Laporan Praktikum Dan Umum 2014
LAPORAN
PRAKTIK UMUM EKOWISATA
PENGENALAN EKOSISTEM DAN EKOWISATA DI KAWASAN WISATA CIBODAS KAPUPATEN CIANJUR DANNU LESMANA ROBITAH ELDAROINI MEGA NAHDAWATI NURHIDAYAH PROGRAM KEAHLIAN EKOWISATA
PENGENALAN EKOSISTEM DAN EKOWISATA DI KAWASAN WISATA CIBODAS KABUPATEN CIANJUR
Oleh: Kelompok 2/ Grup A Dannu Lesmana
J3B113048
Robitah Eldaroini
J3B213052
Mega Nahdawati
J3B213058
Nurhidayah
J3B213061
Laporan Praktik Umum Ekowisata
Sebagai salah satu syarat untuk melaksanakan Praktik Pengelolaan Ekowisata
pada Program Keahlian Ekowisata Program Diploma Institut Pertanian Bogor
PROGRAM KEAHLIAN EKOWISATA
Judul Laporan : Pengenalan Ekosistem dan Ekowisata di Kawasan Wisata Cibodas Kabupaten Cianjur
Nama Mahasiswa/ NIM : Dannu Lesmana J3B113048
Robitah Eldaroini
J3B213051
Mega Nahdawati
J3B213058
Nurhidayah
J3B213061
Program Keahlian
: Ekowisata
Menyetujui,
Mengetahui, Menyetujui,
Bedi Mulyana, SHut, MPar, MoT Yun Yudiarti, S.Hut, M.Si Koordinator Program Keahlian
Dosen Pembimbing
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyusun laporan Praktek Umum Ekowisata (PUE) pada tahun 2013 yang berjudul “Pengenalan Ekosistem dan Ekowisata di Kawasan Wisata Cibodas Kabupaten Cianjur ”. Laporan ini merupakan rangkaian akhir dari Praktik Umum Ekowisata yang diselenggarakan selama 17 hari pada tanggal 9-27 Agustus 2014 di kawasan wisata Cibodas Kabupaten Cianjur yang meliputi kawasan Kebun Raya Cibodas, Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango, BUPER Mandalawangi, BUPER mandala Kitri, dan kawasan potensi wisata Lahan Agro.
Kegiatan ini merupakan syarat untuk dapat mengikuti Praktek Pengelolaan (PP) dan Praktek Kerja Lapangan Tugas Akhir (PKLTA). Penulis berusaha untuk mengenali, menggali dan mengoptimalkan potensi-potensi wisata yang terdapat di kawasan wisata Cibodas Kabupaten Cianjur untuk dapat dipergunakan dalam bidang ilmu ekowisata. Semoga dengan terselesaikannya laporan ini dapat menambah wawasan serta ilmu pengetahuan tentang ekosistem dan ekowisata di kawasan wisata Cibodas Kabupaten Cianjur.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya.
Bogor, 2014
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Dalam menyelesaikan laporan ini penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan tersebutdapat teratasi. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini:
1. Tuhan Yang Maha Esa yang berkat rahmat dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan dengan lancar.
2. Yun Yudiarti, S.Hut, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan masukan dalam penyelesaian dan penyempurnaan laporan ini.
3. Bedi Mulyana, S.Hut, MPar, MMCAP, selaku Ketua Program Keahlian Ekowisata Diploma IPB yang telah memberikan nasihat.
4. Wulan Sari Lestari, SP, MSi, selaku penanggung jawab Praktik Umum Ekowisata yang telah bertanggung jawab terhadap kegiatan ini.
5. Afrodita Indayana, A.Md selaku asisten praktikum selama penyusun melaksanakan Praktik Umum Ekowisata.
6. Pihak Institusi Diploma IPB yang telah meminjamkan alat penunjang kegiatan praktik umum ekowisata.
7. Orang tua yang telah memberikan banyak dukungan dan doa sehingga penulis lebih termotivasi dalam penyelesaian laporan ini.
8. Teman-teman yang telah bekerja sama dalam terselenggaranya kegiatan praktik umum ekowisata.
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara dengan segala keanekaragaman hayati dan non hayati yang tak terkira. Secara langsung maupun tidak, Indonesia merupakan negara yang kaya, seharusnya. Kekayaan hayati yang dimiliki Indonesia tersebut serta merta menciptakan potensi yang kaya akan sumberdaya yang kemudian dapat menciptakan obyek wisata kelas dunia.
Setiap potensi dan sumberdaya yang dimiliki oleh Indonesia sudah selayaknya dikelola dengan sebaik-baiknya. Hal ini dikarenakan potensi yang tidak diolah atau tidak dikelola dengan baik, bukan hanya membuat rugi negara, namun juga menyia- nyiakan kesempatan yang ada. Namun, pada setiap pengelolaan sumberdaya alam, harus dipastikan memiliki titik pengawasan inti di mata warga negara. Hal ini dikarenakan setiap pengelolaan memiliki dampak yang jika dibiarkan akan menjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan. Sebut saja kepunahan beberapa spesies, dan penumpukan sampah yang mengundang bencana lain yang lebih besar.
Suatu pengelolaan sumberdaya, dalam hal ini sumberdaya wisata, bisa dipastikan melangkah menuju kepada azas kelestarian. Hal ini dikarenakan ada upaya pengelola untuk mengusahakan kelestarian daripada sumberdaya tersebut karena baik secara langsung maupun tidak, keberlangsungan kawasan wisata yang dikelola oleh pihak pengelola sangat bergantung pada sumberdaya tersebut.
Begitupula dengan yang terjadi di Kawasan Wisata Cibodas. Kawasan Wisata Cibodas merupakan kawasan wisata yang di dalamnya terdapat obyek wisata Bumi Perkemahan Mandala Wangi dan Mandala Kitri, Curug Cibereum, Curug Ciwalen yang kesemuanya termasuk dalam Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, tak lupa Kebun Raya Cibodas yang tersohor juga termasuk ke dalam Kawasan Wisata Begitupula dengan yang terjadi di Kawasan Wisata Cibodas. Kawasan Wisata Cibodas merupakan kawasan wisata yang di dalamnya terdapat obyek wisata Bumi Perkemahan Mandala Wangi dan Mandala Kitri, Curug Cibereum, Curug Ciwalen yang kesemuanya termasuk dalam Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, tak lupa Kebun Raya Cibodas yang tersohor juga termasuk ke dalam Kawasan Wisata
Seperti yang telah dijelaskan pada paragraf sebelumnya, potensi dan sumberdaya yang ada didalam kawasan maupun obyek wisata harus dikelola dengan sebaik-baiknya. Seorang pengelola harus memiliki kemampuan dan profesional dalam bidangnya. Oleh karenanya, dibutuhkan pengenalan terhadap lingkungan pembentuknya. Pengenalan tersebut tidak hanya berkisar pada jenis jenis sumberdaya yang terdapat disana, namun juga bagaimana elemen elemen lain seperti proses dan interaksi ekologis serta potensi apa saja yang bisa dikembangkan di kawasan wisata yang dimaksud.
