Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Anak Dalam Kecelakaan Lalu Lintas (Studi Polres Kabupaten Labuhan Batu)

(1)

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP ANAK DALAM KECELAKAAN LALU LINTAS

(Studi Polres Kabupaten Labuhan Batu)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

ERWIN HASUDUNGAN SIMANJUNTAK NIM : 050200007

Departemen Hukum Pidana

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ABSTRAK

Erwin Hasudungan SimanjuntakLukman Hakim, SH∗∗ Dr. Marlina,SH,M.Hum∗∗∗

Erwin Hasudungan Simanjuntak ∗∗ Lukman Hakim

∗∗∗ Marlina

Meningkatnya kecelakaan lalu lintas sangatlah mengkhawatirkan diseluruh lapisan masyarakat, kekwatiean itu meningkat ketika para pengemudi dengan kurang berhati-hati dapat menimbulkan ancaman bahaya bagi orang lain. Kabupaten Labuhan Batu Sumatera Utara yang mana berdasarkan penelitian bahwa jumlah kecelakaan lalu lintas yang dilakukan anak sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat berdasarkan data yang didapatkan bahwa tiga tahun terakhir (tahun 2006-2008) jumlah kecelakaan yang dilakukan anak rata-rata meningkat sekitar 40% . adapun permasalahan yang dibahas dalam hal ini adalah apa yang menjadi faktor penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas, bagaimana pengaturan lalu lintas, bagaiman pertanggungjawaban anak dalam perkara kecelakaan lalu lintas.

Metode penelitian yang dilakukan adalah dengan Normatif/yuridis yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder, berupa bahan positif dan bagaimana penyerapannya dalam praktek. Emperis/Sosiologis, yaitu penelitian yang dilakukan berdasarkan kondisi lapangan berkaitan dengan penegakan hukum terhadap kecelakaan lalu lintas, yang dilakukan oleh Kepolisian Resort Labuhan batu. Yang mana data diperoleh berdasarkan wawancara dari beberapa sumber baik dari pihak kepolisian yaitu Kanit Lantas dan beberapa polisi lalu lintas, orang tua dari pelaku pelanggaran lalu lintas dan orang tua korban kecelakaan lalu lintas serta pelaku dan korban kecelakaan lalu lintas.

Untuk itu dalam skripsi ini penulis membahas apa-apa saja yang menjadi penyebab kecelakaan lalu lintas, dan bagaimana pengaturannya serta pertanggungjawaban anak dalam perkara kecelakaan lalu lintas

Faktor penyebab-penyebab dari kecelakaan lalu lintas adalah faktor yang berasal dari diri sipengemudi disebabkan karena mengantuk, menghayal, mengobrol dan faktor yang berasal dari luar diri sipengemudi disebabkan karena faktor alam, pejalan kaki, dan keadaan kendaraan.

. Bidang transportasi darat ini telah diatur di dalam dan di luar Undang-undang. Di dalam Undang-undang diatur di dalam UU. No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dalam Kitap Undang-undang Hukum Pidana yang disamakan dengan kurang berhati-hati atau kelalaian yang diatur dalam Pasal 359 dan Pasal 360. Sedangkan yang diluar Undang-undang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun1993 tentang Prasarana Lalu Lintas dan Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 1993 tentang Pemeriksaan Kendaraan bermotor


(3)

Pertanggung jawaban anak dalam perkara kecelakaan lalu lintas dapat dijatukan pidana dengan hukuman ½ (satu perdua) dari maksimum ancaman penjara bagi orang dewasa, apabila perbuatan anak tersebut terbukti telah melakukan perbuatan yang sesuai dengan Pasal 99 dan 338 KUHP disamping itu juga pertanggungjawaban anak dapat dilakukan secara perdata yaitu perdamaian.


(4)

KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis panjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang atas segala berkat karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Adapun judul skripsi ini adalah ”Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Anak dalam Perkara Kecelakaan Lalu Lintas” (Studi Polres Labuhan Batu).

Penulis telah berusaha mengerahkran segala kemampuan yang dimiliki dalam penulisan skripsi ini. Tetapi penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak luput dari segala kekurangan dan mungkin jauh dari dari kesempurnaan. Untuk itu penulis mohon saran dan kritikan yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Penulis sadar sejak awal hinggah akhir penulis banyak menerima bimbingan, bantuan, dan dorongan dari berbagai pihak, untuk itu dengan tulus ihklas penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung SH, M.Hum, Selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

2. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH, Selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

3. Bapak Syarifuddin Hasibuan, SH, MH, DFM, Selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

4. Bapak M.Husni, SH, M.Hum, Selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;


(5)

5. Bapak Abul Khair, SH, M.Hum, Selaku Ketua Departemen Hukum Pidana di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

6. Bapak Lukman Hakim, SH Selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak memberikan bantuan, bimbingan, dan arahan kepada penulis pada saat penulisan skripsi ini;

7. Ibu Dr. Marlina, SH, M.Hum, Selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan bantuan, bimbingan, dan arahan kepada penulis pada saat penulisan skripsi ini;

8. Bapak Affan Mukti, SH, M.Hum, Selaku Dosen Wali penulis yang selama ini telah banyak memberikan bantuan, bimbingan, dan arahan kepada penulis pada saat perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

9. Seluruh Bapak/ibu Dosen dan Staf Administrasi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan membimbing penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

10.Kapolres Labuhan Batu yang telah menerima penulis untuk melakukan penelitian dalam rangka mengumpulkan data-data sebagaai bahan skripsi ini; 11.Kepala Satuan Lalu Lintas Bapak AKP. Tris L Zeviansyah, SH, SIK, yang

telah menerima penulis untuk melakukan penelitian dalam rangka mengumpulkan data-data sebagaai bahan skripsi ini;

12.Kanit Laka Bapak IPTU Suhermadi, yang telah memberikan masukan dan arahan kepada penulis pada saat melakukan penelitian dalam rangka mengumpulkan data-data sebagai bahan skripsi ini;


(6)

13.IPTU. L. Simbolon, yang telah memberikan bantuan dalam proses penelitian kepada penulis pada saat melakukan penelitian dalam rangka mengumpulkan data-data sebagai bahan skripsi ini;

14.Abangda Yono selaku Pegawai Kesatuan Laka Lantas yang banyak memberikan masukan serta data-data yang penulis butuhkan sebagai bahan skripsi ini;

15. Ketua Pengadilan Negeri Rantau Prapat, yang telah menerima penulis untuk melakukan penelitian dalam rangka mengumpulkan data-data sebagaai bahan skripsi ini;

16.Abangda Dedi, Selaku Hakim Pengadilan Negeri Rantau Prapat yang telah memberikan masukan dan arahan kepada penulis pada saat melakukan penelitian dalam rangka mengumpulkan data-data sebagai bahan skripsi ini; 17.Abangda Rudi Simanjuntak selaku Panitera di Pengadilan Negeri Rantau

Prapat yang banyak membantu penulis saat melakukan penelitian dalam rangka mengumpulkan data-sebagai bahan skripsi;

18.Buat teman-teman angkatan 2005 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan, masukan kepada penulis selama perkuliahan dan dalam penulisan skripsi ini;

19.Spesial buat adik Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan SH yang telah memberikan doa, masukan dan semangat yang besar kepada penulis selama dalam perkuliahan dan dalam penulisan skripsi ini.


(7)

20.Tak terlupakan teman-teman seperjuangan di Satmenwa KP/USU, NBP 2006 yang masih hidup Hendra HS, Edison Purba, Toni Manurung, Serasi, Jayanti, senior-senior dan adik-adik trimakasih atas bantuannya,

Teristimewa kepada kedua orang tua penulis Bapak P. Simanjuntak, BA, dan Ibu A. Simanungkalit, BA, yang telah mendidik dan mengasuh penulis serta tak pernah putus mendoakan penulis, sehingga dapat menyelesaikan pendidikan sebagaimana yang dicita-citakan, juga kepada kakak, dan adik penulis Erlina Waty Simanjuntak, Spd, MSC, Evanora Lamriama Simanjuntak, SE,AK, dan Eko Sabartu Simanjuntak. Terimakasih atas motifasi dan doanya.

Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi kita semua serta dapat memberikan gambaran dan dapat menambah wawasan tentang permasalahan yang penulis bahas serta dapat menambah refrensi bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

Medan, Mei 2009


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... 1

KATA PENGANTAR ... 2

DAFTAR ISI ... 3

BAB I : PENDAHULUAN ... 9

A. Latar Belakang Masalah ... 10

B. Perumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penulisan ... 12

D. Manfaat Penulisan ... 12

E. Keaslian Penulisan ... 13

F. Tinjauan Pustaka ... 13

G. Metode Penelitian ... 25

H. Sistematika Penulisan ... 28

BAB II : Tinjauan Umum Penyebab Terjadinya kecelakaan Lalu Lintas di Jalan Raya ... 29

A. Faktor yang bersumber dari dalam diri Sipengemudi ... 36

B. Faktor yang berasal dari luar diri sipengemudi ... 43

BAB III : Pengaturan Tentang Kecelakaan Lalu Lintas ... 45

A. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) ... 45

B. Undang-Undang No. 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya ... 49


(9)

43 Tahun 1993 tentang Prasarana

dan Lalu Lintas (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1993 Nomor 63) ... 51

D. Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 1993 tentang Pemeriksaan Kendaraan Bermotor Di Jalan ... 53

BAB IV : Pertanggung Jawaban Pidana Terhadap Anak dalam Perkara Kecelakaan Lalu Lintas ... 59

A. Penjatuhan Pidana Kepada Anak ... 61

B. Pertanggungjawaban Pidana anak dalam perkara kecelakaan lalu lintas ... 61

BAB V : Kesimpulan dan Saran ... 75

A. Kesimpulan ... 75

B. Saran ... 77 DAFTAR PUSTAKA


(10)

ABSTRAK

Erwin Hasudungan SimanjuntakLukman Hakim, SH∗∗ Dr. Marlina,SH,M.Hum∗∗∗

Erwin Hasudungan Simanjuntak ∗∗ Lukman Hakim

∗∗∗ Marlina

Meningkatnya kecelakaan lalu lintas sangatlah mengkhawatirkan diseluruh lapisan masyarakat, kekwatiean itu meningkat ketika para pengemudi dengan kurang berhati-hati dapat menimbulkan ancaman bahaya bagi orang lain. Kabupaten Labuhan Batu Sumatera Utara yang mana berdasarkan penelitian bahwa jumlah kecelakaan lalu lintas yang dilakukan anak sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat berdasarkan data yang didapatkan bahwa tiga tahun terakhir (tahun 2006-2008) jumlah kecelakaan yang dilakukan anak rata-rata meningkat sekitar 40% . adapun permasalahan yang dibahas dalam hal ini adalah apa yang menjadi faktor penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas, bagaimana pengaturan lalu lintas, bagaiman pertanggungjawaban anak dalam perkara kecelakaan lalu lintas.

Metode penelitian yang dilakukan adalah dengan Normatif/yuridis yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder, berupa bahan positif dan bagaimana penyerapannya dalam praktek. Emperis/Sosiologis, yaitu penelitian yang dilakukan berdasarkan kondisi lapangan berkaitan dengan penegakan hukum terhadap kecelakaan lalu lintas, yang dilakukan oleh Kepolisian Resort Labuhan batu. Yang mana data diperoleh berdasarkan wawancara dari beberapa sumber baik dari pihak kepolisian yaitu Kanit Lantas dan beberapa polisi lalu lintas, orang tua dari pelaku pelanggaran lalu lintas dan orang tua korban kecelakaan lalu lintas serta pelaku dan korban kecelakaan lalu lintas.

Untuk itu dalam skripsi ini penulis membahas apa-apa saja yang menjadi penyebab kecelakaan lalu lintas, dan bagaimana pengaturannya serta pertanggungjawaban anak dalam perkara kecelakaan lalu lintas

Faktor penyebab-penyebab dari kecelakaan lalu lintas adalah faktor yang berasal dari diri sipengemudi disebabkan karena mengantuk, menghayal, mengobrol dan faktor yang berasal dari luar diri sipengemudi disebabkan karena faktor alam, pejalan kaki, dan keadaan kendaraan.

