Kemungkinan Dibangunnya Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (Pltn) Di Indonesia
KEMUNGKINAN DIBANGUNNYA PEMBANGKIT LISTRIK
TENAGA NUKLIR (PLTN) DI INDONESIA
Oleh :
Timbangen Sembiring
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Jurusan Fisika
Universitas Sumatera Utara
2008
(2)
KEMUNGKINAN DIBANGUNNYA
PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN) DI INDONESIA
TIMBANGEN SEMBIRING
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Jurusan Fisika
Universitas Sumatera Utara
1. PERMASALAHAN
Akhir-akhir ini kebutuhan akan energi (dalam hal ini energi listrik) dalam skala global meningkat tajam seiring dengan perkembangan dunia industri serta pertambahan jumlah penduduk dunia. Diperkirakan, kebutuhan akan energi listrik dunia akan naik dua kali lipat pada kurun waktu 2004 hinga 2020. Sementara itu sumber pembangkit energi listrik bukannya bertambah akan tetapi berkurang setiap saat. Hingga kini sumber pembangkit listrik dunia masih didominasi dari hasil pembakaran bahan fosil seperti batu bara dan minyak bumi. Jenis sumber energi ini tidak hanya semakin berkurang jumlahnya seiring pertambahan waktu, akan tetapi dampak negatif terhadap lingkungan juga tidak kalah pentingnya untuk selalu dibicarakan. Salah satu sinyal bahwa semakin kritisnya kebutuhan akan energi listrik tersebut dapat dilihat dari meningkatnya harga minyak mentah dunia yang saat ini menembus batas psikologis, yaitu di atas US$ 100 per barrel1.
Di Indonesia, krisis akan energi listrik ini telah terasa sejak sepuluh tahun terakhir ini akibat meningkatnya harga minyak dunia serta salah kelola (mismanagement) pada perusahaan. Pemandangan ini hampir setiap hari terlihat dimana Perusahaan Listrik Negara (PLN) telah melakukan pemadaman bergilir di hampir setiap daerah. Dari segi produktivitas/ekonomi, pemadaman sedemikian rupa tentu berdampak negatif yaitu tidak berputarnya roda perekonomian secara maksimal.
Persoalan utama yang muncul di hampir setiap negara bila membicarakan tentang energi kelistrikan adalah dua hal utama. Pertama, menipisnya sumber cadangan bahan bakar fosil (minyak, batu bara, dll.), yang meningkatkan harga minyak mentah dunia. Kedua, permasalahan emisi gas akibat pembakaran sumber bahan bakar fosil, yang menyumbang paling banyak gas CO2 ke ligkungan. Khusus bagi Indonesia, konsumsi BBM yang mencapai
1,3 juta/barel tidak seimbang dengan produksinya yang nilainya sekitar 1 juta/barel sehingga terdapat defisit yang harus dipenuhi melalui impor. Berdasarkan data Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM, 2006) cadangan minyak Indonesia hanya tersisa sekitar 9 milliar barel, yang berarti bahwa apabila terus dikonsumsi secara terus menerus tanpa ditemukannya cadangan minyak baru, diperkirakan cadangan tersebut akan habis dalam dua
(3)
puluhan tahun mendatang.
Untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar minyak pemerintah Indonesia telah menerbitkan sebuah peraturan (PP Nomor 5, 2006 )tentang kebijakan energi nasional untuk mengembangkan sumber energi alternatif sebagai pengganti bahan bakar minyak. Kebijakan tersebut menekankan pada sumber daya yang dapat diperbaharui sebagai altenatif pengganti bahan bakar minyak. Salah satu sumber energi alternatif adalah pembangunan instalasi listrik berbasis nuklir (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir, PLTN). Sebenarnya, rencana pembangunan PLTN di Indonesia telah lama dicanangkan, akan tetapi akibat penolakan dari berbagai elemen masyarakat dan kondisi ekonomi yang tidak kunjung membaik, maka pemerintah masih mengkaji untung rugi dari proyek tersebut.
