Pencegahan Primer Terhadap Karies Gigi Anak

(1)

PENCEGAHAN PRIMER TERHADAP

KARIES GIGI ANAK

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

HANNA SYLVIA SITOMPUL NIM: 040600025

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak Tahun 2010

Hanna Sylvia Sitompul

Pencegahan Primer Terhadap Karies Gigi Anak x + 38 halaman.

Karies terjadi bukan disebabkan karena satu kejadian saja seperti penyakit menular lainnya tetapi disebabkan serangkaian proses yang terjadi selama beberapa kurun waktu. Beberapa faktor yang yang memegang peranan dalam terbentuknya karies yaitu faktor substrat (makanan), agen (mikroorganisme), host (tuan rumah), dan faktor waktu.

Hugh Roadman Leavell dan E Guerney Clark (Leavell dan Clark) dari Universitas Harvard dan Colombia membuat klasifikasi pelayanan pencegahan tersebut atas tiga bagian, yaitu pencegahan primer, sekunder dan tersier.

Pencegahan primer terhadap karies gigi anak merupakan pencegahan yang dilakukan sebelum terjadinya karies dilakukan dengan upaya meningkatkan kesehatan dan memberikan perlindungan khusus terhadap gigi.

Tindakan pencegahan primer terhadap karies gigi anak meliputi pemberian nasehat diet dan pengganti gula secara umum serta konsultasi diet secara khusus sebagai pencegahan terhadap substrat (makanan), penggunaan fluor secara sistemik dan lokal sebagai pencegahan terhadap agen (mikroorganisme), menjaga kebersihan


(3)

mulut dan penggunaan obat kumur sebagai pencegahan terhadap host (tuan rumah), dan pencegahan terhadap waktu. Daftar Pustaka : 23 (1982-2010)


(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan tim penguji skripsi

Medan, 11 Mei 2010

Pembimbing: Tanda Tangan

(T. Hermina M. drg) (...) NIP: 130 892 565


(5)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji Pada tanggal 6 Mei 2010

TIM PENGUJI

KETUA : Essie Octiara, drg., Sp. KGA

ANGGOTA : 1. Taqwa Dalimunthe, drg., Sp. KGA 2. T. Hermina M, drg


(6)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas kasih karunia dan pertolonganNya sehingg penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dalam rangka memenuhi kewajiban penulis dan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bimbingan, pengarahan, saran-saran, dan bantuan dari berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Segala bentuk bantuan dan motivasi yang diterima oleh penulis amat berharga karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan setinggi penghargaan dan rasa terima kasih yang tidak terhingga kepada:

1. Taqwa Dalimunthe, drg., Sp.KGA sebagai Ketua Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak yang telah memberikan motivasi kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

2. T. Hermina M., drg., selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, membimbing, memberi petunjuk dan pengarahan, serta memotivasi dengan penuh kesabaran sehingga penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 3. Darwis Aswal, drg selaku dosen pembimbing akademis yang telah

membimbing dan memberikan motivasi kepada penulis selama ini.

4. Seluruh staf pengajar dan pegawai di Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak Universitas Sumatera Utara serta departemen lainnya yang telah mendidik, membimbing dan membantu penulis selama masa pendidikan.

5. Rasa terima kasih yang tidak terhingga khususnya penulis tunjukkan kepada Ayahanda Dr. Donald F Sitompul, Sp.KJ dan ibunda tercinta Adelina


(7)

Turangan, drg serta kakak, abang dan adik saya (Iyuth, Evan, Yoan, Roselyn) yang selalu memberikan dorongan semangat dan bantuan moral dan material serta doanya bagi penulis.

6. Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada teman-teman saya Hendra, Cecile, Dedo, Kristina, Bang Pitoy yang terus mendukung dan mendoakan saya serta teman seperjuangan yang memberi saran, semangat, tempat berbagi suka dan duka selama masa kuliah dan penulisan skripsi, terutama Ruth Grace, Trixie, Nina, Monica, Nurcahaya, dan teman-teman stambuk 2004 yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, dalam hal ini diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan tulisan ini di masa akan datang. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi kita semua.

Sekian, terima kasih.

Medan, 11 Mei 2010 Penulis,

(HANNA SYLVIA SITOMPUL) NIM : 040600025


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... ... i

HALAMAN JUDUL... ii

HALAMAN PERSETUJUAN... iii

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI... iv

KATA PENGANTAR... v

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR GAMBAR... x

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

BAB 2 PENGERTIAN DAN DEFENISI... 3

BAB 3 FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA KARIES... 5

3.1 Faktor Substrat (Makanan)... 6

3.2 Faktor Agen (Mikroorganisme)... 7

3.3 Faktor Host (Tuan Rumah)... 9

3.3.1 Gigi... 9

3.3.2 Saliva... 9

3.4 Faktor Waktu... 11

BAB 4 TINDAKAN PRIMER TERHADAP KARIES GIGI ANAK... 13

4.1 Pencegahan Terhadap Substrat (Makanan)... 13

4.1.1 Nasehat Diet... 13

4.1.2 Pengnganti Gula... 14

4.1.3 Konsultasi Diet... 15

4.2 Pencegahan Terhadap Agen (Mikroorganisme)... 17

4.2.1 Oral Higiene... 17

4.2.2 Penggunaan Obat Kumur... 21

4.3 Pencegahan Terhadap Host (Tuan Rumah)... 23

4.3.1 Penggunaan Fluor Secara Sistemik... 23

4.3.2 Penggunaan Fluor Secara Lokal... 25


(9)

4.3.2.2 Topikal Aplikasi... 25

4.3.3 Pit dan Fisur Silen... 30

4.4 Kontrol Berkala... 33

BAB 5 KESIMPULAN... 34


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Diagram empat lingkaran mempengaruhi karies... 5

2. a. Dental floss dililitkan pada jari tengah... 19

b. Dental floss di regangkan... 19

3. a. Gerakan lekukan seperti huruf C kearah kanan... 20

b. Gerakan lekukan seperti huruf C kearah kiri... 20

4. Mengeluarkan dental floss... 20

5. Gigi dikeringkan dengan kain kasa... 29

6. Aplikasi varnish dengan menggunakan fluoride aplikator... 29

7. Setelah aplikasi terlihat sisa film pada permukaan gigi... 30

8. a. Menggunakan saliva ejektor pada rahang bawah... 32

b. Memperluas daerah etsa melewati fisur sampai ke ujung cusp... 32

c. Mencuci permukaan enamel... 32


(11)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak Tahun 2010

Hanna Sylvia Sitompul

Pencegahan Primer Terhadap Karies Gigi Anak x + 38 halaman.

Karies terjadi bukan disebabkan karena satu kejadian saja seperti penyakit menular lainnya tetapi disebabkan serangkaian proses yang terjadi selama beberapa kurun waktu. Beberapa faktor yang yang memegang peranan dalam terbentuknya karies yaitu faktor substrat (makanan), agen (mikroorganisme), host (tuan rumah), dan faktor waktu.

Hugh Roadman Leavell dan E Guerney Clark (Leavell dan Clark) dari Universitas Harvard dan Colombia membuat klasifikasi pelayanan pencegahan tersebut atas tiga bagian, yaitu pencegahan primer, sekunder dan tersier.

Pencegahan primer terhadap karies gigi anak merupakan pencegahan yang dilakukan sebelum terjadinya karies dilakukan dengan upaya meningkatkan kesehatan dan memberikan perlindungan khusus terhadap gigi.

Tindakan pencegahan primer terhadap karies gigi anak meliputi pemberian nasehat diet dan pengganti gula secara umum serta konsultasi diet secara khusus sebagai pencegahan terhadap substrat (makanan), penggunaan fluor secara sistemik dan lokal sebagai pencegahan terhadap agen (mikroorganisme), menjaga kebersihan


(12)

mulut dan penggunaan obat kumur sebagai pencegahan terhadap host (tuan rumah), dan pencegahan terhadap waktu. Daftar Pustaka : 23 (1982-2010)


(13)

BAB 1 PENDAHULUAN

Karies merupakan suatu penyakit infeksi dan suatu proses demineralisasi yang progresif pada jaringan keras gigi yaitu enamel, dentin dan sementum dimana dalam prosesnya plak dibiarkan berkembang pada periode waktu yang lama. Mikroorganisme penyebab karies adalah streptococcus dan laktobacillus dimana dapat menimbulkan demineralisasi pada enamel. Apabila proses demineralisasi berulang terus menerus dan tidak seimbang dengan remineralisasi maka karies dapat terjadi bahkan dapat berlanjut mencapai dentin dan pulpa bahkan dapat menimbulkan nekrosis.1-4

Sampai sekarang karies masih merupakan masalah kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Data dari Bank WHO (2000) menunjukkan bahwa pada anak umur 12 tahun memiliki indikator kritis karena sekitar 76,97% karies menyerang pada usia tersebut. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT, 2004) prevalensi karies di Indonesia mencapai 90,05% dan ini tergolong lebih tinggi dibandingkan dengan negara berkembang lainya.2

Tingginya prevalensi karies disebabkan kurang seriusnya masyarakat dan pemerintah menangani hal ini. Banyak yang belum sadar untuk melakukan pemeriksaan rutin ke dokter gigi, atau klinik kedokteran gigi sebelum terjadi peningkatan karies dalam mulutnya.2

Hugh Roadman Leavell dan E Guerney Clark (Leavell dan Clark) dari Universitas Harvard dan Colombia membuat klasifikasi pencegahan tersebut atas tiga


(14)

yaitu pencegahan primer merupakan pencegahan yang dilakukan sebelum terjadinya penyakit, sekunder untuk menghambat atau mencegah penyakit agar tidak berkembang atau kambuh lagi, dan tersier yaitu mencegah kehilangan fungsi. Pencegahan yang paling efektif adalah pencegahan primer, karena dilakukan sebelum terjadi penyakit dimana gigi belum mengalami kerusakan sama sekali.2

Skripsi ini akan membahas pengertian pencegahan primer, faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya keries, serta tindakan pencegahan primer yang dilakukan pada anak.