Atas dasar pemikiran tersebut diadakanlah sebuah kegiatan bertajuk
“Pengenalan Ekosistem dan Kawasan Ekowisata di Kawasan Wisata Cibodas
Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat” yang merupakan salah satu upaya Program Diploma Program Keahlian Ekowisata Institut Pertanian Bogor, untuk menghasilkan tenaga ahli dan profesional khususnya pada bidang pariwisata.
1.2 Tujuan Kegiatan “Pengenalan Ekosistem dan Kawasan Ekowisata di Kawasan
Wisata Cibodas Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat” merupakan kegiatan intrakulikuler di luar kampus yang khusus dilakukan untuk pengenalan sumberdaya ekowisata. Kegiatan ini memiliki beberapa tujuan khusus yaitu:
1. Mempelajari unsur abiotik ekosistem meliputi suhu udara, kelembaban dan
kualitas air
2. Mempelajari ekologi dan estetika tumbuhan
3. Mempelajari ekologi dan estetika satwa meliputi mamalia, burung, reptil, amfibi,
serta kupu-kupu dan serangga lainnya
4. Mempelajari sumberdaya ekowisata
1.3 Manfaat Kegiatan “Pengenalan Ekosistem dan Kawasan Ekowisata di Kawasan
Wisata Cibodas Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat” memiliki beberapa manfaat. Manfaat tersebut diantaranya adalah
1. Mengetahui informasi dan data terbaru mengenai kawasan ekowisata, khususnya
Kawasan Wisata Cibodas
2. Mengetahui sumberdaya wisata, fasilitas hingga potensi yang belum digali pada
Kawasan Wisata Cibodas
3. Menambah pengetahuan dan wawasan masyarakat sekitar mengenai Kawasan
Wisata Cibodas
II. KONDISI UMUM KAWASAN CIBODAS
2.1 Letak Kawasan Wisata Cibodas
Kawasan Wisata Cibodas merupakan sebuah kawasan wisata yang terletak di Desa Cimacan, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat. Kawasan Wisata Cibodas lebih tepatnya terletak di lereng Gunung Gede Pangrango, di Desa Rarahan, Cimacan, Cianjur, Jawa Barat. Topografi lapangannya bergelombang dan
berbukit-bukit dengan ketinggian 35 m-dpl dan memiliki suhu 17-27 o
C. Letak Kawasan Wisata Cibodas dapat dilihat pada Gambar 1.
Sumber: http://cibodas-itto.org, diunduh 2014
Gambar 1 Lokasi Kawasan Wisata Cibodas
2.2 Sejarah Kawasan Wisata Cibodas
Kebun Raya Cibodas (Cibodas Botanical Garden), terletak di Kompleks Hutan Gunung Gede Pangrango, Desa Cimacan, Pacet,Cianjur.Kebun ini didirikan pada tahun 1852 oleh Johannes Elias Teijsmann sebagai cabang dari Kebun Raya Bogor pada lokasi di kaki Gunung Gede. Dengan curah hujan 2.380 mm per tahun dan suhu rata-rata 18 derajat Celsius, kebun botani ini dikhususkan bagi koleksi tumbuhan dataran tinggi basah tropika, seperti berbagai tumbuhan runjung dan paku-
Cibodas di bawah Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor dalam Kedeputian Ilmu Pengetahuan Hayati Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Sampai saat ini, Kebun Raya Cibodas - LIPI memiliki 10.792 koleksi tanaman, 700 jenis koleksi bill, dan 4.852 koleksi herbarium. Koleksi tanaman di Kebun Raya Cibodas - LIPI terbagi menjadi dua koleksi, yaitu koleksi di kebun dan koleksi di rumah kaca. Koleksi tanaman di rumah kaca terdiri dari Anggrek (320 jenis), Kaktus (289 jenis) dan Sukulen (169 jenis), namun Anda juga dapat menemukan tumbuhan liar di dalam kebun. Sedangkan koleksi tanaman di kebun berjumlah 1.014 jenis, di antaranya tanaman khas dan menarik, seperti Pohon Kina (Cinchona pubescens Vahl) yang merupakan tanaman obat untuk mengobati penyakit malaria.
2.3 Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
2.3.1 Letak dan Luas Kawasan
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) merupakan salah satu taman nasional yang dimiliki oleh Indonesia. Taman Nasional Gunung Gede Pangrango berada di tiga Kabupaten, yaitu Bogor, Cianjur dan Sukabumi. uas kawasan TNGGP adalah 21.975 Ha.
Sumber: www.gede-pangrango.com diunduh 2014
Gambar 2 Peta Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Gambar 2 Peta Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
Antusiasme pengunjung salah satunya dikarenakan adanya objek wisata alam lain yang terletak di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango yaitu Puncak Gunung Gede Pangrango, Pusat Pendidikan Kawasan Konservasi Alam Bodogol, Air Terjun (Cibeureum dan Ciwalen), Telaga Biru, Air Panas, Dua Bumi Perkemahan (Mandala Wangi dan Mandala Kitri) dan Tiga Camping Ground (Bobojong, Barubolong, dan Pondok Halimun).
2.3.3 Kondisi Biotik
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango memiliki banyak sekali sumberdaya sekaligus potensi yang begitu melimpah terutama flora dan faunanya. Flora yang berada di taman nasional ini beragam namun mayoritas yang ditemukan di taman nasional ini adalah pohon rasamala (Altingia excelsa), puspa (Schima wallichii), dan saninten(Castanopsis javanica). Selain pohon, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango juga memiliki bermacam-macam vegetasi lain seperti baik itu dari jenis semai, pancang, tiang maupun tumbuhan bawah, seperti poh-pohan maupun begonia, sering terihat juga disepanjang jalan.
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango pula memiliki beberapa anggrek yang tumbuh didalam taman nasional dan terkadang di beberapa tempat di taman nasional ini tumbuh beberapa pohon atau tumbuhan yang bukan asli daerah sekitar taman nasional ini tumbuhan itulah yang diberi nama “alien spesies” Sedangkan fauna yang terdapat di taman nasional ini di antaranya babi hutan (Sus scrofa), elang, lutung, owa jawa (Hylobates moloch), jelarang, cinenen pisang, berencet kerdil, cerecet jawa, macan tutul (Panthera pardus), dan lainnya.
2.3.4 Pengelola
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango merupakan salah satu dari 50 taman
Pengelolaan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango terbagi menjadi tiga Seksi Konservasi Wilayah (SKW). Seksi Konservasi Wilayah (SKW) tersebut antara lain adalah, SKW I di Selabintana, SKW II di Bogor, SKW III di Cianjur. Selain itu, terdapat dan 13 Resort pengelolaan dengan tugas dan fungsi untuk melindungi dan mengamankan seluruh kawasan TNGP agar tetap lestari.