. Bidang transportasi darat ini telah diatur di dalam dan di luar Undang-undang. Di dalam Undang-undang diatur di dalam UU. No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dalam Kitap Undang-undang Hukum Pidana yang disamakan dengan kurang berhati-hati atau kelalaian yang diatur dalam Pasal 359 dan Pasal 360. Sedangkan yang diluar Undang-undang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun1993 tentang Prasarana Lalu Lintas dan Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 1993 tentang Pemeriksaan Kendaraan bermotor


(11)

Pertanggung jawaban anak dalam perkara kecelakaan lalu lintas dapat dijatukan pidana dengan hukuman ½ (satu perdua) dari maksimum ancaman penjara bagi orang dewasa, apabila perbuatan anak tersebut terbukti telah melakukan perbuatan yang sesuai dengan Pasal 99 dan 338 KUHP disamping itu juga pertanggungjawaban anak dapat dilakukan secara perdata yaitu perdamaian.


(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Seiring dengan kemajuan jaman dan iptek, perilaku manusia di dalam hidup bermasyarakat dan bernegara justru semakin kompleks dan bahkan multi kompleks. Prilaku demikian apabila ditinjau dari segi hukum tentunya ada prilaku yang dapat dikategorikan sesuai dengan norma dan ada prilaku yang tidak sesuai dengan norma. Terhadap prilaku yang tidak sesuai dengan norma (hukum) yang beralaku, tidak menjadi masalah. Terhadap prilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat menimbulkan permasalahan dibidang hukum dan merugikan masyarakat.

Selama tahun 2008, terdapat 2.710 kasus kecelakaan lalu lintas (lakalantas) di sumatera utara dengan korban meninggal dunia sebanyak 1.544 orang, luka berat sebanyak 1.999 orang dan luka ringan sebanyak 2.215 orang, sedangkan jumlah kerugian materi akibat 2.710 kasus lakalantas tersebut mencapai 7,213 miliar.1

Berdasarkan perkembangan pengaruh kemajuan iptek, kemajuan budaya, pada umumnya bukan hanya orang dewasa, tetapi anak-anak juga terjebak melanggar norma terutama norma hukum. Anak-anak terjebak dalam pola konsumerisme dan asosial yang makin lama dapat menjurus ke tindakan kriminal, seperti ekstasi, narkotika, pemerasan, pencurian, penganiayaan, pemerkosa,

1

2009


(13)

pelanggaran lalu lintas dan sebagainya. Apalagi dalam era sekarang ini banyak orang tua yang terlalu disibukkan mengurus pemenuhan duniawi (materiil) sebagai upaya mengejar kekayaan, jabatan, ataupun gengsi.

Anak yang kurang atau tidak memperoleh secara fisik, mental maupun sosial seiring berprilaku dan bertindak asosial dan bahkan antisosial yang merugikan dirinya, keluarga, dan masyarakat. Untuk itu salah satu pertimbangan (consideran) Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 menyatakan “ bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial secara utuh, serasi, selaras, dan seimbang.

Pertanggung jawaban pidana hanya dapat terjadi jika sebelumnya seseorang telah melakukan tindak pidana. Moeljatno mengatakan “orang tidak mungkin dipertanggung jawabkan (dijatuhi pidana) kalau dia tidak melakukan perbuatan pidana”2

Tindak pidana tidak berdiri sendiri, baru bermakna manakala terdapat pertanggungjawaban pidana. Ini berarti orang yang melakukan tindak pidana tidak

. Dengan demikian, pertanggung jawaban pertama-tama tergantung pada dilakukannya tindak pidana. Pertanggung jawaban pidana hanya akan terjadi jika sebelumnya telah ada seseorang yang melakukan tindak pidana. Sebaliknya, eksistensi suatu tindak pidana tidak tergantung apakah ada orang-orang yang pada kenyataannya melakukan tindak pidana tersebut

2


(14)

dengan sendirinya harus dipidana. Pertanggungjawaban pidana lahir dengan diteruskannya celaan (vewijtbaar heid) yang objektif terdapat perbuatan yang berlaku, dan secara subjektif kepada sipembuat yang memenuhi persyaratan untuk dapat dikenakan pidana karena perbuatannya. Dasar adanya tindak pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar dapat dipidana adalah asas kesalahan. Ini berarti bahwa sipembuat tindak pidana akan dipidana jika ia mempunyai kesalahan dalam melakukan tidak pidana tersebut. Menurut Pasal 31 Rancangan Kitap Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pertanggungjawaban pidana adalah diteruskannya celaan yang objektif yang ada pada tindak pidana karena perbuatannya itu.3

3

RUU RI Tentang KUHP, Direktorat Jendral Peraturan Perundang-Undangan Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI,2004,hal 14

menderita kerugian besar yang tidak dapat diperbaiki bahkan mengkibatkan kematian. Pada dasarnya pengaturan tentang tata tertip berlalu lintas telah diatur didalam Undang-undang nomor 14 tahun1992 tentang lalu lintas dan jalan raya ditambah dengan Peraturan Pemeritah Nomor 41 sampai Nomor 43 tahun 1993 yang mengatur masalah lalu lintas, khususnya pada setiap pengemudi kendaraan bermotor, banyak perintah-perintah dan larangan-larangan yang diberikan bertujuan untuk menyelamatkan lalu lintas dijalan raya terhadap kelalaian tidak menggunakan kemampuan yang dimilikinya ketika kemampuan tersebut harusnya ia gunakan sebagai bentuk pertanggungjawaban yang berakibat orang lain menderita kerugian besar yang tidak dapat diperbaiki, oleh karena itu ancaman pidannya layak dikenakan pidana.


(15)

Berdasarkan penjelasan diatas, maka penulis tertarik untuk dijadikan bahan pembentukan skripsi dengan judul “Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Anak Dalam Perkara Kecelakaan Lalu Lintas”.

B. Perumusan masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dalam latar belakang masalah, maka penulis merumuskan pokok permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah faktor penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas di labuhan batu?

2. Bagaimana pengaturan tentang lalu lintas di jalan raya?

3. Bagaimana pertanggungjawaban pidana terhadap anak dalam perkara kecelakaan lalu lintas di labuhan batu?

C. Tujuan Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan dari dari penulisan skripsi ini adalah :

1. Untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas yang dilakukan oleh anak.

2. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan tentang peraturan lalu lintas di jalan raya.

3. Untuk mengetahui bagaimana pertanggungjawaban pidana terhadap anak dalam kecelakaan lalu lintas

D. Manfaat Penulisan

Bertitik tolak dari perumusan diatas maka diharapkan penelitian ini bermanfaat sebagai berikut :


(16)

1. Secara teoritis bahwa penelitian ini adalah merupakan sumbangsih penulis kepada ilmu pengetahuan khususnya kepada ilmu Hukum Pidana.

2. Secara praktis bahwa dengan penelitian ini daiharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran terutama bagi mahasiswa khususnya, juga bagi kepentingan masyarakat, bangsa dan negara dalam pembangunan.

E. Keaslian Penulisan

Adapun judul penulisan dalam skripsi ini yakni mengenai “ Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Anak dalam Perkara Kecelakaan Lalu Lintas“, dimana sepengetahuan penulis belum pernah ada yang membahas ada yang membahas mengenai hal tersebut.

Sebenarnya telah banyak tulisan-tulisan mengenai Kecelakaan Lalu Lintas, namun tidak ada penulisan yang secara khusus membahas mengenai Pertanggungjawaban Pidana terhadap Anak dalam Perkara Kecelakaan Lalu Lintas, dan penulis dapat mempertanggungjawabkannya apabila ada masalah-masalah yang timbul dalam penulisan ini.

F. Tinjauan Pustaka

1. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana.

Pertanggungjawaban pidana merupakan persoalan mendasar dalam ilmu hukum pidana, kesalahan, pertanggungjawaban dan pidana adalah ungkapan dan percakapan sehari-hari dalam moral, agama dan hukum. Ketiga unsur ini saling


(17)

berkaitan satu sama lainnya dan berakar dalam suatu keadaan yang sama yaitu sama-sama meliputi suatu rangkaian aturan tentang tingkah laku yang diikuti oleh suatu kelompok dari kesamaan melahirkan konsepsi kesalahan, pertanggungjawaban dan pidana. Hal ini menunjukkan lahirnya konsepsi yang berdasarkan sistem normatif.

Berpangkal tolak kepada sistim normatif yang melahirkan konsepsi kesalahan, pertanggungjawaban dan pemidanaan, mencoba menganalisa tentang pertanggungjawaban pidana.4

Menurut Rancangan Undang-undang Kitab Hukum Pidana (KUHP) Pasal 31 bagian kedua paragraf I, Pertanggungjawaban Pidana adalah diteruskannya celaan yang objektif yang ada pada tindak pidana dan secara subjektif kepada seseorang yang memenuhi syarat untuk dapat dijatuhi pidana karena perbuatannya itu.

5

1. Pompe

Adapun beberapa pendapat para sarjana mengenai pengertian pertanggungjawaban pidana adalah;

Menurut Pompe unsur-unsur toerekenbaarheid, adalah:

a). Kemampuan berfikir (psychis) pada pembuatan yang memungkinkan pembuat menguasai pikirannya dan menentukan kehendaknya.

b). Dan oleh sebab itu, pembuat dapat mengerti makna dan akibat perbuatannya.

4

Roeslan Saleh, Pikiran-pikiran Tentang Pertanggungjawaban Pidana.Jakarta,1986. hal 35 (Selanjutnya disebut Buku I)

5


(18)

c). Dan oleh sebab itu pula, pembuat menentukan kehendaknya sesuai dengan pendapatnya (tentang makna dan akibatnya).6

Kemampuan berpikir itu terdapat pada normal, dan oleh sebab itu kemampuan berfikir dapat diduga pada pembuat. Pendeknya, adanya

toerekenbaarheid, itu berarti bahwa pembuat cukup mampu menginsyafi arti

perbuatannya, dan sesuai dengan keinsyafannya itu dapat menentukan kehendaknya

2. Satochid Kartanegara

Menyatakan bahwa toerekeningsvatbaarheid atau dipertanggungjawabkan adalah mengenai keadaan jiwa seseorang, sedangkan toerekenbaarheid (pertangungjawaban) adalah mengenai perbuatan yang dihubungkan dengan si pelaku atau pembuat.

Selanjutnya Satochid Kartanegara, mengatakan seseorang dapat dipertanggungjawabkan, jika;7

a). Keadaan jiwa orang itu adalah sedemikian rupa, sehingga dia dapat mengerti atau tahu akan nilai dari perbuataanya itu, juga mengerti akan akibatnya.

b). Keadaan jiwa orang itu adalah sedemikian rupa, sehingga ia dapat menentukan kehendaknya atas perbuatan yang dilakukan.

c). Orang itu harus sadar, insyaf, bahwa perbuatan yang dilakukan adalah perbuatan yang dilarang atau tidak dibenarkan dari sudut hukum, masyarakat maupun tata susila.

6

Martiman Prodjohamidjojo, Memahami Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1997, hal. 31.