(15)

BAB 2

PENGERTIAN DAN DEFENISI

Karies gigi adalah penyakit yang dapat dicegah. Pencegahan karies meliputi seluruh aspek kedokteran gigi yang dilakukan oleh dokter gigi, individu dan masyarakat yang mempengaruhi kesehatan rongga mulut. Tahapan pencegahan penyakit terdiri dari pre-patogenesis dimana keadaan patologis belum dijumpai dan patogenesis dimana telah terjadi reaksi yang menimbulkan penyakit. Hugh Roadman Leavell dan E Guerney Clark (Leavell dan Clark) dari Universitas Harvard dan Colombia membuat klasifikasi pencegahan tersebut atas 3 yaitu pencegahan primer, sekunder dan tersier.2

Pencegahan primer termasuk dalam tahapan awal, yaitu tahap pre-patogenesis merupakan pencegahan sebelum timbulnya penyakit. Hal ini ditandai dengan upaya meningkatkan kesehatan (health promotion) dan memberikan perlindungan khusus (spesific protection). Upaya promosi kesehatan meliputi pengajaran tentang cara menyingkirkan plak yang efektif atau cara menyikat gigi dan menggunakan benang gigi (flossing). Upaya perlindungan khusus termasuk pelayanan yang diberikan untuk melindungi host dari serangan penyakit dengan membangun penghalang untuk melawan mikroorganisme. Aplikasi pit dan fisur silen merupakan upaya perlindungan khusus untuk mencegah karies.2

Pencegahan primer dilakukan oleh dokter gigi, masyarakat, dan masing-masing individu. Pencegahan yang dilakukan dokter gigi meliputi aplikasi topikal, pit dan fisur silen, konseling diet, program kontrol plak, dan melakukan pengukuran


(16)

risiko karies. Pencegahan yang diberikan dalam masyarakat adalah fluoridasi air minum, fluoridasi air sekolah dan kumur-kumur dengan larutan fluor sedangkan individu melakukan tindakan menyikat gigi dengan pasta gigi yang mengandung fluor dan menggunakan alat pembersih gigi dan mulut lainnya.2

Usaha untuk melakukan pencegahan primer pada anak dibawah 5 tahun diberikan kepada ibu seperti meningkatkan pengetahuan ibu tentang menjaga kebersihan mulut anak, pola makan anak yang baik dan benar serta perlindungan terhadap gigi anak yang diberikan, hal ini dilakukan karena kemampuan anak terbatas dan anak lebih dekat dengan ibunya, sedangkan pada anak 6 tahun keatas, dokter gigi harus lebih menekankan kepada anak mengenai tanggung jawabnya untuk memelihara kesehatan mulut.3

Pencegahan sekunder merupakan tahap awal patogenesis dimana tindakan yang dilakukan untuk menghambat atau mencegah penyakit agar tidak berkembang atau kambuh lagi. Kegiatannya ditujukan pada diagnosa dini dan pengobatan yang tepat. Sebagai contoh, melakukan penambalan pada lesi karies yang kecil dapat mencegah kehilangan struktur gigi yang luas.2

Pencegahan tersier merupakan tahapan akhir patogenesis penyakit yaitu pencegahan terhadap kehilangan fungsi. Tindakan yang dilakukan untuk membatasi ketidakmampuan (cacat) dan rehabilitasi. Gigi tiruan dan implan termasuk dalam kategori ini.2

Pencegahan primer lebih ditekankan karena lebih efektif dibanding pencegahan lainnya dimana gigi belum mengalami kerusakan sama sekali.


(17)

BAB 3

FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA KARIES

Karies terjadi bukan disebabkan karena satu kejadian saja seperti penyakit menular lainnya tetapi disebabkan serangkaian proses yang terjadi selama beberapa kurun waktu. Keyes dan Jordan (1960-an) menyatakan karies sebagai penyakit multifaktorial yaitu adanya beberapa faktor yang menjadi penyebab terbentuknya karies. Empat faktor utama yang memegang peranan yaitu faktor substrat (makanan), agen (mikroorganisme), host (tuan rumah), dan waktu, yang digambarkan sebagai empat lingkaran yang bertumpang-tindih dan saling berinteraksi satu sama lain (Gambar 1).2,4-7

Gambar 1. Diagram empat lingkaran mempengaruhi karies gigi.2

KARIES

SUBSTRAT

AGEN WAKTU


(18)

3.1 Faktor Substrat (Makanan)

Faktor substrat dapat mempengaruhi pembentukan plak karena membantu perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada permukaan enamel, selain itu dapat mempengaruhi metabolisme bakteri dalam plak dengan menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk memproduksi asam serta bahan lain yang aktif menyebabkan timbulnya karies.2

Karbohidrat merupakan sumber energi yang penting bagi tubuh. Ada 3 jenis karbohidrat yang dapat menyebabkan karies yaitu polisakarida (pati), ologosakarida/disakarida (sukrosa) dan monosakarida (glukosa). Jenis karbohidrat yang paling banyak dikonsumsi adalah sukrosa, karena rasa manisnya enak, bahan dasarnya mudah diperoleh, dan biaya produksinya cukup murah. Tetapi ternyata menurut penelitian, sukrosa yang menaikkan insiden karies paling besar. Hal ini disebabkan karena sukrosa lebih bersifat kariogenik dimana sintesa ekstra sel lebih cepat daripada gula lainnya seperti glukosa, fruktosa, dan laktosa sehingga mikroorganisme cepat mengubahnya dalam rongga mulut menjadi asam.2,6

Konsumsi sukrosa dalam jumlah yang besar dapat menurunkan kapasitas buffer saliva. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang banyak mengonsumsi karbohidrat terutama sukrosa cenderung mengalami kerusakan pada gigi, sebaliknya pada orang dengan konsumsi makanan yang banyak mengandung lemak dan protein hanya sedikit atau sama sekali tidak mempunyai karies.6

Penelitian Vipeholm (1945-1953) menyimpulkan bahwa konsumsi makanan dan minuman yang mengandung gula diantara jam makan dan pada saat jam makan berhubungan dengan peningkatan karies yang besar. Faktor makanan yang


(19)

dihubungkan dengan terjadinya karies meliputi jumlah fermentasi, konsentrasi, bentuk fisik dari karbohidrat yang dikonsumsi, retensi di mulut, frekuensi makan serta lamanya interval waktu makan.6,8

Setiap kali seseorang mengonsumsi makanan dan minuman yang mengandung karbohidrat, beberapa bakteri penyebab karies di rongga mulut akan mulai memproduksi asam sehingga terjadi demineralisasi yang berlangsung selama 20-30 menit setelah makan. Saliva akan bekerja menetralisir asam dan membantu proses remineralisasi. Namun, apabila makanan dan minuman berkarbonat terlalu sering dikonsumsi enamel gigi tidak mempunyai kesempatan untuk melakukan remineralisasi dengan sempurna sehingga terjadi karies.2

3.2 Faktor Agen (Mikroorganisme)

Plak gigi memegang peranan peranan penting dalam proses karies gigi dan dalam proses inflamsasi jaringan lunak sekitar gigi. Plak gigi adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak di atas suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan.2

Komposisi utama plak adalah mikroorganisme. Satu gram plak (berat basah) mengandung sekitar 2 x 1011 bakteri. Diperkirakan lebih dari 325 spesies bakteri dijumpai dalam plak. Mikroorganisme non-bakteri yang dijumpai dalam plak adalah spesies mycoplasma, ragi, protozoa, dan virus. Mikroorganisme tersebut terdapat diantara matriks interseluler yang juga mengandung sedikit sel jaringan seperti sel-sel epitel, makrofag, dan lekosit. Matriks interseluler plak yang merupakan 20-30%