2.4 Kebun Raya Cibodas
2.4.1 Letak dan Luas Kawasan
Kebun Raya Cibodas merupakan salah satu dari Kebun Raya yang dimiliki oleh Bogor selain Kebun Raya Bogor. Kebun Raya Cibodas memiliki sumberdaya wisata yang memiliki nilai estetika tinggi, bahkan jika dibandingkan dengan Kebun Raya Bogor.
Kebun Raya Cibodas terletak di kaki Gunung Gede Pangrango. Secara administratif, terletak di Komplek Hutan Gunung Gede Pangrango, Desa Cimacan, Pacet, Cianjur. Sementara itu secara geografis, terletak pada ketinggian ±1300-1425 m-dpl dan memiliki luas 125 Ha.
Secara keseluruhan, Kebun Raya Cibodas memiliki 12.850 spesies flora yang juga merupakan potensi dan sumberdaya memiliki fungsi pada ekologi dan pendidikan. Potensi flora tersebut menjadikan KRC sebagai obyek wisata yang banyak dikunjungi pengunjung.
2.4.2 Sejarah Kawasan
Kebun Raya Cibodas didirikan pada tanggal 11 April 1852 oleh Johannes Ellias Teijsmann, seorang kurator Kebun Raya Bogor (KRB) pada waktu itu, dengan nama Bergtuin te Tjibodas (Kebun Pegunungan Cibodas). Pada awalnya dimaksudkan sebagai tempat aklimatisasi jenis-jenis tumbuhan asal luar negeri yang mempunyai nilai penting dan ekonomi yang tinggi, salah satunya adalah Pohon Kina (Cinchona calisaya).
Kebun Raya Cibodas berkembang menjadi bagian dari Kebun Raya Bogor dengan nama Cabang Balai Kebun Raya Cibodas. Mulai tahun 2003 status Kebun Raya Cibodas menjadi lebih mandiri sebagai Unit Pelaksana Teknis Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Cibodas di bawah Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor dalam kedeputian Ilmu Pengetahuan Hayati Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
2.4.3 Kondisi Fisik
Kebun Raya Cibodas (Cibodas Botanical Garden), terletak di Komplek Hutan Gunung Gede Pangrango, Desa Cimacan, Pacet, Cianjur. Topografi lapangannya bergelombang dan berbukit-bukit dengan ketinggian 1.275 mdpl. Kebun Raya Cibodas memiliki suhu rata rata 17 - 25 derajat Celcius, dengan kelembapan mencapai 90%. Curah hujan kawasan Kebun Raya Cibodas terbilang tinggi, mencapai angka 3380 mm per tahun.
Kawasan Kebun Raya Cibodas memiliki beberapa air terjun yang selalu ramai oleh pengunjung. Kebun Raya Cibodas memiliki sebuah jalan air beraspal dan beberapa tempat sejuk yang juga memiliki pemandangan langsung ke Gunung Gede Pangrango.
2.4.4 Kondisi Biotik
Kebun Raya Cibodas memiliki beraneka ragam vegetasi yang berasal dari
Kebun Raya Cibodas memilik koleksi tanaman yang terdiri dari Anggrek (243 jenis), Kaktus (119 jenis) dan Sukulen (103 jenis), namun selain tumbuhan koleksi dalam KRC juga dapat ditemukan tumbuhan liar.
Koleksi menarik lainnya yang dapat ditemukan di Kebun Raya Cibodas di antaranya berupa kina (Cinchona calisaya), cemara-cemara, kayu putih (Eucalyptus) (Gambar 5), bunga bangkai (Amorphophallus titanium), saninten (Castanopsis argentea ), rasamala (Altingia excelsa), anggrek kasut hijau (Paphiopedilum javanicum ), kaktus gentong emas (Echinocactus grossonii), sakura (Prunus cerasoides ) (Gambar 6), pohon taktus (Taxus sumatrana), dan lain-lain.
Suasana alami dan tersedianya banyak koleksi tanaman, menjadikan Kebun Raya Cibodas sebagai habitat beberapa fauna seperti, burung, baik yang secara umum mudah dijumpai, maupun yang jarang dijumpai. Beberapa jenis burung yang sering ditemui yaitu burung gereja erasia (Passer montanus), burung kutilang (Pygnonotus aurigaster), dan burung walet linchi (Collocalia linchi). Pada umumnya burung-burung di KRC dapat dijumpai di setiap kawasan, dikarenakan kawasan masih alami dan memiliki ekosistem yang cukup lengkap mulai dari ekosistem alami (sungai) sampai ekosistem buatan (kolam).
Selain memiliki beranekaragam burung, Kebun Raya Cibodas juga merupakan habitat bagi jenis primata seperti kera ekor panjang (Macaca fascicularis), lutung (Traachypitheus auratus).
2.4.5 Pengelola
Kebun Raya Cibodas merupakan sebuah kawasan yang dikelola oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Cibodas. Unit Pelaksana Teknis (UPT) tersebut, berada di bawah naungan Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor, dalam kedeputian Ilmu Pengetahuan Hayati Lembaga Ilmu Pegetahuan Indonesia (LIPI).
terletak tepat di sebelah bangunan Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dan berada pada ketinggian 10 mdpl. Secara administratif, Bumi Perkemahan Mandala Wangi terletak di Desa Rarahan, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur. Bumi perkemahan ini memiliki status sebagai hutan produksi dengan luas 39,5 Ha. Bumi Perkemahan yang memiliki fasilitas dan pengelolaan yang sangat baik ini termasuk wilayah pengelolaan RPH Pacet, BKPH Gede Tikur, KPH Cianjur.
2.5.2 Sejarah Kawasan
Nama Mandalawangi berasal dari peninggalan perkebunan teh milik Belanda yang sangat luas. Perkebunan teh tersebut berada di antara kaki Gunung Gede- Pangrango dan bernama Perkebunan Teh Mandalawangi. Informasi didapat dari masyarakat lokal yang mengetahui cerita berdasarkan turun temurun. Sejarah lain yang didapat dari masyarakat lokal yaitu awal mulanya nama Mandalawangi berasal dari nama sebuah Gunung Mandalawangi. Konon Gunung Mandalawangi ini merupakan gunung yang sangat besar yang berada di kawasan Taman Nasional Gunung Gede-Pangranngo namun Gunung Mandalawangi tersebut menghilang karena letusan besar.Terbentuklah suatu kawasan yang disebut mandalawangi yang lebih dikenal sebagai kawasan wisata oleh para wisatawan.
2.5.3 Kondisi Fisik
Bumi Perkemahan Mandala Wangi terletak pada ketinggian 10 mdpl dengan struktur topografi yang umumnya bergelombang dan berbukit. Bumi perkemahan ini
memiliki suhu udara rata-rata 17 o -25
C. Hal ini tentu dikarenakan letak dan lokasi Bumi Perkemahan Mandala Wangi yang berada di kaki Gunung Gede Pangrango. Curah hujan di Bumi Perkemahan yang juga memiliki sungai dan danau serta air terjun ini adalah 3500-4500 mm/tahun.