2. KRISI ENERGI LISTRIK
Di Indonesia, sumber bahan bakar penghasil energi listrik adalah minyak, batubara, gas dan tenaga air (hydropower). Akhir-akhir ini, sumber penghasil energi listrik tersebut di atas sudah mulai berkurang baik kualitas maupun kuantitasnya. Sebagai contoh, sumber energi listrik berbasis hydropower telah berkurang secara drastis akibat rendahnya debit air. Berkurangnya debit air ini diakibatkan oleh penebangan hutan secara liar dan besar-besaran. Sementara usaha penanaman kembali (reboisasi) yang dilakukan jauh lebih kecil dari penebangan kayu (illegal logging). Sebagaimana agenda keprihatianan terhadap lingkungan pada Protokol Kyoto dan Konferensi Perubahan Iklim di Bali maka penggunaan bahan bakar fosil seperti minyak dan batubara sebisa mungkin dikurangi pemakaiannya mengingat kedua jenis bahan bakar tersebut menyumbangkan gas CO2 terbesar. Hal ini dapat dilihat dari
Gambar 1, yaitu data tentang persentase penggunaan berbagai jenis bahan bakar dunia pada tahun 2004. Sebaliknya, persentase sumber bahan bakar non-fossil jauh lebih kecil dari bahan bakar fossil. Penggunaan energi non-fosil sebagai alternatif juga telah dimanfaatkan walaupun belum maksimal seperti tenaga air, panas bumi, tenaga surya, angin dan uranium.
Berdasarkan data yang dikeluarkan ESDM bahwa penduduk Indonesia yang belum bisa menikmati listrik ada sekitar 100 juta penduduk dari total 234.693.997 penduduk. Maka jika masih saja menggunakan bahan baku minyak yang rentan terhadap perubahan harga, maka dikhawatirkan Indonesia akan mengalami krisis energi listrik. Setelah di pulau Jawa, Madura dan Bali (pengkonsumsi terbesar), Sumatera juga mengalami defisit energi listrik sebesar 900 MW setiap hari.
(4)
Berdasarkan data ESDM bahwa cadangan terbukti minyak mentah Indonesia adalah sekitar 5,67 miliar barrel dan cadangan potensialnya sekitar 48,48 miliar barrel. Bila produksi minyak mentah saat ini sekitar 485 juta barrel pertahun, maka cadangan tersebut akan habis dalam kurun waktu 12 tahun (apabila tidak ada penemuan baru) hingga 100 tahun (bila cadangan potensial ditemukan). Adapun cadangan batubara Indonesai yang diperkirakan lebih kurang 30 miliar ton juga akan habis pada satu saat. Bila penggunaan batubara sebagaimana yang dikonsumsi sekarang ini, maka batubara tersebut akan habis dalam kurun waktu antara 40 hingga 290 tahun, dengan catatan tidak ditemukan potensi cadangan baru.
Gambar 1. Persentase penggunaan berbagai sumber bahan bakar pembangkit energi listrik dunia pada tahun 2004, dimana sumber bahan bakar fossil masih mendominasi dibandingkan dengan bahan bakar non-fossil.
Sebagaimana diketahui bahwa penggunaan batubara dalam jumlah massif akan berujung kepada peningkatan kadar karbon dioksida ke udara. Dampak lanjutan dari gas CO2 ini akan
meningkatkan suhu rata-rata bumi (global warming). Kontribusi gas CO2 sisa pembakaran
batubara merupakan terbesar yaitu sekitar 80 persen lebih, yang diikuti oleh hasil pembakaran minyak bumi sebesar 70-80 persen serta gas alam sedikitnya 60 persen. Mengingat Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Protokol Kyoto, maka kita harus peduli akan kelangsungan lingkungan yang bersih. Potensi tenaga air dan panas bumi diperkirakan masing-masing sebesar 750.000 MW dan 20.000 MW yang dapat menghasilkan energi ekivalen dengan 913 dan 286 juta BOE per tahun.
(5)
3. AWAL MULA IDE PROYEK PLTN DI INDONESIA
Sejarah perkembangan nuklir di Indonesia bermula dari sebuah seminar yang diprakarsai oleh Departemen PUTL bekerjasama dengan BATAN pada tahun 1968. Tindak lanjut dari seminar ini terulang pada seminar berikutnya di Yogyakarta pada tahun 1970, yang menghasilkan sebuah komisi yaitu Komisi Persiapan Pembangunan PLTN (KP2-PLTN). Setelah kedua momentum tersebut, wacana teknologi PLTN mulai mendapat perhatian serius oleh para ahli nuklir di Indonesia.
