BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Analisis Kebijakan
Leslie A. Pal dalam Widodo 2010 mengkategorikan definisi kebijakan publik menjadi dua macam yaitu definisi yang lebih menekankan pada maksud dan
tujuan utama kebijakan dan definisi yang lebih menekankan pada dampak dari tindakan pemerintah. Thomas R. Dye dalam Subarsono 2009 mengatakan kebijakan
publik adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan. Kebijakan tersebut terdiri dari: a kebijakan publik dibuat oleh pemerintah bukan
organisasi swasta, dan b kebijakan publik menyangkut pilihan yang harus dilakukan atau tidak dilakukan oleh badan pemerintah.
Atas dasar pengertian kebijakan publik yang telah disebutkan di atas, dapat ditemukan elemen yang terkandung dalam kebijakan publik yaitu :
a. Kebijakan selalu mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu. b. Kebijakan berisi tindakan atau pola tindakan pejabat-pejabat pemerintah.
c. kebijakan adalah apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah dan bukan apa yang bermaksud akan dilakukan pemerintah.
d. Kebijakan publik bersifat positif mengenai tindakan pemerintah mengenai suatu masalah tertentu dan bersifat negatif keputusan pejabat pemerintah untuk tidak
melakukan sesuatu.
e. kebijakan publik positif selalu bersdasarkan pada peraturan perundangan tertentu yang bersifat memaksa.
Menurut James Anderson dalam Subarsono, 2009 menetapkan proses kebijakan publik sebagai berikut:
a. Formulasi masalah problem formulation: apa masalahnya? Apa yang membuat hal tersebut menjadi masalah kebijakan? Bagaimana masalah tersebut dapat masuk
ke dalam agenda pemerintah? b. Formulasi kebijakan formulation: bagaimana menggembangkan pilihan-pilihan
atau alternatif –alternatif untuk memecahkan masalah tersebut? Siapa saja yang berpartisipasi dalam formulasi kebijakan?
c. Penentuan kebijakan adoption: bagaimana alternatif ditetapkan?Persyaratan atau criteria seperti apa yang harus dipenuhi? Siapa yang akan melaksanakan
kebijakan? Bagaimana proses atau strategi untuk melaksanakan kebijakan? Apa isi kebijakan yang telah ditetapkan?
d. Implementasi implementation: siapa yang terlibat dalam implementasi kebijakan? Apa yang mereka kerjakan? Apa dampak dari isi kebijakan?
e. Evaluasi evaluation: bagaimana tingkat keberhasilan atau dampak kebijakan diukur? Siapa yang mengevaluasi kebijakan? Apa konsekuensi dari adanya
evaluasi kebijakan? Adakah tuntutan untuk melakukan perubahan atau pembatalan?
Menurut pandangan Subarsono 2009, bahwa tahapan kebijakan publik terdiri dari a Penyusunan agenda kebijakan, b Formulasi dan legitimasi kebijakan,
c Implementasi kebijakan, dan d Evaluasi terhadap implementasi, kinerja, dampak kebijakan. Dalam tahap penyusunan agenda kebijakan terdapat tiga kegiatan
yang perlu dilakukan yaitu: a. Membangun persepsi di kalangan stake holder bahwa sebuah fenomena benar-benar dianggap masalah, b Membuat batasan masalah, dan
c Memobilisasi dukungan agar masalah tersebut bisa masuk dalam agenda pemerintah.
Pada tahap formulasi dan legitimasi kebijakan, analisis kebijakan perlu mengumpulkan dan menganalisa informasi yang berhubungan dengan masalah yang
bersangkutan, kemudian berusaha mengembangkan alternatif-alternatif kebijakan, membangun dukungan dan melakukan negosiasi, sehingga sampai pada sebuah
kebijakan yang dipilih. Tahap selanjutnya adalah implementasi kebijakan. Pada tahap ini diperlukan dukungan sumber daya dan penusunan organisasi pelaksanaan
kebijakan. Dalam proses implementasi sering ada mekanisme insentif dan sanksi agar implementasi suatu kebijakan berjalan dengan baik. Dari tindakan kebijakan akan
dihasilkan kinerja dan dampak kebijakan, dan proses selanjutnya adalah evaluasi terhadap implementasi, kinerja dan dampak kebijakan.
