Deskripsi Mikroskopis dan Kandungan Mineral Tanaman Kangkung Air (Ipomoea aquatica Forsk.)

(1)

1.1 Latar Belakang

Tanaman air di Indonesia sangatlah beragam, baik yang ada di laut maupun di perairan darat. Salah satu jenis tanaman air tawar adalah kangkung air. Kangkung air merupakan salah satu jenis sayuran daun yang telah banyak dikenal oleh manusia terutama di kawasan Asia. Kangkung memiliki beberapa nama sebutan antara lain swamp cabbage, water convovulus, water spinach, dan kangkong. (Emilia & Ainun 1999).

Tanaman kangkung memiliki komposisi gizi yang cukup lengkap. Salah satu unsur penting dalam kehidupan manusia adalah mineral. Mineral merupakan bagian dari penyusun tubuh manusia. Sediaoetama (1985) menyebutkan bahwa sekitar 4 % dari tubuh manusia terdiri atas mineral, yang dalam analisa bahan makanan tertinggal sebagai kadar abu. Mineral memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan (Almatsier 2003). Mineral digolongkan ke dalam mineral makro dan mineral mikro.

Bagian yang dikonsumsi pada kangkung air adalah daun dan batang mudanya. Selain rasanya yang enak, kangkung air juga memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi dan mengandung vitamin A, B dan vitamin C serta bahan-bahan mineral terutama zat besi yang berguna bagi pertumbuhan badan dan kesehatan (Emilia & Ainun, 1999).

Sayuran kangkung air sangat mudah didapatkan oleh semua golongan masyarakat. Orang Asia khususnya Indonesia sudah sejak lama mengkonsumsi tanaman kangkung air sebagai sayuran pelengkap makanan. Salah satu cara pemasakan tanaman kangkung yang biasa dilakukan adalah dengan pengukusan. Pengukusan adalah proses pemanasan yang bertujuan menonaktifkan enzim yang akan mengubah warna, cita rasa, maupun nilai gizi yang dilakukan pada suhu air lebih dari 66 ºC, tetapi kurang dari 82 ºC (Novary 1999).

Informasi mengenai nilai gizi, terutama terkait dengan komposisi mineral tanaman kangkung air dan perubahan struktur jaringan akibat proses pemasakan masih kurang. Untuk itu perlu dilakukan penelitian tentang struktur jaringan, komposisi gizi dan mineral dari kangkung air serta perubahannya akibat


(2)

pemasakan. Analisis mengenai struktur jaringannya perlu dilakukan, mengingat pengetahuan mengenai struktur jaringan tanaman dapat memberikan gambaran umum kepada kita bagaimana tanaman menghasilkan metabolit dan perubahan yang akan terjadi akibat proses pengolahan dengan mengaitkan bentuk dan struktur jaringan tumbuhan tersebut.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian tentang analisis mikroskopis dan komposisi mineral dari tanaman kangkung air adalah :

1) Mengetahui sifat mikroskopis jaringan tanaman kangkung air meliputi jaringan daun, batang, dan akar.

2) Mengetahui kandungan gizi tanaman kangkung air sebelum dan setelah proses pengukusan.


(3)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.I Deskripsi dan Klasifikasi Tanaman Kangkung Air (Ipomoea aquatic Forsk.)

Klasifikasi dan identifikasi daun kangkung air menurut Cronquist (1981) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Sub Kelas : Asteridae

Ordo : Solanales

Famili : Convolvulaceae (suku kangkung-kangkungan) Genus : Ipomoea

Spesies : Ipomoea aquatica Forsk.

Morfologi tanaman kangkung air dapat dilihat pada Gambar 1

Gambar 1 Kangkung Air (Ipomoea aquatica Forsk.)

Tanaman Kangkung mempunyai daun licin dan berbentuk mata panah, sepanjang 5 – 6 inci. Tumbuhan ini memiliki batang yang menjalar dengan daun berselang dan batang yang menegak pada pangkal daun. Tumbuhan ini berwarna hijau pucat dan menghasilkan bunga berwarna putih, yang menghasilkan kantong, mengandung empat biji benih (Nisma & Arman 2008).


(4)

Daun kangkung dapat dipanen setelah 6 minggu sesudah penanaman. Jika penanaman basah yang digunakan, potongan kangkung sepanjang 12 inci ditanam dalam lumpur dibiarkan basah dan tenggelam dalam air mengalir. Panen dapat dilakukan 30 hari setelah penanaman. Apabila pucuk tanaman dipetik, cabang dari tepi daun akan tumbuh lagi dan dapat dipanen setiap 7 – 10 hari. (Nisma & Arman 2008)

2.2 Morfologi Tumbuhan Kangkung Air (Ipomoea aquatica Forsk.)

Akar tumbuhan kangkung (Ipomoea aquatic Forsk.) tumbuh menjalar dengan percabangan yang cukup banyak. Pada bagian batang berbentuk menjalar di atas permukaan tanah basah atau terapung, kadang- kadang membelit. Tangkai daun melekat pada buku-buku batang, bentuk daunnya seperti jantung, segitiga, memanjang, bentuk garis atau lanset, rata atau bergigi, dengan pangkal yang terpancung atau bentuk panah sampai bentuk lanset (Prasetyawati 2007).

Prasetyawati (2007) menjelaskan bahwa tanaman kangkung air memiliki karangan bunga di ketiak, bentuk payung atau mirip terompet, berbunga sedikit. Terdapat daun pelindung tetapi kecil, daun kelopak bulat telur memanjang tetapi tumpul. Tonjolan dasar bunga bentuk cincin, tangkai putik berbentuk benang, kepala putik berbentuk bola rangkap. Bentuk buahnya bulat telur yang di dalamnya berisi 3-4 butir biji. Bentuk biji bersegi-segi agak bulat dan berwarna cokelat atau kehitam-hitaman. Habitat tumbuh tanaman kangkung air di tempat yang lembab, daerah rawa, parit, sawah, pinggir-pinggir jalan yang tergenang.

Menurut Steenis (2005) Tumbuhan Kangkung air (Ipomoea aquatica Forsk.) dapat tumbuh dengan baik sepanjang tahun. Tanaman kangkung air termasuk semak, daur hidupnya kadang-kadang berumur satu tahun atau menahun (Prasetyawati 2007). Tumbuhan kangkung air (Ipomoea aquatica Forsk.) merupakan tumbuhan yang hidup di air dan biasanya disebut dengan hydrophyta. Sistem perakarannya di tanah meskipun tempat tumbuhnya adalah di perairan (Lukito 2001)

2.3 Komposisi Gizi Tanaman Kangkung Air (Ipomoea aquatica Forsk.)

Tanaman kangkung sudah sangat dikenal masyarakat Indonesia karena tanaman ini termasuk dalam sayuran daun yang dikonsumsi sehari-hari oleh


(5)

masyarakat . Komposisi kimia tanaman kangkung air dapat di lihat pada Tabel 1 berikut :

Tabel 1 Komposisi kimia kangkung air dalam 100 gram bahan

Komponen Jumlah (gram)

Air 89,7

Karbohidrat 5,4

Protein 3,0

lemak 0,3

Kalori 0,029 (Kcal)

Kalsium 0,073

Potassium 0,05

Besi 0,0025

Vitamin C 0,032

Vitamin A 6300 s.l

Vitamin B 0,07

Sumber : Abidin et al. (1990)

2.4 Anatomi dan Jaringan pada Tumbuhan

Individu tumbuhan terdiri dari organ, jaringan dan sel. Tiap-tiap bagian dari tumbuhan tersebut mempunyai susunan dan fungsinya masing-masing. Anatomi organ yang umumnya dipelajari pada tumbuhan adalah akar, batang dan daun.

2.4.1 Akar

Akar merupakan organ tanaman yang berfungsi untuk memperkuat berdirinya tubuh tumbuhan, menyerap air dan unsur hara tumbuhan dari dalam tanah, mengangkut air dan unsur hara ke bagian tumbuhan yang memerlukan, dan tempat penimbunan zat makanan cadangan. Anatomi akar primer yang dipotong membujur tersusun dari tudung akar, epidermis akar, korteks, endodermis, dan stele (Nugroho et al. 2006).

Menurut Mulyani (2006), Gambaran anatomi akar primer adalah sebagai berikut.

a. Tudung akar, merupakan penutup ujung akar yang tersusun dari sel-sel parenkim. (Dickison 2000).

b. Epidermis (epiblem/lapisan piliferous). Sel-sel epidermis akar berdinding tipis dan biasanya tidak mengandung kutikula. (Nugroho et al. 2006).


(6)

c. Korteks, umumnya tersusun atas sel-sel parenkim yang kadang-kadang mengandung karbohidrat dan kadang mengandung kristal. (Nugroho et al. 2006).

d. Endodermis, tersusun oleh satu lapis sel yang berbeda secara fisiologi, struktur, dan fungsi dengan lapisan sel di sekitarnya (Nugroho et al. 2006).

e. Stele, Lapisan terluar dari stele adalah perisikel/perikambium sehingga letaknya di sebelah dalam dari endodermis dan di sebelah luar dari berkas pengangkut. (Nugroho et al. 2006).

Pada Monocotyledoneae, biasanya tidak terjadi penebalan sekunder, tetapi terjadi sklerifikasi pada sebagian atau seluruh perisiklus. (Fahn 1991; Mulyani 2006). Struktur anatomi akar tumbuhan Monocotyledoneae dan Dicotyledoneae dapat dilihat pada Gambar 2

Gambar 2 Struktur anatomi akar pada tumbuhan Monocotyledoneae dan Dicotyledoneae

(Sumber: Arnett dan Braungart (1970) 2.4.2. Batang

Batang tanaman memiliki tiga fungsi utama, yaitu mendukung daun dan struktur reproduksi, menyediakan pengangkut bagian dalam, dan menghasilkan jaringan baru (Berg 2008). Perbedaan nyata antara penampang melintang batang dan penampang melintang akar hanyalah ukuran unsur-unsur pengangkutan dalam batang yang lebih besar dan lokasinya yang jauh dari pusat batang (Fisher dan Dunham 1992). Pada organ batang terdapat tiga bagian pokok yang berkembang


(7)

dari jaringan protoderm, prokambium, dan meristem dasar, yaitu epidermis dan derivatnya, korteks, dan stele (Nugroho et al. 2006).

Parenkim yang terdapat pada batang dan berhubungan dengan udara dalam ruang antar sel, biasa disebut aerenchym. Aerenchym merupakan parenkim dimana ruang-ruang antar selnya cukup besar dan di dalamnya terdapat udara. Tumbuhan air mengandung aerenchym cenderung lebih besar, hal ini selain memudahkan sistem aerasi juga membuat tumbuhan lebih mudah mengapung (Sutrian 1992). Sel-sel aerenchym membentuk fenomena seperti bintang dan disebut Sternzelle. Bentuk aerenchym pada tumbuhan Juncus effucus dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Sel bintang pada tumbuhan Juncus effusus; A= Letak Sel Bintang dalam Markparenkim; B= Dua sel diperbesar; C= Plasmodesma

(Sumber: Brune et al. 2007)

Endodermis merupakan jaringan yang terdiri dari selapis sel khusus, membatasi korteks dari silinder vaskuler. Sel-sel penyusun endodermis teratur dalam bentuk lingkaran mengelilingi silinder vaskuler, sejajar dengan epidermis. Pada dinding-dinding sel endodermis terdapat jalur-jalur yang mengandung zat lignin dan suberin. (Sutrian 1992).

2.4.3. Daun

Daun biasanya tersusun oleh berbagai macam jaringan, tetapi secara garis besar tersusun atas jaringan pelindung (epidermis dan derivatnya), jaringan dasar (mesofil), jaringan pengangkut, jaringan penguat, jaringan sekretori. (Nugroho et al. 2006). Secara umum daun tersusun atas jaringan epidermis, mesofil, dan


(8)

jaringan pengangkut. Model penampang 3 dimensi jaringan pada daun dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Penampang jaringan daun (Sumber: Davidson 2005)

Epidermis merupakan jaringan penyusun tubuh tumbuhan paling luar yang umumnya terdiri dari selapis sel dan terdapat pada bagian atas daun. Epidermis mempunyai fungsi melindungi bagian dalam organ tumbuhan, sedangkan pada daun epidermis juga berfungsi mengurangi transpirasi, oleh karena itu sering dilapisi kutikula dan lilin yang bersifat kedap air (Sutrian 1992).