Pada 1989, Presiden Suharto saat meresmikan labolatoria BATAN, LIPI dan BPPT dikawasan Puspitek Serpong, menginstruksikan agar dilakukan usaha persiapan sebaik-baiknya untuk membangun suatu pembangkit listrik tenaga nuklir di Indonesia. Usaha persiapan pembangunan PLTN tersebut dijabarkan secara lebih kongkrit dengan keputusan Badan Koordinasi Energi Nasional (BAKOREN) yang menunjuk BATAN untuk memulai kegiatan yang terarah menuju pembangunan PLTN. Untuk itu BATAN melakukan pemutakhiran studi kelayakan Pembangunan PLTN yang dimulai sejak akhir tahun 1991 dan berakhir pada pertengahan tahun 1996 ini. Namun, beberapa kendala merintangi rencana tersebut antara lain berkaitan dengan isu politik, keamanan, ekonomi dan terjadinya kecelakaan reaktor nuklir di Chernobyl.
Pada 31 Januari 1996, Menristek/Kepala BPPT pada saat itu dijabat oleh BJ Habibie, mempertegas mengenai rencana pendirian PLTN Muria di hadapan Komisi X DPR yang kemudian menuai reaksi dari berbagai lapisan dan kelompok masyarakat. Akhirnya, Menteri Negara Riset dan Teknologi/Kepala BPPT, pada 7 Januari 2003 yang lalu, menyampaikan bahwa rencana pembangunan PLTN di semenanjung Muria, Jawa Tengah, akan diteruskan, dan diproyeksikan mulai beroperasi tahun 2015.
4. TRAUMA KECELAKAAN REAKTOR NUKLIR
Pada tahun 1979 salah satu reactor nuklir di Amerika mengalami kecelakaan yaitu reaktor nuklir Three Mile Island (TMI). Salah satu penyebab kecelakaan disebabkan oleh kombinasi antara kegagalan salah satu bagian peralatan dan kesalahan operator yang akhirnya menyebabkan melelehnya sebagian dari bahan bakar di teras reaktor karena kehilangan air pendingin. Akan tetapi, masyarakat disekitarnya masih beruntung karena struktur pembungkus reaktor tidak mengalami kerusakan dan berjalan sebagaimana yang dirancang sehingga sangat sedikit zat radioaktif yang terlepas keluar bangunan reaktor. Memang sedikit korban yang jatuh, akan tetapi efek dari kecelakaan ini sangat besar, dimana tingkat
(6)
kepercayaan masyarakat terhadap pembangkit listrik tenaga nuklir sebagai pembangkit listrik menjadi rendah.
Chernobyl (kota kecil di Ukraine) memiliki reactor nuklir Unit-4 jenis RBMK-1000 yang mengalami kecelakaan pada 26 April 1986 dini hari. Kecelakaan ini menelan korban 31 orang meninggal, 200 orang luka-luka dan sekitar 135 ribu orang pada zone 30 km di sekeliling reaktor dievakuasi, dan sebagian hingga kini belum diperkenankan kembali. Kontaminasi radioaktif tingkat rendah terbawa angin ke daerah yang lebih luas di Uni Sovyet dan Eropa. Sehari sebelumnya, reactor ini sebenarnya sedang dipadamkan (shutdown) dalam rangka perawatan rutin (maintenance). Pada waktu yang sama operator bermaksud menguji prosedur keselamatan reaktor. Uji keselamatan ini dimaksudkan untuk memeriksa apakah turbin generator yang melambat masih menghasilkan daya yang cukup untuk menjalankan pompa pendingin sampai generator diesel darurat dihidupkan. Untuk itu, rencananya reaktor akan dioperasikan pada tingkat daya 30 % dari daya maksimalnya, tetapi kelewatan sehingga turun sampai 10 %. Untuk menaikkannya kembali sampai tingkat daya 30 % operator melakukan kesalahan kritis dengan menarik batang kendali, akibatnya uap pun bertambah. Pertambahan uap yang tidak terkendali menyebabkan pertambahan daya yang tidak dapat dikontrol. Reaktor jenis ini diketahui memiliki tingkat daya yang rendah.
Dari pengalaman kecelakaan di Chernobyl ini, yang dikenal sebagai kecelakaan paling besar, masyarakat menilai bahwa keberadaan PLTN adalah membahayakan masyarakat oleh karena radiasinya yang sangat besar dan bertahan lama. Memang setelah dilakukan penyelidikan terhadap reactor nuklir di Chernobyl beberapa factor penyebabnya adalah berupa cacat desain, yaitu tidak stabilnya operasi pada tingkat daya rendah.
