Penentuan waktu retensi sistem akuaponik untuk mereduksi limbah budidaya ikan nila Oreochromis sp.

(1)

PENENTUAN WAKTU RETENSI SISTEM AKUAPONIK

UNTUK MEREDUKSI LIMBAH BUDIDAYA

IKAN NILA

Oreochromis

sp.

RULY RATANNANDA

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

7

ABSTRAK

RULY RATANNANDA. Penentuan waktu retensi sistem akuaponik untuk mereduksi limbah budidaya ikan nila Oreochromis sp.Dibimbing oleh Yuni Puji Hastuti dan Lies Setijaningsih.

Ketersediaan lahan dan air untuk proses akuakultur semakin terbatas seiring dengan pertambahan penduduk dan perkembangan pembangunan. Inovasi teknologi diperlukan untuk mengantisipasi penurunan produksi akuakultur akibat penyusutan lahan budidaya dan penurunan kualitas perairan. Salah satu inovasi teknologi yang dapat diterapkan yaitu budidaya ikan yang terintegrasi dengan tanaman melalui sistem akuaponik. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan waktu retensi sistem akuaponik yang optimal sehingga mampu mereduksi limbah dan mendukung produktivitas budidaya ikan nila Oreochromis sp. Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 13 Juni s.d. 23 Juli 2011, bertempat di Instalasi Riset Lingkungan Perikanan Budidaya dan Toksikologi, Cibalagung, Bogor. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan perlakuan waktu retensi 30 menit, 60 menit, dan 120 menit. Air dialirkan dengan prinsip resirkulasi, sehingga air buangan dari proses budidaya ikan yang masuk ke dalam wadah pemeliharaan tanaman kangkung selanjutnya akan digunakan kembali sebagai sumber air pada proses budidaya ikan. Hasil penelitian menunjukkan penentuan waktu retensi sistem akuaponik yang berbeda memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95% terhadap tingkat kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan spesifik ikan nila BEST. Akan tetapi, berpengaruh terhadap nilai reduksi amonia, nitrit, dan nitrat media budidaya. Semakin lama waktu retensi maka persentase reduksi amonia, nitrit, dan nitrat akan semakin tinggi, namun tidak berbanding terbalik dengan konsentrasi amonia, nitrit, dan nitrat pada media budidaya. Kisaran konsentrasi amonia, nitrit, dan nitrat terendah terukur pada perlakuan waktu retensi 60 menit sebesar 0,029-0,615 ppm, 0,045-0,162 ppm, dan 0,227-0,658 ppm.

Kata kunci: akuaponik, waktu retensi, ikan nila BEST, amonia, nitrit, nitrat

---

ABSTRACT

RULY RATANNANDA. Determination of retention time aquaponic system to reduce waste cultured tilapia Oreochromis sp. Supervised by Yuni Puji Hastuti and Lies Setijaningsih.

The availability of land and water for aquaculture process has become more limited as the population growth and development progress. Technological innovations needed to anticipate the decline of aquaculture production as a result of depreciation of land cultivation and decreased water quality. One of the technological innovations that can be applied to the fish farming integrated with crop through aquaponic system. This study aims to determine the optimal


(3)

8 retention time aquaponic system so as to reduce waste and support the productivity of cultured tilapia Oreochromis sp. The research was conducted from June 13th to July 23th 2011, at the Environment of Aquaculture Research Installation and Toxicology, Cibalagung, Bogor. This study using Randomized Complete Design with treatment retention time 30 minutes, 60 minutes, and 120 minutes. Water flowed to the principle of recirculation, so that waste water from fish farming process that goes into the container kale plant maintenance will then be reused as a water source in the process of fish farming. The results showed the determination of retention time aquaponic systems that do not influence significantly different on the 95% confidence interval to survival rate and specific growth rate of tilapia BEST. However, effected to reduction of ammonia, nitrite, and nitrate culture media. The longer retention time will be increase the percentage reduction of ammonia, nitrites, and nitrates, but not inversely proportional to the concentration of ammonia, nitrite, and nitrate in culture media. Retention time 60 minutes show the lowest range concentrations of ammonia, nitrite, and nitrate at 0.029-0.615 ppm, 0.045-0.162 ppm, and 0.227-0.658 ppm.


(4)

2

PENENTUAN WAKTU RETENSI SISTEM AKUAPONIK

UNTUK MEREDUKSI LIMBAH BUDIDAYA

IKAN NILA

Oreochromis

sp.

RULY RATANNANDA

SKRIPSI

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya

Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(5)

3

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

PENENTUAN WAKTU RETENSI SISTEM AKUAPONIK UNTUK MEREDUKSI LIMBAH BUDIDAYA IKAN NILA

Oreochromis

sp.

adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2011

RULY RATANNANDA C14070062


(6)

4

Judul Skripsi : Penentuan waktu retensi sistem akuaponik untuk

mereduksi limbah budidaya ikan nila Oreochromis sp.

Nama Mahasiswa : Ruly Ratannanda

NRP : C14070062

Disetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Yuni Puji Hastuti, M.Si. Lies Setijaningsih, M.Si.

NIP. 19810604 200701 2 001 NIP. 19610203 198703 2 004

Mengetahui,

Kepala Departemen Budidaya Perairan

Dr. Ir. Odang Carman, M.Sc. NIP. 19591222 198601 1 001


(7)

5

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul ―Penentuan waktu retensi sistem akuaponik untuk mereduksi limbah budidaya ikan nila Oreochromis sp.‖ ini telah berhasil diselesaikan. Penelitian yang bertema lingkungan perikanan budidaya ini dilaksanakan dari tanggal 13 Juni s.d. 23 Juli 2011, bertempat di Instalasi Riset Lingkungan Perikanan Budidaya dan Toksikologi, Cibalagung, Bogor. Analisa kualitas air dilaksanakan di Laboratorium Lingkungan Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Yuni Puji Hastuti, M.Si. dan Ibu Lies Setijaningsih, M.Si. selaku dosen pembimbing, dan Ir. Yani Hadiroseyani, M.M. selaku pembimbing akademik dan dosen penguji tamu atas arahan dan masukannya selama penelitian sampai penyelesaian skripsi ini. Disamping itu, penulis menyampaikan penghargaan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan yang telah memberikan beasiswa kepada penulis dan Instalasi Riset Lingkungan Perikanan Budidaya dan Toksikologi, Cibalagung yang telah memberikan bantuan baik berupa tempat, pendanaan, maupun teknis. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada ayahanda Sutrisno, ibunda Yayah Nuriyah, kakak Ferdy Triguna, adik Roni Kurnia dan Franky Wahyulullah atas doa, dukungan, dan kasih sayangnya. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada saudara seperjuangan (Noor, Nana, Arie, dan Aryono), sahabat HIMARIKA (Rona, Inda, Ridwan, Acha, Anyuh, Dery, Ian, Dudi, Julian, Gery, Didit, Bams), teman-teman COMB44T, dan yang terkasih Ima Febriya yang selalu ada dan mendukung terselesaikannya skripsi ini.

Bogor, Agustus 2011


(8)

6

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kuningan, tanggal 2 Juli 1988 dari ayah Sutrisno dan Ibu Yayah Nuriyah. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara.

Pendidikan formal yang pernah dilalui penulis adalah SMAN 1 Cilimus dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun yang sama, penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) dan memilih mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah magang di Balai Budidaya Laut Lampung dan praktek lapangan akuakultur (PLA) di Isaku Koi Farm, Blitar. Penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Fisika Kimia Perairan semester genap 2008/2009 dan 2010/2011, Manajemen Kualitas Air semester ganjil 2010/2011, Konstruksi Wadah dan Fasilitas Perikanan Budidaya semester genap 2010/2011, dan Engineering Aquaculture semester genap 2010/2011. Penulis pernah mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) Penelitian dengan judul

―Efektivitas pemberian ekstrak mengkudu Morinda citrifolia melalui pakan alami terhadap sifat kanibalisme ikan lele Clarias sp. pada sistem budidaya intensif‖.

