STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL PRODUK ROTAN DI KOTA MEDAN

(1)

STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL PRODUK

ROTAN DI KOTA MEDAN

*Setri Hiyanti Siregar dan Marhaini**

Dosen Fakultas Ekonomi USU

Abstract: The objective of this research is to analyzed the internal and external

environment that influence small bussiness of rotan craft in Medan – North Sumatera. The sample that is used in this research are 35 respondent with purposive sampling method, the sample that is used is they who work at least 2 years. The result of research indicate that the small bussiness of rotan craft have many weaks and treats with minimal strentgh. This result show that the total value of internal factor is 1,80 while the average number that required is 2,5. Because of

1,80 < 2,50 so it means that rotan craft haven’t ability to solved their treats or

difficult to reach the strength. IE-Matrix show that small bussiness of rattan craft in quadran 6, it means that it is in retrenchment or down sizing or liquidation strategy , in other words it is in the weakness internal position.

Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis lingkungan internal dan eksternal yang mempengaruhi bisnis kecil kerajinan rotan di Medan - Sumatera Utara. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 35 responden dengan metode purposive sampling, sampel yang digunakan adalah mereka yang bekerja minimal 2 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bisnis kecil kerajinan rotan memiliki banyak weaks dan memperlakukan dengan strentgh minimal. Hasil ini menunjukkan bahwa total nilai faktor internal 1,80 sedangkan jumlah rata-rata yang dibutuhkan adalah 2,5. Karena 1,80 <2,50 sehingga berarti bahwa kerajinan rotan belum mampu dipecahkan memperlakukan mereka atau sulit untuk mencapai kekuatan. IE-Matrix menunjukkan bahwa bisnis kecil kerajinan rotan di quadran 6, itu berarti bahwa dalam penghematan atau bawah ukuran atau likuidasi strategi, dengan kata lain itu adalah dalam posisi internal yang lemah.

Kata kunci: industri kecil, strategi pengembangan

PENDAHULUAN

Perusahaan kecil yang termasuk Industri Kerajinan (craft), yang dewasa ini dikenal juga dengan sebutan industri kreatif terbagi dalam Usaha Kecil (UK) maupun Industri Kecil (IK) merupakan kegiatan ekonomi yang masih terus menerus diperhatikan oleh banyak pihak, karena sektor ini dipandang sebagai sektor yang dapat memberikan kontribusi yang luar biasa bagi negara terutama dalam menangani pengangguran dan pemerataan distribusi pendapatan.

Namun apabila kita perhatikan, program program yang dicanangkan oleh pemerintah maupun swasta terhadap industri kecil ini termasuk industri craft

pada umumnya lebih difokuskan kepada program penyaluran dana atau modal bagi UK dan IK melalui berbagai skim kredit usaha kecil, dengan harapan melalui

bantuan pemberian dana dari program penyaluran modal usaha ini para UK dan IK

dapat dibantu perkembangannya.

Sementara jarang sekali dilengkapi dan diteruskan dengan pembinaan secara menyeluruh antara lain dari sudut pemasaran seperti menyesuaikan produk dengan selera konsumen atau membantu mencari akses pasar serta memberi masukan proses produksi yang berkualitas dan efisien. Walaupun ada kegiatan, cendrung belum dilakukan secara maksimal. Masing masing pelaku usaha kecil ini harus berjuang sendiri-sendiri mencari pembeli dan mengembangkan kreatifitas mereka.Dampaknya apa yang dilakukan mereka tidak sesuai dengan perubahan lingkungan.

Salah satu industri kecil yang terkena dampak yang serius dengan adanya perubahan lingkungan ini adalah Ik rotan


(2)

sebagai perajin usaha kreatif yang ada di kota Medan Sumatera Utara. kondisi penurunan usaha sudah mulai dirasakan sejak satu tahun sesudah krisis moneter tahun 1997/1998 hingga saat ini (2012/2013). Satu persatu pengusaha rotan mulai menutup usahanya dan beralih ke usaha lain. Jumlah semula ada 80-an perajin IK rotan dan perusahaan menengah rotan, yang masih tinggal hanya 40%. Kota Medan yang terpilih sebagai provinsi sentra industri kecil rotan termasuk dalam melayani pasar luar negri (ekspor) memiliki potensi untuk dikembangkan melalui

kewenangan daerah otonom yang

dikeluarkan melalui UU No 32 tahun 2004. Namun para pengusaha rotan ini belum merasakan bantuan dan bimbingan yang signifikan. Padahal pasar global mensyaratkan standar kualitas melalui ISO 9000, dan isu lingkungan dengan ISO 14.000. Walaupun menurut pengamat isu ini sering digunakan secara tidak fair oleh negara maju sebagai hambatan non tarif. (Kuncoro dan Abimanyu, 1995).

Tantangan lain yang harus

diperhatikan dalam membantu

pengembangan Industri Kecil rotan ini

adalah kompetensi sumber daya

manusianya dalam meningkatkan skill dan

knowledge mereka untuk mempertemukan tantangan masa depan yang signifikan. Faktor internal ini sepenuhnya berada didalam organisasi itu sendiri. Keberhasilan dalam mengelola faktor internal akan memiliki kontribusi yang sangat berarti terhadap keberhasilan suatu usaha (Michael Hitt, dkk, 2008)

Hal yang mendasar dalam masalah usaha kecil ini sebenarnya bagaimana menyelaraskan kondisi lingkungan internal dengan kondisi lingkungan eksternalnya sehingga dapat melahirkan suatu strategi yang cocok yang dimungkinkan bisa diimplementasikan.

Kemampuan mengelola faktor internal tidak dapat dipisahkan dengan kemampuan manajemen mengembangkan kompetensi inti yang ada pada industri kecil. Sebelum menentukan strategi pengembangan usaha perlu dilakukan analisis lingkungan baik lingkungan internal seperti praktek sumber daya manusia, kebijakan organisasional, kecukupan dana operasional serta

lingkungan eksternal seperti kebijakan pemerintah, lingkungan persaingan, dan perubahan selera konsumen. Hasil pra penelitian menunjukkan para IK rotan belum mengenali dan mengidentifikasi dengan baik apa sebenarnya hambatan mereka serta kelemahan mereka sehingga usaha rotan ini seperti hampir tidak memiliki semangat berjuang dalam membangkitkan usaha mereka yang terus mengalami penurunan.

Melalui penelitian ini diharapkan dapat membantu melihat apa saja sebenarnya yang menjadi kelemahan dan kekuatan dari industri kecil rotan ini disamping juga membantu mengidentifikasi berbagai ancaman dan peluang yang dihadapi mereka. Beberapa alternatif pemecahan masalah akan dipertimbangkan dengan seksama sepeti pemakaian model Analisis SWOT (Strengths, weakness,

opportunities dan treaths), yang dianggap merupakan cara yang sistematis untuk menggambarkan kondisi kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman yang dihadapi industri kecil rotan ini.

Berdasarkan fenomena yang ditemukan pada pra penelitian, ternyata hampir semua industri kecil rotan menyatakan alasan yang hampir sama yaitu kurangnya modal kerja untuk melakukan operasional sehari hari. Oleh karena kekurangan dana menyebabkan ruang gerak menjadi terbatas. Penelitian ini akan mencari skor dan peringkat tantangan dari faktor eksternal dan kelemahan dari faktor internal yg dialami oleh para pelaku usaha tersebut.

Penelitian ini juga ingin mengetahui apakah masih terbuka peluang baik di dalam negri maupun diluar negri. Sejauh mana upaya yang telah dilakukan dalam mengatasi kelemahan kelemahannya,

serta bagaimana bentuk pembinaan dan pengembangan Industri kecil yang sudah dan harus dilakukan oleh pemerintah. Kurangnya data yang akurat sebagai

penunjang pengambilan keputusan

manajemen, menyebabkan sulitnya untuk menghasilkan gambaran yang jelas dan terpadu. Bagaimana sebenarnya program pengembangan yang perlu dilakukan dalam jangka pendek maupun jangka panjang melalui aktivitas yang dimungkinkan untuk diimplementasikan yang didasarkan oleh


(3)

data empiris, agar Industri kecil rotan yang ada dikota Medan ini bertahan hidup sehingga mampu meningkatkan dan mengembangkan usaha mereka kedepannya secara bertahap.

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Menganalisis aspek internal sehingga ditemukan kelemahan dan kekuatan yang dimiliki IK Rotan

2. Menganalisis aspek eksternal

sehingga ditemukan ancaman dan peluang yang dihadapi Ik rotan tersebut.

3. Menemukan strategi pembinaan bagi Industri Kecil Rotan di kota Medan, sehingga strategi itu layak untuk diimplementasikan.

Kajian kajian empiris yang menyangkut tentang usaha kecil sebenarnya sudah banyak dilakukan oleh beberapa lembaga penelitian baik dari pemerintah, swasta maupun dari universitas. Hanya saja beberapa peneliti kebanyakan mencoba melihat pengaruh maupun korelasi antara satu variabel terhadap variabel lainnya dalam kaitannya dengan sebuah kesuksesan bisnis. Diantara penelitian itu bahkan sudah dilakukan belasan tahun yang lalu.

Kuncoro (2000), menyatakan bahwa tantangan yang dihadapi pengusaha kecil dapat dibagi dalam dua kategori: Pertama, bagi IK yang beromset kurang dari 50 juta umumnya tantangan yang dihadapi adalah bagaimana menjaga kelangsungan hidup usahanya. Biasanya mereka tidak membutuhkan modal yang besar untuk ekspansi usaha. Sekedar untuk membantu kelancaran cashflow saja. Kedua, bagi IK dengan omset dari 50 juta hingga 1 milyar rupiah, tantangan yang dihadapi jauh lebih kompleks. Umumnya

mereka sudah memikirkan untuk

melakukan ekspansi usaha lebih lanjut. Beberapa model pengembangan yang sudah dijalankan oleh lembaga yang terkait dalam memajukan industri kecil sering terkesan tumpang tindih dan dilakukan sendiri sendiri( Anssauri, 1993 dalam koncoro, 2000). Apa yang telah dilakukan oleh lembaga inkobator bisnis dan pusat konsultasi pengusaha kecil bekerjasama dengan pihak Universitas masih berupa pelatihan bisnis bagi pengusaha kecil tersebut, bimbingan usaha,

konsultasi bisnis berupa seminar dan lokakarya. Belum dilanjutkan kepada

kegiatan monitoring yang

berkesinambungan.Tawaran pengembangan melalui kemitraan memang merupakan alternatif yang banyak dilakukan oleh perusahaan besar seperti yang sudah dijalankan oleh group Astra. Studi Ismoyowati (1996), menunjukkan telah terjalin kerjasama dengan IK batik skala kecil yang ada di Jogya dan Surakarta. Kejasama seperti ini memunculkan mutual relationship. Saling membantu dan menguntungkan dalam hubungannya dengan proses produksi melalui subkontrak.

