Analisis Kebijakan Pengembangan Industri Kreatif di Kota Medan

(1)

LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 Kuesioner Penelitian

No….. P / W Kuesioner Penelitian

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

JL. Prof. T .M Hanafiah No. 2 Padang Bulan Medan 20155

ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI KREATIF DI KOTA MEDAN

OLEH:

RIZKI AMALIA TAMBUNAN NIM: 120501081


(2)

Medan, ………..

Kepada Yth.

Bapak/Ibu/Sdr/i Pelaku Usaha Industri Kreatif Di

Kota Medan

Dengan hormat, Saya Rizki Amalia Tambunan adalah Mahasiswa FEB USU Medan yang sedang melakukan penelitian tentang “Analisis Kebijakan Pengembangan Industri Kreatif di Kota Medan”. Memohon Bapak/Ibu/Sdr/i kiranya bersedia membantu untuk menjadi responden penelitian guna menyelesaikan masa studi saya. Penelitian ini hanya digunakan untuk kepentingan akademik saja.

Salah satu cara untuk mendapatkan data pada penelitian saya adalah dengan mengetahui pendapat masyarakat melalui penyebaran kuesioner kepada responden. Untuk itu, besar harapan saya kepada Bapak/Ibu/Sdr/i untuk dapat mengisi kuesioner ini dengan baik dan jujur.

Hormat saya

Rizki AmaliaTambunan

Petunjuk: Isilah Pertanyaan di bawah ini denganJawaban yang sesuai dan jelas. A. Identifikasi Responden

1. Nama :

2. Umur :

3. Jenis Kelamin :


(3)

b. Perempuan

4. Subsektor Industri:

a. Periklanan h. Permainan Interaktif b. Arsitektur i. Musik

c. Pasar Barang Seni j. Seni Pertunjukkan

d. Kerajinan k. Penerbitan dan Percetakan e. Desain Piranti Lunak l. Layanan Komputer dan f. Fashion m. Televisi dan Radio g. Video, Film dan Fotografi n. Riset dan Pemasaran. 5. Nama Usaha :

6. Tingkat Pendidikan :

a. SD d. Diploma (D1,D2,D3)

b. SMP/Sederajat e. Strata (S1, S2,S3) c. SMA/Sederajat

B. Pertanyaan:

1. Berapakah jumlah tenaga kerja yang Bapak/Ibu/Sdr/i pekerjakan?

____________________________________

2. Berapakah Pendapatan rata-rata usaha perhari Bapak/Ibu/Sdr/i ?


(4)

3. Sejauh ini, apakah ada kesulitan atau kendala yang Bapak/Ibu/Sdr/i hadapi dalam menjalankan usaha?

____________________________________

4. Darimana Sumber permodalan yang Bapak/Ibu/Sdr/i dapatkan untuk usaha ini?

_____________________________________

5. Apakah Bapak/Ibu/Sdr/i memiliki cabang usaha lainnya?

____________________________________

6. Apakah Bapak/Ibu/Sdr/i mengetahui apa itu Industri kreatif ?

7. Kebijakan seperti apa yang efektif untuk mengembangkan industri kreatif di Kota Medan menurut Bapak/Ibu/Sdr/i ?

8. Menurut Bapak/Ibu/Sdr/i sudahkah Kota Medan termasuk dalam golongan Kota Kreatif ?

9. Apakah ada perhatian khusus dari pemerintah untuk usaha yang Bapak/Ibu/Sdr/i jalankan?


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Andrzeg, (2014). Barries to Development of Creative Industries In Culturally Diverse Region, Poland.

Badan Pusat Statistik. 2014.Medan Dalam Angka tahun 2014, Badan Pusat Statistik Kota Medan, Medan.

Bogdan & Taylor. 1992. Pengantar Metode Penelitian Kualitatif: Suatu Pendekatan Fenomenologis Terhadap Ilmu-Ilmu Sosial.Diterjemahkan oleh Arief Furchan, Usaha Nasional,Surabaya.

Chalil, Diana dan Barus, Rianti, 2014. Analisis Data Kualitatif, USU Press, Medan.

Cho, D.S. dan Moon, H, C. (2003), From Adam Smith to Michael Porter: Evolusi Teori Daya saing, Salemba Empat, Jakarta.

Consuelo, dkk. 1993. Pengantar Metode Penelitian, Penerbit Universitas Sumatera Utara, Jakarta.

Danuar, Dani, 2013. Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Berbasis Ekonomi Kreatif, di Kota Semarang.

Departemen Perdagangan Republik Indonesia, 2008. Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025, Departemen Perdagangan Republik Indonesia , Jakarta.

Florida, R. (2003). The Rise of Creativity Class, Pluto press.

___, (2004). The Rise of The Creativity Class, New York: Basic Books

Gwee, June. (2009). “Innovation and Creative Industries Cluster: A Case Study of Singapore Creative Industries”, Singapore.

Hasibuan, Nurimansyah, 2000. Ekonomi Industri, Persaingan, Monopoli dan Regulasi, LP3ES, Jakarta.

Holzl, W. (2005). “Entrepreneurship, Entry and exit Creative Industries: An Exploratory Survey”, Vienna University of Economics and Business Administration, Vol. 1,pp. 1-31

Husein Umar, 2003. Metodologi penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, Jakarta, PT.Gramedia Pustaka.


(6)

Idrus, Muhammad, 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif, Edisi Kedua, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Jones, R. (2006). Seminar on Creative Industries Development Krasnoyarsk, PACIFIC STREAM Information CIC.

Kementrian Perdagangan, 2008. Rencana Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2009-2015, Kementrian Perdagangan RI, jakarta.

Listiani, W. (2008). “Kebijakan Bandung Kota Kreatif ” , Kompas, Rabu 17 September 2008.

Moelyono, Mauled, 2010. Menggerakkan Ekonomi Kreatif, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Nurjannah, 2013. Analisis Pengembangan Program Bisnis Industri Kreatif melalui Pendidikan Tinggi, Jakarta.

Pusparini, 2011. Strategi Pengembangan Industri Kreatif di sumatera Barat (Studi Kasus Industri Kreatif Sektor Kerajinan: Industri Bordir / Sulaman dan Pentenunan)

Simatupang, T.M, Sandroto, I.V dan Lubis, S.B.H. (2004). “A Coordination Analysis of The Creative Desaign Process”, Business Process Management Journal, Vol. 10 No. 4,pp.430-444.

Simatupang, T.M. (2007). “Konsep Kebijakan Membangun Industri Kreatif”, Pikiran Rakyat, Selasa 28 Agustus 2007.

Subri, Mulyadi, 2003. Ekonomi Sumber Daya Manusia. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Tambunan, Tulus, 2007. Perkembangan Indutri Nasional Sejak Orde Baru Hingga Pasca Krisis, Universitas Trisakti, Jakarta.


(7)

SUMBER INTERNET

(http:// analisadaily.com/diakses tanggal 14 Februari 2016)

(Bisnis Indonesia, 24/10/2007)


(8)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini digunakan metode kualitatif, merupakan metode penelitian exploratory yang didasarkan pada jumlah sampel yang kecil, digunakan untuk memahami masalah yang ada secara mendalam dari data yang bersifat deskriptif untuk mengetahui tingkah laku dan keinginan dari pihak-pihak yang terlibat yang tidak dapat digambarkan oleh pendekatan kuantitatif. Untuk masalah penentuan kebijakan industri kreatif ini, ditentukan terlebih dahulu pihak-pihak yang akan terlibat di dalamnya. Dalam hal ini, penentuan kebijakan akan melibatkan tiga komponen penting yaitu pelaku industri kreatif dan pemerintah kota Medan.

Pada penelitian ini digunakan semi structured interview, di mana dilakukan wawancara kepada pelaku industri kreatif dengan menggunakan daftar pertanyaan sebagai pedoman untuk mencari informasi sebanyak-banyaknya dari pelaku. Apabila informasi yang diperoleh dari pelaku dapat digali lebih dalam dengan pertanyaan-pertanyaan lain yang tidak tercantum dalam daftar pertanyaan, maka pertanyaan-pertanyaan lain tersebut dapat diberikan. Wawancara dilakukan untuk menelaah latar belakang dan meneliti sesuatu dari segi prosesnya, mengikutsertakan analisis deskriptif dan penjelasan yang berhubungan dengan keyakinan, pengharapan, tingkah laku dari pihak yang berbeda dan memerlukan berbagai pandangan yang berbeda-beda.


(9)

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi di Kota Medan, Sumatera Utara, Indonesia. Kota Medan memiliki potensi industri kreatif yang cukup besar sebagai sebuah Ibukota Sumatera Utara dengan populasi penduduk yang besar dan letak yang strategis sehingga sangat memungkinkan untuk melakukan pengembangan industri kreatif. Kurun waktu penelitian dimulai dari Desember 2015 hingga selesai.

3.3 Batasan Operasional

Dalam penelitian ini batasan yang akan diteliti mencakup permasalahan dalam pengembangan industri kreatif di Kota Medan. Permasalahan dalam penelitian ini mencakup potensi yang dilihat dari nilai pendapatan dan penyerapan tenaga kerja pada usaha industri kreatif serta strategi dalam pengembangan industri kreatif di Kota Medan.

3.4 Definisi Operasional

1. Potensi merupakan bagian dari peluang yang dapat dikembangkan dari kondisi industri kreatif di Kota Medan. Indikator untuk mengukur variabel potensi industri kreatif diantaranya :

a. Pendapatan yang dilihat dari kondisi penerimaan usaha (omset) dan pendapatan pelaku usaha industri kreatif.

b. Ketenagakerjaan yang dilihat dari penyerapan tenaga kerja dari setiap usaha industri kreatif yang berada di Kota Medan.

2. Strategi pengembangan industri kreatif, yang berupa cara atau kebijakan yang berasal dari internal dan eksternal kegiatan bisnis diantaranya.


(10)

3.5 Ukuran Sampel

Sampling dilakukan karena dalam penelitian sulit untuk meneliti semuanya. Sampel merupakan bagian atau sejumlah cuplikan tertentu yang diambil dari suatu populasi dan diteliti secara rinci. Dalam penelitian ini teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling yaitu bagian dari teknik non-probability sampling yang memilih orang–orang terseleksi berdasarkan ciri-ciri khusus yang dimiliki sampel tersebut dipandang mempunyai sangkut paut erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Sedangkan data sekunder pada penelitian ini adalah dokumen yang diperoleh dari Dinas UMKM dan Perindustrian perdagangan, Perguruan Tinggi/ Sekolah Tinggi Desain yang ada di Kota Medan, Taman Budaya di Kota Medan, media cetak dan internet. Data sekunder tersebut digunakan sebagai pembanding terhadap hasil wawancara. Oleh karena nya dalam penelitian ini penulis mengambil sampel sebanyak 60 pelaku usaha industri kreatif yang berada di Kota Medan.

3.6 Jenis dan Analisis Pengumpulan Data 3.6.1 Jenis Data

1. Data Primer

Data primer merupakan data yang dikumpulkan oleh peneliti dengan cara langsung dari sumbernya. Data primer biasanya disebut dengan data asli yang mempunyai sifat up to date. Untuk memperoleh data primer, peneliti wajib mengumpulkannya secara langsung. Dalam penelitian ini data didapat melalui hasil wawancara langsung dalam bentuk wawancara personal (personal


(11)

interviewing) dimana pewawancara akan menanyakan langsung kepada narasumber melalui daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya.