7


(19)

3. Roeslan Saleh

Mengatakan bahwa dalam hal kemampuan bertanggungjawab ada dua faktor yaitu; akal dan kehendak. Dengan akal atau daya fikir, orang dapat membedakan antara perbuatan yang diperbolehkan dan perbuatan yang tidak iperbolehkan. Dan dengan kehendak atau dengan kemauan, atau keinginan orang dapat menyesuaikan tingkah laku mana yang diperbolehkan dan man yang tidak diperbolehkan

Lebih laju Roeslan menjelaskan bahwa adanya kemampuan bertanggungjawaban ditentukan oleh dua faktor. Dengan akal dapat membedakan antara perbuatan yang diperbolehkan dengan perbuatan yang tidak diperbolehkan, sedangkan dengan faktor kehendak bukan faktor yang menentukan mampu bertanggungjawab, melainkan salah satu faktor dalam menentukan kesalahan, karena faktor kehendak adalah tergantung dalam kelanjutan dari faktor akal. Lagi pula bahwa kemampuan bertanggungjawab hanya salah satu faktor dari kesalahan.8

Dari pakar para hukum pidana tersebut dapat ditarik kesimpulan;9

1. Pertanggungjawaban pidana atau kesalahan dalam arti luas (schuid in

riume zin) mempunyai 3 bidang, yaitu;

a). Kemampuan bertanggungjawab orang yang melakukan perbuatan (toerekeningsvatbaarheid).

b). Hubungan batin (sikap psikis) orang yang melakukan perbuatan dengan perbuatannya:

1. Perbuatan yang ada kesengajaan, atau

2. Perbuatan yng lalai atau kurang berhati-hati atau kealpaan. c). Tidak ada alasan menghapuskan pertanggungjawaban pidana

pembuat

8

Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, Dua Pengertian

Dasar dalam Hukum Pidana, Centra, Jakarta, 1968. (Selanjutnya disebut Buku II)

9


(20)

2. Kesalahan dalam arti sempit (schuld in enge zin) mempunyai bentuk yaitu;

1. Kesengajaan (dolus) 2. Kealpaan (culpos)

Sesuai dengan tujuan dan fungsi hukum pidana sebagai sarana perlindungan social ( social defences ) dalam rangka mencapai tujuan utama yaitu kesejahteraan masyarakat adalah dimana kecenderungan melakukan pelanggaran hukum dalam mencapai tujuan hukum tersebut, oleh karena itu pertanggungjawaban pidana kepada setiap pelanggar hukum pelula dimintai pertanggungjawabanya sesuai dengan rumusan hukum pidana nasional negara ini.

2. Pengertian Tindak Pidana

Pemahaman mengenai pengertian tindak pidana penting bukan saja hanya untuk kepentingan akademis, tetapi juga dalam rangka pembangunan kesadaran hukum masyarakat. Bagaimana mungkin masyarakat dapat berbuat sesuai yang diharapkan oleh hukum (pidana), jika pedoman bertingkah laku itu tidak dipahami. Oleh karena itu, yang penting bukan hanya apa yang mereka ketahui mengenai tindak pidana, tetapi apa yang memang seharusnya mereka ketahui.

Istilah “Peristiwa Pidana” atau “Tindak Pidana” adalah sebaga terjemahan dari istilah bahasa belanda ”strafbaar feit”. Dalam bahasa Indonesia disamping istilah “peristiwa pidana” untuk terjemahan strafbaar feit atau delict dikenal juga beberapa terjemahan lain Tindak Pidana, Perbuatan Pidana, Perbuatan yang boleh dihukum, dan Perbuatan yang dapat dihukum.


(21)

Peraturan perundang-undangan Indonesia tidak ditemukan defenisi tindak pidana. Pengertian tindak pidana yang dipahami selama ini merupakan kreasi teoritis para ahli hukum.

1. D. Simons

Simon mengatakan bahwa strafbaarfeit adalah kelakuan yang diancam dengan pidana, bersifat melawan hukum, dan berhubungan dengan kesalahan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggungjawab.10 Perumusan simons tersebut menunjukkan unsur-unsur peristiwa pidana diantaranya handeling (perbuatan manusia) dimana perbuatan manusia tidak hanya een doen (perbuatan) akan tetapi juga een nalaten atau niet doen (melakukan atau tidak melakukan)11

2. Van Hamel

unsur-unsur lain adalah perbuatan manusia itu harus melawan hukum (wederchtelijk), perbuatan itu diancam dengan pidana (strafbaargestelde) oleh undang-undang, harus dilakukan oleh seseorang yang mampu bertanggungjawab (toerekeningsvarbaar), dan pada perbuatan itu harus terdapat kesalahan (schuld) sipelaku.

Van Hamel mengatakan bahwa strafbaarfeit adalah kelakuan orang yang dirumuskan dalam undang-undang, bersifat melawan hukum, patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan.12

10

S.R. Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Jakarta : Alumni AHAEM-PTHAEM, 1986, hal 205.

11

C.S.T. Kansil dan Christine S.T Kansil, Pokok-Pokok Hukum Pidana,Cet ke-1, Pradnya Paramita, Jakarta, 2004, hal 37

12

S.R. Sianturi,Loc.cit.hal 205.


(22)

Menurutnya kesalahan meliputi juga kesengajaan, kealpaan, serta kelalaian dan kemampuan bertanggungjawab. Van Hamel juga mengatakan bahwa istilah

strafbaar feit tidak tepat, tetapi dia menggunakan istilah strafwaarding feit

(peristiwa yang bernilai atau patut dipidana)13 3. Prof. Moeljatno

Prof. Moeljatno cenderung lebih suka menggunakan kata “perbuatan pidana” dari pada “tindakan pidana”. Menurut beliau, kata “tindak pidana” dikenal karena banyak digunakan dalam perundang-undangan untuk menyebutnya suatu “perbuatan pidana”14

Moeljatno berpendapat bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh aturan hukum, larangan mana disertai dengan ancaman (sanksi) berupa pidana tertentu bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. Larngan ditujukan pada perbuatan (yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang) sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang menimbulkan keadaan atau kejadian tersebut. Antara larangan dan ancaman pidana terdapat jika bukan orang yang menimbulkan keadaan atau kejadian tersebut dan orang tidak dapat diancam pidana jika tidak keadaan atau kejadian yang ditimbulkan olehnya.15

Penggunaan kata ‘orang’ sebagai pelaku oleh Prof. Moeljatno kemungkinan karena dipengaruhi dengan pendapat bahwa hanya orang peroranganlah yang

13

C.S.T. Kansil dan Christine S.T Kansil, Loc cit, hal 37 14

Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Cetakan V,PT Rineka Cipta, Jakarta, 1993, hal 56 (Selanjutnya disebut Buku II)

15


(23)

dapat melakukan pidana. Lebih lanjut, Beliau tidak menyamakan pengertian perbuatan dan strafbaar feit.

Berdasarkan pendapat Van Hamel dan Simons, Moeljatno menunjukan perbadaan antara pengertian perbuatan pidana dengan strafbaar feit terletak pada ada tidaknya kelakuan, akibat dan kesalahan didalamnya.16 Van Hamel memberikan pengertian perbuatan pidana dan strafbaar feit sebagai kelakuan orang yang dirumuskan dalam wet, yang bersifat melawan hukum dan patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan. Pendapatnya tentang strafbaar feit terdiri dari kelakuan tanpa akibat, sedangkan Moeljatno menekankan bahwa perbuatan pidana terdiri dari kelakuan dan akibat. Simons memberikan pengertian

strafbaar feit paling lengkap dengan menyebutkan sebagai suatu perbuatan yang

oleh hukum diancam dengan hukuman, bertentangan dengan hukum, dilakukan oleh orang bersalah dan orang itu dapat bertanggungjawab atas perbuatannya.17

Moeljatno tidak sependapat dengan Simons yang memasukkan kesalahan dalam pengertian perbuatan pidana. Menurut moeljatno, kesalahan seharusnya berada di luar perbuatan pidana, yaitu keadaan batin pelaku dan hubungan batin pelaku dengan perbuatannya untuk dapat tidaknya mempertanggungjawabkan perbuatannya.

18

4. J.B. Daliyo

Berbeda dengan J.B. Daliyo membedakan pengertian perbuatan pidana dan peristiwa pidana antara lain. Peristiwa pidana adalah suatu kejadian yang

16 ibid 17

E. Utrecht, Rangkaian Sari Kuliah Hukum Pidana I. Pusaka Tinta Mas, Surabaya, 1994, hal. 256. (Selanjutnya disebut Buku I)

18


(24)

mengandung unsur-unsur perbuatan yang dilarang oleh undang-undang sehingga siapa yang menimbulakan peristiwa itu dapat dikenakan sanksi pidana(hukuman). Sedangkan perbuatan pidana adalah perbuatan seseorang atau kelompok orang yang menimbulkan peristiwa pidana atau perbuatan yang melanggar hukum pidana diancam dengan hukuman.

Perbuatan pidana dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu;

1. Perbuatan pidan (delik) formal adalah suatu perbuatan pidana yang sudah dilakukan dan perbuatan itu benar-benar melanggar ketentuan yang dirumuskan dalam pasal undang-undang yang bersangkutan.

2. Delik materil adalah suatu perbuatan pidana yang dilarang yaitu akibat yang timbul dari perbuatan itu.

3. Delik dolus adalah suatu perbuatan pidana yang dilakukan dengan sengaja.

4. Delik culpa adalah perbuatan pidana yang tidak sengaja, karena kealpaannya mengakibatkan matinya seseorang.

5. Delik aduan adalah suatu perbuatan pidana yang memerlukan pengaduan orang lain.

6. Delik politik adalah delik atau perbuatan pidana yang ditujukan kepada keamanan Negara baik secara langsung maupun tidak langsung.19

5. Pompe

Pompe merumuskan bahwa suatu strafbaar feit sebenarnya adalah tidak lain dari pada suatu tindakan yang menurut sesuatu rumusan undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum.20

6. Van Apeldoorn

Beliau merumuskan peristiwa pidana sebagai suatu peristiwa yang berdasarkan hukum menimbulkan atau menghapuskan hak. Kata ‘menggerakkan

hukum’ sebagaiman diuraikan, kiranya perlu dijelaskan artinya bahwa peraturan

hukum yang memuat norma hukum yang mengatur hubungan masyarakat hanya

19

J.B. Daliyo, Pengantar Hukum Indonesia, PT Prenhallindo, Jakarta, 2001,hal.92-94. 20

Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana I, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hal 72.


(25)

mengandung penilaian serta rumusan yang bersifat hipotesis. Dalam hukum dikenal dua macam peristiwa hukum, yaitu:21

a. Perbuatan subjek hukum (persoon) yaitu berupa perbuatan manusia atau badan hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban,

b. Peristiwa lain yang bukan perbuatan subjek hukum, yang dibagi atas dua bagian yaitu; perbuatan hukum dan perbuatan lain yang bukan perbuatan hukum

Perbuatan hukum adalah setiap perbuatan yang akibatnya diatur oleh hukum dan akibat itu dekendaki oleh yang melakukan perbuatan. Apabila akibat suatu perbuatan tidak dikehendaki oleh yang melakukannya atau salah satu dari yang melakukannya mak perbuatan tersebut bukan merupakan perbuatan hukum.

3. Anak

Mengenai defenisi anak sampai sekarang ini belum ada kesatuan persepsi status anak di bawah umur yang berbeda-beda. Tingkat usia seseorang dapat dikategorikan antara satu negara dengan negara lain cakupannya beraneka ragam. Di Amerika serikat 27 negara bagian menentukan batas umur anak adalah antara 8-18 tahun, sementara 6 negara bagian menentukan batas umur anak antara 8-17 tahun. Di Inggris batas umur anak antara 12-16 tahun, di Australia kebanyakan negara bagian menentukan batas umur anak antara 8-18.