Implementasi Kebijakan
Joko Widodo 2010 mendefinisikan implementasi merupakan suatu proses yang melibatkan sejumlah sumber yang termasuk manusia, dana, dan kemampuan
organisasional yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta individu atau kelompok. Proses tersebut dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya oleh pembuat kebijakan.
Sebuah implementasi kebijakan yang melibatkan banyak organisasi dan tingkatan birokrasi dapat dilihat dari beberapa sudut pandang. Menurut Wahab 2005
implementasi kebijakan dapat dilihat dari sudut pandang: a pembuat kebijakan, b pejabat-pejabat pelaksana di lapangan, dan c sasaran kebijakan target group.
Wahab 2005 memfokuskan diri pada sejauh mana kebijakan tersebut telah tercapai dan apa alasan yang menyebabkan keberhasilan atau kegagalan kebijakan tersebut.
Implementasi akan terfokus pada tidakan pejabat dan instansi di lapangan untuk mencapai keberhasilan program. Sementara dari sudut pandang target groups,
implementasi akan lebih dipusatkan pada apakah implementasi kebijakan tersebut benar-benar mengubah pola hidupnya dan berdampak positif panjang bagi
peningkatan mutu hidup termasuk pendapatan mereka. Perlu disadari bahwa dalam melaksanakan implementasi suatu kebijakan tidak
selalu berjalan mulus. Banyak faktor yang dapat memengaruhi keberhasilan suatu implementasi kebijakan. Untuk menggambarkan secara jelas variabel atau faktor-
faktor yang berpengaruh penting terhadap implementasi kebijakan publik serta guna penyederhanaan pemahaman, maka akan digunakan model implementasi kebijakan.
George Edward III dalam Widodo 2010 mencetuskan 4 faktor yang memengaruhi keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan antara lain yaitu faktor
komunikasi, sumberdaya, disposisi dan struktur birokrasi.
Gambar 2.1 Analisis Kebijakan Menurut George Edward III
a. Komunikasi Implementasi akan berjalan efektif apabila ukuran-ukuran dan tujuan-tujuan
kebijakan dipahami oleh individu-individu yang bertanggungjawab dalam pencapaian tujuan kebijakan. Kejelasan ukuran dan tujuan kebijakan dengan demikian perlu
dikomunikasikan secara tepat dengan para pelaksana. Konsistensi atau keseragaman dari ukuran dasar dan tujuan perlu dikomunikasikan sehingga implementors
mengetahui secara tepat ukuran maupun tujuan kebijakan itu. Komunikasi dalam organisasi merupakan suatu proses yang amat kompleks dan rumit. Seseorang bisa
menahannya hanya untuk kepentingan tertentu, atau menyebarluaskannya. Di samping itu sumber informasi yang berbeda juga akan melahirkan interpretasi yang
berbeda pula. Agar implementasi berjalan efektif, siapa yang bertanggungjawab melaksanakan sebuah keputusan harus mengetahui apakah mereka dapat
melakukannya. Sesungguhnya implementasi kebijakan harus diterima oleh semua
personel dan harus mengerti secara jelas dan akurat mengenahi maksud dan tujuan kebijakan.