5. PROYEK PLTN SEMENANJUNG MURIA
Kekhawatiran akibat deficit tenaga listrik terutama di Jawa-Bali pada tahun 2015, pemerintah telah berulangkali mengkaji dan meneliti meliputi sisi ekonomi, social, teknologi dan lingkungan Terlepas dari kontroversi keberadaan PLTN, Indonesia mesti siap beralih untuk mulai melangsungkan pembangunan pembangkit tenaga listrik dengan sumber energi non-konvensional atau energi terbarukan yaitu: solar sel, panas bumi, angin, biomassa, gelombang laut, dan energi nuklir. Rencananya pembangunan PLTN berlokasi di Muria, dekat Jepara dan Madura. PLTN yang akan dibangun di Madura berkapasitas sebesar 1000 MW, yang akan diawasi oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) terutama mengenai regulasi, perundang-undangan, dan tenaga ahlinya. Rencana pembanguan PLTN Muria I ini sebenarnya sudah sejak tahun 1986 karena ada masalah psikologis tidak bisa dilakukan.
(7)
Kemudian pada tahun 1996 juga sudah dilakukan studi dan direncanakan dibangun tahun 1997 yang kemudian terjadi krisis sehingga ditunda. Pada tahun 2001 juga akan dibangun namun tahun 2002 kembali terhenti.
Banyak pihak terutama penggiat lingkungan hidup meragukan kemampuan tenaga pengelola dan teknisi bila PLTN jadi dibangun di Indonesia. Sebenarnya, Badan Tenaga Atom Nasional (Batan) telah lama mengoperasikan tiga reactor nuklir yaitu di Serpong (30 MW), Bandung (menghasilkan 2 MW dan dibangun tahun 1964) dan Jogyakarta (100 MW. Adapun jenis reactor yang dipakai adalah berbasis teknologi pressurized water reactor (PWR). Teknologi reactor tipe PWR ini memiliki tingkat keselamatan yang tinggi dan telah lama digunakan di berbagai Negara seperti Jepang, Amerika, Korea dan Negara Eropah. Sebenarnya ada tipe lain, yaitu BWR (boiling water reactor) dan PHWR (pressurize heavy water reactor).
6. PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG NUKLIR
Kata nuklir bagi sebagian besar masyarakat Indonesia mengandung pengertian yang mengerikan (menakutkan) terutama bagi orang-orang yang masih mengalami zaman perang kemerdekaan. Hal ini dapat dimengerti bahwa dampak dari reaksi nuklir telah dirasakan dan diketahui dari peristiwa dijatuhkannya bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, Jepang pada tahun 1945. Korban yang ditimbulkannya pun tidak sedikit yang akhirnya Jepang menyerah terhadap Negara Sekutu. Padahal, pemakaian nuklir telah lama digunakan di rumah-rumah sakit untuk pengobatan pasien yang menderita tumor (kanker). Pemakaian radiasi nuklir di sini memang menggunakan dosis yang rendah (dalam batas ambang) dan terkendali (digunakan pada jangka-jangka tertentu). Di samping itu Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) telah lama menerapkan teknologi nuklir dalam pembuatan benih-benih padi unggul.
Dengan bergulirnya rencana pemerintah membangun PLTN, berbagai tanggapan dan komentar yang bernada menentang khususnya di sekitar rencana lokasi dan beberapa lembaga swadaya masyarakat yang peduli lingkungan tentu menolak keras. Aksi penolakan ini menghiasi di hampir semua media massa Indonesia, demonstrasi ke kantor-kantor pemerintah serta lobi-lobi dari para ulama. Beberapa alasan penolakan mereka adalah antara lain trauma radiasi nuklir bila terjadi kecelakaan, dan minimnya pemehaman tentang sifat-sifat radiasi nuklir. Mereka hanya melihat dari dampak negatifnya saja. Selain itu, mereka juga was-was dengan sumber daya manusia Indonesia yang akan menangani PLTN tersebut. Watak koruptif yang masih merajalela di hampir semua birokrasi juga menimbulkan tanda tanya besar bagi mereka. Namun, banyak juga masyarakat mendukung akan pembangunan proyek PLTN tersebut.
(8)
Untuk mengantisipasi gerakan anti nuklir ini menjadi lebih luas, pemerintah perlu melakukan beberapa langkah antara lain:
1. Memberikan pemahaman kepada seluruh elemen masyarakat mengenai karakteristik radiasi nuklir, manfaat dalam pemenuhan kebutuhan energi dan muderatnya bagi masyarakat, sehingga masyarakat mengetahui secara benar keberadaan PLTN.
