Rumusan Masalah Kerangka Konsep Definisi Operasional Cara Ukur Hipotesa Jenis Penelitian

Tabel APGAR merupakan pedoman penilaian yang digunakan dalam klinis untuk menentukan tingkat asfiksia. Asfiksia diklasifikasikan berat jika nilai APGAR 0-3 dan ringan sedang jika nilai APGAR 4-6. Bayi dikatakan normal atau sedikit asfiksia jika nilai APGAR-nya 7-9Ghai, 2010 Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan bayi baru lahir dengan asfiksia dari ibu pre-eklampsi di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan supaya pencegahan terhadap pre-eklampsi dilakukan dengan lebih baik lagi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka pertanyaan ataupun masalah yang dapat dirumuskan adalah bagaimanakah hubungan asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir dari ibu yang menderita pre-eklampsi di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

1.3 Tujuan penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir dari ibu pre-eklampsi di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan dari tahun 2008 hingga 2011. 1.

1.3.2. Tujuan Khusus

Untuk mengetahui distribusi pre-eklampsi berdasarkan umur ibu, paritas dan derajat pre-eklampsi di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan dari tahun 2008 hingga 2011 . 2. Untuk mengetahui distribusi asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir bardasarkan jenis kelamin berat badan lahir dan derajat asfiksia di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan dari tahun 2008 hingga 2011. 1.4.1

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.2 Penelitian ini dapat membantu masyarakat terutama ibu yang menderita pre-eklampsi agar berhati hati dan mengambil langkah pencegahan terhadap pre-eklampsi maupun kejadian asfiksia pada anaknya. 1.4.3 Penelitian ini juga dapat membantu mahasiswa kedokteran dengan mengaitkan hubungan pre-eklampsi dengan asfiksia neonatal. Bagi tenaga kesehatan dalam bidang pengobatan, penelitian ini dapat membantu untuk mengenali dan mencegah risiko terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1.1. Definisi

Asfiksia Asfiksia neonatorum adalah keadaan gawat bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat meurunkan oksigen dan makin meningkatkan karbon dioksida yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut Manuaba, 2007.

2.1.2. Klasifikasi Asfiksia

Berdasarkan nilai APGAR Appearance, Pulse, Grimace, Activity, Respiration asfiksia diklasifikasikan menjadi 4, yaitu: 1. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3 2. Asfiksia ringan sedang dengan nilai APGAR 4-6 3. Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9 4. Bayi normal dengan nilai APGAR 10 Ghai, 2010 Tabel 2.1 Nilai APGAR Ghai, 2010 Nilai 1 2 Nafas Tidak ada Tidak teratur Teratur Denyut jantung Tidak ada 100 100 Warna kulit Biru atau pucat Tubuh merah jambu kaki, tangan biru. Merah jambu Gerakantonus otot Tidak ada Sedikit fleksi Fleksi Reflex menangis Tidak ada Lemahlambat Kuat