2.5.4 Kondisi Biotik
Vegetasi yang bisa ditemukan di kawasan ini antara lain adalah Puspa (Schima walichii ), Rasamala (Altingia excelsia), Saninten (Castanopsis argantea), Jamuju (Podocarpus imbricartus), Kaliandra, Filisium, Kondang, Salam, Mahoni, Cemara, Kurai, Beleketebe, Damar, Sengon, Flamboyan, Pulus, Ki Haji, Riung Anak, dan lainnya.
Tidak hanya beraneka vegetasi yang terdapat di Bumi Perkemahan Mandala Wangi, namun juga bermacam macam satwa. Satwa satwa tersebut antara lain adalah burung Gereja (Paser montanus), Walet (Collocalia linchi), Macan Tutul (Panthera pardus ), Babi Hutan (Sus scrofa), Tupai (Tupaia javanica), Owa jawa (Hylobates moloch ), Lutung (Traachypitheus auratus), Surili (Presbytis comata), Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), Macan tutul (Phantera pardus). Selain itu juga terdapat berbagai macam jenis serangga, amfibi, serta reptil lainnya.
2.5.5 Pengelola
Bumi Perkemahan Mandalawangi dikelola oleh Perum Perhutani. Sehubungan dengan adanya perluasan kawasan TNGP, BPMW saat ini termasuk ke dalam kawasan TNGP dan dikelola oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kabupaten Cianjur. Dalam pengelolaan kawasan sekitar 8 ha digunakan untuk area perkemahan dan selebihnya difungsikan untuk kawasan wisata dan rekreasi.
2.6 Bumi Perkemahan Mandala Kitri
2.6.1 Letak dan Luas Kawasan
Bumi Perkemahan Mandala Kitri (BPMK) terletak didalam Kawasan Wisata Cibodas dengan luas kawasan pengelolaan ±17 Ha.Secara administratif, lokasi Mandala Kitri berada di kecamatan Cipanas kebupaten Cianjur.Lokasi bumi perkemahan berada di dalam kawasan wisata Kebun Raya Cibodas, olehkarena itu lokasi Mandala Kitri ikut dijadikan kawasan wisata yaitu bumi perkemahan yang
2.6.2 Sejarah Kawasan
Bumi Perkemahan Mandala Kitri diresmikan hari Sabtu tanggal 20 Juni 1981 oleh Presiden Republik Indonesia Bapak Soeharto, selaku Ketua Majelis Pembimbing Nasional Gerakan Pramuka. Sejak bulan Pebruari tahun 2006 Bumi Perkemahan Mandala Kitri berubah nama dan status menjadi Mandala Kitri Scout Camp dengan status Otonom dan menjadi Badan Usaha Milik Kwartir Cabang Gerakan Pramuka Cianjur dan selanjutnya di sebut MKSC.
2.6.3 Kondisi Fisik
Tempat wisata ini terletak pada ketinggian 10 mdpl. Struktur topografi umumnya bergelombang dan berbukit. Curah hujan 3500 –4500 mm/tahun dengan suhu udara rata-rata 17 –25 ˚C. Suhu yang relatif rendah menjadi ciri khas kawasan Mandala Kitri karena terletak di kaki gunung. Terdapat sungai yang mengalir dari TNGGP yang menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat sekitar Kawasan Wisata Cibodas. Terdapat kolam yang dijadikan sebagai sumber pengairan dan habitat satwa seperti katak, dan ikan. Kolam tersebut digunakan oleh pengunjung untuk kegiatan MCK dan juga kegiatan outbound.
BUPER Mandala Kitri pada saat ini memiliki keadaan kondisi fisik yang kurang baik pada segi sarana dan prasarana. Keadaan tersebut kurang mendukung aktivitas dari pengunjung yang datang ke kawasan tersebut. Jika dilihat dari sisi lain kondisi BUPER Mandala Kitri memiliki suhu udara yang dingin dan lapangan yang cukup luas sehingga masih bisa menarik pengunjung untuk melakukan kegiatan perkemahan.
2.6.4 Kondisi Biotik
BPMK memiliki beberapa jenis tumbuhan yang tumbuh dan mendominasi di kawasan tersebut seperti jenis petai cina, Eucalyptus sp, serta pinus dan cemara. Banyak ditemui tanaman herba dan semak seperti tanaman terompet, dan arbei.
2.6.5 Pengelola
Kawasan BPMK dikelola oleh Gerakan Pramuka Kwartir Cabang Cianjur. Sehubungan dengan kawasannya yang terdapat di dalam Kawasan Wisata Cibodas, maka pihak pengelola bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur terutama dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata.
2.7 Kawasan Agro Cibodas
2.7.1 Letak dan Luas Kawasan
Kawasan Agro merupakan kawasan yang bukan merupakan obyek wisata akan tetapi memiliki potensi-potensi untuk dijadikan sebagai obyek wisata. Kawasan ini merupakan lahan masyarakat yang digunakan untuk menanam berbagai macam tanaman agro. Suhu rata-rata pada Kawasan Agro yaitu 18-25 ˚C, suhu yang ideal untuk menanam sayur dan buah. Sebagian besar masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan agro berprofesi sebagai petani. Kawasan yang dijadikan lahan pertanian merupakan kawasan perbukitan yang terdapat di Kawasan Wisata Mandalawangi. Hasil pertanian berupa sayur-sayuran, tanaman hias, dan buah-buahan. Kawasan ini berpotensi untuk dijadikan tempat wisata karena memiliki nilai tambah berupa pengelolaan lahan pertanian yang ditanami beragam tanaman pertanian serta tanaman hias. Potensi yang terdapat di kawasan agro dapat dijadikan sebagai daya tarik pengunjung untuk melakukan kegiatan wisata. Terdapat sungai yang mengelilingi kawasan yang digunakan sebagai sumber kebutuhan air oleh masyarakat sekitar. Sungai memiliki karakteristik berausr deras dengan lebar 2 meter dan didominasi oleh bebatuan. Sungai ini dijadikan oleh masyarakat sekitar Kawasan Agro sebagai irigasi dan keperluan sehari-hari.
2.8 Aksesibilitas
Taman Nasional Gede-Pangrango, selanjutnya tinggal berjalan kaki menuju Kebun Raya Cibodas.
Kawasan Wisata Cibodas ini dapat dicapai dengan kendaraan roda 4 dan roda 6 dengan jarak tempuh 25 km dari Cianjur, 85 km dari Bandung dan sekitar 95 km dari Jakarta dengan kondisi jalan beraspal. Apabila dari Ciawi pengunjung dapat menggunakan kendaraan umum bus dan mobil L300 yang akan menuju Puncak. Tarif menggunakan bus yaitu sekitar Rp.7000,- dan Rp.10000,- apabila menggunakan L300. Pengunjung dapat turun di pertigaan Cibodas dan berganti kendaraan umum dengan angkot berwarna kuning jurusan Cibodas dengan tarif Rp.2000,-. Sebelum memasuki kawasan wisata Cibodas pengunjung akan melewati gerbang kuning milik Pemerintah Kabupaten Cianjur dan membayar retribusi.