Penelitian Koch (1995),

memandang perlu membedakan antara ikatan bisnis dalam bentuk kerjasama (kemitraan), dengan program bapak angkat dan anak angkat. Oleh karena banyaknya kegagalan dalam program bapak angkat – anak angkat pada masa lalu maka kebijakan kebijakan pengembangan usaha kecil diarahkan dalam bentuk kemitraan yang berdasar pada subkontrak. Studi Harianto (1996), juga menemukan adanya praktek subkontraktor yang menguntungkan pada industri sepeda di Pulau Jawa.

Rekor tertinggi dalam jaringan subkontrak ditemui di Sumatera Utara yaitu sekitar 34% industri kain dan garmen telah memiliki perusahaan sub kontrak. Bandingkan dengan Jawa Timur, Bali, Kalimantan hanya dijumpai kurang dari 16% (Kuncoro, 2000).

Beberapa pengamatan yang

dilakukan oleh kuncoro (2000), maupun Hetifah, (AKATIGA 1995), menunjukkan masih tersendatnya implementasi program kemitraan. Deklarasi Jimbaran, bagi pengusaha kecil masih dirasakan lebih besar nada politisnya dibanding realisasinya.

Kemitraan yang dalam literatur berarti partnership adalah suatu strategi perniagaan atau bisnis yang dilakukan dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling bergantung (chopra dan Meindl, 2001). Jadi kemitraan lebih dalam dari pada sekedar kerjasama. Azas kerjasama dalam kemitraan adalah saling ketergantungan (interpendency) yang masing masing pihak memiliki kompetensi inti yang merupakan nilai pihak lain,


(4)

apabila disatukan menjadi sebuah sinergi diantara perusahaan yang bermitra.

Format kemitraan dengan persepsi beragam ini perlu diseragamkan lebih dulu serta disesuaikan dengan karakteristik daerah masing masing.

METODE Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan studi kasus dari Industri Kreatif yaitu Industri Kecil rotan yang disingkat IK Rotan, yang berada di kota Medan Sumatera Utara, dengan kategori Explanatory Research

yaitu memberi gambaran mengenai suatu fenomena yang terjadi. sekaran (1992).

Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah pengusaha/industri kecil (IK) yang memproduksi produk anyaman rotan yang sekaligus menjualnya, yang berada di sentra-sentra di kota Medan yang menjadi kumpulan dari IK Rotan di kota Medan Sumatera Utara. Populasi diambil dari seluruh anggota koperasi yg sudah mendaftar ulang pada tahun 2012 ini, sebanyak 27 responden dan yang tidak terdaftar sebagai anggota koperasi sebanyak 5 responden, 2 responden sebagai pemasok dan kemudian 1 responden dari pengusaha besar yang masih bertahan dan masih beroperasi. Jumlah IK rotan yang terdaftar sebanyak 27 anggota ini kemungkinan jumlahnya akan lebih besar pada bulan bulan berikutnya karena pendaftaran ulang, baru dimulai pada november 2012 yang lalu oleh ketua koperasi yang baru diganti.

Sampel diambil dengan tehnik

Purposive Sampling yaitu pengambilan sampel dengan kriteria tertentu antaranya sudah beroperasi minimal 2 tahun, memproduksi sendiri baik pesanan maupun yang bukan berasal dari pesanan. Responden yang dijadikan unit penelitian adalah pemilik usaha dan atau manajer yang mengerti dan mengetahui seluk beluk dari IK rotan tersebut. Maka total responden yang diambil adalah 35 orang, terdiri dari anggota yang sudah mendaftar ulang sebanyak 27 responden, 5 responden yang tidak mendaftar ulang, 2 responden sebagai pemasok, dan 1 responden dari pengusaha/pabrik besar rotan yang masih eksis. Pengambilan responden untuk

pemasok sebagian dilakukan dengan tehnik

Snow Ball.

Teknik Pengumpulan Data

Adapun metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara wawancara terbuka dengan menyiapkan daftar pertanyaan (kuisioner), dan untuk beberapa responden dilakukan dengan

depth interview terutama kepada responden pemasok bahan baku yaitu pengumpul bahan mentah rotan dan terhadap pengusaha/pabrik besar rotan. Depth interview (penelitian mendalam) juga dilakukan terhadap IK rotan diluar anggota koperasi. Pertanyaan meliputi 4 fokus sub penelitian yaitu kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang dihadapi pengusaha kecil rotan saat ini maupun saat sebelumnya.

Teknik Analisis

Diawali dengan mengumpulkan data dalam suatu daftar faktor-faktor penting dari faktor internal. Dengan menentukan bobot dimulai dari 0,0 untuk faktor yang kurang penting dan 1,0 untuk faktor yang sangat penting yang mengindikasikan signifikansi relatif dari

suatu faktor. Besarnya bobot

mengindikasikan pentingnya faktor tersebut terhadap keberhasilan perusahaan. Langkah berikutnya menentukan angka rating mulai dari nilai 1 sampai dengan nilai tertinggi yaitu 4. Artinya seberapa efektif strategi perusahaan saat ini dalam merespon faktor tersebut.

1 = Respon jelek 2 = Respon rata-rata 3 = Respon diatas rata-rata. 4 = Respon sangat baik

Kemudian menentukan nilai tertimbang dengan cara melakukan perkalian antara bobot dan rating. Langkah berikutnya menentukan total nilai tertimbang utk usaha kecil produk rotan ini. Untuk menentukan peringkat faktor faktor eksternal ditentukan sebagai berikut:

1 = Sangat lemah / Mayor weakness

2 = Lemah / Minor weakness

3 = Kuat / Minor stregths

4 = Sangat kuat / Mayor strengths

Matriks internal-eksternal salah satu alat yang digunakan untuk melihat di kuadran berapa sebenarnya IK rotan ini


(5)

berada dipakai dalam membantu menentukan kebijakan strategi yang akan di implementasikan. Matriks IE didasari pada dua dimensi kunci yaitu total rata-rata tertimbang IFE dan total rata-rata tertimbang EFE. Menawarkan sembilan kuadaran yang dikelompokkan dalam tiga kelompok. Kelompok pertama adalah

Growth and Build, kelompok kedua Hold and Maintain dan kelompok ketiga Harvest or Divest.

Analisis SWOT sebagai sebuah alat pencocokan yang akan digunakan dalam penelitian ini untuk mengembangkan empat jenis strategi. Yaitu strategi SO (kekuatan-peluang), strategi WO (kelemahan-peluang), strategi ST (kekuatan-ancaman), dan strategi WT (kelemahan-ancaman). (David, 2009). Mencocokkan faktor internal dengan faktor eksternal merupakan proses yang sulit. Tidak ada satupun panduan untuk mendapatkan strategi dipilih dengan benar. Panduan itu bersifat fleksibel.

HASIL

Gambaran umum terhadap Kondisi Industri Kecil Rotan di Kota Medan

Industri Kecil Rotan yang dalam penelitian ini selanjutnya disingkat dengan IK Rotan merupakan industri kreatif yang dicanangkan pemerintah dan menunjuk kota Medan sebagai kota penghasil produk rotan terutama mebel (furniture) dan keranjang anyaman serta produk kecil lainnya. Hal ini disebabkan ekspor hasil usaha Rotan memberi sumbangan yg cukup besar terhadap devisa negara. Namun hasil empiris mendapati keberhasilan ini ternyata bukan hanya disebabkan hidupnya IK Rotan secara mandiri tetapi hampir 90% kontribusi keberhasilan ekspor Rotan berasal dari pengusaha besar Rotan di kota Medan yang jumlahnya pada saat itu mencapai 22 perusahaan . Produk Rotan dari pengusaha besar ini terdiri dari sebagian besar dalam bentuk mebel dan sebagian lagi dalam bentuk keranjang berbagai ukuran dan desain. Rata rata mereka mengerjakan pesanan dari negara negara Eropa seperti negara Jerman, Italy, Prancis dan negara Amerika. Masa masa keemasan itu berkisar antara tahun 1985 sampai tahun 2002.

Keberhasilan pengusaha besar Rotan ini berimbas kepada IK Rotan. Sekitar 10% dari pesanan yang diterima oleh pengusaha besar itu dikerjakan oleh IK Rotan melalui sistem outsourcing dengan mensyaratkan standar kualitas yang cukup berat dan ketat yang harus lulus uji. Setelah melalui seleksi quality control yang cukup ketat, baru kemudian dibayar oleh pengusaha besar rotan. Namun dewasa ini kondisi IK rotan tidak lagi seperti itu.

Menurunnya permintaan terhadap

perusahaan besar produk rotan

mengakibatkan Ik rotan tidak kebagian lagi pesanan tersebut, karena cukup dikerjakan oleh pengusaha besar itu sendiri. Keadaan

yang sangat memprihatinkan ini

menyebabkan penghasilan mereka hanya cukup untuk bertahan hidup (survive). Ini disebabkan oleh karena pengusaha besar rotan tidak lagi melakukan outsourcing

pesanan yang berasal dari luar negri. Kondisi seperti ini diyakini oleh pengusaha besar rotan akibat lesunya perekonomian dunia disamping ada indikasi mulai muncul kejenuhan dengan produk rotan (lariza, 2012). Artinya Ik rotan hanya bisa mengharapkan pembeli dari dalam negri saja.

Permintaan yang berasal dari dalam negri terutama konsumen dari kota Medan sendiri juga menurun, walaupun sebenarnya tidak menyumbang terlalu banyak bagi pendapata IK rotan, disamping itu munculnya barang substitusi furnitur rotan menambah kondisi IK rotan di kota Medan ini semakin sulit. Terjadinya perubahan-perubahan pada lingkungan eksternal seperti ini akan berpengaruh terhadap internal IK rotan, seperti menambah kelemahan ataupun mengurangi kekuatan dari IK rotan.

Untuk dapat mengetahui apa sebenarnya yang terjadi dan yang sedang dihadapi oleh IK rotan di kota Medan, langkah awal dilakukan analisis melalui Matriks Internal Factory Evaluation ( IFE) dan External Factor Evaluation (EFE) yang berisikan input dasar yang diperlukan untuk memperbaiki proses dalam rangka mendapatkan suatu perumusan strategi.


(6)

Tabel 1. Internal Faktor Evaluation (IFE)

No IFE Bobot Peringkat Skor Terimbang

1.

2. 3.

Kekuatan :

Memiliki skill dan pengalaman dasar yang relatif cukup tentang proses produksi.

Lokasi toko merangkap Show Room (sentra produksi) berada dijalan yang strategis.

Hubungan harmonis dengan pemasok bahan baku. 0,10

0,10 0,10

2

3 4

0,20

0,30 0,40 1.

2. 3. 4. 5.

Kelemahan :

Ketergantungan yang kuat terhadap pabrik besar rotan dalam mencari pasar.