2.5 Pemeriksaan Histologi Tumbuhan

Histologi merupakan ilmu yang mempelajari struktur internal dari tanaman. Histologi berhubungan dengan struktur sel dan jaringan. Tanaman terdiri atas jaringan vegetatif dan jaringan reproduktif. Secara morfologi, jaringan merupakan kesatuan sejumlah sel, serupa dalam asal-usul dan fungsi utama, bersifat terus-menerus (Eames dan MacDaniels 1953). Kajian objektif untuk mengidentifikasi histologi pada tanaman diukur dalam gambaran mikroskopis. Morfologi sel digambarkan dengan ukuran sel dan bentuk dan dengan ketebalan dinding sel (Guillemin et al. 2004).

Hasil preparat histologis pada tumbuhan dapat menunjukkan informasi yang tidak didapat melalui pemeriksaan secara visual. Banyak penelitian baik dilakukan secara in vitro maupun in vivo bisa dimengerti karena adanya penelitian secara histologi. Sebagai contoh, somatik embrio dapat diproduksi di permukaan daun, tetapi mungkin morfologi yang menyimpang tidak akan diketahui. Dengan menggunakan metode histologi dan pemeriksaan anatomi dengan cermat, para


(9)

peneliti akan dapat melihat karakteristik somatik embrio. Contoh lain dari teknik histologi digunakan untuk melihat struktur spesifik asli dari tumbuhan. Perkembangan histologi dapat dipelajari dari waktu ke waktu secara teratur dengan melihat jaringan sampel atau langsung dilihat pada jaringan dewasa (Trigiano et al. 2005).

Metode pembuatan preparat terlebih dahulu dilakukan sebelum mempelajari histologi tanaman. Metode pembuatan preparat dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu preparat segar, preparat utuh (whole mount), dan preparat yang dilakukan proses penanaman (embedding). Pembuatan preparat segar dilakukan dengan sayatan tipis melintang dan diletakkan pada gelas objek kemudian diwarnai. Pembuatan preparat utuh merupakan metode pembuatan preparat sampel secara utuh biasanya untuk tanaman dengan ukuran kecil. Tahapan untuk preparat ini terdiri atas fiksasi bertahap, penggunaan xilol berseri, pewarnaan, inkubasi, dehidrasi, dan perekatan ke gelas preparat, dan dilakukan penutupan. Proses pembuatan preparat embedding terdiri atas gelatin embedding, paraffin embedding, nitrocellulose embedding, double embedding, dan embedding pada plastik (Kiernan 1990).

Histologi merupakan ilmu yang mempelajari struktur internal dari tanaman. Histologi berhubungan dengan struktur sel dan jaringan. Kajian objektif untuk mengidentifikasi histologi pada tanaman diukur dalam gambaran mikroskopis. Morfologi sel digambarkan dengan ukuran dan bentuk, serta adengan ketebalan dinding sel (Guillemin et al. 2004).

2.6 Analisis Proksimat pada Tumbuhan

Tumbuhan pangan utama yang dibutuhkan oleh tubuh manusia adalah jenis tumbuhan sayur atau sayuran. Sayuran sangat dianjurkan untuk dikonsumsi sehari-hari, karena sayuran merupakan sumber vitamin, mineral, antioksidan dan serat pangan. Pada sayuran terdapat kandungan gizi baik makro maupun mikro. Kandungan gizi makro terdiri dari karbohidrat, protein, dan lemak, sedangkan golongan mikro terdiri dari vitamin dan mineral (Haris dan Karmas 1989). Zat-zat gizi menyediakan kebutuhan sel-sel tubuh yang beraneka ragam. Sebagai “mesin hidup”, sel memerlukan energi, bahan-bahan pembangunan dan bahan-bahan


(10)

untuk memperbaiki bagian yang rusak dengan menggunakan zat-zat gizi (Muchtadi 2001).

2.6.1 Protein

Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N serta mengandung fosfor dan belerang. Sebuah asam amino terdiri dari sebuah gugus amino (-NH2), sebuah karboksil (-COOH), sebuah atom hidrogen, dan gugus R yang terikat pada sebuah atom C yang dikenal sebagai karbon α, serta gugus R merupakan rantai cabang. Protein berfungsi sebagai enzim, alat pengangkut dan penyimpan, pengatur pergerakan, penunjang mekanis, pertahanan tubuh, media perambatan impuls syaraf, dan pengendalian pertumbuhan (Winarno 2008).

Semua makhluk hidup memerlukan protein. Manusia dan binatang memerlukan protein yang berasal dari tanaman, sedangkan tanaman sanggup membangun protein dari bahan-bahan yang diperoleh dari tanah dan udara sekitar (Suhardjo & Kusharto 1988). Protein terbentuk dari unsur-unsur organik yaitu karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen. Beberapa protein juga mengandung unsur-unsur mineral yaitu fosfor, sulfur dan besi. Molekul protein tersusun dari satuan-satuan dasar kimia yaitu asam amino. Protein berfungsi sebagai bahan dasar pembentuk sel-sel dan jaringan tubuh. Selain itu, protein juga berperan dalam proses pertumbuhan, pemeliharaan, dan perbaikan jaringan tubuh yang mengalami kerusakan. Sayuran yang mengandung protein adalah yang berasal dari biji-bijian, misalnya kacang panjang, buncis, dan kecambah (Wirakusumah 2007).

2.6.2 Lemak

Lemak merupakan zat yang dibentuk dari unit-unit terstruktur dengan suatu hidrofobisitas yang tegas, larut dalam pelarut organik tetapi tidak dalam air. Komponen utama dari lemak adalah turunan asam lemak. Asam lemak dapat digolongkan menjadi asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh. Asam lemak jenuh dicirikan dengan tidak bercabang, rantai molekul lurus dengan jumlah atom karbon genap yang dominan pada asam lemak ini. Asam lemak tak jenuh memiliki ikatan ganda yang biasanya ditunjukkan sebagai jenis isolene atau asam lemak non-konjugasi (Belitz et al. 2009).


(11)

Lemak mempunyai komposisi kimia yang unik sehingga tidak larut dalam air, melainkan dapat larut dalam pelarut organik antara lain kloroform atau benzen. Komposisi kimia lemak juga juga menentukan bentuk lemak yaitu lemak (fat) yang berupa padatan pada suhu kamar misalnya lemak hewan, sedangkan minyak (oil) adalah lemak berbentuk cairan dalam temperature kamar misalnya minyak jagung, minyak kedelai, minyak kelapa sawit dan minyak zaitun. Secara umum formulasi kimia suatu asam lemak adalah CH3(CH2)nCOOH (Muchtadi 2001).

2.6.3 Karbohidrat

Karbohidrat mengandung atom karbon bersama dengan hidrogen dan oksigen dalam rasio yang sama. Komponen karbohidrat alami yang dihasilkan oleh organisme tidak dalam bentuk formula empiris yang sederhana, melainkan dalam bentuk oligomer (oligosakarida) atau polimer (polisakarida) dari gula sederhana (BeMiller dan Whistler 1996).

Komponen gula utama di dalam sayuran adalah glukosa dan fruktosa (0,3-4 %), seperti halnya sukrosa (0,1-12 %). Pati banyak tersimpan pada sayuran akar dan batang. Polisakarida berupa pektin memiliki peranan dalam kekokohan tanaman (Belitz et al. 2009). Pektin terdapat di dalam dinding sel primer tanaman, khususnya di sela-sela antara selulosa dan hemiselulosa. Senyawa-senyawa pektin diklasifikasikan menjadi asam pektat, asam pektinat (pektin), dan protopektin. Asam pektat dapat membentuk garam dalam jaringan tanaman diantaranya kalsium dan magnesium. Asam pektinat juga dapat membentuk garam yang disebut garam pektinat (Winarno 2008).

2.6.4 Air

Air terikat merupakan istilah yang umum dipakai untuk air yang terdapat dalam bahan makanan. Air terikat dianggap sebagai suatu sistem yang mencakup air yang mempunyai derajat keterikatan berbeda-beda dalam bahan. Menurut Winarno (2008) derajat „keterikatan air, air terikat di dalam bahan dibagi atas empat tipe, yaitu :

1) Tipe 1 adalah molekul air yang terikat pada molekul-molekul lain melalui suatu ikatan hidrogen yang berenergi besar.


(12)

2) Tipe 2 adalah molekul-molekul air membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air lain, terdapat dalam mikrokapiler

3) Tipe 3 adalah air yang secara fisik terikat dalam jaringan matriks bahan, yakni membran, kapiler, serat.

4) Tipe 4 adalah air yang tidak terikat dalam jaringan suatu bahan atau air murni, dengan sifat-sifat air biasa dan keaktifan penuh

Air yang terkandung di dalam jaringan tanaman umumnya 80 - 90 % berat segar dari tanaman basah dan kurang dari 20 % berat dari tanaman kering. Pengaruh dari hilangnya air pada tanaman adalah tanaman menjadi layu dan kehilangan berat serta secara tidak langsung menimbulkan perubahan yang diinginkan ataupun yang tidak dinginkan (Fennema 1996).

2.6.5 Vitamin

Vitamin adalah senyawa kimia atau zat gizi yang sangat penting dan dibutuhkan tubuh walaupun dalam jumlah yang sangat kecil, untuk pemeliharaan kesehatan dan pertumbuhan normal dimana sebagian besar tidak dapat disintesis oleh tubuh, sehingga harus masuk ke dalam tubuh melalui bahan makanan. Vitamin dikelompokan menjadi dua, yaitu vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E, dan K) dan vitamin yang larut dalam air (B1, B2, B3, B4, B5, B6, B12, asam folat, biotin, dan vitamin C) (Wirakusumah 1997). Vitamin yang sangat diperlukan tubuh diantaranya vitamin B1 (tiamin), B2 (riboflavin), asam folat, B12 (sianokobalalamin), vitamin C, vitamin A, vitamin D, vitamin E, dan vitamin K. Vitamin walaupun sifatnya mikro namun memiliki peran yang penting (Muchtadi 2001). Untuk menguji kandungan vitamin dalam bahan pangan dapat digunakan metode kromatografi (Huyghebaert 2003).

2.6.6 Vitamin A

Vitamin A merupakan jenis vitamin yang aktif dan terdapat dalam beberapa bentuk yaitu vitamin A alkohol (retinol), vitamin A aldehida (retinal), vitamin A asam (asam retinoat), vitamin A ester (ester retinil). Vitamin A termasuk dalam vitamin yang dapat larut dalam lemak (Winarno 2008). Senyawa dengan aktivitas vitamin A yang terdapat dalam tanaman, termasuk kelompok karotenoid akan diubah menjadi vitamin A pada proses metabolisme tubuh setelah


(13)

dikonsumsi oleh manusia dan hewan (Andarwulan & Koswara 1992). Struktur molekul dari vitamin A dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Struktur molekul vitamin A (Sumber : Specker & DeMarin 1992)

2.6.7 Serat

Sayuran merupakan sumber serat utama. Kandungan serat pada sayuran sangat bermanfaat dalam pencegahan berbagai penyakit. Serat makanan dalam diet sangat efektif mencegah berbagai penyakit dan gangguan pencernaan misalnya sembelit dan diare, divertikulum, wasir, karies gigi, jantung koroner, kanker kolon, kencing manis dan batu empedu. Serat yang merupakan zat non gizi terbagi dari dua jenis, yaitu serat kasar (crude fiber) dan serat makanan (dietry fiber). Serat kasar adalah bagian tanaman pangan yang tersisa atau tidak dapat dihidrolisis kembali oleh larutan asam sulfat atau natrium hidroksida dalam analisis proksimat, belum menunjukkan kandungan serat total sedangkan serat makanan adalah serat yang tetap ada dalam usus besar setelah proses pencernaan. Nilai serat kasar lebih kecil 1/3-1/2 dari nilai serat makanan (Soelistijani 1998). Kandungan serat kasar dalam bahan pangan dapat dihitung setelah sampel kering didestruksi dengan H2SO4 dan NaOH. Kandungan serat kasar dapat diketahui setelah beberapa kandungan utama misal protein, lemak, karbohidrat, dan pati dihilangkan (AOCS 2006).