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang didapat/ dikumpulkan peneliti dari semua sumber yang sudah ada dalam artian peneliti sebagai tangan kedua. Data sekunder bisa didapat bersumber dari Badan Pusat Statistik yang disingkat dengan BPS, Departemen perdagangan, jurnal buku, laporan dan lain sebagainya. Data yang didapatkan berupa kondisi pertumbuhan ekonomi di Kota Medan, statistik industri kreatif Indonesia dalam kurun 2005-2008 dan sebagainya.

3.6.2 Metode Pengumpulan Data 1. Studi Pustaka

Menurut studi pustaka dapat dibedakan atas dokumen pribadi dan dokumen publik. Dokumen pribadi misalnya berupa catatan usaha responden atau koresponden melalui email dan surat, sedangkan dokumen publik dapat berupa dokumen yang dipublikasi atau tidak dipublikasi. Kelebihan studi pustaka adalah (1) memungkinkan peneliti mendapat informasi dari sumber dengan latar belakang bahasa yang berbeda, (2) dapat diakses oleh peneliti sesuai dengan ketersediaan waktu peneliti, (3) informan yang diperoleh merupakan informasi yang relatif berbobot karena merupakan pemikiran yang mendalam dari penulisannya dan (4) informasi yang diperoleh merupakan fakta yang sudah tertulis yang sudah tidak perlu diinterpretasikan lagi.


(12)

2. Observasi

Observasi atau pengamatan merupakan aktivitas pencatatan fenomena yang dilakukan secara sistematis. Pengamatan dapat dilakukan secara terlibat (partisipatif) ataupun nonpartisipatif. Maksudnya, pengamatan terlibat merupakan jenis pengamatan yang melibatkan penelitian dalam kegiatan orang yang menjadi sasaran penelitian, tanpa mengakibatkan perubahan pada kegiatan atau aktivitas yang bersangkutan dan tentu saja dalam hal ini peneliti tidak menutupi dirinya selaku peneliti.

3. Metode Wawancara

Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang dinamakan Interview Guide (panduan wawancara). Pada penelitian, wawancara dapat berfungsi sebagai metode primer, pelengkap, atau sebagai kriterium (Hadi, 1992).

3.7 Teknik Analisa Data

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik analisa deskriptif kualitatif. Analisa ini merupakan pendekatan yang akan menggambarkan karakteristik suatu permasalahan yang berasal dari data pengolahan data kualitatif. Untuk mengetahui pengembangan industri kreatif di Kota Medan penulis menggunakan metode deskriptif yaitu metode analisis dengan mengumpulkan data secara sistematis, menganilisis, dan menginterpretasikan data sehingga memberikan gambaran yang jelas mengenai perkembangan industri kreatif di


(13)

Kota Medan. Ada beberapa alasan menggunakan metode deskriptif, salah satu di antaranya adalah bahwa metode ini telah digunakan secara luas dan dapat meliputi lebih banyak segi dibanding dengan metode-metode penyelidikan lain. Menurut Umar (2003), teknik ini menggambarkan sifat sesuatu yang tengah berlangsung pada saat penelitian dilakukan dan merumuskan sebab-sebab dari suatu gejala tertentu. Sementara menurut Consuelo (1993:71-72) penelitian dengan metode deskriptif dirancang untuk mengumpulkan informasi tentang keadaan-keadaan nyata sekarang (sementara berlangsung). Adapun tahapan dalam melakukan analisis data sebagai berikut:

a. Tabulasi Data, hasil kuesioner yang telah dilakukan akan diterjemahkan dalam bentuk angka, tabel-tabel yang terdiri dari masing-masing jawaban setiap responden terhadap aspek yang ingin diketahui.

b. Reduksi Data, merupakan tahapan dalam melakukan analisa dari hasil proses pentabulasian data yang akan lebih menajamkan, menggolongkan dan memperluas data yang telah dikumpulkan yang pada akhirnya nanti akan memberi kemudahan untuk melakukan penarikan kesimpulan dari aspek yang diinginkan.

c. Analisis Deskriptif, diartikan sebagai proses dalam mengungkap gambaran permasalahan yang diteliti melalui proses pengintrepertasian hasil data yang telah ditabulasikan yang berguna untuk mendukung analisis atas penelitian yang telah dilakukan. Sementara untuk mengetahui strategi dalam pengembangan usaha industri kreatif dihimpun melalui sumber literatur yang terkait dengan blue print pengembangan industri kreatif di


(14)

Indonesia oleh Kementrian Perdagangan dan Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang masing akan dijabarkan pada masing-masing aspek terkait strategi pengembangan industri kreatif di kota Medan.


(15)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Umum Kota Medan 4.1.1 Letak Geografis Kota Medan

Secara geografis Kota Medan terletak pada 3° 27'–3° 43' Lintang Utara dan 98° 35'-98° 44' Bujur Timur dengan rata-rata ketinggian 2,5-37,5 meter diatas permukaan laut. Kota Medan memiliki luas 26.510 hektar (265,10 km2) atau 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Kota ini merupakan pusat pemerintahan Daerah Tingkat I Sumatera Utara yang secara administratif berbatasan dengan wilayah sebagai berikut:

- Sebelah Utara wilayah berbatasan dengan Selat Malaka

- Sebelah Selatan wilayah berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang - Sebelah Barat wilayah berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang - Sebelah Timur wilayah berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang.

Letak geografis Kota Medan juga turut memberi peran penting bagi daerah-daerah yang berada disekitarnya, misalnya Binjai, Deli Serdang, Labuhan Batu, Simalungun, Natal, Tapanuli, dan lain-lain. Peranan tersebut dapat dilihat dari adanya kerjasama secara perekonomian dalam membangun wilayah dengan pusat perkonomiannya berada di Kota Medan. Tidak hanya itu, daerah-daerah yang berada disekitar Kota Medan juga turut memberi sumbangsi dari potensi kekayaan alam yang dimiliki untuk mampu diolah dan diproduksi dengan baik.


(16)

4.1.2 Luas Wilayah Kota Medan

Sebagai salah satu dari 33 Daerah Tingkat II di Sumatera Utara, Kota Medan memiliki luas daerah sekitar 265,10 km2 yang secara nasional berada di urutan ketiga sebagai kota terluas di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya (Jawa Timur). Dengan luas wilayah tersebut, 36,3% adalah pemukiman, perkebunan 3,1%, lahan jasa 1,9%, sawah 6,1%, perusahaan 4,2%, kebun campuran 45,4%, industri 1,5%, hutan rawa 1,8%. Secara adminstratif Kota Medan terbagi atas 21 Kecamatan yang mencakup 151 Kelurahan (BPS Kota Medan: 2014). Hal ini ditunjukkan melalui tabel 4.1.

Tabel 4.1 Luas Wilayah Kota Medan Tahun 2014

Sumber: BPS Kota Medan 2015

No. Kecamatan Luas Wilayah (Km2)

1. Medan Tuntungan 20,68

2. Medan Selayang 12,81

3. Medan Johor 14,58

4. Medan Amplas 11,19

5. Medan Denai 9,05

6. Medan Tembung 7,99

7. Medan Kota 5,27

8. Medan Area 5,52

9. Medan Baru 5,84

10. Medan Polonia 9,01

11. Medan Maimun 2,98

12. Medan Sunggal 15,44

13. Medan Helvetia 13,16

14. Medan Barat 6,82

15. Medan Petisah 5,33

16. Medan Timur 7,76

17. Medan Perjuangan 4,09

18. Medan Deli 20,84

19. Medan Labuhan 36,67

20. Medan Marelan 23,82

21. Medan Belawan 26,25


(17)

4.2 Tenaga Kerja Kota Medan

Berdasarkan Badan Pusat Statistik Kota Medan tahun 2014 pada survei angkatan kerja nasional 2013, mengungkapkan bahwa jumlah angkatan kerja yang terdapat di Kota Medan sebanyak 1.004.899 orang, yang terdiri dari 631.144 lakilaki dan 373.555 perempuan. Sementara jumlah pencari pekerja yang mencari pekerjaan berdasarkan jenis kelamin dan tingkat pendidikan kurun waktu 2009-2013 sebanyak 16.548 tenaga kerja. Di mana 7.608 orang diantaranya adalah pria dan 8.943 diantaranya adalah perempuan. Perbandingan tersebut berasal dari tingkat pendidikan terakhir yang mana 14.431 orang berasal dari tamatan sarjana, 1807 orang adalah tamatan SMA dan 313 adalah tamatan SMP.

Tabel 4.2

Jumlah Penduduk Kota Medan Berumur 15 Tahun Ke atas yang Bekerja Selama Seminggu Menurut Lapangan Pekerjaan dan Jenis Kelamin Tahun

2014

No Lapangan Pekerjaan Utama Laki-Laki Perempuan Jumlah 1. Pertanian, Perkebunan, Kehutanan,

Perburuan dan Perikanan 32.576 4.140 36.716

2. Pertambangan dan Pergalian 1.720 0 1.720

3. Industri 91.779 26.109 117.888

4. Listrik, Gas dan Air minum 6.160 1.580 7.740

5. Konstruksi 52.132 4.995 57.127

6. Perdagangan besar, Rumah Makan,

dan Akomodasi 175.973 158.541 334.541

7. Transportasi, Pergudangan, dan

Komunikasi 65.966 11.348 77.314

8. Lembaga Keuangan, Usaha

Persewaan Bangunanan 41.973 29.059 71.031

9. Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan

Perorangan 104.056 96.224 200.280

Jumlah 572.335 331.996 904.331


(18)

Berdasarkan tabel di atas, dapat menggambarkan bagaimana kondisi tenaga kerja yang berada di Kota Medan pada kurun waktu tahun 2014 yang bekerja menurut lapangan usaha utama. Setidaknya sebanyak 904.331 tenaga kerja bekerja pada semua sektor dengan 572.335 diantaranya adalah laki-laki dan 331.996 adalah perempuan. Lapangan usaha yang paling besar dalam memberi kontribusi terhadap peneyerapan tenaga kerja adalah perdagangan besar, rumah makan dan jasa akomodasi yaitu sebanyak 334.541. Hal ini dikarenakan besarnya permintaan atas produk usaha yang bergerak di bidang tersebut dan juga mudahnya dalam proses membuka usaha menyebabkan tingginya jumlah yang usaha yang bergerak pada disektor tersebut. Selanjutnya lapangan usaha yang berasal jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan mampu meneyerap tenaga kerja sebanyak 200.280 orang, yang kemudian disusul oleh lapangan usaha industri sebanyak 117.888 tenaga kerja.

Sedangkan untuk lapangan usaha yang bergerak di bidang transportasi, pergudangan dan komunikasi mampu memberi kontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja sebanyak 77.314 orang. Lembaga keuangan, persewaan banguanan juga menyumbang penyerapan tenaga kerja sebanyak 71.031 orang. Konstruksi sebanyak 57.127 orang, dan untuk sektor lapangan usaha di bidang pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan dan perikanan hanya mampu memberi sumbangsi sebanyak 36.716 tenaga kerja. Hal ini tentu lebih baik, jika melihat kondisi penyerapan tenaga kerja yang berasal dari listrik, gas dan air minum sebanyak 7.740 dan pertambangan dan penggalian yang hanya 1.720 orang dengan perbandingan 100% berasal dari laki-laki.


