Latar Belakang Tindak Pidana Bersyarat pada Pelaku Kecelakaan Lalu Lintas yang dilakukan oleh Anak Dalam Praktik (Studi Putusan Nomor: 217/Pid.Sus/2014/PT.Bdg)

BAB I PENDAHULUAN

B. Latar Belakang

Kejahatan merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia di dunia. Segala aktifitas manusia baik politik, sosial dan ekonomi, dapat menjadi kausa kejahatan. Sehingga keberadaan kejahatan tidak perlu disesali, tapi harus selalu dicari upaya bagaimana menanganinya. Berusaha menekan kualitas dan kuantitasnya serendah mungkin, maksimal sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Upaya untuk menanggulangi kejahatan, yang dikenal dengan politik kriminal criminal policy menurut G Peter Hoinagels dapat dilakukan dengan: 1. Penerapan hukum pidana criminal law aplication 2. Pencegahan tanpa pidana prevention without punishment 3. Mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat mass media influencing views of society on crime and punishmentmass media. 1 Penanggulangan kejahatan secara garis besar dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu upaya penal hukum Pidana dan non penal di luar hukum Pidana. Upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur penal, lebih menitik beratkan pada sifat represif merupakan tindakan yang diambil setelah kejahatan terjadi. Sebaliknya upaya non penal menitik beratkan pada sifat prepentif menciptakan 1 Syafruddin, “Pidana Ganti Rugi : Alternatif Pemidanaan Di Masa Depan Dalam Penanggulangan Kejahatan Tertentu”, http:library.usu.ac.iddownloadfhpidana- syafruddin4.pdf, Diakses tanggal 20 April 2015. 1 Universitas Sumatera Utara kebijaksanaan sebelum terjadinya tindak pidana. 2 Penanggulangan kejahatan melalui hukum Pidana, merupakan kegiatan yang didahului dengan penentuan tindak pidana kriminalisasi dan penentuan sanksi yang dapat dibebankan pada pelaku tindak pidana pelaku kejahatan dan pelanggaran. Sanksi dalam hukum pidana merupakan suatu derita yang harus diterima sebagai imbalan dari perbuatannya yang telah merugikan korbannya dan masyarakat. Kondisi seperti ini sering kali justru menjauhkan hukum pidana dari tujuannya, yaitu mensejahterakan masyarakat. Dengan demikian sudah seharusnya penentuan dan penjatuhan sanksi dilakukan dengan pertimbangan yang serius, dengan harapan hukum Pidana akan mampu berfungsi melindungi kepentingan negara, korban dan pelaku tindak pidana. Salah satu bentuk sanksi pidana yang dijatuhkan kepada seorang pelaku tindak pidana adalah pidana bersyarat. Pidana bersyarat pada dasarnya adalah merupakan suatu bentuk penjatuhan hukuman kepada seorang yang telah terbukti melakukan tindak pidana dan akan dikenakan apabila si pelaku melanggar syarat- syarat yang ditentukan hakim dalam putusannya. Misalnya seorang pelaku kejahatan dihukum selama 1 tahun dengan pidana bersyarat. Hukuman 1 tahun akan dikenakan apabila syarat-syarat yang dijelaskan hakim dilanggar oleh pelaku tindak pidana. Dari aspek tujuan pemidanaan, sebenarnya pidana bersyarat ini lebih ditujukan pada resosialisasi terhadap pelaku tindak pidana daripada pembalasan terhadap perbuatannya. Hal ini tidak terlepas dari perkembangan aliran hukum 2 Amir Syamsuddin, 2008, Integritas Penegak Hukum, Hakim, Jaksa, Polisi dan Pengacara., Jakarta: Kompas, hal. 32. Universitas Sumatera Utara pidana modern yang berorientasi pada pelaku kejahatan yang pemidanaannya ditekankan untuk kemanfaatan atau memperbaiki dengan mempertimbangkan sifat-sifat serta keadaan terpidana. Dalam pidana bersyarat terdapat makna yang tersimpul bahwa sanksi dijatuhkan bukan karena orang telah melakukan kejahatan, melainkan supaya orang jangan melakukan kejahatan. Pada penelitian ini objek pemberian pidana bersyarat tersebut anak sebagai pelaku kecelakaan lalu lintas. Negara sebagai organisasi kekuasaan mempunyai kewajiban untuk melindungi anak, dan untuk memenuhi kewajibannya, Pemerintah Indonesia mengundangkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Undang-Undang tersebut memberikan perlindungan kepada anak sebagai korban perbuatan pidana serta mengatur tentang hak dan kewajiban anak. Kedudukan anak sebagai pelaku perbuatan pidana harus mendapat perlindungan dan perhatian secara khusus. Kasus-kasus perbuatan pidana yang melibatkan anak sebagai pelakunya dalam setahun sekitar 7000 kasus 3 membawa fenomena tersendiri, karena anak merupakan individu yang masih labil. Selain itu, untuk melaksanakan pembinaan dan perlindungan terhadap anak, diperlukan dukungan baik menyangkut kelembagaan maupun perangkat hukum yang lebih mantap dan memadai. Hal ini memberikan alasan kuat untuk disahkannya Undang Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Tetapi setelah ditelaah lebih dalam, terdapat kekurangan dan kelemahan di dalam Undang Undang Nomor 3 Tahun 1997 tersebut. Terutama di dalam 3 Kabar 86, Jumlah Kasus Pidana Anak, Melalui http:kbr68h.comsaga8116267-kpai- -jumlah-kasus-pidana-anak-sekitar-7000-per-tahun. Diakses pada tanggal 22 April 2015. Universitas Sumatera Utara ketentuan Pasal 73 Undang Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Pasal tersebut menjelaskan bahwa Hakim dapat menjatuhkan pidana pidana bersyarat terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana dibawah ancaman pidana penjara dua tahun. Ketentuan dalam Pasal 73 Undang- Undang tersebut, merupakan ketentuan yang bersifat khusus dari ketentuan dalam Pasal 14a-14f Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, terutama suatu syarat dapat dijatuhkannya suatu pidana bersyarat oleh hakim. Di dalam ketentuan Pasal 73 tersebut tidak ditemukan adanya dasar pertimbangan yang jelas bagi Hakim Anak untuk menjatuhkan pidana bersyarat bagi anak yang melakukan tindak pidana di bawah ancaman pidana maksimal 2 dua tahun. Sehingga bisa ditarik kesimpulan bahwa kewenangan untuk menjatuhkan pidana bersyarat tersebut merupakan kewenangan dari Hakim Anak itu sendiri. Padahal diketahui bahwa kewenangan yang dimiliki Hakim Anak untuk menjatuhkan pidana bersyarat haruslah mempunyai dasar pertimbangan yang jelas sehingga keputusan hakim tersebut dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat, korban terutama kepada anak yang divonis oleh hakim itu sendiri, apabila tidak diterapkan secara benar oleh Hakim Anak, maka akan mengakibatkan ketimpangan dan ketidak seragaman putusan hakim dalam prakteknya terhadap kasus yang sama, terhambatnya pelaksanaan Pasal 73 Undang Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak serta yang paling ditakutkan adalah terancamnya masa depan terpidana anak yang seharusnya dilindungi oleh hukum. Universitas Sumatera Utara Akibat yang ditakutkan itupun terbukti, dari survei KPAI pusat didapatkan bahwasanya “dari 7000 kasus yang masuk peradilan, 90 mereka anak tidak di dampingi oleh pengacara, dan 85 dari mereka dihukum dengan hukuman perampasan kemerdekaan penjara” 4 , Pada kenyataannya jika dilihat ketentuan Pasal 73 ayat 1 Undang Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dijelaskan bahwa “Pidana dengan syarat dapat dijatuhkan oleh Hakim dalam hal pidana penjara yang dijatuhkan paling lama 2 dua tahun. Jika di dalam ketentuan Pasal 73 Undang Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak terdapat dasar pertimbangan yang jelas bagi Hakim Anak dalam memutus suatu perkara, maka penempatan anak pelaku tindak pidana dalam lembaga pemasyarakatan anak dapat diminimalisir sebaik mungkin. Tetapi dalam realita senyatanya sampai saat ini itu semua belum terealisasi dan sampai saat ini juga masih banyak tindak pidana anak yang seharusnya dapat dijatuhi pidana bersyarat tetapi dijatuhi pidana penjara karena tidak adanya ketetuan atau syarat yang jelas mengenai penerapan pidana bersyarat oleh Hakim Anak, khususnya dalam tindak pidana kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain. Berdasarkan data diatas, penulis bermaksud menganalisis lebih lanjut mengenai hal tersebut dengan melakukan penelitian yang berjudul “Pidana Bersyarat Pada Pelaku Kecelakaan Lalu Lintas Yang Dilakukan Oleh Anak Dalam Praktik Studi Putusan Nomor: 217Pid.Sus2014PT.Bdg. 4 Ibid. Universitas Sumatera Utara

