Pendekatan Ergonomis dalam Perancangan Stasiun Kerja

Human-Integrated Systems D1084 3. Stasiun Kerja Duduk atau Berdiri Jika pekerjaan merupakan kombinasi dari elemen-elemen kerja yang cocok untuk kedua tipe stasiun kerja di atas, maka elemen-elemen tersebut dapat difasilitasi dengan menerapkan rancangan stasiun kerja duduk atau berdiri.

2.2.2 Aspek-Aspek Ergonomi dalam Perancangan Stasiun Kerja

Kegiatan manufacturing bisa didefinisikan sebagai satu unit atau kelompok yang berkaitan dengan berbagai macam proses kerja untuk merubah bahan baku menjadi produk akhir yang dikehendaki. Kegiatan masing-masing unit kerja ini akan berlangsung di suatu lokasi kerja atau stasiun kerja. Dalam industri manufacturing, stasiun kerja merupakan lokasi dimana suatu operasi produksi akan mengambil tempat Wignjosoebroto, 2008. Dengan pendekatan ergonomis diharapkan sistem produksi bisa dirancang untuk melaksanakan kegiatan kerja tertentu dengan didukung oleh keserasian hubungan antara manusia dengan sistem kerja yang dikendalikannya man-machine system. Sistem kerja yang dimaksudkan di sini adalah sistem kerja yang melibatkan komponen-komponen kerja seperti mesin atau peralatan dan lingkungan fisik kerja temperatur, pencahayaan, kebisingan, dan lain-lain dimana kegiatan tersebut berlangsung. Pendekatan ergonomis akan membawa kita dalam rancangan sistem kerja man-made objects, sehingga manusia akan dapat menggunakannya secara efektif, efisien, aman, dan nyaman. Apabila peralatan atau sistem kerja dirancang secara tidak benar, maksudnya di sini tanpa mempertimbangkan aspek-aspek ergonomi yang mana akan memerlukan pengoperasian yang berada di luar kemampuan manusia, maka hal ini bisa menyebabkan pekerja tidak mampu melaksanakan tugasnya secara tepat atau kesalahan-kesalahan dalam perolehan hasil akhirnya Wignjosoebroto, 2008.

2.2.3 Macam Disiplin dan Keahlian Kerja yang Terkait Dengan Perancangan Stasiun Kerja

Perancangan stasiun kerja dalam industri haruslah mempertimbangkan banyak aspek yang berasal dari berbagai disiplin atau spesialisasi keahlian yang ada. Dalam perancangan stasiun kerja, aspek awal yang harus diperhatikan adalah yang menyangkut perbaikan-perbaikan metode atau cara kerja The Principles of Motion Economy dengan tujuan pokoknya adalah meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Aspek kedua yang menjadi pertimbangan adalah kebutuhan akan data yang menyangkut dimensi tubuh manusia anthropometric data. Data antropometri ini terutama sekali akan menunjang didalam proses perancangan produk dengan tujuan untuk mencari keserasian hubungan antara produk dan manusia yang memakainya. Aspek ketiga yang perlu dipertimbangkan berikutnya adalah berkaitan dengan pengaturan tata letak fasilitas kerja yang diperlukan dalam suatu kegiatan. Pengaturan fasilitas kerja pada prinsipnya bertujuan untuk mencari gerakan- gerakan kerja yang efisien seperti halnya dengan pengaturan gerakan material handling. Pertimbangan selanjutnya adalah menyangkut pengukuran energi yang harus dikeluarkan untuk melaksanakan aktivitas kerja tertentu. Aspek kelima dalam perancangan stasiun kerja akan berhubungan dengan masalah keselamatan dan kesehatan kerja Wignjosoebroto, 2008.