2.6.8 Mineral dan fungsinya

Menurut Arifin (2008) unsur mineral adalah salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh makhluk hidup di samping karbohidrat, lemak, protein dan vitamin, juga dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Berbagai unsur


(14)

anorganik (mineral) terdapat dalam bahan biologi, tetapi tidak atau belum semua mineral tersebut terbukti esensial, sehingga ada mineral esensial dan nonesensial.

Mineral esensial dalam tubuh terdiri atas dua golongan, yaitu mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg sehari antara lain natrium, klorida, kalsium, fosfor, magnesium dan belerang sedangkan mineral mikro dibutuhkan kurang dari 100 mg sehari misalnya besi, iodium, mangan, litium seng dan sebagainya. Jumlah mineral mikro di dalam tubuh kurang dari 15 mg. Hingga saat ini dikenal sebanyak 24 mineral yang dianggap esensial (Almatsier 2003).

Mineral makro

Menurut Spears (1999) mineral makro merupakan mineral yang diperlukan atau terdapat dalam jumlah relatif besar meliputi kalsium, fosfor, kalium, natrium, sulfur, klor dan magnesium. Beberapa unsur mineral makro yang dibutuhkan oleh tubuh sebagai berikut:

a. Kalsium (Ca)

Kalsium merupakan mineral paling banyak terdapat dalam tubuh, yaitu 1,5% sampai 2% dari berat badan orang dewasa atau kurang lebih sebanyak 1 kg. Dari jumlah ini, 99% berada di dalam jaringan keras, yaitu tulang dan gigi terutama dalam bentuk hidroksiapatit. Kalsium tulang berada dalam keadaan seimbang dengan kalsium plasma pada konsentrasi kurang lebih 2,25 sampai 2,60 mmol/l (9 sampai 10,4 mg/100 ml). Selain di dalam tulang, kalsium juga menyebar di seluruh tubuh, yakni pada cairan ekstraseluler dan intraseluler (Almatsier 2003).

Sumber kalsium utama adalah susu dan hasil susu, ikan, serealia, kacang-kacangan dan hasil kacang-kacang-kacangan, serta sayuran hijau namun sayuran mengandung zat yang yang menghambat penyerapan kalsium yakni serat, fitat dan oksalat. Angka kecukupan rata-rata sehari untuk kalsium bagi orang Indonesia ditetapkan oleh Widyakarya Pangan dan Gizi LIPI (1998) dalam Almatsier (2003) adalah sebagai berikut :

Bayi : 300-400 mg

Anak-anak : 500 mg


(15)

Dewasa : 500-800 mg Hamil dan menyusui : + 400 mg

b. Fosfor (F)

Fosfor merupakan mineral kedua terbanyak di dalam tubuh, yaitu 1% dari berat badan. Kurang lebih 85% fosfor di dalam tubuh terdapat sebagai garam kalsium fosfat, yaitu bagian dari kristal hidroksiapatit di dalam tulang dan gigi yang tidak dapat larut. Fosfor selebihnya terdapat di dalam semua sel tubuh, separuhnya di dalam otot dan di dalam cairan ekstraseluler. Fosfor merupakan bagian dari asam nukleat DNA dan RNA yang terdapat dalam tiap inti sel dan sitoplasma tiap sel hidup. Sebagai fosfat organik, fosfor memegang peranan penting dalam reaksi yang berkaitan dengan penyimpanan atau pelepasan energi dalam bentuk Adenin Trifosfat (ATP) (Almatsier 2003).

Fosfor yang diserap tumbuhan sebagian besar dalam bentuk fosfat. Fosfor dalam tumbuhan berada dalam molekul DNA dan RNA, membran sel, dan molekul ATP yang dapat berupa simpanan energi pada batang, daun dan buah namun lebih banyak ditemukan dalam jumlah besar pada biji dan buah daripada daun. Fosfor berperan dalam beberapa reaksi pelepasan energi. Fosfor yang sudah tidak terpakai keluar dari metabolisme dan disimpan sebagai asam fitat dimana diperlukan dalam masa dormansi pada biji dan umbi-umbian. Dedaunan tidak mengandung fosfor sebagai asam fitat, karena fosfor dalam daun selalu dalam bentuk aktif. Fosfor dalam tanaman penting di dalam pertumbuhan jaringan dan produksi tanaman (Johnson & Uriu 1990).

c. Kalium (K)

Kalium merupakan ion bermuatan positif yang terutama terdapat di dalam sel. Perbandingan natrium dan kalium di dalam cairan intraseluler adalah 1 : 10 sedangkan di dalam cairan ekstraseluler 28 : 1. Sebanyak 95% kalium tubuh berada di dalam cairan intraseluler. Jumlah kalium di dalam plasma darah menunjukkan metabolisme seluler alami lebih baik daripada yang disimpan dalam tubuh. Plasma kalium akan keluar ketika terjadi kehancuran jaringan tubuh (katabolisme) dan juga asidosis yang mengindikasikan kalium meninggalkan sel untuk membantu menormalkan keseimbangan asam basa (Almatsier 2003).


(16)

d. Natrium (Na)

Natrium adalah kation utama dalam cairan ekstraseluler. 35% sampai 45% natrium ada di dalam kerangka tubuh. Cairan saluran cerna, sama seperti cairan empedu dan pancreas, mengandung banyak natrium. Sumber utama natrium adalah garam dapur atau NaCl. Garam dapur di dalam makanan sehari-hari berperan sebagai bumbu dan sebagai bahan pengawet (Almatsier 2003).

Sumber natrium adalah garam dapur, mono sodium glutamate (MSG), kecap dan makanan yang diawetkan dengan garam dapur. Diantara makanan yang belum diolah, sayuran dan buah juga mengandung sedikit natrium. Taksiran kebutuhan natrium sehari untuk orang dewasa adalah sebanyak 500 mg (Almatsier 2003).

Mineral Mikro a. Besi (Fe)

Besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia dan hewan, yaitu sebanyak 3 sampai 5 gram di dalam tubuh manusia dewasa. Besi mempunyai beberapa fungsi esensial di dalam tubuh : sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke beberapa jaringan tubuh, sebagai alat angkut elektron di dalam sel, dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh. Walaupun terdapat luas di dalam makanan banyak penduduk dunia mengalami kekurangan besi, termasuk Indonesia. Kekurangan besi sejak tiga puluh tahun terakhir diakui berpengaruh terhadap produktivitas kerja, penampakan kognitif, dan sistem kekebalan (Almatsier 2003).

Sumber besi yang baik adalah makanan hewani, seperti daging, ayam, dan ikan. Sumber baik lainnya adalah telur, serealia tumbuk, kacang-kacangan, sayuran hijau dan beberapa jenis buah. Angka kecukupan rata-rata sehari untuk besi bagi orang Indonesia ditetapkan oleh Widyakarya Pangan dan Gizi LIPI (1998) dalam Almatsier (2003) adalah sebagai berikut :

Bayi : 3-9 mg

Anak-anak : 10 mg

Remaja : 14-25 mg

Dewasa : 13-26 mg


(17)

b. Tembaga (Cu)

Tembaga ada dalam tubuh sebanyak 50 sampai 120 mg. Sekitar 40% ada di dalam otot, 15% di dalam hati, 10% di dalam otak, 6% di dalam darah dan selebihnya di dalam tulang, ginjal, dan jaringan tubuh yang lain. Di dalam plasma, 60% dari tembaga terikat dari seruloplasmin, 30% pada transkuperin dan selebihnya pada albumin dan asam amino (Almatsier 2003).

Sebagian besar tembaga di dalam daun-daunan terdapat dalam bentuk netral atau kompleks anionik yang lebih mudah larut daripada dalam bentuk lain misal tembaga sulfat. Hanya sejumlah kecil tembaga yang dibutuhkan oleh tanaman dan ketika persediaannya cukup, tembaga dapat berpindah dengan mudah dari daun tua ke daun yang lebih muda. Lebih dari separuh tembaga berada di kloroplas dan terlibat dalam reaksi fotosintesis (Johnson & Uriu 1990).

Tembaga terdapat luas di dalam makanan. Sumber utama tembaga adalah tiram, kerang, hati, ginjal, kacang-kacangan, unggas, biji-bijian, serealia, dan coklat. Amerika Serikat menetapkan jumlah tembaga yang aman untuk dikonsumsi adalah sebanyak 1,5 sampai 3 mg sehari (Almatsier 2003).

c. Seng (Zn)

Seng terdapat dalam semua jaringan tubuh yaitu di hati, otot dan tulang. Jumlah mineral seng dalam tubuh kira-kira 28 mg perkilogram berat badan bebas lemak (Suharjo dan Kusharjo 1988). Jaringan yang banyak mengandung seng adalah bagian-bagian mata, kelenjar prostat, spermatozoa, kulit, rambut dan kuku. Di dalam cairan tubuh, seng terutama merupakan ion intraseluler. Seng di dalam plasma hanya merupakan 0,1% dari seluruh seng di dalam tubuh yang mempunyai masa pergantian yang cepat (Almatsier 2003).

Sumber paling baik adalah protein hewani, terutama daging, hati, kerang, dan telur. Angka kecukupan rata-rata sehari untuk seng bagi orang Indonesia ditetapkan oleh Widyakarya Pangan dan Gizi LIPI (1998) dalam Almatsier (2003) adalah sebagai berikut :

Bayi : 3-5 mg

Anak-anak : 8-10 mg Remaja dan Dewasa : 15 mg Hamil dan menyusui : + 10 mg


(18)

2.9 Pengaruh Pengolahan terhadap Penurunan Mineral

Pengolahan pangan bertujuan untuk mendapatkan bahan pangan yang aman untuk dimakan sehingga nilai gizi yang dikandung bahan pangan tersebut dapat dimanfaatkan secara maksimal. Tujuan lain dari pengolahan yaitu agar bahan pangan tersebut dapat diterima, khususnya diterima secara sensori (penampakan, aroma, rasa dan tekstur) (Apriyantono 2002).

Kerusakan zat gizi berlangsung secara berangsur-angsur tergantung dari proses pengolahannya. Penggunaan peralatan masak dapat mempengaruhi keberadaan dari mineral, penggunaan perkakas besi dapat menaikkan kandungan besi dalam bahan pangan yang diolah dengan perkakas tersebut (Gaman & Sherrington 1992). Faktor yang paling berpengaruh terhadap tingkat kerusakan pada pemasakan dengan panas adalah lama waktu dan suhu pemanasan (Soeparno 1994).

Perebusan adalah cara memasak makanan dalam cairan yang sedang mendidih (100 0C). Bahan pangan yang dimasak menggunakan air akan meningkatkan daya larut. Pemanasan dapat mengurangi daya tarik-menarik antara molekul-molekul air dan akan memberikan cukup energi pada molekul molekul air tersebut sehingga dapat mengatasi daya tarik menarik antar molekul dalam bahan pangan tersebut, oleh karena itu daya larut mineral pada bahan yang melibatkan ikatan hidrogen akan meningkat dengan meningkatnya suhu (Winarno 2008).

Penyiapan makanan dalam kehidupan sehari-hari diakhiri dengan proses pengolahan panas. Proses pengolahan makanan dapat meningkatkan daya cerna dan kenampakan, memperoleh flavor, dan merusak mikroorganisme dalam bahan pangan (Azizah et al. 2009). Pengolahan panas merupakan salah satu cara paling penting yang telah dikembangkan untuk memperpanjang umur simpan. Pengolahan panas juga mempunyai pengaruh yang merugikan pada zat gizi, karena degradasi panas dapat terjadi pada zat gizi (Harris & Karmas 1989). Proses pengolahan akan memberikan perubahan karakteristik secara fisik maupun komposisi kimia dalam sayuran.