(20)

massa plak terdiri dari komponen organik dan anorganik yang berasal dari saliva, cairan sulkus dan produk bakteri. Bahan organik yang mencakup polisakarida, protein, glkoprotein dan lemak sedangkan komponen anorganik terdiri dari kalsium, fosfor, dan sejumlah mineral lain seperti natrium, kalium dan fluor.9

Mekanisme pembentukan plak dimulai dari terjadinya pelikel yang merupakan suatu lapisan organik bebas bakteri dan terbentuk dalam beberapa menit setelah permukaan gigi berkontak dengan saliva. Pelikel ini dapat mencapai ketebalan kurang lebih satu mikron dalam waktu 24 jam. Pelikel merupakan film yang tipis, licin, tidak berwarna dan tersebar merata pada mahkota gigi dan pada daerah servikal. Menurut penelitian hal ini terjadi karena adanya daya tarik menarik antara kalsium hidroksiapatit enamel dengan glikoprotein saliva. Setelah pembentukan pelikel mikroorganisme mengadakan kolonisasi pada pelikel. Plak mulai terbentuk sebagai tumpukan dan kolonisasi mikroorganisme pada permukaan enamel dalam 3-4 jam sesudah gigi dibersihkan dan mencapai ketebalan maksimal pada hari ketiga puluh.4

Streptococcus mutans dan Lactobacillus ditemukan pada pembentukan plak dan dihubungkan sebagai penyebab terjadinya proses karies, dimana Streptococcus mutans berperan dalam permulaan (initition) terjadinya karies, sedangkan Lactobacillus berperan pada proses perkembangan dan kelanjutan karies.6 Walaupun demikian Streptococcus mutans diakui sebagai mikroorganisme penyebab utama karies karena mempunyai sifat asidogenik dan asidurik (resisten terhadap asam).2 Pertama kali akan terlihat white spot pada permukaan enamel kemudian proses ini berjalan secara perlahan sehingga lesi tersebut berkembang, dan dengan adanya destruksi bahan organik, kerusakan berlanjut pada dentin.7


(21)

3.3 Faktor Host (Tuan Rumah)

Faktor host yang menjadi penyebab terjadinya karies meliputi gigi dan saliva.2,4

3.3.1 Gigi

Pit dan fisur pada gigi posterior sangat rentan terhadap karies karena sisa-sisa makanan mudah menumpuk di daerah tersebut terutama pit dan fisur yang dalam. Selain itu, gigi yang berjejal dan permukaan gigi yang kasar juga dapat menjadi tempat penumpukan plak sehingga mudah terserang karies.2,4

Enamel merupakan jaringan tubuh dengan susunan kimia kompleks yang mengandung 97% mineral (kalsium, fosfat, karbonat, fluor), air 1% dan bahan organik 2%. Bagian luar enamel mengalami mineralisasi yang lebih sempurna dan mengandung banyak fluor, fosfat dan sedikit karbonat dan air. Kepadatan kristal enamel sangat menentukan kelarutannya. Enamel yang banyak mengandung mineral akan memiliki kristal enamel yang padat sehingga enamel lebih resisten.2,4

Gigi susu lebih mudah terserang karies daripada gigi tetap, hal ini disebabkan enamel gigi susu mengandung lebih banyak bahan organik dan air sedangkan jumlah mineralnya lebih sedikit daripada gigi tetap. Selain itu, kristal enamel gigi susu tidak sepadat gigi tetap. Alasan inilah yang menjadi salah satu penyebab tingginya prevalensi karies pada anak.2,4

3.3.2 Saliva

Saliva merupakan cairan mulut yang kompleks terdiri dari campuran sekresi kelenjar saliva mayor dan minor yang ada dalam rongga mulut. Saliva sebagian besar


(22)

yaitu 90 persennya dihasilkan saat makan yang berupa reaksi atas rangsangan yang berupa pengecapan dan pengunyahan makanan. Saliva membantu pencernaan dan penelanan makanan disamping itu juga untuk mempertahankan integritas gigi, lidah, dan membrana mukosa mulut. Saliva adalah unsur penting yang dapat melindungi gigi terhadap pengaruh dari luar, maupun dari rongga mulut itu sendiri. Makanan yang kita makan dapat menyebabkan saliva bersifat asam ataupun basa.6

Saliva dapat mempengaruhi proses terjadinya karies dalam berbagai cara antara lain aliran saliva dapat menurunkan akumulasi plak pada permukaan gigi dan juga menaikkan tingkat pembersihan karbohidrat dari rongga mulut. Selain itu difusi komponen saliva seperti kalsium, fosfat, ion OH-, dan fluor ke dalam plak dapat menurunkan kelarutan enamel dan meningkatkan remineralisasi gigi. Saliva juga mampu melakukan aktivitas antibakterial karena mengandung beberapa komponen yang antara lain adalah lisosim, sistem laktoperoksidase-isitiosianat, laktoferin, dan imunoglobulin ludah.2,6

Buffer saliva adalah larutan yang dapat mempertahankan derajat keasaman saliva supaya tetap konstan. Derajat keasaman saliva dalam keadaan normal antara 5,6-7,0 dengan rata-rata pH 6,7. Penelitian pH lesi karies dan plak gigi menunjukan makin rendah pH saliva makin tinggi tingkat insiden karies, pada lesi karies yang dalam dijumpai pH lebih rendah dibandingkan pH lesi karies dangkal. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pH saliva akan menurun menjadi 4-5 dalam waktu 3-5 menit setelah berkumur-kumur dengan substrat yang cocok dan setelah satu jam akan kembali ke keadaan semula yaitu 6-7.12 Derajat keasaman (pH) saliva optimum untuk pertumbuhan bakteri 6,5-7,5 dan apabila pada rongga mulut pH 4,5-5,5 akan


(23)

mempermudah pertumbuhan kuman asidogenik seperti Streptococcus mutans dan Laktobacillus.7,14 Hal ini dapat dilihat dari test buffer yaitu dengan menggunakan dentofuff strip untuk melihat pH karies, tingginya Streptococcus mutans diukur dengan menggunakan strip mutans (Dentocult-SM), sedangkan Laktobacillus diukur dengan menggunakan Dentocult-LB pada saliva.3

Kecepatan aliran saliva juga merupakan hal penting dalam etiologi karies, khususnya dalam penemuan dimana dengan aliran saliva lebih sedikit dari pada rata-rata menyebabkan karies lebih banyak dibanding orang-orang dengan aliran saliva yang lebih banyak. Aliran saliva pada anak meningkat sampai berusia 10 tahun, setelah dewasa peningkatan yang terjadi hanya sedikit. Selain umur, faktor lain yang dapat menyebabkan berkurangnya aliran saliva yaitu pada individu yang fungsi salivanya berkurang sehingga dapat meningkatkan aktivitas karies secara signifikan.2,6

2.4 Faktor Waktu

Secara umum, karies dianggap sebagai penyakit kronis pada manusia yang berkembang dalam waktu beberapa bulan atau tahun. Lamanya waktu yang dibutuhkan karies untuk berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi, diperkirakan 6-48 bulan.2 Aktivitas karies akan bertambah jika sukrosa berada lebih lama di dalam mulut, selain itu aktivitas juga bergantung pada frekuensi konsumsi sukrosa sehingga didapatkan adanya hubungan yang pasti antara frekuensi makanan tambahan diantara jam-jam makan dengan frekuensi karies tinggi.4


(24)

Penelitian epidemiologi pada segolongan besar anak memperlihatkan serangan karies mencapai puncaknya pada waktu dua sampai empat tahun sesudah erupsi gigi.4


(25)

BAB 4

TINDAKAN PENCEGAHAN PRIMER TERHADAP KARIES GIGI ANAK

Tindakan pencegahan primer terhadap karies gigi anak meliputi pemberian nasehat diet dan pengganti gula secara umum dan konsultasi diet secara khusus sebagai pencegahan terhadap substrat (makanan), penggunaan fluor secara sistemik dan lokal sebagai pencegahan terhadap agen (mikroorganisme), menjaga kebersihan mulut dan penggunaan obat kumur sebagai pencegahan terhadap host (tuan rumah), serta kontrol berkala.