2.1.3. Etiologi dan Faktor Risiko Asfiksia

Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang yang mengakibatkan hipoksia bayi di dalam rahim dan dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir. Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya adalah Gomella, 2009: 1. Faktor ibu • Pre-eklampsi dan eklampsi • Pendarahan abnormal plasenta previa atau solusio plasenta • Kehamilan Lewat Waktu sesudah 42 minggu kehamilan • Partus lama rigid serviks dan atonia insersi uteri. • Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus yang terus-menerus mengganggu sirkulasi darah ke plasenta. • Perdarahan banyak: plasenta previa dan solutio plasenta Gomella, 2009. 2. Faktor Tali Pusat • Lilitan tali pusat • Tali pusat pendek • Simpul tali pusat • Prolapsus tali pusatGomella, 2009. 3. Faktor Bayi • Bayi prematur sebelum 37 minggu kehamilan • Persalinan dengan tindakan sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep • Kelainan bawaan kongenital • Air ketuban bercampur mekonium warna kehijauan Gomella, 2009 Toweil 1966 2.1.4.Patofisiologi Asfiksia pada Pre-eklampsi Ibu yang mengalami pre-eklampsi cenderung akan melahirkan bayi yang asfiksia. Sesuai yang diungkapkan oleh Cunningham 2005 disfungsi endotel akan mengakibatkan gangguan keseimbangan antara kadar hormon vasokonstriktor endotelin, tromboksan, angiotensin dan vasodilator nitritoksida, prostasiklin. Vasokonstriksi yang meluas menyebabkan hipertensi Cunningham, 2005. Pada ginjal juga mengalami vasokonstriksi pembuluh darah sehingga menyebabkan peningkatan plasma protein melalui membran basalis glomerulus yang akan menyebabkan proteinuria. Vasokonstriksi pembuluh darah mengakibatkan kurangnya suplai darah ke plasenta sehingga terjadi hipoksia janin. Akibat lanjut dari hipoksia janin adalah gangguan pertukaran gas antara oksigen dan karbon dioksida sehingga terjadi asfiksia neonatorum Winkjosastro, 2007. Pengembangan paru bayi baru lahir terjadi pada menit-menit pertama kemudian disusul dengan pernapasan teratur dan tangisan bayi. Proses perangsangan pernapasan ini dimulai dari tekanan mekanik dada pada persalinan, disusul dengan keadaan penurunan tekanan oksigen arterial dan peningkatan tekanan karbon dioksida arterial, sehingga sinus karotikus terangsang terjadinya proses bernapas. Bila mengalami hipoksia akibat suplai oksigen ke plasenta menurun karena efek hipertensi dan proteinuria sejak intrauterin, maka saat persalinan maupun pasca persalinan berisiko asfiksia Winkjosastro, 2007. Pada awal proses kelahiran setiap bayi akan mengalami hipoksia relatif dan akan terjadi adaptasi akibat aktivitas bernapas dan menangis. Apabila proses adaptasi terganggu, maka bayi bisa dikatakan mengalami asfiksia yang akan berefek pada gangguan sistem organ vital seperti jantung, paru-paru, ginjal dan otak yang mengakibatkan kematian Manuaba, 2008. 2.1.5.Manifestasi klinis Asfiksia • Denyut jantung janin lebih dari 1OOxmnt atau kurang dari lOOxmenit dan tidak teratur • Mekonium dalam air ketuban ibu • Apnoe • Pucat • Sianosis • Penurunan kesadaran terhadap stimulus • Kejang Ghai, 2010 2.1.6.Diagnosis Asfiksia Anamnesis diarahkan untuk mencari faktor risiko terhadap terjadinya asfiksia neonatorum. Anamnesis • Gangguan kesulitan waktu lahir. • Cara dilahirkan. • Ada tidaknya bernafas dan menangis segera setelah dilahirkan Ghai, 2010. • Bayi tidak bernafas atau menangis. Pemeriksaan fisik • Denyut jantung kurang dari 100xmenit. • Tonus otot menurun. • Bisa didapatkan cairan ketuban ibu bercampur mekonium, atau sisa mekonium pada tubuh bayi. • BBLR berat badan lahir rendah Ghai, 2010. Laboratorium: hasil analisis gas darah tali pusat menunjukkan hasil asidosis pada darah tali pusat jika: Pemeriksaan penunjang • PaO2 50 mm H2O • PaCO2 55 mm H2 • pH 7,30 Ghai, 2010 2.1.7.Penatalaksanaan Penatalaksanaan secara umum pada bayi baru lahir dengan asfiksia menurut Wiknjosastro 2005 adalah sebagai berikut: 1 Pengawasan suhu Bayi baru lahir secara relatif kehilangan panas yang diikuti oleh penurunan suhu tubuh, sehingga dapat mempertinggi metabolisme sel jaringan sehingga kebutuhan oksigen meningkat, perlu diperhatikan untuk menjaga kehangatan suhu bayi baru lahir dengan: a Mengeringkan bayi dari cairan ketuban dan lemak. b Menggunakan sinar lampu untuk pemanasan luar. c Bungkus bayi dengan kain kering. 2 Pembersihan jalan nafas Saluran nafas bagian atas segera dibersihkan dari lendir dan cairan amnion, kepala bayi harus posisi lebih rendah sehingga memudahkan keluarnya lendir. 3 Rangsangan untuk menimbulkan pernafasan Rangsangan nyeri pada bayi dapat ditimbulkan dengan memukul kedua telapak kaki bayi, menekan tendon achilles atau memberikan suntikan vitamin K. Hal ini berfungsi memperbaiki ventilasi. Menurut Perinasia 2006, Cara pelaksanaan resusitasi sesuai tingkatan asfiksia, antara lain: a. Asfiksi Ringan Apgar score 7-10 Caranya: 1. Bayi dibungkus dengan kain hangat 2. Bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir pada hidung kemudian mulut 3. Bersihkan badan dan tali pusat. 4. Lakukan observasi tanda vital dan apgar score dan masukan ke dalam inkubator. b. Asfiksia sedang Apgar score 4-6 Caranya: 1. Bersihkan jalan napas. 2. Berikan oksigen 2 liter per menit. 3. Rangsang pernapasan dengan menepuk telapak kaki apabila belu ada reaksi, bantu pernapasan dengan melalui masker ambubag. 4. Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis berikan natrium bikarbonat 7,5sebanyak 6cc. Dextrosa 40 sebanyak 4cc disuntikan melalui vena umbilikus secara perlahan-lahan, untuk mencegah tekanan intra kranial meningkat. c. Asfiksia berat Apgar skor 0-3 Caranya: 1. Bersihkan jalan napas sambil pompa melalui ambubag. 2. Berikan oksigen 4-5 liter per menit. 3. Bila tidak berhasil lakukan ETT. 4. Bersihkan jalan napas melalui ETT. 5. Apabila bayi sudah mulai benapas tetapi masih sianosis berikan natrium bikarbonat 7,5 sebanyak 6cc. Dextrosa 40 sebanyak 4cc.