(19)

4.3 Pekembangan Perekonomian Kota Medan

Laju pertumbuhan ekonomi Kota Medan pada tahun 2013 mengalami perlambatan jika dibandingkan pada tahun 2012. Tahun 2013 pertumbuhan ekonomi Kota Medan berada pada kisaran 4,30%, kondisi penurunan pertumbuhan ekonomi Medan pada tahun 2013 salah satunya dipengaruhi oleh perpindahan bandara utama Sumatera Utara dari wilayah Kota Medan ke Kabupaten Deli Serdang. Sedangkan pada tahun 2012 mampu mengalami pertumbuhan sebesar 7,63%.

Tabel 4.3

Pertumbuhan Ekonomi Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara dan Nasional Tahun 2011 s/d 2013 (persen)

Tahun Medan Sumatera Utara Nasional

2011 7,69 6,63 6,49

2012 7,63 6,21 6,26

2013 4,30 6,01 5,78

Sumber: BPS Kota Medan 2014

Menurut data BPS Kota Medan tahun 2014, sektor yang mengalami pertumbuhan tertinggi berasal dari sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 9,40% sementara angkutan dan komunikasi mengalami penurunan sebesar 8,47%.

4.4 Hasil Penelitian dan Pembahasan 4.4.1 Karakteristik Responden

Dalam penelitian ini, peniliti melakukan wawancara langsung kepada 60 responden yang bergerak di bidang usaha industri kreatif. Daftar pertanyaan yang disusun ditanyakan langsung kepada responden melalui kuesioner wawancara.


(20)

4.4.1.1 Karakteristik Responden Usaha Industri Kreatif Berdasarkan Jenis Subsektor

Berdasarkan data yang diperoleh pada 60 responden usaha industri kreatif yang berada di Kota Medan, terdapat 9 jenis subsektor usaha dari 14 jenis subsektor usaha kreatif yang dijalankan pada jenis usaha industri kreatif.

Tabel 4.4

Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Usaha Subsektor Industri Kreatif

No. Subsektor Industri Orang Persen (%)

1. Kerajinan 20 33,3%

2. Fashion 15 25%

3. Video,Film,Fotografi 7 11,6%

4. Musik 5 8,3%

5. Penerbitan, Percetakan 5 8,3%

6. Pasar Barang Seni 4 6,6%

7. Layanan Komputer 2 3,3%

8. Seni pertunjukan 1 1,6%

9. Permainan Interaktif 1 1,6%

Jumlah 60 100

Sumber : Diolah oleh penulis

Dari 60 responden yang diteliti, sebanyak 20 unit (33,3%) usaha yang dijalankan bergerak di bidang kerajinan industri kreatif dengan produk unggulan berupa kerajinan tangan (handy craft), mebel dan rotan. Hal ini membuat industri kerajinan paling besar dalam proses distribusi sampel yang ditemui oleh peneliti dalam melakukan penelitian. Selanjutnya, industri fesyen berada di urutan kedua saat ini industri fesyen tumbuh dengan sangat pesat dan dinamis dengan 15 unit usaha (25%). Selanjutnya di urutan ketiga untuk industri video, film, fotografi sebanyak 7 unit usaha (11,6%), dan secara berurutan industri musik dan industri


(21)

Penerbitan, percetakan berada di urutan keempat dan kelima dengan jumlah usaha sama-sama sebanyak 5 unit usaha (8,3%). Pasar Barang Seni berada di urutan keenam dengan 4 unit usaha (6,6%) setelah itu disusul dengan industri Layanan Komputer sebanyak 2 unit usaha (3,3%), dan yang terakhir masing-masing untuk industri Seni Pertunjukan dan Permainan Interaktif sebanyak 1 unit usaha (1,6%). 4.4.1.2 Karakteristik Responden Usaha Industri Kreatif Berdasarkan Usia

Usia responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini berkisar 19-53 tahun, hal ini ditunjukkan melalui pendistribusian sampel penelitian berikut ini.

Tabel 4.5

Distribusi Sampel Berdasarkan Usia Responden

No. Usia (Tahun) Orang Persen (%)

1. 19-23 27 45%

2. 24-28 6 10%

3. 29-33 8 13,3%

4. 34-38 4 6,6%

5. 39-43 10 16,6%

6. 44-48 2 3,3%

7. 49-53 3 5%

Jumlah 60 100

Sumber : Diolah oleh penulis

Dilihat dari segi usia responden, usia diantara 19-23 tahun paling dominan dalam penelitian ini, dengan persentase sebesar 45%, cukup lebih banyak jika dibandingkan dengan usia responden pada rentan 39-43 tahun sebesar 16,6% dari total keseluruhan responden yang diteliti, kemudian 29-33 tahun dengan 8 responden sebesar 13,3%, serta 24-28 tahun sebesar 10% dari total responden, dan pada rentan usia 44-48 tahun dengan 2 responden sebanyak 3,3% dan yang terakhir usia 49-53 tahun dengan jumlah 3 responden atau sebanyak 5% dari total sampel secara keseluruhan.


(22)

4.4.1.3 Komposisi Usaha Industri Kreatif Berdasarkan Jenis Kelamin Responden

Komposisi ini menunjukkan perbandingan sampel jenis kelamin responden penelitian terhadap subsektor industri kreatif yang berada di Kota Medan. Berikut tabel dan gambar distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin.

Tabel 4.6

Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin

No. Jenis Kelamin Orang Persen (%)

1. Laki-Laki 38 63,3%

2. Perempuan 22 36,6%

Jumlah 60 100

Sumber : Diolah oleh penulis

Tabel 4.6 menunjukkan distribusi sampel yang dilihat berdasarkan jenis kelamin responden, di mana sebanyak 38 responden (63,3%) adalah laki-laki dan sebanyak 8 responden (36,6%) adalah perempuan. Hal ini menggambarkan bahwa sebagian besar pelaku usaha yang bergerak di bidang industri kreatif didominasi oleh jenis kelamin laki-laki.

4.4.1.4 Komposisi Usaha Industri Kreatif Berdasarkan Tingkat Pendidikan Responden

Tingkat pendidikan responden merupakan bagian dari penentuan sampel penelitian sebagai acuan untuk mengetahui hubungan jenis usaha yang dijalankannya dengan tigkat pendidikan terakhir yang dilalui oleh responden. Hal ini ditunjukkan melalui tabel dan gambar distribusi sampel responden berikut ini.


(23)

Tabel 4.7

Distribusi Sampel Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No. Tingkat Pendidikan Orang Persen (%)

1. Tidak Bersekolah - -

2. SD - -

3. SMP/Mts - -

4. SMA/ SMK/ MAN 6 10%

5. Akademi (DII/ DIII) 17 28,3%

6. Strata (S1, S2, S3) 37 61,6%

Jumlah 60 100

Sumber : Diolah oleh penulis

Tingkat pendidikan responden dari penelitian ini paling banyak didominasi dari lulusan Strata (S1, S2, S3) sebanyak 37 orang responden. Kemudian disusul dari tamatan Akademi (DII/ DIII) sebanyak 28,3% (17 orang), kemudian disusul oleh tamatan SMA/SMK/MAN sebanyak 6 orang responden dari total keseluruhan responden yang diwawancarai.

4.4.2 Potensi Pengembangan Industri Kreatif

4.4.2.1 Potensi Pengembangan Industri Kreatif dari Aspek Tenaga Kerja Ketenagakerjaan merupakan aspek yang mendasar pada keberlangsungan kegiatan unit usaha. Dalam prakteknya, tenaga kerja banyak dijadikan sebagai alat pengukur kondisi perkembangan usaha yang secara mikro akan mempengaruhi produktivitas perusahaan. Secara teori, ketenagakerjaan memiliki peranan penting sebagai salah satu faktor produksi atau dengan kata lain tenaga kerja sebagai motor penggerak produksi unit usaha yang memainkan peranan penting dalam proses kegiatan ekonomi.

Perekonomian Kota Medan sejatinya mempunyai potensi yang sangat besar dari penyediaan jumlah tenaga kerja. Hal ini dapat diketahui dari jumlah populasi penduduk Kota Medan yang sangat besar serta perbandingan angkatan


(24)

kerja yang lebih banyak jika dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia. Salah satu aspek terpenting untuk mengetahui kondisi perekonomian di Kota Medan dapat dijumpai pada sektor rill serta industri yang secara umum mampu memberi sumbangsi besar terhadap penyerapan tenaga kerja. Dari beberapa sektor yang terkait dengan subsektor industri kreatif di Kota Medan, secara umum menunjukkan tren yang sangat baik yang terutama berasal dari penyerapan dan penyediaan tenaga kerja baru. Hal ini ditunjukkan melalui tabel 4.8 tentang potensi pengembangan industri kreatif yang dilihat dari aspek tenaga kerja.

Tabel 4.8

Distribusi Responden Menurut Jumlah Tenaga Kerja No. Banyaknya Tenaga Kerja Jumlah Usaha (Unit)

1. 0-5 50

2. 6-10 8

3. 11-15 0

4. 16-20 2

5. ≥20 0

Jumlah 60

Sumber: Diolah oleh penulis

Tabel 4.8 menunjukkan distribusi responden menurut jumlah tenaga kerja yang dimiliki. Data di atas memberikan gambaran bahwa sebanyak 50 unit usaha kreatif di Kota Medan mampu menyerap tenaga kerja pada kisaran 0-5 orang dalam setiap usaha yang dijalankan. Bahkan, pada beberapa usaha kreatif tertentu mampu menyerap sebanyak 6-10 tenaga kerja, hal ini ditemukan pada 8 reponden unit usaha yang telah diteliti. Selebihnya yaitu 2 responden unit usaha mampu menyerap sebanyak 16-20 tenaga kerja unit usaha kreatif. Sehingga berdasarkan temuan diatas, membuktikan bahwa unit usaha kreatif di Kota Medan memiliki potensi yang sangat baik untuk penyerapan tenaga kerja. Dari keseluruhan


(25)

responden yang diwawancarai mengungkapkan bahwa usaha yang mereka jalankan membutuhkan tenaga kerja pada kisaran tertentu sesuai dengan kondisi usaha yang mereka jalankan. Dengan demikian, usaha kreatif (industri kreatif) yang berada di Kota Medan dapat dijadikan sebagai sebuah alternatif untuk mengurangi lonjakkan pencari kerja (pengangguran) yang berada di Kota Medan. Sementara untuk subsektor usaha kreatif yang paling banyak menyerap tenaga kerja dapat dilihat pada tabel 4.9.

Tabel 4.9

Banyaknya Penyerapan Tenaga Kerja Menurut Subsektor Industri

No.