Pengolahan yang biasa dilakukan terhadap tanaman kangkung sebelum dikonsumsi adalah pengukusan. Pengukusan termasuk perlakuan pemasakan menggunakan panas basah untuk mendapatkan hasil yang diinginkan yaitu aman,


(19)

bergizi dan dapat diterima secara sensori maupun kimia (Harris & Karmas 1989). Pengukusan secara nyata dapat menurunkan kadar zat gizi makanan yang besarnya bergantung pada cara mengukus dan jenis makanan yang dikukus. Keragaman susut zat gizi di antara berbagai cara pengukusan terutama terjadi akibat penelusan dan degradasi oksidatif (Harris & Karmas 1989).

Alat yang digunakan untuk proses pengukusan berupa dandang yang terdiri dari dua bagian yaitu bagian bawah untuk air pengukus dan bagian berlubang di atasnya untuk tempat sayuran. Sebelum sayuran dimasukkan sebaiknya air dididihkan terlebih dahulu, setelah itu baru sayuran dimasukkan. Untuk sayuran berwarna hijau sebaiknya dandang jangan ditutup terlalu rapat. Metode pengukusan memberikan beberapa keuntungan yaitu kandungan gizi tidak banyak berkurang, rasa sayur lebih enak, renyah, dan harum, serta kemungkinan sayur menjadi hangus hampir tidak ada (Novary 1999).


(20)

3 METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga Juni 2011 di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku, Laboratorium biokimia, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Laboratorium Biologi Hewan dan Laboratorium Nutrisi dan Biologi Radiasi, Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor. Laboratorium Mikroteknik dan Anatomi Tumbuhan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman kangkung air (Ipomoea aquatica Forsk.) diperoleh dari Desa Sinarsari, Kecamatan Dramaga, Bogor. Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk analisis proksimat meliputi akuades, kjeltab jenis selenium, bromcherosol green, methyl red, larutan H2SO4, asam borat (H3BO3), larutan HCl 10% larutan HCl 0,0947 N, pelarut lemak (n-heksana p.a.), dan larutan AgNO3 0,10 N. Bahan yang digunakan dalam analisis mineral adalah daun dan batang tanaman kangkung air, KH2PO4, H2SO4, HNO3, akuades, ammonium molibdat, H2NO3, dan HClO4. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis mikroskopis meliputi daun dan batang tanaman kangkung air, larutan Toluidin blue dan air.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau silet, cawan porselen timbangan, oven, meja pemanas, gelas obyek, dan rak pewarna. mikroskop cahaya merk Olympus tipe CH20 dan kamera mikroskop merk Olympus DP12. oven, labu takar, labu kjeldahl, alat Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) Novva 300, dan alat spektrofotometri Spektronik 20, wadah porselen, tanur, labu soxhlet, labu kjeldahl, alat destilasi, labu erlenmeyer, kertas saring, dan corong Buchner, meja cetak, karton cetak, oven.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dalam beberapa tahapan yang terdiri dari tahap pengambilan dan preparasi sampel, analisis histologis kangkung air, analisis


(21)

proksimat daun dan batang kangkung air segar dan kukus, kandungan mineral kangkung air segar dan khusus. Secara umum tahap penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 6

Gambar 6. Diagram alir Metode Penelitian 3.3.1 Pengambilan dan preparasi sampel

Proses pengambilan sampel meliputi pengambilan sampel tanaman kangkung air dari Desa Sinarsari, Dramaga.

Tanaman kangkung diambil dengan memilih tanaman yang ukurannya telah cukup untuk dikonsumsi (berdasarkan keterangan warga setempat). Selanjutnya diambil secara acak ± 30 batang tanaman kangkung air (ukuran minimal sampel), dikarakterisasi (diukur luas daun, panjang dan tebal batang, panjang akar dan rendemen) dan disimpan dalam coolbox agar tidak layu sampai tiba waktunya dianalisis.

3.3.2 Analisis histologi pembuatan preparat dengan metode preparat segar Pengamatan jaringan tanaman diawali dengan pembuatan preparat segar tanaman kangkung air (Ipomoea aquatica Forsk.) kemudian pengambilan gambar objek pada mikroskop. Tahapannya terdiri atas persiapan dan pemotongan bagian daun, akar dan batang dengan ukuran 1-2 cm atau secukupnya, letakkan potongan tersebut diatas obyek kaca preparat, lalu teteskan air secukupnya agar sampel tidak mengering, letakkan sampel diatas meja mikroskop stereo, kemudian tekan (kunci) sampel tersebut dengan jari telunjuk kiri agar tidak bergeser. Gunakan silet yang baru dengan tangan kanan, tempelkan silet diujung jari telunjuk kiri,

1. pengambilan dan preparasi

sampel

2. Analisis histologis daun, batang, dan akar.

3.Analisis proksimat kangkung air segar dan kukus

4. Analisis mineral kangkung air segar dan khusus


(22)

lakukan pemotongan sampel dibawah mikroskop stereo setipis mungkin kemudian pisahkan potongan terbaik dengan jarum pentul, teteskan kembali sampel dengan air, pindahkan obyek glass yang telah terisi sampel pilihan di meja sampel mikroskop eletrik, dan lakukan pengamatan preparat. Diagram alir pembuatan preparat segar dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Diagram alir pembuatan preparat dengan metode preparat segar

3.3.3. Analisis proksimat

Analisis proksimat dilakukan terhadap tanaman kangkung air segar dan setelah pengukusan dengan ulangan sebanyak 3 kali. Analisis proksimat terdiri atas kadar air, kadar abu, kadar protein kasar, kadar lemak kasar, dan serat kasar.

1)Kadar air (AOAC 2007)

Tahap pertama yang dilakukan untuk menganalisis kadar air adalah mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 105 ºC selama 1 jam. Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator (± 15 menit) dan dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang. Cawan tersebut ditimbang kembali hingga beratnya konstan, sebanyak 5 gram contoh dimasukkan ke dalam cawan tersebut, kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 105 ºC selama 5 jam. Setelah selesai proses,

Peletakkan di kaca preparat

Penetesan air Tanaman kangkung air

Persiapan dan pemotongan

Penyayatan melintang


(23)

cawan tersebut dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan sampai dingin dan selanjutnya ditimbang kembali. Perhitungan kadar air sampel adalah:

% Kadar air = x 100 %

2)Kadar abu (AOAC 2007)

Preparasi sampel tanaman untuk zat mineral adalah dengan menghilangkan seluruh bahan asing dari sampel, terutama tanah yang melekat atau pasir, namun untuk mencegah terjadinya pelepasan, maka tidak mencuci sampel secara berlebihan. Sampel segera dikeringkan untuk mencegah dekomposisi atau kehilangan berat. Sampel sebanyak 2 gram ditimbang dalam porselen dan tempatkan dalam suhu terkontrol dari tanur yang dipanaskan hingga 600 ºC. Pengabuan berlangsung selama 2 jam. Porselen segera dipindahkan ke dalam desikator untuk didinginkan dan penimbangan berat akhir sampel.

% (w/w) abu = x 100 %

3)Kadar protein kasar (AOAC 2007)

Tahap dalam analisis kadar protein terdiri atas destruksi, destilasi, dan titrasi. Analisis kadar protein dilakukan dengan metode Kjeldahl. Sampel sebanyak 0,7-2,2 gram dimasukkan ke dalam labu destruksi kemudian ditambahkan 0,7 gram HgO atau 0,65 metallic Hg, 15 gram serbuk K2SO4 atau Na2SO4 serta 25 mL H2SO4. Labu kemudian ditempatkan dalam posisi miring dan dipanaskan secara perlahan hingga buih menghilang. Larutan sampel dididihkan hingga larutan jernih pada suhu 410 ºC selama ± 2 jam.

Sampel didinginkan dan ditambahkan 200 mL H2O, 25 mL larutan sulfida atau tiosulfat serta dicampurkan dengan percepatan Hg. Selanjutnya, sampel ditambahkan sedikit bubuk Zn dan ditambahkan 15 gram NaOH. Kemudian, labu dihubungkan ke pipa destilasi pada kondensor. Hasil destilasi ditampung dalam erlenmeyer 125 yang berisi 25 mL asam borat (H3BO3) 4% yang mengandung indikator bromcherosol green 0,1 % dan methyl red 0,1 % dengan perbandingan 2:1. Erlenmeyer digoyangkan perlahan untuk mencampurkan hasil destilasi dan


(24)

labu dipanaskan hingga seluruh NH3 terdestilasi (≥ 150 mL hasil destilasi). Hasil destilasi kemudian dititrasi dengan larutan standar NaOH atau standar HCl 0,2 N hingga terjadi perubahan warna merah muda yang pertama kalinya.Volume titran dibaca dan dicatat. Kadar protein saat HCl standar digunakan adalah:

% N =

Kadar protein saat H2SO4 standar digunakan adalah:

% N=

4)Kadar lemak kasar (AOAC 2007)

Sampel sebanyak 1-5 gram (S) yang mengandung 100-200 mg lemak dimasukkan ke dalam selongsong selulosa. Banyaknya sampel berdasarkan kandungan lemaknya:

Lemak kasar (%) Berat sampel (g)

< 2 5

5 2-4

10 1-2

>20 1

Selongsong yang berisi sampel dikeringkan pada suhu 102 ºC ± 2 ºC selama 2 jam. Pelarut dan sampel harus bebas dari air untuk mencegah ekstraksi komponen yang larut air. Kapas bebas lemak dapat ditambahkan sebagai penutup selongsong sebelum pengeringan. Ekstraktor dipanaskan dan kondensor pendingin dinyalakan. Tabung ekstraksi kosong ditimbang sebagai T. Selongsong dimasukkan ke dalam tabung ekstraksi dan sejumlah pelarut heksan ditambahkan ke dalam tabung ekstraksi hingga menutupi sampel. Tabung ekstraksi ditempatkan di bawah kolom ekstraksi. Selongsong dibenamkan ke dalam pelarut dan dididihkan selama 20 menit. Selongsong diangkat dari pelarut lalu diekstraksi kembali selama 40 menit. Selanjutnya, pelarut dalam tabung didestilasi hingga menjadi murni dan mencapai kondisi kering. Tabung ekstraksi dipindahkan dari ekstraktor dan ditempatkan dalam proses penguapan untuk menyelesaikan evaporasi pelarut pada suhu rendah.


(25)

Tabung ekstaksi kemudian dikeringkan dalam 102 ºC ± 2 ºC selama 30 menit untuk menghilangkan kelembaban. Selanjutnya, tabung ekstraksi didinginkan pada suhu ruang dalam desikator dan ditimbang sebagai F.

% Lemak kasar (ekstrak heksan) = x 100%

5)Kadar serat kasar (AOAC 2007)

Ekstrak sampel sebanyak 2 gram (W1) dengan eter ataupun petroleum eter dimasukkan ke dalam gelas piala 600 ml dan ditambahkan 0,25-05 gram bumping granule, kemudian ditambahkan 200 ml H2SO4 1,25 % yang hampir mendidih. Larutan dididihkan selama 30 menit dan digoyangkan secara berkala. Kemudian larutan disaring dengan kertas saring dan bantuan corong Buchner lalu divakumkan pada tekanan 25 mm Hg. Residu dibilas dengan air yang hampir mendidih sebanyak 40-50 ml sebanyak 4 kali, kemudian disaring.

Residu dari kertas saring + corong Buchner dibilas dengan NaOH 1,25 % yang hampir mendidih ke dalam gelas piala dan direfluks selama 30 menit. Kemudian larutan disaring dan divakum kembali. Residu dibilas kembali dengan air yang hampir mendidih. Residu kembali dibilas dengan 25-30 ml H2SO4 1,25 % (hampir mendidih) sebanyak 1 kali dan dibilas dengan 20-30 ml air (hampir mendidih) sebanyak 2 kali lalu. Residu beserta kertas saring dikeringkan pada suhu 130 ± 2 ºC selama 2 jam atau semalam pada 110 ºC dan didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang (W2). Residu + kertas saring diabukan pada suhu 550 ºC ± 10 ºC selama 2 jam, didinginkan dalam desikator dan ditimbang (W3).

