BAB I PENDAHULUAN
B.  Latar Belakang
Kejahatan  merupakan  bagian  tak  terpisahkan  dari  kehidupan  manusia  di dunia.  Segala  aktifitas  manusia  baik  politik,  sosial  dan  ekonomi,  dapat  menjadi
kausa  kejahatan.  Sehingga  keberadaan  kejahatan  tidak  perlu  disesali,  tapi  harus selalu  dicari  upaya  bagaimana  menanganinya.  Berusaha  menekan  kualitas  dan
kuantitasnya serendah mungkin, maksimal sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada.
Upaya  untuk  menanggulangi  kejahatan,  yang  dikenal  dengan  politik kriminal criminal policy menurut G Peter Hoinagels dapat dilakukan dengan:
1. Penerapan hukum pidana criminal law aplication
2. Pencegahan tanpa pidana prevention without punishment
3. Mempengaruhi  pandangan  masyarakat  mengenai  kejahatan  dan  pemidanaan
lewat mass media influencing views of society on crime and punishmentmass media.
1
Penanggulangan kejahatan  secara garis  besar  dapat dilakukan dengan  dua cara,  yaitu  upaya  penal  hukum  Pidana  dan  non  penal  di  luar  hukum  Pidana.
Upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur penal, lebih menitik beratkan   pada sifat      represif      merupakan      tindakan  yang  diambil  setelah  kejahatan    terjadi.
Sebaliknya  upaya  non  penal  menitik  beratkan  pada  sifat  prepentif  menciptakan
1
Syafruddin,  “Pidana  Ganti  Rugi  :  Alternatif  Pemidanaan  Di  Masa  Depan  Dalam Penanggulangan
Kejahatan Tertentu”,
http:library.usu.ac.iddownloadfhpidana-
syafruddin4.pdf, Diakses tanggal 20 April 2015.
1
Universitas Sumatera Utara
kebijaksanaan sebelum terjadinya tindak pidana.
2
Penanggulangan  kejahatan  melalui  hukum  Pidana,  merupakan  kegiatan yang  didahului  dengan  penentuan  tindak  pidana  kriminalisasi  dan  penentuan
sanksi  yang  dapat  dibebankan  pada  pelaku  tindak  pidana  pelaku  kejahatan  dan pelanggaran.  Sanksi  dalam  hukum  pidana  merupakan  suatu  derita  yang  harus
diterima sebagai imbalan dari perbuatannya yang telah merugikan korbannya dan masyarakat.  Kondisi seperti ini  sering kali justru menjauhkan  hukum pidana dari
tujuannya, yaitu mensejahterakan masyarakat. Dengan demikian sudah seharusnya penentuan  dan  penjatuhan  sanksi  dilakukan  dengan  pertimbangan  yang  serius,
dengan  harapan  hukum  Pidana  akan  mampu  berfungsi  melindungi  kepentingan negara, korban dan pelaku tindak pidana.
Salah  satu  bentuk  sanksi  pidana  yang  dijatuhkan  kepada  seorang  pelaku tindak  pidana  adalah  pidana  bersyarat.  Pidana  bersyarat  pada  dasarnya  adalah
merupakan suatu bentuk penjatuhan hukuman kepada seorang yang telah terbukti melakukan tindak pidana dan akan dikenakan apabila si pelaku melanggar syarat-
syarat  yang  ditentukan  hakim  dalam  putusannya.  Misalnya  seorang  pelaku kejahatan  dihukum  selama  1  tahun  dengan  pidana  bersyarat.  Hukuman  1  tahun
akan dikenakan apabila syarat-syarat yang dijelaskan hakim dilanggar oleh pelaku tindak pidana.
Dari  aspek  tujuan  pemidanaan,  sebenarnya  pidana  bersyarat  ini  lebih ditujukan  pada  resosialisasi  terhadap  pelaku  tindak  pidana  daripada  pembalasan
terhadap  perbuatannya.  Hal  ini  tidak  terlepas  dari  perkembangan  aliran  hukum
2
Amir  Syamsuddin,  2008,  Integritas  Penegak  Hukum,  Hakim,  Jaksa,  Polisi  dan Pengacara., Jakarta: Kompas, hal. 32.
Universitas Sumatera Utara
pidana  modern  yang  berorientasi  pada  pelaku  kejahatan  yang  pemidanaannya ditekankan  untuk  kemanfaatan  atau  memperbaiki  dengan  mempertimbangkan
sifat-sifat  serta  keadaan  terpidana.  Dalam  pidana  bersyarat  terdapat  makna  yang tersimpul  bahwa  sanksi  dijatuhkan  bukan  karena  orang  telah  melakukan
kejahatan,  melainkan  supaya orang jangan  melakukan kejahatan. Pada  penelitian ini objek pemberian pidana bersyarat tersebut anak sebagai pelaku kecelakaan lalu
lintas. Negara  sebagai  organisasi  kekuasaan  mempunyai  kewajiban  untuk
melindungi  anak,  dan  untuk  memenuhi  kewajibannya,  Pemerintah  Indonesia mengundangkan  Undang-Undang  Nomor  23  Tahun  2002  tentang  Perlindungan
Anak.  Undang-Undang  tersebut  memberikan  perlindungan  kepada  anak  sebagai korban  perbuatan  pidana  serta  mengatur  tentang  hak  dan  kewajiban  anak.