2.1.8. Pencegahan

Pencegahan secara Umum Pencegahan terhadap asfiksia neonatorum adalah dengan menghilangkan atau meminimalkan faktor risiko penyebab asfiksia. Derajat kesehatan wanita, khususnya ibu hamil harus baik. Komplikasi saat kehamilan, persalinan dan melahirkan harus dihindari. Upaya peningkatan derajat kesehatan ini tidak mungkin dilakukan dengan satu intervensi saja karena penyebab rendahnya derajat kesehatan wanita adalah akibat banyak faktor seperti kemiskinan, pendidikan yang rendah, kepercayaan, adat istiadat dan lain sebagainya. Untuk itu dibutuhkan kerjasama banyak pihak dan lintas sektoral yang saling terkait Perinasia, 2006. Pencegahan saat persalinan Pengawasan bayi yang seksama sewaktu memimpin partus adalah penting, juga kerja sama yang baik dengan Bagian Ilmu Kesehatan Anak. • Yang harus diperhatikan: a. Hindari forceps tinggi, versi dan ekstraksi pada panggul sempit, sertapemberian pituitarin dalam dosis tinggi. b. Bila ibu anemis, perbaiki keadaan ini dan bila ada perdarahan berikan oksigen dan darah segar. c. Jangan berikan obat bius pada waktu yang tidak tepat, dan jangan menunggu lama pada kala II Perinasia, 2006. Pre-eklampsi 2.2.1. Definisi Pre-eklampsi merupakan sindrom spesifik kehamilan pada umur kehamilan diatas 20 minggu, yang paling banyak terlihat pada umur kehamilan 37 minggu berupa berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan proteinuria Cunningham, 2005