Serat kasar % = x 100%

W2 : Bobot residu sebelum diabukan tanpa kertas saring dan cawan W3 : Bobot residu setelah diabukan tanpa cawan

3.3.4 Analisis mineral tanaman kangkung air dengan Atomic Absorption Spectrophotometer (Reitz et al. 1987)

Sampel kangkung air yang akan mengalami pengujian mineral dilakukan proses pengabuan basah terlebih dahulu. Pada proses pengabuan basah, sampel ditimbang sebanyak 1 g, kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 150 ml. Ke


(26)

dalam labu ditambahkan 5 ml HNO3 dan dibiarkan selama 1 jam. Labu ditempatkan di atas hotplate selama ± 4 jam dan ditambahkan 0,4 ml H2SO4 pekat, campuran (HClO4 dan HNO3) sebanyak 3 tetes, 2 ml akuades dan 0,6 ml HCl pekat. Larutan contoh kemudian diencerkan menjadi 100 ml dalam labu takar. Sejumlah larutan stok standar dari masing-masing mineral diencerkan dengan menggunakan akuades sampai konsentrasinya berada dalam kisaran kerja logam yang diinginkan.

Larutan standar, blanko dan contoh dialirkan ke dalam Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) merek Novva300 dengan panjang gelombang dari masing-masing jenis mineral. Langkah selanjutnya adalah pengukuran absorbansi atau tinggi puncak standar, blanko dan contoh pada panjang gelombang dan parameter yang sesuai untuk masing-masing mineral dengan spektrofotometer. Setelah diperoleh absorbansi standar, hubungkan antara konsentrasi standar (sebagai sumbu y) dengan absorban standar (sebagai sumbu x) sehingga diperoleh kurva standar mineral dengan persamaan garis linier y = ax+b (dimana y: variable terikat ; a: kemiringan gradient ; x: variable bebas ; b: konstanta) yang digunakan untuk perhitungan konsentrasi larutan sampel. Konsentrasi larutan sampel dihitung dengan mengalikan a dengan absorbansi contoh.


(27)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakter Histologis Kangkung Air (Ipomoea aquatica Forsk.)

Tubuh tumbuhan terdiri dari organ vegetatif meliputi akar, batang, dan daun yang merupakan organ pokok tubuh tumbuhan, serta organ reproduktif yaitu organ yang bertanggung jawab bagi perbanyakan tumbuhan, pada tumbuhan berbiji meliputi bunga, buah dan biji. Pembuatan preparat dan pengamatan melalui mikroskop cahaya memberikan hasil anatomi pada bagian daun, tangkai, batang, dan akar pada tumbuhan

4.1.1 Deskripsi histologi batang

Batang merupakan bagian tubuh tumbuhan yang amat penting, disamping akar dan daun. Batang kangkung air merupakan organ pertemuan antara akar dengan daun. Batang kangkung air berwarna hijau muda dan dibatasi pada bagian luar oleh selapis jaringan epidermis. Di bawah jaringan epidermis terdapat jaringan korteks yang terdiri dari jaringan parenkim berkloroplas yang menyebabkan batang berwarna hijau dan aktif melakukan fotosintesis. Semakin menjauh dari epidermis, ukuran sel parenkhim cenderung semakin besar dan jumlah khloroplas menurun serta dinding sel semakin menipis. Jaringan parenkim tersusun rapat, berbentuk tidak beraturan, dan mengandung kloroplas yang jumlahnya lebih dari satu. Batang tumbuhan air berisi suatu sistem ruang antar sel yang meluas sehingga melalui ruang tersebut terjadi difusi gas secara bebas (Fahn 1991)

Di bawah lapisan korteks terdapat jaringan pengangkut yang tersebar dan terdiri dari xylem dan floem. Sel-sel xylem cenderung berukuran lebih besar dari sel-sel floem dan dinding selnya mengalami pertumbuhan sekunder sehingga terlihat adanya penebalan dinding sel. Di bawah mikroskop penampang terang (bright field) sel-sel xylem terlihat lebih terang daripada sel-sel floem. Bagian terdalam dari batang terdiri dari jaringan parenkim yang mengalami perubahan membentuk ruang kosong. Sel parenkim cenderung berdinding tipis dan tidak memiliki kloroplas.


(28)

Batang kangkung air berbentuk bulat dan terdapat banyak rongga udara yang berbentuk lingkaran. Irisan melintang batang tanaman kangkung air dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Irisan melintang batang tanaman kangkung air (A: 10x10 pewarnaan Toluidin Blue, B: 10x10 irisan preparat segar) [a : epidermis, b: parenkim sentral,

c: xylem, d: floem, e: korteks)

4.1.2 Deskripsi histologi daun (lamina)

Daun tanaman kangkung air tersusun atas jaringan epidermis, palisade, bunga karang, epidermis bawah dan jaringan pengangkut. Epidermis terdiri dari satu lapis sel. Di bawah epidermis terdapat jaringan palisade yang tersusun hingga 3 lapis sel. Sel – sel palisade cenderung berbentuk memanjang dan sebagai pusat fotosintesis mengandung kloroplas sehingga dibawah mikroskop cahaya terlihat berwarna hijau. Daun termasuk organ pokok pada tumbuhan. Pada umumnya berbentuk pipih bilateral, berwarna hijau, dan merupakan tempat utama terjadinya fotosintesis (Nugroho et al. 2006).

Di bawah lapisan palisade terdapat lapisan jaringan bunga karang yang sel-selnya berbentuk tidak beraturan dan membentuk ruang antar sel yang besar sebagai tempat pertukaran gas dan penyimpanan air. Sel–sel bunga karang mengandung kloroplas dan menunjukkan jaringan tersebut aktif dalam fotosintesis.

a b c d

A B


(29)

a b

c c

d

e

Penampang potongan melintang daun kangkung air dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Anatomi daun kangkung air. (A: 10x10 dengan pewarnaan Toluidin Blue, B: 10x10 irisan preparat segar) [a: epidermis atas, b: jaringan spons, c:

epidermis bawah, d: jaringan pembuluh, e: jaringan palisade)

Jaringan epidermis daun kangkung air memiliki derivatnya berupa stomata daun. Stomata merupakan lubang atau celah yang terdapat pada epidermis organ tumbuhan yang berwarna hijau, dibatasi oleh sel khusus yang disebut sel penutup (Nugroho et al. 2006). Jenis stomata yang terdapat pada epidermis daun tanaman kangkung air berdasarkan penampakan stomata dewasa adalah jenis parasitis, yaitu stoma yang didampingi oleh satu atau lebih sel tetangga yang sejajar terhadap sumbu panjang dari celah dan sel penjaga (Dickson 2000). Penampang potongan melintang stomata daun kangkung air dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10 Penampang potongan melintang stomata daun kangkung air (10x10 irisan preparat segar)


(30)

4.1.3 Deskripsi histologis akar

Akar berperan sangat penting bagi pertumbuhan tumbuhan. Anatomi akar tanaman kangkung air terdiri atas jaringan epidermis akar (rhizodermis), korteks, pembuluh angkut, parenkim sentral. Sel-sel rhizodermis cenderung lebih kecil daripada sel – sel korteks. Rhizodermis dinding tangensial atas lebih tebal dari tangensial bawah. Secara umum sel – sel epidermis memiliki dinding samping yang lebih panjang dari dinding atas dan bawah sel. Sel epidermis akar tanaman kangkung air berdinding tipis, tidak berkutikula, terdiri dari satu lapis sel dan berbentuk tidak beraturan. Ketebalan dinding epidermis cenderung sama pada bagian atas dan bawah.

Bagian dalam epidermis terdapat korteks yang tersusun dari jaringan parenkim. Sel – sel korteks di bawah epidermis berukuran lebih kecil daripada korteks di tengah batang, kemudian ukuran sel korteks yang berdekatan dengan pembuluh angkut berubah ukurannya menjadi kecil. Pembuluh angkut tersebar dibeberapa kelompok di dekat parenkim sentral. Sel – sel xylem terlihat lebih jelas dibanding dengan floem dan parenkim sentral, yakni berdinding lebih tebal. Belum terlihat perbedaan yang nyata antara sel – sel floem, parenkim xylem dan parenkim sentral. Pada akar tidak terdapat ruang besar di daerah parenkim sentral. Irisan melintang akar kangkung air dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11 Irisan melintang akar kangkung air [a: korteks, b: rhizodermis, c: floem, d: xylem, e: parenkim sentral]

a b

c d


(31)

4.2 Karakteristik dan Morfologi Kangkung Air (Ipomoea aquatica Forsk.) Tumbuhan kangkung air (Ipomoea aquatica Forsk.) merupakan tumbuhan yang hidup di air dan biasanya disebut dengan hydrophyta. Sistem perakarannya di tanah meskipun tempat tumbuhnya adalah di perairan (Lukito 2001). Tumbuhan kangkung air dapat tumbuh dengan baik sepanjang tahun. Prasetyawati (2007) menyebutkan bahwa tangkai daun kangkung air melekat pada buku-buku batang, bentuk daunnya seperti jantung, menyerupai segitiga, memanjang, dengan pangkal yang terpancung atau bentuk panah sampai bentuk lanset. Tabel 2 merupakan hasil pengukuran daun dan batang kangkung air yang meliputi panjang dan lebar daun, serta panjang, lebar dan tebal batang.

Tabel 2 Hasil pengukuran morfologi kangkung air (Ipomoea aquatica Forsk.)

Obyek Pengukuran Hasil Pengukuran Sebaran (mm) Nilai Tengah (mm) Standar Deviasi Rentang Nilai (mm)

Panjang Daun 64,26 66,75 8,70 49,00-79,05

Lebar Daun 31,27 33,00 6,01 20,00-40,00

Panjang Batang 79,80 77,13 19,28 48,00-111,00

Lebar Batang 2,40 2,45 0,68 1,00-4,00

Tebal Batang 0,61 0,50 0,26 0,10-1,00

Hasil pengukuran menunjukkan sebaran panjang daun kangkung air sebesar 64,26 mm dengan standar deviasi 8,70. Daun kangkung air memiliki kisaran panjang 49,00 sampai 79,05 mm. Sedangkan lebar daun kangkung air memiliki sebaran 31,27 mm, dengan standar deviasi 6,01. Lebar daun kangkung air berkisar antara 20,00 sampai 40,00 mm. Hasil pengukuran menunjukkan sebaran panjang batang daun kangkung air terletak pada 79,80 mm dengan standar deviasi 19,28. Panjang batang kangkung air berkisar 48,00 sampai 111,00 mm. Lebar batang kangkung air memiliki sebaran 2,40 mm pada rentang nilai 1,00 sampai 4,00 mm dengan standar deviasi 0,68.

4.3 Komposisi Kimia Tanaman Kangkung Air Segar dan Kukus

Tanaman kangkung sudah sangat dikenal masyarakat Indonesia karena tanaman ini termasuk dalam sayuran daun yang dikonsumsi sehari-hari oleh masyarakat kita. Proses pemasakan yang umumnya dilakukan terhadap komoditas


(32)

sayuran adalah pengukusan. Pengukusan adalah proses pemanasan yang bertujuan menonaktifkan enzim yang akan mengubah warna, cita rasa, maupun nilai gizi. Pengukusan dilakukan dengan suhu air lebih tinggi dari 66 ºC, tetapi kurang dari 82 ºC. Pengukusan akan mengurangi zat gizi, namun tidak sebesar pada proses perebusan (Romdhijati 2010).

Kandungan gizi yang terdapat dalam tanaman kangkung air dapat diketahui dengan cara analisis proksimat terhadap bagian tanaman yang dikonsumsi, yaitu bagian daun dan batang. Karakter kimia yang dianalisis adalah kadar air, kadar abu, lemak, protein, karbohidrat dan serat kasar. Komposisi kimia daun dan batang kangkung air segar dan hasil pengukusan dapat dilihat pada Tabel 3 dan histogram pada Gambar 12.