Selain itu, penulis juga aktif menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Akuakultur (HIMAKUA) periode 2009/2010 dan OMDA Himpunan Mahasiswa Aria Kamuning (HIMARIKA) Kuningan periode 2008/2009. Tugas akhir dalam pendidikan tinggi diselesaikan dengan menulis skripsi yang berjudul ―Penentuan waktu retensi sistem akuaponik untuk mereduksi limbah budidaya ikan nila


(9)

9

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL

... ii

DAFTAR GAMBAR

... iii

DAFTAR LAMPIRAN

... iv

I. PENDAHULUAN

... 1

II. METODE PENELITIAN

... 4

2.1 Rancangan Penelitian ... 4

2.2 Rancangan Sistem Akuaponik ... 5

2.3 Persiapan Wadah dan Bahan ... 5

2.4 Pemeliharaan Ikan dan Tanaman ... 7

2.5 Analisa Kualitas Air ... 7

2.6 Analisa Data ... 9

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

... 10

3.1 Hasil ... 10

3.1.1 Parameter Kualitas Air ... 10

3.3.2 Persentase Reduksi Amonia, Nitrit, dan Nitrat ... 10

3.1.3 Tingkat Kelangsungan Hidup (SR) ... 11

3.1.4 Laju Pertumbuhan Spesifik (SGR) ... 12

3.2 Pembahasan ... 12

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

... 19

4.1 Kesimpulan ... 19

4.2 Saran ... 19


(10)

10

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Alat dan metode yang digunakan dalam pengukuran parameter fisika dan kimia air ... 8 2. Kisaran parameter kualitas air media budidaya ikan nila BEST... 10 3. Persentase reduksi ammonia, nitrit, dan nitrat media budidaya ... 10


(11)

11

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Rancangan sistem akuaponik ... 5 2. Sirkulasi air dan limbah nitrogen pada sistem akuaponik ... 5 3. Wadah pemeliharaan tanaman kangkung (a) dan kolam ikan yang

digunakan dalam penelitian (b) ... 6 4. Ikan nila BEST (a) dan kangkung Ipomoea reptans yang digunakan

dalam penelitian (b) ... 7 5. DO meter (a), pH meter (b), dan spektrofotometer (c) ... 9 6. Tingkat kelangsungan hidup ikan nila BEST pada setiap perlakuan

selama pemeliharaan ... 11 7. Laju pertumbuhan spesifik ikan nila BEST pada setiap perlakuan


(12)

12

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Perhitungan debit air untuk penentuan waktu retensi ... 23 2. Perhitungan pergantian air kolam ... 23 3. Rumus perhitungan persentase reduksi amonia, nitrit, dan nitrat ... 24 4. Jumlah ikan akhir dan tingkat kelangsungan hidup ikan nila BEST .... 24 5. Analisa statistik tingkat kelangsungan hidup ikan nila BEST ... 24 6. Laju pertumbuhan spesifik ikan nila BEST ... 25 7. Analisa statistik laju pertumbuhan spesifik ikan nila BEST. ... 25


(13)

I. PENDAHULUAN

Akuakultur merupakan kegiatan pemeliharaan ikan dalam wadah dan sistem terkontrol dengan tujuan peningkatan produksi perikanan yang berkelanjutan, sehingga mampu menghasilkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Akuakultur telah tumbuh paling pesat dengan rata-rata 8,9% per tahun sejak 1970, dibandingkan dengan perikanan tangkap dan peternakan yang hanya mengalami peningkatan sebesar 1,2% dan 2,8% per tahun dalam periode waktu yang sama (FAO, 2004 dalam Crab et al., 2007). Akuakultur dituntut menjadi kontributor utama peningkatan produksi perikanan nasional. Menurut Kementrian Kelautan Perikanan (2010), produksi perikanan Indonesia tahun 2010 sebesar 10,83 juta ton atau melebihi sasaran produksi yang ditargetkan sebesar 10,76 juta ton. Sebanyak 5,478 juta ton atau 50,55% disumbangkan dari sektor akuakultur. Selama kurun waktu 2006-2010 akuakultur mengalami pertumbuhan sebesar 19,56%.

Ketersediaan lahan dan air untuk proses akuakultur semakin terbatas seiring dengan pertambahan penduduk dan perkembangan pembangunan. Pertumbuhan penduduk yang diikuti dengan meningkatnya kegiatan industri, pertanian, dan pemukiman telah menggusur lahan budidaya, sehingga dari tahun ke tahun luasnya semakin berkurang. Disamping itu, aktifitas penduduk akan mengakibatkan pencemaran baik berupa limbah organik maupun anorganik. Pencemaran perairan juga dapat ditimbulkan oleh limbah dari aktifitas budidaya itu sendiri. Output dari proses budidaya ikan selain produksi ikan juga limbah kimia seperti unsur nitrogen dan fosfat yang dapat menjadi penyebab proses pengkayaan perairan (eutrofikasi). Pada tingkat yang berlebihan, eutrofikasi

mampu mengakibatkan kegagalan budidaya ikan akibat mortalitas massal yang berkaitan dengan konsentrasi oksigen terlarut dan senyawa beracun seperti NH3

dan H2S (Boyd & Linchtkoppler, 1982).

Aktivitas budidaya ikan tidak terlepas dari limbah yang dihasilkan, terutama dari sisa pakan, feses, dan hasil aktivitas metabolisme ikan. Pada sistem budidaya tanpa pergantian air (zero water exchange) seperti pada kolam air tenang, konsentrasi limbah budidaya seperti amonia (NH3), nitrit (NO2), dan CO2


(14)

2 (Surawidjaja, 2006). Limbah budidaya ikan yang merupakan hasil aktivitas metabolisme banyak mengandung amonia (Effendi, 2003). Ikan mengeluarkan 80-90% amonia (N-anorganik) melalui proses osmoregulasi, sedangkan dari feses dan urine sekitar 10-20% dari total nitrogen (Rakocy et al., 1992 dalam

Sumoharjo, 2010). Akumulasi amonia pada media budidaya merupakan salah satu penyebab penurunan kualitas perairan yang dapat berakibat pada kegagalan produksi budidaya ikan.

Inovasi teknologi diperlukan untuk mengantisipasi penurunan produksi akuakultur akibat penyusutan lahan budidaya dan penurunan kualitas perairan. Inovasi teknologi tersebut diharapkan mampu mengurangi limbah dan meningkatkan produktifitas persatuan luas lahan budidaya. Salah satu inovasi teknologi yang dapat diterapkan yaitu budidaya ikan yang terintegrasi dengan tanaman melalui sistem akuaponik. Akuaponik merupakan bio-integrasi yang

menghubungkan akuakultur berprinsip resirkulasi dengan produksi

tanaman/sayuran hidroponik (Diver, 2006). Teknologi akuaponik terbukti mampu berhasil memproduksi ikan secara optimal pada lahan sempit dan sumber air terbatas, termasuk di daerah perkotaan (Ahmad et al. 2007). Teknologi ini pada prinsipnya disamping menghemat penggunaan lahan dan air juga meningkatkan efisiensi usaha melalui pemanfaatan hara dari sisa pakan dan metabolisme ikan, serta merupakan salah satu sistem budidaya ikan yang ramah lingkungan.

Pemilihan komoditas memegang peranan penting dalam merencanakan dan mendapatkan hasil sesuai dengan apa yang diinginkan. Menurut Pramono (2009) jenis ikan air tawar yang dapat dibudidayakan pada sistem akuaponik antara lain nila/tilapia, mas, koi, lele, dan udang galah. Namun, ikan nila merupakan jenis ikan yang tumbuh dengan baik dan paling umum digunakan dalam sistem akuaponik (Rakocy et al., 1992 dalam Sumoharjo, 2010; Rakocy et al., 2006). Salah satu strain ikan nila yang berpotensi untuk dikembangkan adalah ikan nila BEST (Bogor Enhanced Strain Tilapia). Ikan nila BEST memiliki tingkat pertumbuhan dan daya tahan terhadap lingkungan yang lebih baik daripada jenis ikan nila lainnya (Arifin et al, 2009). Sedangkan untuk tanaman yang bisa dimanfaatkan sebaiknya mempunyai nilai ekonomis, misalnya bayam hijau, bayam merah, kangkung, dan selada. Tanaman yang umumnya digunakan


(15)

3 yaitu kangkung, karena harga jual dan permintaan yang cukup tinggi. Kangkung merupakan tanaman dengan akar yang tidak terlalu kuat dan dalam pemeliharaanya memerlukan air secara terus menerus (Nugroho dan Sutrisno, 2008). Selain itu, kangkung juga mudah dibudidayakan dengan waktu panen yang cukup singkat. Kangkung yang ditanam di daerah tercemar akan menyerap zat-zat beracun yang terdapat di lingkungan sekitarnya (Nazaruddin, 1999). Penggunaan kangkung dalam sistem akuaponik mampu mereduksi limbah nitrogen budidaya ikan hingga 58% (Setijaningsih, 2009).