Subsektor Industri

Jumlah Tenaga Kerja

1 2 3 4 5 6 7 8 10 20

Jumlah Responden

Total Tenaga

Kerja 1. Kerajinan 2 8 4 1 3 1 0 0 0 1 20 75 2. Fashion 2 3 5 4 1 0 0 0 0 0 15 44 3. Video, Film,

Fotografi 0 0 2 3 0 1 0 1 0 0 7 32 4. Musik 0 0 0 3 1 0 0 0 1 0 5 27 5. Penerbitan,

Percetakan 0 0 2 0 0 0 1 0 2 0 5 33 6. Pasar Barang

Seni 0 1 1 0 1 0 1 0 0 0 4 17

7. Layanan

Komputer 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 2 4

8. Seni

Pertunjukan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 20

9. Permainan

Interaktif 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 5

Jumlah 60 257

Sumber: Diolah oleh penulis

Dari Tabel 4.9 dapat digambarkan bahwa subsektor industri yang paling banyak menyerap tenaga kerja adalah industri kreatif yang bergerak di bidang kerajinan. Hal ini ditandai dengan kemampuan usaha tersebut dalam menyediakan


(26)

lapangan pekerjaan yang cukup besar, hingga mampu menyerap 75 tenaga kerja dari sampel penelitian yang ditemukan dilapangan. Penyerapan tenaga kerja tersebut sangat berkesinambungan terhadap kondisi usaha kerajinan yang saat ini sedang banyak diminati oleh pasar, sehingga menimbulkan gejolak permintaan terhadap barang yang berakibat pada peningkatan produksi usaha yang tentunya membutuhkan tenaga kerja sebagai salah satu faktor produksi utamanya. Industri kerajinan yang ditemukan dilapangan sangat mengandalkan kemampuan kreativitas dan ketrampilan manusia dalam merancang dan membuat barang, sehingga untuk memperolehnya sangat dibutuhkan manusia sebagai faktor tenaga kerja utamanya dibandingkan teknologi.

Tidak jauh berbeda dengan industri kerajinan, industri kreatif yang bergerak di bidang fashion juga ikut menyumbangkan kontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja, di mana sebanyak 44 tenaga kerja mampu diserap dari 15 sampel yang diperoleh di bidang industri fashion tersebut. Selanjutnya disusul oleh industri Video, Film dan Fotografi yang memberi kontribusi sebanyak 32 tenaga kerja dari 7 unit responden usaha kreatif yang berada di Kota Medan.

Setelah itu, industri percetakan dan penerbitan menyerap sebanyak 33 tenaga kerja dari 5 unit responden usaha kreatif, industri musik yang mampu memberi kontribusi sebanyak 27 tenaga kerja yang berasal dari 5 unit responden. Selanjutnya sebanyak 17 tenaga kerja berasal dari industri pasar barang seni dari total 4 unit respoden kemudian industri layanan komputer sebanyak 4 tenaga kerja dengan 2 unit usaha kreatif dan kemudian industri seni pertunjukan dengan total 20 tenaga kerja yang berasal dari 1 unit responden dan yang terakhir industri


(27)

permainan interaktif sebanyak 5 tenaga kerja yang berasal dari 1 unit usaha kreatif di Kota Medan.

Namun secara keseluruhan, dari 9 sampel subsektor industri kreatif mampu memberi sumbangan terhadap penyerapan tenaga kerja sebanyak 256 tenaga kerja. Jika diperhatikan, berdasarkan data di atas maka dapat diumpamakan, setiap penambahan satu unit usaha industri kreatif di bidang manapun akan berpengaruh terhadap terbukanya lapangan kerja baru bagi masyarakat. Dengan perkiraan sekitar 20 unit usaha industri kreatif di bidang kerajinan (dari 60 responden), berarti penambahan 2 tenaga kerja dalam setiap unit tersebut akan mampu menciptakan peluang lapangan pekerjaan sebanyak 40 lapangan pekerjaan. Begitu pula dengan subsektor industri lainnya, yang bilamana ada penambahan rata-rata 4 tenaga kerja pada subsektor industri kreatif di bidang fashion, akan membuka peluang baru pencari kerja sekitar 60 lowongan pekerjaan baru. Hal ini, berlaku pula pada subsektor industri kreatif lainnya.

Kondisi tersebut tentu sangat menunjukkan dampak yang sangat baik. Jika setiap unit usaha subsektor industri kreatif yang ada di Kota Medan mampu diberdayakan, bukan tidak mungkin peluang masyarakat untuk meningkatkan taraf hidupnya akan mudah untuk diwujudkan melalui usaha kreatif yang dibangun oleh para pengusaha industri tersebut. Dilain hal, fenomena tersebut juga akan mampu untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, yang pada akhirnya akan meningkatkan konsumsi nasional. Pihak pelaku usaha juga akan dengan mudah meningkatkan produksinya sebab konsumsi yang tinggi dari dampak peningkatan kesehjatraan tersebut, sehingga pendapatan nasional akan


(28)

mengalami peningkatan yang dilihat dari proses pembangunan perekonomian secara keseluruhan.

Sebaliknya, jika hal ini tidak dapat dimanfaatkan maka keadaan akan berubah yang berakibat pada macetnya pembangunan daerah yang disebabkan kondisi masyarakat yang masih sangat jauh dari kesehjatraan, hal ini dilihat tingkat pendapatan yang masih rendah akibat tidak adanya peluang pekerjaan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Maka, dengan itu kerjasama antara pihak pemerintah, swasta dan masyarakat sangat dibutuhkan demi keberlangsungan usaha kreatif dalam mendukung dan mengembangkan potensi yang dimilikinya.

4.4.2.2 Potensi Pengembangan Industri Kreatif dari Aspek Pendapatan Perhari

Berhasil atau tidaknya sebuah perusahaan biasanya diukur dari pendapatan yang diperolehnya dalam kurun waktu tertentu. Pendapatan tersebut diperoleh dari omset yang dihasilkan dari aktivitas penjualan atas barang dan jasa. Sumber pendapatan yang diperoleh oleh perusaahan biasanya berasal dari nilai transaksi yang dilakukan oleh para pelanggan terhadap barang atau jasa. Pendapatan yang diperoleh dari usaha kreatif di Kota Medan sangat dipengaruhi oleh jumlah nilai transaksi dan jenis barang atau jasa yang memiliki inovasi terbaru. Permintaan tersebut mempengaruhi pendapatan pengusaha dari jenis barang atau jasa yang disebabkan adanya inovasi yang lebih menarik dari sebelumnya, sehingga pelanggan mempunyai banyak pilihan untuk melakukan proses transaksi atas barang atau jasa yang diinginkannya. Pendapatan yang diterima oleh seorang


(29)

pengusaha dengan pengusaha lainnya dalam penelitian ini tidaklah sama, sangat bergantung dengan kebutuhan dan kreatifitas yang diciptakan oleh pengusaha itu sendiri. Selain itu, pengaruh penjualan yang tidak menentu dan biaya yang dikeluarkan sangat mempengaruhi kondisi penerimaan suatu unit usaha.

Tabel 4.10

Distribusi Responden Menurut Jumlah Pendapatan Perhari No. Jumlah Pendapatan (Rp) Jumlah Usaha (Unit) Persen (%)

1. 50.000,00-100.000,00 13 21,66

2. 200.000,00-500.000,00 22 36,66

3. 600.000,00-1.000.000,00 6 10

4. 1.500.000,00-2.000.000,00 7 11,66

5. 2.500.000,00-3.000.000,00 9 15

6. 3.500.000,00-4.000.000,00 2 3,33

7. 4.200.000,00-5.000.000,00 1 1,66

8. ≥5.000.000,00 0 0

Jumlah 60 100

Sumber: Diolah oleh penulis

Dari data yang diperoleh oleh penulis, mengungkapkan bahwa sebesar 36,66 % atau sekitar 22 unit usaha industri kreatif mampu memperoleh pendapatan pada kisaran Rp200.000,00 - Rp500.000,00, selanjutnya terdapat 21,66 % unit usaha industri kreatif menghasilkan Rp50.000,00 - Rp100.000,00, selanjutnya terdapat sekitar 15 % atau 9 unit mampu memperoleh pendapatan sebesar Rp2.500.000,00 - Rp3.000.000,00, selanjutnya terdapat 11,66 % atau 7 unit usaha mampu memperoleh pendapatan sebesar Rp1.500.000,00 - Rp2.000.000,00 setiap harinya, selanjutnya terdapat 10 % atau 6 unit usaha mampu memperoleh pendapatan sebesar Rp600.000,00 - Rp1.000.000,00, selanjutnya terdapat 3,33 % atau 2 unit usaha industri kreatif menghasilkan Rp3.500.000,00 - Rp4.000.000,00 setiap harinya. Kemudian, sekitar 1,66 % atau 1 unit mampu memperoleh pendapatan sebesar Rp4.200.000,00 - Rp5.000.000,00


(30)

setiap harinya. Sementara untuk mengetahui ukuran pendapatan perhari menurut bidang usaha yang dijalankan, dapat diketahui melalui tabel berikut.

Tabel 4.11

Rata-rata Pendapatan Perhari Pengusaha Menurut Subsektor Industri No. Subsektor Industri Rata-rata pendapatan (Rp)

1. Kerajinan 150.000,00-5.000.000,00

2. Fashion 100.000,00-3.000.000,00

3. Video, Film, Fotografi 130.000,00-3.000.000,00

4. Musik 50.000,00-250.000,00

5. Penerbitan, Percetakan 250.000,00-4.000.000,00 6. Pasar Barang Seni 100.000,00-4.000.000,00

7. Layanan Komputer 500.000,00-700.000,00

8. Seni pertunjukan 500.000,00

9. Permainan Interaktif 500.000,00

Rata-rata 50.000,00-5.000.000,00

Sumber: Diolah oleh penulis

Dari tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa sektor usaha Kerajinan mampu memperoleh pendapatan dengan kisaran yang cukup besar yaitu, Rp150.000,00 - Rp5.000.000,00, yang selanjutnya disusul oleh subsektor penerbitan dan percetakan dengan kisaran pendapatan perhari sebesar Rp250.000,00 - Rp4.000.000,00, kemudian industri pasar barang seni yang keseluruhan dari total responden mampu menyerap pendapatan pada kisaran Rp100.000,00 - Rp4.000.000,00 setiap harinya. Sedangkan untuk industri video, film dan fotografi dari jumlah responden yang ditemui dilapangan menunjukkan kisaran pendapatan perhari Rp130.000,00 - Rp3.000.000,00 setiap harinya kemudian industri fashion sebesar Rp100.000,00 - Rp3.000.000,00, industri layanan komputer yang bekisar antara Rp500.000,00 - Rp700.000,00, seni pertunj dan permainan interaktif sama-sama berkisar sebesar Rp500.000,00 dan yang


(31)

terakhir adalah industri musik pada kisaran pendapatan Rp50.000,00 - Rp250.000,00 setiap harinya.

Dengan kondisi tersebut, potensi pendapatan dari usaha industri kreatif sangat bisa diandalkan bagi masyarakat yang ingin memulai usaha, namun dengan kreatifitas dan inovasi yang baik agar mampu bersaing dengan usaha-usaha lainnya. Dalam memulai industri kreatif seorang pengusaha tidak harus mengeluarkan modal yang cukup besar bilamana sumber daya manusia yang digunakan memiliki kemampuan dalam berinovasi. Kreatifitas dan inovasi adalah kunci dalam memulai usaha yang lebih bisa bersaing, sebab sesuatu hal yang baru dan unik akan dengan mudah menarik perhatian masyarakat untuk mendapatkan barang-barang tersebut.

Jika ini terus berlanjut dan dikelola dengan baik maka usaha-usaha yang bergerak di bidang industri kreatif akan mampu menciptakan peluang yang sangat besar bagi penerimaan daerah disebabkan daya saing produksi yang tinggi dibandingkan dengan produk-produk lainnya. Penerimaan daerah tersebut tentu akan berdampak secara langsung bagi pertumbuhan ekonomi daerah yang ada di Kota Medan. Tingginya konsumsi tentu akan memacu produksi yang tinggi sehingga proses pembangunan dapat berjalan, dan pada akhirnya akan mampu mengurangi kemiskinan dan tujuan pembangunan nasional akan tercapai yaitu untuk mensehjatrakan rakyat.