2.9 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
Sebagian besar masyarakat sekitar Kawasan Wisata Cibodas bermata pencaharian sebagai pedagang, petani, dan Jasa. Masyarakat lokal ada yang berdagang pakaian, asesoris, kerajinan, hasil kebun dan makanan serta hewan peliharaan seperti kelinci, marmut dan hamster. Sebagai petani masyarakat sekitar menjual bunga hiasan seperti kaktus dan bonsai sebagai sumber ekonomi masyarakat lokal.Masyarakat lokal banyak yang menawarkan jasa sebagai mata pencahariannya seperti menyewakan villa, home stay, menyewakan kuda, dan tikar atau plastik untuk berpiknik disekitar kawasan cibodas.
III. METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Kegiatan Praktik Umum Ekowisata 2014 dilaksanakan selama 18 hari, terhitung dari tanggal 9 Agustus 2014 sampai 27 Agustus 2014. Waktu pelaksanaan praktikum terbagi menjadi tiga shif yaitu pada pagi hari dari pukul 08.00 – 12.00 WIB, siang hari 13.00 – 17.00 WIB, dan malam hari untuk pengamatan herpet fauna pada pukul 19.00 – 23.00 WIB. Adapun beberapa tempat yang dijadikan lokasi praktikum yaitu Resort Mandalawangi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP), Kebun Raya Cibodas (KRC), Mandala Kitri Scout Camp (MKSC), Bumi Perkemahan Mandalawangi dan Kawasan Agrowisata Cibodas.
3.2 Alat dan Bahan
Pelaksanaan kegiatan Praktik Umum Ekowisata menggunakan beberapa alat dan bahan. Alat dan bahan tersebut digunakan untuk menunjang kegiatan selama praktikum berlangsung dan untuk kepentingan rekapitulasi data.
Tabel 1 Alat dan Bahan No.
- Mengukur suhu udara dan kelembaban udara ekosistem meliputi suhu udara,
1. Mempelajari unsur abiotik
- Temometer
- Menghitung kecepatan arus pada sungai dan kelembaban udara dan kualitas air
- Stopwatch
- Secchidisk
durasi dalam pengukuran suhu
- Meteran
- Mengetahui kecerahan air
- Kertas lakmus
- Mengetahui kedalaman, lebar dan lebar badan
- Botol bekas air sungai atau kolam mineral
- Mengukur pH air
- Kamera
- Mengetahui kecepatan arus - Mengambil gambar saat praktikum
2. Mempelajari ekologi dan estetika
- Kompas
- Penunjuk arah
tumbuhan
- Meteran
- Mengetahui diameter pohon
- Tali rafia
- Membuat plot
- Kertas
- Membuat profil pohon
milimeter blok
- Mengambil gambar tumbuhan
- Kamera
No. Tujuan
Alat
Kegunaan
- Binokuler - Guidefield - GPS
4. Mempelajari sumberdaya
- Mengambil gambar setiap sumberdaya yang ekowisata
- Kamera
- Alat tulis
ditemukan - Mencatat sumberdaya yang ada
5. Mempelajari fasilitas ekowisata
- Kamera
- Mengambil gambar setiap fasilitas yang
- Alat tulis
ditemukan - Mencatat fasilitas yang ada
- Acuan untuk mewawancarai pengunjung wisatawan
6. Mempelajari pengunjung atau
- Kuesioner
- Alat tulis
- Mencatat hasil wawancara
- Mengambil gambar pada saat wawancara 7. Mempelajari sosial ekonomi dan
- Kamera
- Acuan untuk mewawancarai pengunjung budaya masyarakat meliputi
- Kuesioner
- Mencatat hasil wawancara pelaku bisnis wisata dan sosial
- Alat tulis
- Mengambil gambar pada saat wawancara budaya masyarakat sekitar kawasan
- Kamera
Sumber : Analisis Kelompok 2, 2014
3.3 Data dan Informasi
3.3.1 Unsur Abiotik Ekosistem
Unsur abiotik adalah unsur yang tidak hidup akan tetapi tanpa keberadaan unsur abiotik, suatu ekosistem tidak akan ada kehidupan di dalamnya. Unsur abiotik merupakan penyeimbang dari unsur biotik. Beberapa unsur abiotik yang ada di alam yaitu suhu dan kelembaban udara, air, dan lain sebagainya. Pada kegiatan praktikum atau saat pengambilan data berupa unsur abiotik mengambil beberapa informasi yaitu pengukuran suhu dan kelembaban pada lima tempat yang telah ditentukan dimana pengambilan data tersebut dilakukan tiga kali setiap harinya selama 17 hari. Selain pengambilan data suhu dan kelembaban adapula pengambilan data kualitas air dimana data yang diambil berupa lebar sungai atau kolam, lebar badan sungai atau kolam, kedalaman, kecerahan, kecepatan arus, suhu air, pH air, suhu udara dan kelembaban udara.
3.3.2 Ekologi dan Estetika Tumbuhan
Ekologi merupakan ilmu yang mempelajari interaksi antara organisme dengan Ekologi merupakan ilmu yang mempelajari interaksi antara organisme dengan
Kegiatan praktikum mengenai ekologi dan estetika tumbuhan mengambil data berupa tiga aspek yaitu estetika tumbuhan, analisis vegetasi dan profil pohon. Kegiatan praktikum estetika tumbuhan mendapat beberapa informasi yaitu jenis ataua spesies tumbuhan apa dan apa saja nilai keindahannya. Sedangkan analisis vegetasi yaitu termasuk spesies apa dan berapa nilai INP (Indeks Nilai Penting). Pada profil pohon dapat diketahui apa saja jenis pohon yang ditemukan yang diukur tinggi, diameter dan bagaimana bentuk tajuknya.
3.3.3 Ekologi dan Estetika Satwa
Jenis pengambilan data satwa dalam identifikasi penilaian keindahan yang djumpai terhadap satwa yang dijadikan obyek identifikasi selama kegiatan lapangan. Metode yang digunakan dalam pengamatan estetika yaitu transek garis lurus. Transek garis lurus dilakukan dengan pencatatan terhadap jenis satwa yang dijumpai selama kegiatan identifikasi berlangsung. Pengambilan data kenidahan satwa meliputi warna, suara dan bentuk tubuh. Tujuan pengambilan data satwa dapat dijadikan sebagai daya tarik atau atraksi wisata yang dapat menarik minat pengunjung oleh satwa yang dijumpai di suatu destinasi wisata.