Tabel 3 Komposisi proksimat daun dan batang kangkung air

Jenis gizi kangkung air segar (%) kangkung air kukus (%)

Daun Batang Daun Batang

Air 85,64 85,04 82,75 83,27

Abu 0,54 0,56 0,30 0,43

Lemak 0,21 0,19 0,18 0,17

Protein 3,10 3,23 4,04 4,13

Serat kasar 1,16 1,17 1,06 1,00

Gambar 12 Histogram komposisi proksimat daun dan batang kangkung air 4.3.1 Kadar Air

Kadar air merupakan kandungan air yang terdapat dalam bahan makanan dengan derajat keterikatan berbeda-beda dalam bahan (Winarno 2008). Air dalam


(33)

tubuh berfungsi sebagai pelarut dan alat angkut zat-zat gizi, terutama vitamin larut air dan mineral. Selain itu, air juga berfungsi sebagai katalisator, pelumas, fasilitator pertumbuhan, pengatur suhu, dan peredam benturan. Kandungan air yang tinggi menyebabkan buah dan sayuran mudah mengalami kerusakan (perishable). Hal ini karena air merupakan media yang cocok untuk pertumbuhan mikroorganisme penyebab kebusukan (Wirakusumah 2007). Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut (Winarno 1997).

Air yang terkandung di dalam jaringan tanaman umumnya berkisar 80 % hingga 90 % berat segar dari tanaman basah dan kurang dari 20 % dari tanaman kering (Fennema 1996). Tanaman kangkung air memiliki kandungan air yang tinggi. Kadar air tanaman kangkung air di bagian daun adalah 85,64 % sedangkan pada bagian batang sebesar 85,04 %. Kadar air tanaman kangkung air lebih tinggi dibandingkan dengan Amaranthus aquatica (bayam) sebesar 84,47 % Gladys (2011) dan tanaman genjer yang berasal dari malaysia sebesar 80 %. Bujang et al. (2009). Kandungan air yang tinggi disebabkan oleh tanaman masih dalam keadaan segar dan memiliki habitat yang banyak mengandung air.

Proses pengukusan menyebabkan kandungan air dari tanaman kangkung air menurun, yakni bagian daun sebesar 82,75 % dan bagian batang 83,27 %. Hasil analisis kadar air tanaman kangkung air segar dan kukus disajikan pada Gambar 13.


(34)

Proses pengukusan menyebabkan kadar air tanaman kangkung air baik di bagian daun maupun batang menurun. Pengukusan merupakan proses pemanasan dengan suhu air 66-82 ºC (Romdhijati 2010). Kadar air tanaman dipengaruhi oleh habitat dan struktur jaringan yang dimilikinya. Kangkung air tumbuh di tanah berair dan pada batang serta daunnya mengandung banyak rongga yang dapat digunakan sebagai tempat menyimpan air dan udara / gas. Kadar air juga dipengaruhi oleh kesegaran sampel. Pada kangkung air, karena struktur jaringan daun dan batang banyak mengandung rongga, maka kadar airnya akan cepat berubah dari waktu ke waktu, yang berarti kesegaran akan mempengaruhi kadar airnya. Semakin hilang kesegaran kangkung air, maka akan semakin menurun pula kadar airnya. Menurut Fennema (1996), pengaruh dari hilangnya air pada tanaman adalah tanaman menjadi layu dan kehilangan berat serta secara tidak langsung menimbulkan perubahan yang diinginkan ataupun yang tidak dinginkan.

Penurunan kadar air setelah pengukusan dapat disebabkan oleh adanya proses pemanasan selama pengukusan yang mengakibatkan sejumlah air dalam bahan, yaitu air terikat tipe 1, tipe 3 maupun tipe 4, mudah menguap. Pemasakan ini juga memacu pelunakan jaringan tanaman atau tanaman menjadi layu sehingga tanaman kangkung air dapat dikonsumsi. Menurut Hamuzu et al. (2004) sebagian besar sayuran yang dimasak dengan cara pengukusan atau dipanaskan dalam microwave, akan mengalami perubahan karakteristik fisik dan perubahan komposisi kimia. Menurunnya kadar air pada sayuran akan mengakibatkan perubahan tekstur pada sayuran tersebut. Sayuran setelah dikukus akan menjadi renyah dan lebih mudah dikonsumsi (Azizah et al. 2009).

4.3.2 Kadar abu

Kadar abu merupakan salah satu analisa proksimat yang menunjukkan kandungan mineral dari jaringan tanaman maupun hewan setelah pembakaran. Mineral dibagi menjadi elemen utama, trace element, dan ultra-trace element (Belitz et al. 2009). Kadar abu dari suatu bahan pangan menunjukkan residu bahan anorganik yang tersisa setelah bahan organik dalam makanan didestruksi. Kadar abu mempunyai hubungan dengan jumlah kandungan mineral dari suatu bahan pangan. Menurut Winarno (1997) sebagian bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air. Sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral


(35)

yang juga dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Dalam proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar tetapi zat anorganiknya tidak. Hasil analisis kadar abu tanaman kangkung air segar dan kukus disajikan pada Gambar 14.

Gambar 14 Histogram kadar abu

Hasil analisis menunjukan kadar abu pada daun dan batang tanaman kangkung air segar berkisar 0,54 % dan 0,56 % sedangkan kadar abu pada daun dan batang tanaman kangkung air setelah pengukusan 0,30 % dan 0,43 %. Terlihat bahwa terdapat penurunan kadar abu setelah tanaman kangkung air mengalami pengukusan. Nilai tersebut lebih rendah dibandingkan dengan semanggi air yang memiliki kadar abu 2,7 % (Arifin 2009), bayam 1,5% dan kubis 0,6% (Winarno 1997) serta tanaman genjer yang memiliki kadar abu pada daun dan batang masing-masing 1,41 % dan 1,30 % (Wisnu 2012). Darmono (1995) menjelaskan bahwa masing-masing organisme memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam meregulasikan dan mengabsorpsi logam, hal ini nantinya akan mempengaruhi kadar abu pada bahan.

Boskow & Elmadfa (1999) memaparkan bahwa kadar abu dapat menurun kandungannya karena adanya air yang keluar akibat proses pengukusan. Mineral-mineral yang terkandung dalam tanaman kangkung air misal kalsium, fosfor, besi, natrium, kalium, tembaga, dan seng ikut keluar bersama dengan keluarnya air


(36)

akibat proses pengukusan. Penurunan kadar abu diakibatkan adanya proses pemasakan yang dapat mengubah karakteristik serta kandungan mineral yang terdapat pada bahan. Menguapnya air akibat proses pengukusan menyebabkan kandungan mineral yang terdapat pada bahan menjadi berkurang sehingga menurunkan nilai kadar abu.

Mineral dalam abu merupakan bentuk metal oksida, sulfida, fosfat, nitrat, klorida, dan halida lainnya. Elemen mineral tidak dapat dirusak dengan pemaparan panas, cahaya, zat pengoksidasi, pH ekstrim maupun faktor lainnya yang mempengaruhi zat gizi organik. Mineral dapat dihilangkan dengan pelepasan atau pemisahan secara fisik. Sejumlah mineral memiliki kelarutan di dalam air. Secara umum, perebusan dalam air menyebabkan hilangnya mineral lebih banyak pada sayuran daripada pengukusan (Miller 1996).

4.3.3 Kadar Lemak

Lemak merupakan salah satu zat gizi yang cukup penting, karena lemak menghasilkan energi bagi tubuh. Lemak merupakan zat yang dibentuk dari unit-unit terstruktur dengan suatu hidrofobisitas yang tegas, larut dalam pelarut organik tetapi tidak dalam air. Komponen utama dari lemak adalah turunan asam lemak (Belitz et al. 2009). Lemak adalah senyawa organik berminyak atau berlemak yang tidak larut di dalam air, yang dapat diekstrak dari sel dan jaringan oleh pelarut non polar diantaranya klorofom dan eter (Lehninger 1982). Lemak merupakan zat yang penting dan merupakan sumber energi yang lebih efektif bagi tubuh dibandingkan karbohidrat dan protein. Lemak memberi cita rasa dan memperbaiki tekstur pada makanan juga sebagai sumber pelarut bagi vitamin A, D, E dan K (Winarno 1997). Hasil analisis kadar lemak tanaman kangkung air segar dan kukus disajikan pada Gambar 15.


(37)

Gambar 15 Histogram kadar lemak

Kadar lemak (basis basah) pada daun dan batang kangkung air segar sebesar 0,21 % dan 0,19 % mengalami penurunan menjadi 0,18 % dan 0,17 % setelah proses pengukusan. Kadar lemak kangkung air diatas lebih rendah dibandingkan kadar abu tanaman semanggi sebesar 0,27% (Arifin 2009), bayam (0,5%), kangkung (0,3%), daun singkong (1,2%), dan daun pepaya (2%) (Winarno 1997).

Winarno (1997) menyebutkan bahwa kadar lemak yang rendah pada sayuran mengakibatkan sayuran tidak mudah mengalami proses proses oksidasi yang mengakibatkan kerusakan pada bahan pangan. Lemak pada tanaman mengandung fitosterol yang merupakan asam lemak tidak jenuh sehingga berbentuk cair atau minya. Lemak pada tanaman sebagian besar terdapat pada plastida, vakuola dan membran sel (Bastin 2000). Penurunan kadar lemak pada tanaman kangkung air bisa disebabkan hilangnya bagian plastid, vakuola dan membran sel pada saat pengukusan.

4.3.4 Kadar protein

Protein merupakan suatu zat makanan yang penting bagi tubuh, karena selain berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur jaringan-jaringan baru yang selalu terjadi dalam tubuh. Protein digunakan sebagai bahan bakar apabila


(38)

keperluan energi mengandung N yang tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat. Molekul protein juga mengandung unsur logam seperti besi (Winarno 1997). Tubuh kita membutuhkan asam amino essensial yang tidak dapat diproduksi oleh tubuh dan hanya bisa didapatkan melalui makanan yang kita konsumsi sehari-hari. Hasil analisis kadar protein tanaman kangkung air segar dan kukus disajikan pada Gambar 16.

Gambar 16 Histogram kadar protein

Dari hasil penelitian diketahui bahwa kadar protein daun dan batang kangkung air segar sebesar 3,10 % dan 3,23 % mengalami peningkatan menjadi 4,04 % dan 4,13 %. Nilai ini lebih rendah jika dibandingkan dengan hasil penelitian Arifin (2009) semanggi air sebesar 4,35 %, namun lebih tinggi dari daun dan batang genjer dengan kadar protein masing-masing 2,7 % dan 0,89 % Wisnu (2012) serta tanaman selada air yang dikemukakan Permatasari (2010) yaitu 1,14 %.

Peningkatan kadar protein pada daun dan batang tanaman kangkung air setelah proses pengukusan tersebut diduga karena adanya penguraian tanin pada daun maupun batang tanaman kangkung air. Tanin merupakan senyawa polifenol yang dapat mengendapkan protein dari larutan. Tanin mengandung gugus o-hidroksifenol yang dapat membentuk ikatan hidrogen dan ikatan hirofobik dengan protein (Chesworth et al. 1998). Berdasarkan hasil penelitian Lewu et al. (2009)


(39)

bahwa tanin dapat membentuk suatu kompleks dengan protein, sehingga menghambat ketersediaan protein dalam tubuh.

4.3.5 Kadar serat kasar

Serat-serat banyak berasal dari dinding sel berbagai sayuran dan buah-buahan. Secara kimia, dinding sel tersebut terdiri dari selulosa, hemiselulosa, pektin, dan nonkarbohidrat seperti polimer lignin, beberapa gumi, dan mucilage. Serat pada bahan pangan merupakan komponen dari jaringan tanaman yang tahan terhadap proses hidrolisis oleh enzim dalam lambung dan usus kecil (Winarno 2008). Hasil analisis kadar serat kasar tanaman kangkung air segar dan kukus disajikan pada Gambar 17.