Kedudukan  anak  sebagai  pelaku  perbuatan  pidana  harus  mendapat  perlindungan dan perhatian secara khusus. Kasus-kasus perbuatan pidana yang melibatkan anak
sebagai  pelakunya  dalam  setahun  sekitar  7000  kasus
3
membawa  fenomena tersendiri,  karena  anak  merupakan  individu  yang  masih  labil.  Selain  itu,  untuk
melaksanakan  pembinaan  dan  perlindungan  terhadap  anak,  diperlukan  dukungan baik menyangkut kelembagaan  maupun perangkat hukum  yang lebih mantap dan
memadai.  Hal  ini  memberikan  alasan  kuat  untuk  disahkannya  Undang  Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Tetapi setelah ditelaah lebih dalam, terdapat kekurangan dan kelemahan di dalam  Undang  Undang  Nomor  3  Tahun  1997  tersebut.  Terutama  di  dalam
3
Kabar 86, Jumlah Kasus Pidana Anak, Melalui http:kbr68h.comsaga8116267-kpai- -jumlah-kasus-pidana-anak-sekitar-7000-per-tahun. Diakses pada tanggal 22 April 2015.
Universitas Sumatera Utara
ketentuan  Pasal  73  Undang  Undang  Nomor  11  Tahun  2012  tentang  Sistem Peradilan  Pidana  Anak.  Pasal  tersebut    menjelaskan  bahwa  Hakim  dapat
menjatuhkan pidana pidana bersyarat terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana dibawah ancaman  pidana penjara  dua tahun.  Ketentuan  dalam  Pasal 73  Undang-
Undang tersebut, merupakan ketentuan yang bersifat khusus dari ketentuan dalam Pasal 14a-14f Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, terutama suatu syarat dapat
dijatuhkannya  suatu  pidana  bersyarat  oleh  hakim.  Di  dalam  ketentuan  Pasal  73 tersebut tidak ditemukan adanya dasar pertimbangan yang jelas bagi Hakim Anak
untuk menjatuhkan  pidana  bersyarat bagi anak yang  melakukan tindak  pidana di bawah ancaman pidana maksimal 2 dua tahun. Sehingga bisa ditarik kesimpulan
bahwa  kewenangan  untuk  menjatuhkan  pidana  bersyarat  tersebut  merupakan kewenangan dari Hakim Anak itu sendiri.
Padahal  diketahui  bahwa  kewenangan  yang  dimiliki  Hakim  Anak  untuk menjatuhkan pidana bersyarat haruslah mempunyai dasar pertimbangan yang jelas
sehingga  keputusan  hakim  tersebut  dapat  dipertanggungjawabkan  kepada masyarakat,  korban  terutama  kepada  anak  yang  divonis  oleh  hakim  itu  sendiri,
apabila  tidak  diterapkan  secara  benar  oleh  Hakim  Anak,  maka  akan mengakibatkan  ketimpangan  dan  ketidak  seragaman  putusan  hakim  dalam
prakteknya  terhadap  kasus  yang  sama,  terhambatnya  pelaksanaan  Pasal  73 Undang  Undang  Nomor  11  Tahun  2012  tentang  Sistem  Peradilan  Pidana  Anak
serta yang paling ditakutkan adalah terancamnya masa depan terpidana anak yang seharusnya dilindungi oleh hukum.
Universitas Sumatera Utara
Akibat yang ditakutkan itupun terbukti, dari survei KPAI pusat didapatkan bahwasanya “dari 7000 kasus yang masuk peradilan, 90 mereka anak tidak di
dampingi  oleh  pengacara,  dan  85  dari  mereka  dihukum  dengan  hukuman perampasan  kemerdekaan  penjara”
4
,  Pada  kenyataannya  jika  dilihat  ketentuan Pasal  73  ayat  1  Undang  Undang  Nomor  11  Tahun  2012  tentang  Sistem
Peradilan Pidana Anak dijelaskan bahwa “Pidana dengan syarat dapat dijatuhkan oleh Hakim dalam hal pidana penjara yang dijatuhkan paling lama 2 dua tahun.
Jika di dalam ketentuan Pasal 73 Undang  Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang  Sistem  Peradilan  Pidana  Anak  terdapat  dasar  pertimbangan  yang  jelas
bagi Hakim  Anak dalam  memutus  suatu  perkara,  maka penempatan anak pelaku tindak  pidana  dalam  lembaga  pemasyarakatan  anak  dapat  diminimalisir  sebaik
mungkin.  Tetapi  dalam  realita  senyatanya  sampai  saat  ini  itu  semua  belum terealisasi  dan  sampai  saat  ini  juga  masih  banyak  tindak  pidana  anak  yang
seharusnya  dapat  dijatuhi  pidana  bersyarat  tetapi  dijatuhi  pidana  penjara  karena tidak adanya ketetuan atau syarat yang jelas mengenai penerapan pidana bersyarat
oleh  Hakim  Anak,  khususnya  dalam  tindak  pidana  kecelakaan  lalu  lintas  yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain.
Berdasarkan  data  diatas,  penulis  bermaksud  menganalisis  lebih  lanjut mengenai  hal  tersebut  dengan  melakukan  penelitian  yang  berjudul  “Pidana
Bersyarat  Pada  Pelaku  Kecelakaan  Lalu  Lintas  Yang  Dilakukan  Oleh  Anak Dalam Praktik Studi Putusan Nomor: 217Pid.Sus2014PT.Bdg.
4
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
B.  Perumusan Masalah