Tidak tersedianya Kas yang cukup. Kualitas produk yang rendah. Minimnya Inovasi produk.

Tingginya gaji karyawan dibandingkan pesaing. Total

0,20

0.10 0,15 0,15 0,10 1,00

1

2 1 1 2

0,20

0,20 0,15 0,15 0,20 1,80

Tabel 2. Eksternal Faktor Evaluation

No. EFE Bobot Peringkat Skor Terimbang

1.

2. 3.

4.

Ancaman :

Bahan mentah berkualitas semakin sulit

diperoleh

Adanya barang substitusi dari bahan fiber Trend yang menurun terhadap mebel rotan dipasar Eropa

Peraturan pemerintah yang berubah-ubah

0,10

0,10 0,10

0,10

2

3 1

2

0,20

0,30 0,10

0,20

1.

2. 3.

4.

5.

Peluang :

Produk dari bahan rotan merupakan produk etnis yang tetap digemari didalam negeri. Banyakny skim kredit yang dikeluarkan pihak bank

Masyarakat Eropa masih memberi nilai tinggi

pada produk Handmade.

Pabrik besar rotan masih membutuhkan IK rotan sebagai mitranya

Munculnya segmen pasar yang baru. Total

0,15 0,15

0,10

0,05

0,15 1,00

3 2

2

2

3

0,45 0,30

0,20

0,10

0,45 2,30

Sumber : Hasil Pengolahan Data (November 2012)

Nilai-nilai yang terdapat pada daftar IFE dan EFE

Berdasarkan analisis matriks IFE dan EFE diperoleh total nilai skor

tertimbang untuk IFE = 2,00 sementara total skor tertimbang untuk EFE = 2.35. Sesuai dengan kriteria total skor tertimbang IFE dibawah 2.50 mengindikasikan bahwa


(7)

IK rotan memiliki posisi internal yang lemah, maka total skor tertimbang untuk IFE 2,00 < 2.50 dan EFE 2,35< 2,5 bermakna bahwa strategi yang dilakukan IK rotan belum mampu mengatasi ancaman yang datang dari lingkungan eksternal dan tidak cukup kuat untuk memanfaatkan peluang.

Tabel 3. I.E Matrix

Kuat Sedang Lemah

3,0 – 4,0 2,0 – 2,99 1,0 – 1,99

I II III

IV V VI

Posisi IK Rotan

V VIII IX

PEMBAHASAN

Analisis Kekuatan IK rotan

1. Memiliki skill dan pengalaman dasar yang cukup dalam proses produksi

Para Industri kecil rotan pada umumnya memiliki skill dan pengalaman yang diperoleh secara turun temurun dari orang tua mereka sehingga pengetahuan dasar tentang seluk beluk rotan seperti berbagai jenis rotan, serta pengawetan rotan sebelum dianyam dan pembuatan dasar produk rotan dipahami secara baik. Beberapa jenis rotan seperti rotan manau dan getah harus digoreng dengan campuran minyak sawit dan solar terlebih dahulu sebelum dianyam, sementara jenis seka, tabu tabu dan kecil cukup diasap saja dengan memakai belerang. Proses Ini sebenarnya dikerjakan oleh pedangang pengumpul rotan dan dilakukan dekat dengan suber bahan baku rotan. Adapun bobot dari faktor ini hanya memiliki nilai

0,10 sementara angka yang baik adalah 0,15. Artinya sumbangan kekuatan IK rotan melalui skill dan pengetahuan terlalu dasar dan masih kurang memadai untuk mengatasi ancaman dari lingkungan eksternal, karena belum menyentuh kreatifitas yang justru diperlukan dalam indutri ini. Skill yangdibutuhkan tidak cukup hanya berdasarkan keahlian turun temurun, tetapi harus berkembang sesuai dengan kemajuan teknologi. Kelemahan faktor ini memiliki peringkat bernilai 2, yaitu respon IK rotan terhadap faktor ini hanya masuk peringkat rata-rata atau terindikasi lemah.

Para IK rotan tidak dapat berdiam diri saja dalam menambah ketrampilannya, diperlukan pengetahuan yang mampu melihat permintaan tersembunyi (hidden demand), dan menyesuaikan dengan skill dan pengetahuan sehingga mampu merealisasi permintaan tersembunyi tersebut.

2. Lokasi toko (sentra) merangkap Show Room yang strategis.

Keberadaan toko ataupun show room yang sebagian juga merangkap tempat proses produksi berada dijalan protokol yang cukup ramai dan lebar. Hal ini memungkinkan para pembeli yang melewati jalan ini mengetahui keberadaan usaha rotan ini. Apalagi apabila toko yang merangkap show room ini memiliki eye catching yang mampu menarik calon konsumen untuk singgah. Sayang sekali kekuatan ini belum dimanfaatkan dengan baik oleh para perajin kreatif ini untuk memajang produknya dengan baik dan menarik. Adapun bobot dari faktor ini bernilai 0,10, dengan peringkat 3. Berbeda dengan IK rotan di kota Cirebon yang lokasinya juga cukup strategis dijalan lintas, telah mampu menarik konsumen untuk melihat ke toko mereka oleh karena jenis barang yang di display mampu menarik konsumen untuk singgah. Artinya mereka mampu memajang produk yang memiliki eye catching yang bagus dan unik. Produk yang dipajang dibagian luar dari toko oleh IK rotan yang ada di cirebon terdiri dari produk assesoris seperti tempat buah yang unik dari rotan, pot bunga yang unik dan elegan dan sebagian kursi santai atau kursi teras.

INTERNAL

E

K

S

T

E

R

Tinggi

3,0 – 4,0

Sedang

2,0 – 2,99

Rendah


(8)

Pada umumnya penataan barang barang yang dapat dilihat konsumen sebagai window display IK rotan Medan masih jauh tertinggal. Penataan yang

dilakukan sama sekali tidak

memperhitungkan perlunya penataan yang rapi. Padahal faktor ini dapat dijadikan peluang untuk memikat pelanggan singgah mengingat sentra rotan ini sudah terkenal dari belasan tahun bahkan puluhan tahun yang lalu. Oleh karena itu peringkat faktor ini hanya bernilai 2, bermakna respon IK rotan terhadap faktor ini lemah karena tidak mampu memanfaatkannya secara maksimal.

3. Hubungan yang harmonis dengan pemasok bahan baku

IK rotan di Medan sebenarnya sudah memiliki hubungan yang cukup lama dengan pemasok bahan baku, mengingat usaha ini pada umumnya adalah usaha turun temurun yang sudah ada sejak usaha rotan ini dijalankan oleh orang tua mereka. Hanya saja tahun tahun belakangan ini jenis bahan baku terbatas sesuai dengan

kemampuan modal dari pemasok

membayar para pencari rotan di hutan hutan sumatera. Disamping itu rotan yang berkualitas baik, seperti rotan manau jarang tersedia pada pemasok. Hasil

empiris mengungkapkan bahwa

ketersediaan bahan mentah rotan memiliki hubungan erat dengan menurunnya permintaan produk rotan. Para pemasok menghindari persediaan yang banyak agar modal tidak terlalu lama tertanam dalam persediaan. Beberapa pedagang pengumpul menyatakan masih terdapat penyeludupan di hutan sumatera seperti di hutan Panti yaitu perbatasan antara Sumatera Utara dengan Sumatera Barat. Namun hal ini perlu di buktikan lebih lanjut. Walaupun untuk mendapatkan bahan baku sekarang ini lebih sulit, berkat adanya hubungan yang sudah terjalin lama menyebabkan bahan mentah masih dapat diperoleh. Khusun jenis rotan Manau yg mulai langka dan mahal sebagian pemasok belum menyanggupi permintaan itu. Faktor ini memiliki bobot 0,10 dengan rating 4, bermakna faktor ini memiliki respon yang kuat untuk menyumbang kekuatan internal IK rotan.

Analisis Kelemahan IK rotan

1. Ketergantungan yang kuat terhadap

perusahaan besar rotan dalam

mencari pasar

Hasil empiris menunjukkan bahwa peranan perusahaan besar rotan yang memberikan efek menetes kebawah inilah yang membuat IK rotan di kota Medan ini begitu menarik dan berkembang. Sebelum krisis moneter tahun 1997/1998 terjadi, pengusaha besar rotan banyak menerima pesanan yang berasal dari luar negri seperti Jerman, Italy, Prancis bahkan Inggris dan Amerika. Pada saat itu mereka kebanjiran pesanan, sehingga pengiriman perbulan periode itu rata rata 40 kontainer dengan ukuran 40 feet membuat beberapa perusahaan besar kewalahan memenuhi permintaan tersebut. Akibatnya sebagian dari pesanan itu di outsourcing kepada IK rotan. Situasi yang menguntungkan IK rotan ini berjalan bertahun tahun sampai perlahan lahan terjadi penurunan permintaan akibat dari pesanan yang berasal dari luar negri juga berkurang. Secara otomatis perusahaan besar tersebut tidak memerlukan lagi melakukan

outsourcing kepada IK rotan, akibat berikutnya omset IK rotan ikut menurun.

Hasil wawancara mendalam yang dilakukan terhadap pengusaha besar rotan ini menyatakan banyak faktor yang menyebabkan menurunnya permintaan dari luar negri, dan faktor ini saling terkait satu dengan yang lainnya. Antara lain terbukanya ekspor rotan setengah jadi pada tahun 2005 yang sebelumnya tertutup. Terakhir pada tahun 2009 pemerintah menyempurnakan lagi peraturan tentang ekspor rotan mentah dan rotan setengah jadi. Akibat dari peraturan pemerintah yang selalu berubah menyebabkan harga rotan mentah menjadi tinggi, akibat selanjutnya harga jual harus dinaikkan oleh pengusaha besar rotan, dan ini menyebabkan pengusaha rotan Indonesia kalah bersaing dengan negara China yg dapat menjual dengan harga lebih murah.

Pengusaha/pabrik besar rotan yang bertahan hidup (survive) telah berkurang banyak yaitu dari 22 pengusaha saat ini hanya tinggal 4 perusahaan. Kondisi mereka saat ini hanya mampu menjual antara 3 sampai 4 kontainer dengan ukuran 20 feet perbulan. Ketergantungan Ik rotan


(9)

terhadap perusahaan besar yang cukup signifikan ini menyebabkan ikut terkena dampak dari kelesuan pasar dunia. Ini diperkuat dengan bobot sebesar 0,10 dengan rating bernilai 2. Bermakna respon IK rotan terhadap faktor ini lemah.

2. Tidak tersedianya Kas yang cukup

Rendahnya akses industri kecil rotan terhadap lembaga lembaga kredit formal dan terbatasnya jaringan,

menyebabkan sulitnya mereka

mendapatkan uang kas yang cukup untuk melakukan transaksi sehari hari seperti untuk membayar bahan mentah terutama bahan mentah rotan karena pemasok selalu mengharuskan pembayaran tunai. Hal ini menyebabkan tidak banyak produk yang mampu dipajang didalam toko.