2. Meluruskan pernyataan-pernyataan yang bertolak belakang dengan kenyataan mengenai nuklir unuk tujuan damai (nuclear for peace). Bagi yang anti nuklir akan selalu memberikan propaganda kepada masyarakat akan dampak negative nuklir, dan bukan dari sisi positifnya.
3. Menjelaskan kepada masyarakat mengenai perbandingan sumber-sumber pembangkit listrik yang selama ini dipakai dan dampaknya kepada lingkungan hidup, pemanasan global dan menipisnya cadangan-cadangan tersebut.
4. Pemerintah selaku pengelola proyek hendaknya menangani pembangunan PLTN ini secara terbuka, bersih dari praktek-prakte koruptif dan professional. Jangan sekali-kali proyek PLTN ini dikerjakan dengan setengah hati sebagaimana pengerjaan proyek-proyek lainnya yang selalu berujung kepada tindakan koruptif.
Sosialisasi akan langkah-langkah di atas akan jauh lebih efektif bila dilakukan pada berbagai media massa seperti surat kabar, televise, radio, pamlet-pamflet dan lain sebagainya.
7, KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas bahwa konsumsi energi listrik dunia yang setiap tahun naik secara drastis sementara cadangan sumber bahan bakar semakin hari semakin menipis maka sudah sangat perlu untuk memikirkan sumber energi alternatif bila tidak ingin terlanda akan krisis energi listrik. Dalam mencari sumber-sumber energi alternative tersebut tidak kalah penting juga perlu ditelaah adalah dampaknya kepada lingkungan yaitu persoalan efek gas kaca dan pemanasan global disamping segi efisiensi dan teknologi. Salah satu sumber energi yang menjanjikan itu adalah penggunaan tenaga nuklir, yang tidak saja ramah lingkungan akan tetapi memiliki efisiensi lebih baik dari sumber energi yang selama ini digunakan, Namun, sebagaimana produk teknologi lainnya yang memiliki sisi buruk dan sisi baik, PLTN juga demikian. Dengan penguasaan teknologi yang lebih baik dan diawasi oleh badan nuklir internasional, maka sangat mungkin dan mendesak pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir di Indonesia. Dalam jangka yang tidak terlalu lama pembangunan PLTN lainnya sudah perlu dipikirkan tidak hanya di pulau Jawa akan tetapi di Sumatera yang kian hari mengalami defisit listrik.
DAFTAR PUSTAKA
(9)
Press.
2. Ridwan, Muhammad.; (1978). Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir, BATAN, Jakarta.
3.
Yergin, Daniel (1993).
The Prize
. Simon & Schuster: New York.
ISBN 0-671-79932-0
4. International Energy Agency (2007). Retrieved on 2007-12-08. 5. Thomas, Smith.; (1995). Nuclear Accident, John Willey, New York.
6. International Energy Outlook 2007. United States Department of Energy - Washington, DC. Retrieved on 2007-06-06.
7.
International Energy Agency. (2006) World Energy Outlook 2006.
ISBN 92-64-10989-7
8.
Yergin, Daniel (1993).
The Prize
. Simon & Schuster: New York.
(1)
Berdasarkan data ESDM bahwa cadangan terbukti minyak mentah Indonesia adalah sekitar 5,67 miliar barrel dan cadangan potensialnya sekitar 48,48 miliar barrel. Bila produksi minyak mentah saat ini sekitar 485 juta barrel pertahun, maka cadangan tersebut akan habis dalam kurun waktu 12 tahun (apabila tidak ada penemuan baru) hingga 100 tahun (bila cadangan potensial ditemukan). Adapun cadangan batubara Indonesai yang diperkirakan lebih kurang 30 miliar ton juga akan habis pada satu saat. Bila penggunaan batubara sebagaimana yang dikonsumsi sekarang ini, maka batubara tersebut akan habis dalam kurun waktu antara 40 hingga 290 tahun, dengan catatan tidak ditemukan potensi cadangan baru.
Gambar 1. Persentase penggunaan berbagai sumber bahan bakar pembangkit energi listrik dunia pada tahun 2004, dimana sumber bahan bakar fossil masih mendominasi dibandingkan dengan bahan bakar non-fossil.