Selama ini berbagai penelitian tentang akuaponik hanya terfokus pada penentuan jenis komoditas (ikan ataupun tanaman), padat penebaran dan penanaman, konstruksi wadah, dan jenis substrat tanaman yang digunakan. Perlu dilakukan kajian tentang lamanya air limbah budidaya ikan tertahan/tinggal dalam wadah pemeliharaan tanaman (waktu retensi), sehingga tanaman yang diintegrasikan dalam sistem akuaponik mampu menyerap limbah budidaya ikan secara optimal.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan waktu retensi sistem akuaponik yang optimal sehingga mampu mereduksi limbah dan mendukung produktivitas budidaya ikan nila Oreochromis sp.


(16)

II. METODE PENELITIAN

2.1 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 3 kali ulangan. Perlakuan yang diterapkan yaitu perbedaan waktu retensi sistem akuaponik (waktu tinggal air buangan dari proses budidaya ikan nila BEST dalam wadah pemeliharaan tanaman kangkung). Waktu retensi yang diujikan yaitu 30 menit, 60 menit, dan 120 menit. Pengaturan waktu retensi dilakukan dengan cara mengatur debit air buangan dari proses budidaya ikan yang masuk ke dalam wadah pemeliharaan tanaman kangkung.

Model percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Yij = µ + τi + εij

Keterangan:

Yij = data pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

µ = nilai tengah data

τi = pengaruh perlakuan ke-i

εij = galat percobaan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

Parameter penelitian yang diamati adalah tingkat kelangsungan hidup ikan nila BEST, laju pertumbuhan spesifik ikan nila BEST, dan kualitas air selama pemeliharaan.

2.2 Rancangan Sistem Akuaponik

Sistem akuaponik dirancang dengan cara menempatkan wadah tanaman di atas kolam ikan sehingga hampir menutupi sekitar 30% luasan kolam ikan. Wadah pemeliharaan tanaman dilengkapi dengan batu apung yang berfungsi sebagai filter fisik, media tempat tumbuh mikroorganisme, dan tempat berdirinya tanaman kangkung. Wadah tanaman juga dilengkapi dengan pipa PVC berdiameter 1 inchi sebagai saluran inlet dan outlet. Bagian ujung pipa yang berada dalam kolam disambungkan dengan pompa untuk menyedot air naik ke wadah pemeliharaan tanaman, sedangkan bagian ujung pipa lainnya disambungkan dengan keran air untuk mengatur debit air yang masuk ke dalam wadah pemeliharaan tanaman. Air


(17)

5 dialirkan dengan prinsip resirkulasi. Rancangan sistem akuaponik yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Rancangan sistem akuaponik.

Air dialirkan dengan prinsip resirkulasi, sehingga air buangan dari proses budidaya ikan yang masuk ke dalam wadah pemeliharaan tanaman kangkung selanjutnya akan digunakan kembali sebagai sumber air pada proses budidaya ikan. Penghitungan waktu retensi dilakukan dengan cara menentukan to pada saat

air limbah pertama kali masuk ke dalam wadah tanaman kangkung, kemudian dicatat waktunya hingga air tersebut keluar dari wadah tanaman kangkung menuju kolam ikan (t30, t60, dan t120). Efektifitas dari sistem akuaponik terhadap

pemeliharaan ikan dan pengelolaan kualias air diketahui dengan adanya kolam kontrol, yaitu kolam pemeliharaan ikan tanpa diintegrasikan dengan tanaman kangkung (kolam non-akuaponik). Sirkulasi air dan limbah nitrogen pada sistem akuaponik dapat dilihat pada Gambar di bawah ini.

Gambar 2. Sirkulasi air dan limbah nitrogen pada sistem akuaponik.


(18)

6

2.3 Persiapan Wadah dan Bahan

Wadah pemeliharaan ikan yang digunakan berupa kolam beton berukuran 3 x 2,5 x 1 m sebanyak 12 buah. Sedangkan wadah pemeliharaan tanaman terbuat dari papan kayu berukuran 2,7 x 1 x 0,15 m sebanyak 9 buah yang dilapisi dengan terpal dan dilengkapi dengan pipa PVC sebagai saluran inlet dan outlet. Wadah pemeliharaan tanaman diletakkan di atas kolam pemeliharaan ikan dan bagian pipa PVC yang berfungsi sebagai saluran inlet disambungkan dengan pompa air yang diletakkan di dasar kolam. Wadah pemeliharaan tanaman kemudian diisi batu apung yang sebelumnya telah dicuci dan dibersihkan. Bagian luar tiap wadah pemeliharaan tanaman kangkung ditempatkan terminal listrik sebagai sumber listrik untuk pompa air.

(a) (b)

Gambar 3. Wadah pemeliharaan tanaman kangkung (a) dan kolam ikan yang digunakan dalam penelitian (b).

Pengujian debit air yang masuk ke dalam wadah tanaman dilakukan untuk mengetahui waktu yang tercatat selama air limbah dari kolam ikan mengisi penuh wadah pemeliharaan tanaman hingga memasuki saluran outlet dan kembali ke kolam pemeliharaan ikan. Waktu retensi selama 30 menit (perlakuan 1) dapat dicapai dengan debit air inlet sebesar 0,109 liter/detik, sehingga pergantian air kolam yang tercatat yaitu sebesar 200% dalam 24 jam. Waktu retensi selama 60 menit (perlakuan 2) dapat dicapai dengan debit air inlet sebesar 0,055 liter/detik, sehingga pergantian air kolam yang tercatat yaitu sebesar 100% dalam 24 jam. Sedangkan, waktu retensi selama 120 menit (perlakuan 3) dapat dicapai dengan debit air inlet sebesar 0,027 liter/detik, sehingga pergantian air kolam yang tercatat yaitu sebesar 50% dalam 24 jam. Sistem diadaptasikan selama satu


(19)

7 minggu agar dapat merangsang pertumbuhan mikroorganisme yang berperan dalam proses dekomposisi limbah nitrogen pada wadah pemeliharaan tanaman. Kolam yang berfungsi sebagai kolam kontrol merupakan kolam air tenang dengan pergantian air sebesar 100% dalam 24 jam.

Ikan yang digunakan adalah ikan nila BEST (Bogor Enhanced Strain Tilapia) dengan bobot sekitar 4-5 gram/ekor. Ikan ditebar dengan kepadatan 133 ekor/m2. Ikan tersebut diadaptasikan terlebih dahulu dalam kolam pemeliharaan selama 2 minggu sebelum diintegrasikan dengan tanaman. Tanaman yang diintegrasikan dengan budidaya ikan dalam sistem akuaponik kali ini yaitu

tanaman kangkung Ipomoea reptans. Kangkung disemai terlebih dahulu selama 2

minggu sebelum ditanam dalam media tanam pada sistem akuaponik. Kangkung ditanam dengan kepadatan 10 batang/rumpun, dengan jarak antar rumpun 20 cm.

(a) (b)

Gambar 4. Ikan nila BEST (a) dan kangkung Ipomoea reptans yang digunakan dalam penelitian (b).

2.4 Pemeliharaan Ikan dan Tanaman

Masa pemeliharaan ikan berlangsung selama 40 hari, sedangkan masa pemeliharaan tanaman kangkung berlangsung selama 20 hari, sehingga dalam satu kali siklus budidaya ikan diperoleh dua kali siklus budidaya tanaman kangkung. Pemberian pakan ikan dilakukan 3 kali sehari secara at satiation. Pakan yang diberikan berupa pelet dengan kandungan protein sekitar 30%. Sampling pertumbuhan ikan dilakukan setiap 10 hari sekali dengan parameter yang diukur berupa pertambahan bobot ikan. Tidak ada penanganan khusus selama masa pemeliharaan tanaman kangkung, hanya dilakukan pengawasan rutin agar tanaman kangkung terhindar dari hama dan predator.