21

Utrect, Pengantar dalam Hukum Indonesia,Ichitar, Jakarta, 1961, hal 291 (Selanjutnya disebut Buku II)


(26)

Indonesia sendiri tidak ada keseragaman batas umur seseorang yang dapat dikatakan sebagai anak, ada banyak undang-undang yang menyebutkan batas umur/usia antara lain :

1. Undang-undang No. 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak dalam Pasal 1 angka 1. Bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun termasuk anak dalam kandungan.22

2. Undang-undang No. 3 Tahun 1997, tentang Peradilan Anak. Dalam UU ini yang dimaksud dengan anak dirumuskan dalam Pasal 1 angka 1 yaitu anak adalah seseorang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 tahun tetapi belum mencapai 18 tahun dan belum pernah kawin.23

3. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana pengertian anak diatur di dalam Pasal 45 yang menyatakan anak belum dewasa belum mencapai umur 16 tahun oleh karena itu apabila tersangkut dalam perkara pidana hakim boleh memerintahkan agar si anak dikembalikan kepada orang tuanya atau walinya atau memerintahkan agar sianak diserahkan kepada pemerintah dengan tidak dikenakan suatu hukuman apapun.24

4. Undang-undang No. 5 Tahun 1997 tentang Ketenaga Kerjaan. Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan anak dirumuskan dalam Pasal 1 angka 1 bahwa anak adalah seseorang laki-laki atau wanita kurang dari 15 tahun.25

22

Undang-undang No. 23 Tahun 2003, Tentang Perlindungan Anak, Pasal 1 angka 1. 23

Undang-undang No. 3 Tahun 1997, Tentang Peradilan Anak , Pasal 1 angka 1. 24

Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Pasal 45. 25


(27)

5. Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dalam Pasal 7 ayat (1) menyatakan perkawinan diizinkan jika pihak pria mencapai umur 19 tahun dan wanita umur 16 tahun.26

6. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, terdapat dalam Pasal 330 yang merumuskan bahwa belum dewasa apabila belum mencapai umur 21 tahun.27

Kecelakaan lalu lintas dijala raya adalah dua rangkaian kata yang terdiri dari kata kecelakaan lalu lintas dan jalan raya. Kata kecelakaan lalu lintas diartikan sebagai suatu peristiwa dijalan yang tidak disangkakan dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pemakai jalan lainnya, mengakibatkan korban manusia atau kerugian harta benda.

4. Kecelakaan Lalu Lintas

28

Berdasarkan Pasal 93 PP No. 43 Tahun 1993 menyatakan bahwa korban kecelakaan lalu lintas dapat berupa

Kecelakaan lalu lintas merupakan bahaya potensial akibat meningkatnya kegiatan dalam sektor ekonomi, khususnya perhubungan darat. Kerugian yang ditimbulkan akibat dari kecelakaan lalu lintas tidak saja kerugian materil tetapi juga menyebabkan luka ringan, luka berat, cacat tubuh yang permanen, bahkan meninggal dunia.

29

1. Korban mati sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (2) huruf a, adalah korban yang dipastikan mati sebagai akibat kecelakaan lalu lintas dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah kecelakaan tersebut.

:

26

Undang-undang No. 1 Tahun 1974, Tentang Perkawinan 27

Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Pasal 330 28

Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1993, Tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan, Pasal 93.

29 Ibid


(28)

2. Korban luka berat sebagaiman yang dimaksud dalam ayat (2) huruf b, adalah orang yang karena luka-lukanya menderita cacat tetap atau harus dirawat dalam jangka waktu lebih dari 30 (tiga puluh) hari setelah kecelakaan tersebut.

3. Korban luka ringan sebagaiman yang dimaksud dalam ayat (2) huruf c, adalah korban yang tidak termasuk dalam ayat (3) dan ayat (4).

Jalan raya tempat untuk lalu lintas orang atau kendaraan dan sebagiannya (sebagian besar), perlintasan dari satu tempat ketempat lain.30

G. Metode Penelitian

Bahwa jalan sebagai salah satu prasaran transportasi merupakan unsur penting dalam pengembangan kehidupan berbangsa dan bernegara dan pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa, wilayah bangsa dan fungsi masyarakat serta dalam memajukan kepentingan umum.

Untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuan dapat lebih teratur dan dapat dipertanggungjawabkan maka metode yang digunakan antara lain: 1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini penulis laksanakan di Kepolisaian Resort Labuhan Batu. berdasarkan data tingkat kecelakaan lalu lintas yang dilakukan anak cukup tinggi, yang setiap tahunnya meningkat.

2. Sumber Data

Adapun sumber data yang dijadikan bahan dalam penulisan skripsi ini adalah :

a. Sumber Kepustakaan, yaitu kegiatan mengumpulkan data-data sekunder yang terdiri dari :

30

W.J.S.Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2002, hal 395


(29)

1. Bahan Hukum Primer yaitu ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang mempunyai kekuatan hukum mengikat, baik peraturan yang ada didalam KUHP maupun peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh pemerintah Republik Indonesia.

2. Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan-bahan hukum yang erat kaitannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa dan memehami bahan hukum primer.

3. Bahan Hukum Tertier yaitu bahan–bahan hukum yang memberikan informasi dan penjelasan mengenai bahan hukum primer dan sekunder. b. Sumber dilapangan, yaitu kegitan mengumpulkan, meneliti dan menyeleksi

data primer yang diperoleh langsung dari lapangan untuk menunjang data sekunder. Adapun data yang diperoleh adalah melalui penelitian di Polres resort Labuhan Batu dengan metode wawancara kebeberapa responden.

3. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang dilakukan adalah :

1. Normatif/Yuridis, yaitu penelitian hukum yang dilkukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder, berupa hukum positif dan bagaiman penyerapannya dalam praktek di Indonesia.31

2. Emperis/Sosiologis, yaitu penelitian yang dilakukan berdasarkan kondisi lapangan berkaitan dengan penegakan hukum terhadap kecelakaan lalu lintas, yang dilakukan oleh Kepolisian Resort Labuhan batu. Yang mana data diperoleh berdasarkan wawancara dari beberapa

31

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), 1986, hal 51


(30)

sumber baik dari pihak kepolisian yaitu Kanit Lantas dan beberapa polisi lalu lintas, orang tua dari pelaku pelanggaran lalu lintas dan orang tua korban kecelakaan lalu lintas serta pelaku dan korban kecelakaan lalu lintas32

4. Analisis Data

Analisis data yang dilakukan secara kualitatif, merupakan tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif.33

H. Sistematika Penulisan

Dalam penelitian deskriptif maka data yang terkumpul adalah data hasil wawancara dan penelitian langsung kelapangan sehingga analisis data ini merupakan penjelasan terhadap penemuan yang ada dilapangan. Dari penelitian data-data diatas, penulis dapat memenuhi pembahasan skripsi secara metode deduksi yaitu menarik kesimpulan dari fakta yang bersifat umum kepada fakta yang bersifat khusus.

Agar terdapat suatu alur pemikiran yang tertip dan teratur secara sistematis maka penulisan skripsi ini disusun dalam suatu kerangka yang terdiri atas tiga bab dengan masing-masing bab memiliki sub bab, sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan

Bab ini merupakan bab awal yang akan mendukung untuk memasuki bab-bab selanjutnya. Dimana bab-bab ini akan memuat dan menguraikan hal-hal yang berkenaan dengan latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat

32 Ibid 33


(31)

masalah penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metode penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II : Tinjauan Umum Penyebab Terjadinya kecelakaan Lalu Lintas di Jalan Raya

Bab ini akan membahas dan menguraikan tentang faktor-faktor penyebab

terjadinya kecelakaan lalu lintas, baik yang datang dari dalam diri sipengemudi seperti mengantuk, menghayal, mengobrol,ugal-ugalan, serta belum terampil mengemudikan kendaraan maupun dari luar diri sipengemudi seperti faktor alam, jalan, kendaraan, pejalan kaki,dan penumpang.

BAB III : Pengaturan Tentang Kecelakaan Lalu Lintas

Bab ini akan membahas tentang pengaturan kecelakaan lalu lintas baik yang didalam undang-undang ( KUHP dan UU No. 14 Tahun 1993 ) maupun di luar undang-undang ( PP No.42 Tahun 1993 dan PP No. 43 Tahun 1993 ).

BAB IV : Pertanggungjawaban Pedana Terhadap Anak dalam Perkara Kecelakaan Lalu Lintas

Bab ini akan membahas dan menguraikan tentang pertanggungjawaban terhadap anak dalam perkara kecelakaan lalu lintas mulai dari penjatuhan pidana kepada anak dan pertanggungjawaban pidana anak dalam perkara kecelakaan lalu lintas

BAB IV : Kesmpulan Dan Saran

Bab ini merupakan bab akhir dimana akan dirumuskan mengenai kesimpulan yang didapat berdasarkan uraian dan pembahasan terhadap pokok permasalahan yang timbul. Kemudian dari hasil penulisan tersebut akan diakhiri dengan saran-saran.


(32)

BAB II

Tinjauan Umum Penyebeb Terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas di Jalan Raya

Transportasi mempunyai peranan penting dalam strategis untuk memantapka perwujudan wawasan nusantara, memperkukuh pertahanan nasional, dan mempererat hubungan antar bangsa dalam usaha mencapai tujuan nasional berdasarkan pada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.34

Ini berarti jumlah kendaraan semakin meningkat, yang berakibat volume kendaraan bermotor di jalan raya bertambah besar dan menuntut adanya keseimbangan volume jalan raya. Dalam usaha pembangunan jalan-jalan raya yang sudah ada dan membangun yang baru akan membutuhkan waktu yang lama Dengan melajunya usaha pembangunan disegala bidang, termasuk bidang ekonomi, maka perkembangan sarana angkutan jalan raya atau transportasi darat mengalami kemajuan yang sangat pesat. Kemajuan ini ternyata menimbulkan masalah yang sangat rumit dalam pengaturan lalu lintas, seperti timbulnya masalah kecelakaan lalu lintas di jalan raya.

Peningkatan taraf hidup rakyat akibat pembangunan yang cukup berpengaruh terhadap perubahan sosial masyarakat, yang dulu orang pergi ke tempat kerja berjalan kaki, sekarang sudah naik kendaraan, yang dulu naik turun angkutan umum, sekarang sudah memiliki kendaraan sendiri, yang semula naik sepeda motor sekarang sudah berganti dengan mobil pribadi.

34

Undang-undang No.14 Tahun 1992,Tentang Lalu Lintas dan Jalan Raya, Sinar Grafika, Jakarta, 1992, hal 1.


(33)

dan modal atau biaya yang besar, sehingga pembangunan jalan-jalan terlambat, sedangkan laju pertumbuhan kendaraan begitu pesat. Hal inilah yang mengakibatkan kemacataan dihampir sepanjang jalan kota, terutama pada waktu-waktu jam-jam sibuk yaitu pagi hari orang pergi kekantor dan anak sekolah berangkat sekolah serta jam-jam pulang kantor yang kadang kala dapat menyebabkan kecelakaan lalu lintas di jalan raya.35

Inilah tantangan yang selalu harus dihadapi di setiap kota yang sarana jalannya sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan penduduk serta volume kendaraan yang memenuhinya. Mengingat masalah lalu lintas dan transportasi ini sangat erat hubungannya dengan kebutuhan hidup, serta pengaruh kebutuhan ekonomi maupun kelancaran pembangunan, sesuai dengan Program Pembangunan Nasional (Proprnas) yang mana dijelaskan bahwa pembangunan prasarana angkutan dan perhubungan bertujuan untuk memperlancar arus barang, jasa dan manusia keseluruh daerah dan kota sehingga dengan demikian merangsang dan menunjang sasaran pembangunan36

Disamping itu pengangkutan dan perhubungan juga mempunyai peran yang sangat penting dalam membina persatuan bangsa dan negara. Disini jelas kita lihat bahwa angkutan dan perhubungan merupakan alat yang paling utama di dalam melaksanakan pembangunan di segala bidang selain itu juga dijelaskan bahwa pembangunan jalan mengutamakan peningkatan kondisi jalan yang sudah ada. Pembangunan jalan baru dilakukan apabila dapat meningkatkan serta memeratakan pembangunan terutama jalan yang menghubungkan pusat produksi

.

35

P.Warpani. Pengelolaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Mandar Maju, 1995 36


(34)

dengan daerah pemasarannya. Oleh karena itu semakin tahun masyarakat selalu merasa akan kekurangan dan menuntut penambahan kendaraan angkutan atau transportasi, sebaliknya sarana jalan yang ada sudah tak mampu untuk menampung kendaraan-kendaraan yang hilir mudik dengan jumlah yang bertambah pesat.