4.4.3 Strategi Pengembangan Potensi Industri Kreatif

Dalam menentukan strategi pengembangan potensi industri kreatif di Kota Medan, dapat diketahui melalui kondisi usaha industri kreatif yang berada di Kota


(32)

Medan. Kondisi tersebut dapat dilihat dari gambaran usaha, potensi dan permasalahan yang saat ini menjadi tantangan dalam perkembangan industri kreatif di Kota Medan. Secara umum dari total 60 responden mengungkapkan bahwa kegiatan usaha yang mereka jalani bersumber dari modal sendiri, hal ini diutarakan oleh 24 responden atau sekitar 40 % dan sebanyak 36 orang responden atau sekitar 60 % mengungkapkan bahwa modal mereka dalam memulai usaha berasal dari modal pinjaman dan modal pribadi yang mereka miliki (campuran). Hal ini diketahui pada tabel 4.12.

Tabel 4.12

Sumber Modal Pelaku Usaha

No. Sumber Orang Persen

1. Sendiri 24 40

2. Campuran 36 60

Jumlah 60 100

Sumber: Diolah oleh penulis

Terkait temuan tersebut, penulis juga menemukan bahwa dampak dari kemajuan usaha yang mereka miliki telah mampu membuka cabang usaha lainnya, di mana hal ini di sampaikan oleh 20 responden. Namun, jenis cabang usaha yang ada tidak semuanya bergerak pada jenis usaha yang sejenis. Sedangkan 40 orang responden dari hasil wawancara mengatakan bahwa mereka tidak memiliki cabang usaha di mana pun. Hal ini dikarenakan kondisi usaha yang masih baru dan berkembang sehingga masih sangat sulit untuk membuka cabang usaha yang baru.

Selain itu, terkait kondisi usaha pengembangan industri kreatif di Kota Medan, terdapat juga beberapa kendala yang dijumpai dilapangan, hal ini dipertegas melalui hasil dari wawancara kepada 42 responden yang bergerak di


(33)

bidang usaha kreatif yang mengemukakan beberapa kendala dalam menjalankan usahanya, hal tersebut digambarkan oleh tabel 4.13.

Tabel 4.13

Kendala yang Dihadapi Oleh Responden

No. Kendala Jumlah Persen

1. Kurangnya Modal Usaha 26 43,33

2. Tingginya Harga Bahan-bahan Produksi 10 16,66

3. Kurangnya Sarana dan Prasarana 3 5

4. Kurangnya Pemasaran 10 16,66

5. Susahnya Mencari Tenaga Kerja 5 8,33

6. Kurangnya Pelatihan yang dibuat oleh Pemerintah 6 10

Jumlah 60 100

Sumber: Diolah oleh penulis

Dari hasil temuan di atas, menunjukkan bahwa sebagian besar usaha industri kreatif memiliki permasalah pada kurangnya modal. Hal ini ditemukan pada 26 responden atau sekitar 43,33% yang mengatakan bahwa modal masih menjadi masalah utama dalam mengembangan usaha yang mereka miliki. Bagi 26 responden yang menjadikan modal sebagai kendala utamanya beralasan bahwa tingginya permintaan atas barang hasil produksi sehingga disatu sisi tidak mampu dipenuhi kebutuhannya atas permintaan produksi barang tersebut. Selain itu, adapula yang beranggapan modal menjadi hal terpenting dalam membuka cabang usaha yang baru yang berkaitan jenis usaha atau diluar dari usaha yang mereka jalankan.

Kemudian, terdapat 10 responden mengatakan bahwa kurangnya pengetahuan atas pemasaran produk yang mereka miliki menjadikan permasalahan utama dalam menjalankan usahanya, dalam hal ini penulis menemukan bahwa keterbatasan akses informasi atas pemasaran produk yang mereka miliki menjadi alasan kurangnya pemasaran produk yang mereka produksi.


(34)

Sebagaian besar dari 10 responden tersebut menginginkan adanya perhatian khusus terkait pemasaran produk yang mereka miliki secara lebih luas lagi.

Di samping itu adapula responden yang mengungkapkan bahwa tingginya harga bahan-bahan produksi telah menyebabkan adanya kendala utama terhadap keberlangsungan usaha. Bahan-bahan produksi yang menjadi kendala dalam berusaha lebih ditekankan oleh responden pada penyediaan bahan baku dan alat-alat produksi yang sering mengalami pergesaran harga secara tidak menentu. Setidaknya sebanyak 10 responden atau 16,66 % mengatakan demikian.

Selanjutnya adalah sebanyak 8,33 % atau 5 orang dari total keseluruhan responden mengungkapkan bahwa kurangnya sarana dan prasarana menjadi permasalahan utama mereka dalam menjalankan usahanya. Responden yang mengungkapkan permasalahan tersebut, beralasan bahwa lemahnya proses distribusi barang yang berasal dari infrastruktur ke daerah-daerah tertentu sering menghambat perkembangan ekspansi pasar industri yang mereka jalankan.

Kemudian kurangnya pelatihan dari pemerintah adalah sebanyak 10 % atau 6 orang dari total keseluruhan responden mengungkapkan bahwa kurangnya keperdulian pemerintah untuk memfasilitasi pelaku industri kreatif dan memberikan motivasi dengan berbagai cara yang sederhana seperti diadakan nya workshop atau seminar dan mendampingi pelaku industri kreatif yang baru akan memulai usaha dengan mencontohkan ide-ide yang nantinya akan menjadi manfaat serta bisa lebih memajukan subsektor industri masing-masing.

Selanjutnya, yang terakhir adalah sebanyak 5 % atau 3 orang dari total keseluruhan responden mengungkapkan bahwa susahnya mencari tenaga kerja


(35)

menjadi permasalahan mereka dalam menjalankan usahanya. Responden yang mengungkapkan permasalahan tersebut, beralasan bahwa kurangnya pengetahuan teknologi para pencari kerja sehingga membuat kesulitan para pelaku industri kreatif untuk berinteraksi dengan menggunakan teknologi dan keterbatasan skill yang dimiliki oleh para pencari kerja yang ditakutkan nantinya akan membuat lamban pekerjaan sehingga tidak didapati produksi yang maksimal.

Berkaitan dengan temuan tersebut, berdasarkan hasil wawancara dengan bapak Nurdin Asyhari selaku Kepala Pembinaan dan Pengembangan di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan, mengungkapkan bahwa terdapat kebijakan-kebijakan dan strategi penting dalam mengembangkan usaha industri kreatif di Kota Medan.

Adapun kebijakan dan strategi tersebut sebagai berikut:

1. Mengikutsertakan usaha-usaha ekonomi kreatif dalam bentuk pelatihan ditingkat kecamatan hingga tingkat nasional.

2. Mengikutsertkan para perajin usaha untuk mengikuti pameran atau event. 3. Mengembangkan ketersediaan informasi dan teknologi yang berkaitan dengan pelaku usaha industri kreatif.

4. Mendorong dalam pemberian fasilitas sarana dan prasarana dalam membangun usaha industri kreatif di Kota Medan.

5. Penciptaan iklim usaha yang mendukung daya saing usaha industri kreatif di Kota Medan.

Kebijakan dan strategi pengembangan industri kreatif yang dihimpun dari hasil wawancara dengan bapak Nurdin Asyhari selaku Kepala Pembinaan dan


(36)

Pengembangan di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan menunjukkan permasalahan pelatihan dan pemasaran produk menjadi hal yang utama yang harus diperhartikan dalam melakukan pengembangan pada setiap sektor industri kreatif. Hal ini tentu berkaitan dengan tantangan yang saat ini dihadapi oleh pelaku usaha dalam mengembangkan usahanya. Sejalan dengan hasil wawancara tersebut, dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis dapat pula dihimpun bahwa pelatihan menjadi sangat penting dalam meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan. Pelatihan tersebut dapat berupa program padat karya bagi masyarakat yang secara umum mampu diberdayakan melalui pelatihan disektor informal, tentu hal ini secara tidak langsung akan memberi efek yang sangat baik bagi masyarakat yang secara pendidikan formal kurang mampu bersaing, namun secara ketrampilan mampu diberdayakan melalui program pelatihan industri kreatif.

Disamping itu, pemasaran juga merupakan hal yang paling mendasar dalam pengembangan sektor kreatif yang ada di Kota Medan. Kegiatan yang berupa pameran produk tentu sangat memberi manfaat yang sangat besar bagi pelaku usaha terutama untuk memperkenalkan produk-produk yang lebih berinovasi lagi. Dengan adanya kegiatan tersebut bukan tidak mungkin akan memberikan pangsa pasar yang lebih luas bagi pelaku usaha dalam menjalankan usahanya. Selain itu, adapun faktor berupa ketersediaan informasi yang baik akan memberi kemudahan bagi masayarakat dan pelaku usaha untuk mengetahui perkembangan kreativitas yang saat ini menjadi ketertarikan bagi masyarakat secara umum. Sehingga proses kreativitas dan inovasi tersebut akan mudah


(37)

diterima apabila memiliki pengaruh yang baik bagi masayarkat. Adapun penyediaan sarana dan prasarana tentu akan sangat membantu bagi pelaku usaha industri kreatif dalam melakukan proses distribusi barang produk hingga menuju kemasayarakat. Hal tersebut senada dengan apa yang disampaikan oleh pelaku usaha industri kreatif yang telah diwawancarai oleh penulis (tabel 4.13) yang sebanyak 5 % mengungkapkan bahwa sarana dan prasarana menjadi permasalah yang saat ini dihadapi oleh pelaku usaha. Permasalahan ini sebenarnya sudah menjadi permasalahan klasik yang ada di Indonesia, tidak hanya di Kota Medan namun berbagai daerah saat ini masih dibatasi oleh keterbatasan sarana dan prasarana yang mendukung pengembangan usaha yang mereka miliki. Solusi yang diberikan masih belum bisa dirasakan, tidak hanya bagi pelaku usaha namun bagi konsumen (masayarakat) yang juga masih memiliki keterbatasan dalam mendapatkan sarana dan prasarana yang baik dan aman.

Dengan melihat kondisi industri kreatif di Kota Medan disamping kebijakan yang diberikan oleh pemerintah melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan, penulis juga dapat menghimpun bahwa tidak hanya pelatihan, pemasaran, informasi, atau sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh pelaku usaha namun kemudahan dalam hal pembiayaan modal, kestabilan harga barang-barang baku, dan peningkatan kuantititas dan kualitas pendidikan yang mendukung penciptaan dan penyebaran orang kreatif secara berkelanjutan harus dijadikan sebagai kebijakan dalam membangun potensi industri kreatif yang ada di Kota Medan.