(20)

8

2.5 Analisa Kualitas Air

Analisa kualitas air dilakukan setiap 10 hari sekali dengan parameter berupa suhu, pH, DO (Dissolved Oxygen), total amoniak nitrogen (TAN), nitrit, dan nitrat. Sampel air yang dianalisa diambil dari tiga titik, yaitu saluran inlet wadah tanaman kangkung, saluran outlet wadah tanaman kangkung, dan air dalam kolam budidaya ikan. Sedangkan untuk kolam kontrol, sampel air yang dianalisa hanya diambil dari dalam kolam budidaya ikan. Nilai persentase reduksi amonia, nitrit, dan nitrat diperoleh dengan cara mengukur konsentrasi amonia, nitrit, dan nitrat pada saluran inlet (Ci) dan outlet (Co) wadah tanaman kangkung, kemudian

selisih nilai yang terukur (Ci - Co) dibagi dengan nilai yang terukur pada saluran

inlet (Ci). Tabel 1 di bawah ini menunjukkan alat dan metode yang digunakan

dalam analisa kualitas air.

Tabel 1. Alat dan metode yang digunakan dalam pengukuran parameter fisika dan kimia air

Parameter Satuan Alat/Metode

Suhu oC DO meter

Ph - pH meter

DO mg/l DO meter

TAN mg/l Spektrofotometer/Phenate

Nitrit mg/l Spektrofotometer/Sulfanilamide

Nitrat mg/l Spektrofotometer/Brucine

Pengukuran suhu, pH, dan DO dilakukan langsung di tempat penelitian (in-situ) menggunakan alat DO meter (Gambar 5a) dan pH meter (Gambar 5b), sedangkan pengukuran total amoniak nitrogen (TAN), nitrit, dan nitrat dilakukan di laboratorium menggunakan alat spektrofotometer (Gambar 5c).


(21)

9 (c)

Gambar 5. DO meter (a), pH meter (b), dan spektrofotometer (c).

2.6 Analisa Data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian kemudian ditabulasi dan dianalisis menggunakan bantuan program Microsoft Excel 2010 dan SPSS 16.0, yang meliputi Analisis Ragam (ANOVA) dan uji F pada selang kepercayaan 95%. Program tersebut digunakan untuk menentukan ada atau tidaknya pengaruh perlakuan terhadap konsentrasi dan persentase reduksi limbah budidaya, serta kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan spesifik ikan nila BEST. Apabila berpengaruh nyata, untuk melihat perbedaan antar perlakuan akan diuji lanjut dengan menggunakan uji Tuckey atau Beda Nyata Jujur. Selanjutnya data disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.


(22)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

3.1.1 Parameter Kualitas Air

Parameter kualitas air yang diukur meliputi suhu, pH, oksigen terlarut (DO), amonia, nitrit, dan nitrat. Tabel di bawah ini menunjukkan kisaran parameter kualitas air media budidaya ikan nila BEST yang diukur selama penelitian.

Tabel 2. Kisaran parameter kualitas air media budidaya ikan nila BEST

Perlakuan Parameter Kualitas Air

Suhu (oC) pH DO (ppm) Amonia (ppm) Nitrit (ppm) Nitrat (ppm)

Waktu Retensi (menit)

30 26,0 - 33,1 6,00 - 7,49 0,71 - 5,90 0,060 - 2,707 0,075 - 0,147 0,193 - 1,725 60 26,1 - 31,9 6,01 - 7,59 1,20 - 5,56 0,029 - 0,615 0,045 – 0,162 0,227 - 0,658 120 26,0 - 31,5 6,01 - 7,34 1,13 - 5,28 0,053 - 1,404 0,053 - 0,184 0,227 - 1,040 Kontrol 25,4 - 31,1 6,00 - 8,53 0,82 - 7,65 0,135 - 1,810 0,165 - 0,294 0,458 - 1,858

Berdasarkan tabel 2 di atas, kisaran suhu dan pH cenderung sama pada setiap perlakuan. Kisaran suhu tertinggi terukur pada perlakuan waktu retensi 30 menit sebesar 26,0-33,1 oC. Kisaran pH tertinggi terukur pada kolam kontrol sebesar 6,00-8,53. Kisaran DO tertinggi terukur pada kolam kontrol sebesar 0,82-7,65 ppm. Kisaran amonia, nitrit, dan nitrat terendah terukur pada perlakuan waktu retensi 60 menit sebesar 0,029-0,615 ppm, 0,045-0,162 ppm, dan 0,227-0,658 ppm.

3.1.2 Persentase Reduksi Amonia, Nitrit, dan Nitrat

Persentase reduksi ammonia, nitrit, dan nitrat media budidaya ikan nila BEST oleh sistem hidroponik pada setiap perlakuan (waktu retensi 30, 60, dan 120 menit) ditunjukkan oleh Tabel di bawah ini.

Tabel 3. Persentase reduksi ammonia, nitrit, dan nitrat media budidaya

Parameter Waktu Retensi (menit)

Konsentrasi (ppm)

Reduksi (%) Influent Effluent

Amonia

30 1,541 1,387 10,03

60 0,433 0,321 25,76

120 1,381 0,574 58,40

Nitrit

30 0,115 0,112 2,93

60 0,204 0,171 16,11

120 0,088 0,042 51,99

Nitrat

30 0,351 0,358 -1,76

60 0,799 0,675 15,60


(23)

11 Persentase reduksi amonia media budidaya ikan nila BEST oleh sistem hidroponik pada setiap perlakuan (waktu retensi 30, 60, dan 120 menit) berkisar antara 10,03-58,40%. Nilai tertinggi dicapai pada perlakuan waktu retensi 120 menit sebesar 58,40%, sedangkan nilai terendah pada perlakuan waktu retensi 30 menit sebesar 10,03%.Persentase reduksi nitrit berkisar antara 2,93-51,99%. Nilai tertinggi dicapai pada perlakuan waktu retensi 120 menit sebesar 51,99%, sedangkan nilai terendah pada perlakuan waktu retensi 30 menit sebesar 2,93%. Sementara itu, persentase reduksi nitrat berkisar antara (-1,76)-33,88%. Nilai tertinggi dicapai pada perlakuan waktu retensi 120 menit sebesar 33,88%, sedangkan nilai terendah pada perlakuan waktu retensi 30 menit sebesar -1,76%.

3.1.3 Tingkat Kelangsungan Hidup (Survival Rate, SR)

Tingkat kelangsungan hidup ikan nila BEST yang dipelihara selama 40 hari berkisar antara 64,5-80,8% (Gambar 6). Nilai rata-rata tingkat kelangsungan hidup ikan nila BEST tertinggi dicapai pada perlakuan waktu retensi 60 menit sebesar 80,8±8,1%, sedangkan nilai terendah pada perlakuan waktu retensi 30 menit sebesar 64,5±14,3%. Hasil analisa data (ANOVA) pada selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa kontrol (kolam non-akuaponik) dengan perlakuan waktu retensi (30, 60, dan 120 menit) memberikan hasil yang tidak berbeda nyata terhadap tingkat kelangsungan hidup ikan nila BEST.

Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan hasil tidak berbeda nyata

Gambar 6. Tingkat kelangsungan hidup ikan nila BEST pada setiap perlakuan selama pemeliharaan.

a a

a a


(24)

12

3.1.4 Laju Pertumbuhan Spesifik (Specific Growth Rate, SGR)

Laju pertumbuhan spesifik ikan nila BEST yang dipelihara selama 40 hari berkisar antara 2,75-3,46% (Gambar 7). Nilai rata-rata laju pertumbuhan spesifik ikan nila BEST tertinggi dicapai pada perlakuan waktu retensi 120 menit sebesar 3,46±0,65%, sedangkan nilai terendah pada kontrol sebesar 2,75±0,91%. Hasil analisa data (ANOVA) pada selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa kontrol (kolam non-akuaponik) dengan perlakuan waktu retensi (30, 60, dan 120 menit) memberikan hasil yang tidak berbeda nyata terhadap laju pertumbuhan spesifik ikan nila BEST.

Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan hasil tidak berbeda nyata

Gambar 7. Laju pertumbuhan spesifik ikan nila BEST pada setiap perlakuan selama pemeliharaan.