IK rotan hanya mampu membuat produk murah dan desain sederhana untuk dipajang ditoko mereka. Keadaan ini menjadi salah satu faktor yang menyebabkan Industri kecil rotan ini tidak menarik untuk dikunjungi. tidak ada daya tarik yang kuat untuk menarik konsumen datang ke tempat IK rotan ini karena terbatasnya produk rotan yang tersedia dengan kualitas produk yang rendah. Pada dasarnya dana yang minim menyebabkan terbatasnya kegiatan yang harus dilakukan sehingga tidak dapat memproduksi produk rotan yang berkualitas. Ini salah satu temuan jawaban yang diberikan oleh para Industri kecil rotan. Adapun bobot dari faktor ini adalah 0,10 dengan peringkat bernilai 2. Artinya strategi IK rotan tidak cukup sgnifikan dalam merespon faktor ini. Berbeda dengan IK rotan di kota Cirebon, keterbatasan dana dan bahan mentah rotan mereka atasi dengan membuat produk yang memakani bahan mentah yang lebih murah seperti enceng gondok ataupun daun pandan yang masih memiliki nilai etnis dan tradisional. Kreatifitas seperti ini tidak ditemukan pada IK rotan di Medan.

3. Kualitas produk yang renda

Rendahnya kualitas produk yang dihasilkan oleh industri kecil rotan ini sebenarnya disebabkan oleh beberapa faktor yang saling terkait satu sama lain. Khusus untuk produk etnis kreatif ini untuk mendapatkan produk yang berkualitas saja tidak cukup, tertapi produk berkualitas yang

disertai dengan produk yang sesuai dengan selera kelas masyarakat yang dituju. Hal ini bukan hal yang mudah, karena para perajin rotan harus mengetahui banyak tentang apa yang menjadikan para pembeli menganggap produk tersebut berkelas. Pengetahuan atau ketrampilan yang harus dimiliki oleh para pelaku harus ditunjang dengan kemampuan menyelaraskan kebutuhan konsumen dengan kelas konsumen yang dilayaninya.

Masalah kualitas bagi IK tidak dapat diatasi tanpa bantuan berupa pembinaan dari lembaga lembaga pemerintah terkait maupun BUMN yang ditunjuk menjadi Bapak angkat melalui Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). Faktor ini memiliki bobot 0,15 dengan peringkat 1. Hal ini menunjukkan bahwa respon perusahaan terhadap kualitas produk sangat lemah atau dibawah rata-rata. Situasi terlihat kurangnya perhatian terhadap kreasi yang inovatif. Berbeda dengan saingan mereka yang memiliki kreatifitas relatif tinggi tetapi sulit untuk menembus pasar.

4. Minimnya Inovasi produk

Pada umumnya kelemahan ini sebenarnya kelemahan yang banyak didapati pada usaha kecil lainnya. Faktor minimnya inovasi, dalam hal ini minimnya kreatifitas IK rotan ini memiliki bobot 0,15. Ini bermakna bahwa faktor kreatifitas memiliki pengaruh yg cukup signifikan terhadap kemajuan usaha IK rotan. Kemampuan melakukan inovasi tidak dapat dilakukan dalam waktu yang singkat. Diperlukan proses pembelajaran yang terus menerus sambil mengikuti kemauan pasar atau bahkan harus mampu menterjemahkan permintaan yang tersembunyi dari konsumen. Agar IK rotan mampu mengatasi kelemahan ini tentu saja harus dibantu oleh pemerintah melalui pihak pihak terkait. Minimnya desain produk, dibuktikan dengan tidak terdapatnya produk yang baru, yang diproduksi hanya sebatas desain yang sudah pernah diproduksi beberapa tahun yang lalu. Minimnya inovasi produk juga disebabkan

ketidakmampuan mereka membaca

kemauan konsumen.

Pada awalnya para pengusaha besar rotan ini proaktif mempromosikan dengan


(10)

cara mendatangi agen penjualan rotan yang berada di luar negri. Perkenalan ini dilanjutkan dengan pemesanan awal. Akhirnya para agen pemesan datang langsung ke kota Medan membawa desain yang sesuai dengan selera pasar mereka sekaligus membawa ahli desain dan ahli dalam prosesing produk rotan untuk mengajarkan pembuatan produk rotan dengan standar mereka kepada para pekerja produk rotan di kota Medan. Ada juga beberapa desain bagus yang telah diciptakan oleh pihak pengusaha besar rotan diterima oleh pembeli luar negri tersebut.

Desain yang berasal dari pemesan luar negri ini tidak boleh ditiru oleh para pengusaha rotan di Medan oleh karena dilindungi oleh adanya hak cipta dari para pembuat desain. Walaupun begitu, sebenarnya IK rotan dapat menjadikan beberapa desain dari luar tersebut menjadi pembuka fikiran mereka. Tapi ini tidak terjadi. Perlu penelitian yang lebih mendalam untuk menemukan faktor mana saja yang menghambat kesempatan ini.

5. Tingginya gaji karyawan

Masalah pelik yang juga dihadapi oleh pengusaha rotan di Medan ini adalah gaji karyawan. Dibandingkan dengan saingan mereka dalam hal ini usaha kecil rotan dari Cirebon, gaji karyawan usaha rotan di Medan ini antara Rp.75.000 sampai dengan Rp.80.000 perhari, sementara saingan mereka masih bersedia menerima Rp.50.000 perhari, bahkan kadang kadang karyawan saingan tidak menanyakan berapa mereka dibayar. Perilaku yang berbeda ini kemungkinan akibat adanya budaya nrimo yang lebih tinggi yang dimiliki oleh karyawan yang berasal dari P.Jawa.

Bobot dari faktor gaji karyawan ini adalah 0,10, dengan rating sama dengan 2. Maknanya respon yang terlihat adalah respon rata-rata. Nampak dari jawaban para responden mengeluhkan gaji yang lumayan tinggi tetapi kurang sesuai dengan kualitas yang dimiliki. Bukti empiris lain mengenai kondisi ini dapat dilihat dari beberapa super market justru memesan keranjang untuk parsel dari Pulau Jawa termasuk dari Cirebon, dan bersedia mengeluarkan biaya pengiriman. Apabila

dihitung secara total biaya yang dikeluarkan hanya lebih tinggi sedikit apabila dipesan di Pulau Jawa dibandingkan dibuat oleh IK rotan di Medan.

Analisis Ancaman IK rotan

1. Bahan mentah yang berkualitas

semakin sulit diperoleh

Membeli rotan mentah dewasa ini ternyata tidak semudah sebelumnya. Rotan-rotan yang berjenis unggul seperti Rotan-rotan manau yang lingkar tengahnya lebih besar sulit diperoleh. Hasil wawancara terhadap para pemasuk mengungkapkan ada dua faktor yang menyebabkan rotan berkualitas baik sulit diperoleh. Pertama populasi rotan jenis manau semakin berkurang sehingga sulit untuk mendapatkannya. Berkurangnya rotan jenis rotan besar seperti ini dihutan-hutan Sumatera akibat diperbolehkannya ekspor rotan mentah sehingga kesempatan ini tidak disia-siakan oleh negara pembuat produk rotan. Menurut para pemasok rotan dikota Medan, permintaan rotan mentah dari luar terutama negara china sangat luar biasa banyaknya, diduga permintaan yang tinggi ini sebagian untuk dijadikan stok bahan baku bagi negara-negara tersebut.

Penyebab kedua, permintaan rotan mentah dari dalam negri yang berasal dari pabrik besar rotan di dalam negri terutama di kota Medan, menurun. Terjadinya penurunan permintaan rotan mentah karena pesanan produk rotan yang selama ini tinggi mulai berkurang. Para pengumpul tidak bersedia melayani permintaan dalam jumlah kecil, karena untuk mengambil rotan manau itu perlu berjalan ketengah hutan lebat yang populasinya juga semakin sulit diperoleh sementara yang diambil hanya sedikit. Inilah alasan mereka enggan mengambil rotan dalam jumlah yang kecil.

Faktor ini memiliki bobot sebesar 0,10 dengan total skor tertimbang adalah sebesar 0,20. Artinya walaupun persediaan rotan mentah ini dianggap sebagai ancaman tetapi hanya memiliki bobot 0,10 dalam mensukseskan jalannya IK rotan, begitu juga dengan respon Ik rotan terhadap bahan baku dianggap masuh lemah.

2. Munculnya produk substitusi

Produk substitusi yang mampu menggantikan produk rotan terutama fSurnitur dewasa ini mulai banyak


(11)

membanjiri pasar furnitur di kota Medan. Dapat disaksikan beberapa toko yang juga berdekatan dengan lokasi IK rotan memajang produk mereka seperti kursi teras, kursi makan, kursi malas/santai beserta mejanya. Produk substitusi yang dimaksud adalah produk yang berbahan campuran fiber yang permukaannya bercorak yang sangat mirip dengan anyaman rotan dengan desain kontemporer yang menarik. Produk substitusi rotan ini telah mengambil pangsa pasar rotan asli. Hal yang menggembirakan, walau permintaan produk rotan cendrung menurun namun beberapa pelanggan masih menganggap produk rotan asli lebih bernilai dibandingkan produk substitusinya.

Wawancara yang dilakukan dengan karyawan furnitur produk substitusi

menyatakan beberapa pembeli

mengurungkan niatnya untuk membeli setelah diketahui bahwa bahan yang dipakai ternyata bukan rotan. Ini membuktikan masih ada pembeli yang memandang produk rotan memiliki nilai etnis tersendiri yamg tidak dapat digantikan dengan produk lain. Keadaan ini harus dapat dijadikan peluang bagi para pengusaha rotan, asal saja IK rotan mampu memahami kemauan pasar, terutama meninggalkan produk rotan yang berkualitas rendah.

3. Lesunya Pasar luar negri

Krisis ekonomi yang melanda Eropa yang merupakan pasar terbesar produk rotan menyebabkan permintaan terhadap barang barang furnitur menurun. Keadaan ini berdampak juga terhadap produk rotan Indonesia. Kelesuan ini mengakibatkan para pembeli dari luar negri yang sudah terlanjur memesan produk rotan ke Medan menangguhkan pembayarannya sampai barang tersebut terjual sebagian. Bahkan penunggakan pembayaran itu terjadi berbulan-bulan, mengakibatkan para pengusaha/pabrik besar rotan mengalami kekurangan modal kerja. Berkurangnya pesanan berarti berkurangnya produksi

yang menyebabkan berkurangnya

outsourcing yang diterima oleh IK rotan. Faktor ini memiliki bobot 0,10 dengan peringkat bernilai 2. Faktor ini signifikan dalam mendukung keberhasilan usaha.