2.2.2. Klasifikasi

Menurut Manuaba 2007 klasifikasi pre-eklampsi terbagi dua, yaitu a. Pre-eklampsi ringan bila disertai keadaan sebagai berikut : 1. Tekanan darah 14090 mmHg atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih 2. Oedema ringan dengan kenaikan BB 1 kgminggu 3. Proteinuria 0,3 gr24 jam atau + 1 sd + 2 4. Tidak disertai gangguan fungsi organ b. Pre-eklampsi berat bila disertai keadaan sebagai berikut : 1. Tekanan darah 160110 mmHg atau lebih 2. Proteinuria 5 gr24 jam atau +4 sd +5 3. Bisa disertai dengan • Oliguria urine ≤ 400 mL24jam • Keluhan serebral, gangguan penglihatan • Nyeri abdomen pada kuadran kanan atas atau daerahepigastrium • Gangguan fungsi hati dengan hiperbilirubinemia • Edema pulmonum, sianosis • Gangguan perkembangan intrauterine • Microangiopathic hemolytic anemia, trombositopenia

2.2.3. Etiologi dan Faktor Risiko

Walaupun belum ada teori yang pasti berkaitan dengan penyebab terjadinya pre- eklampsi, tetapi beberapa penelitian menyimpulkan sejumlah faktor yang mempengaruhi terjadinya pre-eklampsi. Faktor risiko tersebut meliputi a Disfungsi dan aktivasi dari endothelial Wiknjosastro, 2007: b Invasi trofoblas yang abnormal c Iskemia uterus d Peran faktor genetik dan imunologik e Defisiensi kalsium. Kalsium berfungsi membantu mempertahankan vasodilatasi dari pembuluh darah f Primigravida g Riwayat pernah menderita preeklampsia dan eklampsia dalam keluarga h Riwayat penderita hipertensi. i Multipara dengan umur 35 tahun j Ibu hamil dengan usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun k Wanita dengan gangguan fungsi organ diabetes, penyakit ginjal, migraine, dan tekanan darah tinggi l Kehamilan kembar

2.2.4 . Patogenesis

Patogenesis terjadinya Pre-eklampsi dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Penurunan kadar angiotensin II dan peningkatan kepekaan vaskuler . Pada pre-eklampsi terjadi penurunan kadar prostasiklin dengan akibat meningkatnya thromboksan yang mengakibatkan menurunnya sintesis angiotensin II sehingga peka terhadap rangsangan bahan vasoaktif dan akhirnya terjadi hipertensi. Prawihardjo,2002 2. Hipovolemia Intravaskuler Pada pre-eklampsi terjadi penyusutan volume plasma hingga mencapai 30-40 kehamilan normal. Menurunnya volume plasma menimbulkan hemokonsentrasi dan peningkatan viskositas darah. Akibatnya perfusi pada jaringan atau organ penting menjadi menurun hipoperfusi sehingga terjadi gangguan pada pertukaran bahan-bahan metabolik dan oksigenasi jaringan. Penurunan perfusi ke dalam jaringan utero-plasenta mengakibatkan oksigenasi janin menurun sehingga sering terjadi pertumbuhan janin yang terhambat Intrauterine growth retardation, gawat janin, bahkan kematian janin intrauterin. Prawihardjo,2002 3. Vasokonstriksi pembuluh darah Pada kehamilan normal tekanan darah dapat diatur tetap meskipun cardiac output meningkat, karena terjadinya penurunan tahanan perifer. Pada kehamilan dengan hipertensi terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasokonstriktor sehingga keluarnya bahan- bahan vasoaktif dalam tubuh dengan cepat menimbulkan vasokonstriksi. Adanya vasokonstriksi menyeluruh pada sistem pembuluh darah arteriol dan kapiler pada hakekatnya merupakan suatu sistem kompensasi terhadap terjadinya hipovolemik. Sebab bila tidak terjadi vasokonstriksi, ibu hamil dengan hipertensi akan berada dalam syok kronik. Prawihardjo, 2002 Pada pre-eklampsi yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan patologis pada sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme dan iskemia Cunningham, 2005.