3.2 Pembahasan

Akuaponik merupakan bio-integrasi yang menghubungkan akuakultur berprinsip resirkulasi dengan produksi tanaman/sayuran hidroponik (Diver, 2006), dimana ikan dan tanaman tumbuh dalam satu sistem yang terintegrasi dan mampu menciptakan suatu simbiotik diantara keduanya (Pramono, 2009). Sistem akuaponik ini diharapkan mampu meminimalkan limbah budidaya ikan dan juga menjadi salah satu alternatif mengurangi jumlah penggunaan air dalam kegiatan budidaya.

Limbah budidaya ikan yang merupakan hasil aktivitas metabolisme banyak mengandung amonia (Effendi, 2003). Amonia (NH3) merupakan salah

satu bentuk transformasi nitrogen. Di perairan alami, pada suhu dan tekanan normal amonia berada dalam bentuk gas dan membentuk kesetimbangan dengan


(25)

13 gas amonium. Kesetimbangan antara gas amonia dan gas amonium ditunjukkan dalam persamaan reaksi:

NH3 + H2O ↔ NH4+ + OH

-Amonia yang terukur di perairan berupa amonia total (NH3 dan NH4+). Amonia

bebas (NH3) yang tidak terionisasi bersifat toksik terhadap organisme akuatik.

Makin tinggi pH air tambak/kolam, daya racun amonia semakin meningkat, sebab sebagian besar berada dalam bentuk NH3, sedangkan amonia dalam bentuk

molekul (NH3) lebih beracun daripada yang berbentuk ion (NH4+). Amonia dalam

bentuk molekul dapat menembus bagian membran sel lebih cepat daripada ion NH4+ (Colt & Amstrong, 1981 dalam Kordi & Tancung, 2007). Ikan tidak dapat bertoleransi terhadap kadar amonia bebas yang terlalu tinggi karena dapat mengganggu proses pengikatan oksigen oleh darah (Effendi, 2003).

Persentase reduksi amonia menunjukkan seberapa besar amonia yang direduksi oleh sistem hidroponik. Jadi semakin tinggi persentase reduksi amonia maka akan semakin rendah konsentrasi amonia pada media budidaya ikan. Namun, hasil penelitian menunjukkan bahwa kisaran konsentrasi amonia terendah dicapai pada perlakuan waktu retensi 60 menit sebesar 0,029-0,615 ppm, sedangkan persentase reduksi amonia tertinggi dicapai pada perlakuan waktu retensi 120 menit sebesar 58,40%. Hal ini diduga terjadi karena perbedaan waktu retensi sistem akuaponik berpengaruh pada perbedaan persentase pergantian air kolam setiap harinya. Perlakuan waktu retensi 60 menit menghasilkan pergantian air kolam sebesar 100% dalam 24 jam. Sedangkan perlakuan waktu retensi 120 menit menghasilkan pergantian air kolam sebesar 50% dalam 24 jam. Semakin tinggi persentase pergantian air setiap harinya maka media budidaya akan mengalami proses pengenceran dan akan berpengaruh secara langsung terhadap penurunan konsentrasi amonia pada media budidaya, begitupun sebaliknya.

Konsentrasi amonia pada setiap perlakuan berada dalam kisaran yang cukup berbahaya untuk budidaya ikan. Konsentrasi amonia pada setiap perlakuan berkisar antara 0,029-2,707 ppm. Menurut Sawyer dan McCarty (1978) dalam

Effendi (2003) kadar amonia bebas yang tidak terionisasi sebaiknya tidak lebih dari 0,2 mg/liter. Jika kadar amonia bebas lebih dari 0,2 mg/liter, perairan bersifat toksik bagi beberapa jenis ikan. Menurut EIFAC (1973) dalam Pillay (2004)


(26)

14 konsentrasi amonia yang toksik dalam periode waktu yang singkat berkisar antara 0,6-2,0 mg/l. Konsentrasi amonia 0,4-3,1 mg/liter menyebabkan kematian sebesar 50% populasi ikan dalam waktu 96 jam (Ball, 1967 dalam Boyd, 1982). Pengaruh langsung dari kadar amonia tinggi yang belum mematikan adalah rusaknya jaringan insang, dimana lempeng insang membengkak sehingga fungsinya sebagai alat pernafasan akan terganggu. Sebagai akibat lanjut, dalam keadaan kronis ikan/udang tidak lagi hidup normal (Kordi & Tancung, 2007).

Perairan alami biasanya mengandung nitrit (NO2) dalam jumlah yang

sangat sedikit, lebih sedikit daripada nitrat, karena bersifat tidak stabil dengan keberadaan oksigen. Nitrit merupakan bentuk peralihan (intermediate) antara amonia dan nitrat (nitrifikasi), dan antara nitrat dan gas nitrogen (denitrifikasi). Ion nitrit dapat berperan sebagai sumber nitrogen bagi tanaman. Nitrit (NO2) juga

beracun terhadap ikan dan udang karena mampu mengoksidasi Fe2+ dalam

hemoglobin, sehingga kemampuan darah dalam mengikat oksigen sangat merosot (Effendi, 2003). Oksidasi amonia menjadi nitrit ditunjukkan oleh persamaan reaksi berikut :

2NH3 + 3O2−Nitrosomonas→ 2NO2- + 2H+ +2H2O

Persentase reduksi nitrit menunjukkan seberapa besar nitrit yang direduksi oleh sistem hidroponik. Jadi semakin tinggi persentase reduksi nitrit maka akan semakin rendah konsentrasi nitrit pada media budidaya ikan. Namun, hasil penelitian menunjukkan bahwa kisaran konsentrasi nitrit media budidaya terendah dicapai pada perlakuan waktu retensi 60 menit sebesar 0,045–0,162 ppm, sedangkan persentase reduksi nitrit tertinggi dicapai pada perlakuan waktu retensi 120 menit sebesar 51,99%. Hal ini diduga sama seperti kasus amonia, perbedaan waktu retensi sistem akuaponik berpengaruh pada perbedaan persentase pergantian air kolam setiap harinya. Perlakuan waktu retensi 60 menit menghasilkan pergantian air kolam dua kali lipatnya dibanding perlakuan waktu retensi 120 menit dalam 24 jam. Semakin tinggi persentase pergantian air setiap harinya maka media budidaya akan semakin encer dan akan berpengaruh secara langsung terhadap penurunan konsentrasi nitrit pada media budidaya, begitupun sebaliknya.


(27)

15 Konsentrasi nitrit pada setiap perlakuan masih dalam kisaran yang dapat ditoleransi oleh ikan nila. Konsentrasi nitrit yang terukur pada setiap perlakuan berkisar antara 0,05-0,18 ppm. Menurut Meade (1989) dan Pillay (2004) konsentrasi nitrit untuk budidaya sebagian besar jenis ikan diupayakan agar lebih kecil dari 0,1 ppm. Konsentrasi nitrit yang berkisar antara 0,003-0,856 ppm masih menghasilkan tingkat kelangsungan hidup sebesar 70% untuk ikan nila yang dipelihara dengan sistem resirkulasi (Murtiati et al., 2010). Konsentrasi nitrit pada kolam kontrol lebih tinggi dibanding kolam akuaponik, yaitu berkisar antara 0,165-0,294 ppm. Hal ini diduga karena proses nitrifikasi yang terjadi kurang optimal jika dibandingkan dengan proses nitrifikasi pada kolam akuaponik. Proses nitrifikasi pada kolam kontrol hanya terjadi dalam kolam ikan. Selain itu, tidak ada proses penyerapan limbah nitrogen yang dilakukan oleh tanaman seperti pada kolam akuaponik.

Nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan

merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Nitrat sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil (Effendi, 2003). Proses nitrifikasi oleh bakteri nitrifikasi mengubah sekitar 93-96% amonia menjadi nitrat dalam kondisi yang optimal dalam unit biofiltrasi (Tyson, 2007). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kisaran konsentrasi nitrat media budidaya terendah dicapai pada perlakuan waktu retensi 60 menit sebesar 0,227-0,658 ppm, sedangkan persentase reduksi nitrat tertinggi dicapai pada perlakuan waktu retensi 120 menit sebesar 33,88%. Kolam kontrol mempunyai kisaran konsentrasi nitrat tertinggi dibanding yang lainnya, yaitu sebesar 0,458-1,858 ppm. Hal ini diduga karena nitrat pada kolam kontrol hanya dimanfaatkan sebagai sumber nutrisi oleh alga yang berada dalam media budidaya, sedangkan nitrat pada setiap kolam akuaponik tidak hanya dimanfaatkan oleh alga, akan tetapi dimanfaatkan juga oleh tanaman kangkung sebagai sumber nutrisi.