Sebagaimana diketahui bahwa penggunaan batubara dalam jumlah massif akan berujung kepada peningkatan kadar karbon dioksida ke udara. Dampak lanjutan dari gas CO2 ini akan
meningkatkan suhu rata-rata bumi (global warming). Kontribusi gas CO2 sisa pembakaran
batubara merupakan terbesar yaitu sekitar 80 persen lebih, yang diikuti oleh hasil pembakaran minyak bumi sebesar 70-80 persen serta gas alam sedikitnya 60 persen. Mengingat Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Protokol Kyoto, maka kita harus peduli akan kelangsungan lingkungan yang bersih. Potensi tenaga air dan panas bumi diperkirakan masing-masing sebesar 750.000 MW dan 20.000 MW yang dapat menghasilkan energi ekivalen dengan 913 dan 286 juta BOE per tahun.
(2)
3. AWAL MULA IDE PROYEK PLTN DI INDONESIA
Sejarah perkembangan nuklir di Indonesia bermula dari sebuah seminar yang diprakarsai oleh Departemen PUTL bekerjasama dengan BATAN pada tahun 1968. Tindak lanjut dari seminar ini terulang pada seminar berikutnya di Yogyakarta pada tahun 1970, yang menghasilkan sebuah komisi yaitu Komisi Persiapan Pembangunan PLTN (KP2-PLTN). Setelah kedua momentum tersebut, wacana teknologi PLTN mulai mendapat perhatian serius oleh para ahli nuklir di Indonesia.
Pada 1989, Presiden Suharto saat meresmikan labolatoria BATAN, LIPI dan BPPT dikawasan Puspitek Serpong, menginstruksikan agar dilakukan usaha persiapan sebaik-baiknya untuk membangun suatu pembangkit listrik tenaga nuklir di Indonesia. Usaha persiapan pembangunan PLTN tersebut dijabarkan secara lebih kongkrit dengan keputusan Badan Koordinasi Energi Nasional (BAKOREN) yang menunjuk BATAN untuk memulai kegiatan yang terarah menuju pembangunan PLTN. Untuk itu BATAN melakukan pemutakhiran studi kelayakan Pembangunan PLTN yang dimulai sejak akhir tahun 1991 dan berakhir pada pertengahan tahun 1996 ini. Namun, beberapa kendala merintangi rencana tersebut antara lain berkaitan dengan isu politik, keamanan, ekonomi dan terjadinya kecelakaan reaktor nuklir di Chernobyl.
Pada 31 Januari 1996, Menristek/Kepala BPPT pada saat itu dijabat oleh BJ Habibie, mempertegas mengenai rencana pendirian PLTN Muria di hadapan Komisi X DPR yang kemudian menuai reaksi dari berbagai lapisan dan kelompok masyarakat. Akhirnya, Menteri Negara Riset dan Teknologi/Kepala BPPT, pada 7 Januari 2003 yang lalu, menyampaikan bahwa rencana pembangunan PLTN di semenanjung Muria, Jawa Tengah, akan diteruskan, dan diproyeksikan mulai beroperasi tahun 2015.
4. TRAUMA KECELAKAAN REAKTOR NUKLIR
Pada tahun 1979 salah satu reactor nuklir di Amerika mengalami kecelakaan yaitu reaktor nuklir Three Mile Island (TMI). Salah satu penyebab kecelakaan disebabkan oleh kombinasi antara kegagalan salah satu bagian peralatan dan kesalahan operator yang akhirnya menyebabkan melelehnya sebagian dari bahan bakar di teras reaktor karena kehilangan air pendingin. Akan tetapi, masyarakat disekitarnya masih beruntung karena struktur pembungkus reaktor tidak mengalami kerusakan dan berjalan sebagaimana yang dirancang sehingga sangat sedikit zat radioaktif yang terlepas keluar bangunan reaktor. Memang sedikit korban yang jatuh, akan tetapi efek dari kecelakaan ini sangat besar, dimana tingkat
(3)
kepercayaan masyarakat terhadap pembangkit listrik tenaga nuklir sebagai pembangkit listrik menjadi rendah.