B. Perumusan Masalah

Dokumen yang terkait

Tindak Pidana Bersyarat pada Pelaku Kecelakaan Lalu Lintas yang dilakukan oleh Anak Dalam Praktik (Studi Putusan Nomor: 217/Pid.Sus/2014/PT.Bdg)

0 73 91

Analisis Putusan Pengadilan Terkait Penerapan Pidana Bersyarat Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan Nomor 227/Pid.Sus/2013/Pn.Bi)

0 64 103

Kendala Penyidikan Tindak Pidana Kelalaian (CULPA) pada Perkara Kecelakaan Lalu Lintas yang Mengakibatkan matinya Korban (Studi pada POLDASU)

2 95 81

Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Anak Dalam Kecelakaan Lalu Lintas (Studi Polres Kabupaten Labuhan Batu)

1 61 83

Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Anak Dalam Kecelakaan Lalu Lintas (Studi Polres Kabupaten Labuhan Batu)

2 46 83

Eksistensi Perdamaian Antara Korban dengan Pelaku Tindak Pidana Kecelakaan Lalu Lintas dalam Sistem Pemidanaan (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan)

1 81 147

Analisis Putusan Pengadilan Terkait Penerapan Pidana Bersyarat Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan Nomor 227/Pid.Sus/2013/Pn.Bi)

3 82 103

BAB II TUJUAN PENERAPAN PIDANA BERSYARAT DALAM TINDAK PIDANA KECELAKAAN LALU LINTAS YANG DILAKUKAN ANAK A. Jenis-Jenis Kecelakaan Lalu Lintas - Tindak Pidana Bersyarat pada Pelaku Kecelakaan Lalu Lintas yang dilakukan oleh Anak Dalam Praktik (Studi Putusa

0 0 23

BAB I PENDAHULUAN B. Latar Belakang - Tindak Pidana Bersyarat pada Pelaku Kecelakaan Lalu Lintas yang dilakukan oleh Anak Dalam Praktik (Studi Putusan Nomor: 217/Pid.Sus/2014/PT.Bdg)

0 0 21

Analisis Putusan Pengadilan Terkait Penerapan Pidana Bersyarat Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan Nomor 227/Pid.Sus/2013/Pn.Bi)

0 0 9