(38)

Kemudahan dalam pemberian modal susungguhnya menjadi harapan yang sangat besar bagi pelaku usaha dalam mengembangkan usahanya. Kendala dalam pembiayaan masih menjadi momok tersendiri bagi pelaku usaha dalam malakukan proses peminjaman di lembaga keuangan. Selain itu, penciptaan bahan baku yang berkualitas, beragam, dan kompetitif dari sumber daya alam yang terbarukan merupakan hal yang harus diperhatikan, sebab dengan adanya bahan baku yang terjangkau dan berkualitas akan memberi kemudahan bagi pelaku usaha dalam berinovasi. Namun, yang terpenting sesungguhnya berada pada sumber daya manusia, sebab industri kreatif yang dikenal sangat menitikberatkan pada sumber daya manusianya untuk mengembangkan usahanya. Sehingga peningkatan kuatititas dan kualitas pendidikan yang mendukung penciptaan dan penyebaran orang kreatif secara merata dan berkelanjutan harus dijadiakan sebagai kebijakan dalam membangun dan mengembangkan industri kreatif yang ada di Kota Medan. Tidak hanya pelatihan, namun pendidikan juga penting dalam menunjang proses produks yang lebih maju dan berkembang.

Kebijakan pengembangan industri kreatif yang ditawarkan oleh pemerintah Kota Medan dan dari hasil temuan penulis dilapangan, dapat dijadikan sebagai barometer untuk pengembangan industri kreatif yang ada di Kota Medan. Dengan melihat potensi yang dimiliki oleh Kota Medan, bukan tidak mungkin setiap kebijakan tersebut mampu dikembangkan sehingga secara khusus akan berdampak langsung pada kondisi industri kreatif dan kondisi perekonomin di Kota Medan pada umumnya.


(39)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari penjabaran tentang kebijakan pengembangan industri kreatif di Kota Medan yang telah dianalisis secara deskriptif, maka adapun yang menjadi kesimpulan adalah sebagai berikut :

1. Potensi dari usaha yang berbasis industri kreatif

a. Dilihat dari aspek tenaga kerja rata-rata mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 1-20 tenaga kerja pada setiap bidang usaha. Dengan total tenaga kerja paling banyak diserap berasal dari industri kerajinan sebanyak 75.

b. Dilihat dari aspek pendapatan perhari, rata-rata unit usaha mampu mengumpulkan pendapatan sebesar Rp50.000,00 - Rp5.000.000,00 setiap harinya, dengan unit usaha yang paling besar memperoleh pendapatan berasal dari kerajinan.

2. Kebijakan pengembangan industri kreatif dapat dilihat dari kondisi usaha industri kreatif yang berada di Kota Medan berupa gambaran umum, potensi dan permasalahan terkait dengan tantangan yang akan menjadi penghambat pengembangan serta harapan para pengusaha industri kreatif tersebut. Hal ini juga berhubungan dengan wawancara kepada dinas perindustrian dan perdagangan Kota Medan selaku penentu kebijakan di mana terdapat lima kebijakan dan strategi penting dalam pengembangan industri kreatif, serta hasil temuan penelitian dalam membangun strategi


(40)

potensi industri kreatif yang ada di Kota Medan sebagai acuan dalam pengembangan potensi yang ada.

5.2 Saran

1. Penelitian yang dilakukan oleh penulis merupakan penelitian yang besrsifat deskriptif, sehingga penambahan varibel–variabel lainnya berupa modal, pemasaran, dan lain-lain untuk mengetahui potensi pengembangan industri kreatif sangatlah bermanfaat.

2. Bagi Pengusaha kemudahan yang bersifat membangun seperti dari segi pembiayaan modal, pemasaran dan ketersediaan bahan baku harus beriring secara baik agar kegiatan industri kreatif mampu berjalan dan memiliki daya saing dengan usaha-usaha lainnya. Tentu hal ini sangat diharapkan oleh pelaku usaha dalam mengembangkan usahanya

3. Sebagai bagian dari industri yang mendukung perekonomian daerah, pemerintah sebaiknya memberi perhatian lebih terhadap perkembangan industri kreatif melalui pemberian bantuan modal khusus bagi pelaku usaha, pemasaran produk yang lebih meluas, serta fasilitas berupa sarana/prasarana dan penyediaan bahan produksi yang lebih memadai lagi.


(41)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Industri

Pengertian Industri secara umum adalah suatu kegiatan mengolah bahan mentah atau bahan barang setengah jadi menjadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan.

Menurut Undang-Undang No 5 Tahun 1984 tentang perindustrian, Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.

Industri identik dengan sebuah perusahaan. Memang benar, tapi setiap perusahaan tidak harus besar dan menggunakan mesin. Menurut Dra. Sri Milaningsih kata Industri berasal dari bahasa latin, yakni industria yang artinya buruh atau tenaga kerja. Industri juga bisa diartikan sebagai semua bentuk kegiatan manusia dalam bidang kebutuhan hidup manusia dan mendapatkan keuntungan dari barang produksi yang dihasilkan.

Menurut Badan Pusat Statistik (2015), Industri merupakan sebuah kesatuan unit usaha yang menjalankan suatu aktivitas ekonomi yang bertujuan untuk menghasilkan barang maupun jasa yang berdomisili pada suatu tempat atau lokasi tertentu dan memiliki catatan administrasi masing-masing.


(42)

Menurut Hasibuan (2000), Industri memiliki arti secara mikro dan makro. Secara mikro, Industri adalah kumpulan dari perusahaan-perusahaan yang menghasilkan barang-barang yang homogen atau barang-barang yang mempunyai sifat yang saling mengganti sangat erat. Dari segi makro, Industri adalah kegiatan ekonomi yang menciptakan nilai tambah.

Menurut Kartasapoetra (2000), Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih lagi penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun industri dan perekayasaan industri.

Jenis-jenis industri juga dikelompokkan oleh Departemen Perindustrian (1986) yang mengelompokkan industri ke dalam empat kelompok utama, yaitu sebagai berikut:

1. Industri kimia dasar, yaitu industri yang bahan baku atau olahannya menggunakan bahan-bahan kimia. Contohnya, industri semen, pupuk pestisida, kertas, bahan peledak dan ban kendaraan.

2. Industri mesin dan logam dasar, yaitu industri bahan dan produk dasar logam, perlengkapan pabrik, peralatan listrik dan kendaraan bermotor.

3. Aneka industri, yaitu kelompok industri yang menghasilkan barang-barang untuk memenuhi kebutuhan bermacam-macam kebutuhan masyarakat. Contohnya, industri makanan dan minuman, aneka sandang, aneka kimia dan serat, serta aneka bahan bangunan.


(43)

2.2 Industri Kreatif

Ada beberapa definisi industri kreatif. Industri kreatif didefinisikan sebagai industri yang fokus pada kreasi dan eksploitasi karya kepemilikan intelektual seperti seni, film, permainan atau desain fesyen dan termasuk layanan kreatif antar perusahaan seperti iklan (Simatupang, 2007). Menurut UNESCO, industri kreatif adalah kegiatan produksi maupun pelayanan yang melingkupi elemen substansial dari segi artistik atau usaha untuk menciptakan dan mencakup aktifitas arsitektur dan periklanan.

Sedangkan menurut Jones (2006), industri kreatif merupakan aktifitas yang memiliki keaslian dalam individu, bakat dan keterampilan serta memiliki potensi untuk menciptakan pekerjaan dan kesejahteraan melalui generasi dan eksploitasi hak kekayaan intelektual.

Definisi industri kreatif yang lain adalah semua industri yang berhubungan dengan produk dan jasa artistik serta budaya umum (Kultur Documentation/ Mediacult/ Wifo 2004, Creativwirtschaft Austria 2004, Marcus 2005 dalam Holzi, 2005). Definisi industri kreatif dari visi pemerintah UK Department of Culture, Media and Sport adalah industri-industri yang mengandalkan individu, keterampilan serta talenta yang memiliki kemampuan meningkatkan taraf hidup dan penciptaan tenaga kerja melalui penciptaan atau gagasan dan ekspoloitasi HKI (Triaksono, 2007).

Sektor usaha industri kreatif menurut Departemen Kebudayaan, Media dan Olahraga Inggris digolongkan ke dalam 15 sektor yaitu periklanan, arsitektur, kesenian dan barang antik, kerajinan tangan, desain, tata busana, film dan video,


(44)

perangkat lunak untuk hiburan interaktif, musik, seni, pertunjukan, publikasi dan penerbitan, perangkat lunak dan permainan komputer, televisi dan radio (Simatupang, 2007).

Sedangkan menurut Jones (2006), industri kreatif meliputi beberapa sektor antara lain iklan, arsitektur, seni pahat, desain, perancang busana, video dan film, perangkat lunak, musik, penyelenggaraan seni, penerbitan, radio dan televisi, museum serta pariwisata. Industri kreatif dapat pula dikategorikan ke dalam tiga hal; Pertama, kegiatan ekonomi yang secara langsung berhubungan dengan dunia seni (seni visual, penyelenggaraan seni, penerbitan dan literatur, museum, galeri, warisan budaya, dan lain-lain. Kedua, aktifitas yang berhubungan dengan media (penerbitan, industri penyiaran dan media digital). Dan ketiga, aktifitas yang berhubungan dengan desain (arsitektur, industri desain, pertunjukan dan desain produk) (Holzl, 2005).

Studi pemetaan industri kreatif yang dilakukan Kementerian Perdagangan Republik Indonesia (2008) menggunakan acuan definisi industri kreatif yang sama, sehingga industri kreatif di Indonesia dapat didefinisikan sebagai berikut: “Industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, ketrampilan serta bakat individu untuk menciptakan kesehjatraan serta lapangan pekerjaan melalui penciptaan dan pemanfaatan daya kreasi dan daya cipta individu tersebut”.

Kementerian Perdagangan Republik Indonesia (2008) mengelompokkan subsektor industri berbasis kreatifitas adalah:

1. Periklanan: Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan jasa periklanan (komunikasi satu arah dengan menggunakan medium tertentu), yang meliputi


(45)

proses kreasi, produksi dan distribusi dari iklan yang dihasilkan, misalnya: riset pasar, perencanaan komunikasi iklan, iklan luar ruang, produksi material iklan, promosi, kampanye relasi publik, tampilan iklan di media cetak (surat kabar, majalah) dan elektronik (televisi dan radio), pemasangan berbagai poster dan gambar, penyebaran selebaran, pamflet, edaran, brosur, dan reklame sejenis, distribusi dan delive industry advertising materials atau samples, serta penyewaan kolom untuk iklan.

2. Arsitektur: Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan jasa desain bangunan, perencanaan biaya konstruksi, konservasi bangunan warisan, pengawasan konstruksi baik secara menyeluruh dari level makro (town planning, urban design, landscape architecture) sampai dengan level mikro (detail konstruksi, misalnya: arsitektur taman, desain interior).

3. Pasar Barang Seni: Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan perdagangan barang-barang asli, unik dan langka serta memiliki nilai estetika seni yang tinggi melalui lelang, galeri, toko, pasar swalayan, dan internet, misalnya: alat musik, percetakan, kerajinan, automobile, film, seni rupa dan lukisan.

4. Kerajinan: Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi, produksi dan distribusi produk yang dibuat dihasilkan oleh tenaga pengrajin yang berawal dari desain awal sampai dengan proses penyelesaian produknya, antara lain meliputi barang kerajinan yang terbuat dari: batu berharga, serat alam maupun buatan, kulit, rotan, bambu, kayu, logam (emas, perak, tembaga, perunggu, besi) kayu, kaca, porselen, kain, marmer, tanah liat, dan kapur.


(46)

Produk kerajinan pada umumnya hanya diproduksi dalam jumlah yang relatif kecil (bukan produksi massal).

5. Desain: Kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi desain grafis, desain interior, desain produk, desain industri, konsultasi identitas perusahaan dan jasa riset pemasaran serta produksi kemasan dan jasa pengepakan.