Nitrogen sangat penting untuk pertumbuhan vegetatif tanaman. Campuran nitrogen NO3 dan NH4 dengan bagian NO3 lebih tinggi dibanding NH4 umumnya

memberikan hasil terbaik terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman (Rubatzky & Yamaguchi, 1999). Kadar nitrat yang lebih dari 0,2 mg/liter dapat mengakibatkan terjadinya eutrofikasi perairan, yang selanjutnya menstimulir pertumbuhan alga


(28)

16 dan tumbuhan air secara pesat (blooming). Nitrat tidak bersifat toksik terhadap organisme akuatik (Effendi, 2003). Namun, konsentrasi nitrat yang dianjurkan harus kurang dari 100 mg/l (Pillay, 2004).

Persentase reduksi nitrat yang bernilai negatif pada perlakuan waktu retensi 30 menit menunjukkan bahwa pada perlakuan ini konsentrasi nitrat cenderung mengalami peningkatan ketika keluar dari wadah pemeliharaan tanaman kangkung. Hal ini diduga karena proses penyerapan nitrat oleh tanaman kangkung belum terjadi secara optimal. Waktu retensi yang terlalu rendah menyebabkan singkatnya kontak antara air pembawa nitrat dengan akar tanaman kangkung, padahal proses pembentukan nitrat (nitrifikasi) dalam wadah tanaman kangkung tetap berjalan sehingga konsentrasi nitrat mengalami penambahan.

Ketika ikan pertama kali dimasukkan ke dalam wadah budidaya akan terlihat peningkatan konsentrasi amonia media budidaya hingga 10 hari pertama. Setelah itu, terjadi peningkatan konsentrasi nitrit dan penurunan konsentrasi amonia karena mulai terjadi proses nitrifikasi oleh bakteri Nitrosomonas. Setelah lebih dari 10 hari, akan terlihat peningkatan konsentrasi nitrat dan penurunan konsentrasi nitrit media budidaya karena terjadi proses nitrifikasi oleh bakteri

Nitrobacter. Setelah lebih dari 20 hari, sistem akan stabil dan proses nitrifikasi akan berlanjut secara alami (Nelson, 2008).

Tingkat kelangsungan hidup merupakan persentase ikan nila BEST yang hidup hingga akhir pemeliharaan. Sedangkan laju pertumbuhan spesifik menggambarkan persentase pertambahan bobot ikan nila BEST setiap harinya. Hasil analisa data (ANOVA) pada selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa kontrol (kolam non-akuaponik) dengan perlakuan waktu retensi (30, 60, dan 120 menit) memberikan hasil yang tidak berbeda nyata terhadap tingkat kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan spesifik ikan nila BEST. Hal ini diduga terjadi karena konsentrasi oksigen terlarut media budidaya pada setiap perlakuan dibawah kisaran yang optimal untuk kehidupan dan pertumbuhan ikan nila. Oksigen terlarut merupakan faktor pembatas dalam budidaya ikan (Surawidjaja, 2006), sehingga pengaruhnya sangat vital terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan nila BEST.


(29)

17 Konsentrasi oksigen terlarut media budidaya pada setiap perlakuan berkisar antara 0,71-5,90 ppm. Sedangkan kolam kontrol memiliki kisaran oksigen terlarut yang lebih tinggi yaitu berkisar antara 0,82-7,65 ppm. Oksigen terlarut pada setiap perlakuan tidak hanya digunakan untuk respirasi ikan dan proses nitrifikasi yang terjadi dalam kolam, akan tetapi digunakan juga untuk proses nitrifikasi yang terjadi dalam wadah tanaman kangkung. Kedua bakteri nitrifikasi memerlukan banyak oksigen dalam proses nitrifikasi, minimum 80% saturasi (jenuh) untuk proses yang normal (Kordi & Tancung, 2007). Menurut Boyd (1982) oksigen terlarut yang optimal untuk pertumbuhan ikan harus lebih dari 5 ppm. Oksigen terlarut yang berkisar antara 1-5 ppm mengakibatkan pertumbuhan ikan menjadi lambat. Sedangkan oksigen terlarut yang kurang dari 1 ppm dapat bersifat toksik bagi sebagian besar spesies ikan.

Kisaran konsentrasi amonia, nitrit, dan nitrat terendah terukur pada perlakuan waktu retensi 60 menit sebesar 0,029-0,615 ppm, 0,045-0,162 ppm, dan 0,227-0,658 ppm. Hal ini diduga terjadi karena dengan semakin lama waktu retensi maka proses nitrifikasi yang terjadi dalam wadah tanaman kangkung semakin optimal, selain itu proses penyerapan limbah oleh tanaman kangkung juga semakin optimal. Namun, hal ini harus didukung dengan tingginya proses pergantian air untuk kolam ikan. Perlakuan waktu retensi 60 menit merupakan perlakuan yang tepat karena selain memiliki waktu retensi yang tinggi, perlakuan ini juga menghasilkan pergantian air kolam yang mencapai 100% dalam 24 jam.

Kisaran kualitas air yang mencakup suhu dan pH pada media pemeliharaan ikan nila BEST masih tergolong optimal untuk kehidupan dan pertumbuhan ikan nila BEST. Suhu pada setiap media pemeliharaan berkisar antara 25,4-33,1 oC . Menurut Ahira (2008) suhu yang baik untuk kehidupan ikan nila berkisar antara 14-38 oC. Akan tetapi, suhu yang optimal untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan ikan nila berkisar antara 25-30 oC. pH pada setiap media pemeliharaan berkisar antara 6,0-8,5. Menurut Boyd (1982) pH yang optimal untuk pertumbuhan sebagian besar spesies ikan berkisar antara 6,5-9,0. Namun, ikan nila masih dapat tumbuh dengan baik pada pH dengan kisaran 5-10 (Sucipto, 2010). Tanaman optimal dalam menyerap nutrien pada kisaran pH 5,5-6,5 (Hochmuth, 2001 dalam Tyson, 2007; Rakocy et al., 2006), sementara pH


(30)

18 optimum untuk proses nitrifikasi berkisar antara 7,0-9,0 (Rakocy et al., 2006) dan 7,5-9,0 (Hochheimer & Wheaton, 1998 dalam Tyson, 2007). Oleh karena itu, pH yang optimal untuk sistem akuaponik berkisar antara 6,5-7,5. Proses nitrifikasi berjalan lambat ketika pH turun di bawah 7,0 dan ketika pH kurang dari 6,0 proses nitrifikasi perlahan-lahan berhenti (Nelson, 2008).


(31)

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Perbedaan waktu retensi sistem akuaponik tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan spesifik ikan nila BEST. Namun, berpengaruh terhadap nilai reduksi amonia, nitrit, dan nitrat media budidaya. Semakin lama waktu retensi maka persentase reduksi amonia, nitrit, dan nitrat akan semakin tinggi, namun tidak berbanding terbalik dengan konsentrasi amonia, nitrit, dan nitrat pada media budidaya. Kisaran konsentrasi amonia, nitrit, dan nitrat terendah terukur pada perlakuan waktu retensi 60 menit dengan nilai 0,029-0,615 ppm, 0,045-0,162 ppm, dan 0,227-0,658 ppm.

4.2 Saran

Perlu adanya aerasi atau penambahan oksigen agar konsentrasi oksigen terlarut pada media budidaya tetap terjaga dengan baik. Selain itu, diperlukan penutup/pelindung dari bahan transparan agar tanaman kangkung terhindar dari hama dan predator, namun tetap terpapar sinar matahari.


(32)

DAFTAR PUSTAKA

Ahira A. 2008. Budidaya dan nilai gizi ikan nila. http://www.anneahira.com/ikan-nila.html [25 Juli 2011].

Ahmad T., Sofiarsih L., & Rusmana. 2007. The growth of Patin Pangasius hypopthalmus in a close system tank. Aquaculture. 2(1): 67-73.

Arifin O.Z., Huwoyon G.H., & Gustiano R. 2009. Keragaan pertumbuhan ikan nila hitam (BEST) dan nila merah (NIFI) dalam pemeliharaan terpisah di kolam. Prosiding Seminar Nasional 2009. Universitas Gajah Mada. Jogjakarta.

