BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Sastra merupakan sebuah ciptaan, sebuah kreasi, bukan sebuah imitasi dan merupakan suatu luapan emosi yang spontan. Sastra bersifat otonom, tidak mengacu kepada sesuatu hal
yang lain, dan tidak bersifat komunikatif karena hanya mencari keselarasan dalam karyanya sendiri. Karya sastra yang otonom bercirikan suatu koherensi, yang dapat ditafsirkan sebagai
suatu keselarasan yang mendalam antara bentuk dan isi Luxemburg dkk, 1982: 5. Dalam bahasa Arab, sastra disebut adab. Bentuk jamak plural-nya adalah Adab
Adābﺏﺍﺩﻻﺍ . Secara leksikal, kata adab selain berarti sastra, juga estetika sopan santun, tata cara, filologi, kemanusiaan, kultur, dan ilmu humaniora. Dalam bahasa Indonesia, kata adab
ini diserap bukan dengan makna sastra, tetapi sopan santun, budi bahasa, dan kebudayaan, kemajuan, atau kecerdasan Kamil, 2009: 3.
Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk meneliti karya sastra adalah dengan pendekatan sosiologis. Pendekatan sosiologis bertolak dari asumsi bahwa sastra
merupakan pencerminan kehidupan masyarakat. Karya sastra menerima pengaruh dari masyarakat dan sekaligus mampu memberi pengaruh terhadap masyarakat Semi, 1993: 73.
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang masyarakat. Soemardjan dan Soemardi dalam Narwoko dan Suyanto, 2010, mendefinisikan sosiologi adalah ilmu yang
mempelajari struktur sosial dan proses sosial termasuk perubahan sosial. Dengan kata lain, adanya hubungan timbal balik antara unsur-unsur sosial dalam segi kehidupan bersama.
Veeger dalam Narwoko dan Suyanto, 2010, berpendapat bahwa kekhususan sosiologi adalah prilaku manusia selalu dilihat dalam kaitannya dengan struktur-struktur
kemasyarakatan dan kebudayaan yang dimiliki, dibagi, ditunjang bersama. Ditambahkannya bahwa sosiologi adalah mempelajari dan prilaku sosial manusia dengan meneliti kelompok
yang dibangunnya. Kelompok tersebut mencakup keluarga, suku bangsa, komunitas dan pemerintahan, dan berbagai organisasi sosial, agama, politik, bisnis, dan organisasi lainnya.
Sosiologi mempelajari perilaku dan interaksi kelompok, menelusuri asal-usul pertumbuhannya, serta menganalisis pengaruh kegiatan kelompok terhadap anggotanya.
Kajian yang membicarakan tentang hubungan antara manusia dan karya sastra adalah sosiologi sastra. Objeknya ada pada unsur ekstrinsik karya sastra, sedangkan sosiologi
mempelajari hubungan antar manusia dalam lingkungan masyarakat dan menjelaskan pertautan antara karya sastra dengan kenyataan masyarakat. Teori-teori yang dapat menopang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
analisis sosiologis adalah teori-teori yang dapat menjelaskan hakikat fakta-fakta sosial, karya sastra sebagai sistem komunikasi, khususnya dalam kaitannya dengan aspek-aspek ekstrisik
Ratna, 2003: 18. Kelompok-kelompok sosial merupakan kesatuan sosial yang terdiri dari kumpulan
individu-individu yang hidup bersama dengan mengadakan hubungan timbal balik yang cukup intensif dan teratur, sehingga daripadanya diharapkan adanya pembagian tugas,
struktur, serta norma-norma tertentu yang berlaku bagi mereka. Dalam komunikasi sering kali muncul pelbagai macam penafsiran terhadap makna sesuatu atau tingkah laku orang lain
yang mana ini semua ditentukan oleh perbedaan konteks sosialnya. Karakteristik khusus dari komunikasi manusia adalah mereka tidak terbatas hanya menggunakan isyarat-isyarat fisik
melainkan menggunakan kata-kata, yakni simbol-simbol suara yang mengandung arti bersama dan bersifat standar. Namun, perlu diingat makna dari suatu simbol tertentu tidak
selalu bersifat universal tetapi nilai atau makna sebuah simbol tergantung pada kesepakatan orang-orang atau kelompok yang mengunakan simbol tersebut Narwoko dan Suyanto, 2010:
16-23. Manusia dilahirkan dan hidup tidak terpisahkan satu sama lain, melainkan
berkelompok. Hidup berkelompok ini merupakan kodrat manusia dalam memenuhi kebutuhannya. Dalam hidup berkelompok terjadilah interaksi antar manusia. Dinamika
kehidupan masyarakat menuntut cara berprilaku antara satu dengan yang lainnya untuk mencapai suatu ketertiban dan didukung oleh tatanan yang mempunyai sifat berlainan karena
norma-norma yang mendukung masing-masing tatanan mempunyai sifat tidak sama. Oleh karena itu, masyarakat memmperhatikan norma atau kaidah, atau peraturan hidup yang ada
dan hidup dalam masyarakat Priyanto dkk, 2008: 2-4. Di dalam kenyataan sehari-hari, kehidupan sosial manusia yang bertipe sosiokultural
tidaklah hanya berwujud suatu jumlah prilaku dan hubungan antar manusia di dalam kenyataan saja, melainkan sekaligus juga berwujud suatu sistem determinan yang disebut
sistem norma. Dengan jalan membebankan keharusan-keharusan yang disebut norma-norma sosial itu, maka secara keseluruhan dapat diwujudkan suatu aktifitas bersama yang tertib
yang dapat digerakkan secara efektif ke arah pemenuhan keperluan dan hajat hidup masyarakat Narwoko dan Suyanto, 2010: 44-45.