4. Tren yang menurun terhadap

produk rotan di pasar luar negeri

Masa jaya produk rotan yang pernah mencapai mencapai puncaknya pada tahun 1987 perlahan-lahan menurun. Disamping adanya krisis ekonomi dunia, munculnya produk produk murah buatan China yang masuk kepasar Eropa dan Amerika menyebabkan nilai emosional dari kepemilikan produk rotan menjadi terganggu. Sebagian orang tidak lagi merasa istimewa dengan memiliki furniture rotan dirumahnya (lariza, 2011). Munculnya produk rotan dengan harga murah ini merupakan ancaman kedepan karena menyebabkan produk rotan tersebut turun rangkingnya dimata sebagian konsumen. Hanya produk rotan yang benar benar berkualitas tinggi dengan disain yang eksklusif yang masih dianggap memiliki nilai lebih.

Contoh disain eksklusif sepeti mebel rotan dengan ukuran besar di disain dengan mengkombinasikan rotan dengan kulit, atau rotan dengan kayu, atau juga rotan dengan bahan eksklusif lainnya. Sudah jelas pasar dengan target kelas atas ini sulit untuk dimasuki, namun desain seperti itu bisa saja dibuat dengan bentuk yang lebih sederhana. Disain seperti ini sudah mulai dicontoh oleh perajin rotan yang ada di Cirebon.

5. Peraturan pemerintah yang suka berubah

Keluhan yang termasuk sering dikemukakan oleh pelaku usaha kecil produk rotan ini adalah peraturan pemerintah yang kurang matang dalam membantu berkembangnya usaha perajin rotan ini. Peranan koperasi yang diharapkan dapat membantu industri kecil rotan tidak bersinergi dengan pihak pemerintah daerah. Ada kesan yang dirasakan oleh pelaku industri kecil rotan bahwa peranan pemerintah masih sangat minim serta kurang serius membantu mereka dalam menghadapi tantangan dunia bisnis. Peraturan pemerintah juga sering berubah yang dampaknya sangat dirasakan oleh industri kecil. Misalnya peraturan tentang izin usaha, sampai kepada peraturan export rotan yang sempat ditutup kemudian dibuka dan sekarang ditutup lagi. Pergantian


(12)

Menteri selalu disusul dengan penggantian peraturan.

Penanganan melalui peraturan yang memberatkan juga dirasakan oleh IK rotan yang pernah mencoba melakukan ekspor produk rotan ke Malaysia.

Analisis peluang IK rotan.

1. Naiknya permintaan untuk desain furnitur yang berbahan ringan

Akibat dari adanya bencana alam berupa tsunami yang melanda beberapa negara terutama Jepang menyebabkan orang orang di Jepang lebih memilih produk furnitur rotan dengan bahan yang lebih ringan. Alasan pemilihan produk ini adalah mudah dipindahkan apabila terjadi bencana. Alasan yang kelihatan sederhana ini jangan dianggap kurang berarti, karena ini merupakan peluang yang dapat diraih oleh IK rotan untuk masuk ke pasar Jepang. Permintaan produk seperti ini dengan cepat dipenuhi oleh pabrik besar rotan di Medan, walaupun sebenarnya kalah cepat dengan produk yang berasal dari China. Peluang ini sebenarnya dapat dipenuhi oleh IK rotan tetapi mereka minim informasi dan minim akses. Untuk itulah diperlukan bantuan pihak pemerintah dalam pencarian pasar sekaligus penyesuaian standar kualitas dengan pasar Jepang ini. Pemahaman tentang selera konsumen hanya dapat dilakukan dengan melakukan riset konsumen. Apabila peluang ini ingin diraih ada baiknya IK rotan bekerja sama dengan pengusaha besar rotan yang lebih banyak memiliki akses pasar diluar negri. Oleh karena ketidak mampuan dan sulitnya peluang ini diraih peneliti hanya memberi bobot dengan nilai 0,5 dengan peringkat 3.

2. Banyaknya skim kredit yang

dikeluarkan pihak bank

Berbagai skim kredit dapat dijumpai yang dikeluarkan oleh pihak pemerintah maupun pihak bank dalam membantu usaha kecil merupakan peluang bagi IK rotan untuk dapat memperbaiki pengelolaan usaha secara keseluruhan. Selain pemberian kredi program-program pembinaan juga dikeluarkan melalui lembaga terkait termasuk BUMN dan perusahaan besar lainnya. Bagi pihak BUMN sendiri program ini juga bertujuan untuk menambah citra perusahaan melalui

Corporate Social Resposibility (CSR). Untuk mendapatkan tawaran ini IK rotan perlu membenahi administrasi usahanya terutama membenahi catatan keuangan sebagai salah satu syarat dalam memperoleh kredit usaha.

3. Pasar Eropa masih memberi nilai tinggi pada produk handmade

Bangsa Eropa sangat menghargai produk etnis yang pembuatannya lebih banyak menggunakan tangan daripada mesin, sepeti batik, anyaman, tenunan, dan produk kreatif lainnya. Ini merupakan peluang yang masih terbuka dalam waktu yang panjang. Peluang ini sekaligus menjadi tantangan yang harus mampu dihadapi oleh IK rotan yang dalam hal ini perlu dibantu oleh pihak pemerintah mengingat ketatnya persaingan yang dihadapi baik dari IK rotan yang berasal dari Indonesia maupun dari negara luar seperti Cina.

4. Pabrik besar rotan masih

membutuhkan IK rotan sebagai mitranya

Sebelum krisis ekonomi terjadi para IK rotan mendapat peluang dari pesanan yang di peroleh dari outsourcing yang dilakukan perusahaan besar kepada mereka. Walaupun peluang untuk kembali kepada kondisi seperti itu saat ini belum terlihat tetapi peluang ini harus diperhitungkan sepanjang industri kreatif ini meningkatkan kreatifitasnya. Walaupun bobot dari faktor ini rendah yaitu hanya 0,5 tetapi memiliki rangking 2, artinya IK rotan masih merespon faktor ini dengan baik.

5. Munculnya segmen pasar yang baru

Produk anyaman rotan yang selama ini kita kenal sebagian besar didisain dengan warna yang mendekati warna alaminya yaitu warna coklat. Warna-warna coklat ini berkesan klassik dan kuno. Dewasa ini muncul produk rotan dengan anyaman yang lebih ringan serta warna-warna pastel yang menarik seperti warna-warna pink, putih, biru muda, serta ungu muda. Produk ini dibuat untuk memenuhi target pasar wanita muda yang dikenal sekarang ini dengan sebutan lady market serta pasangan muda maupun mom market yang


(13)

sudah jenuh dengan warna coklat dan menginginkan kreatifitas baru.

Salah satu pengusaha yang berasal dari Cirebon menangkap peluang ini, walaupun pada awalnya produk yang berasal dari negara thayland juga sudah menjawab permintaan tersembunyi ini. pasar yang baru ini bisa dikembangkan dengan menambah assesori dengan bahan lain seperti kain dan renda-renda dan pita yang cantik. Seharusnya informasi ini sudah diketahui oleh IK rotan di Medan. Namun data empiris menunjukkan bahwa mereka belum memiliki gambaran yang jelas bagaimana sebenarnya atribut dari produk untuk pasar yang baru ini. peluang ini dapat menjawab kelesuan dan kejenuhan desain yang begitu-begitu saja, tanpa ada kreatifikasi dan inovasi. Peringkat faktor ini diberi angka 2 dengan bobot 0,50. Mengindikasikan bahwa peluang ini cukup signifikan diperhatikan dan masuk dalam strategi usaha kecil.

Keterkaitan Antara Faktor Internal dan faktor eksternal

Kegagalan yang disebabkan oleh lemahnya faktor internal selalu berhubungan erat antara faktor yang satu dengan faktor lainnya. Lemahnya faktor internal menyebabkan sulitnya sebuah usaha menghadapi perubahan faktor eksternal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa banyak sekali kendala yang dihadapi oleh perajin rotan ini. Nilai etnis yang melekat pada produk rotan ini menyebabkan produk yang diproduksi harus mampu menampilkan keunikan produknya. Apabila ingin mendapatkan nilai etnis yang tinggi disertai dengan kualitas yang tinggi pula dibutuhkan tangan tangan trampil yang memiliki skill yang tinggi. Tuntutan yang tinggi ini tentu saja sulit ditangani sendiri tanpa adanya pihak yang mengulurkan bantuan.

Kegagalan perajin rotan ini juga disebabkan oleh aspek mental (inner dynamic factor) seperti rasa malas, ragu-ragu, menganggap enteng masalah yang dihadapi sampai kepada rasa pesimis. Hampir tidak ada semangat juang yang tinggi untuk meraih sukses. Keterbatasan dana dijadikan alasan terbatasnya usaha dalam meraih kesuksesan usaha. Dengan kata lain rata- rata mereka hanya

menunggu uluran tangan dari pemerintah tanpa giat mencari informasi. Hasil wawancara mendalam yang dilakukan dalam penelitian ini membuktikan hampir 60% dari responden menyatakan tidak melakukan apa-apa dalam memajukan usahanya, bahkan ada niat untuk meninggalkan usaha rotan tersebut. Tetapi niat untuk keluar tidak mudah karena kendala switching cost yang relatif tinggi. Antara lain modal yang tertanam pada mesin-mesin pemroses rotan sayang ditinggalkan begitu saja.

Memang cukup berat tantangan yang dihadapi para usaha kecil rotan dalam menjalankan usahanya menjadi lebih baik. Saat ini mereka hanya mampu bertahan untuk hidup (survive), tanpa mampu meningkatkan usaha mereka. Dewasa ini mereka hanya mengharapkan pembeli lokal saja. Ironisnya para pembeli kelas menengah- atas memilih membeli hasil produksi rotan yang berasal dari kota Cirebon maupun dari sekitar Jawa Barat lainnya. Terutama untuk produk mebel Alasan mereka kualitas produk rotan masih jauh lebih bagus yang berasal dari Pulau Jawa.

Berdasarkan pada hasil empiris IK rotan berada dalam kondisi berbahaya dimana total skor tertimbang IFE hanya sebesar 1,8 berada dibawah angka 2,5. Matriks IE juga menampilkan hasil keberadaan IK rotan pada kuadran 6. Hal ini mengindikasikan posisi internal dari IK rotan adalah lemah. Artinya Ik rotan tidak memiliki strategi yang efektif dalam merespon faktor - faktor yang mengancam usaha kecil ini, sekaligus tidak memiliki strategi yang efektif dalam memperbaiki kelemahan internalnya. Penerapan analisis SWOT dalam penelitian ini tidak dapat digunakan dengan tehnik strategi berpasangan, oleh karena keempat faktor dari analisis SWOT hanya memiliki keterkaitan yang kurang signifikan sehingga masing – masing faktor yaitu kelemahan, kekuatan, ancaman, dan peluang berdiri sendiri - sendiri .