4.1 Pencegahan Terhadap Substrat (Makanan)

4.1.1 Nasehat Diet

Diet yang baik dan seimbang penting untuk kesehatan umum yang optimal, khususnya bagi ibu dan janin selama kehamilan dan anak yang sedang bertumbuh. Tindakan pencegahan karies dapat dilakukan dengan pengurangan konsumsi dan pengendalian frekuensi asupan gula yang tinggi. Hal ini dapat dilaksanakan dengan cara nasehat diet diberikan kepada anak dan orang tua agar memperbaiki kesehatan rongga mulut.3 Modifikasi kesehatan anak bertujuan untuk merubah kebiasaan anak yang salah mengenai kesehatan gigi dan mulutnya sehingga dapat mendukung prosedur pemeliharaan dan pencegahan karies.3

Merubah kebiasaan pasien dalam mengkonsumsi karbohidrat penyebab karies adalah sulit, banyak orang telah memperoleh kebiasaan mengkonsumsi makanan dan minuman manis sejak kecil. Oleh sebab itu agar berhasil, metode yang digunakan


(26)

dalam penyuluhan diet harus direncanakan tidak hanya untuk memberi kejelasan tetapi membujuk anak dan orang tua untuk bertindak, setidaknya bagi anak kecil perlu keterlibatan orang tua.2

Nasehat diet yang dianjurkan terutama untuk memperbaiki kesehatan lingkungan mulut:3,11

• Makan makanan yang cukup jumlah protein dan fosfat yang dapat menambah sifat basa dari saliva.

• Perbanyak konsumsi sayuran dan buah-buahan yang berserat dan berair sehingga mengurangi pembentukan plak dan adanya stimulasi aliran saliva.

• Hindari makanan yang manis dan lengket seperti kue, permen, dan selai.

• Batasi jumlah makan menjadi tiga kali sehari dengan menekan keinginan untuk makan diantara jam makan.

4.1.2 Pengganti Gula

Pasien yang terus melanjutkan kebiasaan mengkonsumsi makanan yang salah diantara jam makan dapat dianjurkan untuk menggantikan makanan yang mengandung sukrosa dengan pemanis lain. Bahan pengganti gula harus memenuhi persyaratan, yaitu mempunyai rasa manis, tidak toksik, tidak mahal, tidak bisa diragikan oleh bakteri plak gigi dan berkalori, oleh sebab itu bahan pengganti gula yang baik adalah bahan pengganti gula dari golongan gula alkohol.3,6,12

Sorbitol dan xylitol merupakan bahan pengganti gula golongan gula alkohol yang sering digunakan, berasal dari bahan alami serta mempunyai kalori yang sama dengan glukosa dan sukrosa. Sorbitol dan xylitol dapat dijumpai dalam bentuk tablet,


(27)

pastiles, permen karet, dan minuman ringan. Sorbitol dan xylitol mempunyai efek menstimulasi Streptoccocus mutans. Sorbitol paling banyak digunakan di Indonesia sebagai pengganti gula karena bahan dasarnya mudah diperoleh, harganya murah dan tidak kariogenik, akan tetapi xylitol lebih efektif menurunkan karies karena tidak dapat dimetabolisme oleh bakteri dalam pembentukan asam dan mempunyai sifat anti bakteri.3,6,8,13,14

4.1.3 Konsultasi Diet

Konsultasi diet dilakukan dengan memperkenalkan lembar diet pada orang tua. Lembar diet ini diperkenalkan sebagai cara untuk membantu mereka mengontrol kebiasaan makan anaknya. Bila lembar tersebut telah diisi kembalikan kepada pasien, terdapat dua cara yang prinsip setelah ini. Pertama dokter gigi membaca dengan seksama informasi tersebut dihadapan anak dan orang tua dan memberikan nasehat mengenai hal baik dan hal buruk. Pendekatan lain adalah menerima lembaran tersebut kemudian memberi tau bahwa laporan diet akan di analisa pada kunjungna berikutnya. Pada kunjungan berikutnya, hasil analisa dikemukakan, disertai anjuran tertulis.10


(28)

Dalam memberikan anjuran, dapat digunakan petunjuk-petunjuk sebagai berikut:10

• Puji hal-hal baik balam diet, tujuannya memberi dorongan bukan mengkritik.

• Tekankan bahaya kudapan diantara waktu makan, dan beri komentar tentang jenis kudapan pada diet anak.

• Beri anjuran tentang makanan pengganti non kariogenik untuk kudapan kariogenik. Berdasarkan penemuan riset, daging, wortel, kacang dapat di klasifikasikan sebagai makanan non kariogenik.

• Tekankan minat terhadap makanan yang baik, makanan yang penuh gizi. LEMBAR CATATAN DIET

Nama:... Tanggal Lahir:... Hari pertama tanggal: ...

Makanan/Minuman/Jumlah Makan pagi ... Diantara makan pagi dan makan siang ... Makan siang ... Diantara makan siang dan minum teh ... Minum Teh ... Setelah minum teh (sore hari) ...

(Ruangan untuk catatan diet hari kedua dan ketiga disediakan pada lembaran sebaliknya)


(29)

• Beri dorongan menggosok gigi setelah makan, bila mungkin.

• Tunjukkan bahwa diet yang mengendalikan karies gigi juga dapat mengendalian berat badan.

• Gula-gula adalah masalah khusus. Nasihatkan bahwa gula-gula harus dikonsumsi diakhir makan bukan diantara waktu makan.

4.2 Pencegahan Terhadap Agen (Mikroorganisme)

Pencegahan terhadap agen meliputi oral higiene, yaitu memberi instruksi kepada orang tua dan anak cara menyikat gigi dan penggunaan dental floss, serta menganjurkan anak untuk menggunakan obat kumur.

4.2.1 Oral Higiene

Penyikatan gigi dan flossing merupakan komponen dasar dalam menjaga kebersihan mulut. Keterampilan penyikatan gigi harus diajarkan dan ditekankan pada anak di segala umur. Anak dibawah umur 5 tahun tidak dapat menjaga kebersihan mulutnya secara benar dan efektif maka orang tua harus melakukan penyikatan gigi anak setidaknya sampai anak berumur 6 tahun kemudian mengawasi prosedur ini secara terus-menerus. Penyikatan gigi anak mulai dilakukan sejak erupsi gigi pertama anak dan tatacara penyikatan gigi harus ditetapkan ketika molar susu telah erupsi.3,15 Karies dapat berkembang dan berlanjut apabila plak dibiarkan lama di dalam rongga mulut oleh sebab itu dalam pencegahannya diberikan pendidikan kepada anak maupun orang tua agar melakukan penyikatan gigi segera setelah makan.


(30)

Para ahli menganjurkan beberapa hal yang penting dalam sikat gigi, yaitu sikat gigi dengan tangkai yang lurus dan mudah dipegang agar mencapai seluruh permukaan gigi, kepala sikat gigi harus kecil dimana sebagai patokannya panjang kepala sikat sama dengan lebar keempat gigi bawah dan bulu sikat memiliki panjang yang sama.11

Departemen Kesehatan menganjurkan cara menyikat gigi yaitu dengan gerakan pendek-pendek dimana sikat ditempatkan dengan sudut 45 derajat terhadap sumbu panjang gigi dan ujung serat sikat pada tepi gusi dengan demikian saku gusi dapat dibersihkan dan tepi gusi dapat dipijat. Sikat digerak-gerakkan dengan getaran kecil kedepan dan kebelakang selama kurang lebih sepuluh kali tiap daerah yang meliputi dua atau tiga gigi. Permukaan gigi labial disikat dengan tangkai yang dipegang dalam kedudukan horizontal dan sejajar dengan lengkung gigi. Permukaan gigi yang selalu bebas dari plak merupakan harapan dari penyikatan gigi tersebut.11

Waktu penyikatan gigi dianjurkan setiap kali sesudah makan dan sebelum tidur, namun dalam prakteknya tidak dapat dilakukan terutama pada siang hari dimana seorang anak berada di sekolah. Laporan konsultan kesehatan gigi di Skotlandia dan The Health Education Authority merekomendasikan bahwa anak-anak diatas tujuh tahun dan dewasa menyikat gigi dua kali sehari dengan menggunakan pasta gigi yang mengandung paling tidak 1000 ppm fluorida, membersihkan seluruh permukaan gigi yang bisa diakses, memuntahkan pasta gigi dan menghindari berkumur dengan air.3,16,17 Lamanya seseorang menyikat gigi dianjurkan 5 menit, tapi pada umumnya orang menyikat gigi maksimum 2-3 menit.11


(31)

Anak yang mempunyai resiko karies tinggi dianjurkan memakai sikat gigi elektrik dan pasta gigi yang mengandung fluor 1000-2800 ppm menunjukkan hasil yang baik dalam pencegahan karies resiko tinggi pada anak di antara umur 6-16 tahun.3,8,11

Sekalipun pasien menyikat gigi dengan rajin dan dengan cara yang baik namun ada kalanya daerah interdental tidak tercapai oleh sikat gigi, sehingga plak tetap tertinggal. Diperlukan alat lain untuk membersihkan bagian interdental ini yaitu dental floss, akan tetapi dalam pemakaiannya sulit untuk dilakukan dan memerlukan latihan yang lama sebelum benar-benar menguasainya.11

Langkah-langkah menggunakan dental floss:6,18

a. Langkah 1 : Ambil sekitar 45 cm dental floss, kemudian lilitkan pada jari tengah di masing-masing tangan dan sisakan sekitar 4 cm. Gunakan dental floss yang unwax (tidak dilapisi lilin).

b. Langkah 2 : Regangkan dengan kencang menggunakan jari telunjuk dan ibu jari. Ujung jari atau ibu jari tempat floss tidak lebih dari 2 cm jaraknya, supaya dapat mengendalikan floss.