Boyd C.E. 1982. Water Quality Management for Pond Fish Culture. Netherlands: Elsevier Science Publishers

Boyd & Linchtkoppler. 1982. Water Quality Development Series no 22. International Center for Aquaculture. Aquaculture Experiment Station, Auburn, Alabama.

Crab R., Avnimelech Y., Defoirdt T., Bossier P., & Verstraete W. 2007. Nitrogen removal techniques in aquaculture for a sustainable production. Aquaculture. 270 (2007): 1–14.

Diver S. 2006. Aquaponic-integration hydroponic with aquaculture. National

Centre of Appropriate Technology. Department of Agriculture’s Rural

Bussiness Cooperative Service. P. 28.

Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air. Jogjakarta: Kanisius.

Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2010. KKP optimis tingkatkan produksi

perikanan budidaya.

http://www.kkp.go.id/index.php/mobile/arsip/c/3830/kkp-optimis-tingkatkan-produksi-perikanan-budidaya/?category_id=34 [17 juli 2011].

Kordi M.G. & Tancung A.B. 2007. Pengelolaan Kualitas Air dalam Budidaya Perairan. Jakarta: Rineka Cipta.

Meade J.W. 1989. Aquaculture Management. New York: Thomson Publishing.

Murtiati, Elyani Y., Murtiana T., & Sunarma A. 2010. Perekayasaan teknik perbaikan kualitas air dan kesehatan ikan pada sistem resirkulasi. http://bbat-sukabumi.tripod.com/air.html [25 Juli 2011].

Nelson R.L. 2008. Aquaponic equipment: the biofilter.

http://www.aquaponicsjournal.com/docs/Aquaponic-Equipment-The-BioFilter.pdf[21 Februari 2011].


(33)

21

Nazaruddin. 1999. Budi Daya dan Pengaturan Panen Sayuran Dataran Rendah.

Jakarta: Penebar Swadaya.

Nugroho E. & Sutrisno. 2008. Budidaya Ikan dan Sayuran dengan Sistem Akuaponik. Jakarta: Penebar swadaya.

Pillay T.V.R. 2004. Aquaculture and The Environment, Second Edition. UK: Blackwell Publishing.

Pramono T.B. 2009. Budidaya ikan di lahan dan air terbatas. Suara Merdeka. April. 2009.

Rakocy J.E., Masser M.P., & Losordo T.M. 2006. Recirculating aquaculture tank production systems: aquaponics—integrating fish and plant culture. Southern Regional Aquaculture Center, United States Department of Agriculture, Cooperative State Research, Education, and Extension Service.

Rubatzky V. & Yamaguchi M. 1999. Sayuran Dunia: Prinsip, Produksi, dan Gizi, jilid 3. Bandung: ITB press.

Serdiati N. 2008. Pengaruh padat penebaran terhadap pertumbuhan ikan nila GIFT yang dipelihara dalam wadah terkontrol. Jurnal ilmu kelautan dan perikanan. 18 (4): 301-305.

Setijaningsih L. 2009. Peningkatan produktivitas kolam melalui perbedaan jarak tanam tanaman akuaponik pada pemeliharaan ikan mas (cyprinus carpio). Laporan Hasil Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Bogor Tahun 2009.

Sucipto A. 2010. Memilih lokasi untuk budidaya ikan.

http://www.adisucipto.com/aquatika/memilih-lokasi-untuk-budidaya-ikan.html [25 Juli 2011].

Sumoharjo. 2010. Penyisihan limbah nitrogen pada pemeliharaan ikan nila

Oreochromis niloticus dalam sistem akuaponik : konfigurasi desain bioreaktor. [Tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Surawidjaja E.H. 2006. Akuakultur berbasis ―trophic level‖: revitalisasi untuk

ketahanan pangan, daya saing ekspor, dan kelestarian lingkungan. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Akuakultur.

Tyson R.V. 2007. Reconciling pH for ammonia biofiltration in a cucumber/tilapia aquaponics system using a perlite medium. [Disertasi]. University of Florida.


(34)

22


(35)

23 Lampiran 1. Perhitungan debit air untuk penentuan waktu retensi

Diketahui: - luas penampang wadah tanaman kangkung = 28.080 cm2

-tinggi wadah = 10 cm

-maka volume wadah = 280,8 liter

catatan: batu apung menempati 30% volume wadah

-volume wadah yang telah diisi batu apung = 196,56 liter a. untuk memperoleh waktu retensi 30 menit (1800 detik), maka debit air

yang diperlukan sebesar:

Q = 196,56 liter/1800 detik = 0,109 liter/detik

b. untuk memperoleh waktu retensi 60 menit (3600 detik), maka debit air yang diperlukan sebesar:

Q = 196,56 liter/3600 detik = 0,055 liter/detik

c. untuk memperoleh waktu retensi 120 menit (7200 detik), maka debit air yang diperlukan sebesar:

Q = 196,56 liter/7200 detik = 0,027 liter/detik

Lampiran 2. Perhitungan pergantian air kolam Diketahui: - volume kolam ikan = 4.875 liter

-

24 jam = 86.400 detik

a. waktu retensi 30 menit, dengan debit air 0,109 liter/detik

maka pergantian air sebesar: 0,109 liter/detik x 86.400 detik = 9.435 liter b. waktu retensi 60 menit, dengan debit air 0,055 liter/detik

maka pergantian air sebesar: 0,055 liter/detik x 86.400 detik = 4.717 liter c. waktu retensi 120 menit, dengan debit air 0,027 liter/detik


(36)

24 Lampiran 3. Rumus perhitungan persentase reduksi amonia, nitrit, dan nitrat

a. Reduksi amonia = Ci amonia - Co amonia x 100%

Ci amonia

b. Reduksi nitrit = Ci nitrit - Co nitrit x 100%

Ci nitrit

c. Reduksi nitrat = Ci nitrat - Co nitrat x 100%

Ci nitrat

keterangan: Ci amonia = konsentrasi amonia di inlet wadah tanaman

Co amonia = konsentrasi amonia di outlet wadah tanaman

Ci nitrit = konsentrasi nitrit di inlet wadah tanaman

Co nitrit = konsentrasi nitrit di outlet wadah tanaman

Ci nitrat = konsentrasi nitrat di inlet wadah tanaman

Co nitrat = konsentrasi nitrat di outlet wadah tanaman

Lampiran 4. Jumlah ikan akhir dan tingkat kelangsungan hidup ikan nila BEST

Perlakuan Ulangan ke- Jumlah ikan akhir (ekor) SR (%)

Waktu Retensi (menit)

30

1 696 69,6

2 484 48,4

3 755 75,5

60

1 856 85,6

2 715 71,5

3 853 85,3

120

1 823 82,3

2 715 71,5

3 709 70,9

kontrol

1 677 67,7

2 768 76,8

3 863 86,3

Lampiran 5. Analisa statistik tingkat kelangsungan hidup ikan nila BEST

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 456.590 3 152.197 1.578 .269

Within Groups 771.487 8 96.436


(37)

25 SR

Waktu_Retensi N

Subset for alpha = 0.05 1

Tukey HSDa 30 menit 3 64.5000

120 menit 3 73.8333

kontrol 3 78.0000

60 menit 3 80.8000

Sig. .253

Lampiran 6. Laju pertumbuhan spesifik ikan nila BEST

Perlakuan Ulangan ke- Laju pertumbuhan spesifik (%)

Waktu Retensi (menit)

30

1 3.51

2 3.13

3 2.95

60

1 3.63

2 3.63

3 3.00

120

1 3.69

2 3.97

3 2.73

kontrol

1 3.39

2 3.17

3 1.71

Lampiran 7. Analisa statistik laju pertumbuhan spesifik ikan nila BEST

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 2.165 3 .722 3.360 .076

Within Groups 1.718 8 .215

Total 3.883 11

SGR

Waktu_Retensi N

Subset for alpha = 0.05 1

Tukey HSDa Kontrol 3 2.5367

30 menit 3 3.1967

60 menit 3 3.4200

120 menit 3 3.6833


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Ahira A. 2008. Budidaya dan nilai gizi ikan nila. http://www.anneahira.com/ikan-nila.html [25 Juli 2011].

Ahmad T., Sofiarsih L., & Rusmana. 2007. The growth of Patin Pangasius hypopthalmus in a close system tank. Aquaculture. 2(1): 67-73.