Selain itu semakin berkembangnya suatu masyarakat atau daerah dapat dilihat dari lancar atau tidaknya arus lalu lintas di daerah tersebut. Kelancaran lalu lintas dapat menunjang kemajuan suatu daerah khususnya dalam bidang perekonomian. Simpangsiurnya lalu lintas jalan makin hari makin bertambah pesat, sehingga segala akibat-akibatnya juga harus ditanggung oleh masyarakat itu sendirinya. Berbagai peristiwa dalam kecelakaan lalu lintas sudah sering terjadi, khususnya di Kabupaten Labuhan Batu. Dalam peristiwa naas ini selalu memakan korban baik dari segi materil maupun non materil.

Bila kita lihat dalam kehidupan sehari-hari, hal yang bisa terjadi dalam peristiwa kecelakaan lalu lintas selalu menimbulkan kerugian. Peristiwa kecelakaan lalu lintas yang menimpa masyarakat selalu mempersalahkan pihak pengemudia kendaraan, hingga dengan berbagai hujatan dan makian akan selalu ditujukan kepada pengemudi. Namun apabila kita simak dan pelajari secara seksama hal-hal yang menyebabkan timbulnya kecelakaan, ternyata penyebabnya tidak hanya dari pihak sipengemudi saja, tetapi dapat juga disebabkan oleh manusia atau hal-hal dari luar diri sipengemudi

Seperti diketahui bahwa jalan itu digunakan oleh para pejalan kaki beserta bermacam-macam jenis kendaraan seperti : beca, sepeda, sepeda motor,


(35)

mobil, disamping pejalan kaki dan kendaraan sekarang ini jalan juga sudah dipergunakan oleh pedagang untuk menjajahkan dagangannya. Inilah keseluruhan penyebab yang menimbulkan berbagai macam akibat yang tidak diinginkan, disamping faktor-faktor lain yang mempengaruhi seperti pengelolaan jalan yang sudah tidak memadai. Atau berbagai macam jenis kendaraan maupun berbagai macam sebab dan akibat yang menimbulkan atau ditimbulkan, tidak lepas hubungannya dengan manusia, sebab pada dasarnya manusialah yang mengendalikan berbagai macam jenis kendaraan yang memenuhi jalan-jalan tersebut. Dengan berbagai macam cara dan tingkah lakunya dalam menggunakan jalan untuk mencapai keinginan dan tujuan masing-masing, tanpa menghiraukan sarana pemakai jalan lainnya. Jadi dapatlah diambil kesimpulan, bahwa atas terjadinya segala hal yang tidak diinginkan seperti : kemacatan lalu lintas, pelanggaran dan kecelakaan, polusi udara dan lain sebagainya yang mempengaruhi ketidak lancaran transportasi yang tidak dapat dipisahkan dengan kebutuhan hidup ini, penyebab utamanya adalah manusia itu sendiri, disamping pengaruh alam, jalan atau sarana lain yang belum disesuaikan dengan perkembangan penduduk dan kemajuan teknologi, merupakan alat atau kendaraan yang dipakai manusia itu sendiri, sudah atau belum memenuhi syarat dengan sarana jalan yang ada.

Salah satu penyebab fatal kecelakaan lalu lintas di jalan raya adalah faktor manusia yang bergerak di belakang mesin. Diluar perhitungan nasib sial, kecelakaan dapat dihindarkan sebab siapapun kita, tidaklah pernah terbayangkan


(36)

untuk menjadi seorang korban, calon korban, seorang pembunuh atau calan terbunuh di jalanan.

Saat ini telah terjadi kemerosotan mental sehingga orang sibuk memperhatikan dirinya sendiri tanpa memperhatikan orang lain. Krisis toleransi dijalanan telah meradisi, kita dapat menggambarkannya sebagai arena kekasaran diamana orang satu dengan orang lainnya telah kehilangan toleransi. Dalam satu penyelidikan yang lain disebutkan bahwa kebanyaan peristiwa kecelakaan dijalan-jalan raya disebabkan oleh keteledoran manusia. Manusia adalah penentu, sebab masalah akhlak manusia itu masih berperan penting, benda pasif yang dapat dikendalikan. Kita memang belum bisa menghindarkan berbagai fenomena di dalamnya.

Teknologi, selain membawa manfaat, juga mengundang korban secara dramatis. Jumlah-jumlah korban yang jatuh di jalan raya mengguah kita untuk berfikir bahwa mau tidak mau kita membenamkan diri dalam rangkaian bahaya yang kita guluti setiap saat. Salah satu yang perlu dicatat adalah kesimpulan yang ditonjolkan bahwa 90% dari kecelakaan-kecelakaan yang terjadi dijalan raya disebabkan oleh faktor pengemudinya, sehingga ditekankan bahwa kondisi jalan raya, berapapun uang dituangkan untuk menambah kendaraan bermotor menjadi tangguh dan untuk mengurangi kecelakaan lalu lintas yang penting adalah segera harus ditindak tingkah laku dan perbuatan-perbuatan pengemudi yang sembrono, sembarangan, tidak bertanggungjawab terhadap keselamatan dan kepentingan bersama.


(37)

Sikap mementingkan diri sendiri dapat disaksikan di keseharian dimana seakan-akan seseorang berpendapat, bahwa jika ia tidak berlaku kejam, dia sendiri yang akan dilecehkan orang. Sebuah pendapat yang ada benarnya tapi mengingatkan kita pada semacam perlombaan dan keterbukaan kehidupan yang semakin sibuk dan ruwet serta prespektif sosial yang kompleks dapat menjadikan alasan mengapa orang semakain individualistik di jalanan.37

Mekanisme pelayanan lalu lintas sebegitu jauh belum dapat mengimbangi pola kebutuhan yang sebenarnya. Kita memang dapat merasakan adanya manfaat dari peningkatan sarana-sarana lalu lintas yang ditunjang teknologi mutakhir. Mekanisme justru telah semakin menggantikan likuiditas

Begitulah resikonya sebuah pembaharuan, kita memang tidak dapat menutup mata terhadap kenyataan ini tapi yang harus dipikirkan adalah bagaimana pengaruh tadi dapat diperhitungkan sekecil-kecilnya dengan adanya usaha memperbaiki keadaan, memang boleh dikatakan telah terlambat. Apa yang dapat kita lakukan kini hanyalah tindakan-tindakan dalam intensitas yang tidak bergerak bersamaan dengan pesatnya perkembangan masyarakat. Angka-angka akibat kecelakaan dan kerugian materil bagi sebagian orang, kekerasan dijalan raya menimbulkan phobia tersendiri. Berbagai perasaan terancam meliputi kita, dikala sedang terlihat dalam percaturan di jalanan. Banyak aspek dari penyebab kecelakaan itu dapat diperhitungkan sebelumnya. Akan tetapi ada satu hal yang jelas terlihat, kecelakaan meningkat terus karena jumlah kendaraan bertambah terus.

37 Ibid


(38)

tenaga manusia dalam mengtur lalu lintas, tenaga manusia selain merupakan era daluarsa, juga secara struktural kebutuhan pelayanan yang serba cepat logis dilangsungkan oleh pola-pola yang lebih tepat, praktis dan efisien.

Pelanggaran-pelanggaran rambu-rambu lalu lintas termasuk juga satu kasus terbanyak penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas. Satu hal yang cukup tragis sekaligus mengherankan adalah bahwa dijalan-jalan pusat kota yang telah dilayani jembatan penyeberangan, sering terjadi orang tewas, justru karena enggan menggunakan sarana yang telah disediakan tersebut. Ini cuma momen kecil yang bisa dipakai sebagai totalitas, bahwa masyarakat kita cenderung seronok dan tidak menyukai disiplin, terlebih dalam hal-hal terkecil sekalipun.

Bardasarkan uraian diatas penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas di jalan raya antara lain;

a. Volume jalan yang tidak sebanding dengan jumlah kendaraan

b. Petugas pengawas lalu lintas jumlahnya berkurang, serta perlengkapan lalu lintas yang belum lengkap.

c. Para pemakai jalan yang tidak disiplin.

d. Kondisi jalan raya yang kurang baik atau penempatannya yang tidak tepat. e. Tempat parkir kendaraan dijalan yang tidak teratur

Hukum tidak mungkin ditati secara bulat, demikian juga ketertiban lalu lintas di kota selalu dilanggar. Para pemakai jalan dan jembatan seakan-akan tidak mau tahu, bahwa sengaja melakukan pelanggaran terhadapnya akan dapat menimbulkan akibat yang menimpa dirinya sendiri maupun pihak lain, hingga


(39)

sampai melewati batas, dapat dinilai sebagi tindakan melawan hukum baik hukum perdata, maupun hukum pidana, bahkan hukum tata usaha negara.

Berdasarkan ketentuan data diatas penyebab kecelakaan lalu lintas tidak jauh dengan apa yang dikemukakan oleh Kanit Lantas Labuhan Batu faktor-faktor penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas baik terhadap kendaraan beroda dua ataupun kendaraan beroda empat dipengaruhi oleh faktor manusia, faktor jalan dan faktor alam38

A. Faktor yang bersumber dari dalam diri sipengemudi

Peranan pengemudi sebagai subyek hukum disini yang dimaksudkan sudah barang tentu apabila terjadi kepentingan yang dilindungi oleh hukum terganggu, baik gangguan yang datangnya dari pihak pengemudi maupun dari pihak luar, dalam hubungannya dengan terjadinya kecelakaan lalu lintas. Terjadinya kecelakaan menurut konstruksi hukum pidana, haruslah ditimbulkan oleh kelakuan orang dalam hubungan sebab akibat, karena tanpa batasan yang demikian itu akan menimbulkan kesulitan pada peranan hukum pidana.

Di dalam hukum pidana telah tumbuh perkembangan tentang penentuan kelakuan seseorang yang menjadi sebab akibat terhadap kejadian yang melarang dan diberi sanksi oleh hukum pidana yaitu kejadian yang dalam hal ini dikhususkan pada kecelakaan

Sikap pengemudi sebagai subyek hukum yang pertama-tama harus menguasai pengertian hukum, pengertian tertip hukum dan kesadaran hukum,

38

Wawancara dengan Kanit Laka IPTU Suhermadi di Kepolisian Resort Labuhan Batu pada tanggal 14 April sampai 16 April 2009.


(40)

karena tanpa pengertian serta kesadaran tersebut dapat dikatakan sudah mempunyai kecenderungan melakukan pelanggaran hukum.

Banyak sekali faktor penyebab kecelakaan lalu lintas akan tetapi faktor manusia yang mengemudi kendaraan adalah lebih penting bagi hukum pidana, karena melalui keterangan atau keadaan sekitar dari orang yang mengemudi dapat diungkap atas kejadian materil dalam proses perkara pidana. Melalui kelakuan dari pengemudi itu dapat ditentukan apakah hukum pidana dapat berperan atau tidak, dengan cara membuat konsturksi hubungan antara kelakuan itu dengan sifat melawan hukum karena adanya peraturan hukum dan yang terakhir masih diperlukan hubungan antara kelakuan yang berakibat menimbulkan kejadian yang melawan hukum dengan pertanggungjawaban atau kesengajaan atau kelalaian atau unsur subkjek lainnya, yang pelaksanaannyamenurut proses beracara.