3.3.4 Sumberdaya Ekowisata
Sumberdaya ekowisata adalah segala sesuatu hal yang pada nantinya dapat menjadi sebuah daya tarik bagi keberlangsungan kegiatan wisata. Kegiatan pengambilan data mengenai sumberdaya ekowisata diklasifikasikan menjadi lima lokasi pengambilan data. Lima lokasi yang dimaksud adalah Kebun Raya Cibodas, Bumi Perkemahan Mandalawangi, Bumi Perkemahan Mandala Kitri, Kawasan Agro Wisata, Resort Mandalawangi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
Kegiatan pengambilan data mengenai sumberdaya ekowisata ini difokuskan
3.3.5 Fasilitas Wisata
Fasilitas Wisata yang didata bertujuan untuk mengetahui jumlah maupun kondisi fasilitas yang berada di lokasi. Metode yang dilakukan dalam pengambilan data fasilitas wisata ini dilakukan dengan beberapa cara seperti observasi fasilitas secara langsung, wawancara dan studi literatur. Data fasilitas wisata didapatkan dari lima lokasi wisata di Kawasan Cibodas yang menjadi tujuan observasi yaitu Resort Mandalawangi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Kebun Raya Cibodas, Bumi Perkemahan Mandala Kitri dan Kawasan Agrowisata. Data yang diambil terkait fasilitas wisata di Kawasan Cibodas adalah sarana dan prasarana yang berada di masing-masing lima destinasi wisata Kawasan Cibodas. Wawancara ditujukan bagi pengelola masing-masing destinasi wisata untuk mengetahui data faslitas yang diambil mengenai nama fasilitas, jumlah, kondisi kelayakan dan deskripsi fasilitas. Data yang didapatkan bertujuan untuk mengetahui, memberi informasi kepada pengunjung mengenai fasilitas di masing-masing lima destinasi wisata yang mampu mendukung kegiatan pengunjung dalam kegiatan berwisata.
3.3.6 Pengunjung
Pengambilan data dalam observasi pengunjung di masing-masing kawasan wisata Cibodas dilakukan dengan metode wawancara baik wawancara secara verbal maupun mengisi kuisioner. Data yang diambil meliputi karakteristik responden, motivasi dan aktivitas responden. Lokasi pengambilan data pengunjung diakukan di lima lokasi yaitu Resort Mandalawangi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Kebun Raya Cibodas, Bumi Perkemahan Mandalawangi, Bumi Perkemahan Mandala Kitri dan luar kawasan wisata Cibodas. Tujuan pengambilan data pengunjung adalah mengetahui karakter pengunjung yang datang ke Kawasan Cibodas, alasan kedatangan pengunjung ke Kawasan Cibodas, kemudian aktivitas yang dilakukan pengunjung di lokasi Kawasan Cibodas dengan memberikan nilai Pengambilan data dalam observasi pengunjung di masing-masing kawasan wisata Cibodas dilakukan dengan metode wawancara baik wawancara secara verbal maupun mengisi kuisioner. Data yang diambil meliputi karakteristik responden, motivasi dan aktivitas responden. Lokasi pengambilan data pengunjung diakukan di lima lokasi yaitu Resort Mandalawangi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Kebun Raya Cibodas, Bumi Perkemahan Mandalawangi, Bumi Perkemahan Mandala Kitri dan luar kawasan wisata Cibodas. Tujuan pengambilan data pengunjung adalah mengetahui karakter pengunjung yang datang ke Kawasan Cibodas, alasan kedatangan pengunjung ke Kawasan Cibodas, kemudian aktivitas yang dilakukan pengunjung di lokasi Kawasan Cibodas dengan memberikan nilai
3.4 Analisis Data
3.4.1 Ekologi dan Estetika Tumbuhan
Analisa vegetasi yaitu suatu teknik megumpulkan data mengenai keanekaragaman jenis tumbuhan. Vegetasi yaitu metode yang digunakan adalah jalur garis berpetak secara berselang-seling pada lokasi pengamatan yaitu di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dengan jumlah plot yaitu 5 plot. Data pada praktik ini meliputi tumbuhan bawah yang diambil pada petak berukuran 2x2 m, semai 2x2 m, pancang 5x5 m, tiang 10x10 m, pohon 20x20 m serta epifit, liana dan parasite 20x20 m. Berikut ini sketsa metode jalur garis berpetak yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 4.
Sumber : Analisis Kelompok 2, 2014
Gambar 4 Sketsa Metode Box Plot
Keterangan: Keterangan:
1. Kerapatan Jenis
Jumlah individu
Luas seluruh petak (ukuran plot / 10000 x 5)
2. Kerapatan Relatif
Kerapatan suatu jenis Kerapatan seluruh jenis X 100
3. Frekuensi
Jumlah petak ditemukan Jumlah seluruh petak pengamatan
4. Frekuensi Relatif
Frekuensi suatu jenis Frekuensi seluruh jenis X 100
Untuk tingkat tiang dan pohon dihitung nilai dominansi dan dominansi relatifnya. Penghitungan nilai dominasi dan dominasi relatif dilakukan dengan menggunakan rumus berikut :
1. Dominasi (D)
= Basal area suatu jenis X 100%
Luas seluruh petak
2. Dominasi Relatif (DR)
= Dominasi suatu jenis X 100%
Dominasi seluruh jenis
Penghitungan nilai INP untuk tingkat tiang dan pohon berbeda dengan penghitungan untuk tumbuhan bawah, semai, tiang dan pancang. Penghitungan nilai INP dilakukan dengan menggunakan rumus berikut :
1. INP = KR + FR + DR ( untuk tingkat tiang dan pohon)
3.4.2 Ekologi dan Estetika Satwa
Pengambilan data ekologi dan estetika satwa yaitu dengan mengamati satwa pada tempat yang telah ditentukan. Tekniknya pun ada dua yaitu pengamatan atau penemuan satwa secara langsung ataupun tidak, maksud dari penemuan secara langsung yaitu melihat satwanya secara langsung sedangkan secara tidak langsung yaitu dapat melalui suara dan penemuan jejak atau kotoran dari satwa tersebut. Setelah pengamatan dan dicatat ciri-ciri fisik dari data tersebut kemudian diidentifikasi dengan menggunakan fieldguide untuk lebih jelasnya. Pada estetika satwa, satwa tersebut diberi penilaian dengan menggunakan.
3.4.3 Sumberdaya Ekowisata
Pengambilan data sumberdaya ekowisata diklasifikasikan menjadi dua titik fokus, yaitu alami dan buatan. Hal ini dikarenakan, pada setiap lokasi wisata, dipastikan memiliki dua jenis sumberdaya ekowisata tersebut. Pengambilan data juga memiliki fokus untuk melihat bagaimana keadaan dari sumberdaya ekowisata yang ditemukan, berapa jenisnya, dan seberapa besar potensi yang bisa ditimbulkan oleh suatu sumberdaya ekowisata. Hal ini turut mengacu kepada kepentingan ekowisata yang merujuk kepada permintaan wisatawan terhadap sebuah daya tarik dalam suatu wilayah.