Gambar 2. a. Dental floss dililitkan pada jari tengah.18 b. Dental floss di regangkan. 18


(32)

c. Langkah 3 : Lewatkan floss perlahan-lahan melalui titik kontak dengan menggerakkan floss kearah bukolingual sampai masuk perlahan-lahan. Hindari pemaksaan yang kasar karena dapat membuat trauma pada papilla dental.

d. Gerakkan floss dengan perlahan-lahan kearah okluso gingival dan bukolingual terhadap tiap permukaan proksimal.

e. Langkah 5 : Dengan gerakan menyerupai gergaji, keluarkan floss setelah seluruh permukaan selesai dibersihkan.

f. Langkah 6 : Setelah melakukan flossing semua gigi, kumur mulut dengan kuat untuk mengeluarkan plak dan debris yang berada pada ruang interdental.

Lakukan langkah yang sama gigi yang lain. Coba untuk bersihkan gigi bagian depan terlebih dahulu sebelum pindah ke gigi bagian belakang. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, lakukan flossing ini di depan kaca. Waktu terbaik untuk melakukan flossing, seperti juga dengan sikat gigi, adalah sebelum tidur. Apabila

Gambar 3 a. Gerakan lekukan seperti huruf C ke arah kanan.18 b. Gerakan lekukan seperti huruf C ke arah kiri.18


(33)

terjadi perdarahan saat dibersihkan dengan dental floss, artinya kondisi gusi tidak sehat seperti seharusnya.18

Pemakaian dental floss dianjurkan pada masa remaja dimana penyakit periodontal mulai meningkat yaitu umur 12-15 tahun.3,11 Wright, Banting, dan Feasby, 1997 menyelidiki bahwa efek flossing pada karies pada permukaan aproksimal molar susu berkurang setelah dilakukan flossing selama 20 bulan.5

4.2.2 Penggunaan Obat Kumur

Sebelum ditemukan bahan-bahan kimia khususnya antiseptik yang dapat menghambat pertumbuhan plak gigi, usaha untuk mengurangi/mencegah pertumbuhan plak dilakukan secara mekanis dengan memakai sikat gigi. Cara ini ternyata kurang efektif, karena hanya berperan terhadap plak gigi yang supragingival, di samping itu cara ini tidak mungkin dilakukan secara sempurna pada tiap individu karena adanya beberapa faktor misalnya letak gigi yang berjejal. Para pakar di bidang periodontologi mengadakan penelitian-penelitian menggunakan antiseptik yang mempunyai sifat antibakteri untuk mencegah terjadinya plak yang merupakan kumpulan mikroorganisme secara sempurna. Kebanyakan antiseptik dikemas dalam bentuk obat kumur, walaupun ada beberapa yang dikemas dalam bentuk gel/pasta gigi. 19

Pemakaian antiseptik sebagai obat kumur mempunyai peran ganda yaitu sebagai pencegahan langsung pertumbuhan plak gigi supragingiva dan sebagai terapi langsung terhadap plak gigi subgingiva. Sampai sekarang kontrol plak secara kimia dengan menggunakan antiseptik sebagai obat kumur berkembang dengan pesat baik


(34)

di lingkungan dokter gigi maupun di kalangan masyarakat.19 Macam-macam obat kumur yang dipasarkan di Indonesia Listerin, Poviodine, Hidrogen Peroksida, dan Chlorexidine.19

Listerin merupakan antiseptik yang efektif sebagai anti plak. Uji coba klinis antara 7–60 hari menunjukkan adanya hambatan pembentukan plak dan radang gingiva bila digunakan untuk membantu control plak secara mekanis. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Lamser dkk. selama 6 bulan, yang menunjukkan bahwa listerin dapat mengurangi penimbunan plak dan menurunkan derajat keradangan gingival. 19

Povidone Iodine 1 % sebagai antiseptik mempunyai sifat antibakteri. Obat kumur ini dapat dipakai untuk mengurangi bakteremia setelah pencabutan gigi atau setelah perawatan bedah. Efek Povidone Iodine terhadap bakteri rongga mulut sangat cepat dan pada konsentrasi yang tinggi dapat mematikan bakteri rongga mu1ut. Bila dibandingkan dengan chlorhexidine, Povidone Iodine hanya sedikit mempunyai sifat anti p1ak. 19

Hidrogen peroksida merupakan antiseptik karena dapat melepaskan oksigen sebagai zat aktif. Sebagai obat kumur biasanya dipakai konsentrasi 3%. Pemakaian hidrogen peroksida sebagai obat kumur dapat mencegah/menghambat pertumbuhan bakteri plak. Hambatan ini dimungkinkan karena oksigen yang dilepaskan oleh hidrogen peroksida akan mengoksidasi protein kuman sehingga enzim kuman sebagai penyebab radang gingiva menjadi tidak aktif. 19

Chlorhexidine merupakan derivat disquanid dan yang umumnya digunakan dalam bentuk glukonatnya. Mempunyai antibakteri dengan spektrum luas, efektif


(35)

terhadap gram positif dan gram negatif. Chlorhexidine sangat efektif mengurangi radang gingiva dan akumulasi p1ak, pendapat ini sesuai pendapat bahwa larutan chlorhexidine sangat efektif digunakan untuk plak kontrol pada perawatan radang gingiva. Efek anti plak chlorhexidine tidak hanya bakteriostatik tetapi juga mempunyai daya lekat yang lama pada permukaan gigi sehingga memungkinkan efek bakterisid. Dengan demikian akumulasi plak dapat dicegah. 19

4.3 Pencegahan Terhadap Host (Tuan Rumah)

Pencegahan terhadap host dilakukan dengan penggunaan fluor baik secara sistemik maupun secara lokal, serta fisur silen. Penggunaan fluor secara sistemik dilakukan dengan pemberian tablet fluor, sedangkan secara lokal dapat diberikan obat kumur fluor, dan topikal aplikasi.

4.3.1 Penggunaan Fluor Secara Sistemik

Penggunaan fluor secara sistemik dilakukan dengan fluoridasi air minum dan pemberian fluor dalam bentuk tablet. Soine dan Wilson (1974) mengatakan bahwa ion fluor mempunyai khasiat bakterisid sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan menghambat produksi asam yang dihasilkan oleh mikroorganisme.20

Fluoridasi air minum merupakan cara yang paling efektif untuk menurunkan masalah karies pada masyarakat secara umum. Konsentrasi optimum fluorida yang dianjurkan dalam air adalah 0,7-1,2 ppm. Penelitian Murray dan Rug-gun menyimpulkan bahwa fluoridasi air minum dapat menurunkan karies 40-50% pada gigi susu. Bila fluoridasi air minum pada masyarakat tidak mungkin dapat dijalankan,


(36)

dapat dilakukan fluoridasi air minum di sekolah. Penelitian mengenai fluoridasi air minum di sekolah menunjukkan hasil yang aman dan cukup efektif. Konsentrasi fluor yang dimasukkan kedalam air minum di sekolah empat kali lebih tinggi yaitu dapat mencapai 5 ppm, hal ini disebabkan karena anak-anak tidak selalu berada di sekolah.3,11,16

Fluor dapat ditambahkan juga dalam susu dalam pencegahannya terhadap karies. Laporan penelitian pada 80 anak yang meminum susu dengan ditambahkan fluor (1 liter susu + 2 mg fluor dalam bentuk Na-fluor) setiap hari selama 4 1/2 tahun

diperoleh hasil 80% pengurangan karies.11

Pemberian tablet fluor juga merupakan cara yang efektif pada anak yang tidak meminum air dengan konsentrasi fluor optimal. Tablet fluor tersedia dalam bentuk tablet, tablet hisap dan obat tetes fluor. Dosis tablet yang dianjurkan untuk anak umur 6 bulan sampai 3 tahun adalah 0,25 mg, 3 sampai 6 tahun 0,5 mg, dan anak umur 6 tahun keatas 0,5-1 mg. Tablet hisap fluor diberikan setiap hari sampai molar kedua erupsi serta memiliki pengaruh yang lebih besar dari pada tablet dan obat tetes fluor karena dibiarkan larut secara perlahan dalam mulut sehingga memiliki efek ganda topikal dan sistemik. Obat tetes fluor diberikan 5 tetes perhari untuk anak dibawah 3 tahun, dan 10 tetes perhari untuk anak diatas 3 tahun. Pemberian tablet fluor ini memerlukan kerja sama yang erat antara orang tua, guru-guru sekolah dan para dokter gigi.11