2.2.5. Diagnosis

• Pemeriksaan LaboratoriumWiknjosastro, 2005: a. Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah 1. Penurunan hemoglobin nilai rujukan atau kadar normalhemoglobin untuk wanita hamil adalah 12-14 gr 2. Hematokrit meningkat nilai rujukan 37 – 43 vol 3. Trombosit menurun nilai rujukan 150 – 450 ribumm 3 b. Urinalisis Ditemukan protein dalam urin. c. Pemeriksaan Fungsi hati 1. Bilirubin meningkat N= 1 mgdl 2. LDH laktat dehidrogenase meningkat 3. Aspartat aminomtransferase AST 60 ul. 4. Serum Glutamat pirufat transaminase SGPT meningkat N= 15-45 uml 5. Serum glutamat oxaloacetic trasaminase SGOT meningkat N= 31 ul 6. Total protein serum menurun N= 6,7-8,7 gdl d. Tes kimia darahAsam urat meningkat N= 2,4-2,7 mgdl • Radiologi a.Ultrasonografi Ditemukan retardasi pertumbuhan janin intra uterus. Pernafasan intra uterus lambat, aktivitas janin lambat, dan volume cairan ketuban sedikit. b. Kardiotografi Diketahui denyut jantung janin lemah

2.2.6. Penatalaksanaan

Pre-eklampsi ringan: Penatalaksanaan pre-eklampsi ringan menurut Saifuddin 2006: 1. Rawat jalan ambulatoir 2. Rawat inap hospitalisasi 1. Tidak mutlak harus tirah baring, dianjurkan perawatan sesuai keinginannya Pengelolaan secara rawat jalan ambulatoir: 2. Makanan dan nutrisi seperti biasa, tidak perlu diet khusus 3. Vitamin 4. Tidak perlu pengurangan konsumsi garam 5. Tidak perlu pemberian antihipertensi 6. Kunjungan ke rumah sakit setiap minggu 1. Pre-eklampsi ringan dirawat inap apabila mengalami hipertensi yang menetap selama lebih dari 2 minggu, proteinuria yang menetap selama lebih dari 2 minggu, hasil tes laboratorium yang abnormal, adanya gejala atau tanda 1 atau lebih pre-eklampsi berat. Pengelolaan secara rawat inap hospitalisasi: 2. Pemeriksaan dan monitoring teratur pada ibu seperti tekanan darah, penimbangan berat badan, dan pengamatan gejala pre-eklampsi berat dan eklampsi seperti nyeri kepala hebat di depan atau belakang kepala, gangguan penglihatan, nyeri perut bagian kanan atas, nyeri ulu hati. 3. Pemeriksaan kesejahteraan janin berupa: a. Pengamatan gerakan janin setiap hari b. NST non stress test 2 kali seminggu c. Evaluasi pertumbuhan janin dengan USG ultrasonografi setiap 3-4 minggu d. Ultrasound Doppler arteri umbilikalis, arteri uterina. Tergantung umur kehamilan: Pengelolaan obstetrik a. Bila penderita tidak inpartu - Umur kehamilan kurang 37 minggu Bila tanda dan gejala tidak memburuk, kehamilan dapat dipertahankan sampai aterm. - Umur kehamilan 37 minggu atau lebih 1. Kehamilan dipertahankan sampai timbul onset partus. 2. Bila serviks matang pada taksiran tanggal persalinan dapat dipertimbangkan dilakukan induksi persalinan b. Bila penderita sudah inpartu Perjalanan persalinan dapat diikuti. Pre-eklampsi berat : Dapat ditangani secara aktif atau konservatif Saifuddin, 2006. - Aktif: kehamilan diakhiri diterminasi bersama dengan pengobatan. - Konservatif: kehamilan dipertahankan bersama dengan pengobatan. 1. - Kegagalan penanganan konservatif Penanganan aktif: - Adanya tanda-tanda gawat janin - Usia kehamilan 35 minggu atau lebih 2. - Pada kehamilan kurang dari 35 minggu Penanganan konservatif: - Keadaan janin masih baik Antikonvulsan. Pengobatan Magnesium sulfat diberikan secara parenteral adalah obat anti kejang yang efektif tanpa menimbulkan depresi susunan syaraf pusat baik bagi ibu maupun janinnya. Obat ini dapat diberikan secara intravena melalui infus kontinu atau intramuskular dengan injeksi intermiten. Antihipertensi. Obat pilihan adalah hidralazin, yang diberikan 5 mg intravena secara pelan selama 5 menit sampai tekanan darah turun. • Jika perlu, pemberian hidralazin dapat diulang setiap jam, atau 12,5m intramuskular setiap 2 jam. Jika hidralazin tidak tersedia, dapat diberikan: a. Nifedipine dosis oral 10 mg yang diulang tiap 30 menit. b. Labetalol 10 mg intravena sebagai dosis awal, jika tekanan darah tidak membaik dalam 10 menit, maka dosis dapat ditingkatkan sampai 20 mg intravena Cunningham, 2005. Persalinan Pada pre-eklampsi berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam. Jika seksio sesarea akan dilakukan, perhatikan bahwa tidak terdapat koagulopati. Anestesi yang amanterpilih adalah anastesi umum. Tidak harus dilakukan anastesi spinal, karena anestesi spinal berhubungan dengan hipotensi Cunningham, 2005.