Chernobyl (kota kecil di Ukraine) memiliki reactor nuklir Unit-4 jenis RBMK-1000 yang mengalami kecelakaan pada 26 April 1986 dini hari. Kecelakaan ini menelan korban 31 orang meninggal, 200 orang luka-luka dan sekitar 135 ribu orang pada zone 30 km di sekeliling reaktor dievakuasi, dan sebagian hingga kini belum diperkenankan kembali. Kontaminasi radioaktif tingkat rendah terbawa angin ke daerah yang lebih luas di Uni Sovyet dan Eropa. Sehari sebelumnya, reactor ini sebenarnya sedang dipadamkan (shutdown) dalam rangka perawatan rutin (maintenance). Pada waktu yang sama operator bermaksud menguji prosedur keselamatan reaktor. Uji keselamatan ini dimaksudkan untuk memeriksa apakah turbin generator yang melambat masih menghasilkan daya yang cukup untuk menjalankan pompa pendingin sampai generator diesel darurat dihidupkan. Untuk itu, rencananya reaktor akan dioperasikan pada tingkat daya 30 % dari daya maksimalnya, tetapi kelewatan sehingga turun sampai 10 %. Untuk menaikkannya kembali sampai tingkat daya 30 % operator melakukan kesalahan kritis dengan menarik batang kendali, akibatnya uap pun bertambah. Pertambahan uap yang tidak terkendali menyebabkan pertambahan daya yang tidak dapat dikontrol. Reaktor jenis ini diketahui memiliki tingkat daya yang rendah.
Dari pengalaman kecelakaan di Chernobyl ini, yang dikenal sebagai kecelakaan paling besar, masyarakat menilai bahwa keberadaan PLTN adalah membahayakan masyarakat oleh karena radiasinya yang sangat besar dan bertahan lama. Memang setelah dilakukan penyelidikan terhadap reactor nuklir di Chernobyl beberapa factor penyebabnya adalah berupa cacat desain, yaitu tidak stabilnya operasi pada tingkat daya rendah.
5. PROYEK PLTN SEMENANJUNG MURIA
Kekhawatiran akibat deficit tenaga listrik terutama di Jawa-Bali pada tahun 2015, pemerintah telah berulangkali mengkaji dan meneliti meliputi sisi ekonomi, social, teknologi dan lingkungan Terlepas dari kontroversi keberadaan PLTN, Indonesia mesti siap beralih untuk mulai melangsungkan pembangunan pembangkit tenaga listrik dengan sumber energi non-konvensional atau energi terbarukan yaitu: solar sel, panas bumi, angin, biomassa, gelombang laut, dan energi nuklir. Rencananya pembangunan PLTN berlokasi di Muria, dekat Jepara dan Madura. PLTN yang akan dibangun di Madura berkapasitas sebesar 1000 MW, yang akan diawasi oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) terutama mengenai regulasi, perundang-undangan, dan tenaga ahlinya. Rencana pembanguan PLTN Muria I ini sebenarnya sudah sejak tahun 1986 karena ada masalah psikologis tidak bisa dilakukan.
(4)
Kemudian pada tahun 1996 juga sudah dilakukan studi dan direncanakan dibangun tahun 1997 yang kemudian terjadi krisis sehingga ditunda. Pada tahun 2001 juga akan dibangun namun tahun 2002 kembali terhenti.
Banyak pihak terutama penggiat lingkungan hidup meragukan kemampuan tenaga pengelola dan teknisi bila PLTN jadi dibangun di Indonesia. Sebenarnya, Badan Tenaga Atom Nasional (Batan) telah lama mengoperasikan tiga reactor nuklir yaitu di Serpong (30 MW), Bandung (menghasilkan 2 MW dan dibangun tahun 1964) dan Jogyakarta (100 MW. Adapun jenis reactor yang dipakai adalah berbasis teknologi pressurized water reactor (PWR). Teknologi reactor tipe PWR ini memiliki tingkat keselamatan yang tinggi dan telah lama digunakan di berbagai Negara seperti Jepang, Amerika, Korea dan Negara Eropah. Sebenarnya ada tipe lain, yaitu BWR (boiling water reactor) dan PHWR (pressurize heavy water reactor).
6. PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG NUKLIR
Kata nuklir bagi sebagian besar masyarakat Indonesia mengandung pengertian yang mengerikan (menakutkan) terutama bagi orang-orang yang masih mengalami zaman perang kemerdekaan. Hal ini dapat dimengerti bahwa dampak dari reaksi nuklir telah dirasakan dan diketahui dari peristiwa dijatuhkannya bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, Jepang pada tahun 1945. Korban yang ditimbulkannya pun tidak sedikit yang akhirnya Jepang menyerah terhadap Negara Sekutu. Padahal, pemakaian nuklir telah lama digunakan di rumah-rumah sakit untuk pengobatan pasien yang menderita tumor (kanker). Pemakaian radiasi nuklir di sini memang menggunakan dosis yang rendah (dalam batas ambang) dan terkendali (digunakan pada jangka-jangka tertentu). Di samping itu Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) telah lama menerapkan teknologi nuklir dalam pembuatan benih-benih padi unggul.