6. Fesyen: Kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi desain pakaian, desain alas kaki, dan desain aksesoris mode lainnya, produksi pakaian mode dan aksesorisnya, konsultansi lini produk fesyen, serta distribusi produk fesyen. 7. Video, Film dan Fotografi: Kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi

produksi video, film, dan jasa fotografi, serta distribusi rekaman video dan film. Termasuk di dalamnya penulisan skrip, dubbing film, sinematografi, sinetron, dan eksibisi film.

8. Permainan Interaktif: Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi, produksi, dan distribusi permainan komputer dan video yang bersifat hiburan, ketangkasan, dan edukasi. Subsektor permainan interaktif bukan didominasi sebagai hiburan semata-mata tetapi juga sebagai alat bantu pembelajaran atau edukasi.

9. Musik: Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi/komposisi, pertunjukan, reproduksi, dan distribusi dari rekaman suara.

10. Seni Pertunjukan: Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan usaha pengembangan konten, produksi pertunjukan (misal: pertunjukan balet, tarian tradisional, tarian kontemporer, drama, musik tradisional, musik teater, opera,


(47)

termasuk tur musik etnik), desain dan pembuatan busana pertunjukan, tata panggung, dan tata pencahayaan.

11. Penerbitan dan Percetakan: Kegiatan kreatif yang terkait dengan penulisan konten dan penerbitan buku, jurnal, koran, majalah, tabloid dan konten digital serta kegiatan kantor berita dan pencari berita. Subsektor ini juga mencakup penerbitan perangko, materai, uang kertas, blanko cek, giro, surat andil, obligasi surat saham, surat berharga lainnya, passport, tiket pesawat terbang, dan terbitan khusus lainnya. Juga mencakup penerbitan foto-foto, grafir (engraving) dan kartu pos, formulir, poster, reproduksi, percetakan lukisan, dan barang cetakan lainnya, termasuk rekaman mikro film.

12. Layanan Komputer dan Piranti Lunak: kegiatan kreatif yang terkait dengan pengembangan teknologi informasi termasuk jasa layanan komputer, pengolahan data, pengembangan database, pengembangan piranti lunak, integrasi sistem, desain dan analisis sistem, desain arsitektur piranti lunak, desain prasarana piranti lunak dan piranti keras, serta desain portal termasuk perawatannya.

13. Televisi dan Radio: Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan usaha kreasi, produksi dan pengemasan acara televisi (seperti games, kuis, reality show, infotainment, dan lainnya), penyiaran, dan transmisi konten acara televisi dan radio, termasuk kegiatan station relay (pemancar kembali) siaran radio dan televisi.

14. Riset dan Pengembangan: Kegiatan kreatif yang terkait dengan usaha inovatif yang menawarkan penemuan ilmu dan teknologi dan penerapan ilmu dan


(48)

pengetahuan tersebut untuk perbaikan produk dan kreasi produk baru, proses baru, material baru, alat baru, metode baru, dan teknologi baru yang dapat memenuhi kebutuhan pasar; termasuk yang berkaitan dengan humaniora seperti penelitian dan pengembangan bahasa, sastra, seni serta jasa konsultansi bisnis dan manajemen.

15. Kuliner: Kegiatan kreatif ini termasuk baru, kedepan direncanakan untuk dimasukkan ke dalam sektor industri kreatif dengan melakukan sebuah studi terhadap pemetaan produk makanan olahan khas Indonesia yang dapat ditingkatkan daya saingnya di pasar ritel dan pasar internasional. Studi dilakukan utuk mengumpulkan data dan informasi selengkap mungkin mengenai produk-produk makanan olahan khas Indonesia, untuk di sebarluaskan melalui media yang tepat, di dalam dan di luar negeri, sehingga memperoleh peningkatan daya saing di pasar ritel modern dan pasar internasional. Pentingnya kegiatan ini di latarbelakangi bahwa Indonesia memiliki warisan budaya produk makanan khas, yang pada dasarnya merupakan sumber keunggulan komparatif bagi Indonesia. Hanya saja, kurangnya perhatian dan pengelolaan yang menarik, membuat keunggulan komparatif tersebut tidak tergali menjadi lebih bernilai ekonomis. Kegiatan ekonomi kreatif sebagai prakarsa dengan pola pemikir cost kecil tetapi memiliki pangsa pasar yang luas serta diminati masyarakat luas diantaranya usaha kuliner, aksesoris, cetak sablon, bordir dan usaha rakyat kecil seperti penjual gorengan, bakso, comro, gehu, batagor, siomay, bajigur dan ketoprak.


(49)

Sumbangan industri kreatif di Indonesia tidak bisa dikatakan kecil. Seperti dikatakan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Marie E Pangestu tahun 2006, sebesar Rp 86,917 triliun. Pertama, industri kreatif Indonesia menyumbangkan sekitar 4,71% dari PDB Indonesia pada tahun 2006, sudah berada diatas sektor listrik, gas dan air bersih. Kedua, laju pertumbuhan industri kreatif Indonesia tahun 2006 sebesar 7,28% pertahun (angka ini lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi Indonesia 5,14%). Ketiga, penyerapan tenaga kerja tahun 2006 sebesar 4,48 juta orang dengan persentase terhadap total tenaga kerja adalah 4,71%. Keempat, produktivitas tenaga kerja tahun 2006 Rp 19,38 juta per orang. Terakhir, empat sektor industri kreatif teratas adalah periklanan, desain fesyen, kerajinan, dan arsitektur.

2.2.1 Struktur Industri

Pengertian ‘struktur’ sering disamakan dengan bentuk atau susunan komponen pada suatu bentuk. Dengan kata lain, struktur adalah susunan bagian-bagian dalam suatu bentuk bangunan. Bila diartikan dalam konteks ekonomi, struktur adalah sifat permintaan dan penawaran barang dan jasa yang dipengaruhi oleh jenis barang yang dihasilkan, jumlah dan ukuran distribusi penjual (perusahaan) dalam industri, jumlah dan ukuran distribusi pembeli, diferensiasi produk, serta mudah tidaknya masuk ke dalam industri. Semakin besar hambatan untuk masuk. Semakin tinggi tingkat konsentrasi pasar. Hambatan masuk meliputi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pemerintah untuk memasuki pasar, yaitu besarnya investasi yang dibutuhkan, efesiensi tingkat produksi, bermacam-macam usaha penjualan, serta besarnya sunk cost (Kuncoro: 137).


(50)

Struktrur industri adalah sifat permintaan dan penawaran barang dan jasa yang dipengaruhi oleh jenis barang yang dihasilkan, jumlah dan ukuran distribusi penjual (perusahaan) dalam industri, jumlah dan ukuran distribusi pembeli, diferensiasi produk, serta mudah tidaknya masuk ke dalam industri. Struktur pasar merupakan bahasan yang penting untuk mengetahui perilaku dan kinerja industri yang menunjukkan atribut pasar yang mempengaruhi sifat persaingan. Kemudian biasa dinyatakan dalam ukuran distribusi perusahaan pesaing. Elemen dalam struktur pasar adalah pangsa pasar (market share), konsentrasi (concentration), dan hambatan (barrier). Secara garis besar, jenis-jenis struktur pasar terdiri atas pasar persaingan sempurna, pasar monopoli, pasar oligopoli, dan pasar persaingan monopolistik. Sebaliknya, struktur industri merupakan bentuk atau tipe keseluruhan pasar industri.

2.3 Produktivitas Tenaga Kerja

Produktivitas merupakan faktor penting dalam pencapaian produksi dalam suatu industri. Singkatnya produktivitas kerja dapat dikatakan produktif apabila hasil yang dicapai lebih besar daripada sumber kerja yang digunakan. Tentunya dengan adanya efektivitas dan efesiensi kerja, produktivitas dapat dicapai. Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas kerja seperti: Pendidikan, Keterampilan dalam bekerja, Disiplin kerja, Sikap dan etika kerja, Motivasi, Gizi dan kesehatan yang baik, Tingkat penghasilan yang sesuai, Jaminan soaial, Lingkungan kerja, Kemajuan dan ketepatan teknologi, Sarana produksi, Manajemen, dan Kesempatan untuk berprestasi merupakan faktor-faktor pendukung yang dapat membantu tercapainya produktivitas kerja.


(51)

2.4 Kebijakan Pengembangan Kota

Kebijakan adalah pelaksanaan yang dikembangkan dengan tujuan untuk memandu keputusan dan mencapai hasil yang rasional. Kebijakan berbeda dengan peraturan atau hukum, dimana hukum dapat memaksakan atau melarang suatu perilaku (seperti membayar pajak penghasilan) sementara kebijakan hanya memandu perilaku ke arah perilaku yang paling memungkinkan untuk membuat keputusan secara politik, manajemen, finansial (seperti penentuan prioritas pengeluaran), dan administrasi yang dibuat untuk mencapai tujuan tertentu. Kebijakan publik ditujukan pada nilai-nilai sosial, moral dan ekonomi yang mengikat suatu masyarakat. Nilai-nilai yang beragam di berbagai budaya yang berbeda dan berubah seiring waktu. Kebijakan akan menjadi efektif apabila kebijakan tersebut konsisten dengan norma-norma yang berlaku umum di masyarakat dan merefleksikan moralitas kolektif dari masyarakat.

Peran yang tepat bagi pemerintah adalah sebagai suatu katalis dan penantang dengan maksud untuk memperkuat atau bahkan mendorong perusahaan untuk meningkatkan aspirasi mereka dan bergerak menuju tingkat kerja kompetitif yang lebih tinggi. Pemerintah tidak dapat menciptakan industri yang kompetitif, hanya perusahaan yang mampu melakukan itu. Kebijakan pemerintah yang berhasil adalah yang mnciptakan suatu lingkungan di mana perusahaan dapat memperoleh keunggulan kompetitif daripada yang melibatkan pemerintah secara langsung di dalam proses tersebut.


(52)

Cho (2003) berpendapat bahwa terdapat beberapa prinsip dasar yang sederhana bahwa pemerintah seharusnya mencakup untuk memainkan peran yang mendukung dan tepat bagi daya saing nasional, yaitu mendorong perubahan, mempromosikan persaingan domestik, merangsang inovasi. Beberapa diantara pendekatan kebijakan khusus untuk memandu negara yang mencoba untuk meraih keunggulan kompetitif mencakup: fokus pada penciptaan faktor, menghindari campur tangan dalam faktor dan pasar kurs, memperkuat standar produk, keamanan, dan lingkungan yang ketat, secara tajam membatasi kerja sama langsung di antara para pesaing industri, mempromosikan tujuan yang mengarah pada investasi yang bertahan lama, melakukan deregulasi persaingan, menjalankan kebijakan antitrust domestik yang kuat, serta menolak perdagangan yang diatur.

Pemerintah Inggris mengeluarkan kebijakan-kebijakan untuk membuat industri kreatif ini menjadi berkembang, dimulai dengan terbentuknya gugus industri kreatif dan Departemen Budaya, Media dan Olahraga, kemudian dilakukan pemetaan industri kreatif dan akhirnya diluncurkan program ekonomi kreatif. Meskipun pemerintah Inggris baru memberikan perhatian sejak sepuluh tahun terakhir, tetapi industri kreatif di negara ini berkembang pesat. Sedangkan di Singapura telah menugaskan kementrian informasi Komunikasi dan Seni untuk mengembangkan industri kreatif melalui pemaduan seni, bisnis, dan teknologi. Visi negara Singapura dalam mengembangkan industri kreatif ini adalah menjadikan klaster kreatif untuk menunjang ekonomi kreatif Singapura.