4.3.2 Pemberian Fluor Secara Lokal


(37)

Berkumur larutan fluor diharapkan paling berhasil untuk program kesehatan gigi masyarakat dan usaha kesehatan gigi sekolah karena mempunyai beberapa keuntungan yaitu waktu yang diperlukan sedikit, mudah diajarkan sehingga tidak membutuhkan tenaga kesehatan gigi khusus, dan material yang diperlukan tidak banyak.11

Larutan-larutan yang dapat dipakai adalah 0,2% NaF (2 gram dalam 1 liter air), 0,8% Na2 FPO3 (8 gram Na2 FPO3 dalam 1 liter air), 0,26% fluocaril bifluaride,

0,8 SnF2 (8 gram dalam 1 liter air). Tablet NaF 0,2% juga dapat digunakan dengan

melarutkannya dalam air. Untuk mendapatkan fluor 0,2% maka suatu tablet dilarutkan dalam 25 cc air.11

Setiap anak berkumur dengan 10 cc larutan fluor selama kurang lebih 3 menit, larutan tidak boleh ditelan. Berkumur dengan kepala tertunduk untuk menghindari tertelannya larutan fluor.11

4.3.2.2 Topikal Aplikasi

Telah lebih dari 30 tahun terbukti bahwa topikal aplikasi menggunakan fluor merupakan senjata yang paling ampuh untuk menambah kekuatan enamel dan dentin, sehingga dapat menambah daya tahan terhadap serangan asam yang menyebabkan terjadinya karies, serta dapat mengurangi sifat kariogenik plak. Brown dkk. (1979) mengemukakan bahwa pemberian fluorida secara topikal dapat mempengaruhi pertumbuhan Streptokokus mutans dan mempengaruhi komposisi polisakharida ekstraseluler yang dihasilkan. Waktu yang paling baik dilakukannya topikal aplikasi adalah ketika gigi baru saja erupsi, karena enamel pada saat itu mudah menerima


(38)

perubahan-perubahan kimiawi terhadap unsur-unsur kimia yang terdapat dalam lingkungan rongga mulut.11,20

Bahan fluorida yang sering dipakai pada aplikasi topikal adalah sodium fluorida (NaF), Stannous Fluorida (SnF2) dan Amine Fluorida, Acidulated Phosphate

Fluoride (APF) serta Varnish fluorida.11,17 a.Sodium fluorida (NaF)

Sodium fluorida adalah bahan topikal aplikasi pertama yang digunakan secara klinik dalam pencegahan karies dan ditemukan oleh Knutson, Amstrong (1943) dan Bibby (1944). Penggunaan fluor 2% yang dilakukan Knutson dan Amstrong mendapatkan hasil penurunan karies 69% DMFS (karies, tanggal, dan penambalan) dan menganjurkan pengolesan larutan NaF sebanyak 4 kali perawatan dengan jarak kira-kira 1 minggu.23 Keuntungan bahan ini adalah tidak mengiritasi gingiva, rasa yang enak, dan tidak mewarnai gigi akan tetapi membutuhkan beberapa kali kunjungan dalam interval waktu yang pendek. Konsentrasi sodium fluorida yang biasa dipakai dan yang dianggap efektif untuk mengurangi karies adalah 2%.21,22

b. Stannous Fluoride (SnF2) dan amine fluorida

Stannous Fluoride (SnF2) dan amine fluorida merupakan bahan yang dapat

menguatkan struktur enamel sehingga dapat mencegah terjadinya karies dan peningkatan hipersensitivitas.23,28 Larutan dan gel stannous fluorida mengandung 8-10% fluorida, sedangkan amine fluorida mengandung 1-1,25% fluorida yang tersedia sebagai topikal aplikasi. SnF2 memiliki efek pengganggu yang signifikan terhadap asidogenitas plak (Avatum dan Attramadal, 1978) dan formasi plak (Svatum, dkk 1997; Tinanoff, 1985), pengaruh ini terjadi karena ion stannous bukanlah ion


(39)

fluorida. Staining gigi ringan dan rasa yang tidak sedap membatasi pemakaian klinis dari stannous fluorida. Amine fluorida dilaporkan memiliki pengaruh antibakteri yang lebih kuat dari pada kebanyakan senyawa fluorida (Gehring, 1981; Meurman, 1987).23

c. Acidulated Phosphat Fluoride (APF)

APF diperkenalkan pada tahun 1960-an (Brudevold, dkk 1963). Wellock dan Brudevold (1953) melaporkan pemakaian APF menghasilkan penghambatan karies gigi sampai 30-40 % (Forrester, 1981). Keberhasilan APF ini dihubungkan dengan kemampuan mengikat fluor dalam enamel sebagai fluorapatit. Chow (1977) menduga bahwa APF memberikan perlindungan jangka pendek sebagai sumber fluor yang lebih kuat, juga efek jangka panjang dengan pembentukan fluorapatit yang kurang larut di bawah kondisi normal rongga mulut (Clarkson dan Wei, 1982).21,22

APF tersedia juga dalam bentuk gel yang pemakaiannya lebih mudah yaitu dengan menggunakan sendok cetak khusus. Gel APF ini biasanya diberi rasa buah-buahan dan mint serta warna yang menarik. Warna dari bahan ini membantu memperlihatkan daerah gigi yang tidak dapat dicapai gel sehingga dapat dilakukan pengulangan aplikasi. Bahan ini stabil tidak mengiritasi gusi, tidak menyebabkan pewarnaan pada gigi dan restorasi (Forrester, 1981). Penelitian secara in vitro yang dilakukan Wei (1973) memperlihatkan bahwa pengikatan fluor oleh enamel dari gel APF sebanding dengan bentuk larutan.21,22

Secara klinis, larutan APF dan gel APF memperlihatkan pengurangan karies yang sama (Clarkson dan Wei, l982) oleh sebab itu pada saat memilih bahan aplikasi fluor, dokter gigi harus mempertimbang faktor-faktor seperti kemudahan aplaksi,


(40)

biaya dan kenyamanan pasien, karena bahan ini sama-sama efektif (Forrester, 1981). Larutan maupun gel APF diaplikasikan pada gigi selama 4 menit. Untuk gel APF dapat digunakan sendok cetak khusus yang terbuat dari lilin, karet atau plastik (Forrester, 1981). Produk APF yang tersedia pada umumnya mengandung 1,23% fluorida, yang setara dengan 12.300 ppm atau 12,3 mgF per mililiter produk dan digunakan dalam selang waktu 6-12 bulan.21,22

d. Varnish fluorida

Varnish fluorida diperkenalkan pada tahun 1960-an sampai 1970-an dapat diberikan pada semua usia dimulai dari bayi sampai pasien dewasa. Kedokteran gigi anak lebih sering menggunakan bahan ini karena cara aplikasinya mudah, bahan mudah diperoleh dan tidak memerlukan instrumen khusus sehingga pasien tidak takut bila dilakukan aplikasi topikal dengan cara ini. Varnish fluorida pada dasarnya dikembangkan untuk memperpanjang waktu perlekatan fluorida terhadap enamel, mengikat permukaan gigi untuk periode yang lama dan mencegah kehilangan fluorida segera setelah aplikasi. American Dental Association menyimpulkan bahwa varnish fluorida yang digunakan 2 kali dalam satu tahun efektif dalam mencegah karies gigi primer dan permanen anak dan remaja sedangkan pemakaian 2 kali atau lebih dalam satu tahun dapat mengurangi prevalensi karies dalam populasi anak yang beresiko tinggi.16,17,23

Penatalaksanaan varnish fluorida:17

a. Isolasi dan keringkan bagian kwadran gigi dengan menggunakan kain kasa, kapas, atau pengering udara (gambar 5)


(41)

b. Aplikasikan selapis tipis varnish pada tiap kwadran gigi dengan menggunakan fluoride aplikator, biarkan mengering dalam beberapa detik (gambar 6).

c. Gigi pasien akan terlihat berwarna kuning setelah dilakukan aplikasi sekitar 24-48 jam. (gambar 7)

Gambar 5. Gigi dikeringkan dengan kain kasa.17

Gambar 6. Aplikasi varnish dengan menggunakan fluoride aplikator.17


(42)

d. Instruksikan kepada pasien untuk tidak memakan makanan yang keras dan tidak menggosok gigi sampai keesokan harinya.