Tidak memperhatikan bagian-bagian serta unsur-unsur yang terdapat didalam jalur inti hukum pidana (delik) akan berakibat peranan hukum menjadi merosot kewibawaannya. Bahkan jauh dari tujuan keadilan, dan dimata masyarakat hukum pidana bukan sebagai pengayoman melainkan menakut-nakuti serta tidak mendapat simpati. Keadaan terakhir ini sangat tergantung pada petugas pelaksana hukum, yang disatu pihak harus nyata-nyata dibedakan antara bersikap mengurus kecelakaan semata-mata dan bertindak mengusut kecelakaan yang melanggar hukum dengan dilain pihak mengeterapkan bagian-bagian serta unsur-unsur dari inti hukum pidana secara filosofis, yuridis, sosiologis, yang tujuananya sebagai penganyom. Akan nampak jalinan peranan pengemudi dihadapan peranan hukum apabila terjadi pelanggaran hukum, maka perlu diimbangi secara tepat


(41)

untuk memperlakukan hukum secara filosofis, yuridis, sosiologis dan imbangan antara peranan ini harus terujud karena dorongan dari falsafah maupun kebudayaan bangsa Indonesia39

Kita tidak sepenuhnya sadar bahwa mengemudikan kendaraan harus dilakukan secara fungsional. Jadi orang yang menolak pendekatan sungguh-sungguh melakukan kegiatan tersebut, entah karena malas atau enggan repot, tidak layak mengeluh jika ia dikoreksi melalui penjatuhan pidana karena kurang hati-hati atau teliti atau memandang remeh resiko yang mungkin muncul sehingga benar-benar tujuan hukum pidana. Di dalam perakteknya tidak ditemukan banyak fiksi berkenaan dengan pendekatan diatas. Lagi pula pengemudi berpenggalaman tidak akan memandang kesalahan diatas sebagai suatu fiksi

.

40

Menjalankan kecepatan kenadaraan di dalam kota yang melampaui kecepatan yang dibolehkan oleh peraturan atau rambu-rambu, memberhentikan atau memparkirkan kendaraan di tempat terlarang oleh peraturan, menggangkut penumpang di luar tempat atau terminal yang ditentukan oleh peraturan, mendahului kendaraan lain tanpa suatu keperluan, tidak memberikan kesempatan dan ruang yang cukup bagi kendaraan lain yang meminta mendahului, tidak mengadakan peneranngan lampu atau isyarat arah yang cukup dari jarak penglihatan dan beberapa hal lainnya itu adalah merupakan tertib lalu lintas maupun sopan santun lalu lintas yang hanya dapat berlaku semata-mata

.

39

Bambang poernomo, Hukum Pidana Kumpulan karangan Ilmiah, Bina Aksara Jakarta,1982, hal 65.

40

Jan Remmelink, Hukum Pidana Komentar Atas Pasal-pasal Terpenting dari Kitab


(42)

tergantung faktor manusia yang berperan di dalam kendaraan itu dengan kedudukannya sebagai pengemudi.

Peranan pengemudi dalam bidang tertib hukum lalu lintas maupun sopan santun lalu lintas, mempunyai kecendrungan untuk kemungkinan besar terjadinya kecelakaan yang melanggar lalu lintas dengan membawa kerugian harta benda dan manusia. Apabila telah sampai pada persoalan ini, bagi seseorang ahli hukum yang mengenal berlakunya hukum secara filosofis, yuridis, sosiologis. Harus terlebih dahulu berpaling pada suatu pendekatan melalui “Social legal engineering” dalam bidang lalu lintas semua lapisan masyarakat mulai dari pendidikan taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi, mulai dari masyarakat di desa sampai kekota, mulai dari anggota masyarakat biasa sampai pada pemuka masyarakat dengan memperkenalkan kepada mereka apa yang dinamakan traffic

education, traffic engeneering, serta treffic law enforeement, sebagai bagian dari

pada kesadaran hidup bermasyarakat.

Di dalam masalah lalu lintas yang selalu akan unggul dari tertip lalu lintas pada masa kini dan masa yang akan datang, perlu dibentuk “Traffic board” di daerah yang mampu menampung persoalan-persoalan maupun perkembangan lalu lintas serta merumuskan kebijaksanan-kebijaksanan dalam bidang lalu lintas. Di daerah untuk mewujudkan ketertiban, kelancaran dan keamanan lalu lintas di dalam wilayahnya, terutama untuk turut memecahkan pencegahan kecelakaan yang membawa korban harta benda dan manusia, melalui traffic board pertolongan pertama apabila terjadi kecelakaan dan selanjutnya cara-cara menghadapi hukum apabila diperlukan karena kecelakaan yang terjadi setelah


(43)

ditentukan secara kausalitas dapat menjadi tanggungjawab dari penggemudi yang bersangkutan.

Barulah kemudian dilanjutkan dengan tindakan represip berupa tindakan hukum dengan norma-norma dan sanksi pidana sebagaiman telah diajarkan aliran “Ultimum Remedium” yakni obat terakhir pabila sanksi atau uapaya-upaya pada cabang hukum lainnya dianggap tidak mempan.41

Oleh karena itu untuk kepentingan baik pemerintah maupun masyarakat diatur ketentuan-ketentuan mengenai peranan lalu lintas dan angkutan jalan yang meliputi antara lain jaringan lintas angkutan barang-barang, terminal penumpang, fasiliats jalan kaki, fasilitas penyeberangan orang, parkir, rambu-rambu, marka jalan, alat pemberi syarat lalu lintas, perlindungan keselamatan, keamanan, kemudahan bagi pemakai jalan. Sehubungan dengan betapa pentingnya lalu lintas ditengah-tengah kehidupan masyarakat, maka dalam hal ini pemerintah berusaha untuk mengadakan pembangunan dan perbaikan serta pelebaran jalan-jalan raya terutama jalan yang terdapat di tengah jantung kota yang lalu lintasnya sudah sangat padat.

Pembinaan dalam lalu lintas jalan memiliki aspek-aspek pengaturan, pengendalian dan pengawasan lalu lintas yang bertujuan untuk keselamatan, keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas disamping aspek kepentingan umum atau masyarakat pemakai jalan, kelestarian lingkungan, teknologi serta koordinasi antar wewenang pembinaan lalu lintas jalan baik di tingkat pusat maupun daerah , serta antar instansi, sektor dan unsur lainnya.

41

Sudarto, Hukum Pidana I, Penerbit Yayasan Sudarto FH Undip, Semarang, 1990, hal 13


(44)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor yang menyebabkan kecelakaan lalu lintas yang berasal dari dalam diri sipengemudi, antara lain :

1. Karena Mengantuk

Hal ini terjadi akibat sering sekali para pengemudi kendaraan memaksakan dirinya untuk melanjutkan perjalanannya. Adakalanya seseorang itu sudah lelah dan sudah mengantuk tapi tetap bertahan. Keadaan ini apabila dibiarkan akan cenderung menimbulkan kecelakaan lalu lintas. Karena sikap yang tidak serius dan tidak setabil terhadap kondisi yang dipaksakan maka pengemudi tersebut tidak dapat mengendalikan kendaraannya.

2. Karena Menghayal

Segala sesuatu yang terjadi pada diri manusia, baik sedih manupun senang, kadang kala dapat mempengaruhi aktifitas manusia itu sendiri. Orang yang sering menghayal akan dominan melalaikan kegiatan yang sering dilakukannya. Sama halnya kebanyakan orang khususnya pengemudi. Yang menjadi bahan pemikirannya sehingga seorang itu harus menghayal sring disebabkan oleh masalah-masalah pribadi. Hal seperti ini juga dapat menjadi penyebab kacelakaan lalu lintas.

3. Karena Mengobrol

Kebiasaan buruk pengemudi dengan teman-temannya atau penumpang adalah keasyikan mengobrol. Ada dua sisi yang ditimbulkan apabila seseorang itu


(45)

bercerita atau mengobrol dengan temannya atau penumpanggnya sambil mengemudikan kendaraannya, antara lain:

1. sisi positip: sipengemudi terlupa akan keletihan atau rasa kantuk yang dialaminya. Sehingga sipengemudi tetap bugar dalam menjalankan tugasnya sebagai pengemudi.

2. sisi negatif: bahwa karena keasyikan ngobrol, maka sipengemudi dapat melakukan hal-hal refleks yang dapat menggangu keamanan dan keselamatan penumpang.

Obrolan tidak hanya dilakukan pengemudi dengan penumpangnya atau dengan orang yang ada dibelakangnya. Tapi dalam hal ini juga mencakup obrolan yang dilakukan via telepon (handphone). Maraknya alat komunikasi membuat orang gampang memperolehnya.

4. Karena Kurang Hati-hati dalam Mengatur Kecepatan (Ugal-ugalan)

Pengemudi sangat senang bila dapat mendahului kendaraan yang ada didepannya. Kecepatan yang tidak mempunyai keseimbangan dengan kecepatan kendaraan yang didahuluinya dapat menimbulkan suatu kecelakaan. Kecepatan yang sangat tinggi dapat berakibat buruk, karena tidak berhati-hati dapat menabrak yang datang dri arah yang berlainan. Hal ini khususnya terjadi pada remaja, yang mengemudikan kendaraan sesuka hati dijalan pada saat mereka konvoi dengan teman-temannya.


(46)

5. Karena Belum Terampil Mengemudikan Kendaraan

Kemahiran atau keterampilan seseorang dalam mengemudikan sangat dibutuhkan guna mencegah timbulnya kecelakaan lalu lintas. Seseorang yang belum terampil mengemudikan kendaraannya wajar tidak dibenarkan memperoleh SIM. Hal ini telah ditegaskan dalam UULLAJ No.14 Tahun 1992.

B. Faktor yang Bersumber dari Luar diri Sipengemudi42

a. volume jalan yang tidak mendukung dengan jumlah kendaraan yang semakin meningkat.

1. Faktor Jalan

Yang dimaksud dengan jalan adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu kendaraan baik roda dua ataupun roda empat. Karena itu marka jalan berfungsi untuk mengatur lalu lintas atau menuntun pemakai jalan dalam berlalu lintas di jalan.

Dalam hal ini faktor jalan penyebab kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh;

b. Kondisi jalan banyak yang berlobang-lobang dan penempataanya tidak tepat. c. Banyak jalan raya yang dipakai sebagai tempat parkir yang tidak beraturan

dan banyak jalan raya yang dipakai para pedagang sehingga terjadinya penyempitan.

42

Wawancara dengan Kanit Laka IPTU Suhermadi di Kepolisian Resort Labuhan Batu pada tanggal 14 April sampai 16 April 2009.


(47)

2. Faktor Alam

Alam menurut kamus bahasa Indonesia adalah segala yang ada di langit dan bumi, tempat kehidupan, wilayah, negeri, yang bukan buatan manusia.43

Pada umumnya kesalahan pengemudi kendaraan cenderung disimpulkan terhadap peraturan lalu lintas misalnya dalam hal tidak memberikan tanda akan membelok, mengendarai kendaraan tidak dijalur kiri, atau pada persimpangan tidak memberikan prioritas kepada kendaraan lain yang datang dari sebelah kiri, menjalankan kendaraan terlalu cepat melampaui batas yang ditentukan dalam peraturan lalu lintas. Oleh karena itu salah satu pelanggaran peraturan lalu lintas itu terjadi, maka muda untuk menganggap adanya culpa apabila kemudian kendaraannya menabarak kendaraan lain atau orang yang mengakibatkan luka berat atau mati.

Dalam hal ini kaitannya terhadap kecelakaan lalu lintas disebabkan oleh cuaca, hujan deras, petir,, kabut yang tebal sehingga mengurangi jarak pandang yang bebas terhadap kendaraan yang melintas. Oleh karena itu selain pengemudi/kendaraan dan keadaan jalan faktor alam juga menentukan penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas.

44

Dalam lalu lintas juga tidak ada pidana tersendiri berupa membahayakan lalu lintas, seperti mengebut, pengemudi dalam keadaan mabuk terlalu banyak meminum-minuman keras, meskipun tidak ada kesalahan sam sekali.45

43

Dartanto , Kmus Bahasa Indonesia, Apollo, Surabaya, 1997, hal 30. 44

Wawancara dengan Kanit Laka IPTU Suhermadi di Kepolisian Resort Labuhan Batu pada tanggal 14 April sampai 16 April 2009.

45

Wirjono Prodjo Dikoro, Asas-Asasa Hukum Pidana Di Indonesia, PT Refika Aditama, Bandung, 2003, hal 81


(48)

3. Keadaan Kendaraan

Walaupun sebab-sebab kecelakaan itu dikarenakan oleh kendaraan yang kurang sempurna, maka yang bertanggungjawab dalam hal ini adalah pengemudi kendaraan tersebut. Mengapa demikian?