Dengan bergulirnya rencana pemerintah membangun PLTN, berbagai tanggapan dan komentar yang bernada menentang khususnya di sekitar rencana lokasi dan beberapa lembaga swadaya masyarakat yang peduli lingkungan tentu menolak keras. Aksi penolakan ini menghiasi di hampir semua media massa Indonesia, demonstrasi ke kantor-kantor pemerintah serta lobi-lobi dari para ulama. Beberapa alasan penolakan mereka adalah antara lain trauma radiasi nuklir bila terjadi kecelakaan, dan minimnya pemehaman tentang sifat-sifat radiasi nuklir. Mereka hanya melihat dari dampak negatifnya saja. Selain itu, mereka juga was-was dengan sumber daya manusia Indonesia yang akan menangani PLTN tersebut. Watak koruptif yang masih merajalela di hampir semua birokrasi juga menimbulkan tanda tanya besar bagi mereka. Namun, banyak juga masyarakat mendukung akan pembangunan proyek PLTN tersebut.
(5)
Untuk mengantisipasi gerakan anti nuklir ini menjadi lebih luas, pemerintah perlu melakukan beberapa langkah antara lain:
1. Memberikan pemahaman kepada seluruh elemen masyarakat mengenai karakteristik radiasi nuklir, manfaat dalam pemenuhan kebutuhan energi dan muderatnya bagi masyarakat, sehingga masyarakat mengetahui secara benar keberadaan PLTN.
2. Meluruskan pernyataan-pernyataan yang bertolak belakang dengan kenyataan mengenai nuklir unuk tujuan damai (nuclear for peace). Bagi yang anti nuklir akan selalu memberikan propaganda kepada masyarakat akan dampak negative nuklir, dan bukan dari sisi positifnya.
3. Menjelaskan kepada masyarakat mengenai perbandingan sumber-sumber pembangkit listrik yang selama ini dipakai dan dampaknya kepada lingkungan hidup, pemanasan global dan menipisnya cadangan-cadangan tersebut.
4. Pemerintah selaku pengelola proyek hendaknya menangani pembangunan PLTN ini secara terbuka, bersih dari praktek-prakte koruptif dan professional. Jangan sekali-kali proyek PLTN ini dikerjakan dengan setengah hati sebagaimana pengerjaan proyek-proyek lainnya yang selalu berujung kepada tindakan koruptif.
Sosialisasi akan langkah-langkah di atas akan jauh lebih efektif bila dilakukan pada berbagai media massa seperti surat kabar, televise, radio, pamlet-pamflet dan lain sebagainya.
7, KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas bahwa konsumsi energi listrik dunia yang setiap tahun naik secara drastis sementara cadangan sumber bahan bakar semakin hari semakin menipis maka sudah sangat perlu untuk memikirkan sumber energi alternatif bila tidak ingin terlanda akan krisis energi listrik. Dalam mencari sumber-sumber energi alternative tersebut tidak kalah penting juga perlu ditelaah adalah dampaknya kepada lingkungan yaitu persoalan efek gas kaca dan pemanasan global disamping segi efisiensi dan teknologi. Salah satu sumber energi yang menjanjikan itu adalah penggunaan tenaga nuklir, yang tidak saja ramah lingkungan akan tetapi memiliki efisiensi lebih baik dari sumber energi yang selama ini digunakan, Namun, sebagaimana produk teknologi lainnya yang memiliki sisi buruk dan sisi baik, PLTN juga demikian. Dengan penguasaan teknologi yang lebih baik dan diawasi oleh badan nuklir internasional, maka sangat mungkin dan mendesak pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir di Indonesia. Dalam jangka yang tidak terlalu lama pembangunan PLTN lainnya sudah perlu dipikirkan tidak hanya di pulau Jawa akan tetapi di Sumatera yang kian hari mengalami defisit listrik.
DAFTAR PUSTAKA
(6)
Press.
2. Ridwan, Muhammad.; (1978). Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir, BATAN, Jakarta.
3.
Yergin, Daniel (1993).
The Prize
. Simon & Schuster: New York.
ISBN 0-671-79932-0
4. International Energy Agency (2007). Retrieved on 2007-12-08. 5. Thomas, Smith.; (1995). Nuclear Accident, John Willey, New York.
6. International Energy Outlook 2007. United States Department of Energy - Washington, DC. Retrieved on 2007-06-06.
7.
International Energy Agency. (2006) World Energy Outlook 2006.ISBN 92-64-10989-7
8.