Arifin O.Z., Huwoyon G.H., & Gustiano R. 2009. Keragaan pertumbuhan ikan nila hitam (BEST) dan nila merah (NIFI) dalam pemeliharaan terpisah di kolam. Prosiding Seminar Nasional 2009. Universitas Gajah Mada. Jogjakarta.

Boyd C.E. 1982. Water Quality Management for Pond Fish Culture. Netherlands: Elsevier Science Publishers

Boyd & Linchtkoppler. 1982. Water Quality Development Series no 22. International Center for Aquaculture. Aquaculture Experiment Station, Auburn, Alabama.

Crab R., Avnimelech Y., Defoirdt T., Bossier P., & Verstraete W. 2007. Nitrogen removal techniques in aquaculture for a sustainable production. Aquaculture. 270 (2007): 1–14.

Diver S. 2006. Aquaponic-integration hydroponic with aquaculture. National

Centre of Appropriate Technology. Department of Agriculture’s Rural

Bussiness Cooperative Service. P. 28.

Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air. Jogjakarta: Kanisius.

Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2010. KKP optimis tingkatkan produksi

perikanan budidaya.

http://www.kkp.go.id/index.php/mobile/arsip/c/3830/kkp-optimis-tingkatkan-produksi-perikanan-budidaya/?category_id=34 [17 juli 2011]. Kordi M.G. & Tancung A.B. 2007. Pengelolaan Kualitas Air dalam Budidaya

Perairan. Jakarta: Rineka Cipta.

Meade J.W. 1989. Aquaculture Management. New York: Thomson Publishing. Murtiati, Elyani Y., Murtiana T., & Sunarma A. 2010. Perekayasaan teknik

perbaikan kualitas air dan kesehatan ikan pada sistem resirkulasi. http://bbat-sukabumi.tripod.com/air.html [25 Juli 2011].

Nelson R.L. 2008. Aquaponic equipment: the biofilter.

http://www.aquaponicsjournal.com/docs/Aquaponic-Equipment-The-BioFilter.pdf[21 Februari 2011].


(2)

21 Nazaruddin. 1999. Budi Daya dan Pengaturan Panen Sayuran Dataran Rendah.

Jakarta: Penebar Swadaya.

Nugroho E. & Sutrisno. 2008. Budidaya Ikan dan Sayuran dengan Sistem Akuaponik. Jakarta: Penebar swadaya.

Pillay T.V.R. 2004. Aquaculture and The Environment, Second Edition. UK: Blackwell Publishing.

Pramono T.B. 2009. Budidaya ikan di lahan dan air terbatas. Suara Merdeka. April. 2009.

Rakocy J.E., Masser M.P., & Losordo T.M. 2006. Recirculating aquaculture tank production systems: aquaponics—integrating fish and plant culture. Southern Regional Aquaculture Center, United States Department of Agriculture, Cooperative State Research, Education, and Extension Service. Rubatzky V. & Yamaguchi M. 1999. Sayuran Dunia: Prinsip, Produksi, dan

Gizi, jilid 3. Bandung: ITB press.

Serdiati N. 2008. Pengaruh padat penebaran terhadap pertumbuhan ikan nila GIFT yang dipelihara dalam wadah terkontrol. Jurnal ilmu kelautan dan perikanan. 18 (4): 301-305.

Setijaningsih L. 2009. Peningkatan produktivitas kolam melalui perbedaan jarak tanam tanaman akuaponik pada pemeliharaan ikan mas (cyprinus carpio). Laporan Hasil Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Bogor Tahun 2009.

Sucipto A. 2010. Memilih lokasi untuk budidaya ikan.

http://www.adisucipto.com/aquatika/memilih-lokasi-untuk-budidaya-ikan.html [25 Juli 2011].

Sumoharjo. 2010. Penyisihan limbah nitrogen pada pemeliharaan ikan nila

Oreochromis niloticus dalam sistem akuaponik : konfigurasi desain bioreaktor. [Tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Surawidjaja E.H. 2006. Akuakultur berbasis ―trophic level‖: revitalisasi untuk

ketahanan pangan, daya saing ekspor, dan kelestarian lingkungan. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Akuakultur.

Tyson R.V. 2007. Reconciling pH for ammonia biofiltration in a cucumber/tilapia aquaponics system using a perlite medium. [Disertasi]. University of Florida.


(3)

22


(4)

23 Lampiran 1. Perhitungan debit air untuk penentuan waktu retensi

Diketahui: - luas penampang wadah tanaman kangkung = 28.080 cm2

-tinggi wadah = 10 cm

-maka volume wadah = 280,8 liter

catatan: batu apung menempati 30% volume wadah

-volume wadah yang telah diisi batu apung = 196,56 liter a. untuk memperoleh waktu retensi 30 menit (1800 detik), maka debit air

yang diperlukan sebesar:

Q = 196,56 liter/1800 detik = 0,109 liter/detik

b. untuk memperoleh waktu retensi 60 menit (3600 detik), maka debit air yang diperlukan sebesar:

Q = 196,56 liter/3600 detik = 0,055 liter/detik

c. untuk memperoleh waktu retensi 120 menit (7200 detik), maka debit air yang diperlukan sebesar:

Q = 196,56 liter/7200 detik = 0,027 liter/detik

Lampiran 2. Perhitungan pergantian air kolam Diketahui: - volume kolam ikan = 4.875 liter

-

24 jam = 86.400 detik

a. waktu retensi 30 menit, dengan debit air 0,109 liter/detik

maka pergantian air sebesar: 0,109 liter/detik x 86.400 detik = 9.435 liter b. waktu retensi 60 menit, dengan debit air 0,055 liter/detik

maka pergantian air sebesar: 0,055 liter/detik x 86.400 detik = 4.717 liter c. waktu retensi 120 menit, dengan debit air 0,027 liter/detik


(5)

24 Lampiran 3. Rumus perhitungan persentase reduksi amonia, nitrit, dan nitrat

a. Reduksi amonia = Ci amonia - Co amonia x 100%

Ci amonia

b. Reduksi nitrit = Ci nitrit - Co nitrit x 100%

Ci nitrit

c. Reduksi nitrat = Ci nitrat - Co nitrat x 100%

Ci nitrat

keterangan: Ci amonia = konsentrasi amonia di inlet wadah tanaman

Co amonia = konsentrasi amonia di outlet wadah tanaman

Ci nitrit = konsentrasi nitrit di inlet wadah tanaman

Co nitrit = konsentrasi nitrit di outlet wadah tanaman

Ci nitrat = konsentrasi nitrat di inlet wadah tanaman

Co nitrat = konsentrasi nitrat di outlet wadah tanaman

Lampiran 4. Jumlah ikan akhir dan tingkat kelangsungan hidup ikan nila BEST

Perlakuan Ulangan ke- Jumlah ikan akhir (ekor) SR (%)

Waktu Retensi (menit)

30

1 696 69,6

2 484 48,4

3 755 75,5

60

1 856 85,6

2 715 71,5

3 853 85,3

120

1 823 82,3

2 715 71,5

3 709 70,9

kontrol

1 677 67,7

2 768 76,8

3 863 86,3

Lampiran 5. Analisa statistik tingkat kelangsungan hidup ikan nila BEST

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 456.590 3 152.197 1.578 .269

Within Groups 771.487 8 96.436


(6)

25 SR

Waktu_Retensi N

Subset for alpha = 0.05 1

Tukey HSDa 30 menit 3 64.5000

120 menit 3 73.8333

kontrol 3 78.0000

60 menit 3 80.8000

Sig. .253

Lampiran 6. Laju pertumbuhan spesifik ikan nila BEST

Perlakuan Ulangan ke- Laju pertumbuhan spesifik (%)

Waktu Retensi (menit)

30

1 3.51

2 3.13

3 2.95

60

1 3.63

2 3.63

3 3.00

120

1 3.69

2 3.97

3 2.73

kontrol

1 3.39

2 3.17

3 1.71

Lampiran 7. Analisa statistik laju pertumbuhan spesifik ikan nila BEST

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 2.165 3 .722 3.360 .076

Within Groups 1.718 8 .215

Total 3.883 11

SGR

Waktu_Retensi N

Subset for alpha = 0.05 1

Tukey HSDa Kontrol 3 2.5367

30 menit 3 3.1967

60 menit 3 3.4200

120 menit 3 3.6833