Gambar 17 Histogram kadar serat kasar

Kadar serat pada daun dan batang kangkung air segar sebesar 1,16 % dan 1,17 % lebih tinggi dibandingkan kadar serat tanaman kangkung air setelah pengukusan sebesar 1,06 % dan 1,00 %. Nilai ini lebih rendah jika dibandingkan kadar serat kasar pada genjer 1,22 % Bujang et al. (2009) serta pada semanggi 2,28% yang diteliti oleh Arifin (2009).

Kadar serat dalam makanan dapat mengalami perubahan akibat pengolahan yang dilakukan terhadap bahan asalnya. Pada umumnya kadar serat dalam tanaman akan mengalami proses penurunan akibat pengolahan panas. Serat


(40)

pada tumbuhan yang sebagian besar berupa selulosa akan terhidrolisis menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana, hal inilah yang menyebabkan turunnya kandungan serat setelah proses pengukusan. Selulosa yang terhidrolisis akan menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti selodekstrin yang terdiri dari satuan glukosa atau lebih sedikit, kemudian selobiosa dan akhirnya glukosa (Muchtadi 2001).

4.4 Kandungan Mineral

Mineral adalah salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh makhluk hidup selain karbohidrat, lemak, protein dan vitamin, juga dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Mineral merupakan bagian dari tubuh dan memiliki peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ, maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Mineral digolongkan ke dalam mineral makro dan mineral mikro (Almatsier 2003). Mineral berasal dari dalam tanah. Tanaman yang ditanam di atas tanah akan menyerap mineral yang diperlukan untuk pertumbuhannya, yang kemudian disimpan di dalam struktur tanaman missal akar, batang, daun, bunga, dan buah. Manusia akan memperoleh mineral dari dua sumber yaitu melalui konsumsi nabati dan hewani (Muchtadi 2001).

Semua makhluk hidup membutuhkan zat gizi makro dan mikro. Zat gizi makro terdiri dari karbohidrat, lemak, dan protein. Sedangkan zat gizi mikro terdiri dari mineral dan vitamin. Berdasarkan perannya dalam fungsi biologis, mineral terbagi menjadi mineral esensial dan non esensial (Belitz & Groch 1999).

4.5.1 Mineral makro

Unsur mineral makro merupakan unsur mineral pada tubuh manusia yang terdapat dalam jumlah besar. Mineral makro merupakan mineral yang dibutuhkan tubuh manusia dalam jumlah lebih dari 100 mg sehari. Kelompok mineral makro terdiri dari kalsium, kalium, fosfor, magnesium, klor, sulfur (Winarno 2008). Mineral makro merupakan unsur mineral pada tubuh manusia yang dibutuhkan dalam jumlah besar. Kandungan mineral makro yang terdapat pada daun dan tanaman kangkung air dapat dilihat pada Tabel 4


(41)

Tabel 4. Kandungan mineral makro daun dan batang kangkung air (mg/100g) Jenis Mineral Kangkung Air segar Kangkung air kukus

Kalsium (Ca) 42,00 47,00

Kalium (K) 247,00 217,00

Fosfor (P) 29,00 31,00

Natrium (Na) 56,00 48,00

Magnesium (Mg) 10,373 21,956

Hasil analisis pada Tabel 4 menunjukkan konsentrasi mineral makro yang terkandung pada daun dan batang tanaman kangkung air segar dan kukus. Kandungan kalium pada kangkung segar memiliki konsentrasi paling tinggi yaitu 247,00 mg/100g dan 217,00 mg/100g, kemudian natrium dengan konsentrasi sebesar 56,00 mg/100g dan 48,00 mg/100g, kalsium 42,00 mg/100g dan 47,00 mg/100g, fosfor 29,00 mg/100g dan 31,00 mg/100g dan yang paling rendah adalah magnesium dengan konsentrasi 10,373 mg/100g dan 21,956 mg/100g. Histogram Pengaruh Pengukusan pada Mineral Makro (mg/100g) dapat diamati pada Gambar 18.

Gambar 18 Histogram pengaruh pengukusan pada mineral makro (mg/100g)

Proses pengukusan yang dilakukan terhadap tanaman kangkung air menyebabkan kenaikan kandungan mineral pada kalsium, fosfor dan magnesium.


(42)

Sedangkan proses pengukusan yang dilakukan terhadap tanaman kangkung air menyebabkan penurunan pada kalium dan natrium.

1) Kalsium

Kalsium merupakan mineral paling banyak terdapat dalam tubuh, yaitu 1,5% sampai 2% dari berat badan orang dewasa atau kurang lebih sebanyak 1 kg. Dari jumlah ini, 99% berada di dalam jaringan keras, yaitu tulang dan gigi terutama dalam bentuk hidroksiapatit. Selain di dalam tulang, kalsium juga menyebar di seluruh tubuh, seperti pada cairan ekstraseluler dan intraseluler (Almatsier 2003). Kalsium terdapat secara berlimpah di dalam tanah, kalsium juga banyak terdapat pada daun yang diambil secara pasif melalui pertumbuhan akar. Kalsium sebagian besar terdapat dalam xilem dan dalam konsentrasi lebih kecil terdapat dalam floem (Johnson & Uriu 1990).

Kandungan kalsium pada daun dan batang kangkung air segar sebesar 42,00 mg/100 g lebih kecil apabila dibandingkan dengan beberapa tanaman air lainnya, misal semanggi air 69,05 mg/100 g (Arifin 2009), genjer 53,09 mg/100 g (Wisnu 2012), bayam 265 mg/100g, selada air (182 mg/100 g), Daun hijau merupakan salah satu sumber utama kalsium seperti pada bayam dan daun amaranthus (Bourne 1985). Kandungan kalsium pada daun dan batang kangkung air serta pada tanaman air lain dapat dilihat pada Gambar 19.


(43)

Kalsium memiliki peran penting pada tumbuhan sebagai pengikat molekul-molekul fosfolipida atau antara fosfolipida dengan protein penyusun membran, hal ini menyebabkan membran dapat berfungsi secara normal pada semua sel. Gejala kekurangan kalsium pada tanaman antara lain tunas pucuk (terminal) mati, yang diikuti distorsi pada ujung pangkal daun muda. Daun muda pada titik tumbuh melengkung yang kemudian mengering pada bagian ujungnya Lakitan (2010). Hasil analisis kandungan kalsium tanaman kangkung air segar dan kukus disajikan pada Gambar 20.

Gambar 20 Histogram kandungan kalsium kangkung air segar dan kukus

Terjadinya peningkatan kadar kalsium dari 42,00 mg/100g menjadi 47,00 mg/100g menunjukkan bahwa proses pengukusan memberikan pengaruh terhadap kandungan kalsium pada sayuran. Pemasakan kecil saja pengaruhnya terhadap kandungan kalsium makanan dan pengurangan atas ketersediaan kalsium dalam tubuh. Kandungan kalsium makanan mungkin akan naik jika dididihkan dalam air sadah (Gaman & Sherrington 1992). Menurut Yamaguchi & Rubatzky (1999) kandungan gizi pada saat panen adalah yang tertinggi, kemudian jumlah tersebut akan berkurang. Laju penyusutan kandungan gizi sangat dipengaruhi oleh waktu waktu, kondisi panen, dan penyimpanan. Pengukusan yang dilakukan pada tanaman kangkung air menyebabkan perubahan proporsional terhadap kandungan kalsium.


(44)

Perubahan pada kandungan kalsium diduga disebabkan oleh hilangnya air yang terkandung pada daun dan tanaman kangkung air. Hal ini didukung oleh Penelitian Adayeye & Ayoola (2010) terhadap tanaman Arachys hypogea yang dikeringkan dengan menggunakan panas matahari menghasilkan perubahan proporsional kadar kalsium. Menurut Osagie & Onigbide (1992) hilangnya air pada suatu bahan dapat meningkatkan kandungan gizi dan memperpanjang masa simpan pada makanan. Metode pemasakan yang dilakukan pada sayuran berupa pengukusan atau perebusan dapat menyebabkan perubahan terhadap kandungan kalsium. Menurut Gaman & Sherington (1992) Kandungan kalsium makanan mungkin akan naik jika dididihkan dalam air sadah.

Berdasarkan hasil penelitian konsentrasi kalsium tanaman kangkung air yang diteliti dapat menyumbang 9 % dari total yang dibutuhkan orang dewasa. Angka kecukupan rata-rata sehari untuk kalsium bagi orang dewasa di Indonesia ditetapkan oleh Widyakarya Pangan dan Gizi LIPI (1998) diacu dalam Almatsier (2003) adalah 500-800 mg.

2) Fosfor

Fosfor merupakan unsur utama pada sitoplasma dan protein nuklear, fosfolipid, dan asam-asam nukleotida. Fosfor merupakan mineral kedua terbanyak di dalam tubuh, yaitu 1% dari berat badan. Kurang lebih 85% fosfor di dalam tubuh terdapat sebagai garam kalsium fosfat, yaitu bagian dari kristal hidroksiapatit di dalam tulang dan gigi yang tidak dapat larut. (Almatsier 2003). Fosfor selebihnya terdapat di dalam semua sel tubuh, separuhnya di dalam otot dan di dalam cairan ekstraseluler. Fosfor yang terdapat dalam tumbuhan berada dalam molekul DNA dan RNA, membran sel, dan molekul ATP yang dapat berupa simpanan energi pada batang, daun dan buah (Johnson & Uriu 1990).

Fosfor berfungsi mengatur pengeluaran energi dari hasil pembakaran karbohidrat, lemak dan protein. Molekul fosfat diikat ADP untuk membentuk ATP. Fosfor juga memfasilitasi penyerapan dan transportasi nutrisi, merupakan bagian yang penting bagi komponen tubuh, kalsifikasi tulang dan gigi, dan mengatur keseimbangan asam basa (Almatsier 2003). Fosfor juga berperan penting dalam mebabolisme karbohidrat (Banigo et al. 2007).


(45)

Kandungan fosfor pada daun dan batang kangkung air segar sebesar 29,00 mg/100 g lebih kecil apabila dibandingkan dengan beberapa tanaman air lainnya, misal semanggi air 142,8 mg/100 g (Arifin 2009), genjer 32,19 mg/100 g (Wisnu 2012), bayam 76 mg/100g, namun lebih tinggi dari selada air (26 mg/100 g). Kandungan fosfor pada daun dan tangkai kangkung air serta pada tanaman air lain dapat dilihat pada Gambar 21.

Gambar 21 Histogram kandungan fosfor pada berbagai tanaman air

Peranan fosfor mirip dengan kalsium, yaitu pembentukan tulang dan gigi. Fosfor di dalam tulang berada dalam perbandingan 1:2 dengan kalsium. Fosfor selebihnya terdapat di dalam semua sel tubuh, separuhnya di dalam sel otot dan di dalam cairan ekstraseluler (Winarno 2008).

Kandungan fosfor tanaman kangkung air setelah proses pengukusan sebesar 31 mg/100 g, mengalami perubahan sebesar 2 mg/100 g. Hal ini menunjukkan bahwa proses pengukusan dengan panas 80 0C selama 15 menit mempengaruhi jumlah kandungan fosfor pada sayuran. Kekurangan fosfor bisa terjadi bila menggunakan obat antacid untuk menetralkan asam lambung, seperti aluminium hidroksida untuk waktu yang lama. Aluminium hidroksida mengikat fosfor sehingga tidak dapat diabsorbsi. Gejala kekurangan fosfor adalah lelah, kurang nafsu makan, dan kerusakan tulang (Almatsier 2003)


(46)

Hasil analisis kandungan fosfor tanaman kangkung air segar dan kukus disajikan pada Gambar 22.