Karna sebelum kendaraan itu dipergunakan, sipengemudi kendaraan tersebut tidak terlebih dahulu memeriksa keadaan kendaraannya. Karena kelalaiannya atau kesalahannya dengan tidak disengaja ia berbuat kesalahan. Sebab-sebab terjadinya kecelakaan akibat kendaraan yang tidak beres adalah kerusakan pada mesin atau kurang sempurna sesuatu bagian kendaraan seperti rem, kemudi, lampu muka, lampu send, lampu belakang, klakson tidak dapat dibunyikan dan ban yang bocor secara tiba-tiba.

4. Pejalan Kaki

Orang atau kaki dimana-mana selalu menjadi korban kecelakaan lalu lintas yang makin hari makin berkembang pesat. Sebagian orang pejalan kaki yang ada di Indonesia terdiri dari orang-orang yang masih buta tentang peraturan lalu lintas.

Bila kita perhatikan secara seksama sebab-sebab yang dapat mengakibatkan terjadinya peristiwa kecelakaan lalu lintas yang dilakukan oleh pejalan kaki dapat dibagi atas tiga tingkatan:

1. Oleh kesalahan pejalan kaki, Yaitu kesalahan-kesalahan teknis yang dibuat oleh orang pejalan kaki yang sehat baadan dan jiwa yang berumur 7 tahun atau lebih;

1. Menyeberang jalan, berjalan atau berdiri di jalan kenderaan dengan tidak memperhatikan lalu lintas.


(49)

2. Berada dijalan kenderaan dengan kurang jaga-jaga. 3. Bermain di jalan seperti main layangan, main bola dll

4. Sekonyong-konyong keluar dari belakang atau muka kendaraan, yang tadinya menyembunyikan orang itu dari pemandangan mata.

5. Kurang minggir, tidak jalan di jalan orang atau waktu menyeberang tidak mempergunakan tempat penyeberangan yang disediakan untuk orang pejalan kaki.

2. Kecelakaan disebabkan cacat badan atau dan jiwa orang pejalan kaki yang berumur 7 tahun atau lebih

1. Karena tiba-tiba sakit, misalnya terpeleset 2. Dalam keadaan mabuk atau pusing.

3. kecelakaan oleh karena anak-anak di bawah umur 7 tahun

1. Tingkah laku anak kecil yang tidak dapat dielakkan lagi sehingga terjadi kecelakaan.

2. Anak-anak kecil tidak dibawah pengawasan atau lepas dari pengawas orang dewasa

3. Keadaan-keadaan lain yang dilakukan oleh anak kecil yang menyebabkan kecelakaan itu.

5. Penumpang

Sebab-sebab yang dapat mengakibatkan peristiwa kecelakan lalu lintas jalan karena penumpang kenderaan, dimana penumpang dapat dibagi atas dua tingkatan:


(50)

1. kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh orang yang berumur 7 tahun atau lebih, sehat badan dan jiwanya:

a). Merintangi pengemudi waktu menjalankan kendaraan

b). Bersandar di pintu, sehingga pintu itu terbuka dan mobil dari belakang menabraknya

c). Mengeluarkan anggota badan dari luar jendela

d). Tidak menuruti petunjuk-petunjuk dari pegawai kenderaan e). Terkejut dan gugup sehingga merintangi pengemudi

f). Dalam keadaan mabuk atau pusing

2. Kecelakaan disebabkan anak-anak di bawah umur 7 tahun:

Tingkah laku anak kecil, sehingga kecelakaan tidak dapat dielakkan. Hal ini terjadi ketika seorang anak bermain dijalan yang tidak mengetahui faktor keamanan dirinya, disamping itu juga banyak rumah-rumah yang berhadapan dengan jalan raya yang mana tempat bermain anak tidak ada.


(51)

BAB III

Pengaturan Tentang Kecelakaan Lalu Lintas

Bahwa peraturan hukum yang mengatur kecelakaan lalu lintas di jalan raya dapat menimbulkan kerugian materil, bahkan ada yang sampai dengan meninggal dunia disamping luka berat dan ringan dan/atau cacat seumur hidup. Pengaturan tentang kecelakaan lalu lintas dapat dibagi kedalam tiga (3) bagian yaitu:

A. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Kitab ini terdiri dari tiga buku, yaitu Buku I, memuat tentang ‘Ketentuan ketentuan umum”(Algemene leerstukken), artinya : ketentuan-ketentuan untuk semua “tindak pidana” (perbuatan yang pembuatnya dapat dikenakan hukuman pidana, baik yang disebut dalam Buku II dan Buku III, maupun yang disebut dalam undang-undang lain.

Buku II, ini menyebutkan tindakan-tindakan pidana yang dinamakan “misdrijven” atau “kejahatan”. Buku III, ini menyebutkan tindakan-tindakan pidana yang dinamakan “overtredingen” atau “pelanggaran’.

Disamping ini ada ajaran-ajaran atau teori-teori dalam ilmu pengetahuan hukum, yang tidak termuat dalam suatu undang-undang, seperti misalnya mengenai “kesengajaan” atau “opzet” dan hal “kurang berhati-hati” atau “culpa”,


(52)

yang diisyratkan dalam berberbagai peraturan hukum pidana, termasuk pasal-pasal dari Kitap Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sendiri.46

“Barang siapa karena kesalahannya menyebabkan matinya orang dihukum penjara lamanya lima tahun atau kurungan selama-lamanya satu tahun”.

Adakalanya suatu akibat tindak pidana adalah begitu berat merugikan kepentingan seseorang, seperti kematian seorang manusia, sehingga diraskan tidak adil, terutama oleh ahli waris korban, bahwa sipelaku yang dengan kurang berhati-hati menyebabkan orang lain meninggal, tidak diapa-apakan.

Dalam praktek tampak, apabila seorang pengemudi kendaraan bermotor menabrak orang yang mengakibatkan korbannya meninggal, banyak orang mengetahui kecelakaan tersebut maka banyak orang mengeroyok sipelaku, sehingga babak belur, maka timbul adanya beberapa “culpa delicten”, yaitu tindak pidana yang berunsur culpa atau kurang berhati-hati, tetapi dalam kenyataannya hukuman yang dijatuhkan kepada sipelaku tidak seberat seperti hukuman terhadap “doleuze delicten’, yaitu tindak pidana yang berunsur kesengajaan.

Dalam pasal 359 KUHP, yang berbunyi;

47

1. adanya kesalahan atau kelalaian.

Adapun unsur-unsur dari Pasal 459 ini adalah:

Kesalahan merupakan perbuatan sedemikian rupa sehingga perbuatan itu dapat dipertanggungjawabkan. Dalam undang-undang ini dapat dilihat dalam

46

Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia, PT. Eresco Jakarta-Bandung, 1979, hal.3

47


(53)

kesengajaan dan kealpaan. Kesengajaan adalah orang yang menghendaki dan orang yang mengetahui. Kesengajaan ada 3 bentuk yaitu;

1. sengaja sebagai maksud (opzet als oogemerk) 2. segaja sebagai kepastian (opzet bij zekerheids)

3. sengaja sebagai kemungkinan (opzet bij mogelijkheids)

berbuat salah karena kelalaian disebabkan karena tidak menggunakan kemampuan yang dimilikinya ketika kemampuan itu seharusnya ia gunakan, kurang cermat berpikir, kurang pengetahuan /bertindak kurang terarah dan tidak mendukga secara nyata akibat fatal dari tindakan yang dilakukan.

2. menyebabkan matinya orang lain yang harus dipengaruhi oleh 3 syarat; 1. adanya wujud dari perbuatan.

2. adanya akibat berupa matinya orang lain

3. adanya hubungan klausula antara wujud perbuatan dengan akibat kematian orang lain.

Matinya orang dalam pasal ini tidak dimaksudkan sama sekali oleh terdakwa, akan tetapi kematian tersebut hanya merupakan akibat dari pada kurang berhati-hati atau lalainya terdakwa (culpa), maka pelaku tidak dikenakan pasal tentang pembunuhan (pasal 338 atau 340 KUHP). Pasal ini menjelaskan bahwa kematian orang lain adalah akibat dari kelalaian sipembuat dengan tidak menyebutkan perbuatan sipembuat tetapi kesalahannya.

Selanjutnya dalam pasal 360, dinyatakan bahwa :

(1) Barang siapa karena kesalahannya menyebabkan orang luka berat dihukum dengan hukum penjara selama-lamnya lima tahun atau hukuman kurungan selama-lamnya satu tahun


(54)

(2) Barang siapa karena kesalahannya menyebabkan orang luka sedemikian rupa sehingga orang itu menjadi sakit sementara atau tidak dapat menjalankan jabatannya atau pekerjaanya sementara, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan bulan atau hukuman kurungan selama-lamanya enam bulan atau hukuman denda setinggi-tingginya Rp. 4500,-

(K.U.H.P. Pasal 90,194,334,361,L.N.1960 No.1.).48

1. adanya kesalahn

Adapun unsur-unsur dari Pasal 36 KUHP adalah;

Kesalahan merupakan perbuatan sedemikian rupa sehingga perbuatan itu dapat dipertanggungjawabkan. Dalam undang-undang ini dapat dilihat dalam kesengajaan dan kealpaan. Kesengajaan adalah orang yang menghendaki dan orang yang mengetahui. Kesengajaan ada 3 bentuk yaitu;

1. sengaja sebagai maksud (opzet als oogemerk) 2. segaja sebagai kepastian (opzet bij zekerheids)

3. sengaja sebagai kemungkinan (opzet bij mogelijkheids)

2. menyebabkan orang lain terluka

terlukanya orang lain dapat berupa luka ringan dan luka berat. Luka berat dapat dilihat sebagaiman diatur dalam Pasal 90 KUHP;

1. jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali atau yang menimbulkan bahaya maut.

2. tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan pancarian

3. kehilangan salah satu panca indar

48 Ibid


(55)

4. mendapat cacat berat 5. menderita sakit lumpuh

6. terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih 7. gugur atau matinya seorang perempuan

B. Menurut UU No. 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Liantas dan Angkutan Jalan

Bentuk-bentuk kecelakaan lalu lintas di jalan raya di dalam Undang-undang No.14 Tahun 1992, secara tegas tidak diatur, namun tentang peristiwa kecelakaan lalu lintas secara tegas telah diatur pada bagian keempat dari Undang-undang dimaksud. Undang-Undang-undang ini mengatur tentang asas dan tujuan lalu lintas, pembinaan, Prasarana, terminal, kendaraan, pengemudi, asuransi, angkutan dan ketentuan pidana.

Pasal 27, mengatakan bahwa :

“Pengemudi kendaraan bermotor yang terlibat pertiwa kecelakaan lalu lintas wajib menghentikan kendaraan, menolong orang yang menjadi korban kecelakaan dan melaporkan kecelakaan tersebut kepada pejabat Polisi Negara Republik Indonesia”.49

Disisi lain undang-undang ini memberikan kelonggaran atau dispensasi bagi pengemudi kendaraan yang terlibat peristiwa kecelakaan lalu lintas di jalan Ketentuan ini mengandung pengertian bahwa kewajiban pengemudi untuk menolong korban kecelakaan yang memerlukan perawatan harus diutamakan.

49

Lihat Pasal 27 Undang-Undang No.14 Tahun 1992,Tentang Lalu Lintas dan Angkutan


(56)

raya, yaitu apabila pengemudi kendaraan bermotor dalam keadaan memaksa artinya suatu keadaan yang dapat membahayakan keselamatan atau jiwa pengemudi apabila menghentikan kendaraan untuk menolong sikorban, namun keadaannya tetap diwajibkan untuk segera melaporkan peristiwa kecelakaan lalu lintas tersebut atau segera melaporkan dirinya kepada pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia terdekat.