Tidak menjadi masalah bagaimana jelas dan konsisten implementasi program dan bagaimana akuratnya komunikasi dikirim. Jika personel yang bertanggungjawab
untuk melaksanakan program kekurangan sumberdaya dalam melakukan tugasnya. Komponen sumberdaya ini meliputi jumlah staf, keahlian dari para pelaksana,
informasi yang relevan dan cukup untuk mengimplementasikan kebijakan dan pemenuhan sumber-sumber terkait dalam pelaksanaan program, adanya kewenangan
yang menjamin bahwa program dapat diarahkan kepada sebagaimana yamg diharapkan, serta adanya fasilitas-fasilitas pendukung yang dapat dipakai untuk
melakukan kegiatan program seperti dana dan sarana prasarana. Sumber daya manusia yang tidak memadahi jumlah dan kemampuan berakibat tidak
dapat dilaksanakannya program secara sempurna karena mereka tidak bisa melakukan pengawasan dengan baik. Jika jumlah staf pelaksana kebijakan terbatas maka hal
yang harus dilakukan meningkatkan skillkemampuan para pelaksana untuk melakukan program. Untuk itu perlu adanya manajemen SDM yang baik agar dapat
meningkatkan kinerja program. b. Sumberdaya
Ada tiga bentuk sikaprespon implementor terhadap kebijakan; kesadaran pelaksana, petunjukarahan pelaksana untuk merespon program ke arah penerimaan
atau penolakan, dan intensitas dari respon tersebut. Para pelaksana mungkin c. Disposisi atau Sikap
memahami maksud dan sasaran program namun seringkali mengalami kegagalan dalam melaksanakan program secara tepat karena mereka menolak tujuan yang ada
didalamnya sehingga secara sembunyi mengalihkan dan menghindari implementasi program. Disamping itu dukungan para pejabat pelaksana sangat dibutuhkan dalam
mencapai sasaran program. Dukungan dari pimpinan sangat mempengaruhi pelaksanaan program dapat mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Wujud dari
dukungan pimpinan ini adalah Menempatkan kebijakan menjadi prioritas program, penempatan pelaksana dengan orang-orang yang mendukung program,
memperhatikan keseimbangan daerah, agama, suku, jenis kelamin dan karakteristik demografi yang lain. Disamping itu penyediaan dana yang cukup guna memberikan
insentif bagi para pelaksana program agar mereka mendukung dan bekerja secara total dalam melaksanakan kebijakanprogram.
Membahas badan pelaksana suatu kebijakan, tidak dapat dilepaskan dari struktur birokrasi. Struktur birokrasi adalah karakteristik, norma-norma, dan pola-
pola hubungan yang terjadi berulang-ulang dalam badan-badan eksekutif yang mempunyai hubungan baik potensial maupun nyata dengan apa yang mereka miliki
dalam menjalankan kebijakan. Unsur-unsur yang mungkin berpengaruh terhadap suatu organisasi dalam implementasi kebijakan, yaitu:
d. Struktur birokrasi
a. Kompetensi dan ukuran staf suatu badan;
b. Tingkat pengawasan hirarkhis terhadap keputusan-keputusan sub unit dan proses-
proses dalam badan pelaksana;
c. Sumber-sumber politik suatu organisasi misalnya dukungan di antara anggota
legislatif dan eksekutif; d.
Vitalitas suatu organisasi; e.
Tingkat komunikasi “terbuka”, yaitu jaringan kerja komunikasi horizontal ataupun vertikal secara bebas serta tingkat kebebasan yang secara relatif tinggi
dalam komunikasi dengan individu-individu di luar organisasi; f.
Kaitan formal dan informal suatu badan dengan badan pembuat keputusan atau pelaksana keputusan. Bila sumberdaya cukup untuk melaksanakan suatu
kebijakan dan para implementor mengetahui apa yang harus dilakukan, implementasi masih gagal apabila struktur birokrasi yang ada menghalangi
koordinasi yang diperlukan dalam melaksanakan kebijakan. Kebijakan yang komplek membutuhkan kerjasama banyak orang, serta pemborosan sumberdaya
akan mempengaruhi hasil implementasi.
2.2 Keputusan Menteri Kesehatan No. 128 Tahun 2004 Tentang Kebijakan