2.2.4 Pendekatan Ergonomis dalam Perancangan Stasiun Kerja

Integrated Industrial Engineering Laboratory Industrial Engineering Department BINUS UNIVERSITY Human-Integrated Systems D1084 Secara ideal perancangan stasiun kerja haruslah disesuaikan peranan dan fungsi pokok dari komponen-komponen sistem kerja yang terlibat, yaitu manusia, mesin atau peralatan, dan lingkungan fisik kerja. Berkaitan dengan perancangan stasiun kerja dalam industri, maka ada beberapa aspek ergonomis yang harus dipertimbangkan Wignjosoebroto, 2008: 1. Sikap dan Posisi Kerja. Tidak peduli apakah pekerja harus berdiri, duduk, atau dalam sikap atau posisi kerja yang lain, pertimbangan-pertimbangan ergonomis yang berkaitan dengan sikap atau posisi kerja akan sangat penting. Beberapa jenis pekerjaan akan memerlukan sikap dan posisi tertentu yang kadang-kadang cenderung tidak mengenakan. Kondisi kerja seperti ini memaksa pekerja selalu berada pada sikap dan posisi kerja yang “aneh” dan kadang-kadang juga harus berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Hal ini tentu saja akan mengakibatkan pekerja cepat lelah. Untuk menghindari sikap dan posisi kerja yang kurang favourable ini pertimbangan-pertimbangan ergonomis antara lain menyarankan hal-hal seperti Wignjosoebroto, 2008: a. Mengurangi keharusan operator untuk bekerja dengan sikap dan posisi membungkuk dengan frekuensi kegiatan yang sering atau jangka waktu lama. Untuk mengatasi masalah ini maka stasiun kerja harus dirancang terutama sekali dengan meperlihatkan fasilitas kerja seperti meja kerja, kursi, dan lain-lain yang seusai dengan data antropometri agar operator dapat menjaga sikap dan posisi kerjanya tetap tegak dan normal. Ketentuan ini terutama sekali ditekankan bilamana pekerjaan-perkejaan harus dilaksanakan dengan posisi berdiri. b. Operator tidak menggunakan jarak jangkauan maksimum yang bisa dilakukan. Pengaturan posisi kerja dalam hal ini dilakukan dalam jarak jangkauan normal. c. Operator tidak seharusnya duduk atau berdiri saat bekerja untuk waktu yang lama dengan kepala, leher, dada, atau kaki berada dalam sikap atau posisi miring. Demikian pula sedapat mungkin menghindari cara kerja yang memaksa operator harus bekerja dengan posisi telentang atau tengkurap. d. Operator tidak seharusnya dipaksa bekerja dalam frekuensi atau periode waktu yang lama dengan tangan atau lengan berada dalam posisi di atas level siku normal. 2. Antropometri dan Dimensi Ruang Kerja Antropometri pada dasarnya akan menyangkut ukuran fisik atau fungsi dari tubuh manusia termasuk ukuran linier, berat, volume, ruang gerak, dan lain-lain. Data antropometri ini akan sangat bermanfaat di dalam perencanaan peralatan kerja atau fasilitas-fasilitas kerja. Persyaratan ergonomis agar supaya peralatan kerja atau fasilitas kerja sesuai dengan orang yang menggunakannya khususnya yang menyangkut dimensi tubuh. Untuk perencanaan data antropometri akan bermanfaat baik dalam memilih fasilitas-fasilitas kerja yang sesuai dimensinya dengan ukuran tubuh operator, maupun di dalam merencanakan dimensi ruang kerja itu sendiri. 3. Kondisi Lingkungan Kerja Meskipun operator yang sehat sudah diseleksi secara ketat dan diharapkan akan mampu beradaptasi dengan situasi dan kondisi lingkungan fisik kerja yang bervariasi dalam hal temperatur, kelembapan, getaran, kebisingan, dan lain-lain, akan tetapi stress akibat kondisi lingkungan fisik Integrated Industrial Engineering Laboratory Industrial Engineering Department BINUS UNIVERSITY Human-Integrated Systems D1084 kerja akan terus berakumulasi dan secara tiba-tiba akan menyebabkan hal yang fatal. Adanya lingkungan fisik kerja yang bising, panas bergetar atau atmosfer yang tercemar akan memberikan dampak negatif terhadap performa maupun moral atau motivasi kerja operator. Suara-suara bising yang tidak terkendali di atas ambang desibel yang diijinkan tidak saja merusak pendengaran manusia secara sementara atau permanen akan tetapi juga bisa berinterferensi dengan sistem komunikasi suara yang dipakai di industri atau pabrik yang berguna untuk sinyal peringatan untuk kondisi-kondisi darurat. Getaran-getaran tidak terkendali dari mesin bisa pula memengaruhi performa kerja mesin yang lain, di samping juga menimbulkan gangguan stress bagi manusia. 4. Efisiensi Ekonomi Gerakan dan Pengaturan Fasilitas Kerja Perancangan sistem kerja haruslah memerhatikan prosedur-prosedur untuk menghemat gerakan-gerakan kerja sehingga dapat memperbaiki efisiensi dan mengurangi kelelahan kerja. Pertimbangan mengenai prinsip- prinsip ekonomi gerakan diberikan selama tahap perancangan sistem kerja dari suatu industri, karena hal ini akan mempermudah modifikasi terhadap hardware, prosedur kerja, dan lain-lain. 5. Energi Kerja yang Dikonsumsikan Energi kerja yang dikonsumsikan pada saat seseorang melaksanakan kegiatan merupakan faktor yang kurang begitu diperhatikan, karena dianggap tidak penting bila mana dikaitkan dengan perfoma kerja yang ditunjukkan. Meskipun energi dalam jumlah besar harus dikeluarkan untuk periode yang lama bisa menimbulkan kelelahan fisik, akan tetapi bahaya yang lebih besar justru kalau kelelahan menimpa pada mental manusia. Kelelahan mental merupakan musuh terbesar manusia karena hal ini akan memberi kontribusi pada kesalahan-kesalahan kerja yang serius. Tujuan pokok dari perancangan kerja seharusnya bisa menghemat energi yang harus dikonsumsikan untuk penyelesaian suatu kegiatan. Aplikasi prinsip-prinsip ergonomi dan ekonomi gerakan dalam tahap perancangan dan pengembangan sistem kerja secara umum akan dapat meminimalkan energi yang harus dikonsumsikan dan meningkatkan efisensi output kerja itu sendiri. Selain itu juga diterapkan beberapa tipe-tipe kelas zona personal dalam prinsip perancangan tata letak ruang sebagai berikut Barney Al- Sharif, 2015: 1. Circulation Zone 2. Personal Comfort Zone 3. No Touch Zone 4. Touch Zone Integrated Industrial Engineering Laboratory Industrial Engineering Department BINUS UNIVERSITY Human-Integrated Systems D1084

2.3 Time and Motion Study