Efek aplikasi fluor secara topikal dalam menghambat karies gigi adalah enamel menjadi lebih tahan terhadap demineralisasi asam, dapat memacu proses remineralisasi pada permukaan enamel, menghambat sistem enzim mikrobiologi yang merubah karbohidrat menjadi asam dalam plak gigi, serta adanya efek bakteriostatik yang menghambat kolonisasi mikroorganisme dipermukaan gigi.11

4.3.3 Pit dan Fisur Silen

Daerah pit dan fisur pada gigi posterior merupakan daerah yang rentan terhadap karies, dalam waktu yang singkat setelah erupsi sering ditemui bagian tersebut telah mengalami karies. Fisur silen adalah bahan yang dirancang sebagai pencegahan karies pada daerah pit dan fisur.13,10

Cara kerja fisur silen:5,11

a. Permukaan gigi yang hendak dirawat dibersihkan dengan pumice serta sikat

berkecepatan rendah untuk membersihkan pit, fusur dan permukaan disekitarnya. Cuci permukaan dengan semprotan udara/air.

b. Mengisolasi daerah kerja dari saliva merupakan hal yang penting dalam menentukan keberhasilan perlekatan silen. Isolasi yang ideal sebaiknya dilakukan dengan


(43)

menggunakan rubber dam, akan tetapi dapat juga digunakan gulungan kapas. Gunakan saliva ejektor pada saat merawat gigi bawah (gambar 8a)

c. Etsa email menggunakan asam fosfat 30-50% dengan gulungan kapas kecil, spon, atau kuas kecil. Perluas daerah etsa melewati fisur sampai ke ujung cusp (gambar 8b) atau sampai radius 3-4 mm sekitar pit. Jaga email tetap basah oleh asam selama 1 menit.

d. Cuci asam dengan aliran air yang diarahkan pada permukaan etsa selama 15 detik (gambar 8c). Pasien tidak boleh berkumur, menahan pipi menjauhi gigi, keluarkan kapas yang basah dan ganti dengan kapas yang kering. Keringkan permukaan etsa seluruhnya dengan tiupan udara selama 30 detik.

e. Tempatkan resin pada satu ujung fisur (atau pit) dan biarkan mengalir ke seluruh fisur sampai fisur tertutup dan tepi resin kira-kira berada 2 mm diatas bidang insisal cusp (gambar 8d)

f. Pertahankan isolasi sampai waktu polimerisasi sesuai anjuran pabrik atau jika menggunakan light acyrilic resin berikan penyinaran sesuai waktu yang dianjurkan. g. Permukaan oklusal harus diperiksa untuk melihat apakah ada resin yang berlebih

dengan memakai ujung tajam sonde. Apabila masih ada dapat diulang penyinaran.

a.

b.

c.


(44)

Bahan resin yang digunakan adalah Nuva Seal berupa resin dengan polimerisasi menggunakan sinar ultra violet Nuva Lide, Nuva Cote bahan yang disempurnakan dari Nuva seal, Fissure epoxylite 9075, dan Delton. Pada dasarnya keberhasilan dari teknik ini tidak hanya tergantung dari bahannya tapi sangat dipengaruhi oleh keterampilan operatornya.11

Proses etsa yang dilakukan bertujuan untuk membersihkan permukaan enamel dan mendapatkan porositi dari enamel agar resin dapat berpenetrasi kedalamnya dan membentuk suatu ikatan resin.11,10

Pemeriksaan secara periodik yaitu 6 bulan sekali perlu dilakukan untuk melihat apabila resin masih utuh atau sudah lepas dan ditanggulangi secepatnya.11

4.4 Kontrol Berkala

Orang tua dianjurkan untuk memerikasan anaknya secara rutin setiap 6 bulan sekali ke dokter gigi. Hal ini berguna untuk memonitor pertumbuhan dan perkembangan gigi anak serta mendeteksi kelainan gigi sejak dini. Orang tua diharapkan untuk berperan serta dalam memonitor pertumbuhan dan perkembangan gigi anak-anak di rumah. Keluhan-keluhan ataupun kelainan yang ditunjukan anak perlu mendapat perhatian.14

Gambar 8. a. Menggunakan saliva ejektor saat merawat rahang bawah. 5 b. Memperluas daerah etsa melewati fisur sampai ke ujung cusp. 5 c. Mencuci permukaan enamel. 5


(45)

Menurut rekomendasi dari The American Academy of Pediatric Dentistry (AAPD) dan American Dental Association (ADA), seorang anak harus mulai melakukan kunjungan dokter gigi setelah gigi sulung pertamanya erupsi, hal ini ditunjukkan untuk mengontrol berbagai patologi gigi, terutama karies. Selain itu rekomendasi ini juga didasarkan pada anak untuk mendapatkan kesehatan mulut yang optimal pada masa kanak-kanak hingga dewasa.7,14


(46)

BAB 5 KESIMPULAN

Karies terjadi bukan disebabkan karena satu kejadian saja seperti penyakit menular lainnya tetapi disebabkan serangkaian proses yang terjadi selama beberapa kurun waktu. Beberapa faktor yang yang memegang peranan dalam terbentuknya karies yaitu faktor substrat (makanan), agen (mikroorganisme), host (tuan rumah), dan faktor waktu.

Pencegahan primer merupakan pencegahan yang dilakukan sebelum timbulnya suatu penyakit yaitu dilakukan dengan upaya meningkatkan kesehatan (health promotion) dan memberikan perlindungan khusus (spesific protection). Tujuan pencegahan primer adalah untuk mengidentifikasi faktor resiko karies dini dan mencegah proses patologi karies sebelum karies makin berkembang.

Faktor makanan yaitu karbohidrat yang bersifat kariogenik yaitu dapat difermentasi oleh bakteri plak menjadi asam organik. Pengaruh karbohidrat sebagai penyebab terjadinya karies semakin besar jika karbohidrat tersebut dibiarkan melekat terus dalam waktu yang lama di permukaan gigi, oleh sebab itu menyikat gigi segera setelah makan merupakan salah satu cara yang efektif dalam mengurangi terjadinya karies. Sekalipun pasien menyikat gigi dengan rajin dan dengan cara yang baik namun ada kalanya daerah interdental tidak tercapai oleh sikat gigi, sehingga plak tetap tertinggal. Diperlukan alat lain untuk membersihkan bagian interdental ini yaitu dental floss.


(47)

Ada beberapa pemberian fluor yang dapat dipakai dalam mencegah terjadinya karies baik secara sistemik maupun lokal. Secara sistemik tablet hisap fluor mempunyai pengaruh yang lebih besar karena dibiarkan larut secara perlahan dalam rongga mulut sehingga memiliki efek ganda topikal dan sistemik.

Bahan topikal aplikasi yang sering digunakan pada kedokteran gigi anak adalah varnish fluorida karena cara pengaplikasiannya mudah, bahan mudah diperoleh, dan tidak memerlukan instrumen khusus sehingga pasien tidak takut bila dilakukan topikal aplikasi dengan bahan ini.

Pit dan fisur silen dirancang sebagai pencegahan karies pada daerah pit dan fisur pada gigi posterior dimana daerah tersebut merupakan daerah yang rentan terhadap karies.

Dalam mencegah terjadinya karies pada gigi anak-anak diperlukan kerjasama yang baik antara dokter gigi, orang tua dan anaknya.


(48)

DAFTAR PUSTAKA

1. Kidd EA. Essentials of dental caries. 2nd ed. UK: Oxford University Press, 2005: 1-20.

2. Pintauli S, Hamada T. Menuju gigi dan mulut sehat. Medan: USU Press, 2008: 4-24. 3. Angela A. Pencegahan primer pada anak yang beresiko karies tinggi. Dent J 2005;

38 (3): 130-4

4. Panjaitan M. Etiologi karies gigi dan penyakit periodontal. Medan: USU Press, 1997: 1-33.

5. Cameron AC, Widmer RP. Hand book of pediatric dentistry. 2nd Edinburg: Mosby, 2003:44-69

6. Soesilo D, Santoso RE, Diyatri I. Peranan sorbitol dalam mempertahankan

kestabilan pH saliva pada proses pencegahan karies. J Dent 2005, 38 (1): 25-8. 7. Riyanti E. Pengenalan dan perawatan kesehatan gigi anak sejak dini. Seminar

Sehari Kesehatan-Psikologi Anak. 2005: 1-18.

8. Ball G, Barnard D, eds. Preventing dental caries in children at high caries risk. Scottish Intercollegiate Guidelines Network 2000, 47: 1-20

9. Daliemunthe SH. Periodonsia. Medan : USU Press, 2008: 106-12.

10. Andlaw RJ, Rock WP. Perawatan gigi anak. Alih bahasa. Agus Djaya. Jakarta: Widya medika, 1992: 31-61.

11. Panjaitan M. Ilmu pencegahan karies gigi. Medan: USU Press, 1997: 1-74.

12. Almatsier S. Prinsip dasar ilmu gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004: 28-9. 36


(49)

13. Zero DT, Fontana M, Mier EA. The biology, prevention, diagnosis and treatment of dental caries: scientific advances in the United States. J Am Dent Assoc 2009; 140: 25-34.