Data sumberdaya ekowisata juga memiliki fokus penilaian. Penilain yang dimaksud adalah seberapa layak dan besarkah potensi dari suatu sumberdaya dalam sebuah kegiatan ekowisata. Ada beberapa penilaian potensi unggulan meliputi tujuh indikator (Avenzora 2008) meliputi keunikan, kelangkaan, keindahan, seasonalitas, sensitifita, fungsi sosial, dan aksesibilitas, lima aspek pertama (keunikan, kelangkaan, keindahan, seasonalitas, sensitifitas ) merupakan aspek penting dalam ranah kepariwisataan, sedangkan dua aspek terkahir merupakan aspek penting dalam ranah suistanable development.
kelola, tentu saja hal ini memberikan persepsi dan penilaian yang berbeda dengan penilaian pengunjung yang notabenenya menilai suatu sumberdaya ekowisata berdasarkan apa yang ditangkap secara visual.
3.4.4 Fasilitas Wisata
Pengambilan data fasilitas wisata dimaksudkan ntuk menginventarisasi sesuatu hal yang menjadi sarana bagi wisatawan untuk membantu dalam kegiatan ekowisata. Pengambilan data juga memiliki fokus untuk melihat bagaimana keadaan dari sumberdaya ekowisata yang ditemukan, berapa jenisnya, dan seberapa besar potensi yang bisa ditimbulkan oleh suatu sumberdaya ekowisata. Hal ini turut mengacu kepada kepentingan ekowisata yang merujuk kepada permintaan wisatawan terhadap sebuah sarana pendukung dalam suatu wilayah.
Data fasilitas wisata juga memiliki fokus penilaian. Penilaian yang dimaksud adalah seberapa layak dan besarkah potensi dari suatu sumberdaya dalam sebuah kegiatan ekowisata. Ada beberapa penilaian potensi unggulan meliputi tujuh indikator (Avenzora 2008) meliputi keunikan, kelangkaan, keindahan, seasonalitas, sensitifita, fungsi sosial, dan aksesibilitas, lima aspek pertama (keunikan, kelangkaan, keindahan, seasonalitas, sensitifitas ) merupakan aspek penting dalam ranah kepariwisataan, sedangkan dua aspek terkahir merupakan aspek penting dalam ranah suistanable development.
Sementara itu, penilaian mengenai obyek unggulan di Kawasan dilakukan dengan klasifikasi penilaian pengunjung dan penilaian asesor. Hal ini dikarenakan, terdapat berbagai perbedaan yang cukup signifikan dari segi pengunjung dan asesor. Seperti yang diketahui bersama bahwa asesor adalah pihak pengelola yang benar benar mengetahui sumberdaya ekowisata di kawasan yang dia kelola, tentu saja hal ini memberikan persepsi dan penilaian yang berbeda dengan penilaian pengunjung yang notabenenya menilai suatu sumberdaya ekowisata berdasarkan apa yang
IV. UNSUR ABIOTIK EKOSISTEM
4.1 Suhu Udara
Konsep suhu atau temperatur berasal dari rasa panas dan dingin yang dialami oleh indera peraba manusia. Suhu adalah besaran yang menyatakan perbandingan derajat panas suatu zat. Zat yang memiliki suhu lebih tinggi adalah zat yang lebih panas dibandingkan zat lainnya. Kelembapan adalah tingkat kebasahan udara. Kelembapan juga bisa dikatakan sebagai jumlah dan konsentrasi uap air udara (atmosfer).
Data suhu dan kelembapan udara diukur secara langsung menggunakan termometer air raksa. Suhu diukur dengan ulangan sebanyak tiga kali dengan interval setiap ulangan yaitu 5-10 menit. Perlu diperhatikan bahwa pengukuran data suhu didapatkan dengan menggunakan termometer bola kering, sementara untuk pengukuran kelembapan dilakukan dengan menggunakan termometer bola basah, bola kering dan tabel angka kelembapan.
Pengambilan data suhu dan kelembapan pada beberapa destinasi wisata yang dinaungi oleh Kawasan Wisata Cibodas dilakukan di Resort Mandalawangi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Bumi Perkemahan Mandala Kitri, Camp Mandala Kitri, Kebun Raya Cibodas, dan Kawasan Agrowisata. Secara umum, hasil
pengukuran suhu yang didapat berkisar antara 18 o C sampai 23
C. Namun ada beberapa hasil pengukuran suhu yang menunjukkan angka dibawah 18 o
C, hal ini dikarenakan adanya faktor lain yang turut mempengaruhi, seperti halnya mendung dan hujan.
Suhu diukur tiga kali yaitu pada pagi, siang dan sore hari. Pengukuran suhu dilakukan dengan dua termometer yaitu termometer bola basah dan kering. Pengukuran suhu dilakukan untuk mengetahui suhu dan kelembaban rata-rata yang
o C u h 15
pagi su
siang 10 sore
hari ke-
Sumber: Analisi Grup A, 2014
Gambar 5 Rata rata suhu di lima lokasi
Sebagaimana grafik mengenai data pengukuran suhu ini dilakukan di lima lokasi yaitu TNGGP, KRC, BUPER Mandala Kitri, Camp Mandalawangi dan Kawasan Agrowisata didapatkan hasil bahwa rekapitulasi rerata pengukuran suhu dari kelima lokasi pada waktu pagi hari adalah didapatkan nilai suhu minimum
sekitar 10,94 o C dan nilai suhu maksimal di pagi hari adalah 19,5
C. Hal ini dikarenakan, suasana pagi hari adalah suasana dimana tumbuhan mengeluarkan oksigen secara maksimal. Pagi hari juga merupakan sebuah kondisi sunyi dan kurang memiliki berbagai aktivitas yang menyebabkan perubahan suhu yang berarti. Aktivitas kendaraan bermotor juga masih minim. Kondisi segar itulah yang menyebabkan suhu pagi hari kelima lokasi di kawasan wisata cibodas cukup rendah.
Sementara itu, rekapitulasi data rerata suhu di siang hari pada lima kawasan di
sekitar cibodas terpaku pada angka 19,34 o C sampai 23,93
C. Hal ini dikarenakan matahari yang sudah mulai naik dan matahari mulai mengeluarkan panas secara maksimal. Namun sinar matahari yang terik tersebut masih mampu dihalau oleh beragam vegetasi yang berada di sepanjang jalan kawasan wisata cibodas. Oleh C. Hal ini dikarenakan matahari yang sudah mulai naik dan matahari mulai mengeluarkan panas secara maksimal. Namun sinar matahari yang terik tersebut masih mampu dihalau oleh beragam vegetasi yang berada di sepanjang jalan kawasan wisata cibodas. Oleh
Hasil rekapitulasi rata-rata suasana sore hari di lima lokasi kawasan wisata Cibodas berada pada nilai suhu minimum sebesar 19,492 dan nilai suhu maksimal
sebesar 23,93 o
C. Hal ini dipengaruhi oleh terik matahari yang sudah mulai turun. Aktivitas manusia yang mempengaruhi kenaikan suhu juga terbilang masih banyak (kendaraan bermotor, dll) namun secara umum, suasana sore hari kawasan wisata cibodas cenderung rendah.