Melihat situasi dan kondisi dari IK rotan ini, diperlukan satu tanggung jawab utama untuk memperbaiki dan menolong IK rotan dalam mendapatkan strategi yang cocok mengingat usaha kecil memiliki kemampuan yang besar dalam menyerap


(14)

angkatan kerja. Dengan berlakunya undang undang no. 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah, sehingga memberikan kewenangan daerah untuk mengatur dan mengurus masyarakat setempat, menyebabkan pemerintah daerah harus memikirkan iklim usaha yang kondusif seperti mengurangi

pungutan-pungutan daerah,

menyederhanakan prosedur perizinan

usaha, keringanan pajak serta

mengupayakan bantuan pemberian modal usaha dengan syarat yang tidak memberatkan pelaku usaha. Bantuan yang selama ini diberikan melalui wadah koperasi IK rotan belum menyentuh kepada persoalan yang dihadapi oleh perajin rotan ini.

Keberadaan IK rotan yang begitu sulit yaitu berada pada kuadran IFE dan EFE yang rendah yang mensyaratkan hanya ada pilihan strategi yaitu strategi penciutan

dan strategi divestasi memerlukan kolaborasi dalam bentuk kemitraan yang berfungsi mencari solusi dalam rangka mengatasi permasalahan baik internal maupun eksternal yang dihadapi oleh IK rotan di kota Medan. Kemitraan yang mampu meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan, pelatihan, membangun jiwa kewirausahaan (entrepreneurship),

menambah kekuatan modal usaha,

penguasaan teknologi informasi, dan mengembangkan jaringan bisnis dengan pihak luar. Bukan kemitraan sepeti program Bapak Angkat yang pernah dicanangkan oleh pemerintah yang secara empiris didapati banyak menunjukkan kegagalan dalam mengangkat derajat UKM.

Kemitraan yang dimaksud disini adalah dalam bentuk partnership

yang interdependency yang lebih daripada kerjasama yang mencontoh pola franchise

yang apabila kerjasama ini diputuskan akan merugikan keduabelah pihak. Artinya produk yang dihasilkan oleh IK rotan bisa juga merupakan bagian dari proses produksi.

Untuk merealisasikan strategi ini diperlukan sebuah konsep terpadu yang memerlukan uluran tangan pemerintah daerah.

KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut;

1. Lingkungan internal yang menjadi kekuatan IK rotan seperti pengalaman dan skill yang sangat dasar, lokasi sentra yang cukup strategis ditambah dengan hubungan yang harmonis dengan pemasok, tidak cukup kuat untuk mengimbangi pesaingnya dalam menghasilkan produk rotan yang sesuai selera pasar. Kondisi ini

diperparah dengan banyaknya

kelemahan seperti kekurangan uang kas, SDM yang tidak kreatif dan ketergantungan kepada pabrik rotan berskala besar. Hal ini sesuai dengan nilai tertimbang sebesar 1,8 yaitu lebih kecil dari 2,5 yang bermakna posisi internal cukup lemah.

2. Lingkungan eksternal yang

mengindikasi adanya ancaman dari produk substitusi yang begitu inovatif

dan sudah merambah pasar,

merupakan ancaman yang serius. Peluang seperti masih digemarinya produk rotan ini sebagai produk kreatif bernilai etnis dan masih memberi nilai tinggi pada produk zhandmade oleh

konsumen, belum mampu

dimanfaatkan oleh IK rotan di Medan. Ini dibuktikan dengan skor tertimbang untuk EFE 2,30 < 2,50

3. Matrik IE yang menghasilkan angka untuk faktor kekuatan dan kelemahan dengan total nilai tertimbang sebesar 1,8 sementara faktor ancaman dan peluang berada pada nilai total tertimbang sebesar 2,30 pada matriks IFE-EFE berada pada sel atau kuadran 6. Posisi ini menggambarkan pilihan strategi adalah strategi penciutan atau strategi divestasi. Kedua pilihan ini mengindikasikan IK rotan sedang mengalami kelesuan dan kemunduran. Sangat dibutuhkan uluran tangan dari pemerintah daerah maupun lembaga-lembaga terkait.

SARAN

Adapun saran yang diberikan dalam penelitian ini adalah:

1. Kondisi dan situasi IK rotan yang menurun ini memerlukan analisi yang lebih mendalam lagi agar strategi pengembangan yang dilaksanakan kelak menuju sasarannya. Untuk jangka pendek hal ini dapat diatasi


(15)

melalui pemberian pelatihan-pelatihan

untuk menambah pengetahuan,

kemudian diikut sertakan dalam pameran-pameran Nusantara yang setiap tahun digelar oleh pemerintah guna memperluas wawasan para IK rotan terutama yang berlokasi di sentra di sepanjang jalan Gatot Subruto Medan.

2. Strategi pengembangan jangka panjang dapat mencontoh model kemitraan yang berpola Franchise, bukan sepeti program Bapak Angkat yang pernah dicanangkan oleh pemerintah dan secara empiris didapati banyak

menunjukkan kegagalan dalam

mengangkat derajat UKM. Kemitraan yang dimaksud disini adalah dalam

bentuk partnership yang

interdependency yang lebih dari pada sekedar kerjasama. Kemitraan yang mampu meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan, membangun jiwa kewirausahaan, menambah kekuatan modal usaha, penguasaan teknologi

informasi dan mengembangkan

jaringan bisnis dengan pihak luar. Strategi pengembangan sebaiknya dilakukan secara terpadu antara lembaga-lembaga terkait yang berkolaborasi dalam mengembangkan Ik rotan ini.

DAFTAR RUJUKAN

Anatan, Lina. 2006. Kapabilitas Teknologi Dan Efisiensi Perusahaan : Suatu Alternatif Membangun Daya Saing. Jurnal Forum Manajemen Prasetya Mulya.

Chopra, S. dan P. Meindl. 2001. Supply Chain Management. Englewood cliff, NJ : Prentice Hall, Inc. Harianto, Farid. 1996. Study On

Subcontracting In Indonesian Domestic Firms,. Small-scale business development and. Competition Policy CSIS. Jakarta. Hitt, A. Hitt, A. Michael, R duane Ireland, Robert E. Hoskisson. 2008. Manajemen

Strategis Menyongsong Era Persaingan dan Globalisasi.

Erlangga : Jakarta.

Ismoyowati, Ratna Diah.1996. Analisis

Dampak Pola Kemitraan

Subkontrak Terhadap Efisiensi Dan Produktifitas Usaha Kecil Binaan Kelompok Perusahaan Pt.Astra, Skripsi S1. Fakultas Ekonomi UGM. Yogyakarta.

Kuncoro, Mudrajad dan anggito Abimanyu. 1995. Struktur dan Kinerja Industri Indonesia dalam Era Deregulasi dan Debirokratisasi. Kelola (gajah mada University Business Review). No.10/IV/1995. Lariza, Rattan. 2012

Porter, Michael E. 1990. The Competitive Advantage Of Nations. The macmillan Press Ltd. London and Basingstoke.

Sekaran, Uma. 2000. Research Method For Business, third edition. Jhon willey & son Inc.

Sjaifudian, Hetifah, dedi haryadi, Maspiyati. 1995. Strategi Dan Agenda Pengembangan Usaha Kecil. Akatiga. Bandung.

Tambunan, Tulus. 1999. Perkembangan Industri Skala Kecil di Indonesia.

Mutiara sumber widya offset.


(1)

cara mendatangi agen penjualan rotan yang berada di luar negri. Perkenalan ini dilanjutkan dengan pemesanan awal. Akhirnya para agen pemesan datang langsung ke kota Medan membawa desain yang sesuai dengan selera pasar mereka sekaligus membawa ahli desain dan ahli dalam prosesing produk rotan untuk mengajarkan pembuatan produk rotan dengan standar mereka kepada para pekerja produk rotan di kota Medan. Ada juga beberapa desain bagus yang telah diciptakan oleh pihak pengusaha besar rotan diterima oleh pembeli luar negri tersebut.

Desain yang berasal dari pemesan luar negri ini tidak boleh ditiru oleh para pengusaha rotan di Medan oleh karena dilindungi oleh adanya hak cipta dari para pembuat desain. Walaupun begitu, sebenarnya IK rotan dapat menjadikan beberapa desain dari luar tersebut menjadi pembuka fikiran mereka. Tapi ini tidak terjadi. Perlu penelitian yang lebih mendalam untuk menemukan faktor mana saja yang menghambat kesempatan ini.

5. Tingginya gaji karyawan

Masalah pelik yang juga dihadapi oleh pengusaha rotan di Medan ini adalah gaji karyawan. Dibandingkan dengan saingan mereka dalam hal ini usaha kecil rotan dari Cirebon, gaji karyawan usaha rotan di Medan ini antara Rp.75.000 sampai dengan Rp.80.000 perhari, sementara saingan mereka masih bersedia menerima Rp.50.000 perhari, bahkan kadang kadang karyawan saingan tidak menanyakan berapa mereka dibayar. Perilaku yang berbeda ini kemungkinan akibat adanya budaya nrimo yang lebih tinggi yang dimiliki oleh karyawan yang berasal dari P.Jawa.

Bobot dari faktor gaji karyawan ini adalah 0,10, dengan rating sama dengan 2. Maknanya respon yang terlihat adalah respon rata-rata. Nampak dari jawaban para responden mengeluhkan gaji yang lumayan tinggi tetapi kurang sesuai dengan kualitas yang dimiliki. Bukti empiris lain mengenai kondisi ini dapat dilihat dari beberapa super market justru memesan keranjang untuk parsel dari Pulau Jawa termasuk dari Cirebon, dan bersedia mengeluarkan biaya pengiriman. Apabila

dihitung secara total biaya yang dikeluarkan hanya lebih tinggi sedikit apabila dipesan di Pulau Jawa dibandingkan dibuat oleh IK rotan di Medan.

Analisis Ancaman IK rotan

1. Bahan mentah yang berkualitas

semakin sulit diperoleh

Membeli rotan mentah dewasa ini ternyata tidak semudah sebelumnya. Rotan-rotan yang berjenis unggul seperti Rotan-rotan manau yang lingkar tengahnya lebih besar sulit diperoleh. Hasil wawancara terhadap para pemasuk mengungkapkan ada dua faktor yang menyebabkan rotan berkualitas baik sulit diperoleh. Pertama populasi rotan jenis manau semakin berkurang sehingga sulit untuk mendapatkannya. Berkurangnya rotan jenis rotan besar seperti ini dihutan-hutan Sumatera akibat diperbolehkannya ekspor rotan mentah sehingga kesempatan ini tidak disia-siakan oleh negara pembuat produk rotan. Menurut para pemasok rotan dikota Medan, permintaan rotan mentah dari luar terutama negara china sangat luar biasa banyaknya, diduga permintaan yang tinggi ini sebagian untuk dijadikan stok bahan baku bagi negara-negara tersebut.