Lebih lanjut undang-undang ini mengatur secara tegas tentang tanggungjawab pengemudi dan/atau pemilik kendaraan bermotor terhadap peristiwa kecelakaan lalu lintas yang melibatkan mereka, seperti :

1. Apabila korban meninggal dunia, maka pengemudi dan/atau pemilik kendaraan bermotor wajib memberikan bantuan kepada ahli waris dari korban berupa biaya pengobatan dan/atau biaya pemakaman;

2. Apabila korban cidera, maka pengemudi dan/atau pemilik kendaraan bermotor wajib memberikan biaya pengobatan;

Namun ada pengecualian diberikan undang-undang, yaitu pengemudi dan/atau pemilik kendaraan bermotor tidak wajib memberikan biaya kepada korban dan/atau ahli waris korban, apabila peristiwa kecelakaan lalu lintas itu terjadi karena adanya keadaan memaksa yang tidak dapat dielakkan atau diluar kemampuan, disebabkan prilaku korban sendiri atau pihak ketiga, maupun disebabkan gerakan orang dan/atau hewan walaupun telah diambil tindakan pencegahan.50

50


(57)

Pengertian keadaan memaksa dalam hal in adalah peristiwa yang tidak dapat dielakkan atau diluar kemampuan pengemudi untuk menelakkan kejadian kecelakaan lalu lintas.

C. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 63).

Peraturan Pemerintah ini tidak jauh beda dengan undang-undang No.14 Tahun 1992. Peraturan Pemerintah ini selain mengatur secara tegas mengenai lalu lintas di jalan raya, juga mengatur berbagai hal yang bertujuan untuk menghindari akan terjadinya kecelakaan lalu lintas di jalan raya, seperti manejemen dan rekayasa lalu lintas, serta tata cara berlalu lintas.

Rekayasa lalu lintas dimaksud meliputi kegiatan perencanan, pengaturan, pengawasan, dan pengendalian lalu lintas. Perencanaan lalu lintas meliputi kegiatan :

1. Inventarisasi dan evaluasi tingkat pelayanan; 2. Penetapan tingkat pelayanan yang diinginkan; 3. Penetapan pemecahan permasalahan lalu lintas;

4. Penyusunan rencana dan program pelaksanaan perwujudannya;51

Sedangkan pengaturan lalu lintas meliputi kegiatan penetapan kebijakan lalu lintas pada jaringan atau ruas-ruas jalan tertentu. Pengawasan lalu lintas meliputi : 1. Pemantauan dan penilaian terhadap pelaksanan kebijakan lalu lintas di bidang

pengaturan lalu lintas;

51

Selanjutnya Lihat Pasal 2 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993, Tentang Prasarana dan lalu lintas


(58)

2. Tindakan korektif terhadap pelaksanan kebijakan lalu lintas di bidang pengaturan lalu lintas;

Pengendalian lalu lintas meliputi :

1. Pemberian arahan dan petunjuk dalam pelaksanan kebijakan lalu lintas dalam bidang pengaturan lalu lintas;

2. Pemberian bimbingan dan penyuluhan kepada masyarakat mengenai hak dan kewajiban masyarakat dalam pelaksanan kebijakan lalu lintas dalam bidang pengaturan lalu lintas.

Dalam rangka mewujudkan kegiatan-kegiatan sebagaiman diutarakan diatas tadi, dilakukan rekayasa lalu lintas yang meliputi :

1. Perencanan, pembangunan dan pemeliharan jalan;

2. Perencanan, pengadaan, pemasangan dan pemeliharaan rambu-rambu, marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, serta alat pengendali dan pengaman jalan;52

Selain diatur mengenai kegiatan-kegitan yang harus dilakukan dalam kebijakan manajemen dan rekayasa lalu lintas, juga telah diatur secara terperinci mengenai kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan atau dipatuhi oleh setiap pengemudi/pengendara kendaraan bermotor dijalan raya antara lain, menyangkut penggunaan jalur jalan, gerakan lalu lintas kendaraan bermotor, kendaraan berhenti dan parkir, kecepatan maksimum dan/atau minimum kendaraan bermotor.

52

Lihat Pasal 4 ayat (2)Perturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993, Tentang Prasarana dan lalu linta


(1)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari hal-hal yang diuraikan dalam bab-bab sebelumnya, maka pada bab ini akan dikemukakan kesimpulan dari permasalahan yang diangkat dalam penulisan skripsi ini, serta saran sebagai akhir dari penulisan skripsi ini ;

A. Kesimpulan

1. Adapun faktor yang menjadi penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas adalah faktor dari dalam diri sipengemudi seperti mengantuk, menghayal, mengobrol,ugal-ugalan, serta belum terampil mengemudikan kendaraan maupun dari luar diri sipengemudi seperti faktor alam, jalan, kendaraan, pejalan kaki,dan penumpang. Dalam hal mencegah terjadinya kecelakaan lalu lintas di Jalan raya yang menimbulkan korban yang harus dilakukan adalah dengan cara melakukan pendekatan yang dilakukan oleh pihak kepolisian. Yang mana pendekatan tersebut dapat dilakukan dengan pendekatan persuasif (secara langsung) dan non persuasif (tidak secara langsung). Melalui persuasif dapat dilakukan dengan cara melakukan pendekatan-pendekatan terhadap anak hal ini dapat berupa penyuluhan kesekolah mulai dari Tingkat Kanak-kanak, Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA sederajat) dan Sekolah Menengah Atas (SMU sederajat) menjelaskan bagaiman cara disiplin berlalu lintas, mematuhi rambu-rambu lalu lintas serta mnerangkan sanksi-sanksi yang diberikan apabila melanggar peraturan lalu lintas. Sedangkan melalu non persuasif (tidak langsung) dapat dilakukan dengan pemasangan


(2)

rambu-rambu lalu lintas, marka jalan, perawatan rambu-rambu lalu lintas serta patroli-patroli.

2. Peraturan hukum mengenai perkara kecelakaan lalu lintas di jalan raya sudah cukup jelas mulai dari Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-undang No. 14 Tahun 1992 serta Pereaturan Pemerintah No.42 Tahun 1993 tentang Pemeriksaaan Kendaraan Bermotor di Jalan Raya, Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas. Namun pada saat perkembangan zaman yang serba teknologi pemerintah didesak untuk membuat suatu peraturan lalu lintas khusus terhadap anak. Berdasarkan hasil penelitian pelaku pelanggaran lalu lintas pada saat ini banyak dilakukan oleh anak yang menyebabkan memakan korban baik luka ringan, luka berat bahkan meninggal dunia.

3. Polisi memegang peran yang sangat penting dalam penanganan kasus kecelakaan lalu lintas di jalan raya yang menyebabkan luka ringan, luka berat dan bahkan meninggal dunia. Dalam hal ini pelaku dari kecelakaan lalu lintas adalah anak, sebagai seorang polisi dalam menyidik suatu kasus kecelakaan lalu lintas haruslah seimbang dengan penyidikan yang dilakukan oleh pelaku. Karena banyak hal yang harus dipertimbangkan oleh polisi baik dari segi fisik, mental dan masa depan para pihak. Setiap kesalahan harus dapat dipertanggung jawabkan, mampu bertanggungjawab merupakan masalah dengan keadaan mental pembuat yang dapat dipertanggungjawabkan dalam hukum pidana. Dalam hal ini pelakunya adalah anak yang mana seorang anak belum dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya sepenuhnya. Oleh


(3)

sebab itu polisi dalam melakukan dakwaan harus memikirkan bagaimana kondisi sianak apakah pantas dijatukan pidana? Apabila dijatuhi pidana maka masa depan dan kebebasan anak untuk berkembang akan terhenti. Untuk itu polisi harus berpihak kepada anak dalam arti polisi tidak dapat mengenyampingkan kepentingan (keadilan) bagi korban kecelakaan lalu lintas yang dilakukan oleh anak tersebut. Jalan yang dpat dilakukan oleh polisi adalah jalur perdata yaitu Perdamaian.

B. Saran

1. Sebagai aparat penegak hukum yang dalam skripsi ini dikhususkan pada satuan Polisi Lalu Lintas Polres Labuhan Batu agar lebih profesional dalam menangani lebih spesipik pada kasus kecelakaan lalu lintas yang mana pelakunya adalah anak, karena anak merupakan aset bagi negara untuk itu perlu dilindungi agar dapat berkembang memiliki wawasan.

2. Pemerintah harus membentuk suatu peraturan undang-undang lalu lintas khusus terhadap anak-anak yang melakukan pelanggaran lalu lintas. Agar adanya perbedaan antar hukuman yang dilakukan orang dewasa dengan anak. 3. Penanggulangan kecelakaan lalu lintas di jalan raya pihak pemerintah harus

turut serta dalam penanggulangannya berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1992 ‘Negara mempunyai hak atas penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan raya yang pembinanya dilakukan oleh Pemerintah’. Untuk itu pemerintah turut serta dalam pengaturan berupa perencanaan dan perumusan teentang lalu lintas, pengendalian berupa pengendalian baik dibidang


(4)

pembangunan maupun operasi, serta pengawasan terhadap penyelenggaraan lalu lintas di jalan raya.

4. Disamping itu juga masyarakat turut juga membantu, khususnya pada orang tua sebagai wali anak harus benar-benar memperhatikan keperluan dan kebutuhan anak bukan memberi apa yang dikatakan anak sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku Bacan

Andi Hamzah, KUHP &KUHAP, PT Asdi Mahasatya, Jakarta, 2004

Bambang poernomo, Hukum Pidana Kumpulan karangan Ilmiah, Bina Aksara Jakarta,1982.

Chairul Huda, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan, Fajar Interpratama Offset. Jakarta.

Dartanto , Kmus Bahasa Indonesia, Apollo, Surabaya, 1997.

Indriyanto Seno Adji, Korupsi dan Hukum Pidana, Jakarta : Kantor Pengacara & Konsultasi Hukum “Prof. Oemar Seno Adji & Rekan”, 2002.

Jan Remmelink, Hukum Pidana Komentar Atas Pasal-pasal Terpenting dari Kitap Undang-unang Hukum Pidana Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Umum, Jakarta, 2003.

Komariah E. Sapardjaja, Ajaran Melawan Hukum Materil dalam Hukum Pidana Indonesia, Studi Kasus tentang Penerapan dan Perkembangan dalam Yurisprudensi. Bandung : Alumni, 2002.

Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak, PT Refika Aditama, 2008. Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidan, Jakarta: Bina Aksara, 1987, hal 160.

P. Warpani. Pengelolaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Mandar Maju,1995 Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, Dua

Pengertian Dasar dalam Hukum Pidana, Jakarta: Aksara Baru, 1983.

---, Pikiran-pikiran Tentang Pertanggungjawaban Pidana.Jakarta,1986.

R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Politeie, Bogor, 1991.

R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1851, PT.Pradnya Paramita Jakarta.

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), 1986.


(6)

S.R. Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Jakarta : Alumni AHAEM-PTHAEM, 1986.

Sudarto, Hukum Pidan I, Penerbit Yayasan Sudarto FH Undip, Semarang, 1990. Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia, PT. Eresco

Jakarta-Bandung, 1979.

---, Wirjono Prodjo Dikoro, Asas-Asasa Hukum Pidana Di Indonesia, PT Refika Aditama, Bandung, 2003.

C. Peraturan Perundang-undangan

RUU RI Tentang KUHP, Direktorat Jendral Peraturan Perundang-Undangan Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI,2004,hal 14

Undang-undang No. 23 Tahun 2003, Tentang Perlindungan Anak, Pasal 1 angka 1 Undang-undang No. 3 Tahun 1997, Tentang Peradilan Anak , Pasal 1 angka 1. Undang-undang No.5 Tahun 1997 Tentang Ketenaga Kerjaan, Pasal 1 angka 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974, Tentang Perkawinan

Perturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993, Tentang Prasarana dan lalu linta, Pasal 4 ayat (2)Perturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1993 Tentang Pemeriksaan Kendaraan Bermotor, Pasal 3

Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1992, tentang Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan

D. Internet

Januari 2009