14. Anonymous. Pediatric dental health. <http://dental resource.org/topic54 dentalcaries.html> (18 Februari 2010)

15. W Donald, Lewis, Ismail A. Prevention of dental caries.

<www.phac-aspc.gc.ca/publicat/clinic-clinique/pdf/s4c36e.pdf> (18 Februari 2010)

16. Tinanoff N, Kanellis MJ. Current understanding of the epidemiologiy, mechanism, and prevention of dental caries in preschool children. Pediatr Dent 2002; 24 (6): 543-51.

17. Azarpazhooh A, Main PA. Fluoride varnish inthe prevention of dental caries in children and adolescents: a systemic review. JCDA 2008; 74 (1): 73-9.

18. Anonymous. Sikat gigi versus dental flossing. <http://sehatuntuksemua. wordpress.com/2009/30/sikat-gigi-versus-dental-flossing> (22 April 2010)

19. Prijantojo. Antiseptik sebagai obat kumur-peranannya terhadap pembentukan plak gigi dan radang gusi. Cermin dunia kedokteran 1996; 113: 28-32.

20. Panjaitan M. Hambatan natrium fluorida dan varnish fluorida terhadap

pembentukan asam susu oleh mikroorganisme plak gigi. Cermin Dunia Kedokteran 2000 ;126: 40-44

21. LeCompte, Doyle TE. Oral fluoride retention following various topical application techniques in children. J Dent Rest 1982; 61 (12): 1397-400.

22. Drianty R, Gartika M. Sasmita IS. Perbandingan efektifitas gel acidulated phosphat fluoride 1,23% dan natrium fluoride solution 2% sebagai bahan fluoride topikal pada anak-anak usia 3-7 tahun di panti asuhan muhammadyah kota bandung. Lembaga Penelitian UNPAD 2003: 1-23.


(50)

23. Seppa L, Rolla G. Profesional topical fluoride application clinical efficacy and mechanism of action. Adv Dent Res 1994; 8 (2): 190-201.


(1)

Menurut rekomendasi dari The American Academy of Pediatric Dentistry (AAPD) dan American Dental Association (ADA), seorang anak harus mulai melakukan kunjungan dokter gigi setelah gigi sulung pertamanya erupsi, hal ini ditunjukkan untuk mengontrol berbagai patologi gigi, terutama karies. Selain itu rekomendasi ini juga didasarkan pada anak untuk mendapatkan kesehatan mulut yang optimal pada masa kanak-kanak hingga dewasa.7,14


(2)

BAB 5 KESIMPULAN

Karies terjadi bukan disebabkan karena satu kejadian saja seperti penyakit menular lainnya tetapi disebabkan serangkaian proses yang terjadi selama beberapa kurun waktu. Beberapa faktor yang yang memegang peranan dalam terbentuknya karies yaitu faktor substrat (makanan), agen (mikroorganisme), host (tuan rumah), dan faktor waktu.

Pencegahan primer merupakan pencegahan yang dilakukan sebelum timbulnya suatu penyakit yaitu dilakukan dengan upaya meningkatkan kesehatan (health promotion) dan memberikan perlindungan khusus (spesific protection). Tujuan pencegahan primer adalah untuk mengidentifikasi faktor resiko karies dini dan mencegah proses patologi karies sebelum karies makin berkembang.

Faktor makanan yaitu karbohidrat yang bersifat kariogenik yaitu dapat difermentasi oleh bakteri plak menjadi asam organik. Pengaruh karbohidrat sebagai penyebab terjadinya karies semakin besar jika karbohidrat tersebut dibiarkan melekat terus dalam waktu yang lama di permukaan gigi, oleh sebab itu menyikat gigi segera setelah makan merupakan salah satu cara yang efektif dalam mengurangi terjadinya karies. Sekalipun pasien menyikat gigi dengan rajin dan dengan cara yang baik namun ada kalanya daerah interdental tidak tercapai oleh sikat gigi, sehingga plak tetap tertinggal. Diperlukan alat lain untuk membersihkan bagian interdental ini yaitu dental floss.


(3)

Ada beberapa pemberian fluor yang dapat dipakai dalam mencegah terjadinya karies baik secara sistemik maupun lokal. Secara sistemik tablet hisap fluor mempunyai pengaruh yang lebih besar karena dibiarkan larut secara perlahan dalam rongga mulut sehingga memiliki efek ganda topikal dan sistemik.

Bahan topikal aplikasi yang sering digunakan pada kedokteran gigi anak adalah varnish fluorida karena cara pengaplikasiannya mudah, bahan mudah diperoleh, dan tidak memerlukan instrumen khusus sehingga pasien tidak takut bila dilakukan topikal aplikasi dengan bahan ini.

Pit dan fisur silen dirancang sebagai pencegahan karies pada daerah pit dan fisur pada gigi posterior dimana daerah tersebut merupakan daerah yang rentan terhadap karies.

Dalam mencegah terjadinya karies pada gigi anak-anak diperlukan kerjasama yang baik antara dokter gigi, orang tua dan anaknya.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

1. Kidd EA. Essentials of dental caries. 2nd ed. UK: Oxford University Press, 2005: 1-20.

2. Pintauli S, Hamada T. Menuju gigi dan mulut sehat. Medan: USU Press, 2008: 4-24. 3. Angela A. Pencegahan primer pada anak yang beresiko karies tinggi. Dent J 2005;

38 (3): 130-4

4. Panjaitan M. Etiologi karies gigi dan penyakit periodontal. Medan: USU Press, 1997: 1-33.

5. Cameron AC, Widmer RP. Hand book of pediatric dentistry. 2nd Edinburg: Mosby, 2003:44-69

6. Soesilo D, Santoso RE, Diyatri I. Peranan sorbitol dalam mempertahankan

kestabilan pH saliva pada proses pencegahan karies. J Dent 2005, 38 (1): 25-8.

7. Riyanti E. Pengenalan dan perawatan kesehatan gigi anak sejak dini. Seminar Sehari Kesehatan-Psikologi Anak. 2005: 1-18.

8. Ball G, Barnard D, eds. Preventing dental caries in children at high caries risk. Scottish Intercollegiate Guidelines Network 2000, 47: 1-20

9. Daliemunthe SH. Periodonsia. Medan : USU Press, 2008: 106-12.

10. Andlaw RJ, Rock WP. Perawatan gigi anak. Alih bahasa. Agus Djaya. Jakarta: Widya medika, 1992: 31-61.

11. Panjaitan M. Ilmu pencegahan karies gigi. Medan: USU Press, 1997: 1-74.

12. Almatsier S. Prinsip dasar ilmu gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004: 28-9. 36


(5)

13. Zero DT, Fontana M, Mier EA. The biology, prevention, diagnosis and treatment of

dental caries: scientific advances in the United States. J Am Dent Assoc 2009; 140:

25-34.

14. Anonymous. Pediatric dental health. <http://dental resource.org/topic54 dentalcaries.html> (18 Februari 2010)

15. W Donald, Lewis, Ismail A. Prevention of dental caries.

<www.phac-aspc.gc.ca/publicat/clinic-clinique/pdf/s4c36e.pdf> (18 Februari 2010)

16. Tinanoff N, Kanellis MJ. Current understanding of the epidemiologiy, mechanism,

and prevention of dental caries in preschool children. Pediatr Dent 2002; 24 (6):

543-51.

17. Azarpazhooh A, Main PA. Fluoride varnish inthe prevention of dental caries in

children and adolescents: a systemic review. JCDA 2008; 74 (1): 73-9.

18. Anonymous. Sikat gigi versus dental flossing. <http://sehatuntuksemua. wordpress.com/2009/30/sikat-gigi-versus-dental-flossing> (22 April 2010)

19. Prijantojo. Antiseptik sebagai obat kumur-peranannya terhadap pembentukan plak

gigi dan radang gusi. Cermin dunia kedokteran 1996; 113: 28-32.

20. Panjaitan M. Hambatan natrium fluorida dan varnish fluorida terhadap

pembentukan asam susu oleh mikroorganisme plak gigi. Cermin Dunia Kedokteran

2000 ;126: 40-44

21. LeCompte, Doyle TE. Oral fluoride retention following various topical application

techniques in children. J Dent Rest 1982; 61 (12): 1397-400.

22. Drianty R, Gartika M. Sasmita IS. Perbandingan efektifitas gel acidulated phosphat

fluoride 1,23% dan natrium fluoride solution 2% sebagai bahan fluoride topikal pada anak-anak usia 3-7 tahun di panti asuhan muhammadyah kota bandung.


(6)

23. Seppa L, Rolla G. Profesional topical fluoride application clinical efficacy and