Penyebab kedua, permintaan rotan mentah dari dalam negri yang berasal dari pabrik besar rotan di dalam negri terutama di kota Medan, menurun. Terjadinya penurunan permintaan rotan mentah karena pesanan produk rotan yang selama ini tinggi mulai berkurang. Para pengumpul tidak bersedia melayani permintaan dalam jumlah kecil, karena untuk mengambil rotan manau itu perlu berjalan ketengah hutan lebat yang populasinya juga semakin sulit diperoleh sementara yang diambil hanya sedikit. Inilah alasan mereka enggan mengambil rotan dalam jumlah yang kecil.

Faktor ini memiliki bobot sebesar 0,10 dengan total skor tertimbang adalah sebesar 0,20. Artinya walaupun persediaan rotan mentah ini dianggap sebagai ancaman tetapi hanya memiliki bobot 0,10 dalam mensukseskan jalannya IK rotan, begitu juga dengan respon Ik rotan terhadap bahan baku dianggap masuh lemah.

2. Munculnya produk substitusi

Produk substitusi yang mampu menggantikan produk rotan terutama fSurnitur dewasa ini mulai banyak


(2)

membanjiri pasar furnitur di kota Medan. Dapat disaksikan beberapa toko yang juga berdekatan dengan lokasi IK rotan memajang produk mereka seperti kursi teras, kursi makan, kursi malas/santai beserta mejanya. Produk substitusi yang dimaksud adalah produk yang berbahan campuran fiber yang permukaannya bercorak yang sangat mirip dengan anyaman rotan dengan desain kontemporer yang menarik. Produk substitusi rotan ini telah mengambil pangsa pasar rotan asli. Hal yang menggembirakan, walau permintaan produk rotan cendrung menurun namun beberapa pelanggan masih menganggap produk rotan asli lebih bernilai dibandingkan produk substitusinya.

Wawancara yang dilakukan dengan karyawan furnitur produk substitusi menyatakan beberapa pembeli mengurungkan niatnya untuk membeli setelah diketahui bahwa bahan yang dipakai ternyata bukan rotan. Ini membuktikan masih ada pembeli yang memandang produk rotan memiliki nilai etnis tersendiri yamg tidak dapat digantikan dengan produk lain. Keadaan ini harus dapat dijadikan peluang bagi para pengusaha rotan, asal saja IK rotan mampu memahami kemauan pasar, terutama meninggalkan produk rotan yang berkualitas rendah.

3. Lesunya Pasar luar negri

Krisis ekonomi yang melanda Eropa yang merupakan pasar terbesar produk rotan menyebabkan permintaan terhadap barang barang furnitur menurun. Keadaan ini berdampak juga terhadap produk rotan Indonesia. Kelesuan ini mengakibatkan para pembeli dari luar negri yang sudah terlanjur memesan produk rotan ke Medan menangguhkan pembayarannya sampai barang tersebut terjual sebagian. Bahkan penunggakan pembayaran itu terjadi berbulan-bulan, mengakibatkan para pengusaha/pabrik besar rotan mengalami kekurangan modal kerja. Berkurangnya pesanan berarti berkurangnya produksi yang menyebabkan berkurangnya

outsourcing yang diterima oleh IK rotan. Faktor ini memiliki bobot 0,10 dengan peringkat bernilai 2. Faktor ini signifikan dalam mendukung keberhasilan usaha.

4. Tren yang menurun terhadap

produk rotan di pasar luar negeri

Masa jaya produk rotan yang pernah mencapai mencapai puncaknya pada tahun 1987 perlahan-lahan menurun. Disamping adanya krisis ekonomi dunia, munculnya produk produk murah buatan China yang masuk kepasar Eropa dan Amerika menyebabkan nilai emosional dari kepemilikan produk rotan menjadi terganggu. Sebagian orang tidak lagi merasa istimewa dengan memiliki furniture rotan dirumahnya (lariza, 2011). Munculnya produk rotan dengan harga murah ini merupakan ancaman kedepan karena menyebabkan produk rotan tersebut turun rangkingnya dimata sebagian konsumen. Hanya produk rotan yang benar benar berkualitas tinggi dengan disain yang eksklusif yang masih dianggap memiliki nilai lebih.

Contoh disain eksklusif sepeti mebel rotan dengan ukuran besar di disain dengan mengkombinasikan rotan dengan kulit, atau rotan dengan kayu, atau juga rotan dengan bahan eksklusif lainnya. Sudah jelas pasar dengan target kelas atas ini sulit untuk dimasuki, namun desain seperti itu bisa saja dibuat dengan bentuk yang lebih sederhana. Disain seperti ini sudah mulai dicontoh oleh perajin rotan yang ada di Cirebon.

5. Peraturan pemerintah yang suka

berubah

Keluhan yang termasuk sering dikemukakan oleh pelaku usaha kecil produk rotan ini adalah peraturan pemerintah yang kurang matang dalam membantu berkembangnya usaha perajin rotan ini. Peranan koperasi yang diharapkan dapat membantu industri kecil rotan tidak bersinergi dengan pihak pemerintah daerah. Ada kesan yang dirasakan oleh pelaku industri kecil rotan bahwa peranan pemerintah masih sangat minim serta kurang serius membantu mereka dalam menghadapi tantangan dunia bisnis. Peraturan pemerintah juga sering berubah yang dampaknya sangat dirasakan oleh industri kecil. Misalnya peraturan tentang izin usaha, sampai kepada peraturan export rotan yang sempat ditutup kemudian dibuka dan sekarang ditutup lagi. Pergantian


(3)

Menteri selalu disusul dengan penggantian peraturan.

Penanganan melalui peraturan yang memberatkan juga dirasakan oleh IK rotan yang pernah mencoba melakukan ekspor produk rotan ke Malaysia.

Analisis peluang IK rotan.

1. Naiknya permintaan untuk desain furnitur yang berbahan ringan

Akibat dari adanya bencana alam berupa tsunami yang melanda beberapa negara terutama Jepang menyebabkan orang orang di Jepang lebih memilih produk furnitur rotan dengan bahan yang lebih ringan. Alasan pemilihan produk ini adalah mudah dipindahkan apabila terjadi bencana. Alasan yang kelihatan sederhana ini jangan dianggap kurang berarti, karena ini merupakan peluang yang dapat diraih oleh IK rotan untuk masuk ke pasar Jepang. Permintaan produk seperti ini dengan cepat dipenuhi oleh pabrik besar rotan di Medan, walaupun sebenarnya kalah cepat dengan produk yang berasal dari China. Peluang ini sebenarnya dapat dipenuhi oleh IK rotan tetapi mereka minim informasi dan minim akses. Untuk itulah diperlukan bantuan pihak pemerintah dalam pencarian pasar sekaligus penyesuaian standar kualitas dengan pasar Jepang ini. Pemahaman tentang selera konsumen hanya dapat dilakukan dengan melakukan riset konsumen. Apabila peluang ini ingin diraih ada baiknya IK rotan bekerja sama dengan pengusaha besar rotan yang lebih banyak memiliki akses pasar diluar negri. Oleh karena ketidak mampuan dan sulitnya peluang ini diraih peneliti hanya memberi bobot dengan nilai 0,5 dengan peringkat 3.

2. Banyaknya skim kredit yang

dikeluarkan pihak bank

Berbagai skim kredit dapat dijumpai yang dikeluarkan oleh pihak pemerintah maupun pihak bank dalam membantu usaha kecil merupakan peluang bagi IK rotan untuk dapat memperbaiki pengelolaan usaha secara keseluruhan. Selain pemberian kredi program-program pembinaan juga dikeluarkan melalui lembaga terkait termasuk BUMN dan perusahaan besar lainnya. Bagi pihak BUMN sendiri program ini juga bertujuan untuk menambah citra perusahaan melalui

Corporate Social Resposibility (CSR). Untuk mendapatkan tawaran ini IK rotan perlu membenahi administrasi usahanya terutama membenahi catatan keuangan sebagai salah satu syarat dalam memperoleh kredit usaha.

3. Pasar Eropa masih memberi nilai

tinggi pada produk handmade

Bangsa Eropa sangat menghargai produk etnis yang pembuatannya lebih banyak menggunakan tangan daripada mesin, sepeti batik, anyaman, tenunan, dan produk kreatif lainnya. Ini merupakan peluang yang masih terbuka dalam waktu yang panjang. Peluang ini sekaligus menjadi tantangan yang harus mampu dihadapi oleh IK rotan yang dalam hal ini perlu dibantu oleh pihak pemerintah mengingat ketatnya persaingan yang dihadapi baik dari IK rotan yang berasal dari Indonesia maupun dari negara luar seperti Cina.

4. Pabrik besar rotan masih

membutuhkan IK rotan sebagai mitranya

Sebelum krisis ekonomi terjadi para IK rotan mendapat peluang dari pesanan yang di peroleh dari outsourcing yang dilakukan perusahaan besar kepada mereka. Walaupun peluang untuk kembali kepada kondisi seperti itu saat ini belum terlihat tetapi peluang ini harus diperhitungkan sepanjang industri kreatif ini meningkatkan kreatifitasnya. Walaupun bobot dari faktor ini rendah yaitu hanya 0,5 tetapi memiliki rangking 2, artinya IK rotan masih merespon faktor ini dengan baik.

5. Munculnya segmen pasar yang baru

Produk anyaman rotan yang selama ini kita kenal sebagian besar didisain dengan warna yang mendekati warna alaminya yaitu warna coklat. Warna-warna coklat ini berkesan klassik dan kuno. Dewasa ini muncul produk rotan dengan anyaman yang lebih ringan serta warna-warna pastel yang menarik seperti warna-warna pink, putih, biru muda, serta ungu muda. Produk ini dibuat untuk memenuhi target pasar wanita muda yang dikenal sekarang ini dengan sebutan lady market serta pasangan muda maupun mom market yang


(4)

sudah jenuh dengan warna coklat dan menginginkan kreatifitas baru.

Salah satu pengusaha yang berasal dari Cirebon menangkap peluang ini, walaupun pada awalnya produk yang berasal dari negara thayland juga sudah menjawab permintaan tersembunyi ini. pasar yang baru ini bisa dikembangkan dengan menambah assesori dengan bahan lain seperti kain dan renda-renda dan pita yang cantik. Seharusnya informasi ini sudah diketahui oleh IK rotan di Medan. Namun data empiris menunjukkan bahwa mereka belum memiliki gambaran yang jelas bagaimana sebenarnya atribut dari produk untuk pasar yang baru ini. peluang ini dapat menjawab kelesuan dan kejenuhan desain yang begitu-begitu saja, tanpa ada kreatifikasi dan inovasi. Peringkat faktor ini diberi angka 2 dengan bobot 0,50. Mengindikasikan bahwa peluang ini cukup signifikan diperhatikan dan masuk dalam strategi usaha kecil.