Gambar 22 Histogram analisis kandungan fosfor tanaman kangkung air segar dan kukus

3) Magnesium

Magnesium merupakan aktivator enzim peptidase dan enzim lain yang kerjanya memecah dan memindahkan gugus fosfat (Winarno 1992). Magnesium merupakan unsur penyusun khlorofil. Magnesium sebagai unsur hara esensial bergabung dengan ATP, sehingga ATP dapat berfungsi dalam berbagai reaksi. Magnesium juga merupakan aktivator dari berbagai enzim dalam reaksi fotosisntesis , respirasi, dan pembentukan DNA dan RNA (Lakitan 2004).

Kandungan magnesium pada daun dan batang kangkung air segar sebesar 10,37 mg/100 g lebih besar apabila dibandingkan dengan beberapa tanaman air lain, misal genjer 2,81 mg/100 g (Wisnu 2012). Kandungan magnesium pada daun dan tangkai kangkung air serta pada tanaman air lain dapat dilihat pada Gambar 23.


(47)

Gambar 23 Histogram analisis kandungan magnesium tanaman air

Magnesium merupakan aktivator enzim peptidase dan enzim lain yang kerjanya memecah dan memindahkan gugus fosfat (Winarno 1992). Magnesium berperan dalam mencegah kerusakan gigi dengan cara menahan kalsium dan email gigi. Hasil analisis kandungan magnesium tanaman kangkung air segar dan kukus disajikan pada Gambar 24.

Gambar 24 Histogram analisis kandungan magnesium tanaman kangkung air segar dan kukus

Dari hasil penelitian terjadi peningkatan pada kadar magnesium dari konsentrasi 10,373 mg/100g menjadi 21,956 mg/100g setelah pengukusan. Ini


(1)

Permatasari E. 2011. Aktivitas Antioksidan dan Komponen Bioaktif pada Selada air (Nasturtium officinale L. R. Br). [Skripsi]. Bogor: Program Studi Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor

Reitz LL, Smith WH, Plumlee MP. 1987. A Simple Wet Oxidation Procedure for Biological Materials. West Lafayee: Animal Science Purdue University. Sediaoetama AD. 1993. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi di Indonesia.

Jakarta: Dian rakyat

Suhardjo, Kusharto CM. 1988. Prinsip Prinsip Ilmu Gizi. Bogor: Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor.

Ugbogu AE, Akubugwo IE, Obasi NA, Chinyere GC. 2008. Mineral and Phytochemical Contents in Leaves of Amaranthus hybridus L and Solanum Nigrum L. Subjected to Different Processing Methods. African Journal of Biochemistry vol.2(2), pp. 040-044

Wirakusumah ES. 2007. Kandungan Gizi Buah dan Sayuran. Jakarta: Penebar Swadaya.


(2)

DESKRIPSI MIKROSKOPIS DAN KANDUNGAN MINERAL

TANAMAN KANGKUNG AIR (

Ipomoea aquatica

Forsk.)

ADRIAN C34052493

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(3)

DAFTAR PUSTAKA

[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1995. Official Methods of Analysis of the Association of Official Analytical Chemist. Virginia USA: Association of Official Analytical Chemist Inc. Arlington.

Abidin, Suwarna, Veggel.1990. Pengaruh Cara Penanaman, Jumlah Bibit dan Aplikasi. Pemberian Pupuk Nitrogen Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Kangkung Darat (Ipomoea reptans Poirs) Pada Tanah Latosol Subang. Bull.Penelt. Hort : 19:3,15-24

Bastin S. 2000. Vegetable preparation for the family. J. Agricultural Departement Kentucky State University.

Berg L. 2008. Introductiory Botany Plans, People, and The Environment. United States of America: Thomson Brooks Cole

Bold HC, Alexopoulos C, Delevoras T. 1980. Morphology of Plants and Fungi. New York: Harper and Row Publisher.

Bourne GH. 1985. Mineral in Food and Nutritional Topics. Grenada: St. Georges University School of Medicine.

Brune W, Leman A, Taubert H. 2007. Pflanzen-anatomisches Praktikum I. Spektrum Akademischer Verlag.

Bujang JS, Saupi N, Zakaria MH. 2009. Analytic Chemical Composition and Mineral Content of Yellow Velvetleaf (Limnocharis flava L. Buchenau)’s Edible Parts. Journal of Applied Sciences 9(16): 2969-2974, 2009 SSN 1812-5654

Chapin S. 2008. The mineral nutrition on wild plant. Annual review journals of ecology and systematic. (11):233-260.

Darmono. 1995. Logam Dalam sistem Biologi. Jakarta: UI Press

Fahn A. 1991. Anatomi Tumbuhan. Ahmad Soediarto; Penerjemah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari; Plant Anatomy

Gaman PM, Sherrington KB. 1992. Ilmu Pangan, Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi. Gardjito et al, penerjemah. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Terjemahan dari: The Science of food, an introduction to food science, nutrition and microbiology. Second edition. Gilbert FA. 1957. Mineral Nutrition and the Balance of Life. Oklahoma:

University of Oklahoma Press.

Gladys HEO. 2011. Effect of Drying Methods on Chemical Composition of Spinach “Aieifo” (Amaranthus aquatica) and Pumpkin Leaf (Telfairia occidentalis) and Their Soup Meals. Pakistan Journal of Nutrition 10(11): 1061-1065


(4)

Guthrie HA. 1975. Introductory Nutrition. The CV Mosby Company : Pennssylvania.

Harris RS, Karmas E. 1989. Evaluasi Gizi pada Pengolahan Bahan Pangan. Suminar Achmadi, penerjemah. Bandung: Penerbit ITB Bandung. Terjemahan dari: Nutritional evaluation of food processing.

Huyghebaert A, Paquot M, Vansant G. 2003. Food nutrition evaluation. Brussel : Institute of Public Health.

Johansen 1940. Plant Microtechnique. New York: McGraw-Hill Book Company, Inc.

Johnson, Uriu. 1990. Mineral nutrion. J. Nutrition Plant 7(3):101-104. Kiernan. 1988. Histological and Histochemical Methods. Kanada: Pergamon

Press.

Lakitan B. 2007. Dasr-dasar Fisiolofi Tumbuhan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Luh BS, Woodroof JG. 1987. Commercial Vegetable Processing. New York : Van Nostrand Reinhold.

Mehdi SM, Abbas G, Sarfraz M, Abbas ST, Hassan G. 2003. Effect of industrial effluents on mineral nutrition of rice ang soil health. Pakistan journal of applied sciences (6):462-473.

Morris A, Barnett A, Burrows OJ. 2004. Effect of processing on nutrient content of foods. J. Cajournal 37(3):160-164.

Muchtadi D. 2001. Pangan dan Gizi. Jakarta : Pusat Penerbitan Universitas Terbuka

Mulyani S. 2006. Anatomi Tumbuhan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius

Nisma F dan Arman B. 2008. Seleksi beberapa tumbuhan air sebagai penyerap logam berat Cd, Pb, dan Cu di kolam buatan FMIPA UHAMKA. [penelitian]. Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka.

Novary EW. 1999. Penanganan dan Pengolahan Sayuran Segar. Jakarta: Penerbit Swadaya

Novary EW. 1999. Penanganan dan Pengolahan Sayuran Segar. Jakarta : Penebar Swadaya.

Novary EW. 1999. Penanganan dan Pengolahan Sayuran Segar. Jakarta : Penebar Swadaya.

Nugroho H, Purnomo, Sumardi I. 2006. Struktur dan Perkembangan Tumbuhan. Jakarta: Penebar Swadaya


(5)

Permatasari E. 2011. Aktivitas Antioksidan dan Komponen Bioaktif pada Selada air (Nasturtium officinale L. R. Br). [Skripsi]. Bogor: Program Studi Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor

Reitz LL, Smith WH, Plumlee MP. 1987. A Simple Wet Oxidation Procedure for Biological Materials. West Lafayee: Animal Science Purdue University. Sediaoetama AD. 1993. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi di Indonesia.

Jakarta: Dian rakyat

Suhardjo, Kusharto CM. 1988. Prinsip Prinsip Ilmu Gizi. Bogor: Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor.

Ugbogu AE, Akubugwo IE, Obasi NA, Chinyere GC. 2008. Mineral and Phytochemical Contents in Leaves of Amaranthus hybridus L and Solanum Nigrum L. Subjected to Different Processing Methods. African Journal of Biochemistry vol.2(2), pp. 040-044

Wirakusumah ES. 2007. Kandungan Gizi Buah dan Sayuran. Jakarta: Penebar Swadaya.


(6)

RINGKASAN

ADRIAN. C34052493. Deskripsi Mikroskopis dan Kandungan Mineral Tanaman Kangkung Air (Ipomoea aquatica Forsk.) Dibimbing oleh AGOES MARDIONO JACOEB dan SRI PURWANINGSIH.

Kangkung merupakan salah satu jenis sayuran yang telah banyak dikenal oleh manusia terutama di kawasan Asia. Kangkung memiliki beberapa nama sebutan antara lain swap cabbage, water spinach, dan kangkong. Pengolahan tanaman kangkung air di Indonesia dilakukan dengan cara pengukusan, perebusan, maupun penumisan yang menghasilkan makanan berupa tumisan, lalapan, dan pecel. Mengingat pemanfaatan kangkung air sebagai bahan pangan sering digunakan secara pengukusan, maka perlu dilakukan kajian mengenai pengaruh pengukusan terhadap kandungan gizi tanaman, salah satunya mineral.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sifat mikroskopis jaringan tanaman kangkung air meliputi jaringan daun, batang, dan akar, mengetahui kandungan gizi tanaman kangkung air sebelum dan setelah proses pengukusan dan mengetahui pengaruh pengukusan terhadap kandungan mineral tanaman kangkung air.

Sifat mikroskopis jaringan tanaman kangkung air pada bagian batang berbentuk bulat dan terdapat banyak rongga udara, anatomi batang terdiri atas epidermis, parenkim sentral, xylem, floem, dan korteks. Daun berbentuk segitiga, memanjang, bentuk garis atau lanset, rata atau bergigi. Daun tersusun atas jaringan epidermis, palisade, bunga karang, epidermis bawah dan jaringan pengangkut. Anatomi akar terdiri atas rhizodermis, korteks, pembuluh angkut, parenkim sentral.

Komposisi kimia daun dan batang kangkung air segar memiliki kadar air (85,64 % dan 85,04 %), kadar abu (0,54 % dan 0,56 %), kadar lemak (0,21 % dan 0,19 %), kadar protein (3,10 % dan 3,23 %), dan kadar serat kasar (1,16 % dan 1,17 %). Selama proses pengukusan hanya kadar protein yang mengalami peningkatan komposisi kimia menjadi (4,04 % dan 4,13 %). Selainnya mengalami penurunan yang cukup signifikan.

Kandungan mineral makro yang terdapat pada daun dan batang kangkung air segar dan kukus adalah Kalsium (Ca) 42,00 mg/100g dan 47,00 mg/100g; Fosfor (P) 29,00 mg/100g dan 31,00 mg/100g, Magnesium (Mg) 10,373 mg/100g dan 21,956 mg/100g, Kalium (K) 247,00 mg/100g dan 217,00 mg/100g dan Natrium (Na) 56,00 mg/100g dan 48,00 mg/100g. Proses pengukusan yang dilakukan terhadap tanaman kangkung air menyebabkan kenaikan kandungan mineral makro pada kalsium, fosfor dan magnesium. Sedangkan proses pengukusan yang dilakukan terhadap tanaman kangkung air menyebabkan penurunan pada kalium dan natrium

Kandungan mineral mikro yang terdapat pada daun dan batang kangkung air segar dan kukus adalah Besi (Fe) 19,00 mg/100g dan 16,00 mg/100g, Seng (Zn) 1,1154 mg/100g dan 1,0905 mg/100g, dan Tembaga (Cu) 0,9420 mg/100g dan 0,9802 mg/100g. Proses pengukusan yang dilakukan terhadap tanaman kangkung air menyebabkan penurunan kandungan mineral mikro pada besi dan seng sedangkan pada tembaga mengalami peningkatan tidak signifikan. Perubahan tersebut disebabkan terjadinya berubahnya karakter fisik dari tanaman serta hilangnya kandungan air.