Theodorson dalam Basrowi, 2005 mengemukakan, bahwa nilai merupakan sesuatu yang abstrak yang dijadikan pedoman serta prinsip-prinsip umum dalam bertindak dan
bertingkah laku. Ketertarikan orang atau kelompok terhadap nilai menurut Theodorson relatif
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
sangat kuat dan bahkan bersifat emosional. Oleh sebab itu, nilai dapat dilihat sebagai pedoman bertindak dan sekaligus sebagai tujuan kehidupan manusia itu sendiri.
Masyarakat memiliki pandangan sendiri tentang apa yang dimaksud dengan nilai sosial itu sendiri, yang jelas nilai sosial yang ada dalam masyarakat memiliki anggapan
berbeda seperti baik atau buruknya keadaan yang mencerminkan masyarakat itu sendiri. Sesuatu tindakan yang dianggap baik memberikan manfaat bagi diri sendiri ataupun
masyarakat sekitar dan begitu sebaliknya, jika tindakan justru memberikan dampak buruk akan menimbulkan masalah yang akan merugikan semuanya.
Sayyidina Ali Bin Abu Thalib adalah seorang laki-laki yang gagah berani, tangkas cerdas, dan dicintai Allah dan Rasul-Nya. Penuh hikmah, adalah sifatnya yang jelas. Beliau
akan berhati-hati meskipun dalam sesuatu yang ia lihat benar, dan memilih untuk tidak mengatakan dengan terus terang, jika hal itu akan membawa mudharat bagi umat. Ia
meletakkan perkara pada tempatnya yang tepat. Berusaha berjalan seirama dengan rekan- rekan pembawa panji dakwah, seperti keserasian butiran-butiran air di lautan. Ia bersikap
lembut, sehingga banyak orang yang sezaman dengannya melihat ia sedang bergurau, padahal hal itu adalah suatu bagian dari sifat kesempurnaan yang melihat apa yang ada di
balik sesuatu, dan memandang kepada kesempurnaan. Ia menginginkan agar realitas yang tidak sempurna berubah menjadi lurus dan meningkat ke arah kesempurnaan
http:majlisdzikrullahpekojan.orgkisah-sahabat-nabiali-bin-abu-thalib-orang-yang- dicintai-allah-dan-rasulnya.html.
Keberaniannya menjadi perlambang para kesatria pada masanya. Setiap kali ia menghadapi musuh di medan perang, maka dapat dipastikan ia akan mengalahkannya.
Penuh hikmah, adalah sifatnya yang jelas. Dia akan berhati-hati meskipun dalam sesuatu yang ia
lihat benar, dan memilih untuk tidak mengatakan dengan terus terang, jika hal itu akan membawa mudharat bagi umat. Ia meletakkan perkara pada tempatnya yang tepat. Berusaha
berjalan seirama dengan rekan-rekan pembawa panji dakwah, seperti keserasian butiran- butiran air di lautan
Buku
ءﺍﺭﻣﻻﺍ ﻰﻟﺍ ﻪﻬﺟ ﻭ ﷲ ﻡﺭﻛ ﻰﻠﻋ ﻡﺎﻣﻻﺍ ﻥﻣ ﺢﺋﺎﺻﻧ
Na
ṣ
ā iḥu min al-imāmi a’lῑ karama Allāhu wajhahu ilā al-umarāi The Best Advices of Sayyidina Ali for Leader
Nasihat-Nasihat Imam Ali r.a. kepada Negarawan 2009, merupakan buku yang berisi dokumen penting tentang instruksi dari hamba Allah, Amirul Mukminin, kepala negara, Ali
bin Abi Thalib r.a kepada Malik bin Harist Al – Asytar, ketika ia diangkat menjadi Gubernur Mesir untuk mengurus pajaknya, memerangi musuhnya, memperbaiki kondisi penduduknya
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dan memakmurkan negaranya. Keistimewaan buku tersebut adalah memiliki dua bahasa yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Arab, sehingga mempermudah peneliti untuk memahaminya.
Buku ini terdiri dari 58 halaman Bahasa Indonesia dan 57 halaman Bahasa Arab. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti buku
ﻪﻬﺟ ﻭ ﷲ ﻡﺭﻛ ﻰﻠﻋ ﻡﺎﻣﻻﺍ ﻥﻣ ﺢﺋﺎﺻﻧ ءﺍﺭﻣﻻﺍ ﻰﻟﺍ
Na
ṣ
ā iḥu min al-imāmi a’lῑ karama Allāhu wajhahu ilā al-umarāi The Best
Advices Of Sayyidina Ali for Leader Nasehat-Nasehat Imam Ali r.a. kepada Negarawan.
I.2 Batasan Masalah