4.2 Kelembaban udara
Mengetahui mengenai kelembaban di suatu lokasi maka hendaknya mengetahui selisih antara dua suhu. Pengukuran suhu untuk mengetahui kelembaban menggunakan metode bola kering dan bola basah. Berikut data mnegenai kelembaban yang dapat dirasakan yang tersaji dalam bentuk grafik.
pagi b
40 siang elem k 30
hari ke-
Sumber: Analisis Data grup A, 2014
Gambar 6 Rata Rata Kelembapan di Lima Lokasi
Sebagaimana grafik mengenai data pengukuran kelembaban udara ini
Sementara itu, untuk kelembaban pada siang hari didapatkan hasil rerataan sebesar 59,392 % sampai 89,72%. Hal ini dikarenakan kawasan ini masih memiliki kelembaban yang cukup tinggi dan memiliki suasana yang sejuk. Walaupun dalam keadaan siang namun kelembabannya cukup tinggi.
Hasil rekapitulasi rata-rata suasana sore hari di lima lokasi kawasan wisata Cibodas sekitar 63,914 % sampai 91,46% menunjukan bahwa suasana di lima lokasi ini cukup lembab dengan suasana sejuk yang menyelimutinya.
4.3 Kualitas Perairan
Air merupakan komponen abiotik yang memengaruhi distribusi organisme. Kegunan air selain sebagai metabolisme tubuh, air juga sebagai distribusi kehidupan, seperti sumur dan sungai untuk kehidupan. Distribusi air harus dilihat kualitas perairan karena berkaitan dengan kesehatan. Kualitas air diukur berdasarkan fisik air seperti sungai yang menggunakan pengukuran data fisik.
Pengukuran mengenai komponen abiotik air dilakukan di sungai, Resort Mandalawangi, TNGGP. Pengukuran mencangkup lebar, suhu, kedalaman, kecerahan, dan pH. Berikut data abiotik yang tersaji dalam Tabel 1 dan untuk lebih jelas terdapat pada lampiran.
Tabel 2 Pengukuran Data Fisik Sungai di BUPER Mandalawangi dan Kolam di BUPER Mandala Kitri.
No Data Rerata di Lokasi
Bumi Perkemahan
Bumi Perkemahan
Mandalawangi 1. Lebar sungai (meter)
Mandala Kitri
26,3 2. Lebar badan sungai (meter)
26,3 3. Kedalaman (meter)
24,11% 5. Kecepatan Arus (meter/detik)
- 6. Suhu Air ( o C)
18 19,67 7. pH air
6 5,33 8. Suhu Udara ( o C)
22,33 9. o Termometer Bola Basah ( C)
Gambar 7 Sketsa posisi Pengukuran abiotik di sungai BUPER Mandalawangi
Gambar 8 Sketsa posisi Pengukuran Abiotik di sungai BUPER Mandala Kitri
4.4 Pembahasan
Berdasarkan data yang tersaji dalam bentuk tally sheet, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pH air yang yang berasal dari sungai di Buper. Mandalawangi adalah 6. Selain itu kedalaman rata-rata untuk setiap plot yang diidentifikasi adalah 0,4 m untuk plot pertama, 0,37 m untuk plot kedua, dan 0,6 m untuk plot ketiga.
kecerahan yang sekitar 50 persen dapat saja terjadi pada daerah yang cenderung dataran tinggi (hulu).
Kecepatan arus yang diukur pada kegiatan pengukuran abiotik dilakukan menggunakan metode plot. Metode tersebut dilakukan karena sungai yang diukur terbilang berbatu dan memungkinkan botol plastik yang digunakan sebagai pelampung tersangkut. Plot yang dibuat memiliki jarak 5 meter, sehingga diperlukan empat individu sebagai ciri telah melewati plot. Saat pelampung melewati ciri plot (Anggota Grup) maka timer akan menghentikan waktu dan mencatatnya. Dilakukan hal yang sama sampai jarak 20 meter. Setelah mendapatkan data pada setiap plot maka data akan dijumlah dan dicari rata-rata waktu yang diperoleh. Sehingga rata- rata tersebut menjadi hasil bagi kecepatan di sungai tersebut untuk setiap plotnya. Berdasarkan data yang terdapat di dalam tabel kualitas air di sungai Buper Mandalawangi dapat disimpulkan bahwa kecepatan arus yang didapat dari hasil rata- rata waktu per plot adalah 0,53 meter/detik, kecepatan arus pada lokasi kedua adalah 0,62 meter/detik. sedangkan kecepatan arus pada lokasi ketiga adalah 0,60 meter/detik.
Pengukuran lebar sungai dan lebar badan sungai pada lokasi praktikum sungai Buper. Mandalawangi dilakukan pada tiga lokasi. Pertama lokasi dekat camping ground dengan lebar sungai sebesar 7 meter dan lebar badan sungai sebesar 8,7 meter. Lokasi kedua adalah sungai dekat jembatan kayu yang memiliki lebar sungai sebesar 6,48 meter dan lebar badan sungai sebesar 8,4 meter. Sedangkan lokasi ketiga adalah sungai yang terletak setelah terowongan dinosaurus dengan lebar sungai sebesar 4,2 meter dan lebar badan sungai sebesar 8,12 meter.
Berdasarkan data yang tersaji dalam bentuk tally sheet, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pH air yang yang berasal dari kolam Buper. Mandala Kitri adalah 5,33 namun air kolam ini tidak dapat diminum karena sudah banyaknya sampah yang tergenang di kolam, dari sampah yang tergenang pada kolam dapat meningkatkan Berdasarkan data yang tersaji dalam bentuk tally sheet, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pH air yang yang berasal dari kolam Buper. Mandala Kitri adalah 5,33 namun air kolam ini tidak dapat diminum karena sudah banyaknya sampah yang tergenang di kolam, dari sampah yang tergenang pada kolam dapat meningkatkan
Kecepatan arus pada kolam buatan di Buper Mandala kitri tidak dapat diukur pada kegiatan pengukuran abiotik. Hal ini dikarenakan kolam merupakan tampungan air dan tidak berarus seperti halnya sungai. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kolam Buper Mandala Kitri memiliki kecepatan arus 0 meter/detik pada keseluruhan plot.
Pengukuran lebar kolam (lebar badan air kolam sama dengan lebar kolam) pada lokasi praktikum sungai Buper. Mandala Kitri dilakukan pada tiga lokasi. Pertama lokasi dekat mushalla dengan lebar kolam sebesar 33 meter. Lokasi kedua adalah dekat jembatan yang memiliki lebar sungai sebesar 27 meter. Sedangkan lokasi ketiga adalah yang terletak wahana flying fox dengan lebar kolam sebesar 19 meter.
V. EKOLOGI DAN ESTETIKA TUMBUHAN
5.1 Kondisi Ekosistem Tumbuhan Secara Umum