(53)

PBB menyatakan China kini telah berkembang menjadi eksportir tingkat dunia dari produk-produk kreatif karena membuat kebijakan yang menyokong perkembangan industri kreatif. China merupakan negara pertama yang membangun sebuah pusat kegiatan dari industri kreatif, yaitu Shanghai Creative Industry Center (SCIC) pada tahun 2004. SCIC memfasilitasi antara kebijakan pemerintah dan mengkordinasikan kerjasama antara pemerintah dan lembaga swasta. China membangun klaster-klaster kreatif dengan adanya taman-taman kreatif dan distrik-distrik kreatif yang menyatukan para kreator dan menyediakan fasilitas untuk mereka agar dapat berbagi pengalaman, peralatan dan teknologi. Pemerintah China menunjukkan perhatiannya terhadap industri kreatif di dalam rencana 5 tahunannya dengan menyebutkan industri kreatif sebagai strategi pengembangan.

Di New York, Sejak tahun 2005 pemerintah kota menunjukkan peningkatan perhatian pelayanan terhadap industri kretif melalui Departemen Urusan Kebudayaan (DCA) dan Kantor Film, Teater, dan Penyiaran. Akan tetapi pemerintah belum melakukan banyak untuk mengatasi isu-isu dalam perusahaan dan pekerja kreatif seperti pekerjaan yang layak dan ruang latihan, dan harga perumahan yang terjangkau. Dana pemerintah Kota New York untuk kesenian dan kebudayaan merupakan yang tertinggi di Ameika. DCA memiliki 803 juta dolar dana untuk 4 tahun untuk menyokong proyek-proyek infrastruktur.


(54)

2.5 Penelitian Terdahulu

June Gwee (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Innovation and the Creative Industries Cluster: A Case study of Singapore’s Creative Industries” menyatakan bahwa Untuk mengatasi kendala ekonomi yang relatif kecil di tengah-tengah tantangan globalisasi, Singapura memulai diversifikasi sebagai strategi dalam pertengahan tahun delapan puluhan untuk mengembangkan cluster dan menjamin kelangsungan hidup ekonomi. Makalah ini membahas pengembangan industri klaster kreatif kota negara yang mengalihkan fokus ekonomi dari manufaktur untuk inovasi. Menggunakan Singapura sebagai kasus belajar, makalah ini akan menjelaskan bagaimana industri kreatif mulai di kota, membahas bidang kebijakan penting untuk pengembangan sistem inovasi klaster ini, dan mengusulkan sebuah pendekatan untuk bagaimana klaster ini harus diusahakan untuk menciptakan inovasi bagi negara. Ini akan menyajikan tantangan yang khusus untuk Singapura dan menggambarkan keterbatasan dan potensi bangsa yang lebih kecil ini kebijakan inovasi dan sistem inovasi. Industri kreatif strategi kluster itu sendiri, meskipun strategi ekonomi, juga kebijakan inovasi nasional. Kreativitas melalui seni tidak bisa bercerai dari pengembangan yang lebih kecil dan bangsa yang lebih muda bahkan jika tujuan langsung yang muncul semata-mata untuk ekonomi. Gagasan seni dan budaya lokal harus diambil serius dari awal dan dipersiapkan sedini mungkin melalui pendidikan, sosial dan kebijakan budaya karena kreativitas, kompetensi berpikir kritis, dan budidaya kepekaan untuk estetika dominan di dalam seni, keterampilan dan pengetahuan. Ini menjadi perlu sebagai negara yang bergerak ke atas rantai nilai


(55)

untuk mencapai tingkat lebih canggih keunggulan yang kompetitif bagi perekonomian dan untuk kota secara keseluruhan.

Andrzej (2014) dalam penelitiannya yang berjudul “Barriers to the Development of Creative Industries in Culturally Diverse Region” membahas tentang menggambarkan kondisi umum untuk pengembangan industri kreatif di Provinsi Podlasie dari Polandia. Wilayah ini pada latar belakang negara ini ditandai dengan tingkat tertinggi keragaman budaya dan kebijakan multikulturalisme. Namun, ada sejumlah hambatan untuk industri kreatif. Artikel pertama membahas karakteristik wilayah dan kemudian pendekatan teoritis dasar dan kesimpulan dari penelitian penulis sendiri. Bagian berikut membahas kesimpulan dan rekomendasi untuk kebijakan regional dan pengelolaan badan sektor budaya yang mungkin relevan juga untuk daerah beragam budaya lainnya. Tujuan utama dari proyek ini adalah untuk menyediakan lengkap, memadai, dapat diandalkan dan pengetahuan praktis di bidang budaya partisipasi, kebutuhan dan persepsi oleh penduduk wilayah ini. Sebuah tujuan kedua adalah untuk menentukan citra kuantitatif dan kualitatif lembaga budaya dan penilaian manajemen kegiatan seni.

Nurjanah (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Pengembangan Program Bisnis Industri Kreatif melalui Pendidikan Tinggi” menyatakan bahwa dibutuhkan sumber daya industri kreatif yang memiliki kompetensi di bidang seni, manajemen, sains dan teknologi, lalu perlu meningkatkan kompetensi pelaku industri kreatif dikarenakan pelaku industri kreatif saat ini masih belum memiliki kompetensi dalam menciptakan ide-ide


(56)

baru, teknologi-teknologi baru dan konten baru. Industri kreatif membutuhkan sumber daya manusia di sektor manajemen yang pekerjaannya mengandalkan daya pikir dan memecahkan masalah dan pengambilan keputusan. Sangat dibutuhkan lembaga pendidikan yang menghasilkan lulusan di bidang industri kreatif.

Atika dan Widiyanto (2015) dalam penelitiannya yang berjudul “Strategi pengembangan Industri Kecil Lanting di Kabupaten Kebumen” menyatakan bahwa usaha kecil dan menengah memiliki peran yang penting dan peranan strategis dalam perekonomian di Indonesia dan negara-negara lain. Indikasi yang menunjukkan peranan usaha kecil dan menengah itu dapat dilihat dari kontribusinya terhadap PDB, ekspor non-migas, penyerapan tenaga kerja dan peningkatan kualitas sumber daya manusia yang cukup berarti (M. Irfan, dalam Anoraga, 2011:47). Berdasarkan hasil observasi didapatkan data rekapitulasi pengusaha mikro kecil dan menengah yang ada di Kabupaten Kebumen dengan total 42.784 buah. Keseluruhan jumlah usaha tersebut berasal dari banyaknya industri dan perdagangan yang terbagi dalam bebepa jenis usaha.

Hesti Pusparini (2011) dalam penelitiannya yang berjudul ”Strategi Pengembangan Industri Kreatif Di Sumatera Barat (Studi Kasus Industri Kreatif Subsektor Kerajinan: Industri Bordir/Sulaman Dan Pertenunan), dengan teknik analisa SWOT menunjukkan Industri ini memiliki peluang yang besar dan dapat memanfaatkan kekuatan yang dimilikinya untuk memperoleh berbagai peluang tersebut. Sedangkan indeks posisi industri kreatif subsektor industri kerajinan sulaman benang emas di Sumatera Barat, pada analisis faktor internal sebesar


(1)

4. Bapak Irsyad Lubis, S.E., M.Soc.Sc., Ph.D, selaku Ketua Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara, dan Bapak Paidi Hidayat, S.E., M.Si. selaku Sekretaris Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara sekaligus dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya dan memberi masukan dari awal sehingga terselesaikannya skripsi ini.

5. Bapak Dr. Rujiman, MA selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktunya dan memberikan saran dan kritik dalam skripsi ini.

6. Ibu Dra. Raina Linda Sari, M.Si. selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan dukungan dan masukan berupa saran dan kritik dalam penyusunan skripsi ini.

7. Seluruh staf pengajar dan staf pegawai Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara, terutama Departemen Ekonomi Pembangunan. 8. Kepada seluruh teman-teman Ekonomi pembangunan 2012 serta kepada

seluruh pihak yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga hasil penelitian skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak, termasuk bagi penulis sendiri.

Medan, Agustus 2016 Penulis

Rizki Amalia Tambunan NIM. 120501081


(2)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri ... 9

2.2 Industri Kreatif... 11

2.2.1 Struktur Industri ... ... 17

2.3 Produktivitas Tenaga Kerja ... 18

2.4 Kebijakan Pengembangan Kota ... 19

2.5 Penelitian Terdahulu ... 22

2.6 Kerangka Konseptual... 27

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 28

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ... 29

3.3 Batasan Operasional ... 29

3.4 Defenisi Operasional ... 29

3.5 Ukuran Sampel ... 30

3.6 Jenis dan Analisis Pengumpulan Data ... 30

3.6.1 Jenis Data ... 30

3.6.2 Metode Pengumpulan Data ... 31

3.7 Teknik Analisa Data ... 32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Umum Kota Medan ... 35


(3)

4.4.1 Karakteristik Responden ... 39

4.4.1.1 Karakteristik Responden Usaha Industri Kreatif Berdasarkan Jenis Subsektor ... 40

4.4.1.2 Karakteristik Responden Usaha Industri Kreatif Berdasarkan Usia ... 41

4.4.1.3 Komposisi Usaha Industri Kreatif Berdasarkan Jenis Kelamin Responden ... 42

4.4.1.4 Komposisi Usaha Industri Kreatif Berdasarkan Tingkat Pendidikan Responden ... 42

4.4.2 Potensi Pengembangan Industri Kreatif .. 43

4.4.2.1 Potensi Pengembangan Industri Kreatif dari Aspek Tenaga Kerja ... 43

4.4.2.2 Potensi Pengembangan Industri Kreatif dari Aspek Pendapatan Perhari ... 48

4.4.3 Strategi Pengembangan Potensi Industri Kreatif ... 51

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 59

5.2 Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 61


(4)

DAFTAR TABEL

No Tabel Judul Halaman

1.1 Statistik Industri Kreatif di Indonesia 2005-2013 ... 5

1.2 Banyaknya Perusahaan Tenaga Kerja Industri Besar dan Kecil di Kota Medan Tahun 2008-2010 ... 6

4.1 Luas Wilayah Kota Medan Tahun 2014 ... 36

4.2 Jumlah Penduduk Kota Medan Berumur 15 Tahun Keatas yang Bekerja Selama Seminggu Menurut Lapangan Pekerjaan dan Jenis Kelamin Tahun 2014 ... 37

4.3 Pertumbuhan Ekonomi Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara dan Nasional Tahun 2011-2013 (Persen) ... 39

4.4 Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Usaha Subsektor Industri Kreatif ... 40

4.5 Distribusi Sampel Berdasarkan Usia Responden ... 41

4.6 Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin ... 42

4.7 Distribusi Sampel Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 43

4.8 Distribusi Responden Menurut Jumlah Tenaga Kerja .... 44

4.9 Banyaknya Penyerapan Tenaga Kerja Menurut Subsektor Industri ... 45

4.10 Distribusi Responden Menurut Jumlah Pendapatan Perhari ... 49

4.11 Rata-rata Pendapatan Perhari Pengusaha Menurut Subsektor Industri ... 50

4.12 Sumber Modal Pelaku Usaha ... 52


(5)

DAFTAR GAMBAR

No Gambar Judul Halaman


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

No Gambar Judul Halaman