2.2.7. Pencegahan

Pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu serta teliti, mengenali tanda-tanda sedini mungkin, lalu diberikan pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak menjadi lebih berat. Harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya pre-eklampsi kalau ada faktor-faktor predesposisi. Penerangan tentang manfaat istirahat dan diet berguna dalam pencegahan. Diet tinggi protein, dan rendah lemak, karbohidrat, garam dan penambahan berat badan yang tidak berlebihan perlu dianjurkan. Mencari pada tiap pemeriksaan tanda-tanda pre-eklampsi dan mengobatinya segera apabila ditemukan. Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke atas apabila setelah dirawat tanda-tanda pre-eklampsi tidak juga dapat di hilangkan Wiknjosastro, 2007. BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Dalam penelitian ini, yang diamati adalah hubungan asfiksia pada bayi baru lahir dari ibu yang menderita pre-eklampsi. Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah: Variable dependent Variable independent Gambar 3.1. Kerangka konsep penelitian

3.2. Definisi Operasional

1. 2. Neonatus adalah setiap manusia yang baru lahir sampai umur 28 hari Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1999. Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang tidak segera bernafas secara spontan dan teratur setelah dilahirkan Mochtar, 1989. a. Asfiksia berat Apgar Score 0-3 Penggolongananya menurut skor apgar Ghai,2010: b. Asfiksia sedang Apgar Score 4-6 c. Asfikisa ringan Apgar Score 7-9 3. Pre-eklampsi adalah hipertensi pada ibu hamil diatas 20 minggu disertai edema dan proteinuria Sarwono, 2002.

3.3. Cara Ukur

Meneliti dan menganalisa data dari Rekam Medis data sekunder dari bagian rekam medis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Neonatus asfiksia Ibu yang menderita pre-eklampsi 3.4. Skala Ukur 3.4.1. Skala Nominal Skala nominal yang digunakan pada penelitian ini adalah paritas, jenis kelamin bayi dan terdapatnya pre-eklampsi pada ibu dan asfiksia pada bayi baru lahir.

3.4.2. Skala Ordinal

Skala ordinal yang digunakan dalam penelitian ini adalah umur ibu, berat badan lahir bayi, derajat pre-eklampsi dan derajat asfiksia.

3.5. Hipotesa

Hipotesa dari penelitian ini adalah adanya hubungan bayi baru lahir dengan asfiksia dari ibu pre-eklampsi di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. BAB 4 METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini, deskriptif analitik. Data penelitian diambil dari rekam medis yaitu dari tahun 2008 hingga 2011. Pendekatan yang digunakan pada desain penelitian ini adalah pendekatan cross sectional study. 4.2.Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Departmen Kebidanan dan Penyakit Kandungan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Pengumpulan data telah dilaksanakan dari bulan Agustus hingga November 2012, setelah proposal disetujui. 4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi