malam hari berada diantara 22-25° C. Jenis tanah sebahagian besar merupakan tanah alluvial dan latosol.

2. Dataran tinggi, merupakan daerah dengan ketinggian diatas 700 m dari permukaan laut. Dari ketinggian tersebut, suhu rata-rata akan berkurang 1°C pada setiap kenaikan tempat 150 m. Pada ketinggian 1200 m, suhu siang


(4)

rata-rata 24°C dan suhu pada malam hari 15°C. Intensitas penyinaran lebih rendah, dan terutama berawan pada musim hujan. Kelembapan udara relatif tinggi. Jenis tanah sebagian besar termasuk andosol dan grumosol.

3. Dataran medium, merupakan daerah dengan ketinggian berada di antara dataran tinggi dan dataran rendah, yaitu ketinggian 200-700 m dari permukaan laut.

2.3 Ekstraksi

Menurut Depkes RI (2000), ada beberapa metode ekstraksi yang sering digunakan dalam berbagai penelitian antara lain yaitu:

A. Cara dingin

1. Maserasi, adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman dengan pelarut dengan sesekali pengadukan pada temperatur kamar. Maserasi yang dilakukan pengadukan secara terus-menerus disebut maserasi kinetik sedangkan yang dilakukan pengulangan panambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan terhadap maserat pertama disebut remaserasi.

2. Perkolasi, adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar.

B. Cara panas

1. Refluks, adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan alat pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.


(5)

2. Digesti, adalah proses penyarian dengan pengadukan kontinu pada temperatur lebih tinggi daripada temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50°C.

3. Soxhletasi, adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut yang selalu baru, dilakukan dengan menggunakan alat soklet sehingga menjadi ekstraksi kontinu dengan pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

4. Infundasi, adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90°C selama 15 menit.

5. Dekoktasi, adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90°C selama 30 menit.

2.4 Radikal Bebas

Istilah radikal bebas merujuk ke atom atau gugus atom apa saja yang memiliki satu atau lebih elektron tak berpasangan. Karena jumlah elektron ganjil, maka tidak semua elektron dapat berpasangan. Mesikpun suatu radikal bebas tidak bermuatan positif atau negatif, spesi semacam ini sangat reaktif karena adanya elektron yang tidak berpasangan. Suatu radikal bebas biasanya dijumpai sebagai zat-antara yang tak dapat diisolasi usia pendek, sangat reaktif, dan berenergi tinggi. Pada bidang kimia organik, reaksi radikal bebas umumnya digunakan dalam halogenasi hidrokarbon dan pirolisis (Fessenden dan Fessenden, 1986)

Sifat radikal bebas yang tidak stabil menyebabkan reaksi menerima atau memberikan elektron dengan molekul sekitarnya. Kebanyakan molekul ini bukan radikal bebas melainkan makromolekul biologi seperti lipid, protein, asam nukleat dan karbohidrat. Dengan reaksi ini timbullah reaksi radikal bebas beruntun yaitu


(6)

terbentuknya radikal bebas baru yang bereaksi lagi dengan makromolekul lain (Weisburger, 2004).

Senyawa oksigen reaktif (SOR) berperan dalam berbagai proses biologis alami di dalam tubuh. SOR berasal dari oksigen (O2). Berbagai proses metabolisme dalam tubuh, seperti pada rantai pernapasan , reperfusi, dan proses oksidasi asam lemak, oksigen berperan sebagai akseptor terakhir dari elektron. Secara fisiologis tubuh menghasilkan SOR, namun apabila radikal bebas atau oksidan dihasilkan secara berlebihan oleh tubuh, maka bahan tersebut akanbersifat toksik dan merusak berbagai komponen dalam tubuh, seperti DNA, lipid dan enzim.Golongan senyawa oksigen reaktif antara lain adalah hidroksil (OH-), superoksida (O2-), peroksidal (RO2-), asam hipoklorit (HOCl) dan hidrogen peroksida (H2O2) (Ionita, 2005).

Secara umum (Froment dan Bischoff, 1979), reaksi pembentukan radikal bebas melalui 3 tahapan reaksi berikut :

a. Tahap inisiasi

RH + initiator → R˙ + H˙ R˙→ R˙ + O2→ ROO˙ b. Tahap propagasi

R˙ + O2 → ROO˙

ROO˙ +RH → ROOH + R˙ c. Tahap terminasi

R˙ + R˙ → RR R˙ + ROO˙ → ROOR


(7)

Tahap inisiasi adalah tahap awal pembentukan radikal-radikal bebas, sedangkan propagasi merupakan sederatan reaksi terbentuknya radikal baru akibat reaksi antara suatu radikal dengan senyawa lain. Pada hakikatnya, pembentukan awal beberapa radikal bebas akan mengakibatkan perkembangbiakan radikal-radikal bebas baru dalam suatu reaksi pengabdian-diri (self-perpetuating) yang disebut sebagai reaksi rantai. Tahap terakhir atau terminasi adalah reaksi memusnahkan radikal bebas atau mengubah radikal bebas menjadi stabil dan tak reaktif (Fessenden dan Fessenden, 1986).

2.5 Antioksidan

Antioksidan adalah zat yang dalam kadar rendah bila dibandingkan dengan bahan yang dapat dioksidasi, dapat memperlambat atau menghambat oksidasi bahan tersebut secara signifikan (Halliwell, 2002).

Senyawa ini memiliki berat molekul kecil, tetapi mampu menginaktivasi berkembangnya reaksi oksidasi, dengan cara mencegah terbentuknya radikal atau dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif(Winarsi, 2007).

Menurut Kumalaningsih (2006), antioksidan tubuh dikelompokkan menjadi 3 yakni:

1. Antioksidan primer yang berfungsi untuk mencegah pembentuk senyawa radikal baru karena dapat merubah radikal bebas yang ada menjadi molekul yang berkurang dampak negatifnya, sebelum radikal bebas ini sempat bereaksi. Contohnya adalah enzim superoksida dismutase (SOD) yang berfungsi sebagai pelindung hancurnya sel-sel dalam tubuh karena radikal bebas.


(8)

2. Antioksidan sekunder merupakan senyawa yang berfungsi menangkap senyawa serta mencegah terjadinya reaksi berantai. Contohnya adalah vitamin E, vitamin C, dan betakaroten yang dapat diperoleh dari buah-buahan.

3. Antioksidan tersier merupakan senyawa yang memperbaiki kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas. Contohnya enzim metionin sulfoksidan reduktase untuk memperbaiki DNA pada inti sel.

Khasiat antioksidan untuk mencegah berbagai penyakit akibat pengaruh oksidatif akan lebih efektif jika kita mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan yang kaya akan antioksidan dan berbagai jenis daripada menggunakan antioksidan tungggal. Hal ini mungkin dikarenakan oleh adanya komponen lain dan interaksinya dalam sayur-sayuran dan buah-buahan yang berperan secara positif (Silalahi, 2006).

Senyawa antioksidan alami tumbuhan umumnya adalah senyawa fenolik atau polifenolik yang dapat berupa golongan flavonoid, kumarin, tokoferol, dan asam-asam organik.Senyawa polifenolik dapat bereaksi sebagai pereduksi, penangkap radikal bebas (Kumalaningsih, 2006).

2.5.1 Vitamin C

Struktur dari vitamin C (Iqbal, et al., 2004) dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut.


(9)

Vitamin C berhasil diisolasi untuk pertama kalinya pada tahun 1928 oleh Albert Szent-Györgyi. Penemuan ini terjadi dikarenakan keinginan dari Albert untuk mencoba mengidentifikasi suatu komponen yang mengikat oksigen dan dapat mencegah kerusakan buah (Iqbal, et al., 2004).

Vitamin C atau asam askorbat mempunyai berat molekul 176,13 dengan rumus bangun C6H8O6, dengan titik lebur 190-192°C. Asam askorbat mengandung tidak kurang dari 99,0% C6H8O6. Pemerian: serbuk atau hablur putih atau agak kuning, tidak berbau, rasa asam, oleh pengaruh cahaya lambat laun menjadi gelap, dalam larutan cepat teroksidasi. Kelarutan: mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol (95%) P, praktis tidak larut dalam kloroform P, dalam eter P dan dalam benzen P. Penyimpanan dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya. Vitamin C mengandung khasiat sebagai antiskorbut (Depkes, 1979).

Vitamin C berperan dalam mengurangi resiko hipertensi dan jantung koroner, mencegah kanker, meningkatkan sistem kekebalan tubuh terhadap infeksi virus dan bakteri, berperan dalam pembentukan kolagen serta produksi neurotransmitter dan hormon tertentu dalam tubuh (Walingo, 2005).

Asam askorbat apabila terkena pengaruh oksigen, zat-zat pengoksidasi lemah, atau oleh pengaruh enzim asam askorbat oksidase, akan mempermudah senyawa ini mengalami oksidasi. Karena memiliki sifat mudah teroksidasi, asam askorbat digunakan sebagai antioksidan (Iqbal, et al., 2004).

2.5.2 Flavonoid

Struktur umum untuk turunan flavonoid (Robinson, 1995) dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut:


(10)

Gambar 2.2 Rumus bangun flavonoid

Golongan flavonoid dapat digambarkan sebagai deretan senyawa C6-C3-C6. Kelompok terbesar flavonoid memiliki ciri adanya cincin piran yang menghubungkan rantai tiga-karbon dengan salah satu dari cincin benzen. Senyawa ini merupakan pereduksi yang baik karena mampu menghambat reaksi oksidasi (Robinson, 1995). Flavonoid pada tumbuhan berfungsi sebagai pelindung terhadap serangan jamur ataupun radiasi sinar UV yang dapat merusak tumbuhan. Selain itu, flavonoid juga terlibat dalam proses fotosintesis, transfer energi, dan respirasi pada tumbuhan.

2.5.3 Tokoferol

Struktur α-tokoferol (Lmid, 1995) dapat dilihat pada Gambar 2.3 berikut:

Gambar 2.3 Rumus bangun α- tokoferol

Tokoferol merupakan salah satu antioksidan yang terdapat dalam tumbuhan. Beberapa tokoferol ada yang terdapat di alam, salah satunya α -tokoferol yang merupakan senyawa paling aktif secara biologis (Silalahi, 2006). Makanan yang paling banyak mengandung tokoferol adalah minyak nabati, kacang-kacangan, dan biji-bijian. Aktivitas antioksidan dari α-tokoferol berfungsi


(11)

mencegah dan melindungi sel tubuh dari kerusakan, sehingga dapat memperlambat penuaan, mencegah kanker dan aterosklerosis (Lamid, 1995).

2.5.4 Polifenol

Senyawa polifenol adalah senyawa yang paling sedikit memiliki satu cincin aromatik dan mengikat beberapa gugus hidroksil. Polifenol merupakan senyawa antioksidan alami yang paling banyak terdapat dalam buah-buahan dan sayuran. Sifat antioksidan yang dimiliki oleh polifenol dapat menghambat spesies oksigen reaktif. Polifenol dapat menghambat senyawa-senyawa karsinogen dengan cara metilasi dan pembentukan glukoronid, serta pembukaan cincin, kebanyakan dari bagian katekol polifenol, akibat pengaruh dari enzim-azim dan bakteri pencernaan (Weisburger, 2004).

2.6 Spektrofotometri UV-Visible

Prinsip kerja spektrofotometer UV-Vis berdasarkan penyerapan cahaya atau energi radiasi oleh suatu larutan. Jumlah cahaya atau energi radiasi yang diserap memungkinkan pengukuran jumlah zat penyerap dalam larutan secara kuantitatif (Triyati, 1985). Panjang gelombang untuk sinar ultraviolet antara 200-400 nm sedangkan panjang gelombang untuk sinar tampak/visible antara 200-400-750 nm (Rohman, 2007).

Metode spektrofotometri ultra-violet dan sinar tampak (visible) telah banyak diterapkan untuk penetapan senyawa-senyawa organik yang umumnya dipergunakan untuk penentuan senyawa dalam jumlah yang sangat kecil. Dalam suatu larutan, gugus molekul yang dapat mengabsorpsi cahaya dinamakan gugus kromofor. Molekul-molekul yang hanya mengandung satu gugus kromofor dapat


(12)

mengalami perubahan pada panjang gelombang. Molekul yang mengandung dua gugus kromofor atau lebih akan mengabsorpsi cahaya pada panjang gelombang yang hampir sama dengan molekul yang hanya mempunyai satu gugus kromofor tertentu, tetapi intensitas absorpsinya adalah sebanding dengan jumlah kromofor yang ada (Triyati, 1985).

Spektrofotometer pada dasarnya terdiri dari sumber sinar, monokromator, sel untuk zat yang diperiksa, detektor, penguat arus dan alat ukur atau pencatat. Spektrofotometri serapan merupakan metode pengukuran serapan radiasi elektromagnetik pada panjang gelombang tertentu yang diserap zat (Depkes RI, 1979).

2.7 Penentuan Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH

Rumus bangun DPPH (Prakash et al., 2001) dapat dilihat pada Gambar 2.4 berikut :

Gambar 2.4 Rumus bangun DPPH

Pada tahun 1922, Goldschmidt dan Renn menemukan senyawa berwarna ungu radikal bebas stabil DPPH. DPPH berwarna sangat ungu seperti KMnO4 dan tidak larut dalam air (Ionita, 2005). Metode DPPH adalah sebuah metode yang sederhana yang dapat digunakan untuk menguji kemampuan antioksidan yang terkandung dalam makanan. Metode DPPH dapat digunakan untuk sampel yang


(13)

padat dan juga dalam bentuk larutan. Prinsipnya dimana elektron ganjil pada molekul DPPH memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang 517 nm yang berwarna ungu. Warna ini akan berubah dari ungu menjadi kuning lemah apabila elektron ganjil tersebut berpasangan dengan atom hidrogen yang disumbangkan senyawa antioksidan. Perubahan warna ini berdasarkan reaksi kesetimbangan kimia (Prakash et al., 2001).

Parameter yang dipakai untuk menunjukan aktivitas antioksidan adalah harga konsentrasi efisien atau efficient concentration (EC50) atau Inhibition Concentra tion (IC50) yaitu konsentrasi suatu zat antioksidan yang dapat menyebabkan 50% DPPH kehilangan karakter radikal atau konsentrasi suatu zat antioksidan yang memberikan penghambatan 50%. Zat yang mempunyai aktivitas antioksidan tinggi, akan mempunyai harga EC50 atau IC50 yang rendah (Molyneux, 2004).

2.7.1 Pelarut

Metode ini akan bekerja dengan baik menggunakan pelarut metanol atau etanol dan kedua pelarut ini tidak mempengaruhi dalam reaksi antara sampel uji sebagai antioksidan dengan DPPH sebagai radikal bebas (Molyneux, 2004).

2.7.2 Pengukuran absorbansi – panjang gelombang

Panjang gelombang maksimum (λmaks) yang digunakan dalam pengukuran uji sampel uji sangat bervariasi. Menurut beberapa literatur panjang gelombang maksimum untuk DPPH antara lain 515-520 nm, bagaimanapun dalam praktiknya hasil pengukuran yang memberikan peak maksimum itulah panjang gelombangnya yaitu sekitar panjang gelombang yang disebutkan diatas. (Molyneux, 2004).


(14)

2.7.3 Pengukuran waktu operasional (operating time)

Cara ini biasa digunakan untuk pengukuran hasil reaksi atau pembentukan warna. Tujuannya adalah untuk mengetahui waktu pengukuran yang stabil. Waktu operasional ditentukan dengan mengukur hubungan antara waktu pengukuran dengan absorbansi larutan (Rohman, 2007).


(1)

Vitamin C berhasil diisolasi untuk pertama kalinya pada tahun 1928 oleh Albert Szent-Györgyi. Penemuan ini terjadi dikarenakan keinginan dari Albert untuk mencoba mengidentifikasi suatu komponen yang mengikat oksigen dan dapat mencegah kerusakan buah (Iqbal, et al., 2004).

Vitamin C atau asam askorbat mempunyai berat molekul 176,13 dengan rumus bangun C6H8O6, dengan titik lebur 190-192°C. Asam askorbat mengandung tidak kurang dari 99,0% C6H8O6. Pemerian: serbuk atau hablur putih atau agak kuning, tidak berbau, rasa asam, oleh pengaruh cahaya lambat laun menjadi gelap, dalam larutan cepat teroksidasi. Kelarutan: mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol (95%) P, praktis tidak larut dalam kloroform P, dalam eter P dan dalam benzen P. Penyimpanan dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya. Vitamin C mengandung khasiat sebagai antiskorbut (Depkes, 1979).

Vitamin C berperan dalam mengurangi resiko hipertensi dan jantung koroner, mencegah kanker, meningkatkan sistem kekebalan tubuh terhadap infeksi virus dan bakteri, berperan dalam pembentukan kolagen serta produksi neurotransmitter dan hormon tertentu dalam tubuh (Walingo, 2005).

Asam askorbat apabila terkena pengaruh oksigen, zat-zat pengoksidasi lemah, atau oleh pengaruh enzim asam askorbat oksidase, akan mempermudah senyawa ini mengalami oksidasi. Karena memiliki sifat mudah teroksidasi, asam askorbat digunakan sebagai antioksidan (Iqbal, et al., 2004).

2.5.2 Flavonoid

Struktur umum untuk turunan flavonoid (Robinson, 1995) dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut:


(2)

Gambar 2.2 Rumus bangun flavonoid

Golongan flavonoid dapat digambarkan sebagai deretan senyawa C6-C3-C6. Kelompok terbesar flavonoid memiliki ciri adanya cincin piran yang menghubungkan rantai tiga-karbon dengan salah satu dari cincin benzen. Senyawa ini merupakan pereduksi yang baik karena mampu menghambat reaksi oksidasi (Robinson, 1995). Flavonoid pada tumbuhan berfungsi sebagai pelindung terhadap serangan jamur ataupun radiasi sinar UV yang dapat merusak tumbuhan. Selain itu, flavonoid juga terlibat dalam proses fotosintesis, transfer energi, dan respirasi pada tumbuhan.

2.5.3 Tokoferol

Struktur α-tokoferol (Lmid, 1995) dapat dilihat pada Gambar 2.3 berikut:

Gambar 2.3 Rumus bangun α- tokoferol

Tokoferol merupakan salah satu antioksidan yang terdapat dalam

tumbuhan. Beberapa tokoferol ada yang terdapat di alam, salah satunya α

-tokoferol yang merupakan senyawa paling aktif secara biologis (Silalahi, 2006). Makanan yang paling banyak mengandung tokoferol adalah minyak nabati, kacang-kacangan, dan biji-bijian. Aktivitas antioksidan dari α-tokoferol berfungsi


(3)

mencegah dan melindungi sel tubuh dari kerusakan, sehingga dapat memperlambat penuaan, mencegah kanker dan aterosklerosis (Lamid, 1995).

2.5.4 Polifenol

Senyawa polifenol adalah senyawa yang paling sedikit memiliki satu cincin aromatik dan mengikat beberapa gugus hidroksil. Polifenol merupakan senyawa antioksidan alami yang paling banyak terdapat dalam buah-buahan dan sayuran. Sifat antioksidan yang dimiliki oleh polifenol dapat menghambat spesies oksigen reaktif. Polifenol dapat menghambat senyawa-senyawa karsinogen dengan cara metilasi dan pembentukan glukoronid, serta pembukaan cincin, kebanyakan dari bagian katekol polifenol, akibat pengaruh dari enzim-azim dan bakteri pencernaan (Weisburger, 2004).

2.6 Spektrofotometri UV-Visible

Prinsip kerja spektrofotometer UV-Vis berdasarkan penyerapan cahaya atau energi radiasi oleh suatu larutan. Jumlah cahaya atau energi radiasi yang diserap memungkinkan pengukuran jumlah zat penyerap dalam larutan secara kuantitatif (Triyati, 1985). Panjang gelombang untuk sinar ultraviolet antara 200-400 nm sedangkan panjang gelombang untuk sinar tampak/visible antara 200-400-750 nm (Rohman, 2007).

Metode spektrofotometri ultra-violet dan sinar tampak (visible) telah banyak diterapkan untuk penetapan senyawa-senyawa organik yang umumnya dipergunakan untuk penentuan senyawa dalam jumlah yang sangat kecil. Dalam suatu larutan, gugus molekul yang dapat mengabsorpsi cahaya dinamakan gugus kromofor. Molekul-molekul yang hanya mengandung satu gugus kromofor dapat


(4)

mengalami perubahan pada panjang gelombang. Molekul yang mengandung dua gugus kromofor atau lebih akan mengabsorpsi cahaya pada panjang gelombang yang hampir sama dengan molekul yang hanya mempunyai satu gugus kromofor tertentu, tetapi intensitas absorpsinya adalah sebanding dengan jumlah kromofor yang ada (Triyati, 1985).

Spektrofotometer pada dasarnya terdiri dari sumber sinar, monokromator, sel untuk zat yang diperiksa, detektor, penguat arus dan alat ukur atau pencatat. Spektrofotometri serapan merupakan metode pengukuran serapan radiasi elektromagnetik pada panjang gelombang tertentu yang diserap zat (Depkes RI, 1979).

2.7 Penentuan Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH

Rumus bangun DPPH (Prakash et al., 2001) dapat dilihat pada Gambar 2.4 berikut :

Gambar 2.4 Rumus bangun DPPH

Pada tahun 1922, Goldschmidt dan Renn menemukan senyawa berwarna ungu radikal bebas stabil DPPH. DPPH berwarna sangat ungu seperti KMnO4 dan tidak larut dalam air (Ionita, 2005). Metode DPPH adalah sebuah metode yang sederhana yang dapat digunakan untuk menguji kemampuan antioksidan yang terkandung dalam makanan. Metode DPPH dapat digunakan untuk sampel yang


(5)

padat dan juga dalam bentuk larutan. Prinsipnya dimana elektron ganjil pada molekul DPPH memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang 517 nm yang berwarna ungu. Warna ini akan berubah dari ungu menjadi kuning lemah apabila elektron ganjil tersebut berpasangan dengan atom hidrogen yang disumbangkan senyawa antioksidan. Perubahan warna ini berdasarkan reaksi kesetimbangan kimia (Prakash et al., 2001).

Parameter yang dipakai untuk menunjukan aktivitas antioksidan adalah harga konsentrasi efisien atau efficient concentration (EC50) atau Inhibition Concentra tion (IC50) yaitu konsentrasi suatu zat antioksidan yang dapat menyebabkan 50% DPPH kehilangan karakter radikal atau konsentrasi suatu zat antioksidan yang memberikan penghambatan 50%. Zat yang mempunyai aktivitas antioksidan tinggi, akan mempunyai harga EC50 atau IC50 yang rendah (Molyneux, 2004).

2.7.1 Pelarut

Metode ini akan bekerja dengan baik menggunakan pelarut metanol atau etanol dan kedua pelarut ini tidak mempengaruhi dalam reaksi antara sampel uji sebagai antioksidan dengan DPPH sebagai radikal bebas (Molyneux, 2004).

2.7.2 Pengukuran absorbansi – panjang gelombang

Panjang gelombang maksimum (λmaks) yang digunakan dalam pengukuran uji sampel uji sangat bervariasi. Menurut beberapa literatur panjang gelombang maksimum untuk DPPH antara lain 515-520 nm, bagaimanapun dalam praktiknya hasil pengukuran yang memberikan peak maksimum itulah panjang gelombangnya yaitu sekitar panjang gelombang yang disebutkan diatas. (Molyneux, 2004).


(6)

2.7.3 Pengukuran waktu operasional (operating time)

Cara ini biasa digunakan untuk pengukuran hasil reaksi atau pembentukan warna. Tujuannya adalah untuk mengetahui waktu pengukuran yang stabil. Waktu operasional ditentukan dengan mengukur hubungan antara waktu pengukuran dengan absorbansi larutan (Rohman, 2007).


Dokumen yang terkait

Analisis Kandungan Timbal (Pb) Dan Kadmium (Cd) Pada Kangkung Air (Ipomoea aquatica Forssk) DAN kangkung Darat (Ipomoea reptans Poir) Di Daerah Mabar-Kim Secara Spektrofotometri Serapan Atom

4 82 85

Aktivitas antioksidan dan komponen bioaktif kangkung air (Ipomoea aquatica Forsk)

0 17 79

Deskripsi Mikroskopis dan Kandungan Mineral Tanaman Kangkung Air (Ipomoea aquatica Forsk.)

9 47 139

EFEK HIPNOTIK EKSTRAK ETANOL HERBA KANGKUNG (Ipomoea aquatica Forsk ) PADA MENCIT PUTIH JANTAN EFEK HIPNOTIK EKSTRAK ETANOL HERBA KANGKUNG (Ipomoea aquatica Forsk ) PADA MENCIT PUTIH JANTAN DENGAN METODE DEPRESAN / POTENSIASI NARKOSE.

0 1 8

Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Kangkung Air (Ipomoea aquatica Forsk.) dan Kangkung Darat (Ipomoea reptans Poir.) yang Ditanam di Daerah Berbeda Ketinggian

0 0 15

Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Kangkung Air (Ipomoea aquatica Forsk.) dan Kangkung Darat (Ipomoea reptans Poir.) yang Ditanam di Daerah Berbeda Ketinggian

0 0 2

Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Kangkung Air (Ipomoea aquatica Forsk.) dan Kangkung Darat (Ipomoea reptans Poir.) yang Ditanam di Daerah Berbeda Ketinggian

0 0 4

Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Kangkung Air (Ipomoea aquatica Forsk.) dan Kangkung Darat (Ipomoea reptans Poir.) yang Ditanam di Daerah Berbeda Ketinggian

5 22 4

Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Kangkung Air (Ipomoea aquatica Forsk.) dan Kangkung Darat (Ipomoea reptans Poir.) yang Ditanam di Daerah Berbeda Ketinggian

0 0 53

PENGARUH NAUNGAN YANG BERBEDA TERHADAP JUMLAH STOMATA DAN UKURAN PORUS STOMATA PADA DAUN KANGKUNG AIR (Ipomoea aquatica Forsk)

0 0 96