Keterkaitan Antara Faktor Internal dan faktor eksternal

Kegagalan yang disebabkan oleh lemahnya faktor internal selalu berhubungan erat antara faktor yang satu dengan faktor lainnya. Lemahnya faktor internal menyebabkan sulitnya sebuah usaha menghadapi perubahan faktor eksternal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa banyak sekali kendala yang dihadapi oleh perajin rotan ini. Nilai etnis yang melekat pada produk rotan ini menyebabkan produk yang diproduksi harus mampu menampilkan keunikan produknya. Apabila ingin mendapatkan nilai etnis yang tinggi disertai dengan kualitas yang tinggi pula dibutuhkan tangan tangan trampil yang memiliki skill yang tinggi. Tuntutan yang tinggi ini tentu saja sulit ditangani sendiri tanpa adanya pihak yang mengulurkan bantuan.

Kegagalan perajin rotan ini juga disebabkan oleh aspek mental (inner dynamic factor) seperti rasa malas, ragu-ragu, menganggap enteng masalah yang dihadapi sampai kepada rasa pesimis. Hampir tidak ada semangat juang yang tinggi untuk meraih sukses. Keterbatasan dana dijadikan alasan terbatasnya usaha dalam meraih kesuksesan usaha. Dengan kata lain rata- rata mereka hanya

menunggu uluran tangan dari pemerintah tanpa giat mencari informasi. Hasil wawancara mendalam yang dilakukan dalam penelitian ini membuktikan hampir 60% dari responden menyatakan tidak melakukan apa-apa dalam memajukan usahanya, bahkan ada niat untuk meninggalkan usaha rotan tersebut. Tetapi niat untuk keluar tidak mudah karena kendala switching cost yang relatif tinggi. Antara lain modal yang tertanam pada mesin-mesin pemroses rotan sayang ditinggalkan begitu saja.

Memang cukup berat tantangan yang dihadapi para usaha kecil rotan dalam menjalankan usahanya menjadi lebih baik. Saat ini mereka hanya mampu bertahan untuk hidup (survive), tanpa mampu meningkatkan usaha mereka. Dewasa ini mereka hanya mengharapkan pembeli lokal saja. Ironisnya para pembeli kelas menengah- atas memilih membeli hasil produksi rotan yang berasal dari kota Cirebon maupun dari sekitar Jawa Barat lainnya. Terutama untuk produk mebel Alasan mereka kualitas produk rotan masih jauh lebih bagus yang berasal dari Pulau Jawa.

Berdasarkan pada hasil empiris IK rotan berada dalam kondisi berbahaya dimana total skor tertimbang IFE hanya sebesar 1,8 berada dibawah angka 2,5. Matriks IE juga menampilkan hasil keberadaan IK rotan pada kuadran 6. Hal ini mengindikasikan posisi internal dari IK rotan adalah lemah. Artinya Ik rotan tidak memiliki strategi yang efektif dalam merespon faktor - faktor yang mengancam usaha kecil ini, sekaligus tidak memiliki strategi yang efektif dalam memperbaiki kelemahan internalnya. Penerapan analisis SWOT dalam penelitian ini tidak dapat digunakan dengan tehnik strategi berpasangan, oleh karena keempat faktor dari analisis SWOT hanya memiliki keterkaitan yang kurang signifikan sehingga masing – masing faktor yaitu kelemahan, kekuatan, ancaman, dan peluang berdiri sendiri - sendiri .

Melihat situasi dan kondisi dari IK rotan ini, diperlukan satu tanggung jawab utama untuk memperbaiki dan menolong IK rotan dalam mendapatkan strategi yang cocok mengingat usaha kecil memiliki kemampuan yang besar dalam menyerap


(5)

angkatan kerja. Dengan berlakunya undang undang no. 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah, sehingga memberikan kewenangan daerah untuk mengatur dan mengurus masyarakat setempat, menyebabkan pemerintah daerah harus memikirkan iklim usaha yang kondusif seperti mengurangi

pungutan-pungutan daerah,

menyederhanakan prosedur perizinan usaha, keringanan pajak serta mengupayakan bantuan pemberian modal usaha dengan syarat yang tidak memberatkan pelaku usaha. Bantuan yang selama ini diberikan melalui wadah koperasi IK rotan belum menyentuh kepada persoalan yang dihadapi oleh perajin rotan ini.

Keberadaan IK rotan yang begitu sulit yaitu berada pada kuadran IFE dan EFE yang rendah yang mensyaratkan hanya ada pilihan strategi yaitu strategi penciutan

dan strategi divestasi memerlukan kolaborasi dalam bentuk kemitraan yang berfungsi mencari solusi dalam rangka mengatasi permasalahan baik internal maupun eksternal yang dihadapi oleh IK rotan di kota Medan. Kemitraan yang mampu meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan, pelatihan, membangun jiwa kewirausahaan (entrepreneurship), menambah kekuatan modal usaha, penguasaan teknologi informasi, dan mengembangkan jaringan bisnis dengan pihak luar. Bukan kemitraan sepeti program Bapak Angkat yang pernah dicanangkan oleh pemerintah yang secara empiris didapati banyak menunjukkan kegagalan dalam mengangkat derajat UKM.

Kemitraan yang dimaksud disini adalah dalam bentuk partnership

yang interdependency yang lebih daripada kerjasama yang mencontoh pola franchise

yang apabila kerjasama ini diputuskan akan merugikan keduabelah pihak. Artinya produk yang dihasilkan oleh IK rotan bisa juga merupakan bagian dari proses produksi.

Untuk merealisasikan strategi ini diperlukan sebuah konsep terpadu yang memerlukan uluran tangan pemerintah daerah.

KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut;

1. Lingkungan internal yang menjadi kekuatan IK rotan seperti pengalaman dan skill yang sangat dasar, lokasi sentra yang cukup strategis ditambah dengan hubungan yang harmonis dengan pemasok, tidak cukup kuat untuk mengimbangi pesaingnya dalam menghasilkan produk rotan yang sesuai selera pasar. Kondisi ini diperparah dengan banyaknya kelemahan seperti kekurangan uang kas, SDM yang tidak kreatif dan ketergantungan kepada pabrik rotan berskala besar. Hal ini sesuai dengan nilai tertimbang sebesar 1,8 yaitu lebih kecil dari 2,5 yang bermakna posisi internal cukup lemah.

2. Lingkungan eksternal yang mengindikasi adanya ancaman dari produk substitusi yang begitu inovatif dan sudah merambah pasar, merupakan ancaman yang serius. Peluang seperti masih digemarinya produk rotan ini sebagai produk kreatif bernilai etnis dan masih memberi nilai tinggi pada produk zhandmade oleh

konsumen, belum mampu

dimanfaatkan oleh IK rotan di Medan. Ini dibuktikan dengan skor tertimbang untuk EFE 2,30 < 2,50

3. Matrik IE yang menghasilkan angka untuk faktor kekuatan dan kelemahan dengan total nilai tertimbang sebesar 1,8 sementara faktor ancaman dan peluang berada pada nilai total tertimbang sebesar 2,30 pada matriks IFE-EFE berada pada sel atau kuadran 6. Posisi ini menggambarkan pilihan strategi adalah strategi penciutan atau strategi divestasi. Kedua pilihan ini mengindikasikan IK rotan sedang mengalami kelesuan dan kemunduran. Sangat dibutuhkan uluran tangan dari pemerintah daerah maupun lembaga-lembaga terkait.

SARAN

Adapun saran yang diberikan dalam penelitian ini adalah:

1. Kondisi dan situasi IK rotan yang menurun ini memerlukan analisi yang lebih mendalam lagi agar strategi pengembangan yang dilaksanakan kelak menuju sasarannya. Untuk jangka pendek hal ini dapat diatasi


(6)

melalui pemberian pelatihan-pelatihan untuk menambah pengetahuan, kemudian diikut sertakan dalam pameran-pameran Nusantara yang setiap tahun digelar oleh pemerintah guna memperluas wawasan para IK rotan terutama yang berlokasi di sentra di sepanjang jalan Gatot Subruto Medan.

2. Strategi pengembangan jangka panjang dapat mencontoh model kemitraan yang berpola Franchise, bukan sepeti program Bapak Angkat yang pernah dicanangkan oleh pemerintah dan secara empiris didapati banyak menunjukkan kegagalan dalam mengangkat derajat UKM. Kemitraan yang dimaksud disini adalah dalam bentuk partnership yang

interdependency yang lebih dari pada sekedar kerjasama. Kemitraan yang mampu meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan, membangun jiwa kewirausahaan, menambah kekuatan modal usaha, penguasaan teknologi informasi dan mengembangkan jaringan bisnis dengan pihak luar. Strategi pengembangan sebaiknya dilakukan secara terpadu antara lembaga-lembaga terkait yang berkolaborasi dalam mengembangkan Ik rotan ini.

DAFTAR RUJUKAN

Anatan, Lina. 2006. Kapabilitas Teknologi Dan Efisiensi Perusahaan : Suatu Alternatif Membangun Daya Saing. Jurnal Forum Manajemen Prasetya Mulya.

Chopra, S. dan P. Meindl. 2001. Supply

Chain Management. Englewood

cliff, NJ : Prentice Hall, Inc. Harianto, Farid. 1996. Study On

Subcontracting In Indonesian

Domestic Firms,. Small-scale business development and. Competition Policy CSIS. Jakarta. Hitt, A. Hitt, A. Michael, R duane Ireland, Robert E. Hoskisson. 2008. Manajemen

Strategis Menyongsong Era

Persaingan dan Globalisasi.

Erlangga : Jakarta.

Ismoyowati, Ratna Diah.1996. Analisis

Dampak Pola Kemitraan

Subkontrak Terhadap Efisiensi Dan Produktifitas Usaha Kecil Binaan Kelompok Perusahaan Pt.Astra, Skripsi S1. Fakultas Ekonomi UGM. Yogyakarta.

Kuncoro, Mudrajad dan anggito Abimanyu. 1995. Struktur dan Kinerja Industri Indonesia dalam Era Deregulasi dan Debirokratisasi. Kelola (gajah mada University Business Review). No.10/IV/1995. Lariza, Rattan. 2012

Porter, Michael E. 1990. The Competitive

Advantage Of Nations. The

macmillan Press Ltd. London and Basingstoke.

Sekaran, Uma. 2000. Research Method For Business, third edition. Jhon willey & son Inc.

Sjaifudian, Hetifah, dedi haryadi, Maspiyati. 1995. Strategi Dan

Agenda Pengembangan Usaha

Kecil. Akatiga. Bandung.

Tambunan, Tulus. 1999. Perkembangan Industri Skala Kecil di Indonesia.

Mutiara sumber widya offset.